i
ISSN : 2301-8828
Volume 4, nomor 1, Januari – Juni 2014
SN :
Jurnal Ilmu Ekonomi
JIE
Alamat Redaksi
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Jl. Siliwangi No. 24 Tasikmalaya Telp : 0265 – 330634
Fax : 0265-325812 e-mail : [email protected]
Pengaruh Jumlah Penduduk Dan PDRB Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Kota Tasikmalaya Periode 2002 - 2011
Ade Komaludin, Iis Surgawat, Gun Gun Gunawan
Analisis Pengaruh Indikator Indeks Pembangunan Manusia (Pendidikan, Kesahatan, Daya Beli) Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2002 - 2011
Apip Supriadi, Budi Wahyu Fitri, Pratama Ramdhani
Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tasikmalaya Tasikmalaya (Menggunakan Pendekatan Model Growrth-Share)
Asep Yusuf Hanapiah, Andi Rustandi, Rida Nurani
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Provinsi Jawa Barat Periode 2002 - 2013
Aso Sukarso, Chandra Budhi L S, Pebi Achmad Fauzi
Pengaruh Pendapatan Permanen dan Tingkat Inflasi Terhadapa Konsumsi Masyarakat Indonesia Tahun 2002 - 2013
Jumri, Encang Kadariman, Ridwan Patria Islam
Analiais Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Di Indonesia Tahun 2000 - 2014 Dwi Hatuti L K, Nanang Rusliana, Detty Herlianisy
Pengaruh Inflasi, Pendapatan Nasional, Suku Bunga dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Konsumsi Masyarakat Indonesia Periode 2000 - 2003
Noneng Masitoh, Tia Gusti Ardiana, Febi Ramdan Darojat
Program Studi
Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi
i
ISSN : 2301-8828
Volume 4, nomor 1, Januari – Juni 2014
Ketua Penyunting :
Apip Supriadi
Wakil Penyunting
Jumri
Penyunting Pelaksana:
Asep Yusup Hanapia Ade Komaludin Aso Sukarso Andi Rustandi
Pembantu Penyunting
Chanra Budhi LS Noneng Masitoh Alamat RedaksiLembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Jl. Siliwangi No. 24 Tasikmalaya
Telp : 0265 – 330634 Fax : 0265-325812 e-mail : [email protected]
ii
ISSN : 2301-8828
Volume 4, nomor 1, Januari – Juni 2014
DAFTAR ISI
DEWAN REDAKSI ... ... ..
i
DAFTAR ISI ... ...
ii
PENGANTAR REDAKSI ... ...
iii
PENGARUH JUMLAH PENDUDUK DAN PDRB TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KOTA TASIKMALAYA PERIODE 2002-2011
Ade Komaludin, Iis Surgawat, Gun Gun Gunawan ..….………. 645 - 667 ANALISIS PENGARUH INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA (PENDIDIKAN, KESEHATAN, DAYA BELI) TERHADAP KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2002-2011
Apip Supriadi, Budi Wahyu Fitri, Pratama Ramdhani ………... 668 - 693 ANALISIS PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA
TASIKMALAYA (MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL
GROWTH-SHARE)
Asep Yusuf Hanapiah, Andi Rustandi, Rida Nurani ……… 694 - 712 ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUK DOMESTIK
REGIONAL BRUTO (PDRB) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE 2002-2013.
Aso Sukarso, Chandra Budhi L S, Pebi Achmad Fauzi……….. 713 - 733 PENGARUH PENDAPATAN PERMANEN DAN TINGKAT INFLASI
TERHADAP KONSUMSI MASYARAKAT INDONESIA TAHUN 2002-2013
Jumri, Encang Kadariman, Ridwan Patria Islam……… 734 - 754 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI
DI INDONESIA TAHUN 2000-2014
Dwi Hatuti L K, Nanang Rusliana, Detty Herlianisy ……… 755 - 783 PENGARUH INFLASI, PENDAPATAN NASIONAL, SUKU BUNGA
iii DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP KONSUMSI
MASYARAKAT INDONESIA PERIODE 2000 – 2013
iv
ISSN : 2301-8828
Volume 4, nomor 1, Januari – Juni 2014
Pengantar Redaksi
Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadhirat Allah SWT,
bahwa jurnal untuk Program Studi (Prodi) Ekonomi Pembangun yang diberi nama Jurnal Ilmu Ekonomi (JIE) akan segera terbit Volume 1 untuk periode Januari – Juni 2014. Adapun tulisan yang dimuat di dalamnya adalah tulisan dosen Prodi Ekonomi Pembangunan UNSIL. Kedepan, secara bertahap akan menyajikan juga hasil karya tulis dosen dari perguruan tinggi lain pada bidang ilmu yang relevan.
Penerbitan jurnal ini diharapkan dapat mendorong dosen dalam melakukan penelitian sehingga dapat menunjang dalam peningkatan kualitas penelitian maupun kualitas akademik.
Kami menyadari bahwa penerbitan Jurnal Ilmu Ekonomi (JIE) tahap pertama ini masih banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran untuk perbaikan penerbitan JIE tahap selanjutnya sangat dinantikan.
Semoga Jurnal Ilmu Ekonomi (JIE) ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca, Amiin
Tasikmalaya, Maret 2014 Dewan Penyunting
ii
JIE
ANALISIS PENGARUH INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (PENDIDIKAN, KESEHATAN, DAYA BELI)
TERHADAP KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2002-2011
Apip Supriadi1, Budi Wahyu Fitri1, Pratama Ramdhani2
Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of education, health and purchasing power to inequality of income distribution in West Java Province years period 2002-2012. The data used in this research was the annual of secondary data for 1996-2010. The data retrieved from the National Social and Economic Survey (SUSENAS) issued by the Central Board of Statistics (BPS) various publications. The research method used is multiple linear regression. From the results of this research showed that inequality of income distribution in West Java Province is affected by dependent variables and the rest influenced by other variables outside the model. Education effect positive and no significant, health effect negative and no significant, and purchasing power effect positive and no significant to inequality of income distribution.
Keywords: Human Development Index (HDI), Education, Health, Purchasing Power, Inequality of Income Distribution.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di Jawa Barat tahun 2002-2012. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahunan dari tahun 2002-2011 yang bersifat sekunder. Data diperoleh dari Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) berbagai terbitan. Metode penelitian yang digunakan adalah model regresi berganda. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan dipengaruhi oleh variabel bebas yang diteliti dan sisanya dipengaruhi variabel lain di luar model. Pendidikan berpengaruh positif dan tidak signifikan, kesehatan berpengaruh negatif dan tidak signifikan dan daya beli berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap variabel ketimpangan distribusi pendapatan.
1 Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi
671 Kata Kunci : Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Pendidikan Kesehatan,
Daya Beli, Ketimpangan Distribusi Pendapatan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Salah satu masalah besar yang umumnya dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Adanya ketimpangan dalam distribusi pendapatan di masyarakat
menandakan capaian pembangunan manusia selama ini
belum maksimal.
