• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANTAUAN KONDISI KUALITAS AIR DAN UDARA DALAM RUANGAN DI GEDUNG ANDI HAKIM NASOETION INSTITUT PERTANIAN BOGOR WIRAPRAJA LAZUARDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANTAUAN KONDISI KUALITAS AIR DAN UDARA DALAM RUANGAN DI GEDUNG ANDI HAKIM NASOETION INSTITUT PERTANIAN BOGOR WIRAPRAJA LAZUARDI"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANTAUAN KONDISI KUALITAS AIR DAN UDARA DALAM

RUANGAN DI GEDUNG ANDI HAKIM NASOETION

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

WIRAPRAJA LAZUARDI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemantauan Kondisi Kualitas Air dan Udara dalam Ruangan di Gedung Andi Hakim Nasoetion Institut Pertanian Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016 Wirapraja lazuardi NIM F44120071

(3)

ABSTRAK

WIRAPRAJA LAZUARDI. Pemantauan Kondisi Kualitas Air dan Udara dalam Ruangan di Gedung Andi Hakim Nasoetion Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh YUDI CHADIRIN dan ERIZAL.

Pemantauan terhadap kriteria green building harus dilakukan secara berkala. Penilaian ini merupakan implementasi dari pemantauan konsistensi kriteria green building pada Gedung Andi Hakim Nasoetion Institut Pertanian Bogor, yang pada tahun 2015 telah dilakukan oleh beberapa mahasiswa Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan monitoring terhadap kebisingan, intensitas pencahayaan, laju ventilasi, kualitas air dan kualitas udara, serta melakukan penilaian terhadap kriteria green building dalam aspek konservasi air serta kesehatan dan kenyamanan dalam ruangan. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa gedung tersebut masih belum memenuhi kriteria green building, karena nilai beberapa parameter tidak sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. Nilai yang diberikan terhadap gedung tersebut yaitu 4 dari total nilai maksimal 10.

Kata kunci: Gedung Andi Hakim Nasoetion, green building, kenyamanan, kualitas air dan udara, pemantauan

ABSTRACT

WIRAPRAJA LAZUARDI. Monitoring of Air and Water Quality Indoor Conditions, in The Andi Hakim Nasoetion Building of Bogor Agricultural University. Supervised by YUDI CHADIRIN and ERIZAL.

Monitoring of the green building criteria should be done regularly. This assessment is a monitoring implementation for the consistency of green building criteria in Andi Hakim Nasution building Bogor Agricultural University, which in 2015 had been carried out by some students of Civil and Environmental Engineering Department. This study aimed to monitor the noise, the intensity of illumination, ventilation rate, water quality and air quality, as well as the assessment of the green building criteria in water conservation and health and indoor comfort aspects. The results of the study showed the building was not comply the green building criteria, because several parameters values were not in accordance with the quality standards. The value of the building was 4 of the maximum value of 10.

Keywords : air and water quality, Andi Hakim Nasoetion Building, comfort, green building, monitoring,

(4)

Judul Skripsi : Pemantauan Kondisi Kualitas Air dan Udara dalam Ruangan di Gedung Andi Hakim Nasoetion Institut Pertanian Bogor

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

PEMANTAUAN KONDISI KUALITAS AIR DAN UDARA DALAM

RUANGAN DI GEUDNG ANDIH HAKIM NASOETION

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

WIRAPRAJA LAZUARDI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)
(6)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2016 adalah Pemantauan Kondisi Kualitas Air dan Udara Dalam Ruangan di Gedung Andi Hakim Nasoetion Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih ditujukan kepada :

1. Dr. Yudi Chadirin, S.TP., M.Agr dan Dr. Ir. Erizal M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan serta bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Joana Febrita, S.T, M.T selaku dosen penguji yang telah memberikan perngarahan terkait penyusunan skripsi.

3. Kedua orang tua, Bapak Omon dan Ibu Mustika Mutiara, yang selalu memberikan doa, kasih sayang dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

4. Saudara tercinta Danureza Lazuardi, Andhika Kartika Pratiwi, dan Suryadirja Lazuardi atas motivasi dan dukungannya.

5. Nur Angel Muti’ah, Ibu Umi Laila, Bapak Karpan, dan Nur Aldis Safira Putri yang selalu memberikan perhatian, dukungan moril, dan doa.

6. Amalia Khairunnisa, Cvevia Nadia, Meska Kuspratiska, Yustika Maulana, Nadhif Nabban Rabbani, dan Andhika Prasetyo Ryanto yang juga selalu mendukung.

7. Halimanto Sapta Triyoga, Femylia Nur Utama, Lina Aryani, Kristianto Rumaga, Raihana Najwa Alwin, Hamzah Arief, Iqbal Firmansyah, Sekar Ayu Darmastuti, Siti Rahmatika, Citra Noer Intan, Mardianto Effemdi, M. Alfath Noor, Fatma Nurkhaerani, M. Syahdan, Eman Serius Waruwu, Devika Zulvia, Yoga Armando, Andita Dwi Sefiani, Andini Ginawati Gunawan, Alvi Rohmawati, Ario Wicaksono, Deni Miranda, terutama pada Rika Purnamasari, Kartika Pratiwi Sidik, Desi Eva Situmorang, serta Furi yang telah membantu baik dalam proses pengukuran, pengujian, maupun analisis parameter.

8. Ibu Etty yang telah membantu dalam pengolahan data maupun nasihat yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini.

9. Teman-teman mahasiswa di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan 2012 (SIL 49) dan semua pihak terkait yang telah banyak memberi semangat, saran, maupun bantuan baik material maupun pikiran dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat untuk dunia pendidikan secara umum, dan khususnya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016 Wirapraja Lazuardi

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan 2 Manfaat 3 Ruang Lingkup 3 TINJAUAN PUSTAKA 3 Green Building 3

Sistem Greenship di Indonesia 6

Kualitas Air 7

Kualitas Udara 8

METODOLOGI 8

Waktu dan Tempat 8

Alat dan Bahan 9

Pelaksanaan 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Kualitas Air 19 Kualitas Udara 30 Intensitas Pencahayaan 33 Kebisingan 35 Laju Ventilasi 36 Penilaian 38

SIMPULAN DAN SARAN 39

Simpulan 39

Saran 40

DAFTAR PUSTAKA 40

LAMPIRAN 43

(8)

DAFTAR TABEL

1 Kriteria penilaian GBCI 10

2 Kriteria penilaian green building berdasarkan GBCI 1.0 11

3 Penilaian akhir kriteria green building 38

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 18

2 Diagram alir distribusi air bersih Gedung AHN IPB 19 3 Nilai kekeruhan pada air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN IPB 20 4 Nilai suhu air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN IPB 21 5 Nilai warna pada air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN IPB 21 6 Nilai Fe pada air di jalur distribusi bersih Gedung AHN IPB 22 7 Nilai F pada air di jalur distribusi Gedung AHN IPB 23 8 Nilai CaCO3 pada air di jalur distribusi Gedung AHN IPB 24

9 Nilai Cl pada air di jalur distribusi Gedung AHN IPB 24 10 Nilai Mn pada air di jalur distribusi Gedung AHN IPB 25 11 Nilai NO2 pada air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN IPB 25

12 Nilai pH pada air di distribusi air bersih Gedung AHN IPB 26 13 Nilai Zn pada air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN IPB 27 14 Nilai Cr pada air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN IPB 27 15 Nilai SO4 pada air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN IPB 28

16 Nilai total koliform pada air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN

IPB 29

17 Kadar SO2 yang terukur di bagian dalam Gedung AHN IPB 30

18 Kadar NO2 yang terukur di bagian dalam Gedung AHN IPB 31

19 Kadar NH3 yang terukur di bagian dalam Gedung AHN IPB 31

20 Kadar formaldehid yang terukur di bagian dalam Gedung AHN IPB 32 21 Kadar H2S yang terukur di bagian dalam Gedung AHN IPB 33

22 Tingkat intensitas pada cahaya ruang kerja Gedung AHN IPB 34 23 Tingkat intensitas cahaya pada lobby Gedung AHN IPB 35

24 Tingkat kebisingan di Gedung AHN IPB 35

25 Laju ventilasi alami di Gedung AHN IPB 36

26 Jumlah pertukaran udara yang terjadi di Gedung AHN IPB 37

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kriteria green building untuk gedung terbangun 43 2 Kebutuhan laju udara ventilasi dan ventilasi mekanis 49

3 Konsentrasi maksimal polutan udara 50

4 Tingkat pencahayaan (iluminasi) rata-rata yang direkomendasikan 50

5 Tingkat bunyi yang direkomendasikan 51

6 Peta lokasi pengambilan data primer 52

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konsep bangunan hijau merupakan sebuah topik penting dalam dunia arsitektur. Green Building Council Indonesia (2011), menyatakan bahwa bangunan hijau diartikan sebagai bangunan yang berada dalam tahap perencanaan, pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan memperhatikan aspek-aspek yang melindungi, menghemat, serta mengurangi penggunaan sumberdaya alam dan energi. Konsep ini merupakan hal yang baru di Indonesia. Di Indonesia, hampir semua gedung yang dibangun sejak tahun 1950 tidak memenuhi tuntutan pembangunan berkelanjutan (Frick dan Suskiyatno 2007).

