BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. UJI NORMALITAS
Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas untuk mengetahui sebaran distribusi data. Data yang telah terkumpul dari 59 sampel diuji dengan menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program SPSS versi 19. Digunakannya teknik Kolmogorov-Smirnov karena jumlah sampel ≥ 50.
Berdasarkan hasil dari uji normalitas didapat bahwa variabel sensation seeking
memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,001 yang berarti data tidak terdistribusi secara normal dan variabel self esteem memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,200 yang berarti data terdistribusi normal.
B. HASIL PENELITIAN
Dalam hasil penelitian ini akan dibahas sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparakan dalam BAB I yaitu,
1. Bagaimanakah gambaran umum sensation seeking pada cosplayer? 2. Bagaimanakah gambaran umum self-esteem pada cosplayer?
3. Bagaimana hubungan dan apakah terdapat hubungan yang signifikan antara
sensation seeking dengan self-esteem pada cosplayer?
Selanjutnya pembahasan dari hasil penelitian akan dijelaskan sesuai dengan poin dari rumusan masalah diatas.
1. Gambaran umum sensation seeking pada cosplayer di Kota Bandung
Berdasarkan perhitungan statistik mean dan standard deviation saat uji coba instrumen pada 62 sampel diperoleh hasil sebagai berikut,
Tabel 4.1: Tabel Uji Mean dan Standard Deviation
Dari tabel tersebut dapat diperoleh skor mean untuk variabel self esteem
sebesar 62,66 dengan standar deviasi sebesar 12,273 dan untuk variabel sensation seeking didapat mean sebesar 13.50 dengan standard deviasi sebesar 7,068.
Berdasarkan skor mean dan standar deviasi diatas maka dapat dibuat norma kategorisasi untuk tingkat sensation seeking sebagai berikut,
Tabel 4.2: Tabel Norma Kategorisasi Sensation Seeking N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Self_Esteem 62 32 90 62.66 12.273
Sensation_Seeking 62 3 27 13.50 7.068
Rentang Kategori
X ≤ 2,9 Sangat Rendah
2,9 < X ≤ 9,97 Rendah 9,97 < X ≤ 17,03 Sedang 17,03 < X ≤ 24,10 Tinggi
24,10 < X Sangat Tinggi
Dengan menggunakan norma kategori sensation seeking di atas dapat diperoleh sebaran frekuensi dan persentase dari data sampel sebagaimana berikut,
Tabel 4.3: Tabel Sebaran Frekuensi Sensation Seeking
Tingkat Sensation Seeking Frekuensi Persentase
Sangat Rendah 0 0%
Rendah 16 27,12%
Sedang 36 61,02%
Tinggi 7 11,86%
Sangat Tinggi 0 0%
Total 59 100%
Bila sebaran di atas digambarkan dengan grafik maka akan tergambar sebagai berikut,
seeking yang sedang, 7 orang (11,86%) memiliki tingkat sensation seeking yang tinggi dan 0 orang (0%) memiliki tingkat sensation seeking sangat tinggi.
Dari grafik sebaran diatas juga dapat dilihat bahwa mayoritas sampel memiliki tingkat sensation seeking yang sedang sebanyak 36 orang (61,02%) disusul dengan tingkat sensation seeking rendah sebanyak 16 orang (27,12%).
2. Gambaran umum self esteem pada cosplayer di Kota Bandung
Berdasarkan hasil perhitungan mean dan standar deviasi pada tabel diatas diperoleh mean untuk variabel self esteem sebesar 62,66 dengan standar deviasi sebesar 12,273. Dengan data tersebut maka dapat dibuat norma kategorisasi untuk tingkat self esteem sebagai berikut,
Tabel 4.4: Tabel Norma Kategorisasi Self Esteem
Rentang Kategori
Dengan menggunakan norma kategori self esteem diatas dapat diperoleh sebaran frekuensi dan persentase dari data sampel sebagaimana berikut,
Tabel 4.5: Tabel Sebaran Frekuensi Self Esteem
Bila sebaran diatas
Esteem pada Cosplayer di Kota Bandung
Dari peta sebaran diatas dapat dideskripsikan bahwa dari 59 orang cosplayer di Kota Bandung yang menjadi sampel dari penelitian ini terdapat 4 orang (6,78%) yang memiliki tingkat self esteem yang sangat rendah, 21 orang (35,59%) memiliki tingkat
self esteem yang rendah, 25 orang (42,37%) memiliki tingkat self esteem yang sedang, 9 orang (15,25%) memiliki tingkat self esteem yang tinggi dan 0 orang (0%) memiliki tingkat self esteem sangat tinggi.
Dari grafik sebaran diatas juga dapat dilihat bahwa mayoritas sampel memiliki tingkat self esteem yang sedang sebanyak 25 orang (42,37%) disusul dengan tingkat self esteem rendah sebanyak 21 orang (35,59%).
