• Tidak ada hasil yang ditemukan

VAKSINASI IKAN KOI MENGGUNAKAN VAKSIN DNA ANTI-KHV DENGAN DOSIS BERBEDA SITI ZUBAIDAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VAKSINASI IKAN KOI MENGGUNAKAN VAKSIN DNA ANTI-KHV DENGAN DOSIS BERBEDA SITI ZUBAIDAH"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

VAKSINASI IKAN KOI MENGGUNAKAN VAKSIN DNA

ANTI-KHV DENGAN DOSIS BERBEDA

SITI ZUBAIDAH

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Vaksinasi Ikan Koi Menggunakan Vaksin DNA Anti-KHV Dengan Dosis Berbeda” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Siti Zubaidah

(4)

ABSTRAK

SITI ZUBAIDAH.Vaksinasi Ikan Koi Menggunakan Vaksin DNA Anti-KHV Dengan Dosis Berbeda. Dibimbing oleh SRI NURYATI dan ENI KUSRINI.

Salah satu upaya penanggulangan wabah KHV yang biasa menyerang ikan koi dan ikan mas adalah dengan pemberian vaksin DNA, karena vaksin DNA dapat merangsang kekebalan spesifik dan kekebalan yang ditimbulkan relatif tinggi, serta aman digunakan. Penelitian ini bertujuan menguji beberapa dosis vaksin DNA terhadap benih ikan koi sehingga didapatkan dosis yang tepat yang dapat memberikan relative percents survival (RPS) dan imunitas terbaik. Perlakuan yang diberikan adalah vaksinasi dengan dosis berbeda melalui teknik injeksi secara intra muskular, sebagai berikut: Perlakuan A (7,5 µg/100 µL), B (10 µg/100 µL), C (12,5 µg/100 µL), serta kontrol positif (ikan tidak divaksinasi tetapi diuji tantang) dan kontrol negatif (ikan tidak divaksinasi dan tidak diuji tantang). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian vaksin dengan dosis berbeda mampu memberikan nilai kelangsungan hidup dan RPS yang tidak berbeda nyata (p>0,05), yaitu nilai kelangsungan hidup sebesar 97,22 % dan memberikan nilai RPS sebesar 95,8 %. Selain itu dari uji gambaran darah yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa pada perlakuan dosis 12,5 µg/ 100 mL memberikan nilai terbaik pada hampir semua parameter.

Kata kunci: ikan koi, vaksin DNA, KHV, kelangsungan hidup, dosis.

ABSTRACT

SITI ZUBAIDAH. Koi Fish Vaccination Using Anti-KHV DNA vaccine with different doses. Guided by SRI NURYATI and ENI KUSRINI.

An effort to overcome the KHV outbreak that usually attack koi fish and common carp is administation of DNA vaccine, because DNA vaccines can stimulate specific immune responses and induced immunity in relatively high level, and safe to use. The aim of this research was to get the effective dose of DNA vaccine than can provide the best relative percents survival (RPS) and immunity. The treatments were vaccinated with different doses by the intramuscular injection technique, as follows: Treatment A (7.5 μg/100 mL), B (10 μg/100 mL), C (12.5 μg/100 mL), and the positive control (unvaccinated but were challenged by KHV) and negative control (unvaccinated and were not challenged by KHV). Results of this study showed that administation of the vaccine with different doses was able to provide survival value and RPS were not significantly different (p>0.05), the survival value of 97.22% and give RPS values of 95.8%. In addition based on the blood analysis, the result showed that the treatment dose of 12.5 mg/100 mL provides the best value in almost all parameters.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

VAKSINASI IKAN KOI MENGGUNAKAN VAKSIN DNA

ANTI-KHV DENGAN DOSIS BERBEDA

SITI ZUBAIDAH

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Vaksinasi Ikan Koi Menggunakan Vaksin DNA Anti- KHV dengan Dosis Berbeda

Nama : Siti Zubaidah

NIM : C14090055

Program Studi : Teknologi dan Managemen Perikanan Budidaya

Disetujui oleh

Dr Sri Nuryati, SPi MSi Pembimbing I

Eni Kusrini, SPi MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Sukenda, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak Januari hingga April 2013 di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok dan Laboratorium Kesehatan Ikan BDP, IPB ini berjudul “Vaksinasi Ikan Koi Menggunakan Vaksin DNA Anti-KHV Dengan Dosis Berbeda”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Sri Nuryati, SPi MSi dan Ibu Eni Kusrini, SPi MSi selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Agus Oman Sudrajat, MSi selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberi saran. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Pak Imam dan Pak Ruhman beserta jajarannya di Kementerian Agama yang telah banyak memberi dukungan kepada penulis selama masa perkuliahan berlangsung. Selanjutnya, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Lili Sholichah, SPi dari BPPBIH Depok atas bantuannya selama penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga (Kak Sidik, Faisal, dan Fisca), atas segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa pula penulis juga menyampaikan ungkapan terima kasih kepada Pak Ranta, Mas Rahman, Pak Marjanta, Mba Yuli, Wiwik, Reza, Susan, Seto, Nanda, Devi, Fierco, Dillah, Wahyu, teman-teman BDP 45-48, teman-teman CSS 46 dan CSS IPB serta teman-teman LKI.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL. ... viii

DAFTAR GAMBAR.. ... viii

DAFTAR LAMPIRAN. ... viii

PENDAHULUAN. ... 1 Latar Belakang. ... 1 Tujuan Penelitian.. ... 2 METODE. ... 2 Materi Uji ... 2 Analisis Data ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

Hasil ... 7

Pembahasan ... 14

KESIMPULAN DAN SARAN ... 18

Kesimpulan ... 18

Saran ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 18

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kelangsungan hidup relatif (RPS) ikan koi yang diberi vaksin DNA

anti-KHV dengan dosis berbeda. ... 7

2 Gejala klinis harian tiap perlakuan pascauji tantang...8

3 Kisaran parameter kualitas air selama penelitian...14

DAFTAR GAMBAR

1 Nilai kelangsungan hidup ikan koi sebelum dan sesudah uji tantang dengan KHV...7

2 Gejala klinis ikan koi yang terserang KHV. ... 8

3 Hasil uji PCR ikan koi yang terinfeksi KHV. ... 9

4 Total eritrosit. ... 9

5 Total leukosit ... 10

6 Kadar hematokrit ... 10

7 Kadar haemoglobin ... 11

8 Nilai indeks fagositik ... 11

9 Nilai persentase monosit ... 12

10 Nilai persentase limfosit ... 12

11 Nilai persentase neutrofil ... 13

12 Histologi insang ikan kontrol negatif dan positif ... 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis statistik terhadap persentase jumlah sel darah merah ikan koi ... 20

2 Analisis statistik terhadap persentase jumlah sel darah putih ikan koi ... 21

3 Analisis statistik terhadap persentase kadar hematokrit darah ikan koi ... 22

4 Analisis statistik terhadap kadar haemoglobin darah ikan koi ... 23

5 Analisis statistik terhadap persentase indeks fagositik darah ikan koi ... 24

6 Analisis statistik terhadap persentase monosit darah ikan koi ... 25

7 Analisis statistik terhadap persentase limfosit darah ikan koi ... 26

8 Analisis statistik terhadap persentase neutrofil darah ikan koi ... 27

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia mempunyai potensi dan peluang di sektor perikanan dalam meraih devisa yang lebih besar dibandingkan sektor non migas. Salah satu sumber devisa yang dapat diandalkan adalah sektor perikanan budidaya, baik laut, payau, maupun tawar. Budidaya perikanan air tawar selangkah lebih maju dibandingkan dengan laut dan payau. Komoditas ikan mas merupakan salah satu komoditas budidaya ikan air tawar yang selama ini telah berkembang pesat di masyarakat. Selain ikan-ikan konsumsi yang di budidayakan, ikan hias juga memberikan sumbangan besar bagi devisa negara, diantaranya ikan hias yang bernilai ekonomis tinggi, yaitu koi (Cyprinus carpio).

Dalam perkembangannya, budidaya ikan mas dan koi tidak luput dari kendala yang disebabkan oleh serangan penyakit. Salah satu wabah yang dapat merugikan pembudidaya bahkan sampai gulung tikar adalah serangan Koi Herpesvirus (KHV). Sejak awal tahun 2002 kedua jenis ikan tersebut terserang penyakit KHV, yang diakibatkan oleh masuknya ikan koi impor pembawa virus KHV. Wabah KHV telah menyebar ke seluruh sentra budidaya ikan mas dan ikan koi, dan menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Akibatnya, aktivitas perdagangan ikan hidup dari satu daerah ke daerah lain terganggu.

