• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan dari suatu kondisi ke kondisi berikutnya. Masa transisi adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan dari suatu kondisi ke kondisi berikutnya. Masa transisi adalah"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Masa transisi mengacu pada suatu masa yang cenderung pendek, ketika terjadi perubahan dari suatu kondisi ke kondisi berikutnya. Masa transisi adalah ketika terjadi perubahan internal seperti perubahan manajemen, pergantian pemimpin atau dari perubahan eksternal seperti halnya perubahan regulasi, sosial-ekonomi, pengaruh globalitas dan perubahan politik-pemerintahan. Dalam setiap perubahan seringkali terjadi hal-hal yang di luar kebiasaan. Maka esensi dari perubahan tersebut adalah mengubah kebiasaan.

Transisi mengandung makna sebagai sebuah episode dalam skenario perubahan mengindikasikan suatu masa di antara sedikitnya dua keadaan: sesudah keputusan perubahan hingga pengaruh perubahan menjadi normal. Dengan demikian maka bisa diambil kesimpulan bahwa transisi diawali ketika keputusan yang berdampak perubahan dibuat dan berakhir manakala sasaran keputusan sudah tercapai atau setidaknya kondisi organisasi yang terpengaruh oleh keputusan yang berdampak perubahan tersebut sudah berada pada posisi yang normal.

Kejadian fase transisi pun tidak hanya terjadi dalam sebuah organisasi semata. Alam pun mengenal masa transisi yang disebut Pancaroba, masa diantara transisi musim. Namun berbeda dengan gejala yang ditunjukkan oleh alam ketika

(2)

2

dalam masa transisinya yang berupa penurunan tingkat kekebalan tubuh manusia akibat pergantian musim, tingginya tingkat kelembaban udara dan membuat alam serasa tidak nyaman. Efek negatif transisi yang demikianlah yang juga akan terjadi pada organisasi, transisi akan membawa masalah dan berpotensi menimbulkan kekacauan, kekhawatiran, penurunan kinerja, hilangnya kepercayaaan diri dan bahkan mogok kerja.

Kabupaten Tapanuli Tengah dalam masa kepemimpinan Bupati, Bonaran Situmeang, SH, M.Hum dan Wakil Bupati, H Sukran Jamilan Tanjung untuk periode 2011-2016 mengalami masa transisi pemerintahan setelah Bupati, Bonaran Situmeang, SH, M.Hum SH didakwa bersalah atas kasus suap sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi yang juga menjerat Akil Moechtar yang pada saat itu menjadi Ketua MK. Diangkatnya Sukran J Tanjung,SE sebagai Pelaksana Tugas menggantikan Bonaran diujung tampuk kepemimpinan menjadikan wacana pro dan kontra tentang implementasi perubahan yang akan dicanangkan demi menyukseskan Visi-Misi bersama pasangan yang terkenal dengan jargon akronim ‘Bosur’ ini.

Adapun Visi dari ‘Bosur’ secara singkat disebutkan adalah Mewujudkan Masyarakat Tapanuli Tengah yang Maju Sejahtera dan Beradab. Misinya adalah Percepatan Pembangunan Infrastruktur; Membenahi Birokrasi untuk meningkatkan pelayanan publik serta menjamin terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih serta berwibawa. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui kesehatan, pendidikan dan pengembangan Sumber Daya Manusia;

(3)

3

Meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor-sektor unggulan; Menggali dan mengembangkan potensi Sumber Daya Alam dan pariwisata dengan kebijakan pembangunan dan pro rakyat; Menegakkan hukum dan HAM serta penguatan proses demokrasi untuk terciptanya rasa aman dan damai serta menata iklim kondusi bagi tumbuhnya investasi.