Pembangunan berkelanjutan merupakan solusi dari kondisi lingkungan yang kurang baik, karena pada prinsipnya pembangunan berkelanjutan memerlukan 3 sektor yang sama kuat dan saling menunjang, yaitu pertumbuhan ekonomi, perlindungan lingkungan dari akibat buruk pembangunan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat (Rachman 2011). Penerapan konsep green building memerlukan material-material dan teknologi yang ramah lingkungan guna mendukung tujuannya yaitu pembangunan yang berkelanjutan. Konsep bangunan ramah lingkungan tidak hanya dilakukan pada tahap perancangan dan pembangunan, tetapi juga harus berkesinambungan selama bangunan masih beroperasi, untuk itu diperlukan komitmen pemilik, pengelola dan pengguna bangunan untuk memelihara dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang disyaratkan (Surjana dan Ardiansyah 2013). Pelaksanaan konsep tersebut tidak hanya memberikan efek secara ekologis, namun juga bernilai ekonomis, karena dapat menurunkan biaya operasional dan perawatan gedung (Indah 2013). Selain itu, pelaksanaan konsep green building juga harus memenuhi beberapa syarat tertentu yang dijadikan sebagai acuan.

Karyono (2010), menjelaskan bahwa green building harus dapat diposisikan pada tingkat yang dapat dimengerti atau diukur oleh suatu acuan (standar) tertentu. Acuan digunakan untuk mengukur tingkat kehijauan (green building) suatu bangunan. Acuan yang digunakan berupa aturan yang berisikan berbagai spesifikasi standar sebagai penentu tingkat kehijauan suatu bangunan. Sampai dengan saat ini, telah banyak tersebar berbagai banyak lembaga dan standar dalam penilaian green building, seperti BREEAM (Inggris), LEED (Amerika Serikat), NABERS dan GREEN STAR (Australia), serta GREEN MARK (Singapura). Sebagai salah satu negara yang memperhatikan isu-isu lingkungan, Indonesia sendiri telah memiliki standar Greenship yang berada di bawah lembaga sertifikasi nasional Green Building Council Indonesia (GBCI) sebagai lembaga independen yang sudah berdiri sejak tahun 2009. Lembaga tersebut telah diregistrasi oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup Indonesia sebagai lembaga penyedia jasa sertifikasi bangunan ramah lingkungan pada tanggal 21 Juli 2011 dengan nomor registrasi kompetensi: 001/LPJ/BRL/LRK/KLH. Manfaat sertifikasi green building selain sebagai bentuk usaha penaatan lingkungan, juga memberikan keuntungan yaitu peningkatan citra dan persepsi masyarakat yang

(10)

lebih menambah nilai market/investasi dibandingkan dengan gedung konvensional (GBCI 2011).

Sebagai salah satu universitas negeri terbaik di Indonesia, Institut Pertanian Bogor (IPB) selalu menjadi salah satu pusat perhatian masyarakat, baik masyarakat umum maupun yang berhubungan langsung dengan dunia pendidikan. Oleh sebab itu, segala kebijakan yang dilakukan seyogyanya direncanakan dan dikerjakan dengan sebaik mungkin agar IPB dapat memperoleh penilaian yang baik, terutama pada pembangunan gedung-gedung. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan konsep green building pada gedung-gedung dikawasan IPB. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan pemantauan untuk mengetahui pencapaian pemenuhan kriteria green building pada bangunan di IPB. Pemantauan terhadap kriteria green building harus dilakukan secara berkelanjutan. Tindakan tersebut bertujuan untuk memastikan nilai kriteria green building pada suatu bangunan tetap berada di tingkat yang diharapkan atau bahkan mengalami peningkatan. Hal itu menjadi dasar atas dilakukannya penelitian ini. Penilaian ini merupakan peninjauan konsistensi kriteria green building Gedung Andi Hakim Nasoetion (AHN) IPB. Gedung AHN IPB dipilih sebagai gedung yang dinilai karena beberapa pertimbangan, seperti munculnya wacana konsep green campus di IPB, dan fungsinya yang sangat penting, yaitu sebagai pusat birokrasi di IPB.

Perumusan Masalah

Penelitian mengenai penilaian kriteria green building aspek sumber dan siklus material, kualitas serta kenyamanan udara pada Gedung Andi Hakim Nasoetion Institut Pertanian Bogor berdasarkan permasalahan latar belakang yang telah dibahas meliputi :

1. Sejauh mana IPB telah menerapkan konsep green building pada Gedung AHN IPB.

2. Bagaimana kualitas air dan udara dalam ruangan di Gedung AHN IPB.

3. Bagaimana pengaruh faktor-faktor pendukung kenyamanan ruang, seperti kualitas udara, pencahayaan, kebisingan, dan lain sebagainya terhadap hasil penilaian.

Tujuan

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Melakukan monitoring terhadap kualitas air dan memberikan rekomendasi perbaikan yang dapat dilakukan pada Gedung AHN IPB agar sesuai dengan kriteria green building.

2. Melakukan monitoring terhadap kualitas udara dan beberapa parameter fisik dalam ruangan di Gedung AHN IPB serta memberikan rekomendasi perbaikan yang dapat dilakukan pada Gedung AHN IPB agar sesuai dengan kriteria green building .

3. Melakukan penilaian terhadap kriteria green building dalam aspek konservasi air serta kesehatan dan kenyamanan dalam ruangan.

(11)

Manfaat

Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memberikan informasi mengenai konsep dan sertifikasi green building

menurut GBCI, khususnya dalam aspek konservasi air serta kenyamanan dan kesehatan dalam ruangan.

2. Sebagai masukan bagi pihak terkait dalam memantau dan menangani kondisi lingkungan dan bangunan di Institut Pertanian Bogor khususnya di Gedung Andi Hakim Nasoetion .

3. Sebagai acuan bagi penelitian lanjutan terkait faktor penilaian kriteria green building berdasarkan GBCI khususnya dalam aspek konservasi air serta kualitas dan kenyamanan udara.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan dengan ruang lingkup sebagai berikut :

1. Green building aspek konservasi air serta kenyamanan dan kesehatan dalam ruangan ditinjau berdasarkan Greenship Rating Tools Existing Building versi 1.0.

2. Analisis kualitas udara ruangan yang menunjukkan adanya introduksi udara luar minimal sesuai dengan SNI 03-6572-2001 tentang Tata cara Ventilasi dan Sistem Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung.

3. Analisis sumber pencemar udara berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, serta SNI 19-0232-2005 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Zat Kimia di Udara Tempat kerja. 4. Analisis tingkat pencahayaan (iluminasi) di setiap ruang kerja berdasarkan

SNI 03 6197-2000 tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan. 5. Analisis tingkat bunyi di ruang kerja berdasarkan SNI 03-6386-2000 tentang

Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan Perumahan.

6. Analisis kualitas air baku yang digunakan, dengan acuan baku mutu yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.

TINJAUAN PUSTAKA

Green Building

Sebagai sebuah konsep, green building tidak bisa hanya diartikan sebagai suatu bangunan atau gedung hijau saja. Green building memiliki makna yang luas yaitu sebagai suatu konsep untuk bangunan berkelanjutan dan mempunyai syarat tertentu, yaitu lokasi, sistem perencanaan dan perancangan, renovasi dan

(12)

pengoperasian, yang menganut prinsip hemat energi serta harus berdampak positif bagi lingkungan, ekonomi dan sosial. Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2010 tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan, bangunan ramah lingkungan (green building) diartikan sebagai suatu bangunan yang menerapkan prinsip lingkungan dalam perancangan, pembangunan, pengoperasian, dan pengelolaannya, juga sebagai aspek penting dalam penanganan dampak perubahan iklim. Green building adalah bangunan yang menerapkan strategi (atribut) berkelanjutan (Bauer et al. 2007). Diperlukan penerapan strategi keberlanjutan secara holistik dalam pembangunan green building agar terwujud dua sasaran utamanya (Sassi 2006) :

1. Green building sudah seharusnya dapat meminimalisasi dampak negatif siklus bangunan (pembangunan, penggunaan hingga proses merobohkannya) terhadap lingkungan secara menyeluruh

2. Green building sudah seharusnya memberikan kontribusi positif terhadap kondisi sosial, fisik dan psikis penghuni dan masyarakat pada lokasi bangunan tersebut berada.

