• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI EKOLOGI MANGROVE DI PANTAI BALI DESA MESJID LAMA KECAMATAN TALAWI KABUPATEN BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONDISI EKOLOGI MANGROVE DI PANTAI BALI DESA MESJID LAMA KECAMATAN TALAWI KABUPATEN BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KONDISI EKOLOGI MANGROVE DI PANTAI BALI

DESA MESJID LAMA KECAMATAN TALAWI KABUPATEN

BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA

The Ecological Condition of Mangrove in Bali Beach, Mesjid Lama Village, Talawi Sub District, Batu Bara District, North Sumatera Province.

Ofi Sabrina Sitompul(1), Yunasfi(2), Ahmad Muhtadi Rangkuti(2) (1)

Mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, (Email : ofi.sabrina@gmail.com) (2)

Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara .

ABSTRACT

Mangrove is the living plant community between the sea and the land that was influenced by the tides. Bali beach in Mesjid Lama village, Batu Bara Regency of North Sumatera Province has an area of mangrove forest about 637,22 ha. Bali beach still has a natural mangrove ecosystem. But, the coastal has long been used by the local community as a source of livelihood especially mangrove forest logging. This research was aimed to know the ecological condition of mangrove forest and condition of the mangrove waters. This research is done in March 2014 to Mei 2014. This research is done with a purposive sampling method by taking and observing of biotic components which was mangrove vegetation and the measurement of water quality parameters. There are 10 kinds of mangrove which found in the research location, namely Aegiceras corniculatum, Avicennia lanata, A. marina, A. officinalis, Bruguiera cylindrica, B. sexangula, Ceriops tagal, Excoecaria agallocha, Rhizophora mucronata and R. stylosa. Kinds of mangrove substrate at this research is clay, loam and silty loam. The biggest diversity index is in the station II.

Keywords : mangrove, the ecological condition, water quality, Batu Bara District.

PENDAHULUAN

Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan sekitar 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia yaitu mencapai 25% (sekitar 4,2 juta ha) dan 75% dari luas mangrove di Asia Tenggara (Ghufran dan Kordi, 2012). Luas penyebaran mangrove terus mengalami penurunan dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982 menjadi sekitar 3,24 juta hektar pada tahun 1987 dan tersisa seluas 2,50 juta

hektar pada tahun 1993. Kecenderungan penurunan tersebut mengindikasikan bahwa terjadi degradasi hutan mangrove yang cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar/tahun. Hal tersebut disebabkan oleh kegiatan konversi menjadi lahan tambak, penebangan liar dan sebagainya (Awwaludin, dkk., 2012).

Demikian juga halnya dengan Kabupaten Batu Bara, menurut data terakhir dari hasil pemotretan udara

(2)

(citra satelite) tahun 2001, menunjukan bahwa hutan mangrove yang ada di Kabupaten Batu Bara adalah seluas 1.598,38 ha. Jika dibandingkan dengan keadaan saat ini luas hutan mangrove yang ada hanya 876,06 ha (Dinas Kehutanan Batu Bara, 2010).

Penelitian ini dilakukan di Pantai Bali karena pantai ini memiliki kawasan mangrove yang masih alami. Namun demikian, pesisir pantai ini telah lama dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai sumber penghidupan terutama penebangan kayu hutan mangrove. Menyadari pentingnya peran ekosistem mangrove terhadap kawasan pesisir dan areal pemukiman warga sekitar untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai kondisi ekologi mangrove di Pantai Bali Kabupaten Batu Bara.

Pantai Bali memiliki beberapa permasalahan diantaranya di pantai ini telah terjadi abrasi yang mulai mendekati areal mangrove yang dapat berpengaruh terhadap zonasi mangrove. Selain itu, aktivitas wisata yang kemungkinan berpengaruh terhadap ekosistem mangrove. Hal inilah yang mendasari diperlukan adanya kajian mengenai pola sebaran vegetasi mangrove di Pantai Bali. Selain itu diperlukan juga pengukuran beberapa parameter lingkungan yang mendukung pertumbuhan mangrove. Dengan demikian, dapat diketahui kondisi ekologi mangrove Pantai Bali dan dapat dijadikan sebagai data dasar dalam pengelolaan ekosistem mangrove.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi ekologi mangrove dan kondisi perairan yang ada di Pantai Bali Desa Mesjid Lama

Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2014 sampai dengan Mei 2014 di Pantai Bali Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara.