Karakter pribadi pemimpin dapat mempengaruhi sukses-gagalnya perubahan. Perubahan membutuhkan pemimpin yang kuat. Memiliki kompetensi yang mencukupi, sehingga terbangunlah kesepahaman (resonance) antara pimpinan dan bawahan. Perubahan yang sukses ditandai dengan kepemimpinan kuat yang berkarakter. Faktor krisis lain yang dicermati dalam melakukan perubahan adalah regulasi pemerintah. Kepemimpinan, Regulasi, pengukuran kinerja situasi eksternal (sosial, politik dan ekonomi), psikologi dari perubahan, kompleksitas dari proses kinerja dan rentan waktu adalah hal yang berkaitan dalam masa transisi sebuah organisasi kerja

Memimpin di masa transisi merupakan salah satu tanggung jawab kepemimpinan yang sangat penting dan sulit. Beberapa ahli kepemimpinan bahkan berpendapat kemampuan memimpin di masa transisi menunjukkan esensi kepemimpinan yang sebenarnya, hal-hal lain di luar itu hanyalah prioritas kedua belaka. Kepemimpinan yang efektif diperlukan guna revitalisasi organisasi serta memfasilitasi adaptasi perubahan lingkungan dan aturan. Perubahan besar di dalam organisasi pada umumnya dipandu oleh tim manajemen puncak namun

(4)

4

setiap individu dalam organisasi dapat mengusulkan perubahan atau berkonstribusi bagi suksesnya implementasi rencana perubahan.

2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah adalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini dipandang menarik penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah dibuat sebagai usaha yang menyatakan pernyataan penelitian dan mempertanyakan tentang apa saja yang perlu dijawab atau dicari jalan pemecahannya atau dengan kata lain perumusan masalah adalah merupakan pertanyaan lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah.1

a. Bagaimana kinerja Pelaksana Tugas Bupati Tapanuli Tengah, Sukran Jamilan Tanjung, SE dalam melanjutkan estafet kepemimpinan Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah?

Atas dasar latar belakang masalah di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

b. Selama masa transisi pemerintahan, arah langkah dan perubahan apa yang menjadi fokus Plt. Sukran Jamilan Tanjung untuk menyukseskan program kerjanya sesuai dengan Visi dan Misi yang telah ditentukan bersama?

1

(5)

5 3. Pembatasan Masalah

Dalam sebuah penelitian dibutuhkan adanya pembatasan masalah terhadap hal yang akan diteliti. Untuk menjadikan penelitian ini lebih sistematis maka Penulis akan membuat batasan-batasan masalah agar substansi dari penelitian ini dapat dikaji dan dipahami tanpa adanya topik yang mengambang dan tidak sesuai dengan keperluan penelitian. Adapun batasan masalah yang ditentukan adalah kajian ini hanya sebatas tentang penelitian mengenai kinerja dan upaya-upaya yang dilakukan oleh Plt. Sukran Jamilan Tanjung, SE dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai Pelaksana Tugas Bupati di Kabupaten Tapanuli Tengah.

4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan kalimat pernyataan yang menunjukkan adanya hasil pasca penelitian atau sesuatu yang akan dicapai atau dituju dalam sebuah penelitian. Rumusan tujuan mengungkapkan jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan. Maka yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Mengetahui sejauh mana langkah kerja yang dilaksanakan oleh Plt. Bupati Tapanuli Tengah yakni Bapak H Sukran Jamilan Tanjung, SE dalam masa transisi pemerintahan dikepemimpinannya setelah Bupati, Raja Bonaran Situmeang, SH, M.Hum diberhentikan sementara karena menjadi tersangka dugaan kasus korupsi oleh KPK dan harus mengikuti proses hukum.

(6)

6

b. Mengetahui gaya kepemimpinan dan integritas Plt. Bupati Tapanuli Tengah, H Sukran Jamilan Tanjung, SE untuk membangun Tapanuli Tengah sesuai dengan Visi dan Misi.

c. Mengetahui kiat Plt. H Sukran Jamilan Tanjung dalam menanggulangi krisis pemerintahan dan kepemimpinan selama masa transisi.

5. Manfaat Penelitian

Dalam sebuah penelitian selain terdapat tujuan penelitian juga terdapat beberapa manfaat yang selanjutnya berguna daya terhadap orang banyak. Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Secara praktis adalah sebagai masukan bagi penulis dalam usaha untuk mengetahui hasil-hasil kegiatan politik khususnya pembuatan kebijakan dan pemecahan masalah problem-problem politis dalam pemerintahan berdasarkan pengaplikasian ilmu politik. Dan juga memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi program sarjana strata satu (S1) Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.

b. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk mencari khasanah ilmiah dalam kaitan politik dan keadaan transisi pemerintahan serta mengamati relevansi teori-teori yang telah dipelajari dengan kenyataan yang terjadi secara nyata dan langsung.

