• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PEREMPUAN DALAM SISTEM NAFKAH RUMAH TANGGA NELAYAN *

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN PEREMPUAN DALAM SISTEM NAFKAH RUMAH TANGGA NELAYAN *"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PEREMPUAN DALAM SISTEM NAFKAH

RUMAH TANGGA NELAYAN*

Slamet Widodo 1

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura me@slametwidodo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran perempuan dalam sistem nafkah rumah tangga nelayan. Penelitian dilakukan di Desa Kwanyar Barat, Kecamatan Kwanyar, Kabupaten Bangkalan dan Desa Karang Agung, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban. Rumah tangga kasus dipilih secara sengaja. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam dan pengamatan berperan-serta dalam beberapa kegiatan ekonomi, sosial, dan kelembagaan yang ada di lokasi penelitian. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai peran dalam sistem nafkah rumah tangga. Kontribusi perempuan dalam nafkah rumah tangga diperoleh melalui kegiatan produktif. Industri kecil di pedesaan ternyata mempunyai peran dalam meningkatkan kontribusi perempuan dalam nafkah rumah tangga mereka. Selain industri kecil, adanya industri padat karya yang masuk di pedesaan membawa dampak pada terserapnya tenaga kerja perempuan di daerah pedesaan. Migrasi tenaga kerja perempuan hendaknya dapat dikurangi sehingga perempuan masih bisa berperan dalam kegiatan reproduktif terkait pengasuhan anak dan pengelolaan rumah tangga lainnya.

Keywords: peran perempuan, nafkah, rumah tangga, nelayan

PENDAHULUAN

Ketahanan pangan dapat dilihat dari aspek distribusi, yaitu kemampuan akses rumah tangga terhadap pangan. Kemiskinan selama ini dilihat sebagai faktor penyebab rendahnya akses penduduk atas pangan. Jumlah penduduk miskin hingga September 2011 tercatat sebanyak 29,89 juta jiwa penduduk miskin yang 63,36 persen diantaranya berada di daerah pedesaan. Daerah pedesaan merupakan daerah yang sangat rentan terhadap kemiskinan, termasuk di dalamnya daerah pesisir. Kemiskinan merupakan salah satu faktor penyebab peningkatan peran perempuan dalam aktivitas ekonomi rumah tangga.

Strategi adaptasi yang biasanya dilakukan adalah memobilisasi peran perempuan (kaum istri) dan anak-anaknya untuk mencari nafkah. Keterlibatan perempuan dalam mencari nafkah untuk keluarga di wilayah pesisir atau desa-desa nelayan tidak terlepas dari sistem pembagian kerja secara seksual (the division of labour by sex) yang berlaku pada masyarakat setempat. Kaum perempuan biasanya terlibat penuh dalam kegiatan pranata-pranata sosial ekonomi yang mereka bentuk, seperti arisan, kegiatan pengajian berdimensi kepentingan ekonomi, simpan pinjam, dan jaringan sosial yang bisa mereka manfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup keluarga. Hadirnya pranata-pranata

*

Artikel disajikan dalam Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 yang diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura pada tanggal 27 Juni 2012. Artikel termuat dalam prosiding Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012, ISBN 978-602-19131-1-6

(2)

tersebut merupakan strategi adaptasi masyarakat nelayan dalam menghadapi kesulitan hidup yang dihadapinya. Strategi adaptasi diartikan sebagai pilihan tindakan yang bersifat rasional dan efektif sesuai dengan konteks lingkungan sosial, politik, ekonomi, dan ekologi, di mana penduduk miskin itu hidup. Secara garis besar, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran perempuan dalam sistem nafkah rumah tangga.

