• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: ELFINE TAMPUBOLON Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: ELFINE TAMPUBOLON Abstrak"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Manajemen Pendidikan Vol.9 No.1 Juni 2017 13

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU EKONOMI

MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE JIGSAW MELALUI SUPERVISI KLINIS DENGAN

PENDEKATAN KOLABORATIF DI SMA NEGERI 1

SUMBUL DAN SMA NEGERI 1 SILAHISABUNGAN

KABUPATEN DAIRI

Oleh:

ELFINE TAMPUBOLON elfine1307@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan guru ekonomi dalam menerapkan model pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw melalui supervisi klinis dengan pendekatan kolaboratif di SMA Negeri 1 Sumbul dan SMA Negeri 1 Silahisabungan Kabupaten Dairi. Subjek penelitian ini adalah guru-guru mata pelajaran ekonomi di SMA Negeri Negeri 1 Sumbul dan SMA Negeri 1 Silahisabungan Kabupaten Dairi yang berjumlah lima orang. Fokus penelitian adalah penerapan supervisi klinis dengan pendekatan kolaboratif untuk meningkatkan kemampuan guru ekonomi dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan kemampuan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan sekolah yang dilaksanakan sebanyak dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yakni: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah instrumen telaah RPP dan lembar observasi kemampuan guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Hasil penelitian menunjukkan pada siklus Irata-rata nilai kemampuan guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)adalah 81,25 dengan kategori baik, dan kemampuan guru menerapkan model pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe jigsawadalah75,00 dengan kategori cukup. Pada siklus II rata-rata nilai kemampuan guru dalam menyusun RPP sebesar 93,23 dengan kategori amat baik, dan kemampuan guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsawadalah89,09 dengan kategori baik. Dengan demikian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan supervisi klinis dengan pendekatan kolaboratif dapat meningkatkan kemampuan guru ekonomi dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw di SMA Negeri 1 Sumbul dan SMA Negeri 1 Silahisabungan Kabupaten Dairi.

Pendahuluan

Pendidikan merupakan

investasi masa depan suatu bangsa. Pendidikan yang

berkualitas tinggi akan membentuk generasi penerus

yang mampu membangun

(2)

Jurnal Manajemen Pendidikan Vol.9 No.1 Juni 2017 14 Tujuan pendidikan di Indonesia

adalah membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang Pancasilais yang dimotori oleh pengembangan diri, mencintai prestasi tinggi, punya etos kerja, kreatif dan produktif serta puas akan sukses yang dicapai.

Menurut Sahertian (2009:1), salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ialah melalui proses pembelajaran di sekolah dimana guru

merupakan komponen sumber daya

manusia yang harus dibina dan

dikembangkan terus-menerus.

Namun kenyataan di lapangan menunjukkan hal yang belum sesuai dengan yang diharapkan. Rendahnya kinerja guru ini diduga karena rendahnya penguasaan materi pembelajaran dan keterampilan mengajar. Guru masih mengajar dengan metode pembelajan

konvensional yang mengakibatkan

pembelajaran menjadi monoton dan membosankan.

Seyogyanya guru harus mampu menyajikan proses pembelajaran dengan melibatkan langsung peran siswa secara aktif. Salah satu model pembelajaran yang telah umum digunakan dalam proses belajar mengajar di sekolah adalah model pembelajaran kooperatif. Salah satu variasi dalam model pembelajaran kooperatif adalah tipe jigsaw.

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah model pembelajaran yang membangun kelas sebagai komunitas

belajar yang menghargai semua

kemampuan siswadan menjadikan siswa termotivasi untuk belajar. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki kelebihan diantaranya melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat, memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan kelompok lain dan setiap siswa saling mengisi satu sama lain.

Pada observasi awal ditemukan bahwa dari kelima guru yang diobservasi di SMA Negeri 1 Sumbul dan SMA Negeri 1 Silahisabungan Kabupaten Dairi ternyata

belum mampu menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan baik. Data ini juga didukung dengan uraian kegiatan pembelajaran pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang masih bersifat klasikal dan belum memuat langkah-langkah pelaksanaan model pembelajara kooperatif tipe jigsaw.

Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu ada upaya yang sungguh-sungguh dalam rangka membantu para guru dalam menerapakan strategi dan model pembelajaran serta keterampilan mengajar yang sesuai dengan kebutuhan materi pembelajaran. Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah melalui kegiatan supervisi.

Dunia pendidikan tidak dapat terlepas dari supervisi pendidikan karena ilmu dan teknologi pendidikan selalu berkembang yang memungkinkan para guru menjadi tertinggal jika tidak dibantu oleh supervisor. Fokus utama dalam supervisi pendidikan adalah untuk

memperbaiki dan membina proses

pembelajaran guru sehingga menghasilkan pendidikan yang berkualitas.

Masalah yang dihadapi dalam melaksanakan supervisi di lingkungan pendidikan adalah bagaimana cara mengubah pola pikir yang bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif. Seorang supervisor diharapkan mampu meningkatkan dan mengembangkan kemampuan guru dalam menjalankan profesinya, tidak mendikte, menggurui ataupun mengatur guru namun mengambil tindakan untuk menyadarkan

sehingga dengan sendirinya guru

mengetahui kelemahannya dan

menemukan sendiri cara untuk mengatasi kendala yang dihadapinya.

Salah satu model supervisi adalah supervisi klinis. Inti bantuan terpusat pada perbaikan penampilan dan perilaku mengajar guru. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kolaboratif yang memadukan pendekatan direktif (langsung) dan pendekatan non-direktif (tidak langsung) dimana supervisor

(3)

Jurnal Manajemen Pendidikan Vol.9 No.1 Juni 2017 15 bersepakat untuk menetapkan struktur,

proses dan kriteria dalam membahas masalah yang dihadapi oleh guru. Dengan demikian diharapkan supervisi klinis dengan pendekatan kolaboratif ini akan dapat meningkatkan kemampuan mengajar

guru dalam menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

KAJIAN TEORETIS

Hakikat Kemampuan Guru Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

a. Kemampuan Guru

Menurut Robbins (2008:57), kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan atau kompetensi merujuk pada satu pengertian yaitu kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam melakukan sesuatu.

Sedangka Muhaimin (2004: 151)

menjelaskan kompetensi adalah

seperangkat tindakan intelijen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu.

Apabila dikaitkan dengan proses mengajar sebagai profesi, kemampuan yang harus dimiliki guru mencakup aspek yang sangat luas dan spesifik. Kemampuan ini sangat mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan tugas pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, secara umum kinerja guru dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan seorang guru dalam menjalankan tugasnya serta menggambarkan adanya suatu perbuatan yang ditampilkan guru dalam atau selama aktivitas pembelajaran..

Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menegaskan bahwa

kompetensi adalah seperangkat

pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dan dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Sejalan dengan

itu, Finch & Crunkilton (1979: 222) sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003: 38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.

Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Mulyasa (2011: 35) menyatakan bahwa guru sangat berperan dalam membantu perkembangan siswa atau peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karena setiap orang membutuhkan orang lain

dalam perkembangannya. Untuk

memenuhi harapan tersebut, guru harus mampu memaknai pembelajaran serta menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik.

Agar proses pembelajaran berhasil sesuai dengan yang diharapkan, guru seharusnya memiliki berbagai kemampuan

untuk mencapai tujuan

pembelajaran.Kompetensi pedagogik

berkenaan dengan keterampilan mengelola kelas dimana guru dituntut dapat berperan sebagai perancang pembelajaran (designer

on instruction), pengelola pembelajaran

(manager of instruction), dan penilai prestasi belajar peserta didik (evaluator of

student learning).