Pembangunan dengan standar green building diperlukan untuk mencapai kondisi lingkungan dan sumber daya alam yang terus berkelanjutan daya tampung dan daya dukungnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini dan masa mendatang. Pada kerangka pembangunan berkelanjutan, green building bermanfaat bagi kesehatan manusia, komunitas, lingkungan, dan biaya siklus hidupnya (Wu dan Low 2010). Pengetahuan yang baik mengenai konsep green building sangat dibutuhkan sebagai salah satu upaya pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Penelitian yang dilakukan oleh Choi (2009), menyebutkan bahwa kurangnya pengetahuan dan sumber daya manusia mengenai green building akan memperpanjang durasi pengerjaan proyek.

Green building mengacu pada struktur dan menggunakan proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di seluruh siklus hidup bangunan dari mulai penentuan tapak, pembuatan desain, sampai dengan pembongkaran. Konsep ini dijadikan sebagai sebuah upaya untuk menjaga kualitas bangunan. Green building memiliki ciri-ciri spesifik yang membedakannya dengan bangunan pada umumnya. Sepintas bangunan ini dapat dilihat dari bentuk, fungsi dan tingkat pemakaian energi dalam operasionalnya.

Bangunan yang ingin mendapatkan sertifikasi sebagai green building harus memenuhi beberapa syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan. Syarat dan ketentuan tersebut mengacu pada aturan resmi yang ditetapkan oleh pemerintah yang bersangkutan. Menurut (BEA Indonesia 2013), terdapat empat aspek yang perlu dipertimbangkan dalam membangun green building. Aspek-aspek tersebut yaitu :

1) Material

Material yang digunakan untuk membangun harus diperoleh dari alam, merupakan sumber energi terbarukan yang dikelola scara berkelanjutan, atau bahan bangunan yang didapat dari wilayah setempat untuk mengurangi biaya transportasi.

2) Energi

Green building harus memanfaatkan lampu hemat energi, peralatan hemat energi lain, serta teknologi terbarukan seperti turbin angin dan panel

(13)

surya. Selain itu green building perlu dilengkapi dengan jendela untuk menghemat penggunaan lampu dan pendingin ruangan.

3) Air

Green building perlu memasang sistem tangkapan air hujan sehingga dapat melakukan daur ulang air untuk menyiram tanaman atau toilet.

4) Kesehatan

Bahan bangunan yang dipakai merupakan bahan bangunan yang tidak beracun serta mampu meningkatkan kualitas udara di dalam ruangan untuk mengurangi resiko beberapa penyakit pernapasan.

Dengan mengimplementasikan konsep green building diharapkan mampu mengurangi penggunaan energi serta dampak polusi sekaligus desain bangunan menjadi ramah lingkungan. Saat Bulan Mutu Nasional dan Hari Standar Dunia diselenggarakan pada tahun 2008, dijelaskan bahwa dalam merancang dan mendesain ”Intelligent and Green Building” harus memperhatikan:

1) Pemanfaatan Material yang Berkelanjutan

Penggunaan material bangunan yang tepat cukup berperan dalam menghasilkan bangunan berkualitas yang ramah lingkungan. Beberapa produsen telah membuat produk dengan inovasi baru dengan meminimalkan terjadinya kontaminasi lingkungan, mengurangi pemakaian sumber daya alam tak terbarukan dengan cara optimalisasi bahan baku alternatif, dan menghemat penggunaan energi secara keseluruhan.

2) Keterkaitan dengan Ekologi Lokal

Indonesia merupakan daerah yang beriklim tropis dan mempunyai kelembaban yang cukup tinggi. Kondisi ini mendorong penggunaan peralatan elektronik, misalnya: pendingin ruangan pada hunian. Sadar atau tidak sadar penggunaan pendingin ruangan ini mengkonsumsi energi relatif besar dan berdampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan Freon.

3) Konservasi Energi

Untuk menggunakan konsep green building tidak perlu mengorbankan kenyamanan dan produktivitas akibat penggunaan produk hemat energi. Green building mengedepankan pemakaian energi menjadi efisien, suasana lingkungan lebih sehat, melestarikan sumber daya alam, dan meningkatkan kualitas udara.

4) Efisiensi Penggunaan Air

Fokus dari pemanfaatan air untuk mengembangkan sistem pengurangan pemakaian air (reduce), penggunaan kembali air untuk berbagai keperluan sekaligus (reuse), mendaur ulang buangan air bersih (recycle), dan pengisian kembali air tanah (recharge).

5) Penanganan Limbah

Konsep ramah lingkungan dewasa ini juga telah merambah ke dunia sanitasi. Dijelaskan bahwa septic tank dengan penyaring biologis (biological filter septic tank) berbahan fiberglass dirancang dengan teknologi khusus untuk tidak mencemari lingkungan, memiliki sistem penguraian secara bertahap, dilengkapi dengan sistem desinfektan, hemat lahan, anti bocor atau tidak rembes, tahan korosi, pemasangan mudah dan cepat, serta tidak membutuhkan perawatan khusus. Pengembangan sistem pengolahan air limbah terus dilakukan, yang mendaur ulang air buangan sehari-hari (cuci tangan, piring, kendaraan, bersuci diri) maupun air limbah (air buangan dari

(14)

kamar mandi) yang dapat digunakan kembali untuk mencuci kendaraan, membilas kloset, dan menyirami taman, serta membuat sumur resapan air (100x100x200 cm) dan lubang biopori (10x100 cm) sesuai kebutuhan.

6) Memperkuat Keterkaitan dengan Alam

Konsep green building adalah mendekatkan kembali antara tata cara pembangunan dengan alam sekitarnya sehingga terjadi kesesuaian antara infrastruktur yang dihasilkan oleh rekayasa teknik dengan kondisi alamiah lingkungan sekitar. Penggunaan bahan-bahan alami tanpa merusak lingkungan lebih dikedepankan.

7) Pemakaian Kembali/Renovasi Bangunan

Penerapan konsep green building untuk menggunakan kembali bangunan yang ada dengan sedikit melakukan renovasi untuk mencapai tujuan fungsionalnya lebih dianjurkan dibandingkan membanguan bangunan baru. Hal ini disebabkan karena dengan membangun kembali sebuah bangunan akan mengkonsumsi energi lebih banyak, pemanfaatan air, pembuangan zat-zat ke udara selama proses pembangunan, pemanfaatan lahan dari kawasan hijau menjadi lahan terbangun.

Sistem Rating Green Building di Indonesia (Greenship)

Greenship adalah sebuah perangkat penilaian yang disusun oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) untuk menentukan apakah suatu bangunan dapat dinyatakan layak bersertifikat "bangunan hijau" atau belum. Greenship bersifat khas Indonesia seperti halnya perangkat penilaian di setiap negara yang selalu mengakomodasi kepentingan lokal setempat. Program sertifikasi Greenship diselenggarakan oleh Komisi Rating GBCI secara kredibel, akuntabel dan penuh integritas. Penyusunan Greenship ini didukung oleh World Green Building Council, dan dilaksanakan oleh Komisi Rating dari GBCI. Greenship sebagai sebuah sistem rating terbagi atas enam aspek yang terdiri dari :

Tepat guna lahan (appropriate site development/ASD)

Efisiensi energi & refrigeran (energy efficiency & refrigerant/EER)

Konservasi air (water conservation/WAC)

Sumber & siklus material (material resources & cycle/MRC)

Kenyamanan & kesehatan dalam ruangan (indoor air health & comfort/IHC)

Manajemen lingkungan & bangunan (building & enviroment management) Masing-masing aspek terdiri atas beberapa rating yang mengandung kredit yang masing-masing memiliki muatan nilai tertentu dan akan diolah untuk menentukan penilaian. Poin nilai memuat standar-standar baku dan rekomendasi untuk pencapaian standar tersebut. Menurut kondisi gedungnya, greenship terdiri dari dua kategori, yaitu bangunan baru (new building/NB) dan bangunan terbangun (existing building/EB). Tahap penilaian greenship terdiri dari dua tahap, yaitu pengakuan desain (desain recognition/DR) dan penilaian akhir (final assessment/FA). Setiap tahap mempunyai empat peringkat, yaitu platinum, gold, silver, dan bronze.

Pada proses penilaian dalam sistem greenship diperlukan sebuah hipotesa. Hipotesa yang diambil bertujuan untuk mencari adanya hubungan antara

(15)

pandangan mengenai pentingnya penerapan poin Sumber dan Siklus Material dengan sejauh mana penerapannya dalam proyek konstruksi. Pengujian persyaratan analisis dilakukan untuk menguji validitas dan reliabilitas kuesioner. Pengujian ini dibagi menjadi 2 yaitu uji validitas dan uji reliabilitas (Azwar 1997).

Kualitas Air

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting baik bagi kelestarian lingkungan maupun kelangsungan hidup makhluk hidup di permukaan bumi, terutama manusia. Ketersediaan air yang jumlahnya terbatas di permukaan bumi membuat pengelolaan segala aspek pada sumber daya ini menjadi sangat penting untuk dilakukan. Salah satu aspek terpenting pada air yang harus dijaga dan dikelola yaitu kualitasnya.

Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu. Dengan demikian kualitas air akan berbeda dari suatu kegiatan ke kegiatan lain, sebagai contoh kualitas air untuk keperluan irigasi berbeda dengan kualitas air untuk keperluan air minum. Fungsi air yang sangat fundamental dalam kehidupan makhluk hidup membuat pengelolaan kualitas air yang tepat sangat dibutuhkan baik untuk saat ini, maupun untuk masa yang akan datang. Penentuan kualitas air di lingkungan dapat dilakukan dengan menguji beberapa parameter yang menunjukkan karakteristik air. Terdapat beberapa parameter yang umum digunakan dalam pengukuran kualitas air bersih, seperti total coliform, pH, Cl, NO2 dll.

Menurut sumbernya jenis air terbagi menjadi 2 bagian yaitu air baku dan air hasil pengolahan. Air baku merupakan air yang terdapat di sumbernya seperti sungai dan laut, sedangkan air hasil pengolahan merupakan air yang terlebih dahulu melalui beberapa tahapan pengolahan penjernihan. Menurut fungsinya air dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu air minum, air bersih dan air kolam. Air minum diartikan sebagai air yang dapat secara langsung diminum, air bersih merupakan air yang digunakan dalam kebutuhan rumah tangga seperti mandi, mencuci dan kakus, sedangkan air kolam merupakan air yang hanya diperuntukkan untuk pemandian atau kolam renang.

Setiap parameter kualitas air yang terukur memiliki kadar yang berbeda-beda, tergantung pada daerah dan aktivitas manusia yang terdapat di lingkungan tersebut. Atmojo (2004), menyatakan bahwa aktivitas domestik dapat menjadi penyebab utama tingginya tingkat pencemaran di suatu perairan, khususnya total coliform. Jumlah coliform mengindikasikan tingkat pencemaran air di suatu lingkungan. Pengelolaan yang tepat sangat dibutuhkan untuk menjaga kelestarian lingkungan perairan.

Menurut PP No. 82 Tahun 2001, pengelolaan kualitas air diartikan sebagai upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya. Pengelolaan sumberdaya khususnya air harus meliputi seluruh sistem dan idealnya dalam pengelolaan tersebut harus terdapat keseimbangan antar pengguna, mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam, memperhatikan keseimbangan lingkungan, dan memperbaiki jika terjadi kerusakan (Hendrawan 2005). Tindakan pengelolaan dilakukan untuk mengatasi pencemaran lingkungan yang semakin

(16)

lama, semakin bertambah parah. Pada sumber-sumber air permukaan, wilayah perkotaan memiliki tingkat pencemaran yang paling tinggi (Atmodjo 1995). Hal inilah yang membuat pengelolaan menjadi sangat penting untuk dilakukan secara berkala dan konsisten.

Hendrawan (2005), menyatakan bahwa kebijakan untuk pengelolaan sumberdaya air harus dikembangkan pada satu dekade kedepan. Pengendalian pencemaran pada sungai dilakukan dengan pengolahan buangan yang akan masuk ke perairan (Hendrawan 2005). Pemilihan proses pengolahan air limbah serta kombinasi-kombinasinya bagi kegiatan industri tergantung pada beberapa hal seperti: sifat-sifat air limbah, derajat pengolahan yang diinginkan, baku mutu yang berlaku bagi air limbah dan badan air tempat pembuangan limbah (Hendrawan 2005). Selain itu, pengelolaan kualitas air juga dapat dilakukan dengan melakukan konservasi air. Konservasi air merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengurangi penggunaan air bersih (Tsai et al. 2011). Pada prosesnya, semua tindakan pengelolaan kualitas air diharuskan mengacu pada baku mutu yang berlaku. Implementasi standar atau baku mutu kualitas air di masa mendatang pada sungai akan menjadi sangat penting, karena jika tidak dapat berdampak negatif terutama bagi manusia, salah satunya yaitu timbulnya berbagai bibit penyakit.

Kualitas Udara

Udara merupakan salah satu aspek terpenting yang harus diperhatikan kualitasnya dalam pembangunan suatu gedung. Kualitas dan kenyamanan udara akan sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan baik lingkungan maupun maupun manusia, terutama untuk udara dalam ruangan. Sebagai suatu upaya untuk memperoleh kenyamanan bagi para penghuni yang mendiami suatu ruangan di dalam gedung atau bangunan, maka perencanaan ventilasi dan pengkondisian udara merupakan salah satu syarat utama yang wajib dipenuhi. Pemantauan dan pemeliharaan kualitas dan kenyamanan udara harus selalu dilakukan secara berkala, terutama pada pembangunan green building.

Secara umum, Green building harus menggunakan material dan produk-produk non-toxic yang akan meningkatkan kualitas udara dalam ruangan dan mengurangi tingkat asma, alergi dan sick building syndrome. Green building menggunakan material yang bebas emisi dan tahan untuk mencegah kelembaban yang menghasilkan spora dan mikroba lainnya. Selain itu, untuk menjaga kualitas udara, suatu ruangan juga harus didukung dengan penggunaan sistem ventilasi yang efektif dan bahan-bahan pengontrol kelembaban yang memungkinkan bangunan untuk bernapas. Memaksimalisasi dan meningkatkan kualitas udara di dalam ruangan adalah prinsip green building yang harus selalu dilakukan, terutama untuk bangunan di mana banyak aktivitas di dalamnya, seperti rumah maupun kantor.

(17)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April hingga Juni 2016. Selama periode tersebut dilakukan tahapan-tahapan penelitian, mulai dari penyusunan proposal, persiapan bahan dan alat penelitian, perizinan, pengambilan sampel, pengujian, dan analisis. Terdapat 3 lokasi berbeda yang digunakan dalam penlitian ini, yaitu WTP Cihideung, Gedung AHN IPB dan Laboratorium Polusi Udara di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB. Ketiga tempat tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda. WTP Cihideung digunakan sebagai tempat pengambilan dan pengujian sampel kualitas air, Gedung AHN IPB sebagai tempat pengambilan sampel seluruh parameter, dan Laboratorium Polusi Udara sebagai tempat pengujian sampel kualitas udara.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan antara lain impinger air sampler, pompa vakum, flow meter, termometer, labu ukur, tabung reaksi, gelas ukur, pipet, lux meter dengan merk KRISBOW KW0600291, spektrofotometer merk E-Crom Tech B01, sound level meter merk KRISBOW KW0600291, naraca analitik merk Matrix DJ203A dan merk Nagata Ek 15000, cawan petri, oven, anemometer merk Lutron LM-8010, dan labu erlenmeyer. Selain itu, pada penelitian ini juga digunakan bahan-bahan kimia berupa larutan penyerap berbagai gas.

Pelaksanaan

Secara garis besar penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pengukuran parameter, pengujian di laboratorium, perhitungan nilai akhir, dan penilaian berdasarkan standar GBCI 1.0. Tahap awal penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengukuran terhadap beberapa parameter. Parameter yang diukur terdiri dari intensitas cahaya, laju ventilasi, kebisingan, kualitas air, serta kualitas udara dalam ruangan. Parameter tersebut merupakan representasi dari beberapa kategori penilaian, seperti outdoor air intoduction, physical pollutants and chemical pollutants, visual comfort, acoustic level, dan recycled water. Pengukuran yang dilakukan pada beberapa parameter tersebut menghasilkan sampel uji bagi kualitas air dan kualitas udara dalam ruangan, serta data awal bagi parameter kebisingan dan laju ventilasi. Selanjutnya, sampel uji kualitas air dan udara dalam ruangan dilakukan pengujian di laboratorium. Pengujian yang dilakukan untuk kedua sampel tersebut menghasilkan data awal. Data awal yang telah diperoleh dari seluruh parameter kemudian dihitung untuk mendapatkan hasil akhir dari kualitas gedung berdasarkan beberapa parameter tersebut. Hasil

(18)

dari perhitungan tersebut pada tahap akhir dijadikan sebagai penentu bagi penilaian kriteria green building yang dilakukan berdasarkan GBCI 1.0.

Penilaian dilakukan dengan menggunakan sistim rating, yaitu suatu alat berisi butir-butir dari aspek penilaian yang disebut rating dan setiap butir rating mempunyai nilai. Apabila suatu bangunan berhasil melaksanakan butir rating, maka bangunan itu akan mendapatkan poin nilai dari butir tersebut. Besar poin yang diberikan pada proses penilaian tergantung pada seberapa besar penerapan kriteria-kriteria green building pada gedung yang akan disertifikasi.

Penilaian yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari 5 rating yang berasal dari dua aspek berbeda. Pada aspek konservasi air, rating yang dinilai yaitu penggunaan air daur ulang, sedangkan untuk aspek kenyamanan dan kesehatan dalam ruangan dilakukan penilaian terhadap 4 rating, yaitu introduksi udara luar ruangan, polutan fisik dan kimia, kenyamanan visual dan tingkat akustik. Kriteria penilaian yang harus diperhitungkan dari masing-masing aspek disampaikan pada Tabel 1 (GBCI 2011).