(7)

7

• Untuk memperluas pengetahuan Penulis mengenai kebijakan politik dan kinerja pemimpin di Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara terutama ketika Bupati Raja Bonaran Situmeang, SH, M.Hum digantikan oleh Wakilnya, Sukran Jamilan Tanjung, SE yang kini menjabat sebagai Pelaksana Tugas. Selain itu penelitian ini bagi Penulis dapat mengembangkan kemampuan berpikir sistematis dan sebagai media untuk menghasilkan karya ilmiah.

• Penelitian ini bermanfaat untuk mengambangkan teori-teori politik yang tentu saja berkaitan dengan masalah yang diteliti oleh Penulis yakni Teori Kinerja, Gaya Kepemimpinan dan Transisi Pemerintahan yang diaktualisasikan oleh Plt Bupati Tapanuli Tengah, Sukran Jamilan Tanjung,SE dalam mempertahankan eksistensi politiknya dan menanggulangi fase krisis pemerintahan pasca pergantian pemimpin. Melalui pemaparan teori-teori ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada civitas akademika yang nantinya juga akan melakukan penelitian yang mungkin sesuai dengan masalah tersebut atau mungkin nantinya menjadi praktisi politik yang dihadapkan pada problematika ini.

(8)

8 6. Kerangka Teori

Salah satu unsur penting dalam sebuah penelitian adalah penyusunan kerangka teori karena teori berfungsi sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari mana Peneliti melihat objek yang diteliti sehingga penelitian dapat lebih sistematis. Teori adalah rangkaian asumsi konsep konstruksi defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep2

6.1 Teori Kinerja

.

Teori juga bisa dibilang sebagai konsep atau konstruksi pemikiran yang berhubungan satu dengan yang lain berdasarkan pandangan berpikir, serta merupakan pisau analisis penelitian dalam melihat suatu gejala atau fenomena yang terjadi. Adapun teori yang penulis gunakan dalam menjawab masalah dalam penelitian ini adalah:

Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan oleh para cendikiawan sebagai “penampilan” atau “hasil kerja” dan “prestasi”. Secara etimologis kinerja adalah sebuah kata yang dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “kerja” yang menerjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Sehingga pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Maka ketika persoalan ini dihadapkan pada subjek pemimpin instansi pemerintahan, pengukuran kinerjanya akan lebih detil dan cakupannya akan lebih meluas dengan

2

(9)

9

pemerhatian terhadap langkah-langkah apa yang mencapaikan dirinya pada indeks prestasi yang baik dalam memimpin.

Suyadi Prawirosentono mendefenisikan kinerja yaitu sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Sedangkan Bastian Noggi mengemukakan defenisi kinerja yaitu sebagai sebuah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi seperti halnya mewujudkan tujuan, visi, misi organisasi tersebut dan seberapa jauh organisasi mencapai hasil ketika dibandingkan dengan pencapaian tujuan dan target yang telah ditetapkan. Bernardin dan Russel memberikan pengertian prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu (performance is defined as the record of

outcomes produced on specified job function or activity during time period)3

Dari beberapa defenisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan suatu capaian hasil kerja dalam kegiatan atau aktifitas atau program yang telah direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu. Untuk melakukan kajian secara mendalam tentang faktor-faktor yang

.

3

(10)

10

mempengaruhi efektifitas penilaian kerja di Indonesia, maka perlu melihat beberapa faktor penting sebagai berikut: 4

a. Kejalasan tuntutan hukum atau peraturan perundangan untuk melakukan penilaian secara benar dan tepat. Dalam kenyataannya, orang menilai secara subyektif tetapi tidak ada suatu aturan hukum yang mengatur atau mengendalikan perbuatan tersebut.