Dewasa ini persoalan mengenai capaian pembangunan manusia telah menjadi perhatian para penyelenggara pemerintahan. Berbagai ukuran pembangunan manusia dibuat namun tidak semuanya dapat digunakan sebagai ukuran standar yang dapat dibandingkan antar wilayah atau antar negara. Oleh karena itu Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan suatu ukuran standar pembangunan manusia yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development
Index (HDI). Badan Pusat Statistik
(2011) mendefinisikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks yang mengukur pencapaian keseluruhan suatu negara, yang direpresentasikan oleh tiga dimensi yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli. Tiga faktor penting ini merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dimiliki agar mampu meningkatkan potensinya. Umumnya, semakin tinggi kapabilitas dasar yang dimiliki suatu bangsa, semakin tinggi pula peluang untuk meningkatkan potensi suatu bangsa itu. Ditengah eskalasi persaingan global, tuntutan terhadap kapabilitas dasar itu dirasakan semakin tinggi. Jika tidak demikian maka bangsa tersebut akan kalah bersaing dengan bangsa-bangsa lain yang lebih maju.
Berdasarkan pengalaman pembangunan di berbagai negara diperoleh pembelajaran bahwa untuk mempercepat pembangunan manusia dapat dilakukan antara lain melalui dua hal, yaitu distribusi pendapatan yang merata dan alokasi belanja yang memadai untuk pendidikan dan kesehatan.
672
Korea Selatan sebagai contoh sukses, tetap konsisten melakukan dua hal tersebut. Sebaliknya Brazil mengalami kegagalan karena memiliki distribusi pendapatan yang timpang dan alokasi belanja yang kurang memadai untuk pendidikan dan kesehatan (UNDP, BPS, Beppenas, 2004).
Distribusi pendapatan nasional yang tidak merata, tidak akan menciptakan kemakmuran bagi masyarakat secara umum. Sistem distribusi yang tidak pro poor hanya akan menciptakan kemakmuran bagi golongan tertentu saja, dimana akibat adanya ketimpangan pendapatan maka akan mempengaruhi terhadap indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang meliputi pendidikan, kesehatan dan daya beli. Sehingga ini menjadi isu sangat penting dalam menyikapi angka pemerataan kesejahteraan hingga saat ini. Prinsip pertumbuhan, pemerataan dan pembangunan yang berkelanjutan, telah menjadi kata kunci dalam pembangunan ekonomi. Hal ini berarti selain perlu adanya pertumbuhan ekonomi wilayah yang tinggi, juga hasil pertumbuhan tersebut hendaknya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan
masyarakat, yang pada gilirannya digunakan untuk mengidentifikasi kondisi pemerataan pembangunan dalam aspek ekonomi (pendapatan penduduk) adalah melalui Indeks Gini (gini ratio).
Problematika sosial dan ekonomi Indonesia saat ini ada pada masalah ketimpangan pendapatan termasuk adanya ketimpangan pembangunan kawasan barat dan timur, hingga
persoalan penegakan hukum. Setelah krisis ekonomi 1998 atau yang lebih khusus lagi sejak 2006 lalu, ketimpangan di Indonesia bertambah buruk. Hal itu bisa dilacak dari Indeks Gini (gini ratio) yang mengukur derajat ketimpangan di mana angka Indeks Gini Indonesia meningkat dari 0,33 pada tahun 2004 menjadi 0,41 pada tahun 2011, yang berarti kita telah berpindah dari zona ketimpangan baik ke zona ketimpangan sedang atau moderat. Salah satu penyebab dari tingginya Indeks Gini adalah subsidi yang tidak tepat sasaran. Naiknya Indeks Gini juga bisa disebabkan oleh korupsi. Tingginya tingkat korupsi di Indonesia membuat anggaran yang sedianya diperuntukkan untuk membangun kemampuan ekonomi masyarakat
ANALISIS PENGARUH INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2002-2011
673 kecil menjadi berkurang secara
signifikan.
Data distribusi pendapatan di Indonesia juga menunjukkan kecenderungan serupa. Pertama, perolehan 20 persen terkaya terus naik, dari 40,6 persen pada 1999 menjadi 48,2 persen pada 2011. Sedangkan perolehan 40 persen penduduk termiskin turun dari 21,7 persen pada 1999 menjadi 16,8 persen pada 2011. Penurunan terjadi juga untuk kelompok 40 persen menengah, yakni dari 37,8 persen pada tahun 1999 menjadi 34,7 persen pada tahun 2011. Kedua, data rekening tabungan. Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) 2011 menyebutkan ada 591.890 rekening dengan nilai di atas Rp 500 juta, dengan jumlah total Rp 1.750,97 triliun. Kekayaan 40 orang kaya di negara kita itu setara dengan kekayaan 60 juta penduduk. Peningkatan kekayaan orang-orang kaya itu melejit rata-rata 80 persen selama 5 tahun terakhir, jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi yang berkisar 6 persen lebih per tahun. Ketiga, data kekayaan dan jumlah orang miskin. Seperti dalam publikasi Majalah Forbes tentang orang-orang terkaya di Indonesia yang semakin banyak masuk ke
dalam daftar orang-orang kaya dunia. Forbes 2012 melaporkan kekayaan 40 orang kaya Indonesia Rp 850 triliun. Nilai itu setara dengan 10 persen pendapatan nasional (PDB) Indonesia atau setara dengan 60 persen APBN Indonesia tahun lalu.
Jika trend tersebut terus berlanjut maka akan berpotensi menimbulkan kerawanan sosial yang akhirnya dapat memunculkan gejolak sosial. Ketimpangan yang belum membaik merupakan dampak dari buruknya kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sektor keuangan juga belum optimal dalam mendukung sektor riil di mana sektor keuangan bermain sendiri dan tidak berpihak kepada sektor riil. Menurut Armida, semakin tingginya Indeks Gini belum tentu mencerminkan tidak meratanya pembangunan. Tingginya Indeks Gini lebih disebabkan kenaikan pendapatan per kapita kalangan masyarakat termiskin yang tidak setinggi kalangan di atasnya. Rasio Gini tidak hanya tergantung pada nilai ketimpangan pendapatan tetapi juga pada faktor lain seperti struktur demografis. Negara yang memiliki banyak penduduk usia tua dan bayi, akan memiliki Indeks Gini
674
tinggi bila pendapatan usia produktif yang bekerja tetap konstan.
Hal serupa juga terjadi di Provinsi Jawa Barat di mana Indeks Gini yang menggambarkan derajat ketimpangan distribusi pendapatan
dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Berikut ini disajikan tabel yang menggambarkan Indeks Gini Provinsi Jawa Barat tahun 2007-2011 :
Tabel 1.
Indeks Gini Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2011 Tahun Indeks Gini
2007 0,21
2008 0,28
2009 0,36
2010 0,37
2011 0,39
Sumber : BPS Jawa Barat Tabel 1. menjelaskan
ketimpangan distribusi pendapatan di Jawa Barat, di mana dalam lima tahun terakhir ketimpangan pendapatan terus mengalami kenaikan di Provinsi Jawa Barat. Jika tahun 2007 nilai Indeks Gini Jawa Barat sebesar 0,21, tahun 2009 meningkat menjadi 0,36 dan tahun 2011 menjadi 0,39. Trend atau kecenderungan ini menunjukkan kondisi yang berlawanan dengan sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kecenderungan ini menunjukkan bahwa yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Jurang pemisah antara si kaya dan si miskin di Jawa Barat ini semakin lama semakin besar.