Berbicara mengenai sistem nafkah rumah tangga utamanya di daerah pedesaan, pada dasarnya dibangun dari dua basis, yaitu basis nafkah sosial dan basis nafkah ekonomi. Permasalahan yang dihadapi di daerah pesisir berupa perubahan struktur penduduk, gejala migrasi dan kemiskinan (Chaves, 2009; Widodo, 2011). Perempuan sebagai bagian dari rumah tangga mempunyai peran yang cukup penting dalam sistem nafkah ini. Ellis (2000), menyatakan bahwa pemahaman terhadap mata pencaharian (livelihood) merupakan bagian dari strategi mata pencaharian (livelihood strategies). Suatu mata pencaharian meliputi pendapatan, lembaga-lembaga sosial, relasi gender, hak-hak kepemilikan yang diperlukan guna mendukung dan menjamin kehidupan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di dua desa pesisir, yaitu di Desa Kwanyar Barat, Kecamatan Kwanyar, Kabupaten Bangkalan dan Desa Karang Agung, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban. Desa Kwanyar Barat terletak di bagian selatan Kabupaten Bangkalan dan merupakan daerah pesisir dengan karakteristik penangkapan berupa selat. Karakteristik selat ini menyebabkan risiko terjadinya konflik sumberdaya menjadi lebih tinggi. Sedangkan Desa Karang Agung terletak di wilayah pesisir utara Kabupaten Tuban dengan wilayah tangkap di perairan Laut Jawa.

Penelitian ini melibatkan 30 rumah tangga kasus. Rumah tangga kasus dipilih secara sengaja. Tiap rumah tangga kasus yang terpilih akan digali informasi mengenai peran dan kontribusi perempuan di dalam rumah tangga tersebut terhadap pendapatan rumah tangga. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam. Selain itu, dilakukan pula metode observasi berpartisipasi dalam beberapa kegiatan ekonomi, sosial, dan kelembagaan yang ada di lokasi penelitian. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan perempuan, utamanya istri, di kedua desa kasus dalam bidang ekonomi banyak terkonsentrasi pada sektor informal. Mereka memiliki cara-cara atau terobosan-terobosan yang sangat berarti dalam membantu suami untuk menunjang kelangsungan ekonomi rumah tangga mereka. Istri juga dituntut untuk ikut berperan dalam mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga mereka tidak hanya tinggal diam di rumah untuk menanti dan membelanjakan penghasilan suami mereka dari melaut, namun mereka juga ikut terlibat dalam kegiatan mencari nafkah.

Peran perempuan dalam nafkah rumah tangga dimulai ketika perahu mulai kembali dari melaut dan membawa hasil tangkapan. Pada saat itu, perempuan terlibat dalam penjualan hasil tangkapan. Di Kwanyar Barat maupun di Karang Agung, perempuan mempunyai peran yang berarti hingga terjualnya hasil tangkapan. Sebagian besar perempuan ini adalah istri dari nelayan yang melaut. Mereka mempunyai tanggung jawab untuk menjual hasil tangkapan di pasar maupun di Tempat Pendaratan Ikan (TPI).

(3)

Pada waktu pendaratan, para perempuan yang sebagaian besar adalah istri nelayan akan menunggu perahu suaminya mendarat di tempat pendaratan. Mereka secara bersama-sama akan membantu suami mereka untuk menurunkan hasil tangkapan kemudian membawanya ke tempat penjualan, sedangkan kaum laki-laki beristirahat untuk melepas lelah di warung-warung sekitar tempat pendaratan atau langsung pulang ke rumah.

Penjualan ikan ini dikoordinasi oleh istri pemilik perahu atau oleh orang kepercayaan pemilik perahu. Hasil tangkapan ini dijual pada pedagang. Pedagang yang dikenal dengan istilah bakul atau bakol ini sebagian besar adalah penduduk desa sendiri. Mereka berjualan ikan, baik di pasar desa maupun pasar desa lainnya, bahkan ada yang berjualan hingga pasar kabupaten.

Peran perempuan dalam pemasaran hasil tangkapan tidak memberikan kontribusi pendapatan secara langsung dalam nafkah rumah tangga. Di sini, mereka hanya berperan membantu memasarkan hasil tangkapan dan tidak mengambil keuntungan dari kegiatan tersebut, seluruh hasil penjualan diserahkan pada istri pemilik perahu untuk kemudian dibagi sesuai dengan peran masing-masing dalam penangkapan ikan. Pemilik perahu mendapatkan bagian sebanyak 60% sedangkan sisanya dibagi rata kepada seluruh awak perahu. Suatu hal yang berbeda jika perempuan berperan sebagai pedagang ikan. Sebagai pedagang, mereka mendapatkan keuntungan dari selisih harga penjualan dan pembelian. Rata-rata pendapatan yang diterima oleh pedagang ikan berkisar antara Rp. 10.000,00 hingga Rp. 50.000,00 setiap harinya. Besarnya pendapatan ini sangat tergantung pada besarnya modal yang mereka kelola. Semakin besar modal yang dimiliki, mereka dapat membeli ikan dalam jumlah banyak dan memasarkannya hingga ke pasar desa lain atau bahkan pasar kabupaten.