Identifikasi jenis mangrove dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pengukuran parameter kimia perairan dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan dan pengukuran tipe substrat dilakukan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah parang, tali rafia, kantong plastik, gunting, Global Positioning System (GPS), alat tulis, kamera, penggaris, kertas milimeter, meteran, hand refraktometer, termometer, buku identifikasi mangrove, pH meter, spit suntik, pipet tetes, cool box, botol sampel, sendok semen, botol Winkler, labu Erlenmeyer dan botol zat. Bahan yang digunakan adalah bagian tumbuhan mangrove sebagai sampel, akuades, tissue, es batu, MnSO4, KOH-KI, H2SO4, NA2S2O3, amilum, karet, tally sheet dan spidol.

Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan secara Purposive Sampling pada 3 stasiun. Stasiun pengamatan terdiri atas 3 stasiun dengan area sepanjang garis transek yang dibentangkan mulai dari batas laut

(3)

tumbuhnya mangrove sampai batas daratan dimana mangrove masih tumbuh.

Pada tiap stasiun ditentukan 5 transek/plot. Transek pertama dimulai dari arah laut menuju ke daratan dan tegak lurus garis pantai. Transek pada stasiun I sepanjang 150 meter, stasiun II sepanjang 250 meter dan stasiun III sepanjang 200 meter.

Deskripsi Stasiun Pengambilan Sampel

Stasiun I : Merupakan bagian mangrove yang terletak di sebelah timur Pantai Bali yang dekat dengan lokasi wisata pantai. Jenis substrat yang mendominasi di stasiun ini adalah lempung berdebu. Titik koordinatnya adalah 30 14' 01.1'' LU dan 990 34' 09.7' BT.

Stasiun II : Merupakan area hutan mangrove yang terletak di bagian tengah Pantai Bali. Jenis substrat di stasiun ini adalah lempung berdebu. Stasiun ini memiliki ketebalan mangrove sepanjang 400 meter. Titik koordinat stasiun II adalah 30 14' 07.5'' LU dan 990 33' 54.1'' BT.

Stasiun III : Merupakan area hutan mangrove yang terletak di bagian barat Pantai Bali yang dekat dengan muara sungai. Jenis substratnya adalah liat. Titik koordinat stasiun III yaitu 30 14' 15.7'' LU dan 990 33' 36.6'' BT.

Pengambilan Data Parameter

Fisika Kimia Lingkungan

Pengukuran parameter fisika kimia lingkungan dilakukan sebanyak tiga kali dengan interval waktu dua minggu selama jangka waktu penelitian. Parameter fisika yang diukur meliputi suhu air dan jenis substrat dan parameter kimia yang diukur pada air yaitu DO,

salinitas, pH, nitrat dan phosphate. Parameter kimia yang diukur pada substrat yaitu nitrogen, posfor dan pirit.

Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia perairan akan dibandingkan dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.

Analisis Data

Analisis Kondisi Ekosistem

Mangrove

Analisa data yang dilakukan mengikuti Kusmana (1997) mencakup nilai kerapatan jenis, kerapatan relatif, frekuensi jenis, frekuensi relatif, penutupan jenis, penutupan relatif, dan indeks nilai penting.

1. Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif

Kerapatan (K) = KR = 2. Frekuensi Jenis dan Frekuensi

Relatif

F = ∑ F relatif = 3. Dominansi Jenis (Penutupan) dan

Dominansi Relatif (Penutupan Relatif)

D =∑

Keterangan :

D : Dominansi (Penutupan jenis) BA : Luas bidang dasar pohon

( ) A : Luas petak contoh

DR =

(4)

4. Indeks Nilai Penting Untuk pohon :

INP = KR+ FR+ DR Untuk semai dan pancang :

INP = KR+ FR

5. Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon-Wienner ∑ Keterangan : H’ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner

Pi : Proporsi jumlah individu spesies ke-i terhadap jumlah individu total yaitu Pi = ni/N dengan ni : jumlah suatu spesies I dan N : total jumlah spesies

6. Indeks Keseragaman

Rumus indeks keseragaman dinyatakan sebagai berikut (Krebs, 1989):

Keterangan :

