• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pujangga Valmiki/Walmiki. Ramayana Valmiki digubah dalam bahasa Sansekerta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pujangga Valmiki/Walmiki. Ramayana Valmiki digubah dalam bahasa Sansekerta"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ramayana dikenal sebagai cerita kepahlawanan (epik) dari India, karya pujangga Valmiki/Walmiki. Ramayana Valmiki digubah dalam bahasa Sansekerta dengan jumlah stanza mencapai dua puluh empat ribu stanza (Narayan, 2004:ix). Sebagai salah satu cerita suci bagi umat Hindu, Ramayana tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai moral dalam Ramayana menjadi pedoman hidup. Kepopuleran Ramayana juga memunculkan banyaknya versi-versi, antara lain versi yang ditulis oleh Kamban, seorang pujangga dari India Selatan. Kamban membaca Ramayana Valmiki kemudian menuliskannya lagi dalam bahasa Tamil. Ramayana versi Kamban ditulis pada sekitar abad ke-11 Masehi. Di India sendiri Ramayana ditulis dalam berbagai bahasa, antara lain Hindi, Bengali, Asam, Oriya, Tamil, Kannada, Kashmir, Telugu, dan Malalayam (Narayan, 2004:xi).

Kepopuleran Ramayana sampai ke luar India tidak lepas dari campur tangan para saudagar India. Mereka membawa naskah Ramayana ke mana pun mereka pergi berniaga, termasuk ke Indonesia. Namun bisa juga yang terjadi adalah para saudagar India ini pergi ke Indonesia, Pulau Jawa tepatnya karena dalam Ramayana terdapat nama Yavadvipa, nama Sansekerta untuk pulau Jawa (Lombard, 2005:16).

(2)

2 Di Jawa, teks Ramayana dihadirkan pertama kali dalam bentuk kakawin. Kakawin merupakan puisi yang aturan-aturannya mengadopsi metrum kavya India. Kakawin Ramayana digubah oleh Yogiswara, seorang pendeta, setelah ia membaca Bhattikavya Ravana-vadha (Somvir, 1998:18). Kakawin Ramayana merupakan kakawin terpanjang pada masa Jawa-Hindu. Kakawin ini juga sangat populer, terbukti dari banyaknya naskah yang berhasil diselamatkan (Zoetmulder, 1983:277).

Pada masa Islam masuk ke Jawa, pengaruh-pengaruh Hindu tidak sepenuhnya hilang. Masyarakat yang berpindah dari Hindu ke Islam, tetap menikmati kisah Ramayana. Ramayana juga digunakan sebagai sarana penyampaian ajaran Islam. Salah satu bukti Ramayana yang diwarnai Islam adalah kemunculan teks-teks Serat Rama. Serat ‘surat’ menjadi penanda bahwa teks tersebut merupakan teks Islam. Serat Rama tidak hanya disalin di wilayah pedalaman Jawa, namun juga di wilayah pesisir Utara Jawa dan Madura. Salah satu teks Serat Rama yang disalin di wilayah Pesisir Utara Jawa dan Madura adalah Serat Rama 07.248 M (selanjutnya ditulis SR).

SR merupakan naskah koleksi Museum Mpu Tantular Sidoarjo. Teks SR dipilih sebagai objek material dengan beberapa alasan, yaitu penggunaan bahasa Jawa dalam teks dan isi yang langsung masuk pada cerita peperangan antara Rama, Laksmana, dan pasukan kera melawan Rahwana, Indrajit, dan pasukan raksasa. Dalam korpus teks Serat Rama yang besar, teks SR dipilih karena masih jarangnya penelitian berobjek teks Rama Pesisir Jawa Timur dan Madura. Keterangan mengenai asal-usul teks berdasarkan informasi petugas museum

(3)

3 memang menyebut wilayah Madura sebagai asal teks. Namun Teks SR mewakili suatu kelompok masyarakat dan budaya tertentu, yaitu masyarakat dan budaya Madura. Penelitian yang pernah dilakukan dengan mengambil objek material teks Rama Madura, yaitu penelitian skripsi di Universitas Airlangga yang dilakukan tahun 2008 silam. Namun, penelitian tersebut menggunakan ilmu bantu linguistik. Penelitian ini menggunakan ilmu bantu sastra, khususnya resepsi sastra yang digagas oleh Wolfgang Iser. Penjelasan lebih mendalam mengenai objek formal penelitian ini dan cara pengaplikasiannya pada teks SR akan dipaparkan pada subbab mengenai teori dan metode.