Ketimpangan pembangunan di Provinsi Jawa Barat selama ini berlangsung dengan berwujud dalam berbagai bentuk, aspek, dan dimensi. Seperti ketimpangan hasil pembangunan misalnya dalam hal pendapatan perkapita atau pendapatan daerah, serta pembangunan manusia itu sendiri. Salah satu indikator yang sering digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan manusia dewasa ini, di antaranya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang secara konsisten menggunakan IPM sebagai indikator utama dalam perencanaan pembangunan. Angka indeks pendidikan, kesehatan serta daya beli yang di representasikan melalui Indeks Pembangunan
700
ANALISIS PENGARUH INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2002-2011
675 Manusia di Jawa Barat dari tahun
2007-2011 mengalami kenaikan di setiap tahunnya, kenaikan IPM tersebut juga dibarengi dengan naiknya ketimpangan pendapatan
yang diukur dengan nilai Indeks Gini selama tahun 2007-2011 di Jawa Barat. Berikut ini disajikan tabel Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Barat tahun 2007-2011 : Tabel 2.
Indeks Pembangunan Manusia Jawa Barat tahun 2007-2011
Tahun Angka IPM
2007 70,71
2008 71,12
2009 71,64
2010 72,08
2011 72,73
Sumber : BPS Jawa Barat Tabel 2. memperlihatkan
perkembangan pencapaian IPM selama tahun 2007-2011. Sampai saat ini, peringkat IPM Jawa Barat 2011 berada pada posisi 16 dari 33 provinsi di Indonesia, tidak berubah dari tahun sebelumnya. Inilah yang dipahami sebagian orang sebagai stagnasi bahwa Jawa Barat sama sekali tidak mengalami peningkatan. Meskipun peringkat berada di tengah-tengah dari seluruh provinsi di Indonesia tetapi nyatanya setiap tahun angka IPM Jawa Barat mengalami peningkatan. Di tahun 2009 angka IPM Jawa Barat hanya berada di angka 71,64, kemudian pada tahun 2010 mengalami peningkatan mencapai angka 72,08. Pada tahun 2011 lalu, IPM Jawa Barat berada di angka 72,73. Kenaikan IPM Jawa Barat 2011 cukup signifikan sebesar
0,65 persen di mana pada umumnya hanya sebesar 0,4 persen. Dengan naiknya IPM di Jawa Barat maka seharusnya pemerataan pendapatan juga mengalami penurunan akan tetapi hal itu sebaliknya di mana angka ketimpangan semakin tinggi.
Beberapa program dalam tiga bidang utama yang menjadi indikator penghitungan angka IPM dijalankan untuk mewujudkannya. Dalam bidang pendidikan upaya yang telah dilakukan antara lain BOS Provinsi, pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB), perbaikan gedung sekolah, Bantuan Khusus Siswa Miskin (BKSM) bagi SMA/SMK Swasta se-Jawa Barat, pendidikan Paket B dan C secara massal untuk usia 15 tahun keatas serta peningkatan kesejahteraan guru.
676
Dalam bidang kesehatan, telah dilakukan beberapa upaya antara lain: Pemenuhan penempatan bidan di pedesaan dan dokter Puskesmas, Penyediaan 204 unit Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatalogy Emergency Dasar (PONED); Pemberian beasiswa kepada 240 bidan dan program tugas belajar ke D1 dan D3 kebidanan sebanyak 1.000 orang; serta revitalisasi 37.807 posyandu di 22 Kabupaten/Kota.
Terakhir yaitu daya beli masyarakat. Berbagai upaya peningkatan daya beli telah dilakukan melalui perluasan kesempatan kerja, serta terus mendorong pemberdayaan UMKM melalui pengembangan skema bantuan modal usaha Kredit Cinta Rakyat (KCR), pengembangan usaha pertanian dan ketahanan pangan, serta pengembangan perekonomian masyarakat perdesaan.
Permasalahan yang dihadapi Propinsi Jawa Barat
sebenarnya hampir sama dengan provinsi lain di Indonesia. Relatif lambatnya perkembangan IPM di Provinsi Jawa Barat, utamanya disebabkan karena masih tingginya disparitas/ketimpangan
pendapatan. Dengan adanya ketimpangan ini, maka bukan tidak mungkin akan mempengaruhi terhadap pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat. Dalam hal pendidikan misalnya, orang yang kaya akan memiliki kesempatan mengenyam pendidikan setinggi-tingginya
sedangkan orang yang miskin semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin berkurang tingkat partisipasi sekolah karena salah satu penyebabnya yaitu ketiadaan biaya.
Kemudian untuk melihat pemerataan pendidikan di Jawa Barat menggunakan Angka Partisipasi Murni (APM). Berikut ini disajikan pada Tabel 3 yang menggambarkan APM Jawa Barat tahun 2008-2011 :
Tabel 3.
Angka Partisipasi Murni (APM) Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2011 (persen) Indikator 2008 2009 2011 (1) (2) (3) (4) 1. APM SD/MI 2. APM SLTP 96,65 68,16 95,56 70,63 96,97 74,12
ANALISIS PENGARUH INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2002-2011
677
3. APM SLTA 41,51 43,76 52,76
Sumber : BPS Jawa Barat Angka partisipasi sekolah Provinsi Jawa Barat dalam kurun waktu 2008-2011 menunjukkan perkembangan yang relatif stabil di semua tingkat pendidikan, mulai dari SD/MI sampai dengan tingkat SLTA/sederajat. Hal ini mengindikasikan terjaganya pemerataan dan perluasan kesempatan belajar. Realisasi APM yang dicapai pada tahun 2011 untuk usia SD/MI sebesar 96,97 persen, artinya dari seluruh penduduk usia 7-12 tahun yang masih bersekolah sebesar 96,97 persen, sisanya 3,03 persen ada yang tidak/belum sekolah dan yang sudah tidak bersekolah lagi (putus sekolah). Sementara itu, APM penduduk usia SLTP sebesar 74,12 persen dan angka partisipasi penduduk usia SLTA sebesar 52,76 persen. Semakin tinggi tingkatan sekolahnya semakin turun tingkat partisipasi sekolahnya. Berbagai alasan yang melatarbelakangi antara lain kekurangan biaya di mana ketimpangan pendapatan juga mempengaruhi dalam hal ini, keterbatasan akses ke sekolah, keharusan mencari nafkah, menikah dan lain-lain. Semakin meratanya jumlah penduduk yang
bersekolah di tingkat pendidikan yang tinggi (SMA dan Perguruan Tinggi), maka akan semakin besar pula kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang lebih tinggi, sehingga diharapkan pada akhirnya dapat menurunkan tingkat kesenjangan pendapatan di suatu daerah.