J’ : Indeks keseragaman (Evennes) H’ : Indeks keanekaragaman

Shannon-Wienner H max : Log2S

S = jumlah spesies atau taksa Nilai indeks keseragaman spesies berkisar antara 0 – 1 (Krebs, 1989). Bila nilai indeks keseragaman mendekati 0, maka dalam ekosistem tersebut ada kecenderungan terjadi dominasi spesies yang disebabkan adanya ketidakstabilan faktor-faktor lingkungan dan populasi. Bila nilai indeks keseragaman mendekati 1, maka ekosistem tersebut berada dalam kondisi yang relatif merata, yaitu jumlah individu untuk setiap spesies relatif sama dan perbedaannya tidak terlalu mencolok (Brower dan Zar, 1989 diacu oleh Darmadi, 2012).

Data-data yang didapat selanjutnya dibandingkan dengan

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004 Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove.

Analisis Kondisi Perairan

Analisis deskriptif kondisi perairan dilakukan dengan cara membandingkan nilai dari masing-masing parameter fisika dan kimia air dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Perairan Laut untuk Biota Laut. Untuk mencari nilai rata-rata dari masing-masing parameter, digunakan rumus dari Walpole (1995) berikut ini :

Keterangan X : rata-rata pengamatan n : jumlah data xi : data ke-i Analisis Substrat Langkah-langkah penentuan tekstur substrat yaitu yang pertama, menentukan komposisi dari masing-masing fraksi substrat. Pertama, hasil persentase fraksi pasir, debu dan liat. Kedua, tarik garis lurus pada sisi persentase pasir sejajar dengan sisi persentase debu, kemudian ditarik garis lurus pada sisi persentase debu sejajar dengan sisi persentase liat, dan tarik garis lurus pada sisi persentase liat sejajar dengan sisi persentase pasir. Selanjutnya, titik perpotongan ketiga garis tersebut akan menentukan tipe substrat yang dianalisis. Tekstur substrat dianalisis berdasarkan perbandingan pasir, liat dan debu pada segitiga Millar.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

1. Kondisi Ekosistem Mangrove Kerapatan

(5)

Jenis mangrove yang ditemukan pada stasiun I adalah Avicennia lanata, Avicennia marina,

Bruguiera cylindrica, Bruguiera sexangula dan Rhizophora stylosa.

(a) Semai

(b) Pancang

(c) Pohon

Gambar 1. Kerapatan Jenis Mangrove di Stasiun I (a) Semai, (b) Pancang dan (c) Pohon. Jenis mangrove yang

ditemukan di stasiun II antara lain

Aegiceras corniculatum, A. lanata, A. marina, Avicennia officinalis, B.

3076 16923 1538 8461 10769 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 Ke ra p at an J en is (ind /h a)

A. lanata A. marina B. cylindrica B. sexangula R. stylosa

481,93 5662,65 481,93 4698,8 5060,24 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 Ke ra p at an J en is (ind /h a)

A. lanata A. marina B. cylindrica B. sexangula R. stylosa

366,67 600 33,33 233,33 0 100 200 300 400 500 600 700 Ke ra p at an J en is (ind /h a)

(6)

cylindrica, B. sexangula, Excoecaria agallocha, dan Rhizophora mucronata. Kerapatan mangrove di

stasiun II dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) Semai

(b) Pancang

(c) Pohon

Gambar 2. Kerapatan Jenis Mangrove di Stasiun II (a) Semai, (b) Pancang dan (c) Pohon

21250 12500 123750 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 Ke ra p at an Je n is (ind /h a)

A. lanata B. cylindrica B. sexangula

3600 2000 7400 46000 0 10000 20000 30000 40000 50000 Ke ra p at an Je n is (ind /h a)

A. marina A. oficinalis B. cylindrica B. sexangula

150 450 400 50 150 150 0 100 200 300 400 500 Ke rp at an Je n is (ind /h a)

A. corniculatum A. lanata A. marina A. officinalis E. agallocha R. mucronata

(7)

Jenis mangrove yang ditemukan di stasiun III antara lain A. lanata, A. marina, B. cylindrica,

B. sexangula dan E. agallocha. Kerapatan jenis mangrove di stasiun III dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) Semai

(b) Pancang

(c) Pohon

Gambar 3. Kerapatan Jenis Mangrove di Stasiun III (a) Semai, (b) Pancang dan (c) Pohon.