b. Manajemen sumber daya manusia yang berlaku memiliki fungsi dan proses yang sangat menentukan efektivitas penilaian kinerja. Aturan main menyangkut siapa yang harus menilai, kapan menilai, kriteria apa yang digunakan dalam sistem penilaian kinerja sebenarnya diatur dalam manajemen sumber daya manusia tersebut. Dengan demikian manajemen sumber daya manusia juga merupakan kunci utama keberhasilan sistem penilaian kerja.

c. Kesesuaian antara paradigma yang dianut oleh manajemen suatu organisasi dengan tujuan penilaian kinerja. Apabila paradigma yang dianut masih beriorientasi pada manajemen klasik, maka penilaian selalu bisa kepada pengukuran tabiat atau karakter pihak yang menilai sehingga prestasi yang seharusnya menjadi fokus utama kurang diperhatikan.

d. Komitmen para pemimpin atau manajer organisasi publik terhadap pentingnya penilaian suatu kinerja. Bila mereka selalu memberikan

4

(11)

11

komitmen yang tinggi terhadap efektifitas penilain kinerja, maka para penilai yang ada dibawah otoritasnya akan selalu berusaha melakukan penilaian secara tepat dan benar.

6.1.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja adalah perbandingan antara keluaran (ouput) yang dicapai dengan masukan (input) yang diberikan. Selain itu, kinerja juga merupakan hasil dari efisiensi pengelolaan masukan dan efektivitas pencapaian sasaran. Oleh karena itu, efektivitas dan efisiensi pekerjaan yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang tinggi pula. Untuk memperoleh kinerja yang tinggi dibutuhkan sikap mental yang memiliki pandangan jauh ke depan. Seseorang harus mempunyai sikap optimis, bahwa kualitas hidup dan kehidupan hari esok lebih baik dari hari ini. Penilaian kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Organisasi perlu melakukan perbaikan kinerja, adapun perbaikan kinerja yang perlu diperhatikan oleh organisasi adalah faktor kecepatan, kualitas, layanan, dan nilai. Selain keempat faktor tersebut, juga terdapat faktor lainnya yang turut mempengaruhi kinerja pejabat dan pegawai, yaitu keterampilan interpersonal, mental untuk sukses, terbuka untuk berubah, kreativitas, terampil berkomunikasi, inisiatif, serta kemampuan dalam merencanakan dan mengorganisir kegiatan yang menjadi tugasnya. Faktor-faktor tersebut memang tidak langsung berhubungan dengan pekerjaan namun memiliki bobot pengaruh yang sama.

(12)

12

Beberapa variabel yang berkaitan erat dengan kinerja, yaitu mutu pekerjaan, kejujuran pegawai, inisiatif, kehadiran, sikap, kerjasama, kehandalan, pengetahuan tentang pekerjaan, tanggung jawab dan pemanfaatan waktu. Dalam menilai kinerja seorang pegawai, maka diperlukan berbagai aspek penilaian antara lain pengetahuan tentang pekerjaan, kepemimpinan inisiatif, kualitas pekerjaan, kerjasama, pengambilan keputusan, kreativitas, dapat diandalkan, perencanaan, komunikasi, inteligensi (kecerdasan), pemecahan masalah, pendelegasian, sikap, usaha, motivasi, dan organisasi. Selanjutnya, dari aspek-aspek penilaian kinerja yang dinilai tersebut dikelompokkan menjadi:5

a. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang digunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.

b. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke bidang operasional perusahaan secara menyeluruh. Pada intinya setiap individu atau karyawan pada setiap perusahaan memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin maupun karyawan.

c. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi pegawai ataupun karyawan, melakukan negosiasi, dan lain-lain.

5

Rivai, Harif, A. 2001. Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasional Terhadap

(13)

13

Ada 6 (enam) indikator penilain keberhasilan kinerja merujuk kepada kemampuan pemimpin bersinergi dengan para bawahannya mengorganisir segala upaya-upaya untuk mencapai keberhasilan. yaitu:

a. Quality yaitu Tingkatan dimana proses atau penyesuaian pada cara yang ideal di dalam melakukan aktifitas atau memenuhi aktifitas yang sesuai harapan.

b. Quantity yaitu Jumlah yang dihasilkan diwujudkan melalui nilai mata uang, jumlah unit, atau jumlah dari siklus aktifitas yang telah diselesaikan.

