• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

4 A. Remaja

1. Pengertian Remaja

Masa remaja merupakan salah satu periode kehidupan antara anak-anak menuju dewasa, yang berawal pada usia 9 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun (Arisman, 2004). Remaja kelak akan menjadi sumber daya manusia yang melanjutkan pembangunan, sehingga perlu dipersiapkan untuk menjadi tenaga berdaya kerja tinggi serta produktif. Masa remaja merupakan masa yang rentang terhadap perubahan-perubahan yang ada di lingkungan sekitarnya, khususnya pengaruh pada masalah konsumsi makanan. Adapun kebiasaan remaja terhadap makanan sangat beragam seperti bersifat acuh terhadap makanan, lupa waktu makan karena padatnya aktivitas, makan berlebih, dan makan makanan cepat saji seperti mie instan. tanpa memperhatikan kebutuhan gizi yang dibutuhkan (Moehji, 2003).

2. Gizi Remaja

Masa remaja merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik, mental maupun aktivitas yang semakin meningkat, maka kebutuhan akan makanan yang mengandung zat-zat gizi pun menjadi cukup besar. Dibangingkan dengan fase-fase lainnya (bayi, balita, anak-anak, dewasa dan manula), total kebutuhan zat gizi selama masa remaja relative lebih besar. Agar tubuh tetap sehat serta tumbuh dan berkembang dengan baik, sebaiknya remaja mengonsumsi makanan yang sesuai dengan kecukupan gizi sesuai dengan yang dianjurkan (Sumanto, 2009).

Kelompok usia remaja merupakan kelompok pada masa pertumbuhan fisik secara emosional yang sangat tinggi. Selain itu, tingkat aktivitas fisik dan mentalnya pun sangat tinggi sehingga perlu diimbangi dengan makanan

(2)

proposional, yaitu jumlahnya cukup dan mutunya baik. Kebutuhan gizi remaja relative besar karena mereka masih mengalami pertumbuhan. Umumnya, remaja dapat berfikir dengan baik dan menghindari hipolikemia (suatu keadaan di manan kadar gula darah/ glukosa secara abnormal rendah). Kebersihan jajanan mereka juga harus diperhatikan agar tidak terkena penyakit tipoid (Wirakusumah, 2010).

Penentuan kebutuhan akan zat gizi pada remaja secara umum didasarkan pada Recommended Daily Allowances (RDA). Untuk praktisnya, RDA disusun berdasarkan perkembangan kronologis, bukan kematangan. Karena itu, jika konsumsi energi remaja kurang dari jumlah yang dianjurkan, tidak berarti kebetuhannya belum tercukupi. Status gizi remaja harus dinilai secara perorangan, berdasarkan data yang diperoleh dari pemeriksaan klinis, biokimiawi, antropometris, diet, serta psikososial (Ariman,2004).

Makanan harus seimbang yaitu memenuhi menu seimbang. Menu seimbang adalah susunan hidangan sehari yang mengandung zat gizi dalam jumlah dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan tubuh untuk dapat hidup sehat secara optimal. Zat-zat gizi yang dibutuhkan untuk hidup sehat adalah karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral (Restianti, 2009).

Kebutuhan energi remaja putra 3.470 kkal perhari (usia 16 tahun) dan putri 2.550 kkal (usia 12 tahun) Kebutuhan protein remaja putra 0.29-0.32 g/cm, putri 0.27-0.29 g/cm (usia 11-18 tahun) Mineral terutama zat besi dan kalsium (800-1200mg) (Arisman, 2004). Sebaiknya makanan yang dikonsumsi oleh para remaja disesuaikan dengan konsep menu seimbang (Sumanto, 2009).

Selain bergizi lengkap dan seimbang, makanan juga harus layak konsumsi (aman untuk kesehatan). Syarat makanan aman adalah “wholesome” yaitu zat-zat gizi tidak banyak yang hilang dan bentuk fisiknya masih utuh. Kecuali, bila makanan sengaja akan diolah dan diubah bentuk fisiknya (Iriyanto dan Waluyo, 2004).