3. Hubungan antara sensation seeking dengan self esteem pada cosplayer di Kota Bandung
Dengan menggunakan metode Spearman Brown dapat diketahui bentuk hubungan dan tingkat signifikansi dari dua variabel, dalam penelitian ini akan dicari bentuk hubungan dan tingkat signifikansi dari variabel self esteem dan sensation seeking pada cosplayer di Kota Bandung.
Tabel 4.6: Tabel Hasil Uji Korelasi Correlations
Self_Esteem
Sensation_Seeki ng
Self_Esteem Spearman Correlation 1 -.089
Sig. (2-tailed) .502
N 59 59
Sensation_Seeking Spearman Correlation -.089 1
Sig. (2-tailed) .502
N 59 59
Dari tabel diatas dapat dilihat tingkat korelasi antara variabel self esteem dan
sensation seeking sebesar -0,089 dimana korelasi antar 2 variabel ini sangat buruk dan tanda minus (-) menunjukan bahwa hubungan ini tidak bersifat linear dimana semakin tinggi self esteem maka semakin rendah sensation seeking pada cosplayer di Kota Bandung.
Dari tabel diatas dapat diketahui nilai signifikansi dan bentuk hubungan antar 2 variabel. Dalam tabel diatas didapat bahwa nilai signifikansi sebesar 0,502 dimana >0,005 yang berarti tidak terdapat hubungan antara sensation seeking dengan self esteem.
Selanjutnya untuk mendapatkan data tambahan peneliti melakukan wawancara lanjutan pada 2 responden. Selanjutnya dilakukan uji liniearitas, dengan hasil sebagai berikut.
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 8.703 1 8.703 .456 .502a
Residual 1088.483 57 19.096
Total 1097.186 58
a. Predictors: (Constant), Self Esteem b. Dependent Variable: Sensation Seeking
Berdasarkan hasil uji linearitas diatas, dapat dilihat bahwa skor liniearitas sebesar 0,456 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,502.
Tabel 4.8: Tabel Hasil Uji Regresi
Self Esteem -.042 .062 -.089 -.675 .502
a. Dependent Variable: Sensation Seeking
Dari tabel koefisien regresi diatas dapat diketahui persamaan regresi sebagai berikut:
Angka -0,042 (b) merupakan bilangan konstan yang bila dikalian dengan tiap nilai variabel Y (Self Esteem) dan 15,185 (a) adalah bilangan konstan yang ditambahkan kepada setiap hasil kali b dengan variabel X (Sensation Seeking). Artinya jika level
sensation seeking naik maka level self esteem akan turun sebesar -0,042; disini terjadi penurunan level dikarenakan nilai (b) merupakan minus dan tidak terdapat hubungan yang linear antara 2 variabel tersebut.
Berdasarkan perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa angka koefisien determinasi sebesar 0,792%, ini menunjukan bahwa besar kontribusi dari variabel
sensation seeking terhadap self esteem sebesar 0,792%, sedangkan sebesar 99,208% ditentukan oleh faktor lain.
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara lanjutan dengan tujuan mencari data tambahan dikarenakan hasil korelasi yang negatif. Wawancara lanjutan ini dilakukan pada 2 subjek yang berinisial “K” dan “A”, 2 orang cosplayer dari 2 komunitas yang berbeda di Kota Bandung.
C. PEMBAHASAN
Berikut akan dijelaskan mengenai pembahasan dari hasil penelitian “Sensation Seeking dan Self Esteem pada Cosplayer”. Pembahasan akan dibagi sesuai dengan rumusan masalah pada BAB I yaitu gambaran umum sensation seeking pada cosplayer, gambaran umum self esteem pada cosplayer, dan hubungan antara sensation seeking
dengan self esteem pada cosplayer
1. Tingkat Sensation Seeking pada Cosplayer di Kota Bandung
Berdasarkan hasil pengolahan data di atas dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki tingkat sensation seeking yang sedang, ini menunjukkan bahwa mayoritas cosplayer memiliki tingkat sensation seeking yang sama dengan orang pada umumnya. Kemudian mayoritas tertinggi ke dua memiliki tingkat sensation seeking yang rendah dan sisa responden yang memiliki tingkat
sensation seeking yang tinggi. Dalam penelitian ini juga tidak ditemukan adanya responden yang memiliki tingkat sensation seeking sangat rendah atau sangat tinggi.
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara pada subjek “K” dan “A” untuk menambah data penelitian. Berdasarkan hasil wawancara lanjutan pada responden berinisial “K” diketahui meskipun sudah lebih dari 4 tahun menjalani
cosplay “K” masih merasa takut dalam bercosplay dikarenakan tidak ingin dianggap gagal oleh orang lain. Dari wawancara tersebut juga diketahui bahwa “K” masih belum berani untuk mencoba hal-hal baru dan selektif dalam mencari teman.
