• Tidak ada hasil yang ditemukan

S PSI 1000667 Chapter3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S PSI 1000667 Chapter3"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

Metode Penelitian

A. Lokasi dan Populasi dan Sampel

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lingkungan sekitar beberapa sekolah di

Bandung, yakni:

1) SMA Negeri X1, Jln. Kbr Bandung

2) SMA Negeri X2, Jln. Psrklk Bandung

3) SMA Negeri X3, Jln. Mds Bandung

4) SMA Swasta X4, Jln. Blgde Bandung

5) SMA Swasta X5, Jln. Psrkj Bandung, dan

6) SMA Swasta X6, Jln. Mlbr Bandung.

Alasan pemilihan sekolah tersebut didasarkan pada beberapa

variasi mulai dari lingkungan, kluster, dan tipe sekolahnya (yakni sekolah

negeri dan swasta).

2. Populasi Penelitian

Populasi digunakan untuk menyebutkan seluruh anggota dari suatu

wilayah yang menjadi sasaran penelitian atau merupakan keseluruhan

(universum) dari objek penelitian (Noor, 2013:147). Menurut Furchan

(2005), populasi dirumuskan sebagai “semua anggota sekelompok orang, kejadian, atau obyek yang telah dirumuskan secara jelas” atau kelompok lebih besar yang menjadi sasaran generalisasi (Taniredja, 2012: 33).

Dalam penelitian ini, populasi yang diambil adalah siswa-siswi remaja

akhir (usia 16-18 tahun) yang berada dalam jenjang pendidikan SMA di

Kota Bandung.

(2)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sampel dapat diartikan sebagian atau wakil populasi yang diteliti

(Arikunto, 1996:117). Ali (1985) menyebutkan, bahwa sampel penelitian

(3)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dianggap mewakili terhadap seluruh populasi dan diambil dengan

menggunakan teknik tertentu (Taniredja, 2012:34).

Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik

pemilihan quota sampling. Quota sampling adalah teknik mengumpulkan

data dengan cara menghubungi subjek penelitian yang dapat memenuhi

persyaratan ciri-ciri populasi (Taniredja, 2012; 38). Pada teknik ini juga,

sampel diambil dengan memberikan jatah atau quota tertentu pada setiap

kelompok. Pengumpulan data dilakukan langsung pada setiap unit

sampling. Setelah jatah terpenuhi, maka pengumpulan data dihentikan.

Adapun sekolah yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah

siswa SMA yang bersekolah di SMA Negeri A Bandung, SMA Negeri B

Bandung, SMA Negeri C, SMA Swasta D, SMA Swasta E, dan SMA

Swasta F. Alasan peneliti memilih sekolah di atas karena sekolah tersebut

bervariasi mulai dari lingkungan dan kategori sekolahnya (sekolah negeri

dan swasta). Dari setiap sekolah diambil sekitar 40 siswa yang akan

dijadikan subjek penelitian, sehingga total subjek penelitian secara

keseluruhan ialah sekitar 240. Karakteristik sampel dalam penelitian ini

ialah subjek yang merupakan siswa pada rentang usia 16-18 tahun yakni

siswa SMA kelas XI dan XI.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang

menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah

dengan metoda statistika. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menguji

teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antarvariabel (Noor,

2013: 38). Jenis penelitian ini juga termasuk dalam penelitian inferensial,

dimana kedalaman analisisnya dilakukan dengan menganalisis hubungan

antarvariabel dengan pengujian hipotesis. Dengan demikian kesimpulan

penelitian jauh melampaui sajian data kuantitatif saja (Azwar, 2012: 6).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

(4)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tindakan pengumpulan data guna menentukan, apakah ada hubungan dan

tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih (Sukardi, 2004: 166).

Metode korelasional bertujuan untuk menguji hipotesis tentang hubungan

antarvariabel atau untuk menyatakan besar kecilnya hubungan antar kedua

variabel. Pada penelitian ini, metode korelasional digunakan untuk

mengetahui hubungan antara variabel sensation seeking trait dan perilaku

seksual.

C. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian digunakan untuk menguji hipotesis, yaitu

menguji kecocokan antara teori dan fakta empiris di dunia nyata (Noor,

2013: 47). Secara teoritis, variabel didefinisikan sebagai segala sesuatu

yang akan menjadi objek pengamatan dan penelitian. Ada juga yang

menganggap veriabel sebagai gejala yang bervariasi (Kerlinger & Lee,

2000, dalam Setyosari, 2012: 126) Dalam peneltian ini terdapat dua

variabel yang akan diteliti yaitu variabel sensation seeking trait (variabel

X1) dan variabel perilaku seksual (variabel X2).

2. Definisi Operasional

a. Definisi operasional sensation seeking trait

Sensation seeking trait dalam penelitian ini diartikan sebagai suatu

sifat yang ditentukan oleh kebutuhan pada remaja akhir (siswa SMA kelas

XI dan XII di kota Bandung) akan perubahan dan pengalaman yang baru,

dimana hal tersebut dapat dicapai dengan mengambil risiko yang bersifat

baik berupa fisik, finansial, maupun sosial.

Sensation seeking trait dalam penelitian ini bertolak ukur pada

empat dimensi, yaitu sebagai berikut:

1) Thrill and Adventure Seeking maksudnya adalah seberapa besar

(5)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

aktivitas berisiko atau berbahaya seperti olahraga yang memiliki

kecepatan tinggi dan berbahaya.

2) Experience Seeking maksudnya adalah seberapa besar kebutuhan

seorang remaja untuk mendapatkan dan mengalami

pengalaman-pengalaman baru dan menyenangkan. Misalnya melakukan

perjalanan jauh ke tempat-tempat yang jarang dikunjungi atau

diketahui oleh orang lain.

3) Disinhibition maksudnya adalah seberapa besar keinginan atau

hasrat seorang remaja untuk melakukan kegiatan–kegiatan yang mengandung resiko sosial maupun resiko terhadap kesehatannya

seperti mengkonsumsi minuman keras atau perilaku seksual, dan

hal lainnya yang bertentangan dengan norma yang berlaku.

4) Boredom Susceptibility maksudnya adalah seberapa besar

kemampuan seorang remaja untuk menolerir tehadap aktivitas

yang berulang dan rutin. Misalnya seorang remaja mampu

bertahan dalam melakukan aktivitas yang sama setiap harinya.

Semakin tinggi skor keseluruhan yang diperoleh maka semakin

tinggi tingkat sensation seeking trait pada remaja. Sebaliknya, semakin

rendah skor keseluruhan yang diperoleh maka semakin rendah tingkat

sensation seeking trait pada remaja.

b. Definisi Operasional Perilaku Seksual

Perilaku seksual dalam penelitian ini adalah tingkah laku yang

dilakukan pada hubungan antara remaja laki-laki dan perempuan berupa

sentuhan fisik yang mungkin saja tidak disadari oleh remaja tersebut dan

memungkinkan timbulnya orgasme. Jenis sentuhan fisik tersebut adalah:

1) Bersentuhan (touching), antara lain berpegangan tangan dan

berpelukan.

2) Berciuman (kissing), antara lain mulai dari hanya sekedar kecupan

(6)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3) Bercumbu (petting), yaitu merupakan bentuk dari berbagai

aktivitas fisik antara pria dan wanita, yang mengarah kepada

pembangkit gairah seksual. Pada umumnya bentuk aktivitas yang

terlibat dalam petting ini, melibatkan perilaku mencium,

menyentuh atau meraba, menghisap, dan menjilat pada area-area

erotis pasangan; seperti mencium payudara pasangan perempuan,

atau mencium alat kelamin pasangan laki-laki.

4) Berhubungan kelamin (sexual intercourse), yaitu adanya kontak

antara alat kelamin laki-laki (penis) dan alat kelamin perempuan

(vagina) yang terjadi dalam proses penetrasi antara penis dan

vagina sehingga dapat mencapai orgasme.

Semakin besar skor yang diperoleh, maka semakin tinggi hasrat

yang dirasakan dari pengalaman perilaku seksual pada remaja. Sebaliknya,

semakin kecil skor keseluruhan diperoleh, maka semakin rendah hasrat

yang dirasakan dari pengalaman perilaku seksual pada remaja tersebut.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner.