Tabel 1 Kriteria penilaian GBCI 1.0

KODE RATING NILAI

MAKS Konservasi Air

P1 Kebijakan Pengelolaan Air P

WAC 1 Submeter Air 1

WAC 2 Kontrol Pemantauan Air 2

WAC 3 Efisiensi Air Bersih 8

WAC 4 Kualitas Air 1

WAC 5 Air Daur Ulang 5

WAC 6 Air Minum 1

WAC 7 Pengurangan Penggunaan Air Sumur 2

WAC 8 Efisiensi Air Keran 2B

Kenyamanan dan Kesehatan Dalam Ruangan

P1 Kampanye Anti Rokok P

IHC 1 Introduksi Udara Luar Ruangan 2 IHC 2 Pemantauan Lingkungan terhadap Asap Tembakau 2

IHC 3 Kontrol CO2 dan CO 2

IHC 4 Polutan Fisik dan Kimia 6

IHC 5 Polutan Biologis 3

IHC 6 Kenyamanan Visual 1

IHC 7 Tingkat Akustik 1

IHC 8 Survei Pengguna Bangunan 3

Kriteria green building yang diatur oleh Green Building Council Indonesia versi 1.0 tahun 2011 menyebutkan bahwa terdapat 6 aspek yang harus diberikan penilaian untuk memperoleh kesimpulan dari kualitas suatu bangunan. Pada penelitian ini terdapat 2 aspek yang dianalisis, yaitu konservasi air serta kenyamanan dan kesehatan dalam ruangan. Pemilihan 2 dari 6 aspek tersebut didasarkan pada keterkaitan antara parameter yang diukur pada penelitian ini dengan poin-poin penilaian yang terdapat dalam setiap aspek di GBCI 1.0. Secara ringkas kriteria penilaian yang dilakukan pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 2 (GBCI 2011).

(19)

Tabel 2 Kriteria penilaian green building berdasarkan GBCI 1.0

KODE RATING TOLOK UKUR NILAI

Water Conservation

WAC 5 Recycled Water

3 Mempunyai sistem air daur ulang yang keluarannya setara dengan standar air bersih sesuai dengan Peraturan Menteri kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air untuk memenuhi kebutuhan air bersih.

2

Kenyamanan dan Kesehatan Dalam Ruangan

IHC 1 Outdoor Air Introduction

Kualitas udara ruangan yang menunjukkan adanya introduksi udara luar minimal sesuai dengan SNI 03-6572-2001 tentang Tata Cara Ventilasi dan Sistem Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung*.

2 IHC 4 Physical and Chemical Pollutants

Pengukuran kualitas udara dalam ruang dilakukan secara random dengan titik sampel pada lobi utama, ruang kerja atau ruangan yang disewa tenant. Pengukuran dilakukan minimal 1 titik sampel per 1000 m2 atau jumlah maksimal penilaian sampel adalah 25 titik untuk satu gedung.

Sumber pencemar udara dari luar ruangan : Apabila hasil pengukuran kualitas udara dalam ruang memenuhi standar gas pencemar pada Tabel 1. Gas pencemar untuk tempat kerja perkantoran. 2 Tabel 1 Gas pencemar untuk tempat kerja perkantoran 2 Apabila memenuhi butir 1, serta kadar debu total dan VOC sesuai dengan baku mutu yang ada; dan kadar formaldehida sesuai dengan SNI 19-0232-2005.

1

IHC 6 Visual Comfort

Hasil pengukuran menunjukkan tingkat pencahayaan (iluminasi) di setiap ruang kerja sesuai dengan SNI 03-6197-2000 tentang Konservasi Eniergi pada Sistem Pencahayaan.*

1

IHC 7 Acoustic Level

Hasil pengukuran menunjukkan tingkat bunyi di ruang kerja sesuai dengan SNI 03-6386-2000 tentang Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan Perumahan (kriteria desain yang direkomendasikan)*.

1

Pengukuran dilakukan secara acak sebanyak lima titik sampel dari minimal setiap satu ruang per dua lantai. Tingkat bunyi tergantung dari jenis hunian. Pengukuran dilakukan pada saat tidak dihuni dan dalam kondisi peralatan bangunan (seperti sistem ventilasi, lift, plambing dan sistem tata cahaya) sedang beroperasi.

1

Sebelum melakukan penilaian, terlebih dahulu dilakukan pengukuran dan pengujian terhadap beberapa parameter. Terdapat beberapa parameter yang diukur pada penelitian ini, yang berpengaruh terhadap penentuan jumlah dan lokasi titik pengukuran. Lokasi dan jumlah titik pengukuran ditentukan berdasarkan

(20)

pertimbangan yang mendasar dan ketentuan yang terdapat di dalam standar GBCI 1.0. Terdapat total 30 titik pengukuran berbeda dari semua parameter. Penentuan jumlah dan lokasi titik pengukuran berbeda untuk setiap parameter.

Kualitas air merupakan parameter pertama yang diuji pada penelitian ini. Parameter ini diukur pada total 13 titik, yang terdiri dari 1 titik di WTP Cihideung yaitu pada Ground Water Tank (GWT), 1 titik di toilet pria tiap lantai mulai dari lantai 1 sampai dengan lantai 6 (6 titik), dan 1 titik di pantry tiap lantai, mulai lantai 1 sampai dengan 6 (6 titik). Pengambilan titik di dua lokasi berbeda (WTP Cihideung dan Gedung AHN) didasarkan pada pertimbangan adanya kemungkinan timbulnya zat pencemar mulai dari suplai awal tempat pengolahan sampai dengan pengguna akhir pada toilet dan pantry di Gedung AHN IPB. Penentuan pantry dan toilet sebagai titik pengambilan sampel didasarkan pada intensitas tertinggi penggunaan air. Hal itu pula yang menjadi pertimbangan penentuan titik di tiap keran air toilet yang berada pada ruangan toilet terdekat dengan pintu keluar. Parameter selanjutnya yang diukur yaitu kualitas udara.

Penentuan titik pengukuran untuk pengukuran kualitas udara didasarkan pada ketentuan yang terdapat di standar GBCI. Pada standar tersebut terdapat ketentuan bahwa untuk setiap luasan 1000 m2 wajib dilakukan pengukuran minimal 1 titik. Setelah menyesuaikan dengan luasan di tiap-tiap lantai di Gedung AHN IPB, diperoleh jumlah titik sebanyak 15. Nilai tersebut diperoleh dengan menyesuaikan hasil perhitungan yang dilakukan dengan Persamaan (1) dengan ketentuan yang terdapat GBCI 1.0.

(1)

Keterangan :

L = Luas segitiga (m2) a = Panjang alas segitiga (m) t = Tinggi segitiga (m)

Sebanyak 14 dari 15 titik yang ditentukan berada pada bagian sisi-sisi gedung bagian dalam. Hal ini bertujuan untuk menyebarkan titik pengukuran secara merata. Parameter berikutnya yang diukur yaitu kebisingan. Pada pengukuran kebisingan ditentukan 3 titik pengukuran.

Penentuan jumlah titik tersebut didasarkan pada ketentuan yang terdapat di standar GBCI 1.0. Pada GBCI 1.0 disebutkan bahwa pengukuran minimal dilakukan di tiap satu ruangan untuk dua lantai. Mengingat lantai pada gedung AHN berjumlah 6, pengukuran untuk parameter ini dilakukan di 3 titik dengan masing-masing titik dibagi menjadi 5 area pengukuran. Parameter terakhir yang diukur yaitu laju ventilasi dan pencahayaan.

Pengukuran ini dilakukan pada total 16 titik di gedung AHN dengan masing-masing 1 titik di tiap ruangan yang terdapat di tiap sisi bagian dalam Gedung AHN. Penentuan titik ini didasarkan pada pertimbangan penyebaran titik pengukuran yang dilakukan. Setelah melakukan pengukuran, selanjutnya di lakukan proses perhitungan yang masing-masing parameter memiliki perbedaan.

(21)

Introduksi Udara Luar Ruangan

Introduksi udara luar ruangan digambarkan melalui nilai laju ventilasi yang terukur. Pengukuran pada poin ini dilakukan untuk memastikan sirkulasi udara di tempat penelitian berada pada kondisi yang baik yang dilakukan pada tanggal 29 Juli 2016. Penentuan sirkulasi udara yang dilakukan pada poin ini mengacu pada SNI 03-6572-2001. Pada poin ini dilakukan pengukuran untuk menentukan nilai laju udara pada ventilasi baik yang statis maupun mekanis (BSN 2001). Satwiko (2009), menyatakan bahwa laju udara ventilasi berdasarkan perbedaan tekanan angin dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2).