KHV ini dapat menyebabkan gagal panen atau panen dini. Puluhan atau bahkan ratusan kasus kematian ikan mas dan koi akibat infeksi KHV tersebut hingga saat ini sangat meresahkan pembudidaya kedua jenis ikan tersebut, termasuk pelaku usaha lainnya. Infeksi KHV terjadi pada saat musim hujan atau pada saat suhu rendah yang berkisar 17oC-24oC. Penyakit ini sangatlah menular, menyerang semua stadia ikan, dan bersifat ganas sehingga dapat menyebabkan kematian massal sekitar 80%-100%. Menurut Hedrick et al. (2005), infeksi KHV ditandai dengan ciri eksternal, yaitu pembengkakan dan nekrosis pada filamen insang, produksi lendir berlebih ataupun perubahan warna kulit, sedangkan ciri internalnya adalah terjadinya pembengkakan pada limpa dan ginjal. Selain itu biasanya diikuti oleh infeksi sekunder berupa luka atau bercak putih di permukaan tubuh yang disebabkan oleh Aeromonas hydrophila dan/atau Flexibacter columnaris (Mudjiutami et al., 2006). Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi penyakit tersebut, di antaranya adalah pembentukan posko penanggulangan wabah, sarasehan, pelatihan daerah terinfeksi dengan Surat Keputusan Menteri Departemen Kelautan dan Perikanan nomor 28 dan 40 tahun 2002, serta vaksinasi.

Vaksin yang diberikan selama ini adalah vaksin yang berasal dari virus yang dilemahkan dan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti di bidangnya. Pada penelitian ini akan digunakan vaksin yang dibuat dari DNA anti virus KHV pada ikan mas. DNA vaksin tersebut diharapkan dapat efektif dalam mencegah serangan penyakit KHV yang setiap tahun selalu muncul terhadap ikan koi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap ikan mas di BBPBAT Sukabumi, dengan penggunaan vaksin 10-3 dapat memberikan nilai kelangsungan hidup ikan sebesar 73,33% lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (Laelawati, 2008). Penelitian lainnya yang dilakukan di IPB telah

(12)

2

membuktikan bahwa vaksinasi tiga kali seminggu mampu memberikan nilai kelangsungan hidup relatif ikan mas sebesar 84,6% (Khodijah, 2012).

Vaksin DNA merupakan salah satu metode pencegahan penyakit melalui vaksinasi dengan prinsip kerja meningkatkan sistem kekebalan spesifik pada inang. Vaksin DNA diperkirakan menjadi vaksin masa depan karena memiliki beberapa keunggulan, yaitu mudah dikembangkan dan diproduksi, tidak menimbulkan infeksi, bersifat stabil sehingga memudahkan dalam penyimpanan dan mampu mengaktivasi sistem kekebalan tubuh baik humoral maupun seluler (Lorenzen & Lapatra, 2005). Vaksin DNA cukup efektif mencegah penyakit viral

haemorrhagic septicaemia virus (VHSV) pada ikan salmon (Lorenzen & Lapatra,

2005) dan KHV pada ikan mas dan koi (Nuryati, 2010) sehingga dapat menghasilkan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menguji beberapa dosis vaksin DNA terhadap benih ikan koi sehingga didapatkan dosis yang tepat yang dapat memberikan RPS dan imunitas terbaik.

METODE

Materi Uji

Kultur bakteri pembawa vaksin

Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) yang disimpan dalam gliserol pada suhu (-)80oC diambil menggunakan tusuk gigi steril dan digoreskan kuadran pada media padat LB polipepton + ampisilin untuk mendapatkan koloni tunggal. Sel bakteri diinkubasi pada suhu 37oC selama 16 jam, lalu disimpan pada suhu 4oC hingga akan digunakan. Untuk perbanyakan plasmid, bakteri dikultur di media cair menggunakan shaker incubator dengan kecepatan 240 rpm selama 16 - 18 jam dan selanjutnya dipanen.

Pemanenan bakteri dan pelleting bakteri bertujuan untuk memisahkan sel bakteri dengan media kultur. Sebanyak 20 mL bakteri hasil kultur dituangkan secara parsial ke dalam masing-masing microtube bervolume 1,5 mL, lalu disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm dan suhu 4oC selama 30 detik. Hasil

pelleting bakteri dicuci dengan 1 mL PBS (phospate buffer saline) sebanyak 3 kali.

Setelah dicuci dengan PBS, bakteri dimatikan dengan perlakuan panas pada suhu 80oC selama 5 menit dan diresuspensi kembali dengan PBS sebanyak 1 mL kemudian diisolasi plasmidnya (Yuliyanti, 2011).

Vaksinasi dan uji tantang

Ikan uji yang digunakan adalah benih koi hasil produksi di BPPBIH Depok yang memiliki bobot rata-rata 16,98±0,20 gram dengan panjang rata-rata 12,62±0,71 cm sebanyak 240 ekor yang ditebar ke dalam 20 akuarium berukuran (45 x 40 x 40) cm3. Kemudian vaksin yang digunakan adalah vaksin DNA anti-KHV hasil temuan Nuryati et. al (2010). Sebelum divaksin benih ikan koi diadaptasikan terlebih dahulu terhadap kondisi lingkungan selama satu bulan, kemudian vaksin DNA diambil dengan syring dan diinjeksikan ke ikan sebanyak

(13)

3 0,1 mL dengan frekuensi satu kali. Adapun rancangan perlakuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Perlakuan A : ikan diberi vaksin DNA secara intra muskular dengan dosis 7,5 µg /100 µL sebanyak satu kali dan diuji tantang dengan filtrat KHV

Perlakuan B : ikan diberi vaksin DNA secara intra muskular dengan dosis 10 µg /100 µL sebanyak satu kali dan diuji tantang dengan filtrat KHV

Perlakuan C : ikan diberi vaksin DNA secara intra muskular dengan dosis 12,5 µg /100 µL sebanyak satu kali dan diuji tantang dengan filtrat KHV

Kontrol positif : ikan tanpa diberi vaksin DNA dan diuji tantang dengan filtrat KHV, dan

Kontrol negatif : ikan tanpa diberi vaksin DNA dan tidak diuji tantang dengan filtrat KHV.

Setelah ikan dipelihara selama 28 hari, perlakuan A, B, C dan kontrol positif diuji tantang. Uji tantang dilakukan dengan menginjeksi virus aktif sebanyak 0,1 mL secara intra muskular (otot punggung) ke semua ikan uji (Nuryati et al., 2010). Masa uji tantang untuk melihat gejala klinis dan kelangsungan hidup ikan yang diberi vaksin DNA dilakukan selama 28 hari.

Analisis Data

Parameter penelitian Kelangsungan hidup

Penghitungan jumlah ikan yang mati dilakukan pada awal terinfeksi KHV sampai akhir penelitian. Tingkat kelangsungan hidup hidup ikan dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

SR : Tingkat kelangsungan hidup (%)

Nt : Jumlah ikan yang hidup pada akhir pemeliharaan (ekor) N0 : Jumlah ikan yang hidup pada awal pemeliharaan (ekor)

Kelangsungan hidup relatif (relative percent survival/RPS)

Kematian ikan dicatat sebelum dan sesudah uji tantang untuk menghitung

kelangsungan hidup relatif (RPS). RPS dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

RPS : Relative percent survival (%) Mn : Mortalitas pada perlakuan N (%)

(14)

4

Gejala klinis

Pengamatan gejala klinis dilakukan setiap hari pada saat pemberian pakan selama masa vaksinasi dan pasca uji tantang. Pengamatan gejala klinis meliputi respon makan, tingkah laku ikan, dan kelainan kondisi fisik ikan.