Mulyasa (2011: 41-43) menyatakan bahwa guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal berikut yaitu: (1) guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak dicapai; (2) guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran; (3) guru harus memaknai kegiatan belajar; dan (4) guru harus melaksanakan penilaian.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru menerapkan pembelajaran merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam

(4)

Jurnal Manajemen Pendidikan Vol.9 No.1 Juni 2017 16

pembelajaran. Kemampuan tersebut

meliputi kemampuan dalam merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dengan strategi, pendekatan dan model tertentu, serta kemampuan mengevaluasi pembelajaran, sehingga guru dapat

mempertanggungjawabkan apa yang

dilakukannya.

b. Model Pembelajaranm Kooperatif Model adalah suatu objek atau

konsep yang digunakan untuk

mempresentasikan sesuatu hal. Istarani (2011: 1) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar.

Cara guru melakukan suatu

kegiatan pembelajaran mungkin

memerlukan pendekatan, metode dan model pembelajaran yang berbeda dengan pembelajaran lainnya. untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan.

Istilah model pembelajaran

mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yaitu: (1) Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur, 2000: 9).

Model pembelajaran dapat

dijadikan pola artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai untuk mencapai tujuan pendidikannya Ciri-ciri model pembelajaran yang baik antara

lain adalah: (1) adanya keterlibatan intelektual – emosional peserta didik melalui kegiatan mengalami, menganalisis, berbuat dan pembentukan sikap; (2) adanya keikutsertaan peserta didik secara aktif dan kreatif selama pelaksanaan model pembelajaran; (3) guru bertindak sebagai fasilitator, koordinator, mediator dan motivator kegiatan belajar peserta didik; dan (4) penggunaan berbagai metode, alat dan media pembelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu pola atau rencana yang menggambarkar prosedur, baik dalam mengorganisasikan materi pelajaran maupun kegiatan siswa, dan dijadikan pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran di kelas untuk menghasilkan pencapaian tujuan yang telah diprogramkan.

Pembelajaran kooperatif bukanlah sesuatu yang baru. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks.

Ide utama dari belajar kooperatif adalah siswa bekerjasama untuk belajar dan bertanggungjawab pada kemajuan belajar temannya. Belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi (Slavin, 1995).

Menurut Johnson & Johnson (1994) dan Sutton (1992), terdapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu: (1) Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa; (2) Interaksi antar siswa yang semakin meningkat; (3) Adanya tanggungjawab individual dalam belajar kelompok; (4) Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil; dan (5) Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok.

(5)

Jurnal Manajemen Pendidikan Vol.9 No.1 Juni 2017 17 c. Model Pembelajaran Kooperatif tipe

Jigsaw (Tim Ahli)

Salah satu dari variasi dari model pembelajaran kooperatif adalah tipe jigsaw. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aoroson dkk dari Universitas Texas dan diadopsi oleh Slavin dkk di Universitas John Hopkins.

Tipe jigsaw adalah salah satu

tipepembelajaran kooperatif yang

dijalankan melalui kelompok kecil siswa yang bekerja sama dalam menciptakan kondisi belajar untuk mencapai tujuan

pembelajaran dan mendapatkan

pengalaman belajar yang maksimal baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini setiap siswa menjadi anggota dari 2 kelompok, yaitu anggota kelompok asal dan anggota kelompok ahli. Anggota kelompok asal terdiri dari 5-6orang siswa yang setiap anggotanya diberi nomor kepala 1-5. Nomor kepala yang sama pada kelompok asal berkumpul pada suatu kelompok yang disebut kelompok ahli.

Langkah-langkah dalam

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah:

1. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (dalam setiap kelompok, anggotanya berjumlah antara 5-6 orang siswa) 2. Materi pelajaran diberikan kepada

siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab. 3. Setiap anggota kelompok membaca

subbab yang ditugaskan dan

bertanggungjawab untuk

mempelajarinya.

4. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.

5. Setiap anggota kelompok lain ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya. 6. Pada pertemuan dan diskusi kelompok

asal, siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu.

Hakikat Supervisi Klinis dengan Pendekatan Kolaboratif

a. Pengertian Supervisi Klinis

Supervisi klinis mula–mula diperkenalkan dan dikembangkan oleh Morris L. Cogan, Robert Goldhammer dan Richarct Weller di Universitas Harvard. Salah satu karakter supervisi klinis adalah terciptanya hubungan kolegial antara

supervisor dengan guru sehingga

diharapkan komponen guru akan dapat menerima supervisor sebagai partner untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi dalam setiap proses pembelajaran.