KD = r2 x
100%
= -0,0892
x 100%
Sebaliknya pada responden “A” meskipun masih selektif dalam mencari teman dan masih menuruti norma-norma yang berlaku namun dirinya tertarik dalam mencoba hal-hal baru. “A” juga tertarik dengan kegiatan-kegiatan yang beresiko tinggi terutama olahraga ekstrim seperti terjun payung dan airsoft gun.
Hasil dari wawancara di atas sejalan dengan pendapat Zuckerman (1979),yaitu orang yang memiliki tingkat sensation seeking tinggi cenderung tertarik dan ingin mencoba hal-hal baru disekitarnya. Salah satunya adalah kegiatan fisik yang beresiko. London & Exner (1978) menjelaskan karakteristik
sensation seeker tinggi dan sensation seeker rendah sebagai berikut,
Tabel 4.9: Tabel Perbedaan Diri Individu Pencari Sensasi Pencari Sensasi Tinggi Pencari Sensasi Rendah
Antusias Penakut (frightening)
Senang bermain (playful) Panik
Petualang Tegang (tense)
Imaginatif Gugup (nervous)
Pemberani Gemetar (shaky)
Riang (elated) Gelisah (fearful)
Lucu (zany) Mudah cemas
Nakal (mischievous) Pemarah
Dari tabel 4.9 di atas dapat dilihat perbedaan karakteristik antara individu pencari sensasi tinggi dan rendah. Kemudian berdasarkan hasil wawancara diatas, baik “A” dan “K” memiliki beberapa karakteristik dari pencari sensasi tinggi dan rendah. Seperti petualang, antusias, penakut, dan mudah cemas. London & Exner (1978) juga mengungkapkan bahwa karakteristik individu yang memiliki tingkat sensation seeking yang sedang adalah gabungan dari tingkat
sensation seeking tinggi dan rendah. Ini menjelaskan bahwa pada diri individu terdapat beberapa aspek dari tingkat sensation seeking tinggi seperti antusias, imaginative, dan petualang. Serta memiliki beberapa aspek dari tingkat
sensation seeking rendah seperti penakut, mudah cemas, dan panik, seperti yang dilami oleh subjek “K” dan “A”.
2. Tingkat Self Esteem pada Cosplayer di Kota Bandung
esteem rendah dan sisanya berada pada tingkat sangat rendah, dilihat dari total responden dengan tingkat rendah dan sangat rendah menunjukan bahwa mayoritas cosplayer yang tidak termasuk pada kategori self esteem sedang berada pada tingkat rendah.
Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara lanjutan baik pada responden “K” dan “A”, diketahui selama bercosplay mereka merasa tidak percaya diri dengan warna kulit yang mereka miliki, karena warna kulit rata-rata dari karakter adalah putih sedangkan mereka memiliki warna kulit sawo matang, namun hal ini dapat diakali dengan menggunakan make-up. Dari hasil wawancara pun didapat bahwa keduanya secara umum merasa bangga dengan keadaan diri mereka saat ini, karena meskipun mereka merasa bahwa dirinya tidak memiliki hal yang lebih unggul dari teman sebayanya, mereka masih merasa percaya diri dengan kemampuan mereka sendiri. Kemudian mereka mengaku tidak ada hal-hal yang cukup esensial atau ekstrim yang ingin mereka ubah dari diri mereka, kecuali hal-hal seperti ingin mengingkatkan kemampuan menghayati karakter. Mereka pun menyatakan bahwa meskipun mereka memiliki lingkaran teman yang kecil dan jika ada yang menjauhi karena hobi mereka, mereka tidak terpengaruh dengan pendapat dari teman-teman sekitarnya dan tetap teguh dengan diri mereka sendiri.
Berdasarkan hasil wawancara diatas bila dikaitkan dengan teori dari Coopersmith (1967), didapat bahwa 2 subjek diatas memiliki tingkat self esteem
yang sedang. Menurut Coopersmith (1967) karakteristik individu yang memiliki tingkat self esteem sedang memiliki penerimaan diri yang cukup baik, serta pemahaman dan penghargaan yang baik, namun kurang mampu mengendalikan
self worth yang mereka miliki dari pandangan sosial sehingga tidak yakin dengan kemampuan mereka dibanding yang lain, dalam hal ini mereka merasa tidak memiliki keunggulan dibandingkan teman sebayanya.
