DISKUSI PRA PENELITIAN MAHASISWA
Pembimbing : 1. Dr. Ir. H. Dwi Putro Priadi, M.Sc. 2. Astuti Kurnianingsih, S.P.,M.Si. Pembahas : 1. Dr. Ir. M. Ammar, M.P.
2. Dr. Ir. Susilawati, M.Si. 3. Ir. Maria Fitriana, M.Sc. Hari/ Tanggal : Selasa, 2 Desember 2014
Waktu : 10.00 WIB
Tempat : Ruangan Seminar Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Sriwijaya
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu sayuran penting yang dibudidayakan secara komersial di daerah tropika. Kegunaannya sebagian besar adalah untuk keperluan rumah tangga. Selain dikonsumsi dalam bentuk segar, kering atau olahan, kegunaan lain adalah untuk keperluan industri dan peternakan. Kandungan Vitamin C pada buah cabai cukup tinggi, sehingga hal ini merupakan nilai tambah komoditas cabai. Daerah penanamannya luas karena dapat diusahakan dari dataran rendah sampai dataran tinggi, sehingga banyak petani di Indonesia bertanam cabai. Hasil produksi cabai yang maksimal selain tergantung pada pemeliharaan dan persiapan waktu panen, juga sangat bergantung pada jenis atau kultivar cabai itu sendiri. Penyaringan varietas cabai serta penyilangan antar varietas dilakukan untuk memperoleh cabai unggul tersebut (Kusandriani, 1996).
konsumsi per kapita per tahun selama periode tersebut adalah sekitar 1,550 kg untuk cabai merah, 1,329 kg untuk cabai rawit, dan 0,246 kg untuk cabai hijau.
Peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui perbaikan teknis budidaya, yaitu: (a) Melaksanakan protected culture, yaitu pemberian naungan (dengan mulsa, shading net dan screen house); (b) Pengaturan guludan dan drainase; (c) Penggunaan benih berkualitas (unggul bermutu/bersertifikat); (d) Pengendalian OPT; (e) Peningkatan populasi tanaman per hektar (dari 20.000 pohon ke 30.000 pohon/ha); (f) Penerapan GAP/SOP untuk meningkatan produktivitas dari 0,32kg/pohon (6,4 ton/ha) menjadi minimal rata-rata 1 kg/pohon atau 20 ton/ha (Direktorat Pangan dan Pertanian, 2013).
Teknik budidaya kurang tepat, hama maupun penyakit, keunggulan kultivar tanaman, kemampuan adaktif dan luas lahan menjadi faktor penghambat pengembangan produktivitas budidaya tanaman cabai di Indonesia. Kultivar tanaman yang digunakan menjadi salah satu faktor penting dalam peningkatan hasil produksi tanaman cabai sehingga dibutuhkan bibit atau benih yang memiliki fenotipe unggul melalui kegiatan pemuliaan.
Persilangan antarspesies merupakan salah satu metode pemuliaan untuk perbaikan karakter suatu tanaman. Persilangan jenis ini dilakukan pada dua tanaman atau lebih yang berbeda spesies. Atas dasar pemikiran bahwa dalam satu spesies masih terdapat variasi genetik yang dapat dimanfaatkan oleh pemulia untuk melakukan perbaikan genetik pada suatu kultivar yang telah ada. Persilangan antarspesies telah banyak dilakukan pada kegiatan pemuliaan tanaman dengan tujuan menghasilkan kultivar yang tahan terhadap penyakit dan memperluas keragaman genetik (Setiamihardja. 1993, Tenaya et al. 2001, Zijlstra et al. 1991).