Morries Cogan (1973:9)

sebagaimana dikutip Lovell dan Wiles (1983:168) mendefinisikan supervisi klinis sebagai berikut:

Clinical supervision may therefore be defined as the rationale and practice designed to improve the teacher’s classroom performance. It takes its principal data from the events of the classroom. The analysis of these data and the relationship between teacher and supervisor from the basis of the program, procedures and the strategies designed to improve the student’s learning by improving the teacher’s classroom behavior.

Berdasarkan defenisi di atas, Cogan menekankan bahwa supervisi klinis

merupakan upaya langsung untuk

membantu guru bekerja sama secara efektif bersama kelompok peserta didik tertentu melalui observasi dan analisis tindakan peserta didik dan guru dalam proses belajar mengajar.

Dalam proses pembelajaran tidak seorang gurupun yang dapat terbebas dari masalah. Masalah-masalah yang dihadapi

guru dalam proses pembelajaran

diibaratkan sebagai penyakit dan guru yang menghadapi kesulitan tersebut sebagai orang sakit, maka dokternya adalah para supervisor.

Kemdikbud (2013:11) juga

mendefinisikan supervisi klinis sebagai supervisi yang dilakukan berdasarkan

(6)

Jurnal Manajemen Pendidikan Vol.9 No.1 Juni 2017 18 adanya keluhan atau masalah dari guru

yang disampaikan kepada supervisor. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa supervisi klinis adalah suatu proses pembimbingan atau layanan bantuan yang sifatnya manusiawi, fleksibel, terus-menerus dan memiliki komitmen untuk memperbaiki proses pembelajaran yang bertujuan membantu pengembangan profesional guru melalui observasi dan analisis data secara objektif dan teliti.

Kemdikbud(2013:12) menyebutkan ada empat ciri-ciri supervisi klinis yakni: (1) bantuan yang diberikan bukan bersifat instruksi atau memerintah, tetapi terciptanya hubungan yang manusiawi sehingga guru-guru memiliki rasa aman; (2) apa yang disupervisi itu timbul dari guru itu sendiri karena dia memang membutuhkan bantuan itu; (3) satuan tingkah laku mengajar yang dimiliki guru merupakan satuan yang terintegrasi, sehingga terlihat kemampuan yang secara spesifik harus diperbaiki; dan (4) suasana dalam pemberian supervisi adalah suasana yang penuh dengan kehangatan, kedekatan dan keterbukaan.

Menurut Pidarta (2009:128-130), supervisi klinis mempunyai ciri-ciri khusus. Ciri-ciri yang dimaksud sebagai berikut: (a) waktu untuk melaksanakan supervisi atas dasar kesepakatan; (b) supervisi ini bersifat individual; (c) guru yang disupervisi adalah guru yang kondisi atau kemampuannya sangat rendah; (d) ada pertemuan awal dengan guru yang akan disupervisi; (e) dibutuhkan kerja sama

yang harmonis antara guru yang

disupervisi dengan supervisor; (f) hal-hal yang disupervisi bersifat spesifik dan khas;

(g) untuk memperbaiki kelemahan

dibutuhkan hipotesis; (h) lama proses supervisi minimal dalam satu kali pertemuan guru mengajar dalam kelas; (i) proses supervisi adalah seorang guru mengajar diobservasi oleh seorang supervisor; (j) dalam proses supervisi, supervisor tidak boleh mengintervensi guru yang sedang mengajar; (k) ada pertemuan balikan untuk membahas hasil supervisi; (l)

pada pertemuan balikan, supervisor memberikan penguatan kepada guru tentang hal-hal yang telah berhasil ia perbaiki; (m) pertemuan balikan diakhiri dengan tindak lanjut bertalian dengan hasil-hasil supervisi; dan (n) pertemuan balikan dapat dihadiri oleh guru-guru lain yang berminat meningkatkan pengetahuan mereka.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri supervisi klinis antara lain adalah: (1) diberikan kepada guru-guru yang lemah kemampuan mengajarnya; (2) kelemahan yang akan diperbaiki harus dilakukan satu-persatu; (3) didasarkan atas kesepakatan antara supervisor dengan guru; (4) bertujuan untuk memperbaiki aspek perilaku mengajar; dan (5) umpan balikan diberikan dengan segera dan obyektif.

