IVAN REZA FADILAH 11140950000035
PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KEPULAUAN SERIBU
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
IVAN REZA FADILAH 11140950000035 Menyetujui Pembimbing I, Dr. Fahma Wijayanti, M. Si NIP. 196903172003122001 Pembimbing II, Mardiansyah, M.Si NUP. 9920112737 Mengetahui,
Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Priyanti, M.Si NIP. 197505262000122001
ii
Fadilah, NIM 11140950000035 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang
munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah pada tanggal 11 Agustus 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperolah gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi. Menyetujui: Penguji I, Dr. Priyanti, M. Si NIP. 197505262000122001 Penguji II,
Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si NIP. 197203222002122002 Pembimbing I, Dr. Fahma Wijayanti, M. Si NIP. 196903172003122001 Pembimbing II, Mardiansyah, M.Si NUP. 9920112737 Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Nashrul Hakiem, S.Si M.T., Ph.D NIP. 197106082005011005
Ketua Program Studi Biologi
Dr. Priyanti, M. Si NIP. 197505262000122001
i
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Agustus 2020
IVAN REZA FADILAH NIM: 11140950000035
ii
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam serta Rahmat dan Karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pencemaran Mikroplastik Pada Gurita Octopus spp. di Perairan Pulau Pramuka Kepulauan Seribu” dalam rangka Tugas Akhir sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak atas segala bimbingan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama menyusun hasil penelitian ini. Ucapan terimakasih terutama ditujukan kepada:
1. Nashrul Hakiem, S.Si, M.T, Ph.D, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Priyanti, M.Si., ketua prodi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi
3. Dr. Fahma Wijayanti, M.Si Pembimbing I yang bersedia membimbing dan memberi nasihat yang membangun kepada penulis.
4. Mardiansyah, M.Si Pembimbing II yang bersedia membimbing dan memberi
nasihat yang membangun kepada penulis.
5. Orang tua penulis yang telah memberikan izin, dukungan materi dan moril, serta mendoakan sampai saat ini.
6. Teman-teman Biologi angkatan 2014 yang telah membantu penulis dan memberi arahan sehingga penulis bisa menyelesaikan proposal penelitian ini.
Penulis menyadari penyusunan proposal masih jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar di kemudian hari penulis dapat menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik lagi.
Jakarta, Agustus 2021
iii
ABSTRAK
Ivan Reza Fadilah. Pencemaran Mikroplastik Pada Gurita Octopus spp. Di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2021. Dibimbing oleh Dr. Fahma Wijayanti dan Mardiansyah, M. Si.
Mikroplastik telah mengkontaminasi biota laut salah satunya gurita, sehingga diperlukan penelitian untuk menganalisis mikroplastik pada gurita. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelimpahan dan bentuk mikroplastik pada gurita dan hubungan panjang dan berat tubuh gurita dengan jumlah mikroplastik di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Metode penentuan titik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling pada tempat yang menjadi habitat gurita. Gurita didapatkan sebanyak 10 individu dan 3 spesies yaitu, Octopus cyanea, Cistopus
indicus, dan Cistopus taiwanicus. Jumlah mikroplastik yang ditemukan di saluran
pencernaan dari 10 idnividu gurita sebanyak 3026 partikel dan terdapat 3 bentuk mikroplastik yaitu, fiber, fragmen, dan pellet. Fragmen merupakan jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan pada saluran pencernaan dan bagian permukaan tubuh gurita. Bagian permukaan tubuh gurita lebih banyak terkontaminasi oleh mikroplastik dibandingkan dengan sistem pencernaan pada gurita. Berat tubuh gurita tidak memiliki pengaruh terhadap mikroplastik dalam saluran pencernaan dan memiliki pengaruh yang kecil terhadap luar permukaan gurita. Panjang total tubuh gurita tidak memiliki pengaruh terhadap mikroplastik dalam saluran pencernaan maupun luar permukaan tubuh gurita. Semua sampel gurita telah terkontaminasi mikroplastik.
iv
ABSTRACT
Ivan Reza Fadilah. Microplastics Contamination in Octopus Octopus spp. at Pramuka Island Waters, Seribu Islands. Undergraduate Thesis. Department of Biology. Faculty of Sains and Technology. The State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. 2021. Advised by Dr. Fahma Wijayanti and Mardiansyah, M. Si.
Microplastic has contaminated marine biota, one of which is octopus, so research is needed to analyze the octopus. This study aimed to analyze the number and characteristic of microplastics in octopus and relationship between length and weight with the number of microplastics at Pramuka Island Waters, Seribu Islands. The method of determining the sampling point using purposive sampling in a place that is an octopus habitat. Octopus were found as many as 10 individuals and 3 species namely, Octopus cyanea, Cistopus indicus, and Cistopus taiwanicus. The number of microplastics found in the digestive tract of the octopus are 3026 particles and there are 3 shapes of microplastics namely, fiber, fragments, and pellets. Fragment is the most found microplastic in digestive tract and the body surface of octopus. The body surface of the octopus is more contaminated than digestive tract. The body weight of the octopus did not affect on amount of microplastic in the digestion of the octopus and it has a small affect to body surface of octopus. The body length did not affect on amount of microplastic in the digestion tract and body surface of octopus. All samples of the octopus were microplastic contaminated.
v DAFTAR ISI halaman KATA PENGANTAR ... ii ASTRAK ... iii ABSTRACT ... v DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penelitian ... 3 1.4 Manfaat Penelitian ... 3 1.5 Kerangka Berpikir ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Plastik ... 5
2.2 Sampah Plastik... 6
2.3 Mikroplastik (MPs) ... 7
2.4 Octopus sp. (Gurita) ... 10
BAB III METODE PENELITIAN ... 13
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ... 13
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 13
3.3 Cara Kerja ... 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 17
vi
4.3 Bentuk Mikroplastik pada Gurita ... 20
4.4 Hubungan Parameter Panjang dan Berat Tubuh Gurita dengan Jumlah Mikroplastik ... 25
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 27
5.1 Kesimpulan ... 27
5.2 Saran ... 27
DAFTAR PUSTAKA ... 28
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian ... 4 Gambar 2. Bentuk Mikroplastik, (a,b) Fiber, (c,d) Fragmen, (e) Film, (f) Pellet ... 7 Gambar 3. Lokasi Penelitian di Pulau Pramuka Tahun 2019 ... 11 Gambar 4. Kelimpahan mikroplastik tiap jenis gurita pada saluran
pencernaan dan permukaan tubuh gurita... 18 Gambar 5. Jumlah tiap bentuk mikroplastik pada gurita ... 21 Gambar 6. Mikroplastik yang ditemukan di saluran pencernaan gurita ... 24
viii
Halaman Tabel 1. Faktor fisika kimia perairan Pulau Pramuka ... 17 Tabel 2. Jumlah mikroplastik pada saluran pencernaan gurita ... 17
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Dokumentasi Gurita ... 35 Lampiran 2. Jumlah Bentuk Mikroplastik Pada Setiap Jenis Gurita ... 35 Lampiran 3. Hasil Korelasi Pearson... 36
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Plastik merupakan komponen beragam dari polimer sintetis dan memiliki kepadatan yang rendah, daya tahan tinggi, bahan yang baik sebagai pelindung, dan memiliki biaya yang rendah membuat plastik ideal untuk berbagai aplikasi manufaktur ataupun pengemasan (Andrady, 2003). Angka produksi plastik semakin meningkat tiap tahun, dilaporkan sebanyak 288 juta ton produksi plastik pada tahun 2012 dan terus bertambah 4% tiap tahunnya (Plastic Europe, 2013). Plastik memiliki daya tahan hingga bertahun-tahun di lingkungan, dengan kepadatan yang rendah dan mudah tersebar oleh angin ataupun air, plastik dapat ditemukan hingga ribuan kilometer dari sumbernya. Sebagai hasilnya, limbah plastik merupakan limbah yang dapat ditemukan dimana-mana dan tersebar di seluruh penjuru dunia (Thompson et al., 2009).
Sampah plastik merupakan salah satu ancaman polusi di lautan yang begitu serius hingga jangka waktu yang lama (Goldberg, 1995). Berlimpahnya sampah plastik yang masuk ke wilayah laut menyebabkan kerusakan lingkungan di wilayah pesisir dan laut. Sampah plastik yang masuk ke wilayah laut Indonesia sebesar 0,48-1,29 juta metrik ton per tahun. Sampah plastik yang melimpah tiap tahun menyebabkan Indonesia menjadi negara nomor dua setelah Cina dalam menyumbang sampah plastik ke lautan (Jambeck et al., 2015). Sampah plastik perlu diperhatikan karena daya tahan plastik yang lama dan adanya senyawa toksik yang dapat melekat pada susunan polimer plastik (Browne et al., 2008).