c. Timeliness yaitu Tingkatan di mana aktifitas telah diselesaikan dengan waktu yang lebih cepat dari yang ditentukan dan memaksimalkan waktu yang ada untuk aktifitas lain.

d. Cost effectiveness yaitu Tingkatan dimana penggunaan sumber daya perusahaan berupa manusia, keuangan, dan teknologi dimaksimalkan untuk mendapatkan hasil yang tertinggi atau pengurangan kerugian dari tiap unit.

e. Need for supervision yaitu tingkatan dimana seseorang dapat melakukan pekerjaannya tanpa perlu meminta pertolongan atau bimbingan dari atasannya.

(14)

14 6.2 Teori Gaya Kepemimpinan

Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen organisasi. Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena adanya keterbatasan keterbatasan tertentu pada diri manusia. Dari sinilah timbul kebutuhan untuk memimpin dan dipimpin. Kepemimpinan didefinisikan ke dalam ciri-ciri individual, kebiasaan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam oragnisasi dan persepsi mengenai pengaruh yang sah. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan dengan antusias. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi pikiran, perasaan, tindakan dan tingkah laku orang lain untuk digerakkan ke arah tujuan tertentu.6

Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Pola tindakan pemimpin itu akan mempredikati kebaikan jika secara keseluruhan bawahan mempunyai persepsi dan acuan yang sama terhadap pimpinannya. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat, keterampilan dan sikap pemimpin dalam politik. Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan

(15)

15

tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu7

a. Teori Genetis (Keturunan)

. Kesimpulannya adalah bahwa gaya kepemimpinan merupakan suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya. Pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain.

Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat diterangkan melalui tiga aliran teori sebagai berikut :

Inti dari teori ini menyatakan bahwa “leader are born and not made” (pemimpin itu dilahirkan sebagai bakat dan bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini berpendapat bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinannya. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan determinitis.

b. Teori Sosial

Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa “leader are made and not born”

7

(16)

16

(pemimpin itu dibuat atau dididik dan bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.

c. Teori Ekologis

Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut muncul aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran.

Gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi dimana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan.8

8

Harsey dan Blanchard.1992.Manajemen Prilaku Organisasi Pendayagunaan Manusia.Alih bahasa Agung

Dharma.Jakarta:Erlangga

Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari pemimpin (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s), yang dapat

(17)

17

dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s). Menurut Hersey dan Blanchard, pemimpin (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pemimpin mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pemimpin mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpin dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin. Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang pemimpin berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pemimpin pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pemimpin, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan itu sendiri.

(18)

18 6.3 Tipologi Kepemimpinan

Dalam praktiknya, dari ketiga teori gaya kepemimpinan tersebut, berkembanglah beberapa tipe kepemimpinan. Yaitu:9

a. Tipe Otokratis

Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut:

Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi; Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi; Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata; Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat; Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya; Dalam tindakan penggerakkannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.

b. Tipe Militeris

Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut: Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan; Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya; Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan; Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan; Sukar

9

(19)

19

menerima kritikan dari bawahannya; Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.

c. Tipe Paternalistis

Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut :

Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa; bersikap terlalu melindungi (overly protective); Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan; Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif; Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya; Sering bersikap maha tahu.

d. Tipe Karismatik

Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya yang sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib

(20)

20

(supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma.

e. Tipe Demokratis

Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut :

Dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia; Selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; Senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya; Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan; Ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain; Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah hal yang mudah. Namun, karena pemimpin yang demikian adalah yang paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang

(21)

21

pemimpin yang demokratis. Ada 4 (Empat) gaya kepemimpinan yang demokratis yang lazim digunakan, yaitu:

a. Democratic Leadership, yakni suatu gaya kepemimpinan yang menitikberatkan pada kemampuan untuk menciptakan moral dan kemampuan untuk menciptakan kepercayaan.

b. Directorial / Authocratic Leadership, yakni suatu gaya kepemimpinan yang menitikberatkan kepada kesanggupan untuk memaksakan keinginannya yang mampu mengumpulkan pengikut untuk kepentingan pribadi dan golongannya dengan kesediaan menerima segala resiko apapun.

c. Paternalitic Leadership, yakni bentuk gaya kepemimpinan pertama

(democratic) dan kedua (directorial) diatas, yang dapat diibaratkan

dengan sistem diktator yang berselimutkan demokratis.

d. Free Rein Leadership, yakni gaya kempimimpinan yang 100% menyerahkan sepenuhnya kebijaksanaan pengoperasian manajemen sumber daya manusia kepada bawahannya dengan hanya berpegang kepada ketentuan-ketentuan pokok yang ditentukan oleh atasan mereka.