Di Karang Agung, selain dijual langsung ke konsumen dalam bentuk segar, beberapa bakul merangkap sebagai pembuat pindang. Pindang adalah salah satu bentuk pengolahan sekaligus pengawetan ikan dengan cara memasak ikan pada suatu tungku yang terbuat dari tanah liat. Pemindangan dilakukan sebagai upaya meningkatkan nilai jual ikan dan juga menjaga keawetan ikan, sehingga mengurangi risiko kerugian apabila ikan tidak segera laku terjual. Hasil pemindangan kemudian dijual kepada beberapa pedagang, baik yang berjualan di pasar maupun pedagang keliling.

Sedangkan di Kwanyar Barat, kegiatan produktif perempuan nelayan yang lain adalah sebagai pengupas udang. Udang tersebut dikupas kemudian dijual kepada para pembuat kerupuk udang sebagai bahan utama dalam pembuatan kerupuk udang. Rata-rata dalam sehari, mereka dapat mengupas udang sebanyak 5 – 10 kg. Udang tersebut didapatkan dari pedagang pengepul udang atau hasil tangkapan sendiri serta membeli dari tetangga sekitar. Pekerjaan ini dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari setengah hari. Udang yang telah dikupas langsung dijual ke pembuat kerupuk udang yang ada di sekitar tempat tinggal mereka.

Di kedua desa, juga dijumpai kegiatan pengasinan ikan. Beberapa jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomi rendah diolah menjadi ikan asin. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengawetkan ikan dan juga meningkatkan nilai ekonominya. Ikan segar dibersihkan kemudian dibelah, dilumuri garam, dan dijemur di bawah sinar matahari. Sepanjang jalan, banyak dijumpai papan kayu memanjang tempat penjemuran ikan.

Selain istri, kegiatan ini seringkali melibatkan anak perempuan, utamanya untuk membantu menunggu dagangan ikan di pasar atau mengolah ikan untuk dibuat pindang.

(4)

Anak-anak perempuan ini mengisi waktu luangnya setelah pulang sekolah dengan bermain dan membantu orangtua mereka. Pada perempuan yang telah menginjak remaja, tanggung jawab yang diberikan oleh orang tua menjadi semakin besar. Mereka membantu menyelesaikan pekerjaan rumah sehari-hari seperti memasak, berbelanja, membersihkan rumah, mencuci pakaian, hingga mengasuh adik. Selain itu, mereka juga terlibat dalam kegiatan produktif seperti membersihkan ikan, mengupas udang, atau sekedar menunggu dagangan di pasar. Sebagaimana temuan Kongolo & Bamgose (2002), pekerjaan yang berkaitan dengan pertanian bagi perempuan merupakan bagian dari kegiatan sehari-hari, selain beban pekerjaan rumah tangga seperti mengurus anak-anak, memasak, dan lain sebagainya.

Munculnya usaha kecil di pedesaan membawa dampak pada semakin meningkatnya peran perempuan dalam nafkah rumah tangga. Sumbangan perempuan dalam nafkah rumah tangga mengalami peningkatan. Kegiatan perempuan tidak lagi terbatas pada kegiatan pemasaran hasil tangkapan, namun lebih jauh dari itu, mereka terlibat dalam pekerjaan pengolahan. Kabir & Huo (2011) menemukan bahwa keterlibatan perempuan di pedesaan dalam usaha kecil menyebabkan peningkatan pendapatan serta partisipasi dalam pengambilan keputusan. Temuan di kedua desa kasus menunjukkan bahwa beberapa perempuan terlibat dalam usaha kecil yang ada di sekitar mereka. Sebagian besar merupakan usaha kecil yang dikelola oleh rumah tangga seperti pengasinan ikan dan pemindangan ikan. Di Kwanyar Barat, usaha krupuk udang merupakan usaha kecil yang telah mencapai tingkat lanjut karena membutuhkan permodalan yang lebih besar.