Mikroplastik berasal dari degradasi sampah plastik makro di lingkungan oleh pengaruh sinar Ultra Violet (UV), erosi air, angin, radiasi, dan lainnya (He et al., 2018). Limbah plastik yang berbentuk makro dan mikro tersebut akan berakhir di lautan dan menyebabkan masalah pada lingkungan perairan laut (Eriksen, 2014; He et al., 2018). Cemaran mikroplastik pada air diperkirakan sebanyak 30 - 960 partikel/liter (Jambeck et al., 2015) yang ditemukan permukaan air hingga mengendap pada bagian dasar perairan atau sedimen. Ukuran yang
kecil dan sifatnya yang persisten di lingkungan dapat mengontaminasi berbagai organisme laut (Bessa et al., 2018).
Cemaran mikroplastik telah terjadi di perairan laut dan biota invertebrata di Indonesia. Perairan laut di Pulau Kotok Besar, Pulau Panggang, Pulau Air dan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Menurut Mardiansyah, et al., (2019), Pulau Pramuka memiliki jenis sampah laut yang tinggi. Jumlah sampah yang ditemukan paling banyak adalah sampah plastik yang kemudian akan terdegradasi menjadi mikroplastik. Salah satu biota invertebrata yang telah terkena kontaminasi yaitu
Sepia pharaonis (Mardiansyah et al., 2021)
Organisme yang terkontaminasi mikroplastik dari invertebrata sampai dengan vertebrata (Nelms, 2019). Mikroplastik yang mengkontaminasi organisme laut didominansi oleh ukuran terkecil , sebesar 37-58% yaitu pada ukuran <0,25 µm (Naji et al., 2018). Gurita termasuk yang dapat terkontaminasi mikroplastik di perairan laut. Penelitian ini akan mengamati kontaminasi pada bagian luar, insang, dan usus. Kontaminasi mikroplastik pada bagian luar dan dalam dapat disebabkan oleh kontaminasi sekunder, air laut, dan terkontaminasi secara tidak sengaja melalui mangsa yang dikonsumsi (Cole et al., 2013).
Penelitian tentang mikroplastik pada gurita belum pernah dilaporkan di Indonesia, namun penelitian tentang mikroplastik pada cephalopoda pernah dilakukan diantaranya Sepia pharaonis (Mardiansyah et al., 2021) dan kontaminasi plastik pada perut cumi-cumi Dosidicus gigas (Rosas- Luis, 2016). Lebih lanjut, penelitian tentang invertebrata yaitu pada chepalopoda diantaranya,
Mytilus galloprovincialis, Ruditapes decussatus dan Crassostrea gigas, Hexaplex trunculus, Bolinus brandaris, dan Octopus officinalis telah terkontaminasi
mikroplastik pada bagian saluran pencernaan dan jaringan lunak yang terdapat pada cangkang (Abidli et al., 2019). Salah satu wilayah yang menjadi habitat bagi beberapa jenis gurita di perairan laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
Tujuan dilakukannya penelitian ini pada gurita karena gurita merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor hasil perikanan di Indonesia sebesar 120 ribu ton sejak tahun 2012-2017 (KKP, 2018). Gurita juga dijadikan salah satu biota yang diminati untuk dikonsumsi karena nilai pasar yang tinggi, mengandung
protein tinggi, dan lemak tak jenuh serta tintanya dapat digunakan sebagai obat, pewarna, dan cat (Gestal et al., 2019). Pulau Pramuka sebagai zona pemukiman memliki habitat gurita dengan kondisi yang memiliki terumbu karang dan substrat berpasir. Faktor aktivitas manusia yang tinggi menyebabkan banyaknya sampah laut yang tersebar di perairan Pulau Pramuka.
Pencemaran mikroplastik tersebut masuk dalam rantai makanan yang dimakan oleh biota dan secara tidak langsung akan mengkontaminasi manusia dari konsumsi biota laut tersebut. Kontaminasi mikroplastik pada manusia dapat menyebabkan masalah pencernaan, sirkulasi, reproduksi, respirasi, dan lain-lain (Carbery et al., 2018). Hal itu sangat berpengaruh terhadap keamanan pangan hasil laut dan kesehatan manusia. Berdasarkan hal tersebut diperlukan penelitian mengenai kelimpahan, bentuk mikroplastik (di permukaan tubuh dan usus) dan hubungannya dengan panjang dan berat tubuh gurita.
1.2. Rumusan Masalah
1) Bagaimana kelimpahan mikroplastik pada permukaan tubuh dan usus gurita? 2) Bagaimana bentuk mikroplastik yang terkandung pada permukaan tubuh dan
usus gurita?
3) Apakah terdapat hubungannya antara mikroplastik terhadap berat dan panjang total tubuh gurita?
1.3. Tujuan Penelitian
1) Mengetahui kelimpahan mikroplastik yang ada di permukaan tubuh dan usus gurita.
2) Mengetahui bentuk mikroplastik yang terkandung pada permukaan tubuh dan usus gurita
3) Menganalis hubungan jumlah mikroplastik dengan berat dan panjang total tubuh gurita.
1.4. Manfaat Penelitian
Memperoleh data mengenai bentuk dan kontaminasi mikroplastik pada salah satu organisme laut konsumsi yaitu gurita pada organ luar maupun dalam. Data
tersebut dapat dijadikan acuan untuk manajemen pengelolaan limbah plastik di lingkungan, menemukan potensi gurita sebagai salah satu biota yang dapat menjadi bioindikator pencemaran mikroplastik, dan evaluasi resiko keamanan pangan sumber daya laut Indonesia.
1.5. Kerangka Berpikir
Alur kerangka berpikir penelitian ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian. (--- : batasan penelitian) Nanoplastik
Produk Pangan
Sampah Mikroplastik pada Saluran Pencernaan dan Permukaan Tubuh Gurita di Pulau
Pramuka, Kepulauan Seribu
Mikroplastik Octopus spp. Laut Kontaminasi Sampah Plastik Makroplastik Habitat Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Plastik
Plastik merupakan gabungan monomer-monomer yang terbuat dari bahan kimia dan diproduksi lebih menarik dengan variasi warna, fleksibilitas, dan keunggulan lainnya. Bahan plastik terbuat dari bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara (Wang et al., 2019a). Produk berbahan plastik memiliki biaya murah, kerapatan yang rendah, termal atau tahan panas, konduktivitas listrik rendah, tidak terjadi korosi, tahan air serta oksigen sehingga mudah untuk dibuat serta jangkauan yang luas (Frias & Nash, 2019). Plastik mulai digunakan pada tahun 1950 oleh masyarakat dunia. Produk plastik biasanya digunakan untuk keperluan rumah tangga, pengemasan, mainan, dan sektor industri lainnya. Berdasarkan 50 tahun terakhir, produksi global plastik adalah sekitar 380 miliar ton, dengan peningkatan tahunan 8,4% dan diperkirakan 5 triliun keping plastik berada di lautan (Geyer et al., 2017). Menurut World Economic Forum (2016), bahwa berat plastik di lautan dunia pada tahun 2050 diprediksi akan melebihi berat ikan.
Plastik terbuat dari bahan baku yang terdiri dari petroleum, gas alam, karbon, garam biasa, dan lain – lain. Asal plastik saat ini hampir seluruhnya dari petrokimia yang dihasilkan dari miyak bumi (fosil). Komponen utama dari produk plastik terbuat dari 58% plastikizer, 3% stabilisator panas, 8% FRs, 9% zat peniup, 12% pewarna, dan 7% bahan lainnya (Hassanpour & Unnisa, 2017). Plastik yang digunakan untuk membuat botol air mineral tentu berbeda dengan plastik untuk membuat mangkuk, sedotan, kursi, dan pipa. Untuk mengetahui jenis plastik yang digunakan sebagai material dasar sebuah produk kita bisa melihat pada symbol yang dicetak pada plastik. Simbol ini berupa sebuah angka (dari 1-7) dalam rangkaian tanda panah yang membentuk segitiga, biasanya dicetak dibagian bawah benda plastik. Setiap simbol mewakili jenis plastik yang berbeda dan membentuk pengelompokkan dalam melakukan proses daur ulang.
sifat bahan yang mudah dibentuk, tidak larut air, tidak korosi, tahan lama, dan kepadatannya rendah adalah PET, HDPE, PVC, LDPE, PP, PS. Salah satu campurannya menggunakan zat adiktif untuk produksi plastik. Zat adiktif beracun memiliki efek samping untuk kesehatan jika digunakan dalam produksi plastik.
2.2. Sampah Plastik
Sampah plastik yang berada dalam tanah yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme menyebabkan mineral-mineral dalam tanah baik organik maupun anorganik semakin berkurang. Hal ini berdampak langsung pada tumbuhan yang hidup pada area tersebut, karena tumbuhan membutuhkan mikroorganisme tanah sebagai perantara dalam kelangsungan hidupnya (Ahmann & Dorgan, 2007). Data statistik persampahan domestik Indonesia menyebutkan jenis sampah plastik menduduki peringkat kedua sebesar 5,4 juta ton per tahun atau 14 persen dari total produksi sampah. Dengan demikian, plastik telah mampu menggeser sampah jenis kertas yang tadinya di peringkat kedua menjadi peringkat ketiga dengan jumlah 3.6 juta ton per tahun atau 9 persen dari jumlah total produksi sampah (InSWA, 2013).