Metode pengukuran hematologi Pengambilan darah

Pengambilan darah dilakukan sebanyak tiga kali selama penelitian, yaitu saat aklimatisasi, pemeliharaan setelah vaksinasi dan uji tantang. Sebelum pengambilan darah, ikan terlebih dahulu dibius dengan minyak cengkeh dosis 0,04 ppt. Pada pengambilan darah, ikan diletakkan dengan kepala menghadap sebelah kiri, sebelumnya alat suntik sudah dibilas dengan Na-sitrat 3,8%, kemudian darah diambil sekitar 0,5-1 mL pada bagian vena kaudalis yaitu pembuluh darah yang terletak tepat dibagian ventral tulang punggung. Jarum ditusukkan di antara anus dan sirip anal, lalu jarum ditarik sedikit kemudian darah dihisap sampai batas yang diinginkan. Setelah itu alat suntik dicabut kemudian darah ditempatkan ke dalam microtube berukuran 1,5 mL. Ikan yang diambil darahnya masing-masing satu ekor tiap perlakuan dan dibuat dua ulangan untuk setiap parameter gambaran darah.

Perhitungan kadar haemoglobin

Pengukuran kadar Haemoglobin (Hb) dilakukan dengan metode Sahli. Pertama darah dihisap dengan pipet sahli sampai skala 20 mm3 atau pada skala 0,02 mL, kemudian darah dipindahkan ke dalam tabung Hb-meter yang telah diisi HCl 0,1 N sampai skala 10, kemudian diaduk dan dibiarkan selama 3-5 menit. Setelah itu akuades ditambahkan sampai warna darah dan HCl tersebut seperti warna larutan standar yang ada dalam Hb-meter tersebut. Skala dibaca dengan melihat permukaan cairan dan dicocokkan dengan skala tabung sahli yang dilihat pada skala jalur g% (kuning) yang berarti banyaknya haemoglobin dalam gram per 100 mL darah.

Perhitungan kadar hematokrit (Chinabut et al. 1991)

Darah dihisap dengan tabung mikrohematokrit sampai mencapai ¾ bagian tabung, lalu ujung tabung ditutup dengan crytoseal sedalam kira-kira 1 mm, sehingga terbentuk sumbat crytoseal. Kemudian tabung mikrohematokrit disentrifuse dengan kecepatan 5000 rpm selama 5 menit dengan posisi tabung yang bervolume sama berhadapan agar putaran sentrifus seimbang. Nilai kadar hematokrit ditentukan dengan persentase panjang bagian darah yang mengendap (a) serta panjang total volume darah yang terdapat di dalam tabung (b) : (a/b) x 100%. Kadar hematokrit ini mencerminkan banyaknya sel darah (digambarkan dengan endapan/padatan) dalam cairan darah.

Penghitungan total eritrosit (Blaxhall dan Daisley 1973)

Darah dihisap dengan pipet yang berisi bulir pengaduk warna merah sampai skala 0,5. Kemudian ditambahkan larutan Hayem’s (berfungsi untuk mematikan sel-sel darah putih) sampai skala 101, pengadukan darah di dalam pipet dilakukan dengan mengayunkan tangan yang memegang pipet seperti membentuk angka delapan selama 3-5 menit sehingga darah tercampur rata.

(15)

5 Setelah itu tetesan pertama larutan darah dalam pipet dibuang, dan tetesan berikutnya diletakkan pada haemacytometer tipe Neubauer kemudian ditutup dengan gelas penutup. Jumlah sel darah merah dihitung dengan bantuan mikroskop dengan perbesaran 400 x. Jumlah eritrosit total dihitung pada 5 kotak besar haemacytometer dengan faktor pengenceran 202. Berikut ini adalah rumus perhitungan total eritrosit:

Penghitungan total leukosit (Blaxhall dan Daisley 1973)

Darah dihisap dengan pipet yang berisi bulir pengaduk warna putih sampai skala 0,5. Kemudian ditambahkan larutan Turk’s (berfungsi untuk mematikan sel-sel darah merah) sampai skala 11, pengadukan darah di dalam pipet dilakukan dengan mengayunkan tangan yang memegang pipet seperti membentuk angka delapan selama 3-5 menit sehingga darah tercampur rata. Setelah itu tetesan pertama larutan darah dalam pipet dibuang, dan tetesan berikutnya diletakkan pada haemacytometer tipe Neubauer kemudian ditutup dengan gelas penutup. Jumlah sel darah putih dihitung dengan bantuan mikroskop dengan perbesaran 400 x. Jumlah leukosit total dihitung sebanyak 5 kotak besar haemacytometer dengan faktor pengenceran 22. Berikut ini adalah rumus perhitungan total leukosit:

Pembuatan preparat ulas darah/differensial leukosit (Svobodova & Vyukusova 1991)

Sebelumnya gelas objek yang akan digunakan direndam dalam methanol untuk menghilangkan lemak yang menempel. Pembuatan preparat ulas darah dilakukan dengan menempatkan setetes darah pada gelas objek, gelas objek kedua diletakkan dengan sudut 45o terhadap gelas objek pertama, kemudian digeser ke belakang sehingga menyentuh darah, kemudian gelas objek kedua digeser berlawanan arah sehingga membentuk lapisan tipis darah. Selanjutnya preparat dikeringudarakan kemudian difiksasi dengan metanol selama 5 menit. Kemudian preparat dibilas dengan akuades dan dikeringudarakan kembali sebelum diwarnai dengan pewarna Giemsa selama 15 menit. Lalu preparat dicuci kembali dengan akuades untuk mengurangi kelebihan warna dan dikeringkan dengan tisu. Setelah itu diamati di bawah mikroskop. Persentase sel-sel leukosit dihitung dengan cara mengamati sebanyak 100 sel leukosit yang berbeda dan masing-masing jenis leukosit yang terhitung dikelompokkan dan dipersentasi menurut jenisnya, satuannya adalah persen (%).

Indeks fagositik

Sebanyak 50 μL darah dimasukkan kedalam mikrotiter plate, ditambahkan 50 μL suspensi Staphylococcus aureus dalam PBS (108 sel/mL), dihomogenkan dan diinkubasi dalam suhu ruang selama 20 menit. Setelah itu sebanyak 5 μL dibuat sediaan ulas darah dan dikeringudarakan. Lalu difiksasi dengan methanol selama 5 menit dan dikeringkan. Kemudian direndam dalam pewarna Giemsa

(16)

6

selama 15 menit. Lalu dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan dengan tisu. Setelah itu diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x. Jumlah sel yang menunjukkan proses fagositosis dihitung dari 100 sel fagosit yang teramati.

Pengamatan histologi

Proses pembuatan preparat histologi melalui beberapa tahapan, antara lain : fiksasi, dehidrasi, embedding, pemotongan, dan pewarnaan jaringan, serta pengamatan mikroskopik.

Kualitas air

Pengukuran kualitas air dalam penelitian ini meliputi pengukuran suhu harian yang diamati pada pagi dan sore hari, dan pengukuran pH, DO, alkalinitas, NH3, NO2, No3, dan PO4 yang dilakukan pada masa aklimatisasi, vaksinasi dan pasca uji tantang. Pergantian air sebanyak 50% dan penyifonan dilakukan setiap hari, agar kualitas air tetap terjaga.

Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data kelangsungan

hidup, RPS, gejala klinis, gambaran darah, histologi, kualitas air, dan data hasil uji PCR.

Analisis data

Penelitian yang digunakan menggunakan rancangan acak lengkap, analisis data menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95%, dengan menggunakan program Ms. Excel dan SPSS 17.0. Apabila berpengaruh nyata, untuk mengetahui perbedaan antar perlakukan diuji dengan uji Tukey. Parameter yang dianalisis adalah nilai kelangsungan hidup, RPS dan data gambaran darah, sedangkan data histologi, gejala klinis, uji PCR, dan kualitas air dianalisis secara deskriptif.

(17)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kelangsungan hidup dan RPS

Kelangsungan hidup pada penelitian ini diamati pada akhir pengamatan

yaitu pada saat pasca uji tantang. Seperti ditunjukkan pada Gambar 1 dan Tabel 1, penggunaan vaksin DNA dengan dosis 7,5 µg/100 µL, 10 µg/100 µL, dan 12,5 µg/100 µL pada benih ikan koi menunjukkan nilai kelangsungan hidup yang tidak berbeda nyata (Lampiran 9), yaitu sebesar 97,22±0,58% dan RPS 95,83±0,58% yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol positif (33,33±2,0).