4000 1000 117000 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 Ke ra p at an J en is (ind /h a)

A. lanata A. marina B. sexangula

2000 2666,67 666,67 22333,3 500 0 5000 10000 15000 20000 25000 Ke ra p at an Je n is (ind /h a)

A. lanata A. marina B. cylindrica B. sexangula E. agallocha

320 480 600 0 100 200 300 400 500 600 700 Ke ra p at an Je n is (ind /h a)

(8)

Indeks Nilai Penting (INP)

Tabel 1. Indeks Nilai Penting Semai

No Spesies Stasiun I II III 1 Avicennia lanata 18,67 27,78 19,95 2 Avicennia marina 52,62 - 17,49 3 Bruguiera cylindrica 14,89 22,23 - 4 Bruguiera sexangula 54,08 149,99 162,56 5 Rhizophora stylosa 59,74 - - Jumlah 200 200 200

Tabel 2. Indeks Nilai Penting Pancang

No Spesies Stasiun I II III 1 Avicennia lanata 11,28 - 17,1 2 Avicennia marina 76,23 28,32 29,47 3 Avicennia officinalis - 14,5 - 4 Bruguiera cylindrica 11,27 23,65 22,37 5 Bruguiera sexangula 53,68 133,53 119,29 6 Excoecaria agallocha - - 11,77 7 Rhizophora stylosa 47,54 - - Jumlah 200 200 200

Tabel 3. Indeks Nilai Penting Pohon

No Spesies Stasiun I II III 1 Aegiceras corniculatum - 29,74 - 2 Avicennia lanata 114,02 100,9 79,95 3 Avicennia marina 122,78 85,77 103,92 4 Avicennia officinalis - 14,57 - 5 Ceriops tagal 14,07 - - 6 Excoecaria agallocha - 34,99 116,13 7 Rhizophora mucronata - 34,03 - 8 Rhizophora stylosa 49,13 - - Jumlah 300 300 300

Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman

Nilai indeks keanekaragaman paling tinggi terdapat pada stasiun I pada kategori semai, nilai indeks keanekaragaman paling rendah terdapat pada stasiun III dengan kategori semai. Nilai indeks

keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun III dengan kategori pohon dan nilai indeks keseragaman paling rendah terdapat pada stasiun III dengan kategori semai. Nilai indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman ditampilkan pada Tabel 4.

(9)

Tabel 4. Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman Mangrove Indeks Keanekaragaman Indeks Keseragaman Stasiun I Semai 1,36 0,91 Pancang 1,31 0,87 Pohon 1,14 0,95 Stasiun II Semai 0,66 0,73 Pancang 0,74 0,62 Pohon 1,58 0,88 Stasiun III Semai 0,18 0,20 Pancang 0,76 0,51 Pohon 1,07 1,19

Karakteristik Fisika Kimia Lingkungan 1. Karakteristik Fisika Kimia Perairan

Tabel 5. Data Kisaran Kualitas Perairan

Parameter

Stasiun I Stasiun II Stasiun III Baku

Mutu ** Kisaran Rata- Rata Kisaran Rata-Rata Kisaran Rata-rata Suhu (0C) 28 – 32 30,4* 27 – 34 30,6* 26 – 30 28,4* 28 – 32 DO (mg/l) 1,5 – 10 5* 3 – 6,5 4,6 1 – 3,5 2,3 >5 pH 7 – 8 7,9* 6,5 – 8,1 7,8* 8 – 9 8,2* 7 – 8,5 Salinitas 28 – 38 33,6* 14 – 30 23,8* 15 – 30 24,2* s/d 34 NO3 (mg/l) 6,34 – 17,88 10,95 3,68 – 12,05 6,43 2,16 – 9,73 5,6 0,008 PO4 (mg/l) 0,02 – 2,98 0,68 0 – 0,93 0,33 0 – 0,72 0,14 0,025

Keterangan : * Memenuhi Baku Mutu

** Baku Mutu Menurut Kepmen LH No. 51 Tahun 2004.

2. Karakteristik Substrat

Tabel 6. Karakteristik Fisika Kimia Substrat

Stasiun Plot Tipe N (%) P2O5 (mg/l) Fe (%)