Sampah plastik berbahaya bagi lingkungan, karena mempunyai sifat toksik pada beberapa jenis dan memiliki daya tahan yang tinggi di lingkungan terutama di wilayah perairan. Plastik yang dibuang mendegradasi dan memecah menjadi jutaan keping mikroplastik, memungkinkannya untuk dikonsumsi oleh berbagai biota laut, dari produsen primer hingga organisme tingkat trofik yang lebih tinggi, dan lebih mungkin menyusup ke jaring makanan (Browne et al., 2008). Produksi plastik tahunan telah meningkat tajam selama 60 tahun terakhir, dari 1,5 juta ton pada 1950-an menjadi 288 juta ton pada 2012, dengan sekitar dua pertiga produksi terjadi di Asia Timur, Eropa, dan Amerika Utara (Plastic Europe, 2013). Sepertiga dari produksi global adalah kemasan sekali pakai yang dibuang dalam setahun (Koelmans et al., 2014).
Daur ulang plastik akhir masa pakai, adalah mungkin untuk mengurangi akumulasi puing-puing laut tetapi juga mengurangi permintaan kita akan bahan
global digunakan untuk membuat barang-barang plastik, dengan gas alam juga berkontribusi pada produksi plastik. Permintaan akan plastik terus bertambah, diperkirakan produksi plastik akan mencapai 33 miliar ton pada tahun 2050, berdasarkan tren konsumsi saat ini (Rochman et al., 2013). Perkiraan global saat ini untuk limbah plastik menunjukkan bahwa 192 negara pesisir menghasilkan 275 juta ton limbah pada 2010, di mana antara 4,8 dan 12,7 juta ton (1,8 - 4,6
persen) memasuki lingkungan laut (Jambeck et al., 2015).
2.3. Mikroplastik (MPs)
Mikroplastik adalah partikel plastik yang memiliki ukuran lebih kecil dari 5 mm (Dowarah & Devipriya, 2019). Sumber mikroplastik dapat masuk kelautan luas dari berbagai sektor diantaranya, agricultural, perikanan, akuakultur, transportasi, jasa pengiriman, pariwisata, industri tekstil, olahraga, produksi plastik, pendaur ulang, dan packaging (kosmetik, makanan, dan minuman). Mikroplastik terbagi menjadi dua berdasarkan sumbernya yaitu mikroplastik primer dan mikroplastik sekunder (GESAMP, 2015).
Mikroplastik primer diproduksi berukuran mikro seperti kebanyakan pelet resin sebelum produksi, mikrobead dalam kosmetik, pasta gigi, serbuk berukuran mikro untuk pelapis tekstil, dan media pengiriman obat (Cole et al., 2011). Partikel primer dapat dihasilkan dari pabrik pengolahan plastik (pelet atau serbuk) atau dari sumber yang lebih tersebar seperti tempat-tempat berpenduduk di sepanjang sungai dan garis pantai (microbeads, abrasive industri) (GESAMP, 2015). Mikroplastik sekunder adalah hasil fragmentasi bahan plastik yang berukuran besar oleh fotooksidasi, degradasi mekanik dan biodegradasi menjadi partikel yang tersebar di lingkungan (Andrady, 2011). Meluasnya degradasi dan fragmentasi plastik adalah salah satu factor utama penyebab mikroplastik berada di lingkungan laut (GESAMP, 2015).
Kerusakan puing-puing plastik yang lebih besar dapat menghasilkan mikroplastik sekunder (ukuran <5 mm), yang merupakan sumber utama mikroplastik di lingkungan akuatik (Jiang et al., 2018). Bentuk mikroplastik terdiri dari beberapa macam diantaranya adalah serat, fragmen, film, busa,
manik-manik, dan pelet (Lusher, 2017). Bentuk busa lebih ringan seperti styrofoam putih dan kuning serta berpori. Selain itu, pada fragmen dengan ciri keras, bergerigi, dan tidak teratur. Bentuk serpihan seperti lembar plastik datar, sedangkan pada bentuk film lebih transparan, lembut, dan tipis. Kemudian pelet memiliki tekstur keras, teratur, piringan, dan berbentuk ovoid atau silinder. Bentuk serat yang biasanya berasal dari pancingan ikan yang berbahan tipis (Gambar 2) (Zhou , 2018).
Gambar 2. Bentuk Mikroplastik, (a,b) Fiber, (c,d) Fragmen, (e) Film, (f) Pellet (Jiang et al. , 2018).
Mikroplastik telah terdeteksi secara luas di laut, air tawar, lingkungan darat, dan organisme dalam beberapa tahun terakhir (Zhang et al., 2018). Masuknya mikroplastik ke wilayah perairan dapat tersebar di permukaan air, kolom air, dan dasar perairan atau sedimen (De Sá et al., 2018) bahkan sudah mengkontaminasi biota laut (Wang et al., 2019b). Mikroplastik yang dikonsumsi oleh organisme air sudah diamati dari invertebrata mikroskopis sampai vertebrata besar (Bessa et al., 2018). Mikroplastik menyerap berbagai polutan yang bersifat patogen dan toksik pada organisme perairan (Bakir et al., 2014). Mikroplastik juga mengandung logam, mikroorganisme patogen, dan zat adiktif (Lusher, 2017). Dampak organisme yang mengonsumsi mikroplastik menyebabkan efek negatif seperti gangguan makan, reduksi reproduksi, kerusakan usus, gangguan metabolisme energi, dan lain-lain (Lei et al., 2018), mengancam terhadap keamanan pangan dan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organisme perairan (Van Cauwenberghe & Janssen, 2014).
Ukuran mikroplastik yang sangat kecil membahayakan kesehatan manusia melalui air yang diminum, produk hasil laut, kosmetik, dan udara (Revel, Châtel, & Mouneyrac, 2018). Penelitian yang dilakukan oleh (Batel, 2016) menggunakan
Artemia naupili yang terpapar mikroplastik dapat menyebabkan bioakumulasi
dan translokasi pada jaringan. Kontaminasi mikroplastik juga dianalisis kandungannya pada invertebrata yaitu moluska, cnidaria dan annelida dengan hasil kelimpahan mikroplastik tertinggi ditemukan pada biota filter feeder (Sfriso et al., 2020). Bentuk yang ditemukan terdiri dari fragmen, fiber, dan film yang memiliki warna berbeda. Lebih lanjut dari hasil penelitian Naji et al. (2018), mikroplastik bentuk pellet dan serat ditemukan di jenis kerang-kerangan yaitu
Cerithidea cingulata, Thais mutabilis, Amiantis umbonella, Amiantis purpuratus,
dan Pinctada radiate. Beberapa bentuk salah satunya adalah pelet dan yang paling melimpah adalah berbentuk serat dengan kandungan sebesar 58% (Naji et al., 2018).
Rusaknya lingkungan akibat mikroplastik dijelaskan di dalam Al-Qur’an pada surat Ar-Rum ayat 41:
اوُل ِمَع ي ِذَّلا َضْعَب ْمُهَقي ِذُيِل ِساَّنلا ي ِدْيَأ ْتَبَسَك ا َمِب ِر ْحَبْلا َو ِ رَبْلا يِف ُداَسَفْلا َرَهَظ َنوُع ِج ْرَي ْمُهَّلَعَل (
41 )
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Rusaknya lingkungan akibat mikroplastik yang terjadi oleh ulah manusia telah tersurat pada ayat di atas. Pencemaran mikroplastik di lingkungan bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan untuk selalu menjaga lingkungan, karena lingkungan merupakan penunjang kehidupan semua makhluk hidup. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bagaimana manusia harus menjaga lingkungan pada surat Al-A’raf ayat 56:
َن ِم ٌبي ِرَق ِ َّاللَّ َت َم ْح َر َّنِإ ۚ اًع َمَط َو اًف ْو َخ ُهوُعْدا َو اَه ِح َلَ ْصِإ َدْعَب ِض ْرَ ْلْا يِف اوُد ِسْفُت َلَ َو َنيِن ِس ْح ُمْلا
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT menegaskan kepada umat manusia agar tidak membuat kerusakan di muka Bumi salah satunya dengan menjaga lingkungan. Segala hal yang diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi harus dipergunakan dengan sebagaimana mestinya dan penuh tanggung jawab.