Menurut Kusandriani dan Permadi (1996) tujuan pemuliaan tanaman cabai adalah untuk memperbaiki daya dan kualitas hasil tanaman cabai. Daya hasil merupakan sifat kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen sehingga diperlukan seleksi pada karakter yang mendukung perbaikan produktivitas cabai.
yang tinggi akan memperbesar nilai heritabilitas. Semakin tinggi nilai heritabilitas akan semakin efektif dalam melakukan seleksi. Dengan mendapatkan nilai heritabilitas yang besar akan dapat pula menduga tingkat kemajuan seleksi untuk memperbaiki daya hasil pada seleksi berikutnya. Seleksi diperlukan untuk memperoleh genotipe-genotipe unggul dalam memperbaiki daya hasil (dalam Hendi, 2010:2)
Penggunaan kultivar hibrida telah terbukti dapat meningkatkan daya hasil dari berbagai tanaman pangan, melebihi daya hasil dari kultivar tradisional yang umumnya digunakan petani. Kultivar hibrida merupakan target utama pengembangan varietas cabai merah karena potensi daya hasil yang jauh lebih tinggi dibandingkan varietas galur (Crosby, 2008).
Keberhasilan suatu persilangan belum tentu menunjukkan tingkat keberhasilan yang optimal. Menurut Herison et al. (2011) menyatakan di dalam persilangan yang dilakukan, tidak seluruh bunga yang disilangkan dapat terbentuk buah. Tingkat keberhasilan yang dicapai rata-rata sekitar 60 persen. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya telah dilakukan persilangan bunga yang cukup intensif, bahkan hampir 80% bunga pada setiap tanaman digunakan untuk persilangan. Keberhasilan persilangan tampaknya juga sangat dipengaruhi oleh pasangan yang disilangkan. Ada pasangan persilangan yang tingkat keberhasilannya tinggi, tetapi ada juga yang relatif rendah. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan genetik dari tetua yang digunakan sekalipun persilangan sesama Capsicum annuum sangat kompatibel.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan populasi progeni yang berdaya hasil lebih tinggi dari antara induk persilangan.
1.3. Hipotesis
II. PELAKSANAAN PENELITIAN
Penelitian ini terbagi menjadi dua tahapan, antara lain:
1. Tahap Pertama
Pada tahap ini dilakukan persilangan tiap genotipe tanaman cabai hingga diperoleh biji F1 sebagai progeni hasil persilangan. Tahapan persilangan tersebut meliputi :
2.1.1 Tempat dan Waktu
Penelitian tahap pertama akan dilaksanakan di Rumah Kaca Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Sriwijaya pada Bulan November 2014 s/d selesai.
2.1.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : 1. Ember, 2. Botol vial, 3. Kantong kertas dan 4. Pinset. Bahan yang digunakan antara lain : 1. Benih cabai keriting varietas Laris, cabai rawit varietas Bara, cabai merah besar varietas Luwes, cabai paprika, cabai Red Habanero, dan cabai Jalapeno Pepper, 2. Pupuk kandang sapi, 3. Pupuk Urea, 4. Pupuk KCl dan 5. Pupuk TSP.
2.1.3 Metode Penelitian
Persilangan tiap induk genotipe tanaman cabai dilakukan untuk mendapatkan biji F1 progeni hasil persilangan. Jenis cabai yang digunakan antara lain:
1. Cabai keriting (Capsicum annuum L var. laris)---K 2. Cabai merah besar (Capsicum annuum L var. luwes)---B 3. Cabai rawit (Capsicum frutencens L var. bara)---R 4. Cabai Paprika (Capsicum annuum var. grossum)---P 5. Cabai Red Habanero (Capsicum chinense)---H 6. Cabai Jalapeno Pepper (Capsicum annuum)---J
Tabel 1. Skema persilangan genotipe tanaman cabai.
K B R P H J
K K KB KR KP KH KJ
B BK B BR BP BH BJ
R RK RB R RP RH RJ
P PK PB PR P PH PJ
H HK HB HR HP H HJ
J JK JB JR JP JH J
Keterangan :
Kontrol (Bahan Induk)
2.1.4 Cara kerja 2.1.4.1. Persemaian
Persemaian benih dilakukan didalam wadah berukuran 30 cm x 40 cm x 3 cm dengan media tanam tanah dalam keadaan tiap benih berbeda tempat dan diberi jarak tanam 3 cm x 3 cm. Persemaian dilakukan hingga tanaman berumur 3 MST.