Keterangan

* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** A (vaksin DNA dosis 7,5 µg/100 mL), B (vaksin DNA dosis 10µg/100 mL),

C (vaksin DNA dosis 10µg/100 mL), K+ (ikan tidak divaksin tetapi diuji tantang), K- (ikan tidak divaksin dan tidak diuji tantang)

Gambar 1 Nilai kelangsungan hidup ikan koi sebelum dan sesudah uji tantang dengan KHV

Tabel 1 Kelangsungan hidup relatif (RPS) ikan koi yang diberi vaksin DNA anti KHV dengan dosis berbeda

No Perlakuan Mortalitas (%) RPS (%)

1 A (dosis 7,5 µg/ 100 mL) 2,78±0,58 95,83±0,58a 2 B (dosis 7,5 µg/ 100 mL) 2,78±0,58 95,83±0,58a 3 C (dosis 7,5 µg/ 100 mL) 2,78±0,58 95,83±0,58a

4 Kontrol positif 66,67±2,0 -

Huruf superskrip di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)

Gejala klinis

Pengamatan gejala klinis dilakukan selama masa uji tantang, yaitu selama 28 hari. Pengamatan dilakukan setiap 2 kali sehari pada saat pemberian pakan, namun pada saat puncak infeksi (minggu ke-3) pengamatan dilakukan lebih sering karena khawatir terjadi kematian yang tidak terkontrol. Berdasarkan pengamatan tersebut, terlihat bahwa ikan yang sakit mengalami penurunan nafsu makan, kelainan tingkah laku dan perubahan kondisi fisik pada tubuhnya. Adapun gambaran gejala klinis secara visual dari tiap perlakuan disajikan pada Gambar 2.

33.33 100.00 97.22 97.22 97.22 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 k+ k- A B C Nil a i K ela n g su n g a n H id u p (%)

Sebelum Uji Tantang Pasca Uji Tantang

(18)

8

Gambar 2 Gejala klinis ikan koi yang terserang KHV ; a) insang nekrosis dan geripis, b) ulcer dibagian dorsal, c) mata cekung, dan d) insang pucat. Tabel 2 Gejala klinis harian tiap perlakuan pasca uji tantang

PERLAKUAN GEJALA KLINIS

A Memasuki minggu ke-2 nafsu makan mulai berkurang, dan hari ke-19 banyak pakan yang tak termakan

B

Hari 11 permukaan akuarium berbusa dan nafsu makan berkurang, hari ke-12 ikan menyendiri di tepian, hari ke-25 ikan berenang di permukaan dan lambat

C Hari ke-11 permukaan akuarium berbusa dan nafsu makan berkurang

K (+)

Memasuki minggu ke-2 ikan mulai lemah, insang mulai berwarna pucat, hari ke-11 permukaan akuarium berbusa dan nafsu makan berkurang, hari ke-15 pergerakan melambat, hari ke-17 ikan banyak menyendiri, minggu ke-3 dan ke-4 mulai banyak terjadi kematian

K (-) Hari ke-13 ikan sering menyendiri di pojok akuarium, hari ke-16 ikan banyak menyendiri di dasar akuarium.

Pada Gambar 2, terlihat beberapa gejala klinis yang muncul setelah ikan koi diuji tantang. Gejala klinis yang muncul antara lain: nekrosis pada insang, ulcer pada dorsal, mata cekung, dan insang pucat. Semua gejala klinis yang muncul diduga merupakan akibat serangan virus KHV. Selain itu pula tersaji dalam tabel 2 yang memperlihatkan perubahan tingkah laku ikan selama masa uji tantang. Hal tersebut di atas diperkuat dengan hasil uji PCR yang dilakukan pada ikan uji sebelumnya yang digunakan sebagai donor perbanyakan virus (Gambar 3).

b

d

a

(19)

9 M K(-) O K(+) I

Gambar 3 Hasil uji PCR ikan koi yang terinfeksi KHV

Keterangan :M: Marker, K(-) : kontrol negatif, O: sampel 1 (otak), K(+) : kontrol positif, I : sampel 2 (insang). Amplifikasi DNA KHV dengan menggunakan primer sphl 5. F: 5’GAC ACC ACA TAT GCA AGG AG -3, R: 5’GAC ACA TGT TAC AAT GGT CGC-3, bermerk @Ziqma.

Gambaran darah Total eritrosit

Nilai gambaran darah diamati sebanyak tiga kali (masa aklimatisasi, vaksinasi, dan uji tantang), nilai total eritrosit setiap perlakuan disajikan pada Gambar 4. Pengamatan terhadap jumlah total rata-rata eritrosit dalam darah ikan koi pada perlakuan yang berbeda, menunjukkan bahwa nilai tertinggi terdapat pada perlakuan C (9,03±0,6 x 105 sel/mm3) pada masa uji tantang. Nilai terendah diperoleh pada perlakuan K(+) yaitu 2,14±0,46 x 105 sel/mm3 pada masa aklimatisasi (Lampiran 1).

Keterangan

* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** A (vaksin DNA dosis 7,5 µg/100 mL), B (vaksin DNA dosis 10µg/100 mL),

C (vaksin DNA dosis 10µg/100 mL), K+ (ikan tidak divaksin tetapi diuji tantang), K- (ikan tidak divaksin dan tidak diuji tantang)

Gambar 4 Total eritrosit

Total leukosit

Pengamatan terhadap jumlah total rata-rata leukosit (Gambar 5) dalam

darah ikan koi pada perlakuan yang berbeda, menunjukkan bahwa nilai tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu 63,27±0,25 x 104 sel/mm3 pada masa vaksinasi.

2.20 4.36 3.66 2.82 9.03 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 K+ K- A B C Ju m lah Sel D ar ah M e rah (x 10 5 sel /m m 3)

Aklimatisasi Vaksinasi Uji Tantang

b a a a a 400 bp

(20)

10

Nilai terendah terdapat pada K(-) yaitu 13,3±2,96 x104 sel/mm3, pada aklimatisasi. Dari analisis statistik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Tukey diperoleh hasil pada masa uji tantang nilai perlakuan K(+) dan A berbeda nyata (p<0,05) dengan pelakuan K(-), B dan C yakni jumlah total leukosit lebih rendah dari ketiga perlakuan (Lampiran 2).

Keterangan

* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** A (vaksin DNA dosis 7,5 µg/100 mL), B (vaksin DNA dosis 10µg/100 mL),

C (vaksin DNA dosis 10µg/100 mL), K+ (ikan tidak divaksin tetapi diuji tantang), K- (ikan tidak divaksin dan tidak diuji tantang)

Gambar 5 Total leukosit

Kadar hematokrit

Pengamatan terhadap nilai hematokrit (Gambar 6) dalam darah ikan koi pada perlakuan yang berbeda, menunjukkan nilai yang berfluktuasi. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan K(-) yaitu 35,97±0,54% pada masa uji tantang. Nilai terendah yaitu 19,9±1,27 % pada perlakuan K(+)pada masa aklimatisasi (Lampiran 3).

Keterangan

* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** A (vaksin DNA dosis 7,5 µg/100 mL), B (vaksin DNA dosis 10µg/100 mL),

C (vaksin DNA dosis 10µg/100 mL), K+ (ikan tidak divaksin tetapi diuji tantang), K- (ikan tidak divaksin dan tidak diuji tantang)

Gambar 6 Kadar hematokrit

28.185 35.975 27.095 27.84 35.095 0 10 20 30 40 K+ K- A B C H em at okri t (% )

Aklimatisasi Vaksinasi Uji Tantang

b a a b a 13.42 51.215 18.525 41.31 43.185 0 10 20 30 40 50 60 70 K+ K- A B C J um la h Sel Da ra h P utih (x 1 0 4 s el/m m 3)

Aklimatisasi Vaksinasi Uji Tantang

b b

a b

(21)

11

Kadar haemoglobin

Pengamatan terhadap nilai haemoglobin dalam darah ikan koi pada perlakuan yang berbeda (Gambar 7), menunjukkan bahwa pada masa uji tantang perlakuan K(+) berbeda nyata dengan pelakuan K(-), A dan B, serta perlakuan C berbeda nyata dengan keempat perlakuan lainnya (Lampiran 4).

Keterangan

* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** A (vaksin DNA dosis 7,5 µg/100 mL), B (vaksin DNA dosis 10µg/100 mL),

C (vaksin DNA dosis 10µg/100 mL), K+ (ikan tidak divaksin tetapi diuji tantang), K- (ikan tidak divaksin dan tidak diuji tantang)

Gambar 7 Kadar haemoglobin

Indeks fagositik

Pengamatan terhadap nilai indeks fagositik dalam darah ikan koi pada perlakuan yang berbeda, menunjukkan nilai yang berfluktuasi. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu 41,5±0,7% pada masa uji tantang (Gambar 8). Nilai terendah juga terdapat perlakuan C yaitu 19,5±9,1%, pada masa aklimatisasi. Dari analisis statistik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Tukey di masa uji tantang, diperoleh hasil bahwa pada perlakuan K(+) dan B berbeda nyata dengan perlakuan K(-) dan A, sedangkan perlakuan C berbeda nyata dengan keempat perlakuan lainnya (Lampiran 5).