(3)

3. Masalah Gizi pada Remaja

Cukup banyak masalah yang berdampak negatif bagi kesehatan dan gizi remaja. Selain penyakit atau kondisi yang terbawa sejak lahir, penyalah gunaan obat, kecanduan alcohol dan rokok. Masalah yang saat ini banyak ditemuni saat ini adalah konsumsi makanan olahan, seperti yang ditayangkan dalam iklan televisi secara berlebihan. Meski dalam iklan makanan ini di klaim kaya akan vitamin dan mineral, makanan ini juga banyak mengandung gula serta lemak dan zat adiktif. Konsumsi makanan jenis ini secara berlebihan dapat mengakibatkan kekurangan zat gizi lain. Kegemaran pada makanan olahan yang mengandung zat ini menyababkan remaja mengalami perubahan patologis yang terlalu dini (Arisman, 2004).

Masalah gizi pada remaja yang saat ini menjadi “trend” adalah obesitas atau kegemukan, namun disisi lain remaja tidak menyadari adanya masalah klasik yang masih selalu menghantui yaitu kurang gizi atau mal nutrisi. Kedua masalah ini bisa berakibat fatal bagi fase kehidupan remaja selanjutnya. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa obesitas pada remaja akan berlanjut sampai dewasa. Remaja yang menderita obesitas mempunyai resiko yang jauh lebih tinggi untuk menderita penyakit kardiovaskuler. Sementara itu, banyak remaja yang menderita anemia akibat kekurangan zat besi, yang akan mengakibatkan hambatan dalam belajar (Freitag dan oktaviani, 2010).

4. Menu Seimbang Bagi Remaja

Menu seimbang adalah jumlah porsi makanan cukup, jenis makanan bervariasi (lengkap zat gizi), dan makanan disesuaikan dengan kebutuhan gizi (berdasarkan umur, dalam keadaan sakit atau sehat, dan kegiatan apa yang dilakuan). Menu Seimbang tersebut dapat diwujudkan dalam komposisi makanan yang sesuai dengan syarat “ 4 sehat 5 sempurma”, yang terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk, sayur, buah, dan susu. Makanan tersebut mengandung zat gizi yang dibutuhkan tubuh, yaitu karbohidrat dapat

(4)

diperoleh dari makanan pokok, lemak dan protein (hewani dan nabati) dari lauk-pauk, vitamin dan mineral dari buah dan sayuran. Susu sebagai pelengkap dapat menambahkan vitamin, mineral, protein dan karbohidrat (Sumanto, 2009).

5. Kebiasaan Makan pada Remaja

Kebiasaan makan yang kurang pada remaja berawal pada kebiasaan makan keluarga yang tidak baik yang sudah tertanam sejak kecil dan akan terus terjadi pada usia remaja. Kondisi tersebut mengakibatkan remaja makan seadanya tanpa mengetahui kebutuhan akan zat-zat gizi dan dampak tidak terpenuhinya kebutuhan zat gizi tersebut terhadap kesehatan. Kesukaan yang berlebihan terhadap makanan tertentu dapat menyebabkan kebutuhan gizi tidak terpenuhi. Keadaan ini berkaitan dengan “mode” yang tengah marak di kalangan remaja seperti makanan siap saji dan mie instan. Usia remaja merupakan usia yang sangat mudah terpengaruh oleh teman pergaulan dan media masa terutama iklan yang menarik perhatian remaja tentang makanan yang baru dan harga yang terjangkau (Moehji, 2003).

Berikut ini adalah anjuran untuk menciptakan pola kebiasaan makan yang baik pada remaja:

a. Mendorong para remaja untuk menikmati makanan, mencoba makanan baru, mengonsumsi beberapa makanan di pagi hari, menyeleksi makanan jajanan yang bergizi.

b. Menggariskan tujuan untuk setidaknya sekali dalam sehari menbuat waktu makan menjadi sangat menyenangkan untuk berbagi pengalaman. c. Mengetahui jadwal kegiatan kegiatan remaja sehingga waktu makan

tidak berbentutan dengan kegiatanya.

d. Menyiapkan data dasar atau memberi pengetahuan tentang pangan dan gizi sehingga remaja dapat menentukan jenis makanan yang akan dikonsumsi berdasarkan informasi tersebut.

(5)

e. Memberikan contoh makanan yang seimbang untuk remaja. f. Memberi informasi tentang manfaat makanan tersebut.

g. Membenarkan pilihan pada makanan camilan bergizi, dan secara berkesinambungan menjelaskan kekeliruan mereka yang masih memilih makanan yang tidak bergizi.

h. Menyiapkan hanya kudapan yang bergizi di lemari es.

i. Melatih tanggung jawab remaja dalam hal membeli makanan jajanan yang bergizi (Arisman, 2004).

