• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Nefropati Yang Dicetuskan Oleh Kontras 2.1.1. Definisi

Nefropati yang dicetuskan oleh kontras yang terjadi setelah IKP memiliki berbagai definisi tergantung literatur yang digunakan, oleh karena itu perbedaan definisi dari berbagai literatur ini menyebabkan data yang ada menjadi tidak konsisten (Shoukat dkk,2010). Definisi nefropati yang dicetuskan oleh kontras menurut European Society of Urogenital Radiology adalah peningkatan kreatinin serum ≥ 25% atau 0,5 mg/dl yang terjadi dalam 3 hari setelah pemberian media kontras intravaskular tanpa ada penyebab lainnya (Thomsen, 2006).

Dalam jurnal yang dipublikasikan pada Journal American College of

Cardiology 2008, nefropati yang dicetuskan oleh kontras didefinisikan sebagai

peningkatan kreatinin serum ≥ 25% dari nilai dasar kretinin serum atau peningkatan yang absolut ≥ 0,5 mg/dL (44 µmol/L) yang terjadi dalam 24 – 72 jam pertama setelah terpapar kontras, tanpa ada penyebab lainnya (McCillough, 2008)

Slocum dkk (2010) melakukan studi untuk menentukan definisi nefropati yang dicetuskan oleh kontras yang paling baik dalam implikasi klinis apakah peningkatan serum ≥ 25% dari nilai dasar kreatinin serum atau peningkatan yang absolut ≥ 0,5 mg/dL. Dari data yang ada, peningkatan kreatinin ≥ 0,5 mg/dL lebih superior dibanding peningkatan serum kreatinin ≥ 25% dari nilai dasar kr eatinin serum dalam menegakkan nefropati yang dicetuskan oleh kontras.

(2)

Insiden terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras sebagai komplikasi diagnostik dan intervensi radiografi sangat bervariasi tergantung dari definisi yang digunakan, prosedur yang dilakukan, jumlah dan tipe media kontras serta adanya faktor-faktor resiko seperti penyakit ginjal kronik, diabetes melitus dan penggunaan jumlah kontras yang terlalu banyak (Gleeson dkk, 2004)

Frekuensi nefropati yang dicetuskan oleh kontras semakin menurun selama dekade terakhir ini, dari sekitar 15% menjadi sekitar 7% (Bartholomey BA dkk, 2004). Hal ini terjadi karena meningkatnya perhatian terhadap nefropati yang dicetuskan oleh kontras, tindakan pencegahan yang sudah lebih baik, dan peningkatan mutu media kontras yang lebih tidak nefrotoksik (McCullough PA, 2008). Akan tetapi, kejadian nefropati yang dicetuskan oleh kontras akan terus terjadi seiiring dengan peningkatan angka pemeriksaan yang memerlukan kontras. Nash (2002) melaporkan media kontras radiografik merupakan penyebab tersering ketiga gagal ginjal selama perawatan di rumah sakit sekitar 11% dari seluruh kasus.

Gambar 2.1. Insiden kematian selama masa rawatan rumah sakit yang berhubungan

dengan nefropati yang dicetuskan oleh kontras (Brieker, 2005)

Nefropati yang dicetuskan oleh kontras terjadi berkisar antara 0,6 – 2,3% pada populasi umum, namun pada sebagian penderita prevalensi terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras secara signifikan lebih tinggi (Mehran dkk, 2006). Pada studi

(3)

yang dilakukan di William Beaumont Hospital, diantara 1826 penderita yang menjalani IKP, nefropati yang dicetuskan oleh kontras terjadi pada 14,5% dari seluruh kasus dan sebanyak 0,7% yang memerlukan dialisis (McCullough dkk, 1997).

Studi yang dilakukan di Graduate Hospital mendapatkan bahwa dari 1196 penderita yang menjalani intervensi koroner terjadi CIN sebesar 11,1%, selain itu juga disimpulkan bahwa hanya pada penderita dengan gangguan ginjal sebelumnya atau disertai adanya diabetes melitus memilki resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras (Rudnick dkk, 1997).

Studi retrospektif dengan menggunkan Mayo Clinic PCI Registry pada tahun 1996 sampai 2000 dengan mengikutsertakan 7586 penderita yang menjalani IKP didapatkan CIN sebanyak 254 orang (3,3%). Studi ini juga menunjukkan insiden terjadinya kematian selama rawatan rumah sakit, terutama akibat infark miokard meningkat > 10 kali lipat pada penderita nefropati yang dicetuskan oleh kontras. Dan pada penderita nefropati yang dicetuskan oleh kontras tersebut, angka kejadian perdarahan, terbentuknya hematom, pseudoaneurisma, stroke, emboli paru, dan perdarahan saluran cerna juga lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang tidak mengalami nefropati yang dicetuskan oleh kontras (Rihal dkk, 2002).