2.1.4.2. Persiapan Tanam
Media tanam yang digunakan berupa ember dengan volume 5 kg isi tanah top soil halus dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1. Kemudian disusun dengan jarak 40 x 40 cm.
2.1.4.3. Penanaman
Bibit yang telah siap akan ditanam dengan cara ditugal satu benih tiap media tanam dengan kedalaman 3-5 cm.
2.1.4.4. Pemupukan
2.1.4.5. Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi penyulaman, penyiangan, penyiraman, dan pembumbunan. Penyulaman dilakukan setelah satu minggu tanam dengan cara menanam ulang tanaman yang telah mati. Penyiangan dilakukan satu kali dalam dua minggu serta pembumbunan dilakukan secara bersamaan.
2.1.4.6. Persilangan Tanaman
Persilangan genotipe cabai dilakukan pada fase generatif terutama pada saat muncul bunga cabai dalam keadaan kuncup. Penyilangan dilakukan pada beberapa bunga yang muncul dalam satu tanaman. Persilangan pada tanaman dilakukan dengan mengumpulkan serbuk sari dengan cara memotong benang sari beserta kepala sari (kastrasi) dari tetua jantan dan menyerbukkannya ke putik bunga belum terserbuki yang digunakan sebagai tetua betina. Sehingga dibutuhkan jumlah bunga yang relatif banyak. Kemunculan buah serta biji F1 menunjukkan bahwa persilangan tersebut berhasil dan kompatibel sehingga dibutuhkan pengujian lebih lanjut mengenai daya hasil progeni F1 tersebut dan dilanjutkan pada tahap kedua. Biji yang diperoleh dimasukkan kedalam botol vial.
2. Tahap Kedua
Progeni hasil persilangan akan menghasilkan benih yang siap tanam. Tahap selanjutnya dilakukan pengujian daya hasil dari progeni hasil persilangan tersebut. Tahap-tahap penelitian tahapan kedua meliputi:
2.2.1. Tempat dan Waktu
Penelitian lanjutan dilakukan di Kebun Percobaan Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Sriwijaya dan waktu pelaksanaan disesuaikan dengan tersedianya benih progeni F1 hasil persilangan.
2.2.2. Alat dan Bahan
2.2.3. Metode Penelitian
Biji progeni F1 yang berhasil disilangkan ditanam kembali dalam polibag dengan jumlah tanaman tiap keturunan F1 yang digunakan sebanyak 8 tanaman/progeni tiap polibag dan jarak tanam yang digunakan 60 cm x 70 cm. Sehingga diperoleh jumlah populasi tanaman sebanyak 240 tanaman. Perolehan data diolah dalam bentuk grafik serta tabel sebagai bentuk perbandingan daya hasil tiap kultivar tanaman F1 hingga diperoleh progeni yang memiliki daya hasil tertinggi atau terbaik.
2.2.4. Cara Kerja
2.2.4.1 Persemaian
Benih progeni disemaikan dalam media tanah topsoil dengan tempat terpisah sesuai dengan jumlah benih tiap progeni. Metode persemaian disesuaikan pada tahapan pertama.
2.2.4.2 Persiapan Tanam
Penanaman dilakukan menggunakan polibag serta medium top soil dicampur pupuk kandang dengan perbandingan 2:1 dan disesuaikan jumlah progeni yang ditanam yaitu 240 polibag.
2.2.4.3 Penanaman
Bibit yang telah berumur ±21 hari sudah siap ditanam dalam polibag. Waktu penanaman dilakukan pada pagi/sore hari untuk mengurangi penguapan. Bibit ditanam sebatas pangkal batang dengan posisi tegak lurus dan tanah disekitar batang dipadatkan agar perakaran lebih kuat kemudian dilakukan penyiraman.