b. Supervisi Klinis dengan Pendekatan Kolaboratif

Menurut Imron (2012:81),

pandangan collaborative dalam supervisi akademik mendasarkan asumsi-asumsi yang digunakan dalam psikologi kognitif. Menurut pandangan kolaboratif, di dalam supervisi akademik terdapat kedaulatan yang seimbang antara supervisor dan guru.

Pidarta (2009:148-149) menyatakan bahwa pendekatan kolaboratif adalah cara

atau pendekatan yang memadukan

pendekatan direktif dengan non-direktif. Pendekatan kolaboratif adalah pendekatan yang mengutamakan kerja sama antar guru dan pengawas yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas profesional guru maupun pengawas.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa supervisi klinis dengan pendekatan kolaboratif adalah supervisi pembelajaran yang dimulai dengan suatu tahap pertemuan tatap muka antara supervisor dengan guru untuk membahas tentang hal mengajar di dalam kelas guna perbaikan pembelajaran dan pengembangan profesi di mana terdapat peranan yang seimbang baik di pihak supervisor maupun guru.

(7)

Jurnal Manajemen Pendidikan Vol.9 No.1 Juni 2017 19 c. Proses Supervisi Klinis

Langkah-langkah dalam supervisi klinis dengan pendekatan kolaboratif adalah sebagai berikut (Glickman et al: 2010: 163-166):

a. Identifying, supervisor

mengidentifikasi permasalahan

berdasarkan persepsi guru.

b. Listening, supervisor mendengarkan dan memahami ungkapan dari guru. c. Reflecting, supervisor menyimpulkan

ungkapan dari guru

d. Presenting, supervisor menjelaskan kembali apa yang telah diungkapkan oleh guru berdasarkan persepsi

supervisor.

e. Clarifying, supervisor mengklarifikasi apakah persepsi supervisor sama dengan guru.

f. Problem solving, supervisor dan guru bertukar pendapat dalam pemecahan masalah.

g. Encouraging, supervisor memberikan kesempatan kepada guru untuk membantah pendapat supervisor. h. Negotiating, supervisor dan guru

memutuskan kegiatan yang akan dilakukan dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh guru.

i. Standardizing, supervisor dan guru menyepakati tindak lanjut yang akan dilaksanakan.

j. Reflecting, supervisor menyimpulkan hasil diskusi dan bertanya apakah guru sudah sepakat dengan hasil kesimpulan dari supervisor.

Pelaksanaan supervisi klinis dilakukan melalui tiga tahap (siklus) yakni: a. Siklus I (pertemuan awal)

Inti dari siklus I adalah supervisor dan guru mereviu/mengulas kembali kesepakatan pada tahap persiapan. b. Siklus II (observasi di kelas)

Setelah direviu kembali kesepakatan antara supervisor dengan guru, kemudian guru mengajar di kelas dan supervisor mengamati, merekam kegiatan guru selama mengajar dengan cara mengisi lembar observasi dan bisa juga dengan merekam kegiatan

pembelajaran dengan kamera digital atau handycam.

c. Siklus III (pertemuan akhir/balikan) Kegiatan akhir dari supervisi klinis adalah balikan (refleksi) di mana guru dan supervisor mendiskusikan kembali proses pembelajaran yang sudah

dilaksanakan oleh guru,

mengungkapkan kelebihan dan

kelemahan pada saat proses

pembelajaran di kelas.

METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sumbul dan SMA Negeri 1 Silahisabungan Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian dijadwalkan dari bulan April 2016 sampai dengan bulan Agustus 2016.