1.2 Rumusan Masalah

Teks SR ditulis menggunakan aksara Jawa, berbahasa Jawa, dan berbentuk tembang macapat. Berdasarkan kondisi di atas, teks hanya dapat dinikmati oleh kalangan tertentu saja yang mengerti aksara dan bahasa Jawa. Namun tidak menutup kemungkinan, orang yang mengerti aksara dan bahasa Jawa pun tidak dapat menikmati teks SR karena tulisan aksara Jawa dalam teks agak berbeda dengan tulisan aksara Jawa pada umumnya. Begitu pula dengan bahasa Jawa yang digunakan dalam teks SR, beberapa kosakata nya tidak dijumpai dalam kamus-kamus bahasa Jawa.

Aksara dan bahasa merupakan kendala awal bagi sebagian orang yang ingin membaca teks SR. Teks dengan aksara dan bahasa Jawa hanya dapat dijangkau dan dinikmati oleh orang yang mengerti aksara dan bahasa Jawa. tidak dapat dibaca dengan mudah oleh banyak orang sehingga diperlukan penelitian

(4)

4 filologi. Penelitian filologi berusaha memfasilitasi teks dari masa lampau, khususnya teks SR agar terbaca oleh banyak orang. Penelitian filologi meliputi suntingan teks dan terjemahan. Dalam penelitian ini naskah yang digunakan sebagai objek material berjumlah satu buah sehingga tidak diperlukan tahap perbandingan naskah. Langkah awal penelitian dimulai dengan menguraikan secara detail mengenai naskah dan teks SR. Penjelasan detail naskah meliputi segala sesuatu yang dapat dan harus dicatat yang berhubungan dengan kondisi fisik naskah. Selanjutnya, untuk menghindari pemutlakan salah satu bidang ilmu saja, yaitu ilmu filologi, maka dalam penelitian ini dipergunakanlah ilmu sastra, teori respon estetik Wolfgang Iser, yaitu repertoire.

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah penelitian ini diuraikan menjadi:

1. Bagaimanakah deskripsi naskah dan teks SR?

2. Bagaimanakah suntingan dan terjemahan teks SR yang representatif? 3. Bagaimana perwujudan norma budaya dalam SR sebagai repertoire? 4. Bagaimana perwujudan norma sosial dalam SR sebagai repertoire?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian teks SR memiliki dua tujuan, yaitu tujuan teoritis dan tujuan praktis. Tujuan teoritis berkenaan dengan masalah dalam penelitian. Dan tujuan praktis berkenaan dengan kontribusi hasil penelitian bagi masyarakat.

1.3.1 Tujuan Teoritis

(5)

5 1. Menjelaskan deskripsi naskah dan teks SR,

2. Menghadirkan suntingan dan terjemahan teks SR yang representatif, 3. Menjelaskan perwujudan norma budaya dalam teks SR sebagai

repertoire,

4. Menjelaskan perwujudan norma sosial dalam teks SR sebagai repertoire.

1.3.2 Tujuan Praktis

1. Menambah dan memperluas varian teks Serat Rama, khususnya teks Serat Rama yang disalin di wilayah pesisir Jawa dan Madura,

2. Membuka peluang penelitian lanjutan dengan memanfaatkan hasil penelitian ini oleh peneliti lain yang tertarik meneliti teks Rama dalam berbagai aspek yang berbeda.

1.4 Tinjauan Pustaka

Kepopuleran cerita Ramayana membuat setiap orang di masa lampau ingin memilikinya. Keinginan memiliki ini berimbas pada intensitas penyalinan teks yang tinggi. Dari penyalinan yang dilakukan memunculkan varian-varian baru teks Rama. Hasil penyalinan teks yang melimpah merupakan bahan garapan para peneliti yang tertarik pada teks Rama.

Penelitian menggunakan teks Rama sebagai objek material banyak dilakukan oleh para ahli baik dari Indonesia maupun dari mancanegara. Hasil-hasil penelitian yang berobjek material teks Rama, yaitu The Old Javanese Ramayana: An Exemplary Kakawin as to Form and Content (1958). Penelitian ini

(6)

6 membandingkan Kakawin Ramayana dengan Bhatti Kavya Ravana-vadha. Hasil penelitian ini berupa perbandingan bait-bait yang memiliki kesamaan isi cerita antara Kakawin Ramayana dengan Bhatti Kavya, bagian-bagian Kakawin Ramayana yang disingkat isinya maupun diperluas isinya, bagian-bagian Kakawin Ramayana yang tidak dijumpai dalam Bhatti Kavya. Kemudian hasil perbandingan yang telah dilakukan, diuji menggunakan teori Dandin dan Bhamaha. Pengujian tersebut meliputi penggunaan metrum dan asonansi bunyi. Penelitian ini dilakukan oleh Hooykas.

Hooykas berhasil menyimpulkan bahwa Kakawin Ramayana merupakan pengulangan Bhatti Kavya dalam bentuk yang lebih singkat, tetapi dalam Kakawin Ramayana tidak terjadi penghilangan bagian-bagian yang dianggap esensial. Kakawin Ramayana disalin dengan sangat hati-hati serta tidak ditemukan kesalahan salin. Dari hasil membandingkan dengan Bhatti Kavya menunjukkan bahwa penyalinan Kakawin Ramayana juga menerapkan aturan yang ada dalam persajakan India.