1 1 Lempung berdebu 0,37 184,80 3,03 3 Lempung berdebu 0,40 128,56 3,15 5 Liat 0,43 169,60 2,81 2 1 Lempung berdebu 0,29 157,40 3,06 3 Lempung berdebu 0,30 166,50 3,17 5 Liat 0,31 286,10 3,33 3 1 Liat 0,37 178,40 3,90 3 Lempung 0,34 169,70 3,74 5 Liat 0,41 70,90 4,11 Pembahasan

1. Kondisi Ekosistem Mangrove Kerapatan

Kerapatan jenis mangrove dikelompokan ke dalam 3 kategori yaitu pohon, pancang dan semai. Pada stasiun I, jenis A. marina memiliki nilai kerapatan tertinggi

baik dari kategori semai, pancang dan pohon dengan nilai kerapatan sebesar 16923 ind/ha, 5662,65 ind/ha dan 600 ind/ha terbukti dengan jumlah jenis ini yang paling banyak ditemukan pada stasiun I. Hal ini berarti Avicennia sp. mampu

(10)

beradaptasi dengan baik di lingkungan yang berada di stasiun I.

Hal ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kamalia, dkk (2013) di pesisir Kelurahan Sawang Kabupaten Karimun yang menyatakan Avicennia sp. dominan berada di lokasi pengamatan karena dapat beradaptasi dengan baik di kawasan hutan mangrove Kelurahan Sawang.

Berdasarkan Kepmen LH No. 201 tahun 2004, nilai kerapatan semai dan pancang termasuk dalam kategori sangat padat dan nilai kerapatan pohon di stasiun I termasuk dalam kategori sedang.

Stasiun II memiliki jenis mangrove yang lebih banyak dan kondisinya lebih baik dari pada stasiun I. Nilai kerapatan jenis B. sexangula tertinggi pada tingkat semai dan pancang memiliki nilai kerapatan tertinggi. Hal ini disebabkan karena pernah dilakukan penanaman mangrove jenis ini pada tahun 2004 dan mangrove jenis B. sexangula memiliki pertumbuhan yang relatif cepat.

Berdasarkan Kepmen LH No. 201 tahun 2004, nilai kerapatan semai dan pancang termasuk dalam kategori sangat padat dan nilai kerapatan pohon di stasiun II termasuk dalam kategori sedang.

Stasiun III merupakan stasiun yang paling dekat dengan muara sungai atau bagian estuari. Pada tingkat pohon E. agallocha memiliki nilai kerapatan tertinggi. Berdasarkan Kepmen LH No. 201 tahun 2004 nilai kerapatan semai dan pancang termasuk dalam kategori sangat padat dan nilai kerapatan pohon termasuk dalam kriteria sedang.

Kerapatan jenis mangrove didominasi oleh jenis yang

berbeda-beda pada setiap stasiun tergantung daya adaptasi dan faktor yang mempengaruhi jenis mangrove tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darmadi (2012) bahwa tingginya nilai kerapatan serta beragamnya jenis mangrove yang ditemukan dapat mengindikasikan bahwa tingkat regenerasi mangrove baik dan dapat bertahan pada kondisi lokal tempat tersebut.

Indeks Nilai Penting (INP)

INP adalah nilai yang memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis vegetasi mangrove dalam komunitas mangrove. Nilai INP

berkisar antara 0 – 300 (Bengen, 2001).

Berdasarkan Tabel 1, R. stylosa memiliki nilai INP tertinggi pada stasiun I. B. cylindrica memiliki nilai INP paling rendah di stasiun I dan stasiun II hal ini karena jenis ini sangat jarang ditemukan pada plot pengamatan. Pada stasiun III nilai INP terendah adalah A. marina hal ini dikarenakan A. marina bukan merupakan vegetasi hasil rehabilitasi melainkan permudaan yang tumbuh secara alami di alam.

Berdasarkan Tabel 2, A. marina memiliki nilai INP tertinggi yaitu sebesar 76,23 % di stasiun I, hal ini tidak berbeda dengan penelitian Rahman (2010) di Pesisir Pulau Dua bahwa tingginya nilai INP A. marina dapat mengindikasikan bahwa jenis A. marina berperan penting dalam ekosistem dan merupakan jenis mangrove pioner, hal ini juga didukung pernyataan Kamalia (2013) bahwa Avicennia sp merupakan jenis tumbuhan sejati penting/dominan.

Pada tingkat pohon jenis Avicennia sp. di setiap stasiun

(11)

memiliki nilai yang cukup tinggi, hal ini berarti Avicennia sp. memberikan pengaruh yang besar atau berperan penting pada suatu lokasi.