Kuesioner merupakan suatu daftar pertanyaan tentang topik tertentu yang

diberikan kepada subyek, baik secara individual atau kelompok, untuk

mendapatkan informasi tertentu, seperti prefrensi, keyakinan, minat, dan

perilaku (Taniredja, 2012: 44). Teknik pengumpulan data dilakukan

dengan menyebarkan kuesioner secara langsung kepada subjek penelitian

(siswa SMA kelas XI dan XII). Subjek hanya perlu memilih salah satu

jawaban yang paling sesuai atau mendekati dengan keadaan dirinya.

Sebelum subjek mengerjakan kuesioner, peneliti menjelaskan instruksi

atau petunjuk cara pengisian kuesioner terlebih dahulu.

(7)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dengan model skala

dan konsistensi internal. Konsistensi internal atau disebut juga rational

scale berisikan beberapa pernyataan yang direspons Ya-Tidak.

Pernyataan-pernyataan ini disekor sesuai dengan kunci jawaban. Sedangkan skala adalah

alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan

persepsi seseorang tentang suatu objek atau fenomena tertentu. Bentuk

jawaban skala seperti tidak pernah, pernah, sering, dan hampir selalu

(Siregar, 2010: 138).

E. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian/instrumen pengukur variabel merupakan alat

bantu yang menghubungkan konsep/konstruk dengan fakta empiris/realita.

Instrumen penelitian juga merupakan pemberian bilangan atau simbol pada

peristiwa empiris menurut aturan yang ditetapkan (Noor, 2013: 101).

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa skala psikologis. Instrumen

terdiri dari instrumen yang mengungkap penilaian kognitif terhadap

sensation seeking trait dan perilaku seksual remaja.

1. Kuesioner Sensation Seeking Trait

a. Spesifikasi Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen

sensation seeking trait yang dikembangkan oleh Anindya Lasyitha (2009)

dengan menurunkan langsung keempat karakterisitik sensation seeking

trait dari Zuckerman (1979). Instrumen ini menggunakan Rational Scale

atau Konsistensi Internal.

b. Pengisian Kuosiner

Responden mengisi kuosiner dengan cara memilih atau

menentukan salah satu dari dua pilihan jawaban yang sesuai dengan yang

(8)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dilakukan dengan memberi tanda silang (×) pada kolom pilihan jawaban

yang tersedia, sesuai dengan jawaban yang menjadi jawaban pilihannya.

c. Penyekoran

Penyekoran jawaban responden pada instrumen sensation seeking

trait dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1) Setiap pernyataan dalam kuesioner disertai alternatif jawaban yang

terdiri dari dua kategori yang harus dipilih responden. Pernyataan terdiri

dari favorable dan unfavorable. Responden yang memilih pernyataan

favorable mendapatkan skor 1 sedangkan unfavorable mendapatkan

skor 0.

2) Menjumlahkan seluruh skor pada masing-masing instrumen sensation

seeking trait yang diperoleh responden.

3) Setelah itu skor-skor dari responden akan dikategorisasikan ke dalam 5

kategori (sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah)

Tabel 3.1

Formula Penyekoran Kuesioner Sensation Seeking Trait

Pernyataan Nilai

a. Saya lebih suka berada dalam perkumpulan yang bebas dan tidak ada aturan

b. Saya lebih memilih berada pada situasi perkumpulan yang tenang. 1

Tabel 3.2

Kategorisasi Skala Sensation Seeking Trait

Rumus Kategori

(nmin +4,50s) ≤ X Sangat Tinggi

(nmin+3,50s) < X ≤ (nmin + 4,50s) Tinggi (nmin+2,50s) < X ≤ (nmin + 3,50s) Sedang (nmin + 1,50s) < X ≤ (nmin + 2,50s) Rendah

X < (nmin + 1,50s) Sangat Rendah

(9)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen

perilaku seksual yang dikembangkan oleh peneliti dengan menurunkan

langsung keempat jenis sentuhan fisik dari Duvall dan Miller (1985)

Instrumen ini menggunakan skala.