Sebelumnya, pada tahun 1955, Hooykas juga meneliti tentang Ramayana dengan judul penelitian The Old Javanese Ramayana Kakawin with Special Reference to the Problem of Interpolations in Kakawins (Kakawin Ramayana Jawa Kuna dengan Referensi Khusus untuk Masalah Penyisipan (Interpolasi) dalam Kakawin). Selain Hooykas, masih ada beberapa peneliti lain yang menggunakan objek cerita Ramayana, antara lain: H. Kern (1900) dengan judul penelitian Ramayana Oud Javaansch Heldendicht (Kakawin Ramayana) yang dilanjutkan dan diselesaikan oleh Juynboll antara tahun 1922 dan 1936

(7)

7 (Voorhoeve dalam Ikram, 1980:1). R. M. Ng Poerbatjaraka (1932) Het Oud Javaansche Ramayana (Ramayana dalam Bahasa Jawa Kuna), Poerbatjaraka juga melakukan penelitian lainnya dengan menggunakan objek Ramayana (1939), yaitu Onbegrepen Ontkenningen in het Oud Javaansche Ramayana.

Setelah penelitian yang dilakukan Hooykas, tentunya ada banyak lagi penelitian dengan objek Ramayana. Penelitian yang berhasil ditemukan penulis antara lain, G. J Resink (1975) dengan judul penelitian From the Old Mahabharata to the New Ramayana Order (Dari Mahabharata Kuna ke Ramayana dengan Sistem Baru), Achadiati Ikram (1980) dengan judul Hikayat Sri Rama: Suntingan Naskah Disertai Telaah Struktur dan Amanat. Objek penelitian tersebar di Museum Pusat Jakarta sebanyak 7 naskah, di perpustakaan Universitas Leiden sebanyak 6 naskah, di perpustakaan London University sebanyak 2 naskah, di perpustakaan Royal Asiatic Society sebanyak 1 naskah, di Bodleian Library Oxford sebanyak 1 naskah, di Universitas Cambridge sebanyak 1 naskah, di perpustakaan Universiti Malaya sebanyak 3 naskah, serta 1 naskah merupakan koleksi Stiftung Preussischer Kulturbesitz Tubingen. Titik berat penelitian ini adalah amanat dalam alur dan perwatakan tokoh. Menurut Ikram, amanat merupakan unsur dominan dalam memberi arti seluruh cerita. Tokoh-tokoh dalam Hikayat Sri Rama diceritakan lengkap dan mempunyai kisah sendiri. Tapi tokoh-tokoh tersebut baru bermakna jika berkaitan dengan amanat. Amanat merupakan kerangka untuk meletakkan unsur-unsur pembentuk cerita lainnya.

Dalam tulisannya, Ikram juga menyertakan nama-nama peneliti yang pernah meneliti Ramayana, yaitu: Sarkar, Berg, Van Naerssen, dan Aichele yang

(8)

8 meneliti penanggalan kakawin Ramayana. Manomohan Gosh meneliti adanya hubungan India antara Ravananadha, sebagai contoh kakawin Ramayana. Penelitian tentang Hikayat Sri Rama pernah dilakukan Roorda van Eijsinga pada tahun 1843. Maxwell menerbitkan kisah penglipur lara yang berintikan cerita Rama. Shellabear menerbitkan edisi naskah Laud dalam huruf Arab. Gerth van Wijk membicarakan beberapa versi dalam naskha-naskah Hikayat Sri Rama. Nama-nama lainnya, yaitu Winstedt, Overbeck, Stutterheim, Zieseniss, Rassers, Hazeu, Kulkarni, Ras, Worsley, dan Sweeney (1980).

Sumarsih (1985) melakukan penelitian yang diberi judul Tinjauan Serat Bathara Rama (Cirebon). Teks Serat Bathara Rama merupakan koleksi Museum Sana Budaya. Teks Serat Bathara Rama terdapat dalam naskah Serat Carik Panti Budaya dengan nomer naskah (P.B) A. 287. Teks Serat Bathara Rama selanjutnya dibandingkan dengan teks Hikayat Sri Rama Laud. Or 291 yang merupakan objek penelitian untuk disertasi Achadiati Ikram. Perbandingan yang dilakukan meliputi kisah Sri Rama yang meninggalkan negerinya sampai Sri Rama mengadakan persiapan pembuatan tambak. Selain membandingkan isi cerita, dilakukan juga perbandingan nama-nama tokoh dan tempat pada kedua teks tersebut. Hasil penelitian ini adalah: teks Serat Bathara Rama digubah dengan mengikuti kaidah tembang macapat serta penulisan nama-nama tokoh dan tempat pada teks Serat Bathara Rama merupakan hasil pembacaan penulis teks atas teks Hikayat Sri Rama yang ditulis dalam aksara Arab.