2.4. Octopus sp. (Gurita)
Gurita adalah moluska laut yang termasuk ke dalam kelas Cephalopoda. Umumnya bentuk tubuh dari gurita agak bulat atau bulat pendek, tidak mempunyai sirip. Bentuk kepala dari gurita ini sangat jelas dengan sepasang mata yang sangat kompleks sehingga gurita mempunyai penglihatan yang sempurna dan dikelilingi pada bagian depannya (anterior) oleh lengan-lengan (Reid & Ropper, 2005). Lengan gurita berjumlah delapan dan dilengkapi dengan selaput renang (membran) yang terletak di celah-celah pangkal lengan. Pada beberapa jenis, panjang lenganlengan sama, tetapi pada jenis-jenis lain beberapa lengan dapat memiliki panjang dua atau tiga kali dari panjang lengan-lengan yang lain. Pada gurita cangkang terdapat di dalam tubuh, dan merupakan tempat perlekatan otot-ototnya. Bagian bawah dari tubuh gurita terdapat lubang-lubang seperti corong yang dinamakan siphon. Siphon ini berguna untuk mengeluarkan air dari dalam tubuhnya (Almonacid et al., 2009).
Taksonomi dari gurita adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Filum : Moluska, Kelas : Cephalopoda, Ordo : Octopoda, Famili : Octopodidae, Genus :
Octopus, Spesies : Octopus vulgaris (Reid & Ropper, 2005). Gurita termasuk
kedalam predator aktif yang memangsa ikan, udang, cephalopoda, dan lainnya (Oliveira et al., 2020). Gurita hidup pada wilayah demersal atau di dasar perairan (Setyohadi et al., 2016). Gurita hidup di kedalaman 130 m yang ditemukan pada wilayah pesisir hingga kedalaman 100 m. Gurita bermigrasi ke perairan yang lebih dangkal selama musim kawin dan pada saat malam hari untuk mencari makan
(Tehranifard & Dastan, 2011).
Gurita terdistribusi dan ditemukan pada wilayah perairan di lapisan paling atas kolom perairan dengan kedalaman 0 - 200 m dan memiliki ukuran tubuh dari kecil hingga sedang di sebagian besar lautan dunia dan aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal) (Gestal et al., 2019). Gurita menggunakan tentakel dan lengannya untuk menangkap mangsanya dan menghisap dengan batil penghisap untuk melemahkan mangsa agar dapat dimasukkan kedalam mulut (Rochman et al., 2013). Gurita merupakan penghuni dasar berbagai habitat, termasuk berbatu, substrat berpasir, berlumpur, lamun, rumput laut, dan terumbu karang. Gurita adalah perenang yang lebih lambat dari pada cumi-cumi. Spesies besar seperti
Octopus latimanus, S. officinalis, dan S. pharaonis hidup pada kedalaman yang
lebih dangkal (Reid & Ropper, 2005). Habitatnya berkisar dari daerah batas air surut terendah di pantai hingga kedalaman 200 meter. Beberapa spesies juga memiliki kebiasaan untuk bermigrasi secara musiman sebagai respon terhadap perubahan suhu dan agregat ke perairan yang lebih dangkal pada waktu pemijahan (Reid & Ropper, 2005).
Gurita merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor hasil perikanan di Indonesia sebesar 120 ribu ton sejak tahun 2012-2017 (KKP, 2018). Gurita di dunia juga relatif stabil jumlah hasil tangkapannya sejak 2008 yaitu sebesar 300 ribu sampai dengan 350 ribu ton (Gestal et al., 2019). Manfaat untuk manusia yang terdapat pada gurita diantaranya adalah sebagai salah satu biota yang diminati untuk dikonsumsi karena nilai pasar yang tinggi, mengandung protein tinggi, dan lemak tak jenuh serta tintanya dapat digunakan sebagai obat, pewarna, dan cat (Gestal et al., 2019). Gurita memiliki peran ekologis dalam rantai makanan sebagai predator dan juga mangsa bagi sejumlah organisme antara lain mamalia laut seperti lumba-lumba, paus, dan anjing laut serta ikan besar seperti hiu (Reid & Ropper, 2005)
Gurita di Indonesia ditemukan beberapa jenis dengan nama lokal yang berbeda-beda diantaranya adalah Octopus latimanus atau koral, dan Octopus
esculenta atau pasir. Jenis Octopus sp. merupakan tangkapan dominan dari
laut Arafuru yang menggunakan trawl dengan dominan tangkapan gurita Octopus
sp. sebesar (6,53%), Octopus smithi, Octopus brevimana, Octopus apama, Octopus elliptica, Octopus papuensis (Tirtadanu & Suprapto, 2016). Selain itu, di
perairan Sulawesi Utara terdapat habitat dari Octopus latimanus yang menempatkan telur pada karang yang memiliki kerapatan serta celah yang sempit untuk melindungi dari arus air laut (Pratasik et al., 2017).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Februari 2020. Penelitian ini dilakukan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta dan di Pusat Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan di 2 titik lokasi yang ditentukan untuk pengambilan sampel Octopus spp. yaitu di Timur Pulau Pramuka dan Barat Pulau Pramuka (Gambar 3).
Gambar 3. Lokasi Penelitian di Pulau Pramuka
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah alat tulis, jaring, Current
meter, Dissolved Oxygen (DO) meter, Geographic Positioning System (GPS), pH
meter, refractometer, secchi disk, plastik sampel, cooling box, alat bedah, gelas beaker, hotplate, batang pengaduk, cawan petri, kaca objek, cover glass, pipet
Legenda
Barat Pulau Pramuka Timur Pulau Pramuka
tetes, cawan petri, oven, kamera, dan mikroskop cahaya. Bahan yang digunakan
untuk penelitian ini adalah Aquadest, HNO3 68%, larutan garam jenuh, alkohol
96%, dan Gurita yang didapatkan.
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Teknik Pengambilan Sampel
Tahap pertama pengambilan sampel gurita perlu dilakukan survei lokasi untuk mengetahui di mana sampel gurita didapatkan. Penentuan titik lokasi pengambilan sampel gurita diambil dengan metode purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan habitat gurita. Lokasi penangkapan gurita diperoleh dari informasi yang diberikan masyarakat melalui wawancara. diperoleh dengan menangkap di 2 titik yaitu di Wilayah Barat Pulau Pramuka dan Wilayah Timur Pulau Pramuka menggunakan jaring. Gurita yang didapatkan kemudian dilihat jenis kelaminnya dengan memeriksa hektokotilus pada lengan keempat, Pengukuran faktor fisika kimia dilakukan pengulangan sebanyak 3x di bagian barat dan timur.
Sampel Octopus spp. diambil dalam kurun waktu 2 bulan yaitu, bulan Januari – Februari 2020. Sampel gurita yang didapatkan diidentifikasi berdasarkan
Chepalopod of the world (Reid & Ropper, 2005). Identifikasi gurita berdasarkan bentuk tubuh, warna dasar tubuh, ciri-ciri tanda spesifik seperti garis dan spot. Panjang total (TL) gurita kemudian diukur dengan menggunakan penggaris dari mulai mantel kepala sampai ujung tentakel, untuk dianalisis menggunakan regresi linier dengan jumlah mikroplastik pada saluran pencernaan. Sampel gurita disimpan di dalam cooling box yang sudah berisi es dengan kisaran suhu 10-20 °C agar sampel tetap segar untuk proses preparasi.
3.3.2. Isolasi Mikroplastik
Teknik untuk mengisolasi mikroplastik pada gurita dilakukan melalui beberapa tahapan diantaranya adalah isolasi mikroplastik bagian permukaan tubuh gurita, diseksi, dan homogenisasi jaringan pencernaan dengan bahan kimia (Lusher et al., 2017). Alat yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu
menggunakan alkohol 70% untuk mengurangi kontaminasi mikroplastik. Tahapan tersebut meliputi :
1) Isolasi Mikroplastik Bagian Permukaan tubuh Gurita
Isolasi mikroplastik bagian permukaan tubuh gurita dilakukan dengan cara melakukan penyiraman seluruh tubuh dengan larutan garam jenuh sebanyak 20 ml . Kemudian Cairan sampel didiamkan selama 24 jam agar mikroplastik naik ke permukaan cairan sampel. Kemudian cairan tersebut diambil menggunakan pipet tetes sebanyak 1 ml pada permukaan sampel Diseksi (pembedahan)
2) Diseksi dilakukan untuk organ target yang akan diamati kandungan mikroplastiknya. Pembedahan Gurita pada bagian organ usus. Kemudian, dilakukan pembedahan menggunakan alat bedah. Lalu, dipisahkan bagian usus. Penimbangan pada masing-masing organ dilakukan menggunakan timbangan analitik yang dicatat hasil timbangannya dalam satuan gram (g). Penyimpanan sementara pada cawan petri dalam kondisi tertutup untuk menghindari kontaminasi dari mikroplastik di udara.
3) Peleburan Usus Gurita
Pemisahan mikroplastik dari usus dilakukan dengan bahan pengoksidasi yang
kuat untuk bahan biogenik menggunakan HNO3. Hal ini di karenakan HNO3
terbukti 98% dapat menurunkan berat jenis bahan organik (Claessens , 2013).