Pada masyarakat di kedua desa kasus, bukan hal baru apabila perempuan (istri) terlibat dalam nafkah rumah tangganya. Keterlibatan istri dalam nafkah rumah tangga mendapat dukungan dari para suami, sebab disamping pekerjaan ini tidak mengganggu tugas ibu sebagai ibu rumah tangga, juga sebagai upaya istri untuk mendapatkan nafkah tambahan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Kajian tentang peran perempuan dalam nafkah rumah tangga, utamanya di pedesaan seperti yang dilakukan oleh Azahari (2008), menunjukkan bahwa peranan perempuan dalam sistem nafkah rumah tangga cukup signifikan. Kondisi ini menunjukkan bahwa peranan perempuan sebagai pelaku ekonomi tidak boleh diabaikan, bahkan diperlukan dukungan teknologi untuk menunjang peranan perempuan dalam kegiatan sosial dan ekonomi agar para perempuan dapat mengalokasikan waktunya lebih banyak pada kegiatan produktif tanpa meninggalkan peranannya pada kegiatan domestik. Berbagai studi di negara berkembang telah menunjukkan bahwa peran perempuan dalam ekonomi rumah tangga sangatlah besar. Widodo (2009), menunjukkan bahwa perempuan mempunyai peran dalam aktivitas ekonomi rumah tangga. Pada usaha tani, perempuan memberikan sumbangan curahan waktu kerja yang hampir sama dengan laki-laki. Kontribusi dalam aspek aktivitas ekonomi ini tidak diimbangi dengan peran pada aspek kontrol atau pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam rumah tangga masih didominasi oleh laki-laki (suami).

Hoque dan Itohara (2008) juga menemukan hal yang serupa. Peran perempuan pedesaan relatif lebih tinggi dalam kegiatan pascapanen dan kegiatan pengelolaan ternak daripada kegiatan pertanian lainnya. Partisipasi mereka hampir nihil dalam hal kegiatan budidaya, sedangkan beberapa dari mereka berpartisipasi dalam kegiatan non-pertanian seperti pembuatan kerajinan tangan dan menjahit. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa

(5)

perempuan pada rumah tangga petani memberikan kontribusi pendapatan rumah tangga melalui berbagai aktivitas ekonomi. Temuan lainnya menunjukkan bahwa di sebagian besar kasus partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan mengenai berbagai urusan rumah tangga lebih rendah daripada laki-laki. Khan & Khan (2007), menemukan bahwa perempuan sebagai kepala rumah tangga, pendidikan perempuan, kepemilikan aset, berpengaruh positif terhadap kontribusi mereka terhadap pendapatan rumah tangga. Umur perempuan memiliki efek non-linear, meningkatkan kontribusi dan kemudian menurun dengan peningkatan umur wanita.

Peningkatan peran perempuan lebih disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi rumah tangga. Kebutuhan rumah tangga menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan perempuan bekerja di luar rumah (Shastri & Sinha, 2010). Walaupun di sebagian besar negara berkembang, perempuan diposisikan lebih inferior dibandingkan laki-laki, namun pergeseran peran yang terjadi merupakan suatu kebutuhan. Nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat, mau tidak mau, harus bisa berkompromi dengan peningkatan kebutuhan rumah tangga.

Industrialisasi Pedesaan

Keadaan berbeda tampak di Karang Agung, bagi anak perempuan yang telah dewasa, terdapat peluang kerja sebagai buruh linting di pabrik rokok yang berada di Desa Brondong, sebuah desa yang berbatasan langsung dengan Karang Agung. Pabrik rokok yang beroperasi sejak tahun 2001 ini mampu menyerap tenaga kerja hingga 1.200 orang yang sebagian besar adalah perempuan. Pabrik rokok ini dikelola oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Tani Brondong dan merupakan mitra produksi dari PT. HM Sampoerna, sebuah pabrik rokok besar di Surabaya.