Penelitian dengan judul Ramayana Versi Madura: Suntingan Teks disertai Analisis Morfologis (2008) dilakukan oleh Mardhayu Wulan Sari. Penelitian

(9)

9 tersebut merupakan skripsi di Departemen Sastra Indonesia Universitas Airlangga. Naskah yang digunakan berjudul Kitab Ramayana koleksi Museum Mpu Tantular. Penelitian ini lebih menekankan pada perubahan morfologis yang meliputi afiksasi (pengimbuhan) dan reduplikasi. Selanjutnya di tahun 2009 peneliti yang sama menggunakan naskah koleksi Museum Mpu Tantular, yaitu Serat Ramayana 07.265 M dan menghasilkan suntingan dan terjemahan teks. Objek material dalam penelitian ini adalah naskah koleksi Museum Negeri Mpu Tantular Sidoarjo dengan judul yang terdapat pada katalog museum adalah Serat Ramayana dengan kode naskah 07.248M. Isi teks secara garis besar, naskah SR memiliki kesamaan alur cerita dengan naskah Kitab Ramayana, namun perbedaan yang nampak dari keduanya, yaitu dalam naskah SR 07.248M terdapat pembuka teks berupa bacaan basmalah dalam lafaz Jawa, sedangkan naskah Kitab Ramayana tidak disertai kalimat pembuka. Perbedaan berikutnya, pada naskah SR 07.248M tidak ditemukan tulisan persembahan teks, sedangkan dalam Kitab Ramayana terdapat kalimat persembahan yang terdapat di akhir teks.

Isi teks yang langsung masuk pada kisah peperangan Rama, Laksmana, dan pasukan kera melawan Rahwana, Indrajit, dan pasukan raksasa hanya peneliti temukan pada naskah Kitab Ramayana. Dari segi bahasa, meskipun antara SR 07.248M dan Kitab Ramayana sama-sama menggunakaan bahasa Jawa, namun dalam SR 07.248M ditemukan beberapa kosakata bahasa Madura. Selanjutnya pemilihan objek formal yang digunakan untuk menganalisis objek material juga berbeda, penelitian ini menggunakan teori sastra, sedangkan penelitian dengan objek material Kitab Ramayana menggunakan teori linguistik, yaitu morfologi.

(10)

10 Berdasarkan beberapa aspek yang telah dikemukakan, peneliti memilih naskah SR 07.248M sebagai objek material karena terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Perbedaan dalam penggunaan teori, yaitu repertoire sebagai alat analisis tentunya akan menghasilkan temuan-temuan yang berhubungan dengan penciptaan teks SR, suatu hal yang belum pernah dilakukan pada penelitian sebelumnya dengan objek material naskah Rama yang memiliki kesamaan isi cerita dengan naskah SR.

1.5 Landasan Teori

Penelitian ini menggabungkan dua disiplin ilmu, yaitu filologi dan sastra. Filologi digunakan untuk meneliti naskah dan teks SR yang merupakan produk masa lampau dengan langkah kerja meliputi suntingan teks dan terjemahan sehingga teks terbaca oleh masyarakat luas. Fokus penelitian filologi adalah naskah dan teks. Penelitian naskah dikenal dengan kodikologi dan penelitian teks dikenal dengan tekstologi.

Hasil suntingan dan terjemahan teks SR agar lebih dipahami kandungan maknanya, maka diperlukan ilmu sastra sebagai ilmu bantu. Pemaparan teori pada penelitian ini disesuaikan dengan masalah dan tujuan yang ingin dicapai. Teori yang dianggap relevan sebagai sarana untuk menganalisis teks SR ialah teori respon estetik Wolfgang Iser yang terdapat pada buku The Act of Reading: A Theory of Aesthetic Response (1987). Kajian respon estetik Iser pada penelitian ini mengkhususkan pada repertoire.

(11)

11 1.5.1 Teori Filologi

Naskah dan teks merupakan dua istilah yang sering digunakan dalam penelitian ataupun studi filologi. Naskah dimaknai sebagai media atau bahan yang digunakan untuk menuliskan teks. Sifat naskah adalah konkret. Teks dimaknai sebagai isi dari naskah atau ide yang dituangkan dalam bentuk tulisan pada naskah. Teks mempunyai sifat abstrak.