B. Pengetahuan Gizi

Gizi merupakan dialek bahasa Mesir yang berarti makanan. Gizi merupakan hasil terjemahan dari bahasa Inggris nutrition juga di terjemahkan menjadi nutrisi (Devi, 2010). Ilmu gizi (Nutritional Science) adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dengan kesehatan optimal. Kata gizi berasal dari bahasa Arab “ghidza” yang berarti makanan. Ilmu gizi berkaitan dengan makanan dan disisi lain dengan tubuh manusia (Almatsier. 2009). Sedangkan menurut (Devi, 2010) Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari zat gizi dalam makanan dan penggunaannya dalam tubuh, meliputi pemasukan, pencernaan, penyerapan, pengangkutan (transpor), metabolism, interaksi, penyimpanan, dan pengeluaran, semuanya termasuk proses pengolahan zat gizi dalam tubuh. Zat gizi atau nutrient merupakan substansi yang diperoleh dari makanan dan digunakan untuk pertumbuhan, pemeliharaan, dan perbaikan jaringan tubuh. Ada enam zat gizi yaitu : karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air (Devi, 2010).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yaitu melalui indera penglihatan, indera pendengaran, indera penciuman, indera perasa dan indera peraba. Sebagian besar

(6)

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Tingkat pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap sikap. Sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak atau berperilaku yang mengandung aspek kognitif, afektif, dan konatif. Sikap merupakan kecenderungan yang bersifat positif dan negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Sikap positif adalah sikap suka atau senang sedangkan sikap negatif adalah sikap tidak suka atau tidak menyenangkan (sarkim et,al, 2010). Pengetahuan, sikap yang positif atau negative, dan kepercayaan personal tentang norma-normal sosial dapat digunakan dalam pendekatan perorangan untuk menerangkan perilaku gizi (Gibney, et.al, 2008).

Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi, sumber zat gizi yang terdapat pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat (Notoatmojo, 2003). Menurut Sediaoetama (2000), tingkat pengetahuan gizi seseorang dapat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan, yang menentukan mudah tidaknya seseorang memahami manfaat kandungan gizi dari makanan yang dikonsumsi.

C. Keamanan Pangan

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan terjadi cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan keselamatan manusia. Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan, dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat (Saparinto dan Hidayati, 2006).

(7)

Makanan harus layak konsumsi (aman untuk kesehatan). Syarat makanan aman adalah “wholesome” (zat-zat gizi tidak banyak yang hilang dan bentuk fisiknya masih utuh. Kecuali, bila makanan sengaja akan diolah dan diubah bentuk fisiknya). Ciri makanan yang tidak sehat adalah berlendir, berjamur, aroma dan rasa berubah; lewat tanggal kadaluwarsa dan rusak pada kemasan; terdapat zat/ bahan pengawet; cara pengolahan yang tidak benar (Iriyanto dan Waluyo, 2004). Kebersihan makanan juga harus diperhatikan agar tidak terkena penyakit tipoid (Wirakusumah, 2010).

D. Mie Instan

Jenis mie yang paling disukai oleh semua orang dari anak-anak sampai orang tua adalah jenis mie instan yang ditawarkan oleh banyak perusahaan dalam aneka rasa, seperti : ayam bawang, soto mie, bakso daging dan mie goreng. Mie instan sendiri asalnya adalah penemuan dari Jepang, tetapi saat ini mie instan sudah di produksi oleh banyak perusahaan di seluruh dunia, dan di Indonesia juga terdapat banyak pabrik mie dengan merek-merek tersendiri (Ganie dan Sidharta, 2008).

E. Kandungan Dalam Mie Instan

a. Minyak

Satu mangkuk porsi mie instan mengandung lemak yang sama dengan semangkuk kripik kentang atau seperempat loyang pizza ukuran sedang. Dalam proses pembuatannya, mie basah disemprot minyak panas agar mie kering. Minyak panas ini adalah minyak trans yang mengandung akrilamida penyebab kangker.

b. Garam dan MSG

Satu porsi mie instan memiliki kandungan garam yang sangat tinggi, yaitu hamper 75% dari ambang batas konsumsi garam per hari bagi orang dewasa dan 100% pada ambang batas konsumsi bagi anak-anak. Seporisi mie instan

(8)

memiliki kandungan garam yang sangat tinggi, yaitu hamper 75% dari ambang batas konsumsi garam per hari bagi orang dewasa dan 100% pada ambang batas konsumsi bagi anak-anak.

c. Bahan Pengawet

Bumbu masak pada mie instan mengandung bahan pengawet untuk memperpanjang masa simpan dan melawan bakteri.