Persyaratan untuk menjadi buruh linting juga tidak terlalu sulit. Tidak ada persyaratan pendidikan sama sekali. Ketika seleksi, para calon pekerja disuruh merentangkan tangannya beberapa saat. Bila tangannya berkeringat, dia tak akan diterima. Sebab, tangan yang berkeringat akan merusak dan mengotori kertas rokok saat melinting rokok. Selain itu, untuk pekerja di bagian gunting, ibu jarinya tak boleh besar karena gerakannya akan kaku. Kemudahan inilah yang menarik minat perempuan Karang Agung untuk bekerja sebagai buruh di pabrik rokok MPS (Mitra Produksi Sampoerna) ini.

Upah yang didapatkan dari pabrik rokok sebesar Rp. 650.000,- sebulan dan diterima setiap akhir pekan. Jumlah ini relatif besar bagi warga Karang Agung, sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin meningkat. Tidak mengherankan jika hampir seluruh perempuan usia muda lebih tertarik bekerja di pabrik rokok dibandingkan bekerja di sektor lain atau melakukan migrasi baik ke kota besar maupun luar negeri. Alasan mereka pada umumnya adalah kedekatan lokasi kerja, sehingga tetap dapat berkumpul dengan keluarga, terlebih bagi mereka yang telah berkeluarga dan mempunyai anak.

Apabila dilihat dari sumbangan nafkah perempuan terhadap rumah tangga juga relatif lebih besar dibandingkan dengan Kwanyar Barat. Penduduk perempuan Karang Agung mempunyai kesempatan untuk bekerja sebagai buruh di pabrik rokok dengan pendapatan yang cukup baik. Kesempatan ini ternyata tidak didapatkan oleh penduduk perempuan Kwanyar Barat. Potensi industri besar yang padat karya belum terlihat di Kwanyar Barat, bahkan di Madura pada umumnya. Perbedaan corak strategi nafkah di kedua desa kasus ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengembangkan

(6)

industrialisasi di perdesaan. Industri dengan corak padat karya lebih tepat diarahkan pada daerah perdesaan dengan keterbatasan sumber daya alam.

Migrasi Tenaga Kerja Perempuan

Widodo (2006; 2011) mengungkapkan tentang fenomena migrasi sebagai salah satu strategi nafkah yang dijalankan oleh rumah tangga miskin di daerah pesisir. Peran perempuan dalam nafkah rumah tangga juga diperoleh dari kegiatan migrasi, baik regional maupun internasional. Migrasi biasanya dilakukan oleh generasi muda dengan daerah tujuan di beberapa kota besar di Jawa Timur. Sebagian besar mereka bekerja di sektor informal, yaitu menjadi pembantu rumah tangga, penjaga toko dan buruh pabrik. Migrasi yang dilakukan oleh perempuan Kwanyar Barat dan Karang Agung sebagian besar berpola kelompok. mereka berangkat bersama-sama ke suatu daerah dan bekerja secara bersama-sama.

Fenomena migrasi ini semakin berkembang dikarenakan adanya jaringan sosial yang bekerja di dalamnya. Kisah sukses salah satu pelaku migrasi menjadikan sebagai faktor penarik bagi orang lain. Beberapa pelaku migrasi yang telah sukses pasti akan mengajak kerabat maupun teman merak untuk turut serta melakukan migrasi.

Migrasi ke luar negeri sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia) saat ini mengalami penurunan yang disebabkan oleh ketatnya aturan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Beberapa tahun lalu migrasi ke luar negeri tampak menggejala terutama ke Malaysia. Proses keberangkatan TKI berlangsung secara ilegal. Namun, seiring razia besar-besaran yang dilakukan oleh Pemerintah Malaysia yang berujung pada penangkapan dan pemulangan TKI ilegal, gejala migrasi internasional ini mengalami penurunan. Ketertarikan untuk menjadi TKI semakin menurun dengan banyaknya kasus kekerasan yang dialami oleh TKI di luar negeri.