Titik berat penelitian filologi adalah suntingan teks. Suntingan teks dibedakan menjadi dua, suntingan teks untuk naskah tunggal dan suntingan teks untuk naskah jamak. Suntingan teks untuk naskah tunggal dapat dilakukan dengan dua metode, 1. Metode diplomatik dan 2. Metode perbaikan bacaan, sedangkan suntingan teks untuk naskah jamak dilakukan dengan dua metode, 1. Metode landasan dan 2. Metode gabungan (Djamaris, 2002:24—25). Suntingan teks diplomatik dideskripsikan sebagai kegiatan menyunting teks dengan seteliti-telitinya tanpa mengadakan perubahan. Teks disajikan persis seperti yang terdapat dalam naskah, tanpa mengubah satu hal pun seperti ejaan dan pungtuasi (tanda baca) (Djamaris, 2002:25). Wiryamartana berpendapat bahwa penyuntingan teks dengan metode diplomatik mempunyai maksud agar pembaca sedekat mungkin mengikuti teks seperti pada naskah sumber (1990:30).

Robson juga menuliskan tentang keuntungan menyunting teks dengan metode diplomatik, yaitu metode ini memperlihatkan secara tepat cara mengeja kata-kata dari naskah itu, yang merupakan gambaran nyata mengenai konvensi pada waktu dan tempat tertentu, dan juga memperlihatkan secara tepat cara penggunaan tanda baca di dalam teks itu, suatu hal yang dapat membawa

(12)

12 konsekuensi bagi interpretasi dan apresiasi terhadap cara naskah itu digunakan, untuk dinyanyikan atau dibacakan, misalnya (h.25). Selain memaparkan tentang keuntungan metode diplomatik, Robson juga memaparkan kelemahan yang terkandung dalam metode tersebut, yaitu pembaca tidak dibantu padahal mungkin ia tidak kenal dengan gaya atau isinya sehinggaia harus berjuang sendiri dengan keanehan, kesulitan, atau perubahan apa saja yang mungkin dikandung teks itu (1990:25).

Setelah melalui tahap penyuntingan teks maka diperlukan langkah berikutnya, yaitu penerjemahan. Kegiatan penerjemahan yang dilakukan dalam penelitian filologi bertujuan agar teks yang telah disunting dapat dinikmati oleh pembaca yang lebih luas lagi jangkauannya. Kegiatan menerjemahkan juga disertai dengan penjelasan yang akhirnya menghubungkan antara masalah tekstual dengan kultural (Robson, 1990:59).

1.5.2 Teori Terjemahan

Penerjemahan dengan fokus yang lebih terdahulu menekankan pada bentuk dari pesan. Penerjemah mengerjakan hal-hal kecil yang khususnya berkaitan dengan reproduksi gaya bahasa. Dalam fokus yang lebih baru, terjadi perubahan dari yang berorientasi pada bentuk menjadi berorientasi pada pesan yang merupakan respon dari pengirim sehingga yang menentukan adalah respon pengirim berupa pesan yang akan diterjemahkan (Nida, 1982:1).

Lebih lanjut, Nida menyebut terjemahan sebagai kegiatan yang tujuan utamanya adalah mereproduksi pesan. Kesalahan dasar seorang penerjemah adalah melakukan hal selain itu, namun untuk mereproduksi pesan diperlukan

(13)

13 penyesuaian leksikal dan gramatikal yang baik (1982:12). Kata atau istilah yang tertulis dalam bahasa sumber terkadang tidak dapat diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa tujuan sehingga untuk mengkomunikasikannya diperlukan penjelasan yang sedekat mungkin dengan kata atau istilah tersebut. Penerjemahan terbaik tidak terdengar seperti terjemahan, maksudnya terjemahan yang dihasilkan harus sealami mungkin sehingga kejadian yang terdapat dalam teks tidak dapat dengan mudah diidentifikasi. Penerjemahan terbagi menjadi penerjemahan budaya dan penerjemahan linguistik (1982:13). Dalam kegiatan penerjemahan, makna harus dijadikan prioritas.

1.5.3 Teori Respon Estetik

Teori respon estetik yang digagas oleh Wolfgang Iser (1987) merupakan teori yang memfokuskan perhatian pada hubungan dialektik antara teks, pembaca, dan interaksi keduanya sebagai suatu bentuk komunikasi. Peran sentral dalam pembacaan setiap karya sastra adalah interaksi antara struktur karya dengan pihak resipien (1987:20). Pertanyaan mendasar menyangkut proses pemaknaan teks yang dihasilkan melalui komunikasi antara teks dengan pembacanya, yakni bagaimana dan dalam kondisi apa sehingga sebuah teks menjadi bermakna bagi pembaca.

