• Tidak ada hasil yang ditemukan

LATAR BELAKANG PENGGUNAAN NAMA JEPANG ORANG KOREA ZAINICHI( 在日韓国人 )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LATAR BELAKANG PENGGUNAAN NAMA JEPANG ORANG KOREA ZAINICHI( 在日韓国人 )"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

LATAR BELAKANG PENGGUNAAN NAMA JEPANG ORANG KOREA

ZAINICHI(在日韓国人)

Yessy Harun

Fakultas Sastra / Jurusan Sastra Cina

Abstract

This study aims to determine why the Koreans in Japan in everyday life generally have had two names are names Korean and Japanese names. This study uses a theoretical framework that focuses on research on the Background The use of Japanese names ZAINCHI Korean people. An explanation of it will cover various aspects such as those found in the research problem. The result is there are several reasons behind the use of the Japanese name zainichi Koreans. The first generation zainichi Koreans use Japanese names because they were forced by the government under the assimilation policy of the colonial period. The second generation, who lived in the post-war Japanese society, it is not legally required to use Japanese names, but they feel the need to do so in order to avoid discrimination. Their children, the members of the third generation and beyond, using the Japanese name for a more natural feel compared to their Korean names.

Keywords : Zainichi , discrimination , Japanese-style names , Koreans in Japan

(3)

1. PENDAHULUAN

Ada pandangan bahwa Jepang adalah negara yang homogen baik secara rasial maupun etnis, namun kenyataannya sama dengan negara lainnya, masyarakat Jepang terdiri dari etnis dan ras yang bervariasi. Variasi tersebut yang kemudian melahirkan paham Jepang sebagai negara yang heterogen dan multikultural (Sugimoto 2004:185). Pada hakikatnya masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas berbagai macam suku yang masing-masing mempunyai struktur budaya yang berbeda-beda.

Keragaman masyarakat multikultural kemudian membentuk kelompok mayoritas dan minoritas. Kelompok minoritas sering diartikan dengan suatu kumpulan manusia yang dikucilkan oleh masyarakat karena sesuatu perbedaan yang tidak diterima oleh masyarakat tersebut. Dalam kehidupan bermasyarakat di seluruh belahan dunia pasti terdapat kelompok minoritas yang menjadi korban prasangka dan diskriminasi.

Jepang sendiri tidak luput dari adanya diskriminasi terhadap kaum minoritas di kehidupan masyarakatnya. Beberapa contoh kelompok minoritas Jepang yang mengalami diskriminasi ini adalah Ainu di Hokkaido, masyarakat di Okinawa, Burakumin yang tesebar di berbagai daerah di Jepang, dan keberadaan keturunan Korea di Jepang. Salah satu kelompok minoritas yang menarik adalah keturunan Korea atau yang lebih sering disebut dengan istilah orang Korea zainichi. Orang Korea zainichi merupakan kelompok minoritas asing terbesar di Jepang sejak tahun 1950 (Sugimoto 2003:193).

Berdasarkan statistik Biro Imigrasi Jepang terdapat 497.707 orang Korea di Jepang bulan Juni 2015. Diantaranya, perempuan 269.107 orang dan pria 228.690 orang. Data ini tidak termasuk mereka yang telah mengambil kewarganegaraan Jepang (http://www.e-stat.go.jp/: 2015). Sebelumnya pada tahun 2005, terdapat 515.570 orang Korea dengan status penduduk tetap berkategori umum dan khusus, 284.840 orang yang telah mengambil naturalisasi kewarganegaraan Jepang, 82.666 orang pengunjung jangka panjang, dan 18.208 orang pelajar Korea di Jepang, sehingga jumlah keseluruhannya mencapai 901.284 orang (www.korea.net : 2015). Sebagian besar orang Korea zainichi merupakan mereka datang ke Jepang saat Korea masih dijajah oleh Jepang dan mereka yang menjadi buruh paksa di pertambangan, pabrik persenjataan, dan lain-lain saat perang dunia ke-2.