2.2.4.4 Pemeliharaan
2.2.4.5 Pemupukan
Pupuk yang akan diaplikasikan antara lain: pupuk kandang 30 kg/ha, urea 50 kg/ha, KCl 50 kg/ha, dan TSP 150 kg/ha pemupukan dilakukan secara bertahap. Pupuk kandang diaplikasikan pada awal tanam hingga tanaman berumur 8 MST. Setelah tanaman berumur 8 MST, dilakukan pemupukan lanjutan yaitu urea, KCl, dan TSP. Pemupukan ulang dilakukan setiap 20 hari sekali sehingga terdapat lima kali pemupukan dalam satu periode.
2.2.4.6 Panen
Pemanenan dilakukan setelah buah tanaman mengalami kematangan secara fisiologis yaitu 50% buah telah matang. Panen dicirikan dengan perubahan warna dan umur tanaman.
2.3. Peubah Yang Diamati 2.3.1. Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman ditentukan dari pangkal sampai ujung batang dan dilakukan setiap satu minggu sekali sampai umur 12 minggu setelah tanam (MST).
2.3.2. Umur Anthesis
Penentuan umur berbunga terbuka dan fungsional dilakukan secara visual yaitu 50% tanaman telah menunjukkan kemekaran bunga pada setiap kelompok tanaman yang diteliti. Perhitungan populasi bunga dimulai ketika terdapat tangkai bunga kuncup.
2.3.3. Jumlah Bunga
Jumlah bunga dihitung setiap pokok tanaman cabai dengan periode satu minggu sekali sampai umur 12 MST tiap individu dalam kelompok tanaman.
2.3.4. Umur Panen Pertama
2.3.5. Berat Segar dan Berat Kering
Pengukuran berat segar (BS) dan berat kering (BK) dilakukan untuk mengetahui kadar air yang dikandung buah. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan timbangan analitik. Pengeringan menggunakan suhu 75oC selama 3
hari dengan standar untuk proses pembuatan benih.
2.3.6. Lama Masa Panen
Pengukuran jangka panen dilakukan pada awal panen pertama hingga panen kelima tiap tanaman F1.
2.3.7. Diameter Kanopi
DAFTAR PUSTAKA
Baihaki, A. 2000.Teknik Rancang dan Analisis Penelitian Pemuliaan.Diktat Kuliah. Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. 91 hal.
Crosby, K.M. 2008. Pepper. In J.Prohens, F. Nuez and M.J.Carena (Eds). Handbook of Plant Breeding. Vegetables II: Fabaceae, Liliaceae, Solanaceae and Umbelliferae. Springer Science+Business Media LLC. New York.
Direktorat Pangan dan Pertanian.2013. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan Pertanian 2015-2019). Jakarta: Direktorat Pangan dan Pertanian.
Herison, C., S. Winarsih, dan M. Handayaningsih. 2011. Perakitan Hibrida Unggul Toleran Virus Sebagai Upaya Mengatasi Serangan Cucumber Mosaic Virus pada Cabai Merah: Seleksi Menggunakan Marka Molekuler. Laporan Hasil Penelitian. Bengkulu: Universitas Bengkulu. Kusiandriani, Yenni. 1996.Pembentukan Hibrida Cabai. Bandung. Balai
Penelitian Tanaman Sayuran.
Kusandriani, Y. dan A. H. Permadi. 1996. Pemuliaan tanaman cabai, hal. 28-31.
Dalam A. S. Duriat, A. W. W. Hadisoeganda, T. A. Soetiasso, dan L. Prabaningrum (Eds). Teknologi Produksi Cabai Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Lembang.113 hal.
Poespodarsono, S. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman, hal 1-2. Dalam
H. Ferdiansyah (Eds). Seleksi Daya Hasil Cabai (Capsicum annuum L.) Populasi F2 Hasil Persilangan IPB C110 Dengan IPB C5. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. 169 hal.
Setiamihardja, R. 1993. Persilangan Antarspesies padaTanaman Cabai.Zuriat. 4(2):112-115.
Tenaya, I.M.N., R. Setiamihardja, dan S. Natasasmita. 2001. Seleksi Ketahanan terhadap Penyakit Antraknospada Tanaman Hasil Persilangan Cabai Rawit x CabaiMerah.Zuriat.12(2):84-92.