Keterangan

* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** A (vaksin DNA dosis 7,5 µg/100 mL), B (vaksin DNA dosis 10µg/100 mL),

C (vaksin DNA dosis 10µg/100 mL), K+ (ikan tidak divaksin tetapi diuji tantang), K- (ikan tidak divaksin dan tidak diuji tantang)

Gambar 8 Nilai indeks fagositik

7.15 8.5 8.5 9.2 9.65 0 2 4 6 8 10 12 K+ K- A B C H a em o g lo bin ( g /%)

Aklimatisasi Vaksinasi Uji Tantang

b ab ab a a 24.5 34 34.5 23.5 41.5 0 20 40 60 80 K+ K- A B C Ind ek s F a g o sit ik (%)

Aklimatisasi Vaksinasi Uji Tantang

b a

ab ab

(22)

12

Defferensial leukosit Persentase monosit

Pengamatan terhadap persentase jumlah monosit dalam darah ikan koi menunjukkan bahwa nilai tertinggi terdapat pada perlakuan K(-) yaitu 6±0 % dan nilai terendah terdapat pada perlakuan C yaitu 2,5±0,7 % pada masa uji tantang (Gambar 9), serta diperoleh hasil bahwa pada masa uji tantang nilai persentase monosit semua perlakuan tidak berbeda nyata (Lampiran 6).

Keterangan

* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** A (vaksin DNA dosis 7,5 µg/100 mL), B (vaksin DNA dosis 10µg/100 mL),

C (vaksin DNA dosis 10µg/100 mL), K+ (ikan tidak divaksin tetapi diuji tantang), K- (ikan tidak divaksin dan tidak diuji tantang)

Gambar 9 Nilai persentase monosit

Persentase limfosit

Pengamatan terhadap persentase jumlah limfosit dalam darah ikan koi menunjukkan bahwa nilai tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu 92,5±3,5 %, sedangkan nilai terendah diperoleh perlakuan K(-) yaitu 82,5±0 % pada masa uji tantang (Gambar 10), serta diperoleh hasil bahwa pada masa uji tantang nilai persentase limfosit semua perlakuan tidak berbeda nyata (Lampiran 7).

Keterangan

* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** A (vaksin DNA dosis 7,5 µg/100 mL), B (vaksin DNA dosis 10µg/100 mL),

C (vaksin DNA dosis 10µg/100 mL), K+ (ikan tidak divaksin tetapi diuji tantang), K- (ikan tidak divaksin dan tidak diuji tantang)

Gambar 10 Nilai persentase limfosit

4 6 3 3.5 2.5 0 2 4 6 8 K+ K- A B C M o n o si t (% )

Aklimatisasi Vaksinasi Uji Tantang

a a a a a 86 82.5 88 89.5 92.5 70 75 80 85 90 95 100 K+ K- A B C L im fo sit ( %)

Aklimatisasi Vaksinasi Uji Tantang

a a

a a

(23)

13

Persentase neutrofil

Pengamatan terhadap persentase jumlah neutrofil dalam darah ikan koi, menunjukkan bahwa nilai tertinggi terdapat pada perlakuan K(-) dan C yaitu 12,5±0,7% pada masa aklimatisasi dan vaksinasi, sedangkan nilai terendah diperoleh perlakuan K(-) yaitu sebesar 11,5±0,7% pada masa uji tantang (Gambar 11). Dari analisis statistik (p<0.05), diperoleh hasil bahwa pada masa uji tantang nilai persentase neutrofil perlakuan K(+), K(-), dan A berbeda nyata dengan perlakuan B dan C (Lampiran 8).

Keterangan

* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** A (vaksin DNA dosis 7,5 µg/100 mL), B (vaksin DNA dosis 10µg/100 mL), C (vaksin DNA dosis 10µg/100 mL), K+ (ikan tidak divaksin tetapi diuji tantang), K- (ikan tidak divaksin dan tidak diuji tantang)

Gambar 11 Nilai persentase neutrofil

Histologi

Parameter terakhir yang diamati dalam penelitian ini adalah histologi yang merupakan cabang biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi jaringan dalam hubungannya dengan penyakit. Penampang insang ikan yang terserang KHV tersaji pada Gambar 12.

Gambar 12 Histologi insang ikan koi: lamela insang terpisah satu dengan yang lainnya (K-), lamela insang mengalami hiperplasia (K+).

Hasil gambaran organ uji histologi menunjukkan hasil yang berbeda tiap perlakuannya. Perbedaan yang paling terlihat muncul pada kontrol positif dengan kontrol negatif dimana terlihat kondisi lamela insang pada kontrol positif mengalami hiperplasia. 10 11.5 9 7 5 0 2 4 6 8 10 12 14 16 K+ K- A B C Neut ro fil ( %)

Aklimatisasi Vaksinasi Uji Tantang

b b a a a

K(-)

K(+)

(24)

14

Kualitas air

Parameter kualitas air hanya merupakan parameter pendukung dalam penelitian ini, dan yang paling berpengaruh serta merupakan faktor pemicu terhadap serangan KHV adalah suhu sehingga pengamatan terhadap parameter ini dilakukan setiap dua kali sehari, sedangkan untuk parameter lainnya diamati sebanyak tiga kali selama penelitian berlangsung. Data kisaran kualitas air disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Kisaran parameter kualitas air selama penelitian

Perlakuan Suhu (0C) pH DO (ppm) Alkalinitas (ppm) NH3 (ppm) NO2 (ppm) NO3 (ppm) PO4 (ppm) A (7,5 µg) 18-26 6-7,5 7,92-7,95 33,983-56,638 0,004-0,028 0,011-0,159 0,062-0,261 0,086-1,495 B (10 µg) 19-25,5 6-7,5 7,-65-8,06 33,983-56,683 0,007-0,030 0-0,161 0,148-0,484 0,001-1,351 C(12,5 µg) 18,5-26 6,5-7,5 7,6-7,67 45,310-56,638 0,006-0,035 0,007-0,158 0,014-0,160 0,004-1,745 K (+) 19,5-25,5 6,5-7,5 7,55-7,89 33,983-56,638 0,004-0,037 0,003-0,164 0,032-0,235 0,001-1,821 K (-) 18-26,5 7-7,5 7,52-8,34 45,-310-56,638 0,001-0,151 0,001-0,151 0,080-0,174 0,006-1,663 Pembahasan

Pengamatan terhadap nilai kelangsungan hidup benih ikan koi dilakukan mulai dari awal masa vaksinasi hingga akhir masa uji tantang. Selama masa vaksinasi kondisi ikan terlihat baik dan memberikan nilai kelangsungan hidup 100% untuk semua perlakuan, hal ini membuktikan bahwa pemberian vaksin DNA aman untuk ikan. Sedangkan untuk pengamatan selama masa uji tantang (28 hari) perlakuan A, B, dan C menunjukkan nilai kelangsungan hidup yang sama dan tidak berbeda nyata, yaitu sebesar 97,22% lebih tinggi dibandingkan kontrol positif yang hanya sebesar 33,33%. Selain nilai kelangsungan hidup diamati pula nilai RPS, yaitu nilai kelangsungan hidup ikan-ikan yang divaksin yang dibandingkan dengan ikan kontrol positif. Nilai RPS untuk tiga perlakuan yang berbeda menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata, yaitu sebesar 95,83±0,58%. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan vaksin DNA dapat meningkatkan sistem imun ikan sehingga mempengaruhi pula daya hidupnya. Hal ini sesuai pendapat Naim (2004), yang menyatakan bahwa vaksin dapat menginduksi antibodi yang merupakan agen terpenting dari proteksi imun terhadap kebanyakan virus dan bakteri.