Kondisi ini merupakan tantangan pembangunan yang harus kita hadapi mengingat masalah kesenjangan itu dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa serta dapat menyulitkan kita dalam melaksanakan pembangunan ekonomi nasional yang berlandaskan pemerataan. Ketimpangan merupakan permasalahan klasik yang dapat
ditemukan di mana saja. Oleh karena itu ketimpangan tidak dapat dimusnahkan, melainkan hanya bisa dikurangi sampai pada tingkat yang dapat diterima oleh suatu sistem sosial tertentu agar keselarasan dalam sistem tersebut tetap terpelihara dalam proses pertumbuhannya.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik 703
678
untuk meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh indikator Indeks Pembangunan Manusia yang meliputi pendidikan, kesehatan dan daya beli terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. Penulis bermaksud menuangkan hasil penelitian ini dalam dengan judul
“ANALISIS PENGARUH
INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
(PENDIDIKAN, KESEHATAN, DAYA BELI) TERHADAP KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2002-2011”.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan jawaban permasalahan yang dikemukakan di atas. Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui ketimpangan distribusi pendapatan dan Indeks Pembangunan Manusia (pendidikan, kesehatan, dan daya beli) di Provinsi Jawa Barat tahun 2002-2011. 2. Untuk mengetahui pengaruh
indikator Indeks
3. Pembangunan Manusia (pendidikan, kesehatan dan
daya beli) terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2002-2011.
Kerangka Pemikiran
Untuk memudahkan kegiatan penelitian yang akan dilakukan serta untuk memperjelas akar pemikiran dalam penelitian ini, maka pada Gambar 1 berikut ini kerangka pemikiran di buat secara skematis: Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pendidikan (P) Kesehatan (K) Daya Beli (DB) Ketimpangan Distribusi Pendapatan (KDP)
ANALISIS PENGARUH INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2002-2011
679 Berdasarkan tinjauan
pustaka serta penelitian-penelitian terdahulu maka kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara tiga indikator IPM yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli dengan
ketimpangan pendistribusian pendapatan dengan di Provinsi Jawa Barat.
Menurut UNDP, dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih baik. Kualitas modal manusia ini misalnya dilihat dari tingkat pendidikan, kesehatan, dan daya beli ataupun indikator-indikator lainnya sebagaimana dapat dilihat dalam berbagai laporan pembangunan manusia yang dipublikasikan oleh Badan PBB untuk Pembangunan Manusia.
Dengan pertimbangan itu maka dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi perlu pula dilakukan pembangunan manusia, termasuk dalam konteks ekonomi regional. Hal ini penting karena kebijakan yang tidak mendorong peningkatan kualitas manusia hanya akan membuat daerah yang bersangkutan tertinggal dari daerah yang lain, termasuk dalam hal kinerja ekonominya. Dengan kata
lain, peningkatan kualitas modal manusia diharapkan juga akan memberikan manfaat dalam mengurangi ketimpangan antar daerah yang memiliki keragaman sosial ekonomi yang tinggi.
Pendidikan mempunyai peran penting bagi suatu bangsa karena pendidikan memiliki andil yang besar terhadap kemajuan bangsa, baik secara ekonomi maupun sosial. Kualitas pendidikan sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia karena pendidikan merupakan salah satu sarana meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia. Dengan meningkatnya pendidikan tertentu akan memperbaiki kualitas sumber daya manusia yang akan berdampak pada penggunaan modal fisik menjadi lebih efisien dan tenaga kerja akan menjadi lebih produktif. Pekerja-pekerja muda yang tingkat pendidikan dan keterampilannya relatif rendah akan memperoleh upah yang rendah pula, dan hal ini akan membuat pembagian pendapatan semakin senjang. Sebaliknya, jika penduduk muda ini masih tetap menambah ilmu pengetahuan dan meningkatkan kemampuan dan keterampilannya, berakibat
680
berkurangnya kelompok penduduk yang berpendapatan rendah sehingga akibat selanjutnya adalah tingkat kesenjangan distribusi pendapatan pun akan menurun. Semakin meratanya jumlah penduduk yang bersekolah di tingkat pendidikan yang tinggi (SMA dan Perguruan Tinggi), maka akan semakin besar pula kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang lebih tinggi, sehingga diharapkan pada akhirnya dapat menurunkan tingkat kesenjangan pendapatan di suatu daerah.
Kesehatan masyarakat adalah investasi untuk meningkatkan pendapatan. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat kini dianggap bukan hanya sebagai dampak dari peningkatan pendapatan tetapi juga sebaliknya, peningkatan kesehatan penduduk sekarang dianggap menjadi faktor penting dari meningkatnya pendapatan. Pada saat distribusi pendapatan buruk atau terjadi ketimpangan pendapatan menyebabkan banyak rumah tangga mengalami keterbatasan keuangan. Akibatnya mengurangi pengeluaran untuk makanan yang mengandung gizi baik. Dengan demikian, jika terjadi
perbaikan dalam distribusi pendapatan akan menyebabkan penduduk miskin memperoleh pendapatan yang lebih baik. Peningkatan pendapatan pada penduduk miskin mendorong mereka untuk membelanjakan pengeluaran rumah tangganya agar dapat memperbaiki kualitas kesehatan anggota keluarga. Dengan kata lain, kesehatan dapat dianggap sebagai bagian penting dari modal sumber daya manusia, yang menyebabkan peningkatan produktivitas. Seorang tenaga kerja lebih produktif pada gilirannya akan meningkatkan tingkat pendapatan. Hasil empiris menunjukkan bahwa peningkatan status gizi tenaga kerja memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan pendapatan per kapita. Jika pemerataan kesehatan merata, maka kecenderungan akan dapat menurunkan ketimpangan pendapatan yang terjadi di suatu
tempat.
Daya beli seseorang bisa berbeda dengan orang lain atau dengan daerah lainnya. Hal ini tentu dimotori oleh beberapa faktor seperti tingkat penghasilan, tingkat kebutuhan, jumlah keluarga tanggungan, jenjang pendidikan, dan lain sebagainya. Jika daya beli
ANALISIS PENGARUH INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2002-2011
681 masyarakat tinggi, maka
menggambarkan tingkat ketimpangan pendapatan di
masyarakat itu kecil Sebaliknya, jika daya beli masyarakat rendah, menandakan tingkat ketimpangan pendapatan di masyarakat itu tinggi.
Ketimpangan pendapatan masyarakat akan menimbulkan
ketidakseimbangan terhadap daya beli sehingga akan berdampak pada perubahan terhadap permintaan barang dan jasa karena pendapatan merupakan gambaran daya beli masyarakat. Jika pendapatan rata-rata masyarakat baik, maka permintaan barang dan jasa akan meningkat pula. Kondisi itu akan terbalik, jika pendapatan rata-rata masyarakat turun karena akan menurunkan kemampuan untuk melalukan permintaan.
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
Objek Penelitian
Penelitian ini menggunakan satu variabel dependen (terikat) dan tiga variabel independen (bebas). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ketimpangan distribusi pendapatan yang diukur dengan Indeks Gini, sedangkan variabel independen yang digunakan yaitu indikator
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang meliputi indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks daya beli di Provinsi Jawa Barat tahun 2002-2011.
Metode Penelitian
Sebelum melakukan suatu penelitian seorang peneliti harus terlebih dahulu menetapkan metode yang akan di pakai, karena dengan metode penelitian dapat memberikan gambaran kepada peneliti tentang langkah-langkah bagaimana penelitian dilakukan, sehingga masalah tersebut dapat terpecahkan.