B. Subjek Penelitian

Guru yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah guru mata pelajaran Ekonomidi SMA Negeri 1 Sumbul dan SMA Negeri 1 Silahisabungan Kabupaten Dairi yakni sebanyak 5 (lima) orang, yang dirincikan sebagai berikut:

No Nama Sekolah Jumlah Guru Ekonomi 1 SMA Negeri 1 Sumbul 3 2 SMA Negeri 1 Silahisabungan 2 Jumlah Total 5

C. Desain Penelitian Tindakan

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan dengan strategi siklus.

D. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitianini adalah:

(8)

Jurnal Manajemen Pendidikan Vol.9 No.1 Juni 2017 20 a. Observasi

b. Wawancara c. Dokumentasi

2. Alat Pengumpulan Data

1) Lembar observasi telaah RPP 2) Lembar observasi kemampuan guru

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

3) Lembar observasi pelaksanaan supervisi klinis.

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sumbul dan SMA Negeri 1 Silahisabungan Kabupaten Dairi. Siklus I dilaksanakan mulai tanggal 21 Juli 2016 sampai dengan 13 Agustus 2016 dan siklus II dilaksanakan mulai tanggal 15 Agustus sampai dengan 31 Agustus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yakni: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

Dalam penelitian ini pengawas sekolah bidang studi Ekonomi bertindak sebagai pelaku utama atau supervisor dalam melakukan penelaahan terhadap RPP yang telah disusun guru dan observasi kelas untuk melihat kemampuan guru

menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw.

Hasil analisis data dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pra Siklus

Pada pra siklus terlihat bahwa rata-rata nilai kemampuan guru dalam proses pembelajaran masih sangat kurang. Hal tersebut terlihat dari rata-rata nilai kemampuan guru menyusun RPP adalah 53,75 dengan kategori sangat kurang. Sedangkan rata-rata nilai kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah 43,64 dengan kategori sangat kurang. Rendahnya

kemampuan guru dalam proses

pembelajaran tersebut terlihat pada hampir semua aspek penilaian (lampiran 4 dan

lampiran 5). Hal ini secara umum

disebabkan karena guru belum pernah atau jarang menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw dalam proses pembelajaran sebelumnya. Beberapa di antara mereka menganggap bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah model pembelajaran yang baru. Namun ada juga guru yang sudah pernah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam proses pembelajaran sebelumnya tetapi dalam pelaksanaannya tidak mengikuti sintaks pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw tersebut sehingga pembelajaran tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. 2. Siklus I

Pada siklus I, pengawas selaku supervisor melakukan tindakan berupa pendampingan dan pembinaan terhadap guru-guru ekonomi melalui supervisi klinis dengan pendekatan kolaboratif. Supervisi klinis dengan pendekatan kolaboratif tersebut bertujuan untuk membantu para guru mengatasi masalah yang mereka hadapi baik dalam menyusun RPP maupun dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

Siklus I menunjukkan penerapan supervisi klinis dengan pendekatan

kolaboratif untuk meningkatkan

kemampuan guru ekonomi dalam

merencanakan proses pembelajaran dan

menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw.

Dalam supervisi klinis dengan pendekatan kolaboratif ini, pengawas selaku supervisor mengutamakan kerjasama antara guru dan pengawas (supervisor) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas profesional

guru dan pengawas (supervisor)

bersangkutan. Pada pendekatan ini, baik guru maupun pengawas (supervisor) secara

bersama-sama bersepakat untuk

menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh guru.

Hasil yang diperoleh pada siklus I adalah meningkatnya rata-rata nilai kemampuan guru menyusun RPP menjadi 81,25 dengan kategori baik. Sedangkan rata-rata nilai kemampuan guru dalam

(9)

Jurnal Manajemen Pendidikan Vol.9 No.1 Juni 2017 21 kooperatif tipe jigsaw meningkat menjadi

75,00 dengan kategori cukup.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa penerapan supervisi klinis dengan

pendekatan kolaboratif mampu

meningkatkan kemampuan guru ekonomi dalam proses pembelajaran baik dalam menyusun RPP maupun dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Namun peningkatan tersebut belum mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya khususnya pada bagian menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sehingga perlu dilakukan tindakan pembimbingan kembali pada siklus II.