Kita tidak akan pernah berhadapan dengan teks yang murni dan sederhana, melainkan secara tak terelakkan mengaplikasikan satu kerangka referensi yang dipilih secara khusus untuk analisis. Kesusasteraan dipandang secara umum sebagai tulisan fiksi dan sesungguhnya istilah fiksi mengimplikasikan bahwa kata-kata di halaman cetak tidak dimaksudkan untuk mendenotasikan realitas tertentu

(14)

14 di dunia empiris, melainkan dimaksudkan untuk merepresentasikan sesuatu yang tersaji. Kebingungan pun muncul ketika pembaca mencoba mendefinisikan realitas kesusasteraan, sekali waktu dipandang otonom dan pada saat yang lain dipandang sebagai heteronom. Apa pun kerangka referensi tetap ada asumsi dasar dan menyesatkan bahwa fiksi adalah antonim realitas. Kebingungan yang dihasilkan dari definisi rumit ini memerlukan argumen pengganti yang sifatnya fungsional karena yang terpenting bagi pembaca, kritikus, dan penulis adalah apa fungsi kesusasteraan dan bukan apa yang maksud kesusasteraan. Hubungan fiksi dan realitas haruslah dalam lingkup komunikasi, bukan oposisi karena fiksi merupakan alat yang dapat mengatakan pada pembaca tentang suatu realitas (1987:53). Fokus pendekatan ini terletak pada dua bidang dasaryang saling bergantung, yaitu pertemuan antara teks dengan realitas dan teks dengan pembaca (1987:54).

Menurut Austin (via Iser, 1987:69), ada tiga syarat utama untuk keberhasilan ucapan performatif, yaitu, (1) konvensi-konvensi yang sama bagi pembaca dan penerima, (2) prosedur-prosedur yang sudah disepakati bersama antara pembaca dan penerima, serta (3) keinginan keduanya untuk berpartisipasi dalam tindak komunikasi. Konvensi-konvensi yang diperlukan untuk membangun situasi dalam teks adalah repertoire, prosedur-prosedur yang diterima disebut strategi, sedangkan partisipasi pembaca adalah realitas sehingga dapat dikatakan bahwa teks tidak sekedar menyajikan sarana retoris atau teknik naratif saja, tetapi juga background dan foreground. Repertoire terdiri atas keseluruhan lingkup yang ada dalam teks. Keseluruhan lingkup dalam teks bisa berupa referensi-referensi

(15)

15 terhadap karya-karya terdahulu atau terhadap norma-norma sosial dan historis atau terhadap keseluruhan kultur tempat teks lahir. Yang oleh para strukturalis Praha disebut sebagai realitas ekstratekstual. Determinasi repertoire menyajikan satu titik pertemuan antara teks dengan pembaca, namun sebagaimana komunikasi selalu menghendaki penyampaian sesuatu yang baru, maka tentu titik pertemuan ini tidak dapat sama sekali mencakup lingkup bidang yang familiar.

Bagan 1. Alur Teori Respon Estetik Wolfgang Iser

Implied reader merupakan pembaca yang diperlukan agar teks yang dibaca dapat memberikan efeknya karena efek dari sebuah teks yang terbaca tidak berasal dari realitas luar yang empiris, tetapi dari dalam teks itu sendiri. Implied reader mempunyai dua aspek dasar yang saling terkait, yaitu peran pembaca

Pembaca Teks Konkretisasi (Realisasi makna) Implied reader Efek Indeterminasi/lersteleen (Wilayah tidak pasti) Strategi

(16)

16 sebagai satu struktur teks dan peran pembaca sebagai satu aksi terstruktur. Seorang pembaca implisit dituntun oleh strategi-strategi pada pemahaman teks. Strategi merupakan berbagai teknik-teknik naratif yang dapat dikatakan prosedurnya sama dengan speech act. Dalam suatu teks sastra terdapat tempat kosong yang harus diisi oleh pembaca. Tempat kosong tersebut memberi peluang bagi pembaca untuk memaknainya secara kreatif dan menyeluruh, namun bukan berarti membebaskan pembaca pada kesemena-menaan pemaknaan.

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode filologi dan metode sastra. Metode filologi meliputi suntingan dan terjemahan teks. Metode sastra yang digunakan adalah metode respon estetik Wolfgang Iser.

1.6.1 Metode Pengumpulan Data

Studi katalog dilakukan untuk menginventarisisasi naskah-naskah yang memuat teks Rama. Katalog yang digunakan terdiri atas lima katalog yang sudah diterbitkan dan enam katalog yang belum diterbitkan. Kelima katalog tersebut meliputi (1) Descriptive Catalogue On The Javanese Manuscripts and Printed Books In The Main Library In Surakarta and Yogyakarta yang terbit pada tahun 1983. Dalam katalog tersebut terdapat 52 naskah yang memuat teks Rama; (2) Katalog Induk naskah-naskah Nusantara Museum Sono Budoyo dengan tahun terbit 1990. Di dalam katalog terdapat 24 naskah yang memuat teks Rama; (3) Katalog Naskah Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang diterbitkan pada tahun 1994 dengan 56 naskah) yang memuat teks Rama; (4) Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 3A dan 3B Fakultas Sastra Universitas Indonesia

(17)

17 (1997) dengan 24 naskah yang memuat teks Rama; (5) Katalog Naskah Pura Pakualaman tahun 2005 dengan 11 naskah yang memuat teks Rama.