Organ pencernaan direndam dalam HNO3 (70%) dengan perbandingan 1:5 dari
berat organ (gram) terhadap HNO3 (ml) yang ditaruh pada botol fido berbeda,
dan kemudian dipanaskan dengan hotplate pada suhu 60 °C di lemari asam. Suspensi diencerkan menggunakan NaCl (larutan garam jenuh) dengan
perbandingan 1:1 volume HNO3 terhadap NaCl (ml).. Kemudian sampel
didiamkan selama 24 jam agar partikel kurang padat seperti mikroplastik yang terdapat pada organ usus terpisah naik ke permukaan sampel. Kemudian cairan tersebut diambil menggunakan pipet tetes sebanyak 1 ml pada permukaan sampel, dan dilakukan 3x pengulangan pada masing-masing sampel.
3.3.3 Identifikasi Mikroplastik
Identifikasi mikroplastik yang telah melalui tahapan isolasi menggunakan mikroskop cahaya pada perbesaran 400x menggunakan mikroskop Olympus BX 50 dengan perbesaran 10x pada setiap sampel bagian permukaan tubuh dan usus
Octopus sp. yang dilakukan dengan 3x dengan menarik garis mengikuti arah
bentuk mikroplastik pada setiap partikel yang ditemukan. Identifikasi mikroplastik berdasarkan bentuk, ukuran, dan warna pada partikel mikroplastik. Bentuk mikroplastik dibagi menjadi fiber, fragmen, dan pellet (Jiang et al., 2018). Sampel diletakkan pada kaca preparat lalu diamati. Selanjutnya, mikroplastik yang teridentifikasi dihitung menggunakan mikroskop dengan penglihatan dan dicatat setiap bentuk yang ditemukan serta didokumentasikan.
3.3.4 Analisis Data
Mikroplastik yang ditemukan pada permukaan tubuh dan usus diklasifikasikan berdasarkan bentuk mikroplastik yang dianalisis secara deskriptif.
Kelimpahan Mikoplastik disajikan sebagai partikel/ml3 dihitung dengan rumus
(Masura, et al., 2015):
Jumlah mikroplastik Kelimpahan Mikroplastik =
Volume sampel x 100%
Analisis data untuk melihat hubungan antara berat, panjang, jumlah mikroplastik pada saluran pencernaan dan permukaan tubuh menggunakan uji korelasi berganda Pearson. Analisis korelasi berganda Pearson menggunakan perangkat lunak Minitab 19 yang sudah berlisensi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Faktor Fisika Kimia di Perairan Pulau Pramuka
Pulau Pramuka termasuk ke dalam zona permukiman dan pemanfaatan. Aktivitas manusia dapat mempengaruhi kondisi lingkungan perairan secara langsung maupun tidak langsung. Hasil pengukuran faktor fisik kimia perairan ini tersaji dalam Tabel 1.
Tabel 1. Faktor fisika kimia perairan Pulau Pramuka
Parameter Timur Barat Parameter Timur Barat
Suhu (oC) 28,7 27,9 Kedalaman (m) 0,5 0,4
Salinitas (‰) 35 35 Arus (m/s) 0 0
DO (mg/l) 12,6 6,2 Kecerahan (%) 0 0
pH 7,3 7,2 Substrat pasir pasir
Hasil pengukuran suhu pada lokasi penelitian tergolong dalam kondisi normal antara 27,9 - 28,7°C (Tabel 1). Menurut Brown et al., (2020). Suhu optimum untuk metabolisme O. cyanea berkisar antara 24 - 28°C. Gurita jenis C.
indicus dan C. taiwanicus memiliki suhu optimum yaitu antara 25 - 29°C (FAO
species catalogue, 1993). Berdasarkan Kepmenlh No. 51 tahun 2004, bahwa nilai oksigen terlarut yang baik bagi organisme perairan adalah >5 mg/L. Menurut Effendi (2003) turut mendukung Kepmenlh No. 51 tahun 2004, yang mengatakan bahwa hampir semua organisme akuatik menyukai pada kondisi oksigen terlarut >5 mg/L. Jika dilihat dari hasil pengukuran, maka kondisi oksigen terlarut pada perairan masih baik.
Hasil pengukuran salinitas pada lokasi penelitian tergolong dalam kondisi normal berkisar antara 34,6 - 35‰. Salinitas umumnya pada gurita berkisar antara 29 – 33 ‰ ,namun gurita dapat beradaptasi dengan cara merubah kepadatan dan bentuk dari sel darah merah ketika keadaan salinitas yang tinggi (Brown et al.,
2020). Pengukuran derajat keasaman (pH) pada lokasi penelitian tergolong dalam kondisi normal. Kisaran optimal yang ditentukan oleh Kepmenlh No. 51 tahun 2004 yang mengemukakan bahwa umumnya organisme perairan baik hidup pada kisaran keasaman perairan laut antara 7.2 – 7.3 (Tabel 1). Menurut Pörtner (2001) umumnya gurita hidup pada pH 7.4, salah satunya O. cyanea dan C. indicus.
Jenis substrat pada lokasi penelitian berupa pasir dengan campuran sedikit lumpur (Tabel 1). Substrat tersebut sesuai dengan habitat gurita jenis C. indicus dan C. taiwanicus merupakan gurita pasir yang tinggal pada kedalaman yang dangkal dan sering mengubur dirinya ke dalam pasir. Pada jenis O. cyanea lebih sering tinggal di daerah terumbu karang, namun mobilisasinya sering melewati substrat berpasir (FAO species catalogue, 1993).
4.2 Kelimpahan Mikroplastik Gurita
Hasil penelitian didapatkan 10 individu dan 3 jenis gurita yaitu, Octopus
cyanea, Cistopus indicus, dan Cistopus taiwanicus. Dari ketiga jenis gurita
didapatkan 4 jenis kelamin betina dan 6 jantan. Gurita ditangkap di dua wilayah perairan Pulau Pramuka yaitu, bagian Barat Pulau Pramuka atau wilayah dermaga dan Timur Pulau Pramuka. Kelimpahan mikroplastik di saluran pencernaan dan permukaan tubuh gurita ditampilkan dalam diagram pada Gambar 4.
Gambar 4. Kelimpahan mikroplastik tiap jenis gurita pada saluran pencernaan dan permukaan tubuh gurita.
Mikroplastik dalam satuan partikel didapatkan di dalam saluran pencernaan dan permukaan tubuh gurita pada semua jenis. Jumlah partikel mikroplastik yang ditemukan di saluran pencernaan gurita pada penelitian ini sebanyak 3271
partikel. Jumlah mikroplastik yang didapatkan pada ketiga jenis gurita disajikan pada Tabel 2
Tabel 2. Jumlah individu, rata-rata mikroplastik dan panjang tubuh pada gurita
Jenis Gurita Jumlah
Individu Rata-Rata Panjang Tubuh (cm) Rata-Rata Jumlah Mikroplastik (Partikel) Cistopus indicus 4 83,14 ± 48,8 164,6 ± 31,8 Cistopus taiwanicus 3 39,59 ± 47,7 175,5 ± 33,3 Octopus cyanea 3 63,57 ± 42,7 150,2 ± 23
Jumlah mikroplastik terbanyak ditemukan pada C. taiwanicus dengan rata-rata mikroplastik yang ditemukan sebanyak 175,5 partikel (Tabel 2). Jenis O.
cyanea memiliki jumlah rata-rata mikroplastik terendah sebanyak 150,2 partikel
(Tabel 2). Jumlah partikel mikroplastik terbanyak pada 1 individu jenis C. indicus sebanyak 200 partikel. Jumlah partikel mikroplastik terendah ditemukan pada 1 individu dari jenis C. taiwanicus sebanyak 113 partikel.
Jenis gurita C. taiwanicus biasanya ditemukan di kedalaman 1 – 75 meter dan sering mengubur dirinya di dasar perairan yang memiliki sedimen yang halus (FAO species catalogue, 1993). Jumlah mikroplastik pada saluran pencernaan pada jenis C. taiwanicus paling tinggi dibandingkan dengan ketiga spesies lain pada penelitian ini diduga disebabkan jenis ini sering mengubur dirinya di dasar perairan dengan sedimen yang halus sehingga menyebabkan kontak mikroplastik dengan gurita. Gurita jenis C. taiwanicus memangsa berbagai macam jenis invertebrata benthic seperti udang, kepiting dan berbagai macam ikan yang lebih kecil dari bukaan mulut gurita C. taiwanicus (FAO species catalogue, 1993).
Jenis gurita Octopus indicus ditemukan pada habitat yang memiliki sedimen berupa pasir berlumpur ataupun sedimen lumpur. Gurita jenis C. indicus ditemukan pada rentang kedalaman 0 – 50 meter di bawah permukaan laut (FAO species catalogue, 1993). Berbeda dengan C. taiwanicus, jenis C. indicus lebih memilih tempat dengan dasar perairan yang lembut dan rentang kedalaman yang lebih rendah. Menurut FAO species catalogue (1993), gurita jenis C. indicus memiliki jenis makanan berupa invertebrata benthic sama dengan gurita jenis C.
taiwanicus, oleh karena itu jumlah mikroplastik tidak jauh berbeda pada kedua
jenis gurita ini.