Metode yang akan di gunakan adalah metode deskriptif analisis, yaitu suatu bentuk penelitian yang bertujuan
menggambarkan serta menganalisis keadaan yang
sebenarnya pada suatu organisasi, khususnya yang berhubungan dengan masalah-masalah yang diteliti.
Winarno Surakhmad (1994: 131),’’metode adalah cara utama yang digunakan untuk mecapai tujuan, misalnya untuk menguji hipotesis dengan menggunakan teknis serta alat-alat tertentu’’.
Sesuai dengan pendapat itu, metode yang digunakan adalah
682
metode deskriptif, dimana menurut Suharsimi Arikunto (1990: 309) mengemukakan bahwa ‘’metode deskriptif adalah pengumpulan informasi mengenai suatu gejala yang ada yaitu keadaan menurut apa adanya pada saat penelitian dilaksanakan’’
Jenis dan Sumber Data
Sumber data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu data penelitian yang diperoleh tidak berhubungan langsung dengan objek penelitian, yang sifatnya membantu namun dapat memberikan informasi untuk bahan penelitian. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian yang akan dilakukan adalah mencari dan mengumpulkan sumber dan jenis data yang disesuaikan dengan pendekatan analisis.
Data yang digunakan adalah data time series yang bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang merupakan laporan tahunan dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu Statistical
Yearbook of Indonesia Provinsi
Jawa Barat dan Pusdalisbang Bappeda Provinsi Jawa Barat. Data-data yang digunakan adalah ketimpangan distribusi pendapatan
(yang diukur dengan Indeks Gini), indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks daya beli. Sampel data tersebut berada pada periode 2002-2011 secara tahunan.
Model Analisis
Model dapat diartikan sebagai karakteristik umum yang mewakili bentuk yang ada atau dapat diartikan juga sebagai representasi suatu masalah dalam bentuk yang lebih sederhana dan mudah dikerjakan. Berdasarkan dari kerangka penelitian, penulis
mencoba menggunakan pendekatan model regresi berganda. Dalam proses analisis data, penelitian ini menggunakan
software ekonometrika yaitu
EViews 6. Model yang akan
digunakan dalam penelitian ini dengan fungsi adalah sebagai berikut :
KDP = f (P, K, DB)
Kemudian dari fungsi tersebut di transformasikan ke dalam model persamaan ekonometrika dengan spesifikasi model yakni : KDP = a + 𝐛𝐛𝟏𝟏P + 𝐛𝐛𝟐𝟐K + 𝐛𝐛𝟑𝟑DB + e Dimana : A = Konstanta b1, b2, b3 = Koefisien KDP = Ketimpangan Distribusi Pendapatan P = Pendidikan
ANALISIS PENGARUH INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2002-2011
683 K = Kesehatan
DB = Daya Beli e = Error Term/Variabel Pengganggu
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pengaruh Indikator Indeks
Pembangunan Manusia (pendidikan, kesehatan, daya
beli) terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2002-2011
Dengan mengolah data dari variabel yang dibutuhkan ke dalam model persamaan regresi dengan menggunakan perhitungan E-Views, maka diperoleh nilai-nilai koefisien regresi seperti terlihat pada Tabel 3., sebagai berikut : Tabel 3.
Hasil Regresi Model Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2002-2011
Variabel Koefisien Standar
Error t-statistik Tingkat Signifikan C -5,091503 1,897823 -2,682813 0,0364 P 0,077782 0,045618 1,705069 0,1391 K -0,032231 0,015942 -2,021738 0,0897 DB 0,022671 0,029864 0,759120 0,4765 R2 = 0,882225 DW-stat = 1,163676 F-stat = 14,98159 Prob F-stat = 0,003412 Sumber : Hasil Perhitungan
Hasil di atas, dapat disajikan dalam bentuk :
KDP = - 5,091503 + 0,077782 P – 0,032231 K + 0,022671 DB
Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa dengan menggunakan tingkat keyakinan 95% diketahui bahwa setiap terjadi perubahan tingkat pendidikan sebesar satu-satuan indeks pendidikan maka akan mengakibatkan ketimpangan pendapatan meningkat sebesar 0,077782. Ketika tingkat kesehatan meningkat sebesar satu-satuan
indeks akan mengakibatkan penurunan tingkat ketimpangan pendapatan sebesar -0,032231. Untuk variabel daya beli, setiap terjadi peningkatan daya beli akan
meningkatkan ketimpangan pendapatan sebesar 0,022671.
Sedangkan dengan asumsi bila pendidikan, kesehatan serta daya beli dianggap konstan (ceteris
paribus), maka nilai ketimpangan
distribusi pendapatan di Jawa Barat adalah sebesar -5,091503.
684
Pengaruh Pendidikan terhadap
Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Pendidikan memiliki pengaruh yang positif terhadap
ketimpangan distribusi pendapatan. Hal ini terlihat dengan nilai koefisien 0,077782 yang berarti bahwa setiap kenaikan 1 (satu) persen pendidikan akan menyebabkan peningkatan ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0,077782 persen. Dan sebaliknya setiap penurunan pendidikan sebesar satu persen maka akan menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0,07782 persen. Pengaruh pendidikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan adalah tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 95% dengan probabilitas sebesar 0,1391. Ini disebabkan tingkat pendidikan di Jawa Barat masih belum merata dan masih didominasi oleh lulusan SD dan SMP.
Pendidikan merupakan bentuk investasi sumber daya manusia yang mungkin lebih penting dari investasi modal fisik. Ditemukan dalam berbagai penelitian di sejumlah negara, pendidikan memberi sumbangan amat besar bagi pertumbuhan ekonomi. Dampak pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi di
antaranya adalah berkembangnya kesempatan masyarakat untuk meningkatkan kesehatan,
pengetahuan, keterampilan, keahlian kemampuan wawasan mereka agar mampu bekerja lebih produktif baik secara perorangan maupun kelompok, hal ini sesuai dengan konsep model human
capital. Pendidikan juga berfungsi
dalam meningkatkan pendapatan, kesadaran sosial, politik dan budaya serta memacu penguasaan dan pendayagunaan teknologi untuk kemajuan peradaban dan kesejahteraan sosial. Karena itu hampir semua negara di dunia menempatkan pembangunan pendidikan sebagai kebijakan yang memiliki prioritas tertinggi.
Dalam kaitan disini tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan. Dalam arti, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin besar tingkat kesenjangan distribusi pendapatan di Jawa Barat. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa sebagian besar tingkat pendidikan masyarakat Jawa Barat cenderung masih didominasi oleh lulusan Sekolah Dasar dan tingkat menengah. Tingkat dasar adalah dicerminkan oleh lulusan Sekolah Dasar, sedangkan tingkat
ANALISIS PENGARUH INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2002-2011
685 menengah dicerminkan oleh sedikit
banyak jumlah penduduk yang menamatkan SLTP dan SLTA. Ketika pendidikan didominasi oleh lulusan SD dan SMP, maka kemampuan (skill) dan kualitas sumber daya manusia menjadi rendah sehingga menciptakan semakin kecil peluang untuk memperoleh pekerjaan dan berdampak pada kepemilikan upah yang rendah. Berbeda ketika pemerataan pendidikan didominasi oleh lulusan SMA dan Perguruan Tinggi maka akan memiliki kesempatan untuk memperoleh pekerjaan dengan tingkat pendapatan yang tinggi sehingga di Jawa Barat ketika pendidikannya naik maka berakibat pada naiknya ketimpangan pendapatan akibat adanya kesenjangan dalam tingkat pendidikan.