Indeks Keanekaragaman dan

Indeks Keseragaman

Secara umum nilai keanekaragaman jenis mangrove di lokasi penelitian termasuk rendah namun mendekati sedang juga yang berarti keberadaan dan distribusi masing-masing jenis secara individual terbatas.

Rendahnya nilai indeks keanekaragaman ini juga dipengaruhi faktor anthropogenic yang berdasarkan pengamatan langsung terjadi penebangan, selain itu juga luasan pantai sudah mengalami abrasi. Namun demikian keberadaan hutan mangrove tersebut cukup potensi untuk “nursery or hatching area” bagi banyak biota yang tinggal di area mangrove ini.

Indeks keseragaman di stasiun I pada tingkat semai dan pancang tertinggi (0,91 dan 0,87) dan mendekati 1 karena jenis mangrove tingkat semai dan pancang yang ditemukan di stasiun tersebut merata dan tidak terpusat. Pada tingkat pohon nilai indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun III, hal ini dikarenakan jumlah masing-masing jenis merata.

2. Karakteristik Fisika Kimia Lingkungan

Karakteristik Fisika Kimia

Perairan

Fluktuasi suhu air yang terjadi antar masing-masing stasiun tidak terlalu signifikan. Kisaran nilai oksigen terlarut (Dissolved Oxygen (DO)) pada stasiun I dan stasiun II memenuhi baku mutu. Nilai oksigen terlarut tertinggi bernilai 10 mg/l

yang terjadi pada stasiun I plot 1, hal ini dikarenakan pada plot ini terdapat genangan air yang cukup dekat dengan garis pantai sehingga memungkinkan untuk terjadinya goncangan dari arus air laut.

Kisaran nilai pH yang paling memenuhi baku mutu terdapat pada stasiun I yaitu berkisar 7 – 8, sedangkan pada stasiun II kisaran nilai pH 6,5 – 8,1 terdapat satu kondisi di bawah baku mutu yaitu 6,5. Kisaran nilai salinitas pada stasiun II dan stasiun III memenuhi baku mutu yaitu 14 – 30 dan 15 – 30.

Pada stasiun I salinitas berkisar 28 – 38 sehingga melewati baku mutu untuk kehidupan mangrove. Stasiun I memiliki nilai salinitas yang paling tinggi dibandingkan stasiun lainnya. Hal ini disebabkan karena stasiun I kurang mendapat pasokan air tawar berbeda dengan stasiun II dan stasiun III yang terdapat sungai di bagian ujung transek, selain itu stasiun I memiliki transek yang paling pendek karena lebih ke bagian daratnya sudah terjadi pergantian lahan.

Karakteristik Substrat

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan tipe subtrat lempung berdebu terdapat jenis beberapa jenis yang dominan yaitu A. lanata, A. marina dan B. sexangula. Kandungan nitrogen yang terdapat di semua stasiun hampir sama, nilai yang tertinggi terdapat pada stasiun I plot 5 yaitu sebesar 0,43 %. Pada stasiun ini jenis yang mendominasi adalah Avicennia sp. dan B. sexangula.

Kandungan fosfor paling tinggi terdapat pada stasiun II plot 5 sebesar 286,1 mg/l (Tabel 6). Secara ekologis lokasi tersebut merupakan daerah yang dekat dengan sungai,

(12)

sehingga diduga masukan fosfor ke area ini disebabkan dari sumber antropogenik seperti limpasan daerah pertanian dan limbah rumah tangga.

Nilai pirit terbesar terdapat pada stasiun III plot 5 yaitu sebesar 4,11. Tanah yang memiliki kadar pirit yang sangat tinggi biasanya disebut dengan tanah sulfat masam. kadar pirit yang tinggi menyebabkan ketersediaan posfat berkurang karena posfat diikat oleh besi atau aluminium

dalam bentuk besi fosfat atau

aluminum fosfat.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Berdasarkan penelitian dan perhitungan yang dilakukan kondisi ekologi pada ekosistem mangrove di Pantai Bali Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara tergolong masih baik.

2. Kondisi perairan mangrove di stasiun I memenuhi baku mutu untuk parameter suhu, DO, pH dan salinitas. Stasiun II dan stasiun III memenuhi baku mutu untuk parameter suhu, pH dan salinitas. Parameter nitrat dan posfat pada semua stasiun melebihi baku mutu menurut KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004.