Enam katalog yang belum diterbitkan merupakan katalog yang dibuat oleh Museum Negeri Mpu Tantular Sidoarjo, yaitu (1) Dokumentasi Koleksi Filologika Program Penunjang Pendidikan dan Kebudayaan Museum Negeri Mpu Tantular; (2) Dokumentasi Koleksi Museum Negeri Provinsi Jatim Bagian Naskah; (3) Dokumentasi/Inventarisasi Koleksi Museum Negeri Provinsi Jawa Timur „Mpu Tantular‟: Koleksi Naskah Filologika; (4) Dokumentasi/Inventarisasi Koleksi Museum Negeri Provinsi Jawa Timur „Mpu Tantular‟: Koleksi Naskah Filologika; (5) Dokumentasi/Inventarisasi Koleksi Museum Negeri Provinsi Jawa Timur „Mpu Tantular‟: Koleksi Naskah Filologika; dan (6) Dokumentasi Koleksi “Filologika” Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah Propinsi Jawa Timur.

Berdasarkan inventarisasi naskah dengan studi katalog, ditentukanlah pembatasan-pembatasan yang dikaitkan dengan penentuan objek material. Pembatasan yang dilakukan meliputi wilayah naskah yang diperoleh dari informasi dalam katalog. Naskah wilayah pesisir belum banyak diteliti, terutama naskah yang tersimpan di Museum Mpu Tantular Sidoarjo karena menilik dari katalog yang ada, katalog Museum Mpu Tantular belum diterbitkan, berbeda dengan lima katalog lainnya yang telah diterbitkan. Naskah yang memuat teks Rama yang tersimpan di Museum Mpu Tantular diperkirakan wilayah penyalinannya berada di pesisir Utara Jawa Timur. Perkiraan lokasi penyalinan naskah didasarkan pada bahasa yang digunakan dalam menuliskan teks, yaitu

(18)

18 bahasa Jawa yang mendapat pengaruh bahasa Madura. Kondisi masyarakat dengan sarana komunikasi demikian dapat dijumpai di wilayah tersebut. Berdasarkan uraian di atas, pembatasan yang dilakukan berupa wilayah penulisan atau penyalinan teks, yaitu wilayah pesisir Utara Jawa Timur dan Madura dan berikutnya didasarkan pada kondisi naskah. Naskah yang kondisinya sangat rusak dieliminasi. Berdasarkan batasan-batasan tersebut, maka naskah yang terpilih untuk dijadikan objek material penelitian adalah Serat Ramayana dengan kode naskah 07. 248 M.

1.6.2 Metode Analisis Data

Teks terpilih, yaitu SR merupakan karya sastra masa lampau yang ditulis dalam aksara Jawa menggunakan bahasa Jawa. Penggunaan aksara dan bahasa Jawa dalam teks mempersempit ruang lingkup pembacanya sehingga agar teks SR dapat dibaca oleh lebih banyak orang, maka diperlukan penelitian filologis yang meliputi suntingan teks dan terjemahan.

1.6.2.1 Metode Suntingan Teks

Metode suntingan teks dibedakan menjadi dua, suntingan teks untuk naskah tunggal dan suntingan teks untuk naskah jamak. Suntingan teks untuk naskah tunggal dapat dilakukan dengan dua metode, 1. Metode diplomatik dan 2. Metode perbaikan bacaan. Sedangkan suntingan teks untuk naskah jamak dilakukan dengan dua metode, 1. Metode landasan dan 2. Metode gabungan (Djamaris, 2002:24-25). Metode suntingan teks diplomatik, yaitu penyajian suatu teks seteliti-telitinya tanpa mengadakan perubahan. Teks disajikan persis seperti

(19)

19 yang terdapat dalam naskah, tanpa mengubah satu hal pun, seperti ejaan dan pungtuasi (tanda baca) (Djamaris, 2002: 25). Tujuan penggunaan metode diplomatik agar hasil suntingan bisa sedekat mungkin dengan teks aslinya sehingga pada hasil suntingan nampak kekhasan teks yang meliputi penulisan kata dan juga ejaannya. Namun, keterangan-keterangan yang dibuat sehubungan dengan kegiatan penyuntingan dicatat pada bagian tersendiri. Keterangan ini murni dibuat oleh peneliti yang menggunakan berbagai kamus sebagai acuan penulisan.

1.6.2.2 Metode Terjemahan

Kegiatan menerjemahkan dilakukan agar teks dapat dibaca oleh lebih banyak orang. Hasil suntingan teks yang tidak mengubah bahasa, sebenarnya sudah dapat dinikmati pembaca, namun lingkupnya masih kecil karena tidak semua pembaca menguasai bahasa teks. Kegiatan penerjemahan merupakan reproduksi teks dalam bahasa yang lebih luas jangkauan penggunanya. Kegiatan penerjemahan dalam penelitian ini menggunakan bantuan kamus, namun tidak serta-merta makna dalam kamus yang dituliskan. Terjemahan disesuaikan dengan konteks kalimat dalam teks berbahasa sumber.