Orang Korea zainichi sejak menetap di Jepang memiliki sejarah diskriminasi yang panjang meskipun mereka telah berasimilasi hingga beberapa abad, fasih berbahasa Jepang, dan

(4)

memiliki kemiripan fisik dengan orang Jepang asli. Secara legal mereka masih dianggap sebagai penduduk asing dan seringkali termarginalisasikan (Lee 2012:1). Mereka tetap menerima berbagai bentuk diskriminasi baik secara peraturan maupun sosial masyarakat (Scorvita 2002:5). Dalam kehidupannya di Jepang, orang Korea zainichi dihadapkan pada dilema bahwa di satu sisi kebijakan Jepang mendukung adanya asimilasi, sedangkan di sisi lainnya, masyarakat Jepang lainnya terus menerus melakukan diskriminasi yang menunjukkan bahwa orang Korea tidak dapat menjadi orang Jepang sejati (Scorvita 2002). Sejak menetap di Jepang, orang Korea

zainichi memiliki dua nama, yaitu nama Korea yang biasanya merupakan honmyo (nama

asli/nama ofisial) dan nama Jepang yang umumnya berupa tsūshōmei (nama alias) (Fukuoka 1998). Alias yang digunakan oleh orang Korea zainichi pada dasarnya berbeda dari alias seperti nama pena, nama panggung, dan lainnya, yang sewenang-wenang dipilih oleh individu untuk alasan mereka sendiri. Alias ini berstatus semi formal. Meskipun nama asli harus digunakan pada dokumen-dokumen penting seperti paspor, surat izin mengemudi, dan sertifikat kompetensi untuk praktek kedokteran, keperawatan, dan lainnya, alias dapat digunakan saat mendaftar sekolah, pekerjaan, maupun dalam transaksi komersial. Mencerminkan statusnya semi formalnya, alias ditulis dengan tanda dalam kurung di samping nama asli pada formulir pendaftaran warga asing. Bagi orang Korea zainichi yang memutuskan untuk mengekspresikan kebanggaan etnis mereka dengan membuang alias Jepang mereka, mereka datang ke kantor otoritas lokal untuk mengajukan alias mereka dihapus dari dokumen ofisial.

Menurut survei dari warga asing yang tinggal di prefektur Kanagawa pada tahun 1984 (Kimpara et al. 1986), lebih dari 90 persen orang Korea zainichi yang tinggal di sana memiliki alias Jepang selain nama asli Korea mereka. Sekitar 80% orang Korea zainichi dalam survei termasuk orang-orang yang hanya menggunakan alias dan mereka yang menggunakan alias dan nama asli, setidaknya menggunakan alias ketika bekerja di perusahan Jepang. Survei lain di tahun 1993 dari 800 anak muda orang Korea zainichi menunjukkan 83.8% mengatakan bahwa mereka menggunakan alias mereka setidaknya sesering nama asli mereka, 35.3% mengatakan mereka sering menggunakan alias saja, dan 30.3% persen lainnya mengatakan mereka sangat sering menggunakan alias saja (Fukuoka 1997:78).

Hanya sebagian kecil dari orang Korea zainichi yang menggunakan nama asli Korea mereka untuk setiap saat maupun sebagian besar waktu. Di kalangan generasi muda, minoritas ini terdiri dari tiga kelompok yang berbeda: mereka yang sekolah di sekolah Korea, di mana

(5)

penggunaan nama asli Korea adalah hal yang biasa ; mereka yang terlibat dalam kampanye melawan diskriminasi atau mempertanyakan pertanggung jawaban Jepang untuk wanita penghibur, dan pelanggaran lainnya, banyak dari mereka menghapus alias Jepang mereka karena mereka menjadi lebih sadar akan politik ; dan mereka yang memiliki orang tua dengan kesadaran etnis yang kuat yang hanya memberi mereka nama Korea dan membesarkan mereka dengan nama itu, bahkan walaupun harus diisolasi dari zainichi lainnya.

Alasan yang mendasari penggunaan nama Jepang oleh orang Korea zainichi menjadi menarik untuk diteliti karena sebenarnya nama dapat menjadi pembeda identitas kelompok minoritas etnik dengan kelompok mayoritas. Walaupun penggunaan nama Jepang bagi orang Korea zainichi makin memperburuk eksistensi komunitas mereka sendiri dan menimbulkan penilaian yang kurang baik dari orang Korea lainnya yang menganggap mereka yang lebih memilih menggunakan nama Jepang sebagai pengkhianat, namun orang Korea zainichi tetap memilih untuk lebih menggunakan nama Jepang dibanding nama Korea mereka dalam kehidupan sehari-hari.

2. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan kerangka teoritis yang memfokuskan pada penelitian Latar

Belakang Penggunaan Nama Jepang Orang Korea ZAINCHI(在日韓国人). Penjelasan mengenai hal tersebut akan mencakupi dari berbagai segi seperti yang terdapat dalam masalah penelitian.

Dalam hal ini penelitian berlandaskan teori yang dikemukakan oleh Theodorson & Theodorson, (1979:115-116): Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Adapun pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sosiologis dengan pendekatan deskriptif analisis.

Kata zainichi (在日) terdiri dari kanji "tinggal" (在) dan "Jepang"(日), digunakan untuk

merujuk kepada warga etnis Korea, yang mayoritas lahir dan tinggal secara permanen di Jepang (Hester, 2008). Istilah Jepang zainichi pada dasarnya bermakna penduduk sementara. Oleh karena itu, memanggil warga keturunan Korea ini, tidak peduli apakah mereka generasi pertama,

(6)

kedua atau ketiga, dapat bersifat diskriminatif karena kata tersebut menyiratkan bahwa warga ini merupakan pendatang yang akhirnya akan kembali ke tanah air mereka.

Meskipun sama-sama imigran, zainichi berbeda dengan toraijin yang lebih diasosiasikan dengan warga naturalisasi yang datang dari Cina dan Korea pada sekitar abad ke-4 hingga ke-5 sebagai pengungsi perang yang kemudian menyebarkan pengetahuan, arsitektur, dan budaya ke Jepang termasuk diantaranya adalah kanji (Ishii 1996:27). Berbeda dengan zainichi, toraijin lebih memiliki konotasi yang lebih baik karena mereka menyebarkan ilmu pengetahuan ke Jepang, sedangkan zainichi diasosiasikan dengan subjek kolonial Jepang.

2.1 Alasan Orang Korea Zainichi Tetap Tinggal di Jepang

Meskipun menerima diskriminasi yang kuat, alasan mereka untuk tetap memilih tinggal di Jepang didasari oleh beberapa alasan yaitu kehidupan di Korea jauh lebih sengsara karena kemiskinan yang melanda Korea, beberapa diantara mereka ada yang telah memperoleh kesuksesan di Jepang, mereka telah lahir dan besar di Jepang sehingga menganggap Jepang adalah kampung halamannya, pendidikan di Jepang lebih baik, mereka tidak memiliki uang yang cukup untuk biaya transportasi, dan kembali ke Korea menjadi sulit karena lalu lintas antara semenanjung Korea dan kepulauan Jepang sangat dibatasi di periode pascaperang (jalur yang menghubungkan pulau Shimonoseki dan Pusan yang beroperasi tahun 1905-1945 tidak dilanjutkan hingga tahun 1970) (Kim 1988: iv).

Sementara itu migrasi ke negara lain selain Jepang kurang menjadi pertimbangan karena dibanding negara lainnya, Jepang merupakan negara yang paling menjanjikan dalam segi ekonomi dan kemudahan migrasi. Jika dibandingkan dengan China misalnya, perekonomian China lebih buruk dibandingkan Jepang. Kinerja pembangunan ekonomi China sebelum tahun 1949, mengalami stagnasi berkepanjangan. Sebelum 1800, China di bawah Dinasti Qing merupakan salah satu negara dengan kekuatan ekonomi terkuat di dunia, terhitung sekitar 32 persen dari ekonomi dunia (Maddison 1998). Namun setelah tahun 1800, terutama setelah 1860, ekonomi China mulai mengalami stagnansi, kemudian dari tahun 1860 hanya berkembang kurang dari 1% per tahunnya hingga tahun 1949, dan bahkan ada yang mengalami penurunan (Maddison 1998:39). Pada tahun 1949, saham China dari ekonomi dunia telah menyusut ke sekitar 5%, dan China dipandang sebagai salah satu negara miskin di dunia (Hu 2013:42).

(7)

Umumnya orang Korea zainichi dihadapkan dengan pilihan untuk menggunakan nama Korea mereka atau nama Jepang. Pilihan untuk menggunakan nama Korea adalah tren yang relatif baru dan mayoritas orang Korea zainichi memilih untuk menggunakan nama Jepang mereka. Menurut Harjiri, kurang dari sepersepuluh dari populasi zainichi menggunakan nama Korea mereka di tahun 1990-an (Lie 2008:140). Banyak dari orang Korea zainichi yang menggunakan nama Jepang untuk publik tetapi menggunakan nama Korea mereka di rumah atau di dalam komunitas zainichi Korea.