Pengamatan terhadap gejala klinis sudah dilakukan dari awal penelitian (masa aklimatisasi) yang bertujuan untuk memastikan bahwa ikan uji yang digunakan sehat dan bebas dari serangan bakteri, patogen ataupun virus. Hasil pengamatan selama masa aklimatisasi menunjukkan bahwa ikan dalam kondisi sehat sehingga siap diberikan perlakuan. Pengamatan juga dilakukan selama masa vaksinasi dan hasilnya menunjukkan bahwa ikan masih dalam kondisi sehat, yang dibuktikan dengan tidak terjadinya kematian ataupun kelainan pada kondisi tubuh. Sedangkan pada masa uji tantang ikan mulai menunjukkan kelainan pada awal

(25)

15 minggu kedua pascauji-tantang. Kelainan yang pertama kali muncul adalah penurunan nafsu makan yang diawali perlakuan A, kemudian disusul oleh perlakuan B, C, kontrol positif dan kontrol negatif. Pada minggu ketiga kondisi ikan bertambah parah yang ditandai dengan produksi lendir yang berlebih.

Menurut Amrullah (2000), pertahanan terluar tubuh disebut pertahanan barier epitel yaitu berupa kulit dan selaput lendir. Lendir merupakan respons tanggap kebal ikan terhadap benda asing dalam hal ini adalah virus KHV aktif yang masuk ke dalam tubuh. Lendir tersebut berfungsi untuk menjerat benda asing sehingga keluar dari tubuh ikan. Kelainan gejala klinis lainnya terlihat pada saat terjadi kematian, pada perlakuan kontrol positif ikan mengalami kematian dengan kondisi terparah, yaitu mengalami nekrosis pada insang yang disertai infeksi sekunder yaitu tumbuhnya jamur disekitar operculum. Pada perlakuan A ikan mati dengan kondisi terdapat ulcer dibagian dorsal. Pada perlakuan B ikan mati dengan kondisi insang pucat disertai titik putih, dan pada perlakuan C ikan mati dengan kondisi mata cekung. Gejala yang muncul menunjukkan gejala klinis dan perubahan fisik yang sama dengan beberapa penelitian lainnya mengenai KHV dan hal ini sesuai dengan pendapat Hedrick et al. (2005) yang menyebutkan bahwa tanda-tanda ikan koi yang terinfeksi KHV adalah terjadi perubahan warna tubuh, nekrosis pada filamen insang, dan produksi lendir yang berlebih. Adanya kematian pada perlakuan vaksin dikarenakan ikan sudah bersifat carrier KHV dan juga mengalami stres akibat penyuntikan. Hal ini sejalan dengan tulisan OATA (2001), ikan yang bersifat carrier KHV akan terjangkit lagi apabila terjadi penurunan kondisi tubuh, serta fluktuasi suhu 24,5oC-28oC termasuk ke dalam rentang yang optimal untuk pertumbuhan KHV.

Pada penelitian ini juga dilakukan analisis gambaran darah untuk melihat secara deskriptif pengaruh pemberian vaksin DNA dengan beberapa dosis berbeda. Pengamatan gambaran darah ikan selama penelitian dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada masa aklimatisasi, vaksinasi, dan uji tantang yang meliputi jumlah total eritrosit, total leukosit, kadar hematokrit, kadar haemoglobin, indeks fagositik dan differensial leukosit. Pemberian vaksin DNA (vaksinasi) terhadap ikan koi memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap gambaran darah ikan. Nilai total eritrosit tertinggi pada masa uji tantang diperoleh perlakuan C (9,03±0,6 x 105 sel/mm3) yang berbeda nyata (p<0,05) dengan keempat pelakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian vaksin dengan dosis tertinggi (12,5 µg /100 µL) mampu memberikan ketahanan tubuh lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya, sehingga ginjal sebagai penghasil darah mampu bekerja lebih optimal. Hal ini sejalan dengan pendapat Nuryati et al. (2010), pemberian vaksin DNA dengan dosis 12,5 μg/100 μL pada ikan mas, menunjukkan nilai total eritrosit tertinggi yaitu 16,8±1,6 x 105 sel/mm3 pada hari ke-70 .

Pengamatan terhadap jumlah total leukosit dalam darah ikan koi pada perlakuan yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda pula. Selama penelitian diketahui bahwa nilai tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu 63,27±0,25 x 104 sel/mm3 pada masa vaksinasi, sedangkan pada masa uji tantang nilai total leukosit cenderung turun untuk semua perlakuan kecuali perlakuan kontrol negatif. Menurunnya jumlah total leukosit perlakuan lainnya diduga karena pengaruh infeksi KHV yang diberikan (uji tantang), hal tersebut sejalan dengan pendapat Nuryati et al.(2010), yang menyatakan bahwa secara umum tren penurunan jumlah leukosit pada ikan perlakuan dan ikan kontrol positif setelah uji tantang

(26)

16

menunjukkan bahwa leukosit tersebut diduga aktif dan keluar dari pembuluh darah menuju jaringan yang terinfeksi.

Pengamatan terhadap nilai hematokrit (Gambar 6) dalam darah ikan koi pada perlakuan yang berbeda, menunjukkan nilai yang berfluktuasi. Pengamatan selama masa uji tantang menunjukkan bahwa kadar hematokrit perlakuan K(-) dan C menunjukkan nilai tertinggi serta tidak berbeda nyata dan berbeda nyata dengan perlakuan K(+), A, dan B. Hal ini menggambarkan bahwa sistem pertahanan pada ikan perlakuan C mampu merespons lebih baik terhadap infeksi KHV dibanding perlakuan yang lain.

Pengamatan terhadap nilai haemoglobin dalam darah ikan koi pada perlakuan yang berbeda (Gambar 7), menunjukkan bahwa nilai tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu sebesar 9,65±0,49 g% pada masa uji tantang. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian vaksin DNA dengan dosis tertinggi mampu memberikan pertahanan tubuh terbaik, sehingga insang tetap bisa optimal mengikat oksigen diudara dan tetap bisa menjaga nilai haemoglobin pada kisaran normal. Sesuai pendapat Nuryati et al. (2010), yang menyatakan bahwa kisaran kadar Hb normal ikan mas (6-10 g%). Kadar Hb yang cenderung menurun diduga disebabkan kadar oksigen dalam darah menurun. Ikan yang terserang KHV akan sulit mendapatkan oksigen karena produksi lendir di insang yang berlebihan dan terjadi nekrosis pada insang.

Pengamatan terhadap nilai indeks fagositik dalam darah ikan koi pada perlakuan yang berbeda menunjukkan nilai yang berfluktuasi. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu 41,5±0,7% pada masa uji tantang (Gambar 8). Nilai tertinggi yang diperoleh perlakuan C pada masa uji tantang menunjukkan respons tanggap kebal lebih baik dibanding perlakuan lainnya. Hal ini didukung pernyataan Santika (2007), bahwa nilai indeks fagositik yang tinggi pada perlakuan vaksinasi menggambarkan pula bahwa proses fagositosis yang terjadi dengan cepat berkontribusi dalam mekanisme penyajian antigen (antigen

presenting cells) untuk merangsang respon sel limfosit.

Proses fagositosis dipengaruhi oleh persentase jenis darah leukosit masing-masing pada limfosit, monosit, dan neutrofil. Pada proses tersebut meliputi tahapan kemotaksis, pelekatan, tahap penelanan, dan pencernaan (Tizard, 1988). Pengamatan terhadap persentase jumlah monosit dalam darah ikan koi, menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada masa uji tantang terdapat pada perlakuan K(-) yaitu sebesar 6±0% (Gambar 9) dan secara umum nilai persentase monosit semua perlakuan tidak berbeda nyata. Nilai persentase monosit ini cenderung lebih sedikit dari pada persentase limfosit karena memang dalam mengatasi serangan virus, monosit kurang dibutuhkan dan memiliki porsi hanya 1-6% dari total sel darah putih.

Pengamatan terhadap persentase jumlah limfosit dalam darah ikan koi menunjukkan bahwa nilai tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu sebesar 92,5±3,5% pada masa uji tantang (Gambar 10), selain itu diperoleh hasil bahwa pada masa uji tantang nilai persentase limfosit semua perlakuan tidak berbeda nyata. Selama masa uji tantang persentase sel limfosit cenderung meningkat dibanding pada masa vaksinasi untuk semua perlakuan. Peningkatan persentase limfosit tersebut terkait dengan peran sel limfosit sebagai sel pertahanan tubuh. Pada dasarnya sel limfosit terdiri atas dua populasi : sel B dan sel T. Sel B mempunyai kemampuan untuk bertransformasi menjadi sel plasma yaitu sel yang

(27)

17 memproduksi antibodi. Sedangkan sel T sangat berperan dalam kekebalan berperantara sel (sel T sitotoksik) dan mengontrol respon imun (sel T supresor) (Kresno 2001). Setelah terjadi pengikatan antigen dengan reseptor antigen sel limfosit, maka sel limfosit akan membelah dan berdiferensiasi menjadi sel efektor dan sel memori (Tizard 1988).