Pada tingkatan mayoritas kedua dari data diatas diketahui bahwa para
cosplayer di Kota Bandung memiliki tingkat self esteem yang rendah. Menurut Coopermith (1967) individu yang memiliki self esteem rendah memiliki karakteristik sikap negatif terhadap diri mereka sendiri dan merasa dirinya kurang berarti. Hal ini sejalan dengan hasil pengamatan peneliti pada cosplayer
akan adanya penolakan dari lingkungan, biasanya mereka berteman dengan sesama cosplayer atau orang yang tertarik dengan budaya Jepang.
3. Hubungan Antara Sensation Seeking Dengan Self Esteem Pada Cosplayer
di Kota Bandung
Dari hasil pengolahan data diatas didapatkan bahwa terdapat korelasi negatif antara sensation seeking dengan self esteem. Kemudian, didapat bahwa hasil signifikansi antar 2 variabel ini sangat buruk, jika tingkat sensation seeking
naik maka tingkat self esteem akan mengalami penurunan yang sangat kecil. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian dari Monty dan Putu (2006) pada penelitian berjudul “Hubungan antara Sensation Seeking dan Self Esteem pada Pendaki Gunung” yang menghasilkan terdapat korelasi positif, jika semakin tinggi sensation seeking pendaki gunung semakin tinggi juga self esteemnya.
Bila melihat hasil penelitian yang berbeda dengan penelitian rujukan, terdapat beberapa faktor yang menjadi asumsi perbedaan hasil tersebut, diantaranya adalah:
a. Karakteristik Subjek
Berdasarkan hasil penelitian oleh Monty P. Satiadarma, MS/AT, MCP/MFCC, Psi dan Putu Tommy Yudha S. Suyasa, M.Si.,Psi (2006), penelitian tersebut mengambil pendaki gunung sebagai subjek dan penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan subjek cosplayer. Dari kedua perbedaan subjek ini terdapat perbedaan karakteristik subjek yang cukup besar antara kedua subjek. Menurut Zuckerman (1979) hasil pembelajaran sosial merupakan faktor yang juga mempengaruhi dan ‘mengajarkan’ individu untuk menyukai sensasi dan perilaku mencari sensasi tertentu. Faktor lingkungan dan pembelajaran sosial ini kemudian diprediksi sebagai 40% kemungkinan seseorang untuk terstimulus dalam memiliki trait sensation seeking dan kebutuhan pencarian sensasi lainnya.
b. Tingkat Resiko Aktivitas
penelitian tersebut menggunakan pendaki gunung sebagai subjek dan penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan subjek cosplayer. Bila dilihat dari perbedaan tingkat resiko dari kedua aktivitas tersebut, dapat dilihat bahwa pendaki gunung saat melakukan kegiatannya memiliki resiko yang lebih tinggi karena beresiko kehilangan nyawa mereka. Sedangkan resiko yang didapat dari cosplay biasanya hanya sebatas resiko sosial seperti cemoohan, bullying, dan resiko kesehatan seperti kanker kulit.
Kemudian penerimaan dari kedua jenis kegiatan tersebut juga dapat dilihat. Kegiatan hiking atau mendaki gunung merupakan kegiatan yang telah lama ada dan seluruh orang pun tahu dan mengapresiasi kegiatan ini karena tingkat resiko dan kemampuan yang dibutuhkan dalam menjalaninya, sedangkan cosplay merupakan hal yang baru di Indonesia sendiri dan hanya sebagian kecil dari masyarakat yang mengetahui dan mengapresiasi kegiatan ini. Hal ini berhubungan dengan apresiasi dan penolakan dari lingkungan terhadap kegiatan yang mereka jalani, bila seorang pendaki gunung berhasil mendaki puncak sebuah gunung, hampir semua orang mengapresiasi prestasinya. Namun jika seorang bercosplay di ajang internasional, hanya sedikit yang memberikan apresiasi. Bahkan bila cosplay yang dilakukannya bertolakbelakang dengan norma yang berlaku maka akan terjadi penolakan bahkan bullying, seperti kasus Miku di AFAID 2014 yang sudah dijelaskan dalam latar belakang di BAB I.
c. Instrumen
Instrumen SSS dan SSES adalah instrumen yang berasal dari luar negeri dan dalam item-item didalamnya terdapat beberapa item yang berdasar pada kebudayaan dari suatu negara atau budaya tertentu. Dalam instrumen baik SSS dan SSES terdapat beberapa item yang tidak sesuai dengan kebudayaan dari Indonesia. Item-item ini dapat menjadi bias dalam validitas dan reliabilitas penelitian ini.
d. Besar Sampel
untuk mengatasi jumlah populasi yang tidak diketahui. Jumlah populasi yang pasti dapat membantu dalam pengambilan sampel yang sesuai untuk penelitian karena hal ini dapat mempengaruhi reliabilitas dan validitas instrument serta representasi dari populasi cosplayer secara umum.
e. Faktor Lainnya