(2)

Keterangan :

Q = Laju udara di ventilasi (m3/detik) A = Luas bukaan inlet (m2)

V = Kecepatan angin (m/detik)

Cv = Efektivitas bukaan (Cv dianggap sama dengan 0,5 – 0,6 untuk angin

frontal dan 0,25 – 0,35 untuk arah angin yang diagonal) untuk luas area bukaan inlet dan outlet yang sama.

Sebelum melakukan perhitungan menggunakan persamaan 1, terlebih dahulu ditentukan nilai beberapa variabelnya, seperti luas bukaan inlet, kecepatan angin, dan efektivitas bukaan. Nilai Cv ditentukan berdasarkan arah angin, sedangkan

nilai luas bukaan dihitung menggunakan persamaan (3) yang dimensinya diukur terlebih dahulu.

Keterangan :

L = Luas persegi panjang (m2) p = Panjang sisi persegi panjang (m) l = Lebar sisi pesegi panjang (m)

Sementara itu nilai kecepatan angin ditentukan dengan melakukan pengukuran menggunakan anemometer. Selain pada ventilasi statis, pengukuran laju udara juga perlu dilakukan pada ventilasi mekanis (BSN 2001). Pada penggunaan ventilasi mekanis harus diketahui pertukaran udara per jamnya dengan menggunakan Persamaan (4).

(4)

Keterangan :

ACR = Jumlah pertukaran udara pada ventilasi mekanis (/detik) CFM = Laju udara dalam ruang (m3/detik)

(22)

V = Volume ruangan (m3)

Nilai pertukaran udara dan laju ventilasi yang diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan baku mutu untuk mengetahui kondisi ruangan yang dianalisis. Baku mutu yang digunakan merupakan batas minimum yang diizinkan dari hasil pengukuran.

Polutan Fisik dan Kimia

Pengukuran yang dilakukan pada rating ini terfokus pada kadar polutan yang terdapat di tempat pengukuran. Hal itu bertujuan untuk memberi gambaran mengenai kondisi kesehatan lingkungan kerja para karyawan, yang akan berdampak pada kesehatan mereka. Kondisi kesehatan lingkungan kerja ditentukan berdasarkan kadar beberapa polutan pada udara yang diukur, seperti formaldehid, NO2, SO2, NH3, dan H2S. Secara umum, pada tahap akhir hasil

pengukuran yang diperoleh dari penelitian ini disesuaikan dengan baku mutu yang berlaku di Indonesia (Kepmenkes 2002).

Pengukuran ini dilakukan selama 14 hari, mulai dari tanggal 7-24 Juni 2016 di setiap hari kerja. Terdapat 2 tahap pengukuran pada penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam melakukan analisis pengukuran. Pengukuran Tahap pertama pengukuran dilakukan terhadap 3 parameter awal, yaitu NO2, SO2, dan NH3. Secara umum, ketiga parameter tersebut memiliki

teknik pengukuran dan pengujian yang hampir sama. Pada prinsipnya pengukuran dilakukan dengan memerangkap parameter yang diuji menggunakan alat impinger set dan termometer. Impinger set digunakan sebagai penyerap parameter kualitas udara, sedangkan termometer digunakan untuk mengukur temperatur ruangan dan alat pada saat pengukuran berlangsung. Sebelum digunakan untuk memerangkap parameter, alat tersebut terlebih dahulu dilengkapi dengan beberapa tabung reaksi yang berisi larutan penyerap. Selanjutnya beberapa gas parameter yang telah terperangkap selanjutnya diuji kadarnya di laboratorium. Namun demikian, perlakuan pada masing-masing sampel untuk tiap parameter kualitas udara memiliki perbedaannya masing-masing.

Penentuan kadar NO2 dilakukan dengan melalui beberapa tahapan

pengukuran, pengujian, serta perhitungan (BSN 2005). Penggunaan persamaan tersebut dilakukan setelah memperoleh data hasil pengukuran berupa kecepatan aliran udara (m3/detik), temperatur ruangan (K) dan temperatur alat (K) yang kemudian diolah dengan Persamaan (5) dan (6).

(5)

(6)

Keterangan :

Qc : koreksi laju aliran udara (m3/detik) Qs : laju aliran udara (m3/detik)

Tr : temperatur ruangan (K) Ta : temperatur alat (K)

(23)

t : waktu yang dipergunakan (3600 detik)

Dengan volume udara standar sebesar 25 ˚C dan tekanan atmosfer sebesar 760 mmHg, ditentukan nilai Vr (BSN 2005). Nilai Vr akan ditentukan dengan Persamaan (7).

(7)

Keterangan :

Vr : volume udara (m3)

V : volume contoh uji udara (m3) P : tekanan atmosfer (760 mmHg) Tr : temperatur ruangan (K)

Selanjutnya dengan menggunakan spektrofotometer dilakukan pengukuran absorbansi. Nilai absorbansi tersebut selanjutnya digunakan untuk membuat kurva kalibrasi (BSN 2005). Berdasarkan nilai yang ditunjukkan oleh kurva kalibrasi tersebut kemudian ditentukan nilai x yang selanjutnya digunakan dalam Persamaan (8) dan (9). (8) ( ) (9) Keterangan : x : konsentrasi awal (µg/m3) C : konsentrasi akhir (µg/m3)

b : nilai x yang didapatkan berdasarkan persamaan linier Vr : volume udara (m3)

t1 : waktu pengukuran aktual

t2 : waktu prediksi

Sama halnya dengan NO2, penentuan kadar SO2, NH3, H2S, dan

formaldehid pada penelitian ini juga ditentukan dengan menggunakan persamaan yang sama dalam perhitungannya. Perbedaaan yang dilakukan pada keempat parameter lainnya hanya terdapat dari perlakuan terhadap penyerap dan sampel ujinya masing-masing. Hal ini dipengaruhi oleh masing-masing karakteristik yang berbeda-beda.

Nilai yang telah diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya dibandingkan dengan baku mutu yang digunakan. Tindakan tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat kualitas udara yang terukur. Baku mutu yang digunakan pada parameter ini berupa nilai batas maksimum yang diizinkan.

(24)

Intensitas Pencahayaan

Tolok ukur pada poin ini yaitu tingkat pencahayaan dalam ruangan kerja. Penentuan tingkat pencahayaan mengacu pada SNI 03-6197-2000 tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan. Penentuan intensitas cahaya pada poin ini dilakukan dengan mengukur tingkat pencahayaan menggunakan alat luxmeter di tempat sampling pada tanggal 28 Juli 2016 (BSN 2000a). Pengukuran dilakukan tiga kali pada tiap titik sampling untuk memperoleh hasil dengan error yang lebih rendah. Jumlah titik disesuaikan dengan luas lokasi pengukuran. Semakin luas lokasi, semakin banyak jumlah titik pengukurannya. Sistematika pengukuran tersebut disesuaikan dengan SNI 03-6197-2000 yang digunakan sebagai baku mutu nilai intensitas pencahayaan. Nilai yang tercantum pada alat saat pengukuran dijadikan gambaran untuk intensitas cahaya pada lokasi pengukuran. Nilai yang telah diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya dibandingkan dengan baku mutu yang digunakan. Tindakan tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas cahaya yang terukur. Baku mutu yang digunakan pada parameter ini berupa nilai batas minimum yang diizinkan.

Kebisingan

Pengukuran tingkat kebisingan pencahayaan menggunakan alat Sound Level Meter, dengan mengacu pada SNI 03-6386-2000. Pengukuran pada kategori ini akan dilakukan secara acak sebanyak 5 titik sampel dari minimal setiap satu ruang per dua lantai. Pengukuran dilakukan dalam rentang waktu 11 jam (selama jam kerja) (BSN 2000b). Pengukuran dilakukan pada 3 rentang waktu berbeda yaitu 07:00-11:00 (WIB), 11:00-13:00 (WIB), dan 13:00-17:00 (WIB) pada tanggal 26 Juni 2016. Pengambilan tiga waktu pengukuran tersebut didasarkan pada rentang waktu yang memungkinkan timbulnya kebisingan dan membeikan pengaruh signifikan terhadap kenyaman para pekerja. Pembacaan alat di setiap titik dilakukan per lima detik selama 10 menit di setiap rentang waktu pengukuran yang telah ditetapkan. Data hasil pengukuran diolah dengan menggunakan Persamaan (10), (11), dan (12).

Leq (1 menit) = (10) Leq (10 menit)= (11) Ls = (12) Keterangan :

Leq = Tingkat kebisingan (dBA)

L1, L2,...., L10 = Tingkat kebisingan setiap 5 detik dalam 1 menit (dBA)

Ls = Tingkat kebisingan siang hari (dBA)

La = Tingkat kebisingan pada pukul 06.00-09.00 (dBA) Lb = Tingkat kebisingan pada pukul 09.00-11.00 (dBA) Lc = Tingkat kebisingan pada pukul 11.00-17.00 (dBA)

Ta, Tb, Tc = Rentang waktu pengukuran (Ta = 3, Tb = 2, dan Tc = 6) (Jam)

(25)

Nilai yang telah diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya dibandingkan dengan baku mutu yang digunakan. Tindakan tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan yang terukur. Baku mutu yang digunakan pada parameter ini berupa nilai batas maksimum yang diizinkan.