Akan tetapi disini pengaruhnya tidak signifikan, jadi ketika pendidikan naik menyebabkan ketimpangan pendapatan juga naik, pengaruhnya
terhadap kenaikan ketimpangan pendapatan relatif kecil. Hal itu di dasarkan pada tinggi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat akan berhubungan terbalik (negatif) dengan disparitas pendapatan, artinya semakin tinggi tingkat
pendidikan, maka akan menurunkan kesenjangan pendapatan antar daerah. Dengan
asumsi bahwa semakin banyak penduduk yang berpendidikan rendah (Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama), maka kesenjangan pendapatan antar daerah cenderung semakin tinggi, tetapi jika semakin banyak masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi (misalnya SLTA), maka tingkat kesenjangan pendapatan antar daerah akan semakin turun.
Pengaruh Kesehatan terhadap
Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Kesehatan memiliki pengaruh yang negatif terhadap
ketimpangan distribusi pendapatan. Hal ini terlihat dengan nilai koefisien -0,032231 yang berarti bahwa setiap kenaikan 1 (satu) persen kesehatan akan menyebabkan penurunan ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0,032231 persen. Dan sebaliknya setiap penurunan kesehatan sebesar satu persen maka akan meningkatkan ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0,032231 persen. Pengaruh kesehatan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan
686
adalah tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 95% dengan probabilitas sebesar 0,0897.
Kesehatan masyarakat adalah investasi untuk meningkatkan pendapatan. Hal ini dilihat dari mekanisme peningkatan pendapatan melalui peningkatan kesehatan masyarakat yaitu pertama peningkatan produktivitas tenaga kerja. Tenaga kerja yang sehat berarti produktivitas tenaga kerja yang meningkat. Dibandingkan dengan tenaga kerja dengan kondisi kesehatan yang buruk, tenaga kerja yang sehat memiliki kemampuan yang lebih tinggi secara fisik dan mental untuk melakukan tugas mereka. Selain itu, orang sehat akan kehilangan lebih sedikit hari kerja. Ini pada gilirannya akan meningkatkan nilai mereka sebagai input produksi. Dengan kata lain, kesehatan dapat dianggap sebagai bagian penting dari modal sumber daya manusia, yang menyebabkan peningkatan produktivitas. Seorang tenaga kerja
lebih produktif pada gilirannya akan meningkatkan tingkat pendapatan. Hasil empiris menunjukkan bahwa peningkatan status gizi tenaga kerja memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan pendapatan
per kapita, seperti di Inggris dan Korea.
Efek netto peningkatan kesehatan pada pendapatan. Sebagian besar bukti menunjukkan bahwa efek netto dari peningkatan kesehatan penduduk pada tingkat pendapatan akan positif: status kesehatan yang lebih tinggi, pendapatan tinggi. Negara pengalaman seperti dari Inggris, Korea Selatan dan Asia Timur dinyatakan di atas bisa menjadi contoh. Ketika semakin banyak jumlah penduduk yang memiliki tingkat kesehatan yang baik, akan memberikan peluang yang relatif sama bagi penduduk untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatannya sehingga tingkat ketimpangan distribusi pendapatan cenderung turun.
Akan tetapi di sini pengaruhnya tidak signifikan. Artinya peran kesehatan dalam menurunkan tingkat ketimpangan pendapatan relatif kecil. Hal ini dimungkinkan karena di Jawa Barat rata-rata orang sehatnya yaitu bayi dan tingkat kesehatan para pekerja kurang di perhatikan oleh pemerintah. Orang yang berharap untuk hidup lebih lama akan memiliki insentif lebih tinggi untuk menyimpan dan menginvestasikan
ANALISIS PENGARUH INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2002-2011
687 uang untuk penggunaan masa
depan. Sementara orang dengan kesehatan miskin tidak akan setinggi insentif untuk menyimpan uang, kesehatan yang buruk dapat mengurangi jumlah simpanan uang mereka karena kebutuhan
pengobatan sehingga pendapatannya lebih besar
digunakan kepada kebutuhan non makanan dan bukan kebutuhan makanan untuk peningkatan status gizi masyarakat dan peningkatan pendapatan.
Di sisi lain, populasi yang sehat akhirnya menjadi tua. Beberapa kekhawatiran bahwa penuaan penduduk bisa berarti pertumbuhan negatif terhadap tingkat pendapatan sehingga akan menciptakan tingkat ketimpangan pendapatan. Meskipun bukti kurang, penuaan populasi mungkin bermasalah di negara-negara sedang berkembang.
Pengaruh Daya Beli terhadap
Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Daya beli memiliki arah koefisien yang positif terhadap tingkat ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0,022671, berarti setiap kenaikan tingkat daya beli sebesar satu persen, akan
menyebabkan kenaikan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0,022671 persen. Dan sebaliknya setiap penurunan tingkat daya beli sebesar satu persen, maka akan menurunkan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0,022671 persen. Pengaruh variabel tingkat daya beli adalah tidak signifikan pada kepercayaan 95% dengan probabilitas sebesar 0,4765.
Di Jawa Barat, ketika daya beli masyarakat naik menyebabkan ketimpangan pendapatan juga naik. Hal itu disebabkan oleh beberapa alasan yaitu, daya beli identik dengan pendapatan perkapita sebagai kemampuan untuk berbelanja, dimana daya beli di Jawa Barat dari sepuluh tahun terakhir mengalami kenaikan yang signifikan meskipun tidak sebesar kenaikan pendidikan dan kesehatan. Itu berarti, terdapat kenaikan gaji, upah atau UMR. Kenaikan tersebut akan memicu terjadinya kenaikan harga-harga barang. Sebagaimana kita ketahui, bahwa sebagian besar penduduk Jawa Barat bermata pencaharian sebagai petani/ buruh. Jadi ketika petani/buruh di hadapkan pada terjadinya kenaikan harga barang
688
meningkat hal tersebut tidak akan berpengaruh besar terhadap peningkatan daya beli.
Sehingga disinyalir peningkatan daya beli di Jawa Barat
lebih dominan disebabkan oleh daya beli masyarakat menengah ke atas yang cenderung lebih konsumtif untuk barang mewah yang menyebabkan daya beli masyarakat menjadi naik. Akan tetapi gambaran ketimpangan pendapatan juga tetap naik hal itu berarti kemampuan daya beli golongan kaya yang tinggi ini mampu menutupi penurunan daya beli golongan berpendapatan rendah sehingga seolah-olah daya beli masyarakat yang tinggi ini akibat dari adanya pemerataan tingkat distribusi pendapatan di masyarakat.