Pengamatan terhadap persentase jumlah neutrofil dalam darah ikan koi menunjukkan bahwa nilai tertinggi terdapat pada perlakuan K(-) dan perlakuan C yaitu sebesar 12,5±0,7% pada masa aklimatisasi dan vaksinasi (Gambar 11). Persentase sel neutrofil lebih sedikit dibanding sel limfosit dan cenderung menurun pada masa uji tantang, hal ini dimungkinkan karena fungsi neutrofil yang sesaat dan umurnya yang singkat, sejalan dengan pernyataan Takashima & Hibiya (1995) yang mengatakan bahwa fungsi neutrofil adalah untuk menahan serangan atau infeksi bakteri. Menurunnya jumlah neutrofil dalam darah disebabkan neutrofil sudah melakukan aktivitas fagositik di dalam sel dan neutrofil berumur pendek (Tizard 1988).

Secara umum perlakuan C (dosis vaksin tertinggi) menunjukkan hasil terbaik dibandingkan perlakuan lainnya, hal ini dapat dijadikan acuan gambaran kesehatan ikan. Hal tersebut sangat didukung oleh pendapat Wedemeyer (1977) yang menyatakan bahwa salah satu mekanisme kerja vaksin adalah mampu meningkatkan respons imun spesifik inang dan pengetahuan tentang sistem peredaran darah dapat membantu dalam memahami efek dari beberapa masalah kesehatan ikan, baik yang disebabkan penyakit menular maupun tidak menular.

Hasil pengamatan histologi menunjukkan perbedaan yang mencolok antara perlakuan K(+) dan K(-), yaitu terjadinya hiperplasia dan hipertropi pada insang K(+), sehingga filamen pada lamela insang membesar dan menyatu sehingga mengganggu respirasi ikan. Perbedaan kondisi histologi organ koi ini sangat dimungkinkan akibat aktivitas dari serangan virus KHV, karena pada perlakuan kontrol positif ikan tersebut diinfeksi virus tanpa vaksinasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Tamba (2007) yang menyatakan bahwa hiperplasia dan hipertropi pada insang dapat menyebabkan pembengkakan antar lamela sehingga dapat mengganggu proses pertukaran gas dan terganggunya respirasi ikan. Rusaknya insang dan kurangnya suplai oksigen akan menyebabkan kematian ikan mas yang terinfeksi KHV.

Parameter kualitas air hanya merupakan data pendukung pada penelitian ini, adapun parameter yang diamati meliputi suhu, pH, DO, alkalinitas, NH3, NO2, NO3, dan PO4, namun parameter kualitas air yang terpenting pada penelitian ini adalah suhu, karena merupakan faktor pemicu terjadinya serangan KHV dibandingkan dengan parameter kualitas air yang lain (OATA, 2001). Nilai kisaran suhu yang terukur selama penelitian yaitu 18oC-26,5oC dan dalam kisaran ini masih memungkinkan terjadinya perkembangan virus KHV. Selain itu, secara umum kondisi parameter kualitas air lainnya masih dalam kisaran yang dapat ditolerir oleh ikan (SNI, 1999), sehingga dapat dipastikan ikan uji murni sakit akibat perlakuan (infeksi KHV) dan bukan karena faktor lingkungan.

(28)

18

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian vaksin dengan dosis berbeda mampu memberikan nilai kelangsungan hidup dan RPS yang tidak berbeda nyata antar dosis vaksin (p>0,05), yaitu nilai kelangsungan hidup sebesar 97,22% dan memberikan nilai RPS sebesar 95,8%. Selain itu dari uji gambaran darah yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa pada perlakuan dosis 12,5 µg/ 100 mL memberikan nilai terbaik pada hampir semua parameter yang memberikan gambaran sistem imun terbaik dibandingkan perlakuan lainnya.

Saran

Vaksin DNA dapat diaplikasikan terhadap larva, benih, dan induk ikan koi. Selain itu berdasarkan pengamatan sintasan selama masa uji tantang (28 hari) diperoleh nilai kelangsungan hidup yang sama untuk semua dosis. Oleh karena itu, masih perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan masa uji tantang berbeda untuk mengetahui daya tahan vaksin di dalam tubuh ikan.

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah. 2004. Penggunaan imunostimulan Spirulina platensis untuk meningkatkan ketahanan tubuh ikan koi Cyprinus carpio terhadap virus herpes [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Blaxhall PC, Daisley KW. 1973. Routine haemotological methods for use with fish blood. J Fish Biol (5): 577-581.

Chinabut S, Limsuwan C, Katsuwan. 1991. Histology of walking catfish Clarias

batracus. IDRC, Canada. 96ps.

Hedrick RP, Glad O, Yun SC, McDowell TS, Walizek TB, Kelley GO, Adkison MA. 2005. Initial isolation and characterization of a herpes-like virus (KHV) from koi and common carp. Bull. Fish. Res. Agen. Supplement (2):1-7.

Hibiya T, Takashima F. 1995. An atlas of fish histology normal and pathological feature.Second Edition.Takashima F. Kodansha Ltd Tokyo.195 hlm.

Khodijah S. 2012. Efektivitas frekuensi pemberian vaksin DNA melalui pakan terhadap kelangsungan hidup relatif ikan mas yang diinfeksi koi herpesvirus [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Kresno SB. 2001. Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorium.Edisi ketiga.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Laelawati E. 2008. Respon tanggap kebal ikan mas Cyprinus carpioterhadap Koi Herves Virus yang diberikan melalui injeksi dengan dosis berbeda [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Lorenzen N, LaPatra SE. 2005. DNA Vaccine for aquaculture fish. Rev. Sci. Tech.

Off. Int. Epiz 24 (1):201-213.

Mudjiutami E, Ciptoroso, Zainun Z. 2006. Uji toleransi berbagai strain ikan mas terhadap KHV. Abstrak Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar.

(29)

19 Naim R. 2004. Molecular Medicine: Vaksin DNA [Internet]. Kompas; [diunduh 2012 Ags 27]. Tersedia pada: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0407/20/ilpeng/1153089.htm

Nuryati S, Maswan NA, Alimuddin, Sukenda, Sumantadinata K, Pasaribu FH, Soejoeno RD, Santika A. 2010. Gambaran darah ikan mas setelah divaksinasi dengan vaksin DNA dan diuji tantang dengan koi herpesvirus.

Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (1): 9-15.

Nuryati S. 2010. Pengembangan vaksin DNA penyandi glikoprotein virus KHV (Koi Herpesvirus) menggunakan isolat lokal [disertasi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.

Ornamental Aquatic Trade Association (OATA). 2001. Koi Herpes Virus (KHV). United Kingdom.

Santika A. 2007. Efektivitas suplementasi kromium-ragi (Cr3+) untuk meningkatkan ketahanan tubuh ikan mas terhadap virus herpes pada suhu rentan KHV [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 1999. Produksi induk ikan mas Cyprinus

carpio strain sinyonya kelas induk pokok. Badan Standar Nasional,

01-6135- 1999.

Svobodova Z, Vyukusova B. 1991. Diagnostik, prevention and therapy of fish disease and intoxication. Research Institute of fish Culture and Hydrobiology Vodnany Czechoslovakia. [Internet]. [diunduh 2013 jan 13]. Tersedia pada: http//www.fao.org/fi/website/firetriveaction.do?dom= topic&fid=16064&lang=en

Tamba A. 2006. Kerentanan dan gambaran darah ikan mas Cyprinus carpioyang terinfeksi koi herpesvirus (KHV) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tizard I. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Ed ke-2. Partodirejo M,

Hardjosworo S, penerjemah; Surabaya: Airlangga University Press. Terjemahan dari: An Introduction to Veterinary Immunology.

Wedemeyer GA, Yasutake WT. 1977. Clinical methods for the assessement of the effect environmental stress on fish health. Technical Papers of the U.S. Fish and Wildfield Service. U.S. Department of the Interior Fish and Wildlife Service 89: 1-17.