Kualitas Air

Penentuan kualitas air pada penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pengukuran, pengujian sampel, perhitungan, dan penilaian. Tahap pertama penelitian dilakukan dengan dilakukan dengan diambilnya sampel air di tiap-tiap titik terlebih dahulu. Sampel diambil dengan terlebih dahulu membiarkan air kran mengalir tanpa diwadahi selama 1 menit. Proses pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 30 Juni 2016. Hal ini bertujuan agar sampel air yang diambil dapat terhindar dari endapan yang sebelumnya terdapat di ujung kran. Sampel air yang digunakan harus terbebas dari endapan tersebut, agar hasil yang diperoleh bisa menggambarkan secara utuh kualitas air yang terdapat pada jalur distribusi Gedung AHN IPB. Sampel yang diuji akan menggambarkan kondisi kualitas air bersih pada sepanjang jalur distribusi mulai dari tempat pengolahan (WTP Cihideung) sampai dengan Gedung AHN IPB yang memiliki jarak sekitar 1.075 km. Sampel air yang telah diperoleh disimpan di wadah botol plastik. Volume sampel air yang diambil disesuaikan dengan kebutuhan pengujian di laboratorium WTP Cihideung.

Pengujian terhadap kualitas air dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh gambaran mengenai kualitas air. Pengujian sampel kualitas air dilakukan dengan menggunakan alat Palintest. Pengukian ini dilakukan berdasarkan metode yang tercantum pada 06-2412-1991 dan buku panduan penggunaan alat yang digunakan (Palintest). Terdapat 3 pengujian berbeda yang dilakukan pada sampel air, yaitu pengujian tingkat kekeruhan menggunakan compact turbidimeter, pengujian total coliform menggunakan tabung uji yang diinkubasi selama 48 jam dalam suhu 40˚C, dan pengujian sampel air lainnya dengan menggunakan multiphotometer. Alat yang digunakan untuk pengujian nilai kekeruhan menggunakan prinsip kemampuan cahaya menerobos warna sampel air sebagai penentu nilai hasil, sedangkan pada penentuan nilai total koliform nilai hasil ditentukan berdasarkan pola warna yang terdapat pada kertas uji. Hasil yang diperoleh pada pengujian parameter ini tidak memerlukan perhitungan lagi karena dapat secara langsung ditunjukkan pada alat uji yang digunakan.

Parameter yang diuji sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Jumlah dan jenis parameter yang diuji disesuaikan dengan ketersediaan alat dan bahan yang ada di laboratorium WTP Cihideung. Pengukuran dilakukan dua kali untuk masing-masing titik pengukuran yang dilakukan pada dua waktu pengukuran yang berbeda untuk melihat pengaruh perbedaan waktu terhadap tingkat kualitas air. Nilai yang telah diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya dibandingkan dengan baku mutu yang digunakan. Tindakan tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat kualitas air yang terukur. Baku mutu yang digunakan pada parameter ini terdiri dari batas maksimum, ataupun maksimum-minimum yang diizinkan. Parameter suhu dan pH mengacu pada batas maksimum-minimum, sedangkan parameter lainnya mengacu pada

(26)

Tidak sesuai

Sesuai

batas maksimum. Secara ringkas proses penelitian yang akan dijalankan ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Mulai

Membandingkan dengan

Green Building Council Indonesia

Pemberian nilai dan rekomendasi perbaikan

Selesai Pemberian nilai Monitoring

Peningkatan nilai kriteria green building

Konservasi air Kesehatan dan kenyamanan dalam ruangan

Kualitas air Laju ventilasi Kebisingan Pencahayaan Kualitas udara Hasil pengukuran

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Air

WTP Cihideung merupakan salah satu tempat pengolahan air baku yang terdapat di lingkungan kampus IPB Dramaga. Keberadaan WTP ini memiliki dampat positif terhadap penghematan penggunaan air tanah dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). WTP Cihideung menjadikan Sungai Cihideung sebagai sumber air bakunya. Sebelum digunakan oleh para pengguna Gedung Andi Hakim Nasoetion IPB, air baku tersebut terlebih dahulu melewati beberapa tahapan di sepanjang jalur distribusi dari mulai intake sampai dengan kran air di Gedung Andi Hakim Nasoetion IPB. Pelaksanaan sistem distribusi yang dilakukan oleh WTP Cihideung, dilakukan melalui beberapa tahapan. Diagram alir (WTP Cihideung) menuju Gedung AHN IPB ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir distribusi air bersih di Gedung AHN IPB Keterangan :

: Sungai Cihideung : Menara Air Fahutan

: Jalur Suplai : Jalur Distribusi

: Unit Pengolahan Air : Bak Air Gedung AHN

: Bak Air WTP : Menara Gedung AHN

Pengolahan yang dilakukan dalam tahapan proses distribusi air menuju pengguna di Gedung Andi Hakim Nasoetion IPB bertujuan untuk memastikan air bersih yang berasal dari sumber air baku memiliki kualitas yang layak untuk digunakan oleh para pengguna air pada Gedung Andi Hakim Nasoetion IPB. Proses pengolahannya didasarkan pada sumber pencemar yang dimungkinkan terdapat di sepanjang aliran sungai tersebut. Pengolahan yang dilakukan terdiri dari beberapa tahapan, mulai dari pemisahan air dengan suspensi padatan hingga dengan penjernihan air. Mengacu pada standar GBCI yang digunakan, penentuan tingkat kualitas air pada penelitian ini dilakukan dengan membandingkan nilai yang diperoleh dari hasil pengujian kualitas air untuk beberapa parameter dengan baku mutu. Berdasarkan hasil observasi di tempat pengambilan sampel, diketahui bahwa air yang berada pada gedung Andi Hakim Nasoetion digunakan untuk keperluan air bersih, seperti pencucian (alat-alat makan dan kebersihan), kakus, dan wudhu. Air yang digunakan merupakan hasil olahan yang diperoleh dari sungai Cihideung. Baku mutu yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada

(28)

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 2001 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.

Pengujian kualitas air yang dilakukan pada penelitian ini berfokus pada 18 parameter kualitas air yang terdiri dari parameter fisika dan kimia. Parameter fisika yang diuji terdiri dari bau, TDS, kekeruhan, suhu, rasa, dan warna, sedangkan parameter kimia yang diuji terdiri dari Fe, F, CaCO3, Cl, Mn, NO2, pH,

Zn, Cr, SO4, dan total coliform. Pengujian yang telah dilakukan terhadap semua

parameter tersebut telah menunjukkan hasil yang beragam. Hasil pengukuran secara jelas ditunjukkan pada Gambar 3-17.

Gambar 3 Nilai kekeruhan air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN IPB Kekeruhan air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN IPB secara umum memiliki nilai yang relatif rendah. Nilai yang terukur mengalami fluktuasi yang rendah di tiap titik pengukuran, namun cenderung melebihi baku mutu pada waktu pengukuran 08:00-09:00 WIB. Terdapat nilai yang melebihi baku mutu, yaitu di titik pantry lantai 6 pada 08:00-09:00 WIB. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kekeruhan pada air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN IPB berada pada kondisi yang kurang baik, karena kadarnya di salah satu titik yang melewati baku mutu. Kekeruhan yang terukur di titik tersebut sebesar 15.63 NTU, jauh berada di atas baku mutu yang memiliki nilai 5 NTU. Nilai tersebut berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, yang nillai kekeruhan untuk seluruh titiknya berada di bawah baku mutu yang berkisar antara 1.25-2.9 NTU. Hasil ini disebabkan karena adanya perbedaan titik pengukuran yang dilakukan, sedangkan temuan penyimpangan terjadi di lokasi yang berbeda dengan lokasi pengukuran pada penelitian sebelumnya. Penyimpangan nilai kekeruhan air ditemukan di lokasi pantry lantai 6, yang bukan merupakan lokasi pengukuran pada penelitian sebelumnya.

Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus, bahan organik seperti plankton dan mikroorganisme lainnya (Darvis dan Cornwell 1991 dalam Biladi 2008). Nilai kekeruhan yang tinggi pada hasil penelitian ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti adanya kebocoran pipa distribusi, kebersihan dari pipa distribusi atau suplai yang kurang terjaga, ataupun kondisi bak penampungan yang kotor. Nilai tersebut juga dipengaruhi oleh waktu pengukuran. Pada pagi hari, saat air belum digunakan oleh para pengguna, dimungkinkan terdapatnya padatan yang bisa tersuspensi. Padatan tersebut dapat tersuspensi saat kondisi air sedang tenang

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 T ing k a t K ek er uh a n (NT U) Lokasi Sampling Sampel 14:30-15:30 (WIB) Sampel 08:00-09:00 (WIB) Baku Mutu

(29)

dan belum digunakan. Akibat lainnya yang dapat menjadi penyebab ialah minimnya aktivitas yang terdapat di titik pengukuran tersebut. Hal tersebut membuat pemakaian dari kran air yang terdapat di lokasi terebut juga minim, yang memungkinkan tersuspensinya padatan di sisi-sisi kran tersebut. Rekomendasi yang dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan intensitas pembersihan pada tempat penampungan air yang terdapat di Gedung AHN IPB.