Selain itu, ketika kenaikan pendapatan ini disebabkan oleh naiknya Upah Minimum Regional (UMR) maka ada kecenderungan naiknya tingkat pengangguran. Menganggur berarti tidak mempunyai penghasilan, sehingga terjadi kenaikan ketimpangan pendapatan di masyarakat. Sebuah penelitian internasional yang dilakukan oleh sekelompok negara maju yang tergabung dalam
Organizaton for Economic
Co-operation and Development
(OECD), menemukan kenyataan menarik: kenaikan upah minimum bisa menyebabkan meningkatnya angka pengangguran. Dalam studi berdasarkan data yang dikumpulkan sejak tahun 1975 hingga 1996 dari Amerika Serikat, Jepang, Prancis, Spanyol dan Belanda, ditemukan bahwa kenaikan 10% dari upah minimum mengurangi 2 sampai 4% pekerja usia muda, baik di negara yang upah minimumnya tinggi maupun rendah. Para pekerja berusia di bawah 25 tahun yang umumnya hanya memiliki sedikit kepandaian dan pengalaman, adalah yang paling pertama terkena dampak. Bila manajemen perusahaan disuruh menaikkan upah minimum dengan budget yang pas-pasan, tentulah mereka akan lebih rela memberikannya pada pekerja senior berpengalaman ketimbang pekerja muda ingusan. Bila terjadi upaya efisiensi, para pekerja muda akan paling pertama terkena. Kalau pun tidak, angkatan kerja muda yang baru memasuki pasar tenaga kerja yang jumlahnya senantiasa bertambah akan sangat sulit terserap oleh perusahaan-perusahaan.
ANALISIS PENGARUH INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2002-2011
689 Pengaruh variabel tingkat
daya beli adalah tidak signifikan, jadi pengaruhnya kecil terhadap kenaikan ketimpangan pendapatan. Jadi ketika daya beli naik dan berpengaruh terhadap penurunan ketimpangan pendapatan, maka sesungguhnya kenaikan daya beli
tersebut mencerminkan pemerataan pendapatan rill
(sesungguhnya) di kalangan masyarakat.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perkembangan ketimpangan distribusi pendapatan serta indikator IPM (pendidikan, kesehatan, daya beli) di Jawa Barat, dan meneliti pengaruh indikator IPM (pendidikan, kesehatan, daya beli) terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di provinsi Jawa Barat tahun 2002-2011. Berdasarkan hasil penelitian, perhitungan dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, penelitian ini menghasilkan kesimpulan :
1. Ketimpangan distribusi pendapatan terus mengalami
kenaikan dari 0,201 di tahun 2002 naik menjadi 0,390 di tahun 2011, namun berdasarkan
kriteria Indeks Gini, ketimpangan distribusi pendapatan di Jawa Barat selama tahun 2002-2011 masih tergolong dalam ketimpangan pendapatan yang rendah karena di bawah 0,41. Tingkat pendidikan di Jawa Barat mengalami peningkatan dari 78,27 di tahun 2002 menjadi 82,10 di tahun 2011. Tingkat kesehatan terus mengalami peningkatan dari 66,57 di tahun 2002 menjadi 72,33 di tahun 2011. Tingkat daya beli juga mengalami kenaikan dari 57,53 di tahun 2002 naik menjadi 63,74 di tahun 2011.
2. Variabel-variabel yang digunakan menjelaskan tingkat
ketimpangan distribusi pendapatan menunjunkkan arah
masing-masing variabel dan pengaruhnya yaitu : pendidikan berpengaruh positif dan tidak
signifikan, kesehatan berpengaruh negatif dan tidak
signifikan, dan daya beli berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi Jawa Barat periode tahun 2002-2011.
Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang
690
telah diberikan, maka dapat diberikan beberapa saran yaitu sebagai berikut :
1. Perbedaan pendapatan dapat dikurangi melalui proses penyesuaian otomatis yaitu melalui proses “penetasan” hasil pembangunan kebawah (Trickle
Down Effect) dan kemudian
menyebar (Supply Effect)
sehingga menimbulkan keseimbangan baru. Apabila
proses otomatis tersebut masih belum mampu menurunkan tingkat perbedaan pendapatan, maka kebijakan yang dapat dilakukan yaitu melalui sistem perpajakan dan subsidi.
Penetapan pajak pendapatan/penghasilan akan
mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya
tinggi. Sebaliknya, subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah, asalkan tidak salah sasaran dalam pengalokasiannya. Pajak yang telah dipungut apalagi menggunakan sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi persentase tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda pemerintahan, subsidi dan proyek
pembangunan. Dari sinilah terjadi proses redistribusi pendapatan yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan.
2. Pendidikan berpengaruh positif terhadap kenaikan ketimpangan pendapatan, hendaknya ke depan pemerintah lebih terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan dan memeratakan tingkat pendidikan antara partisipasi sekolah SD, SMP, SMA, dan Perguruan tinggi sehingga ketika terjadi pemerataan akan memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang tinggi sehingga diharapkan ketimpangan pendapatan dapat
diturunkan.
3. Kesehatan berpengaruh negatif
terhadap ketimpangan pendapatan. Dalam rangka
pemerataan pemenuhan kebutuhan akan kesehatan pemerintah harus berupaya untuk meningkatkan kualitas sarana kesehatan, diantaranya dengan membuat jaminan pemeliharaan kesehatan berupa asuransi sosial kesehatan seperti asuransi kesehatan masyarakat miskin (askeskin)
ANALISIS PENGARUH INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2002-2011
691 yang menjangkau 60 juta orang
penduduk. Begitu juga dengan Jaminan Kesehatan Nasional merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang sedang disusun pemerintah. Semakin banyak jumlah penduduk yang memiliki kondisi kesehatan baik menunjukkan tingkat kesehatan yang relatif merata antar individu. Sehingga memberikan peluang yang relatif sama bagi penduduk untuk meningkatkan
produktivitas dan pendapatannya. Dengan
demikian tingkat ketimpangan pendapatan di masyarakat diharapkan dapat menurun. 4. Daya beli berpengaruh positif
terhadap ketimpangan distribusi
pendapatan. Hendaknya pemerintah berupaya untuk
meningkatkan tingkat pendapatan golongan 40%
berpendapatan rendah supaya tidak terlalu senjang dengan golongan 40% berpendapatan menengah dan 20% berpendapatan tinggi. Hal ini dapat dilakukan dengan memperluas akses modal dan kesempatan kerja (mendorong meningkatnya sektor riil yang
berorientasi masyarakat
menengah ke bawah seperti UMKM) yang dibarengi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia seperti memberikan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat. Ketika terjadi kenaikan daya beli dan berpengaruh terhadap turunnya ketimpangan pendapatan menandakan terjadinya pemerataan pendapatan riil (sesungguhnya) di kalangan masyarakat.
5. Harus ada regulasi mengenai besarnya upah minimum yang perlu ditinjau kembali oleh pemerintah untuk mencapai Upah Hidup Layak (UHL).