KESIMPULAN

Perempuan mempunyai peran dalam sistem nafkah rumah tangga. Kontribusi perempuan dalam nafkah rumah tangga diperoleh melalui kegiatan produktif yang mereka lakukan. Kegiatan tersebut, di antaranya, adalah keterlibatan perempuan dalam pemasaran hasil tangkapan dan keterlibatan dalam kegiatan pengolahan hasil tangkapan. Industri kecil di pedesaan ternyata mempunyai peran dalam meningkatkan kontribusi perempuan dalam nafkah rumah tangga mereka. Selain industri kecil, adanya industri padat karya yang masuk di pedesaan membawa dampak pada terserapnya tenaga kerja perempuan di daerah pedesaan. Migrasi tenaga kerja perempuan hendaknya dapat dikurangi, sehingga perempuan masih bisa berperan dalam kegiatan reproduktif terkait pengasuhan anak dan pengelolaan rumah tangga lainnya. Dampak negatif dari migrasi tenaga kerja perempuan utamanya sebagai TKI dapat dikurangi, sehingga kehidupan rumah tangga tetap terjamin baik secara ekonomi maupun sosial budaya.

Referensi

Azahari, D.H. (2008). "Indonesian Rural Women: The Role in Agricultural Development".

Analisis Kebijakan Pertanian. 6(1); Page 1-10.

(7)

Disparities and Rising Dependency in Coastal Areas in Mindanao, The Philippines". SOJOURN: Journal of Social Issues in Southeast Asia, 24(2), 251-268. Retrieved from EBSCOhost.

Ellis, F. (2000). Rural Livelihoods and Diversity in Developing Countries. Oxford: Oxford University Press.

Kabir, M.S. & Huo, Xuexi. (2011). "Advancement of Rural Poor Women through Small Entrepreneurship Development: The Case of Bangladesh." International

Journal of Business and Management. 6(9); Page 134-140.

Kongolo, M. & Bamgose, O. O. 2002. Participation of Rural Women in Development: A Case Study of Tsheseng, Thintwa, and Makhalaneng Villages, South Africa.

Journal of International Women’s Studies. 4(1).

Shastri, R.K. & Sinha A., (2010). "The Socio - Cultural and Economic Effect on the Development of Women Entrepreneurs (With Special Reference to India)."

Asian Journal of Business Management, 2(2): Page No: 30-34.

Widodo, Slamet. (2006). 2006. “Migrasi Internasional Tenaga Kerja Pertanian di Kabupaten Bangkalan”. Pamator, Volume 3, Nomor 2.

Widodo, Slamet. (2009). "Analisis Peran Perempuan dalam Usahatani Tembakau."

Embryo, Vol. 6 No. 2.

Widodo, Slamet. (2011). "Strategi Nafkah Berkelanjutan Bagi Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir". Makara Sosial Humaniora. Volume 15. Nomor 1.

Referensi

Dokumen terkait

pengujian Hasil yang diharapkan Hasil yang diperoleh Kesimpulan Melakukan aktivitas pada aplikasi IbuKreatif dengan mengumpulkan lebih dari 3000 poin dan mencantumkan

Macam media tanam berbeda sangat nyata terhadap luas daun, panjang akar dan berbeda nyata pada variabel berat kering akar serta berbeda tidak nyata pada variabel

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian golongan senyawa metabolit sekunder pada ekstrak etanol biji buah A.integer (Thunb) Merr)

Secara teknis, pengunaan faktor produksi benih, pupuk kandang, pupuk NPK dan tenaga kerja sudah efisien, sedangkan penggunaan faktor produksi lahan belum efisien

#ahasa juga dapat diartikan sebuah simb%l atau lambang bunyi yang ber*ungsi sebagai alat k%munikasi antara indi8idu. Masyarakat berinteraksi satu sama lain

1 4 Maret 2009 Diklat BKD Pemkab Badung Jl.Balai Diklat Sempidi Badung -Bali 35 21 April 2009 2 4 Maret 2009 PSIK Jl.Letjen Suprapto Komp.. Jenderal Gatot

Cacing ini sebagian besar menghuni pada bagian sekum dan hanya sedikit yang ditemukan di lambung dan usus dengan indeks parasit 4-216 ekor per inang dengan jumlah total individu

Berdasarkan jumlah spora yang banyak dan persen infeksi akar yang tinggi pada bulan ke-3, dapat disimpulkan bahwa tanaman inang yang lebih sesuai untuk produksi