Di Medan sendiri studi mengenai nefropati yang dicetuskan oleh kontras sudah dilakukan oleh Andra CA (2010) dimana dari 282 pasien yang menjalani angiografi koroner, 51 orang (18%) mengalami nefropati yang dicetuskan oleh kontras setelah 24 jam paska tindakan.

Tabel 2.1. Insiden terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras setelah IKP

(4)

Studi besar yang dilakukan di Washington Hospital Centre dari tahun 1994 sampai 1999 dengan 8628 penderita yang menjalani IKP, didapatkan 1431 (16,5%) menderita nefropati yang dicetuskan oleh kontras (Iakovou dkk, 2003). Studi lainnya yang dilakukan terhadap 183 penderita dengan usia tua lebih dari 70 tahun yang menjalani IKP, didapatkan 11% menderita nefropati yang dicetuskan oleh kontras (Rich dkk, 1990). Insiden nefropati yang dicetuskan oleh kontras yang dilaporkan menurut literatur – literatur yang ada sangat bervariasi. Dengan menggunakan data tahun 2000, diperkirakan lebih dari 59.000 kasus nefropati yang dicetuskan oleh kontras terjadi pertahunnya dan lebih dari 4600 dari penderita tersebut membutuhkan hemodialisis (Gami dkk, 2004). Studi lainnya yang dilakukan pada sekitar 20.500 penderita yang menjalani IKP menunjukkan bahwa 2% dari penderita yang mengalami nefropati yang dicetuskan oleh kontras memiliki resiko 15 kali lipat untuk terjadinya major adverse cardiac events (MACE) selama rawatan rumah sakit dibanding penderita yang tidak mengalami nefropati yang dicetuskan oleh kontras. Resiko untuk terjadinya infark miokard meningkat 6 kali lipat, reoklusi meningkat 11 kali lipat, dan resiko kematian meningkat 22 kali lipat dibandingkan pada penderita yang tidak mengalami nefropati yang dicetuskan oleh kontras (Bartholomew dkk, 2004).

Nilai kreatinin serum awal dengan angka kejadian nefropati yang dicetuskan oleh kontras memiliki hubungan yang signifikan yaitu bervariasi dari 2% pada penderita dengan kreatinin serum dasar < 1,5 mg/dL hingga mencapai 20% pada

(5)

penderita dengan kreatinin serum dasar > 2 mg/dL, terutama apabila penderita juga menderita DM (Meschi dkk, 2006; Brinker dkk, 2005).

Suatu studi yang dilakukan oleh Mutjaba (2010) untuk menentukan frekuensi penderita dengan adanya insufisiensi ginjal dengan nilai serum kreatinin normal yang menjalani IKP. Ternyata pada studi ini didapatkan bahwa pada penderita dengan kreatinin normal sering memiliki nilai GFR yang tidak normal. Sehingga GFR sebaiknya selalu dinilai untuk menentukan apakah terjadi insufisiensi ginjal walaupun kreatinin serum dalam batas normal. Ribichini dkk (2010) melakukan suatu studi untuk melihat apakah peningkatan kreatinin serum yang cepat dapat memprediksi terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras dan kerusakan ginjal yang permanen setelah intervensi koroner. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa peningkatan kreatinin serum yang minimal pada 12 jam pertama merupakan prediktor kuat untuk terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras dan kerusakan ginjal dalam 30 hari setelah terpapar media kontras.

2.1.3. Patogenesis

Patogenesis pasti nefropati yang dicetuskan oleh kontras belum sepenuhnya diketahui, namun cenderung melibatkan beberapa faktor patogen dan kombinasi beberapa mekanisme (Persson dkk, 2005). Pada nefropati yang dicetuskan oleh kontras terjadinya kombinasi yang unik dari berbagai proses patologi yang melibatkan disfungsi endotel, adanya oksigen radikal bebas yang sitotoksik dan toksisitas tubulus yang akhirnya dapat menimbulkan hipoksia jaringan medula ginjal (Heyman dkk, 2007; Wong dkk, 2007; McCullough, 2009).