1.6.2.3 Metode Respon Estetik

Hasil suntingan dan terjemahan teks yang telah dilakukan selanjutnya dianalisis dengan pembacaan, kategorisasi, dan inferensi. Analisis yang dilakukan berdasarkan pada teori respon estetik Wolfgang Iser. Teori Iser mengenai repertoire yang digunakan memusatkan perhatian pada proses interaksi antara teks dengan pembaca sehingga menimbulkan respon. Suatu teks hanya akan

(20)

20 memberikan makna bila dibaca (Iser, 1987). Kegiatan pembacaan perlu dilakukan untuk menguak repertoire dalam teks. Kegiatan pembacaan secara tidak langsung telah dilakukan bersamaan dengan kegiatan menyunting dan menerjemahkan teks. Pembacaan yang dilakukan tidak terbatas pada suntingan dan terjemahan. Diperlukan pula kegiatan mengkritisi teks yang telah disunting sehingga hasil pembacaan berupa suntingan dan terjemahan juga disertai kritik teks dan catatan terjemahan. Proses kerja penelitian dapat diamati pada bagan berikut.

Teks SR sebagai objek material dianalisis menggunakan teori resepsi Iser untuk mengungkap perwujudan repertoire-nya. Berdasarkan hasil pembacaan teks berupa suntingan teks dan terjemahan, perwujudan repertoire teks SR meliputi

Serat Rama

Wirkung/Efek

Masyarakat Pesisir Jawa Timur Bagian Timur Serat Rama sebagai wujud

budaya masyarakat pesisir Jawa yang berbentuk puisi/tembang macapat

Norma Budaya Norma Sosial

Perwujudan Repertoire dalam Serat Rama Repertoire

Teori Respon Estetik Wolfgang Iser

(21)

21 norma budaya dan sosial. Perwujudan norma budaya dikaitkan dengan bentuk teks, yaitu puisi atau tembang macapat. Norma budaya yang tercermin dalam teks juga dapat diketahui dari adanya teks-teks yang digunakan penulis untuk menulis teks SR. Perwujudan norma sosial dapat diketahui dengan memanfaatkan bentuk teks, yaitu puisi atau tembang macapat. Melalui tembang macapat yang digunakan dalam teks nantinya akan diketahui kondisi masyarakat di mana teks SR ditulis.

1.7 Sistematika Penyajian

Penelitian ini disajikan dalam enam bab yang sistematika penyajiannya sebagai berikut;

Bab I Pendahuluan berisi tujuh subbab, yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.

Bab II Pernaskahan dan Perteksan SR berisi dua subbab, yaitu deskripsi naskah dan teks SR 07.248 M.

Bab III Suntingan dan Terjemahan SR berisi lima subbab, yaitu pengertian suntingan teks diplomatik, pedoman suntingan teks dan terjemahan, suntingan teks SR dengan metode diplomatik, terjemahan teks, dan catatan terjemahan.

Bab IV Perwujudan Norma Budaya sebagai Repertoire dalam Serat Rama berisi tiga subbab, yaitu materi repertoire, teks-teks Jawa Kuna sebagai repertoire, dan tujuan penulisan teks SR.

(22)

22 Bab V Perwujudan Norma Sosial sebagai Repertoire dalam Serat Rama berisi dua subbab, yaitu masyarakat Pesisir Jawa Bagian Timur dan masyarakat Pesisir Jawa Bagian Timur sebagai repertoire.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian empat tingkatan inokulum dapat dilihat bahwa jumlah perolehan kembali media DRBC lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah perolehan kembali

Penelitian dengan judul “Motivasi Menjadi Jurnalis Dalam Rubrik Swara Kampus di Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat (Studi Kualitatif Terhadap Motivasi Mahasiswa

Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi pengaruh pencemaran udara terhadap pergeseran panjang gelombang molekul klorofil pada tanaman Glodokan Tiang(Polyalthea

18 Bagi Kierkegaard tujuan utama hidup manusia adalah kembali kepada Tuhan dan bagi Heidegger manusia harus memahami dirinya sendiri dalam dunia ini dan bersama-sama

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi wilayah kantong penyakit DBD di Jawa Timur dengan Flexibly Shaped Spatial Scan Statistic dan untuk mengetahui faktor-faktor yang

Penanaman dan pembiasaan nilai-nilai karakter sejatinya merupakan bagian penting yang menjadi tugas dan fungsi sekolah sebagai sebuah proses pembudayaan dan pemberdayaan

Program Kerja Action Plan Target pencapaian Akselerasi sertifikasi dan kenaikan Pangkat Dosen Muda Membentuk Task Force 90 % dosen muda tersertifikasi 2018 Membina dan membiayai

Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data berupa studi dokumenter, karena peneliti fokus terhadap analisis nilai-nilai dakwah Islam melalui bahasa yang