Jenis gurita O. cyanea merupakan jenis gurita yang menempati wilayah terumbu karang. Jenis gurita O. cyanea dapat ditemukan pada rentang kedalaman 1-100 meter di bawah permukaan laut pada wilayah terumbu karang dengan substrat berbatu. Berbeda dengan gurita jenis C. taiwanicus dan C. indicus yang menetap dan mengubur diri pada dasar perairan dengan sedimen, gurita O. cyanea lebih cenderung aktif saat senja dan fajar di wilayah terumbu karang (FAO species catalogue, 1993). Oleh sebab itu, jumlah mikroplastik di saluran pencernaan pada O. cyanea memiliki jumlah mikroplastik yang berbeda dengan
C. taiwanicus dengan rata-rata 150,2 dan 175,5 partikel per individu (Tabel 2).
Perbedaan jumlah mikroplastik diduga oleh perbedaan jenis habitat ditemukannya ketiga jenis gurita pada penelitian ini. Jenis gurita C. taiwanicus dan C. indicus dapat ditemukan di dasar perairan yang tertutup sedimen dengan
O.cyanea yang ditemukan hanya pada wilayah terumbu karang. Gurita mudah
terkontaminasi oleh mikroplastik terutama dari perilaku memangsanya. Mangsa dari gurita di habitatnya kebanyakan adalah invertebrata bentik, memungkinkan kontaminasi mikroplastik dari sedimen yang secara langsung tertelan bersamaan dengan mangsanya (Lusher et al., 2017).
Kondisi habitat pada lokasi penelitian mengindikasikan terdapat banyak mikroplastik, karena ditemukan banyaknya sampah plastik di dasar perairan terutama di wilayah dermaga Pulau Pramuka. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mardiansyah et al., (2018), Sampah di Pulau Pramuka didominasi oleh sampah plastik pada kedalaman 0 dan 10 m. Korelasi antara kelimpahan mikroplastik dengan kepadatan populasi yang memiliki aktivitas manusia menunjukkan hasil positif dan sudah dilakukan di berbagai lokasi (Browne et al., 2011).
4.3 Bentuk Mikroplastik pada Gurita
Bentuk mikroplastik yang ditemukan pada penelitian ini yaitu mikroplastik bentuk fiber, pellet, dan fragmen. Jenis mikroplastik seperti filamen dan pellet dimasukkan kedalam kategori jenis mikroplastik fiber. Total mikroplastik yang
ditemukan pada penelitian ini sebanyak 3271 partikel, dengan jumlah partikel mikroplastik jenis sebanyak fiber 2514, partikel jenis pellet sebanyak 52, dan partikel jenis fragmen sebanyak 705. Jumlah jenis mikroplastik di saluran pencernaan dan permukaan tubuh pada ketiga jenis gurita ditampilkan dalam bentuk grafik pada Gambar 5.
Gambar 5. Jumlah tiap bentuk mikroplastik pada gurita
Berdasarkan hasil pengamatan pada bagian permukaan tubuh, dan saluran gurita didapatkan partikel mikroplastik dengan jumlah yang berbeda- beda. Total mikroplastik pada permukaan tubuh sebesar 1579 partikel, dan sistem pencernaan terkontaminasi mikroplastik paling banyak sebesar 1691 partikel. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terjadinya kontaminasi dari lingkungan yang mengakibatkan terdapatnya mikroplastik pada bagian permukaan tubuh maupun organ dalam pada gurita.
Kontaminasi mikroplastik dapat disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya perilaku hidup gurita, rantai makanan, pencemaran pada wilayah habitat, pergerakkan partikel mikroplastik pada perairan dan kontaminasi dari bahan yang digunakan untuk pengawetan diantaranya es balok yang digunakan, air ataupun melalui udara. Faktor lain juga dapat dikaitkan dengan produksi lendir oleh sel mukosa pada kulit gurita bertekstur seperti lem yang terdapat pada permukaan mantel, alat penghisap, dan bagian permukaan tubuh lain (Accogli et al., 2017) yang memperbesar kemungkinan dapat melekat dan menumpuk partikel mikroplastik di bagian permukaan tubuh gurita. Menurut Chan et al., (2019)
349 1210 20 356 1303 32 0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Fragmen Fiber Pellet
Ju m lah m ikro p las tik (p ar tik el)
bahwa pencemaran mikroplastik pada bagian luar hewan juga dapat berasal dari kontaminasi sekunder terkait pada penyimpanan, penjualan, dan transportasi hasil tangkapan yang dijual pada pasar pelelangan ikan. Lebih lanjut, EFSA (2016) menyatakan bahwa konsumsi mikroplastik pada invertebrata laut terjadi karena cara makan dan konsentrasi partikel pada daerah tersebut.
Kontaminasi mikroplastik yang ditemukan pada usus melalui rantai makanan yang dimakan oleh gurita dan secara tidak langsung akan mengkontaminasi gurita. Salah satunya disebabkan oleh partikel mikroplastik yang menyerupai mangsa alami serta mangsa yang telah terkontaminasi oleh mikroplastik. Partikel atau mangsa yang masuk melalui mulut, dan sampai kebagian usus dapat menyebabkan usus gurita terkontaminasi dan akan menghambat pencernaan sehingga menganggu kualitas hidup individu tersebut. Menurut Priscilla et al., (2019), semakin besar makanan dan banyaknya air yang masuk akan memperbesar partikel mikroplastik yang masuk ke dalam tubuh secara tidak sengaja dan dapat menempel pada saluran pencernaan biota laut yang terkontaminasi. Pencemaran mikroplastik yang terdapat pada organ hewan menimbulkan efek toksisitas pada organ. Sifat mikroplastik menyerap polutan yang bersifat patogen, kandungan logam, mikroorganisme patogen, dan zat adiktif (Bakir et al., 2014; Carson et al., 2013). Hasil penelitian Li et al, (2020) dengan menggunakan Mytillus edulis, mikroplastik terpapar pada organ hati, ginjal, dan usus menyebabkan efek buruk pada hati, gangguan energi, metabolisme lipid, stres oksidatif dan respon neurotoksik.
Perilaku gurita yang hidup pada bagian demersal atau dasar perairan dapat memperbesar kemungkinan tertelannya mikroplastik. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Koongolla et al., (2020) yang menunjukkan bahwa lingkungan hidup mempengaruhi konsumsi mikroplastik dan ditemukan paling banyak pada biota yang hidup di dasar perairan atau demersal dibandingkan biota pelagis. Berdasarkan penelitian (Woodall et al., 2014) bahwa partikel mikroplastik lebih banyak pada dalam laut dibandingkan dengan permukaan laut diantaranya pada Samudra Atlantik, Laut Mediterania, dan Samudra Hindia. Lebih lanjut, kontaminasi mikroplastik terjadi di biota demersal Platycephalus indicus dan
Saurida tumbil pada bagian kulit, otot, insang, dan pencernaan (Abbasi et al.,
2018). Hal tersebut dikarenakan plastik dari berbagai sumber yang telah mengalami fragmentasi akan menjadi mikroplastik dan terbawa ke lautan bebas. Kemudian, akan mengalami pengendapan pada bagian dasar laut yang dipengaruhi oleh berbagai kondisi fisik perairan di antaranya arus, angin dan gelombang air laut. Pengendapan mikroplastik pada bagian dasar laut dapat membahayakan biota demersal seperti gurita (Lei et al., 2018; Mistri et al., 2020).
Mikroplastik bentuk fiber mendominasi disetiap individu gurita ketiga spesies yang didapatkan pada penelitian ini. Individu pada jenis C. taiwanicus memiliki jumlah mikroplastik jenis fiber terbanyak yaitu 473 partikel, sedangkan yang terendah yaitu pada individu jenis O. cyanea sebanyak 344 partikel. Mikroplastik bentuk pellet paling sedikit ditemukan dibandingkan dengan mikroplastik bentuk fiber dan fragmen. Mikroplastik jenis pellet ini tidak ditemukan pada beberapa individu gurita yaitu pada 2 individu jenis gurita C.
indicus dan 1 individu jenis C. taiwanicus. Mikroplastik jenis fragmen
mengkontaminasi setiap individu gurita yang ditemukan, namun jumlahnya tidak mendominasi seperti mikroplastik jenis fiber.
Mikroplastik bentuk fiber paling panyak ditemukan pada tiap individu gurita yang didapatkan. Hal ini diduga disebabkan oleh perilaku gurita yang sebagian besar hidupnya dihabiskan di dasar suatu perairan laut. Ketiga jenis gurita yang didapatkan pada penelitian ini memiliki habitat yang berbeda tergantung pada jenis sedimen yang disukai oleh masing-masing jenis gurita (FAO species catalogue, 1993). Berdasarkan penelitian sebelumnya, jenis mikroplastik fiber mendominasi pada Sephia pharaonis di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu (Mardiansyah et al., 2021).