Jadi semangkuk mie instan tidak lebih dari makanan dengan nol protein, penuh karbohidrat, lemak, garam, serta bahan penyedap rasa dan pengawet (Chen, 2012).

Kandungan yang paling berbahaya dalam mie instan adalah pengawet, MSG (Monosodium Gluamat), dan bahan pewarna makanan yang ada didalamnya. Selain itu mie instan tidak memenuhi gizi seimbang di dalam tubuh, walaupun didalam makanan instan mengandung karbohidrat dalam jumlah besar tetapi kandungan vitamin, protein dan mineral sangat sedikit (Khomsan, 2006).

F. Bahaya Mie Instan

Mie instan tidak bisa dijadikan sebagai menggantikan makanan penuh (wholesome food) dan hanya bisa dijadikan makanan selingan dan tidak boleh dikonsumsi terus menerus karena dapat berakibat sangat buruk bagi kesehatan, hal itu disebabkan oleh zat campuran yang digunakan dalam proses pembuatan makanan instan. Mie instan dapat menyebabkan timbulnya kangker, hal tersebut disebabkan oleh zat lilin (Khomsan, 2006).

Menurut penelitian Ratnasari dan Wirawati (2012) mengonsumsi mie instan dapat mengakibatkan kegemukan. Hal ini dikarenakan mie mengandung karbohidrat sederhana, lemak dan natrium tinggi. Sehingga jika dikonsumsi secara terus menerus akan mengakibatkan obesitas, kenaikan kadar gula darah dan kenaikan tekanan darah.

(9)

G. Kerangka Teori

(L. Green, 1980)

Konsumsi Mie Instan Faktor Predisprosisi

 Pengetahuan gizi dan keamanan pangan  Jenis Kelamin  Umur

 Kebutuhan zat gizi

 Budaya dan tata nilai yang ditaati atau di pegang

Faktor Pemungkin  Daya beli  Ketersediaan bahan makanan  Kemudahan mendapatkan bahan makanan Faktor Pendukung  Teman  Keluarga  Lingkungan sosial  Kebiasaan/ budaya

(10)

H. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

I. Hipotesis

Ada hubungan antara pengetahuan gizi dan keamanan pangan dengan konsumsi mie instan pada santriwati SMA Pondok Pesantren Asy-Syarifah Mranggen Demak.

Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan

Referensi

Dokumen terkait

Dari analisis yang dilakukan akan didapat masalah yang lebih spesifik dan terfokus yang selanjutnya akan dijadikan substansi atau materi muatan yang kemudian

Untuk memperoleh pekerja, pemilik dusun ada yang sudah memiliki pekerja tetap, tetapi ada juga yang memperolehnya melalui rujukan dari pekerja yang telah lama

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Kondisi kerapatan vegetasi di Kecamatan Ngaglik memiliki tiga kelas klasifikasi kerapatan yaitu kelas kerapatan rendah,

Sistem RFID merupakan suatu tipe sistem identifikasi otomatis yang bertujuan untuk memungkinkan data ditransmisikan oleh peralatan portable yang disebut tag, yang dibaca

Para ustadz yang mengisi kajian pada pengajian Jum’at Pagi dapat menggunakan m-dakwah sebagai media dakwah alternatif untuk semua kelompok kajiannya baik peserta kajian

Banyak program dalam bidang komputer yang dapat diteliti struktur bahasanya, namun disini penulis lebih tertarik mengkaji menu ProgramAdobe Photoshop Adobe

Kajian yang dijalankan dilakukan keatas pisang Berangan yang dikeringkan melalui kaedah pengeringan di dalam kabinet pada suhu 60 hingga 70° C selama 3 hingga 6 jam dengan

Karena peneliti ingin mengetahui tingkat kepatuhan membayar pajak di daerah tempat tinggalnya dengan empat variabel independen yang mungkin mempengaruhi, yaitu