Seorang pemimpin harus memiliki sifat perceptive artinya mampu mengamati dan menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Untuk itu ia harus mampu melihat, mengamati, dan memahami keadaan atau situasi tempat kerjanya, dalam artian bagaimana para bawahannya, bagaimana keadaan organisasinya,

(22)

22

bagaimana situasi penugasannya, dan juga tentang kemampuan dirinya sendiri. la harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Maka dari itu dalam memilih gaya kepemimpinan yang akan digunakan, perlu dipertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhinya.

6.4 Teori Transisi Pemerintahan

6.4.1 Pengertian Dan Konsep Transisi Pemerintahan

Masa transisi dalam sebuah instansi pemerintahan terjadi karena perubahan secara struktural seperti pergantian pimpinan. Pergantian struktural yang terjadi akan berdampak pada kinerja baik diawal tengah bahkan diakhir periode pemerintahan. Masa transisi mengacu pada suatu masa yang cenderung pendek, ketika terjadi perubahan dari suatu kondisi ke kondisi berikutnya akan lebih cenderung terjadi peningkatan resiko. Resiko yang akan berakibat fatal bagi kelangsungan sebuah pemerintahan jika gagal dicermati dan ditanggapi faktor kritisnya. Transisi meniscayakan adanya perubahan dan pada umumnya dapat menimbulkan kepanikan atau ketakutan oleh karenanya reaksi yang lazim muncul antara lain penolakan terhadap perubahan itu sendiri kendati menurut hukum atau aturannya memang harus berubah atau diubah, perubahan bukanlah hal yang selalu dipredikati sebagai kondisi yang baik melainkan sebuah proses yang mengkhawatirkan karena keadaan yang masih baru terindikasi rawan.

Sebagian orang menolak perubahan dengan sengaja karena mereka meragukan perlunya perubahan atau tidak percaya terhadap arah perubahan.

(23)

23

Sebagian lainnya secara intelektual mengikuti perubahan namun secara emosional masih terikat pada masa lalu. Pemimpin harus memiliki kewaspadaan dalam menemukan dua jenis penolakan terhadap perubahan ini. Mereka yang tidak bersedia bergabung dalam arus perubahan yang telah menjadi ketetapan harus dikeluarkan dari organisasi.

Jika yang menolak perubahan masih sebatas individu atau sekumpulan individu, masih mudah menghadapinya. Namun ketika penolakan datang dari sebuah kelompok besar dimana para individu tersebut bergabung persoalannya menjadi semakin rumit dan kondisi semacam inilah yang selalu menjadi tantangan bagi pemimpin masa transisi.

6.4.2 Hambatan – hambatan yang muncul dalam perubahan • Perubahan itu bukan datang dari diri orang tersebut

• Perubahan mengancam kenikmatan dan rutinitas pekerjaan • Ketakutan terhadap sesuatu yang baru

• Kehilangan hidden income dan fasilitas, dipecat atau dianggap tidak memiliki kapabilitas.

• Tujuan perubahan tidak ada atau kurang jelas • Hindari perubahan sebagai proyek “nice to have” • Perubahan menimbulkan rasa takut kegagalan

Perlu dukungan dari personil yang bersifat “play to win” • Pengorbanan yang diberikan terlalu besar

(24)

24

• Timbulkan persepsi perubahan menimbulkan manfaat untuk menggalang dukungan

comfort zone/ Zona Aman

• para pengikut tak punya respek pada pimpinannya • kecemasan seorang atasan

• perubahan bisa berarti kehilangan sesuatu • perubahan menuntut tambahan komitmen • terperangkap tradisi

6.4.3 Memimpin Pada Masa Transisi

Memimpin di masa transisi merupakan salah satu tanggung jawab kepemimpinan yang sangat penting dan sulit. Kemampuan memimpin di masa transisi menunjukkan esensi kepemimpinan yang sebenarnya hal-hal lain di luar itu hanyalah prioritas kedua belaka.