3. Siklus II

Siklus II merupakan upaya

perbaikan dari siklus I. Pada siklus II ini, pengawas (supervisor) kembali melakukan tindakan pembimbingan yang sama dengan siklus I yaitu melalui supervisi klinis dengan pendekatan kolaboratif.

Pada siklus II, hasil yang diperoleh adalah rata-rata nilai kemampuan guru menyusun RPP mencapai 93,23 dengan kategori amat baik, sedangkan rata-rata nilai kemampuan guru dalam

menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw meningkat menjadi 89,09 dengan kategoribaik. Hasil tersebut menunjukkan kemampuan guru ekonomi dalam menyusun RPP dan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw telah memenuhi indikator keberhasilan tindakan yang telah ditetapkan yaitu 80,00. Pembahasan hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa penerapan supervisi klinis dengan pendekatan kolaboratif dapat meningkatkan kemampuan guru ekonomi

menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw di SMA Negeri 1

Sumbul dan SMA Silahisabungan

Kabupaten Dairi. Peranan pengawas selaku supervisor dalam kegiatan supervisi klinis dengan pendekatan kolaboratif ini difokuskan pada perbaikan proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh masing-masing guru latih. Selain itu dalam menjalankan kegiatan supervisi ini,

bimbingan yang diberikan oleh pengawas (supervisor) kepada guru-gurutidak bersifat

instruksi atau perintah, tetapi

berusahamembina hubungan yang bersifat manusiawi dan menciptakansuasana yang akrab dan penuh keterbukaan hingga akhirnya memunculkan perubahan tingkah laku dan motivasi bagi guru-guru untuk meningkatkan kinerjanya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa supervisiklinis dengan pendekatan kolaboratif sangat efektif diterapkan dalam rangka mengatasi berbagai masalah yang dihadapi para guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bagian sebelumnya,

dapat diambil kesimpulan bahwa

penerapan supervisi klinis dengan

pendekatan kolaboratif dapat

meningkatkan kemampuan guru ekonomi di SMA Negeri 1 Sumbul dan SMA Negeri 1 Silahisabungan Kabupaten Dairi dalam

menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw dengan uraian sebagai berikut:

1. Rata-rata nilai kemampuan guru dalam

menyusun RPP dengan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw meningkat. Hal itu dibuktikan dengan hasil penelitian dimana pencapaian pada pra siklus hanya mencapai 53,75 dengan kategori sangat kurang, pada siklus I meningkat menjadi 81,25 dengan kategori baik dan pada siklus II meningkat menjadi 93,23 dengan kategori amat baik.

2. Rata-rata nilai kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw meningkat. Hal itu dibuktikan dengan hasil penelitian dimana pencapaian pada pra siklus hanya mencapai 43,64 dengan kategori

sangat kurang, pada siklus I meningkat menjadi 75,00 dengan kategori cukup dan pada siklus II meningkat menjadi 89,09 dengan kategori baik.

(10)

Jurnal Manajemen Pendidikan Vol.9 No.1 Juni 2017 22 DAFTAR PUSTAKA

Aedi, Nur. 2014. Pengawasan Pendidikan: Tinjauan Teori dan Praktik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Arikunto, Suharsimi. 2007.Prosedur

Penelitian. Jakarta: RinekaCipta.

Arends, Richard I. 1997. Classroom

Instructional Management. New York: The

Mc-Graw Hill Company.

.2001. Learning to Teach. New York: The Mc-Graw Hill Company.

Awalyatun, Rafiqah. 2015. Implementasi

Supervisi Klinis oleh Pengawas Sekolah pada Guru Mata Pelajaran Matematika SMA Negeri di Kota Takengon. Tesis: Program Studi

Administrasi Pendidikan Program

Pascasarjana - Universitas Negeri Medan.

Cogan, Morris. 1973. Clinical Supervision. Boston: Houghton Mifflin, Co.

Dalman, H. 2012. Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Rajawali Pers.

Glickman, Carl D, et al. 2010. Supervision

and Instructional Leadership: Eight Edition. Boston: Pearson.