Tabel 2.2. Faktor-faktor yang berperan dalam patogenesis nefropati yang dicetuskan

(6)

Pada pasien dengan gagal ginjal kronik, pemeriksaan estimated glomerular

filtration rate (eGFR) <60 ml/men/1.73m2, terjadi kehilangan unit-unit nefron, dan

fungsi ginjal yang tersisa sangat rentan terganggu oleh gangguan (media kontras, obat-obatan nefrotoksik, dll). Patofisiologi dari nefropati yang dicetuskan oleh kontras berdasarkan dari pengurangan jumlah nefron, yang diperberat oleh vasokontriksi akut yang disebabkan oleh pelepasan adenosin, endotelin, dan vasokonstriktor ginjal lainnya yang dicetuskan oleh media kontras. Setelah terjadi peningkatan konsentrasi di aliran darah ginjal, melalui mekanisme diatas, terjadi penurunan sekitar 50% aliran darah ginjal yang berlangsung selama beberapa jam . Terjadi penumpukan konsentrasi media kontras di tubulus ginjal dan duktus koledokus, mengakibatkan gambaran nephrogram yang menetap pada fluoroskopi. Media kontras yang menetap pada ginjal mengakibatkan kerusakan seluler dan kematian pada sel tubular ginjal. Tingkatan sitotoksisitas pada sel tubular ginjal berkorelasi positif terhadap berapa lamanya sel ginjal tersebut terpapar oleh media kontras, yang dipengaruhi oleh jumlah aliran urin sebelum, selama dan sesudah prosedur yang memakai kontras (McCullough PA, 2008).

(7)

Tabel 2.3. Perubahan fisiologi yang terjadi setelah pemberian kontras (Heyman

dkk,2007).

Penurunan yang terus berlangsung di aliran darah ginjal yang menuju ke medula outer akan mengakibatkan hipoksia medula, kerusakan iskemi, dan kematian dari sel tubular ginjal. Melihat mekanisme diatas, dapat disimpulkan bahwa proses kerusakan organ, termasuk stres oksidatif dan proses inflamasi, dapat memainkan peranan pada proses terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras. Adanya gangguan tambahan lainnya, seperti keadaan hipotensi selama proses kateterisasi, partikel-partikel dari material atheroemboli yang berasal dari proses pergantian kateter atau pemakaian intra-aortic balloon counterpulsation (IABP), atau perdarahan dapat turut memperberat proses kerusakan yang berlangsung di ginjal (McCullough PA, 2008).

(8)

Gambar 2.2. Patogenesis terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras. ANP,

atrial natriuretic peptide; PGE, prostaglandin, PGI, prostasiklin (Gleeson dkk, 2004).

Zhang dkk (2011) menyatakan bahwa kerusakan ginjal akibat media kontras oleh karena perubahan hemodinamik dan efek toksisitasnya pada ginjal. Perubahan hemodinamik ginjal ditemukan pada banyak studi yang menemukan implikasi kuat adanya vasokontriksi ginjal dengan efek iskemi medula, yang melibatkan nitric oxide (NO) sebagai vasodilator protektif endogen. Penyebab instrinsik nefropati yang dicetuskan oleh kontras adalah peningkatan vasokonstriksi, penurunan prostaglandin lokal dan NO sehingga menurunkan efek vasodilatasi, efek toksik langsung pada sel-sel tubular ginjal yang rusak oleh karena radikal-radikal bebas, meningkatkan kebutuhan oksigen dan tekanan intratubular serta viskositas urin dan obstruksi tubular yang akan berakumulasi untuk terjadinya iskemia medulla ginjal (Gleeson dkk, 2006). Setelah pemberian media kontras terjadi vasodilatasi renal yang cepat yang diikuti dengan vasokonstriksi yang panjang dengan peningkatan resistensi vaskular intrarenal, sehingga terjadi pengurangan total aliran darah ginjal dan penurunan GFR (Detrenis dkk, 2005; Murphy dkk, 2000), serta peningkatan ekskresi enzim lisosom urine dan protein berat molekul kecil yang menandakan adanya kerusakan tubular (Weisberg dkk, 1994).

(9)

2.1.3.1 Disfungsi Endotel

Gangguan hemodinamik secara langsung yang diakibatkan oleh media kontras terhadap sintesis dan pelepasan NO dan prostaglandin belum jelas terlihat. Produksi intrarenal terhadap mediator vasodilator tersebut bertanggung jawab terhadap suplai dan perfusi oksigen di medula, penurunan dalam ketersediaan mediator-mediator tersebut dapat menyebabkan terjadinya nephropathy. Penurunan sintesis atau respon terhadap NO yang dilepaskan dari endothelium dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya iskemi pada ginjal (Detrenis dkk, 2005; Gleeson dkk, 2004).