Gambar 4 Nilai suhu air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN IPB Suhu air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN IPB baik untuk pipa maupun tempat penampungan air, memiliki nilai yang sama pada tiap titiknya, namun berbeda pada tiap waktu pengukuran. Suhu mengalami penurunan yang sama di tiap titiknya pada waktu pengukuran 08:00-09:00 WIB. Penurunan yang terjadi saat waktu pengukuran tersebut disebabkan oleh cuaca di luar ruangan. Suhu luar ruangan pada waktu sore hari yang lebih panas dibandingkan dengan waktu pagi hari. Tempat penampungan dan pengolahan air yang terdapat di luar menyebabkan suhu luar ruangan akan sangat berpengaruh terhadap suhu yang terukur pada titik-titik jalur distribusi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa suhu air berada pada tingkat yang sesuai dengan baku mutu, atau berada pada kondisi suhu yang baik. Hasil ini sejalan dengan nilai yang diperoleh dari hasil penelitian terkait yang dilakukan pada 2015 oleh 3 orang mahasiswa Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB, yang nilainya juga berada pada selang batas baku mutu. Nilai suhu pada penelitian relatif seragam dan cenderung naik menjelang siang.

Gambar 5 Warna pada air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN IPB

0 5 10 15 20 25 30 35 0 5 10 15 20 25 30 35 Su hu ( ˚C ) Lokasi Sampling Sampel 14:30-15:30 (WIB) Sampel 08:00-09:00 (WIB) Baku Mutu 0 10 20 30 40 50 60 70 0 10 20 30 40 50 60 70 T in g k a t War n a Air (T CU) Lokasi Sampling Sampel 14:30-15:30 (WIB) Sampel 08:00-09:00 (WIB) Baku Mutu

(30)

Warna pada air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN IPB memiliki nilai yang relatif rendah. Secara umum kadar warna mengalami peningkatan di waktu pengukuran 08:00-09:00 WIB di setiap titiknya. Nilai yang terukur mengalami fluktuasi di setiap titiknya yang berada pada kisaran 5-65 TCU, namun meningkat secara signifikan pada titik pantry lantai 6 dengan waktu pengukuran 08:00-09:00 WIB. Peningkatan nilai tersebut sangat besar, karena jauh melewati baku mutu yang ditetapkan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa warna air berada pada kondisi yang kurang baik, karena masih ditemukannya hasil pengukuran yang melewati baku mutu. Temuan tersebut menunjukkan nilai 65 TCU yang berada jauh di atas baku mutunya yang sebesar 15 TCU. Nilai tersebut sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya. Warna untuk seluruh titiknya pada penelitian sebelumnya memiliki nila 5-20 TCU, namun memiliki titik pengukuran yang sebagian besar berbeda. Hasil tersebut menunjukkan kecenderungan bahwa warna air yang terukur di waktu pagi hari memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan warna air yang diukur di siang/sore hari. Warna air yang melebihi baku mutu dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti kebersihan dari pipa distribusi yang kurang terjaga, ataupun kondisi bak penampungan yang kotor. Hal tersebut membuat pemakaian dari kran air yang terdapat di lokasi terebut juga minim, yang memungkinkan tersuspensinya padatan di sisi-sisi kran tersebut. Rekomendasi yang dapat dilakukan yaitu dilakukannya pemantauan kondisi pipa distribusi dan suplai, serta melakukan pengurasan pembersihan di tempat-tempat yang memungkinkan terdapatnya padatan tersuspensi.

Terdapat juga dua parameter fisika yang kadarnya ditentukan hanya menggunakan indera manusia, yaitu bau dan rasa. Bau dicium secara langsung dengan menggunakan hidung, sedangkan rasa dirasakan melalui lidah. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh hasil bahwa air pada setiap titik pengukuran tidak memiliki rasa dan bau. Hal itu sejalan dengan baku mutu yang ditetapkan, yaitu tidak berasa untuk parameter rasa dan tidak berbau untk parameter bau. Selain parameter fisika, dilakukan pula analisis terhadap parameter kimia, yang hasilnya secara jelas ditunjukkan pada Gambar 6-16.

Gambar 6 Nilai Fe pada air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN IPB Nilai Fe pada air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN IPB memiliki kadar yang sangat rendah, dan hanya ditemukan di beberapa titik untuk kedua waktu pengukuran. Kadar besi yang muncul cenderung tetap baik di tiap titik

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 K a da r F e (m g /l ) Lokasi Sampling Sampel 14:30-15:30 (WIB) Sampel 08:00-09:00 (WIB) Baku Mutu

(31)

maupun waktu pengukurannya, yaitu 0.05 mg/l. Nilai tersebut berada jauh di bawah baku mutunya yang memiliki nilai 1 mg/l. Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang juga timbul di beberapa titik saja, dan pada kadar yang rendah, yaitu 0.04-0.05 mg/l.

Kandungan besi pada air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN IPB dapat disebabkan oleh adanya aktivitas korosi. Korosi merupakan degradasi atau kerusakan logam akibat interaksi kimianya dengan lingkungan. Perusakan cepat kemungkinan terjadi apabila produk korosi cepat larut dalam larutannya. Jalur distribusi yang terdiri atas substansi yang terbuat dari bahan besi (pipa dan kran) membuat kemungkinan terjadinya korosi cukup besar, meskipun berada pada tingkat yang sangat rendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa besi yang terdapat di jalur distribusi air bersih Gedung AHN berada pada kadar yang normal.

Gambar 7 Nilai F pada air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN IPB Fluor pada air di jalur distribusi air bersih Gedung AHN IPB memiliki nilai yang relatif rendah di tiap titik dan waktu pengukurannya. Nilai yang terukur mengalami fluktuasi di tiap titik dan waktu pengukurannya. Tiga belas titik yang telah diukur menunjukkan bahwa nilai fluor yang terkandung dalam air bersih berada di bahwa baku mutu. Fluor merupakan unsur kimia yang memasuki air melalui proses yang alami, salah satunya akibat adanya aktivitas pencucian batuan dasar atau lapisan tanah yang keras yang tinggi kandungan fluornya (Soerahman et al. 2012). Tidak adanya sumber tersebut di sepanjang jalur distribusi akibat dari tidak ditemukan sumber pencemar tersebut. Selain itu, tawas yang ditambahkan dalam dosis yang tepat saat proses pengolahan air menyebabkan terjadinya flokulasi koagulasi yang dapat menyerap fluor (F) terlarut dan menjaring partikel padat dari air badan air/air baku serta dapat mengendap dalam bentuk lumpur yang berwana putih (Tebut 1979 dalam Soerahman et al. 2012). Sebagai satu parameter yang umum ada, keberdaannya normal selagi tidak melebihi baku mutu yang ditetapkan. 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 K a da r F ( m g /l ) Lokasi Sampling Sampel 14:30-15:30 (WIB) Sampel 08:00-09:00 (WIB) Baku Mutu

Gambar

Tabel 1  Kriteria penilaian GBCI 1.0
Tabel 2  Kriteria penilaian green building berdasarkan GBCI 1.0
Gambar 1  Diagram alir penelitian
Gambar 2  Diagram alir distribusi air bersih di Gedung AHN IPB  Keterangan :
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan kegiatan ini selain tulus ingin melestarikan budaya Sunda di Kota Bandung, diharapkan juga dapat mengubah stigma atau pandangan negatif yang sudah terlanjur melekat

Setelah berhasil melakukan input pada setiap aspek penilaian kinerja maka akan menghasilkan empat laporan yang berkaitan dengan rekapitulasi penilaian kinerja yaitu

Saat ini belum ada galeri khusus yang mewadahi kebutuhan seni dan lingkungan hidup yang menerapkan material bekas sebagai elemen bangunan, sedangkan sudah banyak karya

[r]

Pemerintah bertugas menyelenggarakan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) guna menjawab kebutuhan informasi keuangan oleh masyarakat publik, sedangkan pemerintah daerah

Fungsi uji autokorelasi adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu

Sewaktu berbicara tentang larangan perkawinan, pasal 8 huruf “f” UU no mor 1 tahun 1974 yang menyatakan “yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang

VXGDK GLWHQWXNDQ ROHK PDVLQJ PDVLQJ NDU\DZDQ PDQDMHU GDQ VWDI MXJD GLERERWL GHQJDQ VNDOD VDPSDL GHQJDQ 6HPXD SHPERERWDQ LQL GLODNXNDQ ROHK PDVLQJ PDVLQJ SHUVRQDO GHQJDQ PHQJDFX