Gambar 6. Bentuk mikroplastik yang ditemukan di saluran pencernaan gurita. A. Fragmen (400 ×); B1. Fiber (400 ×); B2. Fiber (400 ×); C. Pellet (400 ×)
Mikroplastik jenis fiber banyak berasal dari bahan polyamide, dan
polyethylene, yang berasal dari kegiatan perikanan berupa alat-alat pancing baik
dari tali pancing, jaring, dan pukat (Lusher et al., 2017). Mikroplastik jenis fiber juga banyak berasal dari bahan polyester dan nilon, bahan ini berasal dari industri pakaian berupa sisa-sisa benang, dan dari limbah rumah tangga bekas mencuci pakaian yang masih mengandung beberapa benang pakaian yang terputus (Al-Lihaibi et al, 2019). Mikroplastik jenis fiber memiliki densitas yang yang cukup tinggi sehingga dapat berada didasar suatu perairan, sehingga dapat mengkontaminasi biota seperti gurita secara langsung ataupun tidak langsung melalui makanannya (Galloway et al, 2017). Oleh karena itu, mikroplastik jenis fiber mendominasi di luar permukaan tubuh gurita pada penelitian ini.
Mikroplastik jenis fragmen banyak berasal dari bahan polyprophylene, dan
polyethylene seperti botol plastik, pembungkus makanan, dan berbagai peralatan
yang terbuat dari plastik. Mikroplastik jenis fragmen merupakan hasil degradasi plastik yang berukuran besar dan memiliki berbagai macam bentuk seperti bentuk
yang tajam meruncing, membulat dengan permukaan yang lembut, ataupun dengan permukaan yang kasar (GESAMP, 2015). Mikroplastik jenis fragmen ini memiliki berbagai macam densitas yang membuatnya mengapung di perairan ataupun tenggelam di dasar perairan, sehingga mikroplastik ini dapat mengkontaminasi berbagai macam biota baik yang bergerak bebas ataupun yang berada di dasar perairan. Mikroplastik jenis fragmen dapat dengan mudah mengkontaminasi ikan planktivorous yang menganggap mikroplastik jenis fragmen adalah makanannya (Critchell & Hoogenboom, 2018). Mikroplastik jenis fragmen ini diduga mengkontaminasi gurita melalui mangsanya yang memakan biota bersifat planktivorous.
Mikroplastik jenis pellet ditemukan pada saluran pencernaan ketiga jenis gurita pada penelitian ini. Mikroplastik jenis pellet berasal dari material mentah industri plastik yang akan diolah melalui proses percetakan material (Mugilarasan
et al, 2015). Selain itu, mikroplastik jenis pellet berasal dari degradasi plastik
dengan sifat yang keras seperti polyprophylene (GESAMP, 2015). Mikroplastik jenis pellet memiliki densitas yang tinggi sehingga tenggelam menyatu dengan sedimen. Mikroplastik jenis pellet ditemukan didalam saluran pencernaan gurita dapat disebabkan tertelan secara langsung saat memangsa ataupun secara tidak langsung melalui makanannya yang terkontaminasi mikroplastik jenis pellet. Mikroplastik jenis pellet tidak banyak ditemukan pada saluran pencernaan gurita ketiga jenis yang didapatkan. Hal ini disebabkan banyaknya mikroplastik jenis pellet tersapu kearah pantai, dilaporkan bahwa mikroplastik jenis pellet ini dapat ditemukan diseluruh pantai di dunia (Holmes et al., 2012; Zhang et al., 2015).
4.4 Hubungan Parameter Panjang dan Berat Tubuh Gurita dengan Jumlah Mikroplastik
Hasil identifikasi gurita yang didapatkan dari perairan Pulau Pramuka sebanyak 10 individu dan terdapat 3 jenis gurita. Berat gurita yang ditemukan berkisar antara 0.4 – 1.3 kg. C. indicus memiliki berat yang paling tinggi sebesar 1.3 kg, dan berat yang paling rendah yaitu 0.4 kg pada jenis C. taiwanicus. Selain itu, panjang total tubuh yang ditemukan berkisar antara 27 – 95 cm.
Berdasarkan hasil panjang dan berat yang gurita dapat dikaitkan dengan adanya kontaminasi mikroplastik menggunakan uji korelasi. Hasil tersebut menunjukkan nilai 0.007 bahwa pengaruh antara berat dan jumlah mikroplastik di permukaan tubuh gurita sangat rendah dan pengaruh berat tubuh dengan mikroplastik di saluran pencernaan tidak memiliki hubungan dengan nilai yang ditunjukan yaitu -0.039. Hubungan antara panjang total jumlah mikroplastik pada gurita menunjukkan nilai -0.245 dan -0.155 bahwa tidak ada hubungan antara panjang total gurita dengan total jumlah mikroplastik yang ditemukan pada saluran pencernaan dan luar permukaan tubuh. Hal ini dapat disebabkan karena pola hidup yang dimiliki gurita sejak lahir sudah menjadi predator aktif (Dickel et al., 2013). Konsumsi mikroplastik dapat dilihat dari faktor lain yaitu tergantung dari seberapa banyak cemaran tersebut berada dalam habitat hidupnya. Menurut penelitian sebelumnya bahwa panjang tubuh tidak memiliki hubungan dengan konsumsi mikroplastik spesimen tetapi kuantitas mikroplastik dapat disebabkan oleh tipe habitat dari biota yang diamati (Güven et al., 2017; Foekema et al., 2013; Sbrana et al., 2020).
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kelimpahan mikroplastik pada permukaan tubuh dan usus gurita didominasi pada jenis Cistopus taiwanicus, sedangkan yang paling sedikit yaitu pada Cistopus
indicus. Bentuk mikroplastik yang ditemukan berupa fragmen, fiber dan pellet. Fiber
merupakan bentuk mikroplastik yang paling mendominasi pada semua jenis gurita. Bentuk mikroplastik yang paling sedikit ditemukan yaitu pellet. Dari hasil analisis korelasi pearson didapatkan bahwa tidak adanya hubungan antara panjang dan berat tubuh tubuh gurita terhadap mikroplastik. Hal tersebut menunjukkan semakin panjang dan berat tubuh gurita tidak menentukan banyak mikroplastik yang ditemukan.
5.2. Saran
Perlu dilakukan pengujian lanjut terhadap partikel mikroplastik untuk mengetahui adanya senyawa lain yang terdapat pada partikel mikroplastik yang ditemukan. Perlu dilakukan penelitian mengenai dampak toksikologis secara langsung terhadap biota laut dan manusia agar tercipta ketahanan dan keamanan pangan pada biota laut. Perlu adanya pengurangan penggunaan plastik dalam kehidupan sehari – hari, pembuangan sampah dan pengelolaan sampah yang benar agar dapat tertangani dengan baik serta tidak mencemari perairan yang berujung ke laut. Perlu adanya kajian mengenai standar polutan mikroplastik yang aman terkandung pada biota laut yang dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Abbasi, S., Soltani, N., Keshavarzi, B., Moore, F., Turner, A., & Hassanaghaei, M. (2018). Microplastics in different tissues of fish and prawn from the Musa Estuary, Persian Gulf. Chemosphere, 205, 80–87.
Abidli, S., Lahbib, Y., & Trigui El Menif, N. (2019). Microplastics in commercial molluscs from the lagoon of Bizerte (Northern Tunisia). Marine Pollution
Bulletin, 142, 243–252.
Accogli, G., Scillitani, G., Mentino, D., & Desantis, S. (2017). Characterization of the skin mucus in the common octopus Octopus vulgaris (Cuvier) reared paralarvae.
European Journal of Histochemistry, 61(3), 204–214.
Ahmann, D., & Dorgan, J. R. (2007). Bioengineering for pollution prevention through development of biobased energy and materials state of the science report. Industrial Biotechnology, 3(3), 218–259.
Akkaynak, D., Allen, J. J., Mäthger, L. M., Chiao, C. C., & Hanlon, R. T. (2013). Quantification of cuttlefish (Sepia officinalis) camouflage: A study of color and luminance using in situ spectrometry. Journal of Comparative Physiology A:
Neuroethology, Sensory, Neural, and Behavioral Physiology, 199(3), 211–225.
Al-Lihaibi, S., Al-Mehmadi, A., Alarif, W. M., Bawakid, N. O., Kallenborn, R., & Ali, A. M. (2019). Microplastics in sediments and fish from the Red Sea coast at Jeddah (Saudi Arabia). Environmental Chemistry, 16, 641-650.
Almonacid, E., Solari, A., Santana-del-pino, A., & Castro, J. J. (2009). Sex identification and biomass reconstruction from the cuttlebone of Sepia officinalis.
Journal Marine Biodiversity Records.
Andrady, A. L. (2011). Microplastics in the marine environment. Marine Pollution
Bulletin, 62(8), 1596–1605.