Faktor pendukung sukses masa transisi :

Sense of urgency : live or die (Rasa keterdesakan)

Everybody is important (Mementingkan semua sumber daya

ketenagakerjaan)

(25)

25

Encourage employess (Memberi anjuran terhadap karyawan)

Rewards (Pengahargaan/Hadiah/Bonus)

Connect to and support from stakeholders (Menjalin dukungan dari

instansi berkebijakan)

Sufficient energy (Sumberdaya yang berkecukupan)

6.4.4 Kesalahan Umum Masa Transisi

Beberapa poin yang berkenaan dengan kesalahan pada masa transisi yang harus dihindari seorang pemimpin dalam sebuah wadah organisasi kerja adalah:

Business as usual (Membiasakan setiap urusan)

Work alone (Bekerja sendiri/ tidak koopertatif)

More emergents than planned strategy (Bertindak secara dadakan

daripada merancang strategi)

Put employees in marginal position (Menempatkan karyawan

dalam posisi yang tidak sesuai)

Too much flexibility (Terlalu banyak fleksibilitas/ kelenturan)

Fix but not change (Memperbaiki tapi tidak mengubah)

(26)

26 7. PEMERINTAH DAERAH

Keberadaan pemerintahan daerah secara tegas dijamin dan diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa yang dimaksud dengan pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dari pengertian tersebut ada beberapa kata kunci yang perlu kita pahami, yaitu:

a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan

Urusan pemerintahan yang diselenggarakan oleh pemerintahan daerah mencakup semua urusan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, yaitu kewenangan dalam

(27)

27

bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, serta agama.

b. Pemerintah daerah dan DPRD

Pemerintah daerah dan DPRD merupakan unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang mempunyai kedudukan yang sejajar. Sebagai penyelenggara pemerintahan daerah, Pemerintah Daerah berkedudukan sebagai lembaga eksekutif di daerah yang terdiri atas kepala daerah/wakil kepala daerah dan perangkat daerah, sedangkan DPRD berkedudukan sebagai lembaga legislatif di daerah yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Pemerintahan daerah memiliki dua tingkatan, yaitu:

• Pemerintahan daerah provinsi dilaksanakan oleh pemerintah daerah provinsi (Gubernur/Wakil Gubernur dan perangkat daerah provinsi) dan DPRD Provinsi.

• Pemerintahan daerah kabupaten/kota dilaksanakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota (Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota dan perangkat daerah kabupaten/kota) dan DPRD Kabupaten/Kota.

c. Asas otonomi dan tugas perbantuan

Asas otonomi adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

(28)

28

peraturan perundangundangan. Sedangkan tugas perbantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.

Konsekuensi penerapan asas ini adalah daerah memiliki hak dan kewajiban dalam pelaksanaan otonomi daerah yang diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

8. Metodologi Penelitian

Dalam kegiatan ilmiah diperlukan sebuah metode yang sesuai dengan objek yang dibicarakan agar lebih terarah dan rasional. Metode merupakan cara bertindak dalam upaya agar penelitian dapat terlaksana secara rasional dan terarah demi mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam penelitian ini, Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah salah satu yang digunakan untuk memcahkan masalah yang ada pada masa sekarang berdasarkan fakta dan data-data yang ada. Tujuan dasar penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

(29)

29 8.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan metode yang dipakai, maka penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, deskrftif dengan pendekatan analistis. Penelitian ini untuk menggambarkan hal yang mendetail mengenai suatu gejala atau fenomena. Dimana menurut peneliti bahwasanya penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian yang tidak mempergunakan angka atau nomor untuk mengolah data yang diperlukan. Data terdiri dari kutipan-kutipan orang dan deskripsi keadaan, kejadian, interaksi dan kegiatan. Dengan menggunakan jenis data ini, memungkinkan peneliti mendekati dan sehingga mampu mengembangkan komponen-komponen ketarangan yang analistis, konseptual dan kategoris dari data itu sendiri.