Hamalik, Oemar. 2013. Proses Belajar

Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamruni. 2012. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan-Madani.

Ibrahim, M., Rachmadiarti, F., Nur, M.,

dan Ismono. 2000. Pembelajaran

Kooperatif. Surabaya: University

Press.

Imron, Ali. 2012. Supervisi Pembelajaran

Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Istarani, 2011. 58 Model Pembelajaran

Inovatif. Medan: Media Persada.

Johnson DW & Johnson, R, T. 1991.

Learning Together and Alone. Massachussetts: Allin and

Bacon.

Kardi, S dan Nur, M. 2000. Pengajaran

Langsung. Surabaya: University Press.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Supervisi Pembelajaran dan Manajerial Pada Kurikulum 2013.

Jakarta.

Lovell, John & Wiles Kimball. 1983.

Supervision for Better Schools: Fifth edition. New Jersey: Prentice-Hall,

Inc.

Majid, Abdul. 2005. Perencanaan

Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: Rosdakarya.

Muhaimin. 2004. Paradigma Pendidikan

Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis

Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

__________. 2011. Menjadi Guru

Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Musfah, Jejen. 2012. Peningkatan Kompetensi Guru. Jakarta: Kencana.

Pidarta, Made. 1992. Pemikiran tentang

Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

___________. 2009. Supervisi Pendidikan

(11)

Jurnal Manajemen Pendidikan Vol.9 No.1 Juni 2017 23 Prasojo, Lantip Diat dan Sudiyono. 2011.

Supervisi Akademik. Yogyakarta: Penerbit Gava Media.

Robbins, Stephen P & Timothy A. Judge. 2008. Prilaku Organisasi. Terjemahan oleh Diana Angelica dkk. Jakarta: Salemba Empat.

Sagala, Syaiful. 2010. Supervisi Pembelajaran: Dalam Profesi Kependidikan. Bandung: Alfabeta.

_____________. 2011. Kemampuan

Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta.

_____________. 2012. Supervisi

Pembelajaran: dalam Profesi Kependidikan. Bandung: Alfabeta. Sahertian, P. 2010. Konsep Dasar dan

Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Sanjaya, Wina. 2010. Pembelajaran dalam

Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana.

Sarimaya, Farida. 2008. Sertifikasi Guru,

Apa, Mengapa dan Bagaimana.

Bandung: Yrama Widya.

Slavin, Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik.

Terjemahan oleh Marianto Samosir. Jakarta: Indeks.

Sergiovanni, T. J. 1982. Supervision of

Teaching. Alexandria: Association for

Supervision and Curriculum

Development.

Sudarwan. 2012. Profesi Kependidikan. Bandung: Alfabeta.

Sudjana, Nana.2009. Standar Kompetensi

Pengawas Dimensi dan Indikator.

Bekasi: Binamitra Publishing.

. 2012. Supervisi Pendidikan: Konsep dan

Aplikasinya Bagi Pengawas Sekolah.

Bekasi: Binamitra Publishing.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat Publishing.

Trianto. 2009. Mendesain Model

Pembelajaran Inovatif-Progresif.

Jakarta: Prenada.

Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

P4TKN, Gedung LPPMP Lantai 3 Sayap Timur, Kampus Karangmalang Yogyakarta 55281. Telepon/Fax (0274) 550852 pesawat 144; Laman : sertifikasiguru.uny.ac.id; E-mail

(3) Tidak terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara pembelajaran yang menggunakan metode Peta Konsep menggunakan media atlas non elektronik

Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nila-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya

Peran orang tua sangatlah penting dalam proses perawatan anak tunagrahita, karena antara orang tua dan anak mempunyai ikatan emosional yang lebih besar

Kesehatan atau kondisi keuangan bank dan non keuangan bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) bank, masyarakat pengguna jasa bank,

Metafora sebagai jalur desain arsitektur digunakan untuk memperoleh pengertian yang lebih baik tentang sesuatu, yang pada akhirnya memungkinkan penciptaan makna mendalam

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semiotika yang digunakan dalam pengkajian kumpulan puisi Karya Mahasiswa Semester V Program Studi Pendidikan Bahasa dan