2.1.3.2 Toksisitas Tubulus

Efek toksik media kontras secara langsung terhadap sel-sel tubulus adalah penurunan resistensi trans epitel, gangguan permeabilitas substan-substan dan gangguan polarisasi membran protein. Kerusakan pada sel-sel tubulus ini dapat diikuti dengan penurunan yang signifikan dari konsentrasi kalium, adenosine diphosphate dan adenosine triphosphate (Detrenis dkk, 2005) serta ketidakseimbangan dari homeostasis kalsium dan apoptosis (Wong dkk, 2007). Hal ini akan menimbulkan gangguan pada hemodinamik ginjal yang akhirnya dapat terjadi hipoksia (Wong dkk, 2007).

2.1.3.3 Oksigen Radikal Bebas

Oksigen radikal bebas merupakan partikel-partikel endogen yang dapat menyebabkan vakuolisasi sel-sel epitel pada tubulus proksimal. Adanya bukti bahwa produksi radikal bebas ginjal meningkat setelah pemberian media kontras (Gleeson dkk, 2004). Stress oksidatif terjadi apabila jumlah oksigen radikal bebas melebihi antioksidan. Keadaan ini biasanya meningkat pada gagal ginjal kronik dan diabetes yang diketahui sebagai faktor resiko terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras (Wong dkk, 2007). Oksigen radikal bebas memegang peranan terhadap efek vasokonstriksi yang telah diketahui merupakan faktor yang penting dalam terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras. Dengan adanya bukti keterlibatan oksigen

(10)

radikal bebas dalam terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras maka tidak heran apabila banyak studi-studi yang dilakukan untuk menurunkan angka kejadian nefropati yang dicetuskan oleh kontras dengan efek terhadap oksigen radikal bebas seperti misalnya N-acetylcysteine (Persson dkk, 2005).

Pemberian media kontras dapat menginduksi perubahan-perubahan terhadap efek sistemik, yaitu oksigenasi pada jaringan ginjal, gangguan ventilasi-perfusi paru, penurunan curah jantung dan perfusi ginjal, mengubah kekentalan darah serta meningkatkan asosiasi oksigen-hemoglobin (Heyman dkk, 2008).

2.1.4. Gambaran Patologi

Karakterisitik lesi pada ginjal yang mengalami nefropati yang dicetuskan oleh kontras adalah vakuolisasi sel tubular proksimal ( nephrosis osmotik). Heyman dkk (2007) melakukan 211 biopsi ginjal setelah hari ketujuh pada pasien yang mendapat media kontras saat urography atau arteriography, ginjal akan mengalami nephrosis osmotik pada 47 kasus. Bentuk osmotic nephrosis yang difus lebih banyak terjadi pada penyakit ginjal berat sedangkan bentuk yang fokal terjadi pada gangguan ginjal yang ringan atau penderita dengan fungsi ginjal yang normal sebelumnya. Vakuola tidak dibentuk dari endositosis tetapi dari invaginasi membran sel. Hal ini menunjukkan bahwa media kontras pada daerah paraselular dapat menyebabkan kerusakan membran. Struktur histokima menunjukkan vakuola ini terdiri dari aktifitas asam fospat. Vakuola tubular proksimal merupakan pertanda adanya paparan media kontras yang menyebabkan terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras.

2.1.5. Faktor Resiko

Identifikasi terhadap pasien-pasien yang memiliki risiko tinggi untuk terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras sangat penting dilakukan. Faktor-faktor risiko tersebut dapat dibagi kedalam dua kelompok yaitu Faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi (Shoukat dkk, 2010; Mehran dkk, 2006; Barret dkk, 2006; Gami dkk, 2004).

(11)

Tabel 2.4. Faktor resiko terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras (Shoukat

dkk, 2010)

2.1.5.1 Penyakit Ginjal Kronik

Studi-studi yang ada sebelumnya menyatakan bahwa penyakit ginjal kronik dan peningkatan kreatinin serum merupakan faktor risiko terpenting dalam

menimbulkan nefropati yang dicetuskan oleh kontras (Mehran dkk,2006). Insiden nefropati yang dicetuskan oleh kontras pada penderita dengan penyakit ginjal kronik cenderung tinggi berkisar antara 14,8 sampai 55% (Ultramari dkk, 2006).