Bakir, A., Rowland, S. J., & Thompson, R. C. (2014). Enhanced desorption of persistent organic pollutants from microplastics under simulated physiological conditions. Environmental Pollution, 185, 16–23.
Barboza, L. G. A., Dick Vethaak, A., Lavorante, B. R. B. O., Lundebye, A. K., & Guilhermino, L. (2018). Marine microplastik debris: An emerging issue for food security, food safety and human health. Marine Pollution Bulletin, 133, 336–348. Bessa, F., Barría, P., Neto, J. M., Frias, J. P. G. L., Otero, V., & Sobral, P. (2018). Occurrence of microplastics in commercial fish from a natural estuarine environment Occurrence of microplastics in commercial fish from a natural estuarine environment. Marine Pollution Bulletin, 128, 575–584.
a trophic food web experiment: CYP1A induction and visual tracking of persistent organic pollutants. Environmental Toxicology and Chemistry, 35(7), 1656–1666. Brown, A., Yani, A. H., Rengi, P., Hutauruk, R. M., Windarti., Granico, J., Sala, R.,
Dewanti, L. P., Khan, A. M. (2020). Effects of different operation time and shape of octopus bubu on the total catch of octopus (Octopus cyanea). AACL
Bioflux, 13(4)
Browne, M. A., Galloway, T., & Thompson, R. C. (2007). Microplastik-an emerging contaminant of potential concern?. Integrated Environmental Assessment and
Managemen,t 3, 559-566.
Browne, M. A., Dissanayake, A., Galloway, T. S., Lowe, D. M., & Thompson R. C. (2008). Ingested microscopic plastik translocates to the circulatory system of the mussel, Mytilus edulis (L.). Environment Science Technology, 42, 5026-5031.
Browne, M. A., Crump, P., Niven, S. J., Teuten, E., Tonkin, A., Galloway, T. S., & Thompson, R, C. (2011). Accumulation of microplastic on shrolines worldwide: sources and sinks. Environmental Science Technology, 45(21), 9175-9179.
Carbery, M., O’Connor, W., & Palanisami, T. (2018). Trophic transfer of microplastics and mixed contaminants in the marine food web and implications for human health. Environment International, 115, 400–409.
Carson, H. S., Nerheim, M. S., Carroll, K. A., & Eriksen, M. (2013). The plastic- associated microorganisms of the North Pacific Gyre. Marine Pollution Bulletin, 75(1–2), 126–132.
Chan, H. S. H., Dingle, C., & Christelle. (2019). Evidence for non-selective ingestion of microplastic in demersal fish. Marine Pollution Bulletin, 149, 110523.
Cole, M., Lindeque, P., Fileman, E., Halsband, C., Goodhead, R., Moger, J., & Galloway, T. S. (2013). Microplastik Ingestion by Zooplankton. Enviromental
Science & Technology, 47, 6646–6655.
Cole, M., Lindeque, P., Halsband, C., & Galloway, T. S. (2011). Microplastics as contaminants in the marine environment: A review. Marine Pollution Bulletin, 62(12), 2588–2597.
Claessens, M., Cauwenberghe, L. Van, Vandegehuchte, M. B., & Janssen, C. R. (2013). New techniques for the detection of microplastics in sediments and field collected organisms. Marine Pollution Bulletin, 70(1–2), 227–233.
Critchell, K., & Hoogenboom, M. O. (2018). Effects of microplastic exposure on the body condition and behaviour of planktonivorous reef fish (Acanthochromis
polyacanthus). PLoS ONE, 13(3):e0193308.
De Sá, L. C., Oliveira, M., Ribeiro, F., Rocha, T. L., & Futter, M. N. (2018). Studies of the effects of microplastics on aquatic organisms: What do we know and where should we focus our efforts in the future? Science of the Total Environment, 645, 1029–1039.
Devriese, L. I., van der Meulen, M. D., Maes, T., Bekaert, K., Paul-Pont, I., Frère, L.,… Vethaak, A. D. (2015). Microplastik contamination in brown shrimp (Crangon crangon, Linnaeus 1758) from coastal waters of the Southern North Sea and Channel area. Marine Pollution Bulletin, 98(1–2), 179–187.
EFSA CONTAM Panel (EFSA Panel on Contaminants in the Food Chain). (2016) Presence of microplastics and nanoplastics in food, with particular focus on seafood. EFSA Journal, 14(6), 4501.
Eriksen, M., Lebreton, L. C. M., Carson, H. S., Thiel, M., Moore, C. J., Borerro, J. C., Ryan, P. G. (2014). Plastik Pollution in the World ’ s Oceans : More than 5 Trillion Plastik Pieces Weighing over 250,000 Tons Afloat at Sea. PLOS ONE, 9(12), 1– 15.
FAO Species Catalogue. (1993). Vol. 3. Cephalopods Of The World (Octopods and
Vampire Squids). An Annotated And Illustrated Catalogue Of Cephalopod Species Known To Date. Rome: Food and Agriculture Organization.
Foekema, E. M., Gruijter, C. De, Mergia, M. T., Franeker, J. A. Van, Murk, A. J., & Koelmans, A. A. (2013). Foekema EM. Plastic in North Sea Fish. Environmenrtal
Science & Technology, 47, 8818–8824.
Frias, J. P. G. L., & Nash, R. (2019). Microplastics : Finding a consensus on the definition. Marine Pollution Bulletin, 138, 145–147.
Galloway, T. S., Cole, M., & Lewis, C. (2017). Interactions of microplastic debris throughout the marine ecosystem. Nature Ecology & Evolution, 1(5),0116. GESAMP. (2015). Sources, fate and effects of MP in the marine
environment. (IMO/FAO/UNESCO-IOC/UNIDO/WMO/IAEA/UN/UNEP/UNDP
Joint Group of Experts on the Scientific Aspects of Marine Environmental Protection)., 90, 96. Retrieved from www.imo.org
Gestal, C., Pascual, S., Guerra, A., Fiorito, G., & Vieites, J. M. (2019). Handbook of pathogens and diseases in cephalopods. ANFACO-CECOPESCA and Regional
Ministry for Maritime Affairs.
Geyer, R., Jambeck, J. R., & Law, K. L. (2017). Production, use, and fate of all plastics ever made. Science Advance, 3, 25–29.
Goldberg, E. D. (1995). The health of the ocean-a 1994 update. Chemical Ecology, 10, 3-8.
occurrence in the gastrointestinal tract of fish. Environmental Pollution, 223, 286– 294.
Hassanpour, M., & Unnisa, S. A. (2017). Plastics; Applications, Materials, Processing and Techniques. Plastik Surgery Mod Tech, 2017(02).
He, D., Luo, Y., Lu, S., Liu, M., Song, Y., & Lei, L. (2018). Microplastics in soils: Analytical methods, pollution characteristics and ecological risks. TrAC - Trends
in Analytical Chemistry, 109, 163–172.
Holmes, L. A., Turner, A., & Thompson, R. C. (2012). Adsorption of metal trace to plastic resin pellets in the marine environment. Environmental Pollution, 160, 42-48.
InSWA (Indonesia Solid Waste Association). (2013). Indonesia solid waste newsletter: untuk Indonesia lebih bersih edisi 2.
Jambeck, J. R., Geyer, R., Wilcox, C., Siegler, T. R., Perryman, M., Andrady, A., & Law, K. L. (2015). Plastik waste inputs fron land into the ocean. Sciencemag.
347(6223).
Jiang, C., Yin, L., Wen, X., Du, C., Wu, L., Long, Y., Pan, H. (2018). Microplastics in sediment and surface water of west dongting lake and south dongting lake: Abundance, source and composition. International Journal of Environmental
Research and Public Health, 15(10), 1–15.
KKP. (2018). Produktivitas perikanan indonesia. Evaluasi Pelaksanaan Anggaran
Tahun 2017. Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Koelmans, A., Gouin, T., Thompson, R. C., & Arthur C. (2014). Plastics in the marine environment: ET&C perspectives. Environmental Toxycology and
Chemistry, 33(1): 5-10.
Koongolla, J. B., Lin, L., Pan, Y. F., Yang, C. P., Sun, D. R., Liu, S., … Li, H. X. (2020). Occurrence of microplastics in gastrointestinal tracts and gills of fish from Beibu Gulf, South China Sea. Environmental Pollution, 258, 113734.
Lee, M., Lin, C., Chiao, C., & Lu, C. (2016). Reproductive Behavior and Embryonic Development of the Pharaoh Cuttlefish, Sepia pharaonis (Cephalopoda : Sepiidae) Reproductive Behavior and Embryonic Development of the Pharaoh Cuttlefish, Sepia pharaonis (Cephalopoda : Sepiidae). Zoological Studies, 55(41). Lei, L., Wu, S., Lu, S., Liu, M., Song, Y., Fu, Z., He, D. (2018). Microplastic particles cause intestinal damage and other adverse effects in zebrafish Danio rerio and nematode Caenorhabditis elegans. Science of the Total Environment, 619–620, 1–8.