b. Pengisian Kuesioner

Responden mengisi kuesioner dengan cara memilih atau

menentukan salah satu dari empat pilihan jawaban yang sesuai dengan

yang dilakukan oleh responden pada setiap item pernyataan. Penentuan

jawaban dilakukan dengan memberi tanda ceklis () pada kolom pilihan

jawaban yang tersedia, sesuai dengan jawaban yang menjadi jawaban

pilihannya. Pilihan jawaban terdiri dari empat kategori yaitu Tidak Pernah

(TP), Pernah (P), Sering (S), atau Hampir Selalu (HS).

c. Penyekoran

Penyekoran jawaban responden pada instrumen perilaku seksual

dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1) Setiap pernyataan dalam kuesioner disertai alternatif jawaban yang terdiri

dari empat kategori yang harus dipilih responden. Jawaban dari setiap

pernyataan tersebut dinilai dengan angka sebagai berikut.

Tabel 3.3

Penyekoran Kuesioner Perilaku Seksual

Pilihan Jawaban Nilai Pernyataan

Tidak Pernah 1

Pernah 2

Sering 3

(10)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2) Menjumlahkan seluruh skor pada masing-masing instrumen perilaku

seksual yang diperoleh responden kemudian menentukan mean dan

standar deviasi yang selanjutnya dibuat kategorisasi berdasarkan mean dan

standar deviasi tersebut.

Tabel 3.4

Kategorisasi Skala Perilaku Seksual

Rumus Kategori

M + 1,50σ≤ X Sangat Tinggi

M + 0,50σ ≤ X < M + 1,50σ Tinggi

M –0,50σ ≤ X < M + 0,50σ Sedang

M –1,50σ ≤ X < M –0,50σ Rendah

< M –1,50σ Sangat Rendah

F. Proses Pengembangan Instrumen 1. Uji Validitas Instrumen

Validitas atau kesahihan adalah menunjukkan sejauh mana suatu

alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur (valid measure if it

successfully measure the phenomenon) (Siregar, 2012). Menurut Arikunto

(1995; 219) ada dua jenis validitas unutk instrument penelitian, yaitu

validitas isi dan validitas konstruk. Uji validitas instrumen yang terlebih

dahulu dilakukan ialah uji validitas isi. Uji validitas isi dilakukan dengan

cara berkonsultasi (expert judgement) dengan pakar permasalahan yang

diteliti, sampai menghasilkan suatu instrument penelitian yang

benar-benar mantap (Taniredja, 2012; 43). Uji validitas isi alat ukur perilaku

seksual dalam penelitian ini dilakukan oleh tiga professional judgement,

yaitu dr. Riksma Nurahmi, M.Pd, Dr. Hidayat, Dipl.S.Ed. Msi, dan dr.

Eusi Heryati, M.Kes.

Setelah melakukan validitas isi, peneliti melakukan uji keterbacaan

instrumen yang dilakukan sebelum uji reliabilitas, dan dimaksudkan

untuk mengetahui efektivitas dari kalimat-kalimat yang dipakai. Hal ini

(11)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang ingin dinilai oleh peneliti dengan persepsi responden terhadap setiap

item kuesioner. Pada penelitian ini, peneliti melakukan uji keterbacaan

terhadap 5 siswa dari beberapa SMA di kota Bandung.

2. Analisis Item

Setelah dilakuan try out, peneliti melakukan pemilihan item

kembali melalui korelasi item-total. Yaitu dengan cara mengkorelasikan

skor setiap item dengan skor total instrumen. Item yang akan dipilih

sebagai item final ialah item yang memiliki koefisien korelasi sama

dengan atau lebih besar dari 0,30. Sebagian ahli psikometri mengatakan

bahwa korelasi item-total 0,20 adalah cukup (Ihsan, 2013). Maka, pada

skala sensation seeking trait , terdapat beberapa item yang harus dibuang,

yaitu item no.2,4,5,7,8,9,12,15,19,22,29,30,31,32,33,34, dan 39. Oleh

karena itu, dari 40 item sensation seeking trait yang telah di uji coba hanya

23 item yang dipilih sebagai item final sedangkan pada perilaku seksual,

tidak ada item yang terbuang.

3. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau

lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang

sama pula (Siregar, 2012; 173). Artinya, kapanpun alat penilaian tersebut

akan digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama (Taniredja,

2012; 43).

Reliabilitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan dari program SPSS versi 18.00 melalui teknik

Alpha Cronbach, untuk mengetahui seberapa konsisten tiap-tiap item

dalam suatu instrumen. Setelah melakukan uji realibilitas dengan

menggunakan bantuan SPSS versi 18.00, didapatkan hasil bahwa

instrument sensation seeking trait memiliki koefisien realibilitas sebesar

(12)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sehingga semua instrumen tersebut dapat dipercaya untuk digunakan

sebagai alat pengumpul data.

4. Pemilihan Item yang Layak Sensation Seeking Trait dan Perilaku Seksual

Tabel 3.5

Kisi-kisi Instrumen Sensation seeking trait

Variabel Dimensi Indikator Item

Individu menyukai kegiatan yang melibatkan kecepatan tinggi

Individu menyukai kegiatan yang melawan gravitasi

Individu terdorong untuk mengeksplorasi stimulus – stimulus yang mengandung sejumlah informasi baru

4, 7.

Individu berperilaku tidak seperti kebanyakan orang lainnya dalam berinteraksi sosial

21

Disinhibition (Disinhibition)

Individu menyukai kegiatan – kegiatan yang beresiko terhadap kesehatannya

6, 20.

Individu menyukai kegiatan – kegiatan yang beresiko terhadap kehidupan sosialnya

Individu tidak menyukai pengalaman yang berulang

3.

Individu menyukai hal – hal yang baru

17.

Individu tidak terlalu suka dengan hal – hal yang mudah ditebak

10.

Individu menyukai orang – orang yang berperilaku berbeda dengan kebanyakan

(13)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.6

Kisi-kisi Instrumen Perilaku Seksual orang

Variabel Dimensi Indikator Item Pernyataan

Perilaku Seksual

Bersentuhan (touching)

Individu merasakan hasrat

seksual ketika

berpegangan tangan dengan lawan jenisnya.

1

Individu merasakan hasrat seksual ketika berpelukan dengan lawan jenisnya.

2

Berciuman (kissing)

Individu merasakan hasrat seksual ketika berciuman dengan lawan jenisnya.

3, 4

Bercumbu (petting),

Individu merasakan hasrat seksual ketika saling menyentuh atau meraba area erotis lawan jenisnya.

5, 6

Individu merasakan hasrat seksual ketika saling menghisap atau menjilat area erotis lawan jenisnya.

Individu merasakan hasrat seksual yang kuat ketika melakukan hubungan

intim dengan

pasangannya.

(14)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

G. Teknik Analisis Data 1. Uji Normalitas Data

Sebelum uji korelasi, peneliti melakukan uji normalitas data

menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov yang menunjukkan bahwa

data sensation seeking trait tidak berdistribusi normal pada tingkat

signifikansi 0.154 (>0.05) sedangkan data perilaku seksual berdistribusi

normal pada tingkat signifikansi 0.000 (<0.05).

2. Uji Korelasi

Menurut Taniredja (2012; 95) uji korelasi bertujuan untuk

mengetahui apakah di antara dua buah variabel atau lebih terdapat

hubungan, dan jika ada hubungan, bagaimana arah hubungan dan seberapa

besar hubungan tersebut. Hubungan dua variabel atau lebih dikatakan

hubungan positif, bila nilai suatu variabel ditingkatkan, maka akan

meningkatkan variabel yang lain, dan sebaliknya bila satu variabel

diturunkan maka akan menurunkan variabel yang lain. Sedangkan

hubungan negative terjadi apabila nilai satu variabel dinaikkan akan

menurunkan variabel yang lainnya (Sugiyono, 2012; 225).

Dalam penelitian ini sumber data untuk kedua variabel berasal dari

sumber sama, yakni jenis data yang dikorelasikan adalah data interval,

serta data dari kedua variabel tersebut berdistribusi normal. Sehingga,

penelitian ini menggunakan koefisien korelasi Product Moment (Sugiyono,

2012). maka hasil dari koefisien korelasi yang didapat akan

diinterpretasikan melalui tabel 3.7 berikut ini.