Yuliyanti. 2011. Persistensi vaksin DNA penyandi Glikoprotein 25 yang diberikan melalui pakan buatan pada ikan mas Cyprinus carpio [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(30)

20

LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis statistik terhadap persentase jumlah sel darah merah ikan koi

SDM1

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05 1 K+ 2 2.14 A 2 2.75 K- 2 2.77 B 2 2.83 C 2 4.34 Sig. .114

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

SDM2

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4 K- 2 4.18 A 2 5.31 5.31 B 2 6.44 6.44 K+ 2 6.77 C 2 8.24 Sig. .083 .081 .843 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

SDM3

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2 K+ 2 2.20 B 2 2.82 A 2 3.66 K- 2 4.36 C 2 9.02 Sig. .221 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

(31)

21

Lampiran 2 Analisis statistik terhadap persentase jumlah sel darah putih ikan koi

SDP1

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05 1 K- 2 13.30 A 2 19.93 K+ 2 22.71 C 2 25.42 B 2 33.90 Sig. .095

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

SDP2

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 A 2 38.25 K+ 2 39.45 K- 2 41.56 B 2 54.45 C 2 63.27 Sig. .414 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

SDP3

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2 K+ 2 13.42 A 2 18.53 B 2 41.31 C 2 43.19 K- 2 51.22 Sig. .407 .064

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

(32)

22

Lampiran 3 Analisis statistik terhadap persentase kadar hematokrit darah ikan koi

Hc1

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05 1 K+ 2 19.90 A 2 20.00 B 2 22.50 C 2 24.75 K- 2 27.25 Sig. .145

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

Hc2

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 A 2 23.10 K- 2 23.50 B 2 28.40 C 2 31.75 K+ 2 33.95 Sig. .983 1.000 .167

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

Hc3

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2 A 2 27.10 B 2 27.84 K+ 2 28.19 C 2 35.10 K- 2 35.98 Sig. .534 .691

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

(33)

23 Lampiran 4 Analisis statistik terhadap kadar haemoglobin darah ikan koi

Hb1

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2 K+ 2 4.90 B 2 5.20 A 2 5.30 C 2 7.10 7.10 K- 2 8.55 Sig. .050 .196

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

Hb2

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2 K- 2 6.70 A 2 8.10 8.10 C 2 8.20 8.20 B 2 8.80 K+ 2 9.10 Sig. .124 .358

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

Hb3

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2 K+ 2 7.15 K- 2 8.50 8.50 A 2 8.50 8.50 B 2 9.20 9.20 C 2 9.65 Sig. .050 .296

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

(34)

24

Lampiran 5 Analisis statistik terhadap persentase indeks fagositik darah ikan koi

IF1

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05 1 C 2 19.5000 A 2 21.0000 K- 2 22.5000 K+ 2 38.5000 B 2 42.0000 Sig. .315

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

IF2

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2 K- 2 21.5000 A 2 24.0000 24.0000 K+ 2 27.0000 27.0000 B 2 33.0000 33.0000 C 2 36.0000 Sig. .083 .072

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

IF3

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2 B 2 23.5000 K+ 2 24.5000 K- 2 34.0000 34.0000 A 2 34.5000 34.5000 C 2 41.5000 Sig. .150 .389

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

(35)

25 Lampiran 6 Analisis statistik terhadap persentase monosit darah ikan koi

Monosit1

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05 1 K- 2 6.0000 A 2 6.0000 K+ 2 6.5000 C 2 7.0000 B 2 6.0000 Sig. .192

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

Monosit2

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05 1 B 2 5.5000 K+ 2 5.5000 K- 2 4.0000 C 2 3.5000 A 2 3.5000 Sig. .406

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

Monosit3

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05 1 B 2 4.0000 A 2 6.0000 K+ 2 3.0000 K- 2 3.5000 C 2 2.5000 Sig. .299

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

(36)

26

Lampiran 7 Analisis statistik terhadap persentase limfosit darah ikan koi

Limfosit1

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05 1 K- 2 82.0000 B 2 81.5000 C 2 82.0000 K+ 2 81.5000 A 2 81.5000 Sig. .171

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

Limfosit2

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05 1 K+ 2 83.5000 B 2 82.5000 C 2 86.5000 K- 2 86.5000 A 2 87.5000 Sig. .761

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

Limfosit3

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05 1 B 2 86.0000 K+ 2 82.5000 A 2 88.0000 K- 2 89.5000 C 2 92.5000 Sig. .356

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

(37)

27 Lampiran 8 Analisis statistik terhadap persentase neutrofil darah ikan koi

Neutrofil1

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05 1 K+ 2 12.0000 K- 2 12.5000 A 2 11.5000 B 2 11.5000 C 2 12.5000 Sig. .592

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

Neutofril2

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05 1 K+ 2 11.0000 K- 2 12.5000 A 2 11.5000 B 2 11.5000 C 2 12.5000 Sig. .209

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

Neutrofil3

Tukey HSDa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2 K+ 2 10.0000 K- 2 11.5000 A 2 9.0000 B 2 7.0000 C 2 5.0000 Sig. .646

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

(38)

28

Lampiran 9 Analisis statistik terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan koi

SR

Tukey HSDa

PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05

1 2 K+ 3 33.33 A 3 97.22 B 3 97.22 C 3 97.22 K- 3 100.00 Sig. 1.000 .993

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

(39)

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 5 Maret 1990, merupakan anak pertama (dari 3 bersaudara) dari pasangan Ibu Romi Ratna Sari dan Ayah Hendri Wijaya.

Pendidikan formal yang telah diselesaikan penulis yaitu SMA di Pondok Pesantren Modern La-Tansa, Lebak, Banten.Penulis berhasil diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) dari Kementrian Agama RI dan menyelesaikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun 2010 lalu diterima pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Depertemen Budidaya Perairan, FPIK, IPB pada tahun yang sama.

Selama menjalani studi di IPB, penulis pernah mengikuti IPB Goes to

Field di Brebes dengan mengikuti program pelatihan Induce Breeding pada ikan

lele. Tahun 2012 penulis pernah mengikuti magang di Nuansa Ayu Karamba Kepulauan Seribu Jakarta dengan memilih komoditas kerapu dan bandeng. Tahun 2012 penulis melakukan magang wajib di Tambak Surya Windu Kartika, Banyuwangi, Jawa Timur dengan memilih komoditas udang vaname. Menjadi asisten pada mata kuliah Dasar-dasar Mikrobiologi Akuatik TA. 2011/2012 dan 2012/2013 dan Penyakit Organisme Akuatik TA.2012/2013. Selain itu, penulis juga aktif sebagai pengurus di Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) pada tahun kepengurusan 2011/2012, dan di CSS MoRA IPB tahun 2010/2011 dan 2011/2012.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam bidang perikanan dari BDP, FPK, IPB, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Vaksinasi Ikan Koi Menggunakan Vaksin DNA Anti-KHV Dengan Dosis Berbeda”.

Gambar

Gambar 1  Nilai kelangsungan hidup ikan koi sebelum dan sesudah uji  tantang dengan  KHV
Tabel 2 Gejala klinis harian tiap perlakuan pasca uji tantang
Gambar 3 Hasil uji PCR ikan koi yang terinfeksi KHV
Gambar 5 Total leukosit  Kadar hematokrit
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis melakukan penelitian dengan metode penelitian hukum normatif dan menggunakan tipe penelitian deskriptif maka penulis dapat

pelayanan pendeta terkontrol, pendeta akan termotivasi untuk melayani dengan lebih baik, dapat meminimalisir barbagai persoalan yang berhubungan dengan kinerja pendeta,

Dengan konfigurasi ini nampaknya sangat mudah untuk mencapai puncak yang rata pada pass bandnya, dan sekaligus mempunyai bentuk lereng yang mendekati symetris, sehingga mudah

Kepercayaan masyarakat terhadap nilai magis uang kepeng yang masih bertahan di tengah era globalisasi merupakan sebuah konvensi sebagai perkembangan dari budaya yang

Analisa data kandungan logam berat timbal (Pb) diuji secara statistik menggunakan SPSS uji T, masing-masing terhadap : 1) Kandungan logam berat timbal (Pb) air

Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam penelitian sejarah ini adalah untuk mengetahui proses kedatangan Belanda ke Nusantara, untuk mengetahui sistem politik Belanda

Jika suatu graph diberi label pada setiap simpul dan sisi dengan bilangan sebanyak simpul dan sisi, maka graph tersebut mempunyai sifat total sisi ajaib jika label pada setiap sisi

Adapun hubungan waktu shalat dengan teori graf adalah bahwa waktu-waktu shalat tersebut merupakan suatu himpunan yang terdiri dari waktu shalat fardhu dan waktu shalat sunah