Masalah yang orang Korea zainichi hadapi karena memilih untuk menggunakan nama Jepang mereka muncul dari penilaian dari orang lain, termasuk keluarga mereka, orang Korea

zainichi lainnya, dan orang Korea di Korea. Keputusan orang Korea zainichi untuk

menggunakan nama Jepang dianggap sebagai salah satu bentuk pengkhianatan oleh orang Korea yang bukan merupakan zainichi.

Telah lama dipercaya bahwa faktor terbesar penggunaan nama Jepang oleh orang Korea

zainichi adalah untuk menghindari diskriminasi dari masyarakat Jepang, dan memang jika

dilihat dari sejarah kehidupannya, generasi pertama dan generasi kedua orang Korea zainichi mengalami banyak pengalaman diskriminasi, misalnya sulitnya untuk mendapatkan pekerjaan ketika menggunakan nama etnis mereka. Sampai akhir 1970-an itu hampir tidak mungkin bagi etnis Korea untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan Jepang bahkan jika mereka telah lulus dari universitas. Hanya profesi spesialis seperti kedokteran atau kedokteran gigi yang akan membawanya ke kesempatan kerja. Akibatnya, banyak orang Korea zainichi tidak memiliki pilihan selain untuk melanjutkan bisnis kecil keluarga seperti restoran yakiniku atau pachinko.

2.3 Passing Sebagai Upaya Menghindari Diskriminasi

Dengan adanya berbagai bentuk diskriminasi yang telah diuraikan di atas, banyak orang Korea zainichi memilih untuk menjalani hidupnya di tengah masyarakat Jepang dengan cara

passing untuk menghindari berbagai diskriminasi. Meskipun Istilah passing lebih identik

penggunaannya di Amerika Serikat di mana anggota dari kelompok etnis minoritas seperti Afrika Amerika mencoba untuk diterima sebagai anggota dari kelompok etnis mayoritas, John Lie dalam bukunya “Zainichi”, mendefinisikan istilah passing khusus untuk situasi orang Korea

zainichi. Menurut Lie, sama seperti invicible (tidak terlihat), passing merujuk pada

(8)

serta kemampuan penduduk minoritas untuk menjalani hidup layaknya orang Jepang asli (Lie 2008:18-19).

Tidak seperti orang asing lainnya, atau gaijin, istilah yang biasanya digunakan orang Jepang untuk merujuk warga non-Jepang Kaukasian, atau minoritas lainnya seperti Afrika Amerika atau Amerika Meksiko di Amerika Serikat, orang Korea zainichi sangat mirip dengan orang Jepang dalam penampilan fisik. Meskipun beberapa orang Jepang mengklaim bahwa mereka dapat membedakan Korea dari Jepang, menurut percobaan yang dilakukan oleh Lie, sebagian besar orang Jepang gagal untuk mengidentifikasi orang Korea (Lie 2008:18). Selain kemiripan fisik mereka yang tinggi dari orang Jepang asli, generasi kedua atau ketiga dari

zainichi Korea hampir tidak dapat dibedakan dari orang Jepang karena mereka lahir dan

dibesarkan di Jepang dan telah terintegrasi dalam budaya dan bahasa Jepang. Terlebih lagi bila mereka menggunakan nama Jepang, maka akan sulit sekali untuk membedakan mereka.

Hampir semua orang Korea zainichi generasi kedua meniru orang Jepang dengan mudah dan sempurna. Bahkan beberapa orang Korea zainichi generasi pertama, mengecamkan pendidikan kolonial yang mereka terima ke mental mereka dan bersikeras menjalani hidupnya bagaikan orang Jepang asli. Singkatnya, passing telah merupakan hal yang gampang bagi orang Korea zainichi dalam masyarakat kontemporer Jepang.

Demikian pula, memilih untuk passing bagi generasi pertama bukanlah topik yang memerlukan konflik batin besar layaknya pada generasi ketiga dan seterusnya zainichi Korea. Bagi generasi kedua maupun generasi pertama zainichi Korea yang melewati proses asimilasi ketat pada periode sebelum perang, passing hanya satu-satunya pilihan yang ada.