Tabel 3.7

Koefisien Korelasi Guilford

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0.00-0.199 Sangat Rendah

0.20-0.399 Rendah

0.40-0.59 Sedang

0.60-0.799 Kuat

(15)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(Sugiyono, 2012)

Uji korelasi ini dilakukan pada tingkat signifikansi 0.05. Angka

signifikan sebesar 0.05 mempunyai pengertian bahwa tingkat kepercayaan

penelitian sebesar 95%. Untuk pengujian dalam SPSS digunakan kriteria

yaitu jika angka signifikan hasil riset <0.05, maka hubungan kedua variabel

signifikan.

H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan

a. Mencari fenomena penelitian dan menentukan variabel penelitian

psikologi yang sesuai dengan permasalahan.

b. Melakukan studi pustaka mengenai kajian teoritis serta penelitian

terdahulu yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian.

c. Menentukan desain peneltian dan membuat alat ukur yang akan

digunakan dalam penelitian.

d. Menetapkan populasi dan sampel serta teknik sampling yang akan

digunakan.

e. Mempersiapkan surat izin penelitian melalui Fakultas, Kesbang dan

Disdik.

f. Memberikan surat perizinan pada pihak sekolah untuk melakukan

penelitian serta memberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan

penelitian yang akan dilakukan di sekolah yang bersangkutan.

2. Tahap Pengambilan Data

a. Menentukan kelas yang dapat dijadikan sampel penelitian dengan

meminta izin pada guru atau pihak yang bersangkutan.

b. Menjelaskan kepada siswa tentang maksud peneliti dan meminta

kesediaan subjek untuk menjadi responden.

c. Menyebarkan kuesioner penelitian, kemudian memberikan petunjuk

dan penjelasan terlebih dahulu mengenai pengisian kuesioner kepada

para siswa yang menjadi responden.

(16)

Daisy Mia Arifin, 2014

Hubungan sensation seeking trait dengan perilaku seksual pada siswa SMA di kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

e. Memberikan reward kepada para siswa yang telah bersedia menjadi

responden penelitian.

3. Tahap Pengolahan data

a. Mengumpulkan kuesioner yang telah diisi oleh responden.

b. Melakukan skoring terhadap data yang telah diperoleh kemudian

menginputnya dalam software Microsoft Excel.

c. Melakukan analisis data dengan menggunakan metode statistik

melalui software SPSS 18.00 untuk menguji realibilitas penelitian

dan korelasi antar variabel penelitian.

4. Tahap Pembahasan

a. Menampilkan dan mendeskripsikan hasil penelitian yang telah

diolah.

b. Menginterpretasikan hasil analisis dan membahas berdasarkan kajian

pustaka dan latar belakang penelitian.

c. Merumuskan kesimpulan hasil penelitian dan

Gambar

Tabel 3.3 Penyekoran Kuesioner Perilaku Seksual
Tabel 3.4
Tabel 3.5
Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Perilaku Seksual
+2

Referensi

Dokumen terkait

posisi fitur pada wajah seperti mata, hidung, dan mulut sehingga peran dari blok pre- processing cukup vital dalam sistem pengenalan wajah yang telah dibuat,

karena mengikuti hasil kesepakatan saja dan mengandalkan jama’ah yang aktif, lalu partisipasi keterampilan dan kemahiran hanya dilakukan oleh beberapa orang jama’ah saja

[r]

[r]

Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat jendral Bina Marga, 1987, Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton ( LASTON ) Untuk Jalan Raya.. SKBI -2.4.26.1987, Badan Penerbit

Tubektomi (Metode Operasi Wanita/ MOW) adalah metode kontrasepsi mantap yang bersifat sukarela bagi seorang wanita bila tidak ingin hamil lagi dengan cara mengoklusi tuba

Keputusan hakim yang menyatakan seseorang bersalah atas perbuatan pidana yang dimaksud dalam pasal 13, menentukan pula perintah terhadap yang bersalah untuk

ANALISIS PENGGUNAAN EYD PADA SURAT PRIBADI SISWA KELAS VII SMP N 3 PURWOKERTO TAHUN AJARAN