DAFTAR PUSTAKA
Adrian Coto.(2005).Pengaruh
pertumbuhan ekonomi,
kontribusi output sektor
industri, upah minimum,
dan tingkat pendidikan
terhadap kesenjangan
pendapatan di Indonesia.
http://www.digilib.ui.ac.id/
opac/themes/libri2/detail.js
p?id=90318.
[21 Maret
2013]
Alam, S. 2006. Ekonomi untuk SMA
dan MA Kelas XI. Jakarta: Esis
Annisa Ganis
Damarjati.(2010).Analisis
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Kesenjangan Pendapatan
di Provinsi Jawa Barat.
Semarang:UniversitasDipo
negoro,[online].Tersedia:
692
6542/1/Full_Text..1_(R).p
df
. [15 Maret 2013]
Arsyad, Lincolin.(2004). Ekonomi
Pembangunan. Yogyakarta
: Sekolah Tinggi Ekonomi
YKPN
Badan Pusat Statistik. Data Statistik
berbagai
tahun,
http://jabar.bps.go.id/
.
Jawa Barat.
[Maret 2013]
. Pengukuran
Indeks Gini Jawa Barat
2010.Jawa Barat.
.Data Basis
Untuk Analisis IPM
Berbagai Tahun Terbitan.
Jawa Barat.
. Jawa
Barat Dalam Angka
Berbagai Tahun Terbitan.
Jawa Barat.
.Statistik Indonesia
Berbagai Tahun
Terbitan.Jawa Barat.
Badan Pusat Statistik Indonesia,
“Perkembangan
Bebebrapa Indikator
Utama Sosial Ekonomi
Indonesia”, BPS, Agustus
2011
Devi Retnosari.(2006).Analisis
Pengaruh Ketimpangan
Distribusi Pendapatan
Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Jawa Barat.
http://repository.ipb.ac.id/h
andle/123456789/10186.
[17
Maret 2013]
Glaeser El. 2006. Inequality. Di
dalam Barry R Weingast
BR, Wittman DA, editor.
The Oxford Handbook of
Political Economy. New
York: Oxford University
Press Inc.
Document.(2012).Pengerti
an
Kesehatan,[online].Tersedi
a:
http://belajarpsikologi.com
/pengertian-kesehatan/
.[19
Maret 2013]
Gomes, Orlando . 2007 . Space,
Growth and Technology:
an Integrated Dynamic
Approach. Escola Superior
de Comunicac¸a˜ o Social
(Instituto Polite´cnico de
Lisboa) and Unidade de
Investigac¸a˜ o em
Desenvolvimento
Empresarial
(UNIDE/ISCTE), Lisbon,
Portugal
Hartoto.(2008).Permasalahan
Pendidikan,[online].Tersed
ia:
http://fatamorghana.wordp
ress.com/2008/07/22/bab-
vii-permasalahan-pendidikan/
.[11
Maret
2013]
Howitt, Peter
Health, Human
Capital, and Economic
Growth: A Schumpeterian
Perspective
In Health and
Economic Growth:
Findings and Policy
Implications edited by
Guillem
Lopez-Casasnovas, Berta Rivera
and Luis
Currais Cambridge, MA:
MIT Press, 2005, 19-40.
Idha, Rahayuningsih,
dkk.(2007).Analisis Indeks
Pembangunan Manusia
(IPM) dan Dampaknya
pada Peningkatan
Pendidikan, Kesehatan
dan Ekonomi di Kabupaten
Gresik,[online].Tersedia:
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/
ANALISIS PENGARUH INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2002-2011
693
admin/jurnal/6209256274.
.[11 Maret 2013]
Imam Ghozali.(2005).Aplikasi
Analisis Multivariate
Dengan Program SPSS.
BP Undip: Semarang.
Jhingan, M. L. 2004. Ekonomi
Pembagunan dan
Perencanaan. PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Kuncoro, Mudrajat, 2004, Otonomi
dan Pembangunan
Daerah, Erlangga,
Jakarta.
Linggar Dewangga
Putra.(2011).Analisis
Pengaruh Ketimpangan
Distribusi Pendapatan
Terhadap Jumlah
Penduduk Miskin di
Provinsi Jawa Tengah
Periode 2000-2007.
Semarang:UniversitasDipo
negoro,[online].Tersedia:
e
prints.undip.ac.id/27371/-1/Skripsi(r).pdf
. [15 Maret
2013]
Meier G.M., and Stiglitz, J.E.,
2001. Frontiers of
Development Economics :
The Future in
Perspectif.Oxford
University Press, The
World Bank, Washington
D.C., USA.
Ningsih, Surya. 2001. Manajemen
Pemasaran, Pelita, Jakarta
.Nurdirman. 2001. Manajemen
Tugas, Tanggung Jawab,
Praktek, Gramesia,
Jakarta.
Pusat Data dan Analisis
Pembangunan Jawa Barat.
Data Statistik berbagai
tahun,
http://pusdalisbang.j
abarprov.go.id/pusdalisban
g/
. [11 Maret 2013]
R. Abdul Maqin.(2006). Analisi
Disparitas Pendapatan
Antar Daerah di Jawa
Barat.
http://bisnis-
jabar.com/wp-content/uploads/2011/03/R
-Abdul-Maqin-disparitas2.pdf
.[17 Maret
2013]
Sekretariat Negara Republik
Indonesia.(2011).Kebijaka
n Bidang
Pendidikan,[online].Tersed
ia:
http://www.setneg.go.id/
index.php?option=com_co
ntent&task=view&id=364
7&Itemid=29
.[11 Maret
2013]
Syafrijal.(2008).Ekonomi Regional
Teori dan Aplikasi.
Padang: Baduose Media
Tambunan, Tulus, TH, 2001,
Perekonomian Indonesia :
Teori dan Temuan
Empiris, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Tambunan, Tulus, TH, 2001,
Transformasi Ekonomi di
Indonesia : Teori dan
Temuan Empiris, Salemba
Empat, Jakarta
Todaro P Michael. 2000.
Pembangunan Ekonomi di
Dunia Ke-3 Jilid 1. Jakarta
Penerbit, Erlangga.
Todaro, M. P. 2003. Pembangunan
Ekonomi di Dunia Ketiga.
Erlangga, Jakarta.
Todaro, M.P dan Smith. 2006.
Pembangunan Ekonomi:
Edisi Kesembilan.
Erlangga,
Jakarta.UNDP.(2011).Inter
nasional Human
Development
Indicator,[online].Tersedia
:
http://hdrstats.undp.org/en
694
/tables/default.html
.[11
Maret 2013]
Todaro, Michael P. dan Smith,
Stephen C. 2006.
“Economic
Development”. Pearson
Education Limited,
United Kingdom
Tutorial, Kuliah.(2008). Rumus
untuk Menghitung IPM
(Indeks Pembangunan
Manusia),[online]Tersedi
a:
http://tutorialkuliah.blo
gspot.com/2009/08/rumu
s-untuk-menghitung-ipm-indeks.html
.[11
Maret
2013]
Yeni, Suryani.(2011).Analisis
Indeks Pembangunan
Manusia di Indonesia
Periode Tahun
1996-2010,Skripsi Sarjana FE
UNSIL,UNSIL
TASIKMALAYA:tidak
diterbitkan
ANALISIS PENGARUH INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2002-2011