2.4 Cara Pembuatan Nama Jepang Orang Korea Zainichi

Hingga saat ini banyak orang Korea zainichi yang memiliki nama keluarga dengan nama Jepang. Meskipun sulit dipahami orang Jepang umumnya, zainichi Korea menyatakan bahwa mereka dapat mengetahui riwayat leluhur atau nama asli merekadari nama Jepang mereka. Hal ini dikarenakan mereka menciptakan nama Jepang mereka dengan pertimbangan khusus.

Banyak orang Korea zainichi yang membuat nama Jepang mereka dengan menyimbolkan sejarah etnis maupun nama klan (sei) mereka. Misalnya, orang dengan nama Korea Kim (金)

akan memilih nama keluarga Jepang dengan menggabungkan karakter kanji lain untuk Kim (金

yang berarti emas dan dibaca Kane dalam pembacaan Jepang) nama-nama seperti Kaneda (金田

(9)

hanya menggunakan pembacaan Jepang untuk nama Korea mereka sendiri sebagai nama baru mereka.

Beberapa orang Korea zainichi memilih untuk menggunakan campuran dari nama Jepang dan Korea, misalnya nama keluarga menggunakan nama Korea dan nama depan dengan nama Jepang atau sebaliknya. Mereka juga dapat memilih untuk menulis nama mereka dengan hanja (istilah karakter China di Korea) tetapi pembacaannya dengan gaya Jepang. Misalnya, Masayoshi Son, CEO Softbank (salah satu media korporasi dan telekomunikasi yang paling kuat di Jepang) adalah ikon zainichi terkenal yang menggunakan nama Korea untuk nama keluarga dan nama depannya, tetapi membaca nama depan dengan kanji Korea, Jong-eui, dalam gaya Jepang menjadi Masayoshi.

3 KESIMPULAN

Sejak menetap di Jepang, orang Korea zainichi memiliki dua nama, yaitu nama Korea dan nama Jepang. Meski penggunaan nama Jepang bagi orang Korea zainichi makin memperburuk eksistensi komunitas mereka sendiri dan menimbulkan penilaian yang kurang baik dari orang Korea lainnya yang menganggap mereka yang lebih memilih menggunakan nama Jepang sebagai pengkhianat, namun orang Korea zainichi tetap memilih untuk lebih menggunakan nama Jepang dibanding nama Korea mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi penggunaan nama Jepang orang Korea

zainichi. Generasi pertama orang Korea zainichi menggunakan nama Jepang karena mereka

dipaksa oleh pemerintah di bawah kebijakan asimilasi periode kolonial. Generasi kedua, yang tinggal di masyarakat Jepang pasca-perang, tidak diwajibkan secara hukum untuk menggunakan nama Jepang, tetapi mereka merasa butuh untuk melakukannya untuk menghindari diskriminasi. Anak-anak mereka, para anggota generasi ketiga dan seterusnya, menggunakan nama Jepang karena merasa lebih alami dibandingkan dengan nama Korea mereka.

Diskriminasi yang dihadapi orang Korea zainichi berasal dari masyarakat maupun kebijakan pemerintah Jepang sendiri. Diskriminasi itu juga beragam dari berbagai bidang, yaitu bidang pendidikan, pekerjaan, pernikahan, jual-beli dan sewa rumah, aksi unjuk rasa anarkis oleh masyarakat Jepang, peraturan pendaftaran sidik jari, dan pengecualian dari sistem pensiun nasional. Akibat adanya berbagai bentuk diskriminasi yang telah diuraikan di atas, banyak orang Korea zainichi memilih untuk menjalani hidupnya di tengah masyarakat Jepang dengan cara

(10)

passing untuk menghindari berbagai diskriminasi. Passing merujuk pada ketidakmampuan

kelompok mayoritas untuk membedakan non-Jepang dari orang Jepang asli serta kemampuan penduduk minoritas untuk menjalani hidup layaknya orang Jepang asli. Minimnya cara untuk mengidentifikasi zainichi secara tepat, terutama jika mereka menggunakan nama Jepang selagi menggunakan metode passing dalam menjalani hidupnya di tengah masyarakat Jepang, membuat orang Korea zainichi sulit dibedakan dengan orang Jepang asli, dan memberikan kemudahan dalam kehidupannya, sesuatu yang sulit dicapai oleh orang Korea zainichi yang memilih untuk menggunakan nama Koreanya dan menghindari passing.

UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam penelitian ini, peneliti menghaturkan terimakasih kepada LP2M Universitas Darma Persada untuk dukungan moril dan materil sehingga penelitian dapat terlaksana dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

SUMBER BUKU

Akaha, Tsuneo., & Vassilieva, Anna. 2005. Crossing National Borders: Human

Migration Issues in Northeast Asia. New York: United Nations University Press.

Anggraheni, Pitri Noor. 2009. Identitas Etnis Generasi Ketiga Orang Korea Zainichi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Bestor, Victoria., Theodore, Bestor C., & Yamagata, Akiko. 2011. Routledge Handbook of

Japanese Culture and Society. London and New York: Routledge.

Chapman, David. 2007. Zainichi Korean Identity and Ethnicity. Routledge.

Conroy, Hilary. 1960. The Japanese seizure of Korea, 1868-1910: A Study of Realism and

Idealism in International Relations. Philadelphia: University of Pennsylvania Press.

Fukuoka, Yasunori. 2000. Lives of Young Koreans in Japan. Melbourne: Trans Pacific Press. Fukuoka, Yasunori., & Kim, M. 1997 Zainichi Kankokujin Seinen no Seikatsu to Ishiki The Life

(11)

Fukuoka, Yasunori., & Tsujiyama, Yukiko. MINTOHREN:Young Koreans Against Ethnic

Discrimination in Japan. The Bulletin of Chiba College of Health Science, Vol.10, No.2.

Hakes, Molly. 2004. The Everything Conversational Japanese Book: Basic Instruction For

Speaking This Fascinating Language In Any Setting. Massachusetts: Adams Media.

Hester, J. 2008. Datsu Zainichi-ron: An emerging discourse on belonging among Ethnic

Koreans in Japan. New York: Bergahn Books.

Ishikida, Miki Y. 2005. Toward Peace: War Responsibility, Postwar Compensation, and Peace

Movements and Education in Japan. New York: iUniverse, Inc.

Kim, Jong-In. 2007. Living and Legal Center for Korean Residents in Japan,

Social Status of Zainichi Korean Women in Japan. WOMEN‛S ASIA 21 Voices from Japan

No. 18 Winter 2007.

Ko, Mika. 2013. Japanese Cinema and Otherness: Nationalism, Multiculturalism and the

Problem of Japaneseness. London: Routledge.

Lee, So Im. 2012. Diversity of Zainichi Koreans and Their Ties to Japan and Korea. Afrasian Research Centre, Ryukoku University. Working Paper.

Lie, John. 2008. Zainichi Koreans in Japan: Diasporic Nationalism and Postcolonial Identity. Berkeley and Los Angeles: University of California Press.

Mitchell, Richard. 1967. The Korean Minority in Japan. Berkeley and Los Angeles: University of California Press.

Park, Soeun. 2012, February 15. The Power of Names as A Marker of Identity—Zainichi Koreans

in Japan. East Asian Studies Senior Thesis. Haverford College.

Robinson, Michael Edson. 2014. Cultural Nationalism in Colonial Korea, 1920-1925. Washington: University of Washington Press.

Referensi

Dokumen terkait

Any honey helps, but certain honeys are preferable: for infected skin, use raw honey or, even better, medical-grade manuka or jellybush honey with a UMF or ULF of 10–15 or more;

 Selain itu,   tahanan tekanan juga disertakan dalam tahanan sisa,   sekalipun dalam kenyataannya tahanan tekanan itu sangat tergantung pada sifat

(2019) melaporkan bahwa penambahan ekstrak buah mengkudu dengan level 0,04; 0,08 dan 0,12% mampu mempertahankan bobot relatif organ limfoid, rasio heterofil- limfosit

Alasan penggunaan melodic pattern sebagai tema musik adalah untuk membuka kemungkinan baru dalam menyusun sebuah alur melodi serta memperkaya suasana bunyi dari tangga nada

Interaksi antara macam pupuk dengan macam varietas menunjukkan tidak berpengaruh terhadap peningkatan tinggi tanaman, jumlah daun, saat berbunga, berat kering

Rajah 43 menunjukkan penumpang yang berada dalam sebuah kereta tersentak ke belakang apabila kereta memecut secara tiba-tiba.. Diagram 44 shows a

Tidak diperbuat daripada kain yang nipis Tidak menyerupai lelaki atau wanita.. PERBEZAAN

Orangtua sejatinya merupakan pendidik utama bagi siswa ketika berada di luar lingkungan sekolah. Orang tua terlibat dalam proses komunikasi timbal balik tentang program