8.2 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Bagong Suyanto, dalam suatu penelitian kualitatif ada 3 (tiga) macam atau teknik mengumpulkan data, yakni:10

a. Wawancara Terbuka

Data yang diperoleh merupakan kutipan langsung dari orang-orang yang berpengalaman dan berpengetahuan dibidangnya.

b. Kepustakaan

Data yang didapat dari tinjauan pustaka (Library Research) yaitu dengan mempelajari jurnal-jurnal, laporan penelitian, dokumen lembaga, buku-buku dan dokumen yang relevan untuk data yang

(30)

30

dibutuhkan pada penelitian. Data juga diperoleh dari browsing dan clipping print yaitu untuk pencairan bahan yang lengkap penulis menggunakan media elektronik/internet.

8.3 Teknik Analisa Data

Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang subjek yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. Dengan bersumber pada sejarah yang berorientasi kepada problem akan dianalisa kejadian-kejadian yang sebenarnya menurut topik-topik atau masalah-masalah yang telah dipilih dalam penelitian ini. Analisis data dalam penelitian kualitiatif bergerak secara induktif yaitu data/fakta dikategorikan menuju tingkat abstraksi yang lebih tinggi, melakukan sintesis dan mengembangkan teori bila diperlukan.

Setelah data dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis penguraian dan penarikan kesimpulan tentang makna perilaku subjek penelitian dalam latar serta fokus penelitian. Hal ini dilakukan agar peneliti memiliki gambaran yang jelas mengenai penelitian ini.

(31)

31 9. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan lebih terperinci serta untuk mempermudah pemahaman terhadap isi, maka penelitian ini terdiri ke dalam 4 (Empat) Bab, yakni

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam hal ini akan menguraikan dan memperjelas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan signifikansi penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II : DESKRIPSI PENELITIAN

Dalam bab ini akan menggambarkan segala sesuatu mengenai objek penelitian yaitu Kabupaten Tapanuli Tengah menyoal sejarah, letak geografis, demografi dan segala tentang Kabupaten Tapanuli Tengah sebelum dan sesudah menjabatnya H Sukran J Tanjung,SE sebagai Plt. Bupati Tapanuli Tengah.

(32)

32

BAB III : KEPEMIMPINAN SUKRAN J TANJUNG, SE DALAM MASA TRANSISI PEMERINTAHAN

Bab ini nantinya akan berisikan tentang penyajian data atau fakta yang diperoleh dari beberapa sumber data dan juga akan menyajikan pembahasan dan analisis data atau fakta tersebut.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data pada bab-bab sebelumnya serta berkemungkinan berisi saran-saran yang Peneliti peroleh setelah melakukan penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

A : Untuk menambah toko yang didaftarkan mendapatkan layanan PermataQR atau mengubah data toko, Merchant dapat melihat di portal merchant di

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pemberian metode resitasi terhadap kreativitas dan hasil belajar peserta didik fisika yang

Oleh sebab itu, ekstrak etanol buah mahkota dewa diformulasikan dalam bentuk krim dan dilakukan perbandingan proporsi cetaceum dan cera alba untuk mengetahui pengaruh perbandingan

Dalam pembuatan paket secara umum harus menjawab pertanyaan -pertanyaan yang sudah umum dikenal dengan rumusan 5W2H, yaitu: apa ( What ), Kegiatan MICE apa yang

Pengaruh Media Visual Poster dan Leaflet Makanan Sehat terhadap Perilaku Konsumsi Makanan Jajanan Pelajar Kelas Khusus SMA Negeri 1 Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun

Nama- nama calon petugas yang lolos seleksi administrasi dan berhak mengikuti ujian tertulis dan wawancara dapat dilihat pada lampiran 1.. Jadwal dan tempat pelaksanaan tes

deskriptif kuantitatif dan metode penelitian eksperimen dengan desain pre experimental:the one-shot case study design, yang dilakukan terhadap mahasiswa semester VI

pada zaman Umar bin Abd Aziz, ia pernah berjama’ah dibelakang Umar sebagai makmum, mengakui dengan terus-terangan ketinggian mutu shalatnya Umar itu. Beliau berkata: “Saya