Saran

Sebaiknya dilakukan pengelolaan secara terpadu terhadap kawasan pesisir yang ada di Pantai Bali Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara agar kelestarian dan ekologi mangrove tetap terjaga dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Awwaludin, A., S. Hariyanto., dan T. Widyaleksana. 2012. Struktur

dan Status Komunitas Mangrove di Ekosistem Muara Kali Lamong Jawa Timur. Universitas Airlangga, Jawa Timur.

Bengen, D. G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. PKSPL-IPB. Bogor.

Darmadi., M. W. Lewaru., dan A. M. A. Khan. 2012. Struktur Komunitas Vegetasi Mangrove Berdasarkan Karakteristik Substrat di Muara Harmin Desa Cangkring Kecamatan Cantigi Kabupaten Indramayu. Universitas Padjajaran, Bandung.

Dinas Kehutanan Batu Bara. 2010. Status Kawasan Hutan Mangrove Kabupaten Batu Bara. Dishut Batu Bara, Sumatera Utara.

Effendie, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius, Yogyakarta. Ghufran, M dan Kordi, K. 2012.

Ekosistem Mangrove Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan. Rineka Cipta, Jakarta.

Kamalia, T. S. Raza’I dan T. Efrizal. 2013. Struktur Komunitas Hutan Mangrove di Perairan Pesisir Kelurahan Sawang Kecamatan Kundur Barat

Kabupaten Karimun.

Universitas Maritim Raja Ali Haji.

(13)

[Kepmen] Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004. Tentang Baku Mutu Air Laut. [Kepmen] Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004. Tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove.

Krebs, C. J. 1989. Ecological Methodology. University of British Colombia. Harper Collins Publisher, New York. Kusmana, C. 1997. Metode Survey

Vegetasi. IPB, Bogor.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia, Jakarta.

Odum, E. P., 1996. Dasar-Dasar Ekologi. UGM Press, Yogyakarta.

Onrizal dan C. Kusmana. 2008. Studi Ekologi Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara. Jurnal Biodiversitas vol. 9 No. 1 halaman: 25 – 29. ISSN: 1412-033x. Universitas Sumatera Utara.

Pramudji. 2001. Ekosistem Hutan Mangrove dan Perananya sebagai Habitat Berbagai Fauna Akuatik. Jurnal Oseana XXXVI (4) : 13 – 23. ISSN 0216-1877. LIPI. Jakarta. Rahman, A. 2010. Status Ekologi

Mangrove untuk Upaya Pengelolaannya di Kawasan Pesisir Pulau Dua, Kecamatan Kesemen, Serang, Banten

(Diluar Cagar Alam Pulau Dua) [Skripsi]. IPB, Bogor. Romimohtarto, K dan Juwana, S.

2009. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Djambatan, Jakarta. Sulistiyowati, H. 2009. Biodiversitas

Mangrove di Cagar Alam Pulau Sempu. Jurnal Saintek Vol. 8 No. 1.

Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistik [Terjemahan dari Introduction to Statistic 3 rd Edition]. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Kerapatan Jenis Mangrove di Stasiun I   (a)  Semai, (b) Pancang dan (c) Pohon
Gambar 2. Kerapatan Jenis Mangrove di Stasiun II                  (a) Semai, (b) Pancang dan (c) Pohon
Gambar 3. Kerapatan Jenis Mangrove di Stasiun III   (a)  Semai, (b) Pancang dan (c) Pohon

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dengan membawa seluruh Dokumen Kualifikasi Asli atau Fotocopy sah yang dilegalisir oleh yang berwenang dan Dokumen Penawaran ASLI yang telah di upload di SPSE

[r]

Berdasarkan ketentuan diatas bahwa perusahaan yang memasukkan/upload dokumen penawaran tidak ada yang lulus secara administrasi dan teknis maka Lelang Ulang dinyatakan GAGAL

[r]

Sesuai dengan prosedur lelang pemilihan jasa konsultansi Perencanaan Teknis Sarana dan Prasarana Gedung Kampus 2 IAIN Palu pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

[r]

Demikian pengumuman ini disampaikan, atas perhatian dan partisipasinya dalam kegiatan lelang ini kami ucapkan