Suatu studi yang dilakukan oleh Gruberg dkk (2001) pada 439 penderita yang menjalani intervensi koroner dengan menggunakan kontras media non-ionic dengan nilai kreatinin serum dasar ≥ 1,8% mg/dL, dan didapatkan bahwa nefropati yang dicetuskan oleh kontras terjadi pada sepertiga kasus. Semakin tinggi nilai kreatinin serum awal maka resiko untuk terjadi nefropati yang dicetuskan oleh kontras akan semakin besar, penderita dengan kreatinin serum dasar <1,5 mg/dL resiko nefropati yang dicetuskan oleh kontras hanya < 2% namun pada penderita dengan kreatinin serum dasar >2 mg/dL resiko nefropati yang dicetuskan oleh kontras dapat mencapai hingga 20%, terutama apabila penderita juga menderita DM (Meschi dkk, 2006; Mehran dkk, 2006; Brinker dkk, 2005). Namun nilai kreatinin serum saja tidak cukup untuk mengidentifikasi penderita dengan resiko tinggi terjadinya nefropati yang

(12)

dicetuskan oleh kontras. Hal ini oleh karena nilai kreatinin serum bervariasi sesuai umur, dipengaruhi massa otot dan gender (Mehran dkk, 2006).

Gambar 2.3. Resiko terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras sesuai

dengan stadium PGK (Finn, 2006)

Beberapa studi menunjukkan bahwa nilai GFR 60 ml/min/1,73 m2 adalah batas untuk menetukan penderita mana yang dengan risiko tinggi untuk terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras, hal ini menyebabkan perhitungan GFR lebih direkomendasikan sebelum terpapar kontras media untuk penilaian nefropati yang dicetuskan oleh kontras (Mehran dkk, 2006). Terdapat hubungan antara nilai kreatinin serum dengan GFR, pada penderita yang menunjukkan nilai kreatinin serum dua kali lipat lebih tinggi biasanya merupakan respon dari penurunan GFR hampir 50% (Finn, 2006).

2.1.5.2 Diabetes Mellitus

DM merupakan independen prediktor lainnya yang kuat untuk terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras setelah intervensi koroner (Gami dkk, 2004). Insiden nefropati yang dicetuskan oleh kontras pada penderita DM berkisar antara 5,7 sampai 29,4% (Mehran dkk, 2006). Studi yang dilakukan oleh Rihal dkk (2002) menyimpulkan bahwa jika fungsi ginjal normal atau terjadi gangguan ringan (kreatinin serum < 2 mg/dL), resiko terjadiya nefropati yang dicetuskan oleh kontras pada penderita DM adalah 4,1% atau dua kali dibandingkan pada non DM. Pada

(13)

suatu studi, nefropati yang dicetuskan oleh kontras terjadi pada 27% penderita DM dengan nilai kreatinin serum dasar 2,0-4,0 mg/dL dan 81% pada penderita dengan kreatinin serum >4,0 mg/dL (Mehran dkk, 2006).

Gambar 2.4. Pengaruh gangguan ginjal dam DM terhadap insiden terjadinya

nefropati yang dicetuskan oleh kontras (Heyman dkk, 2007)

Chong dkk (2009) melakukan studi pada penderita DM dengan nilai kreatinin serum normal yang dilakukan intervensi koroner dan didapatkan hasil bahwa pada penderita tersebut terjadi peningkatan resiko untuk timbulnya nefropati yang dicetuskan oleh kontras. Walaupun resiko nefropati yang dicetuskan oleh kontras pada penderita DM dengan fungsi ginjal normal adalah rendah, namun apabila juga disertai dengan PGK resiko terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras menjadi tinggi dan sebaiknya tindakan profilaksis nefropati yang dicetuskan oleh kontras dilakukan (Ultramari dkk, 2006).

2.1.5.3 Usia Tua

Alasan yang mungkin menyebabkan terjadi insiden nefropati yang dicetuskan oleh kontras yang tinggi pada usia tua adalah perubahan-perubahan oleh usia seperti

(14)

lebih dominannya vasokonstriksi renal dibandingkan vasodilatasi, sulitnya untuk akses vaskular oleh karena pembuluh darah yang berkelok-kelok, kalsifikasi pada pembuluh darah sehingga membutuhkan jumlah kontras yang lebih banyak dan gangguan pada sintesa prostaglandin (Toprak dkk, 2006). Pada suatu studi prospektif terhadap 183 penderita dengan usia tua yaitu >70 tahun yang menjalani intervensi koroner didapatkan 11% menderita nefropati yang dicetuskan oleh kontras (Rich dkk, 1990). Studi lainnya menunjukkan nefropati yang dicetuskan oleh kontras terjadi 17% pada usia >60 tahun dibandingkan 4% pada usia yang lebih muda (Toprak dkk, 2006).

2.1.5.4 Jenis Kelamin

Hormon ovarium dapat mempengaruhi sistem renin angiotensin dan aliran darah ginjal (Toprak dkk, 2006). Suatu studi retrospektif yang dilakukan oleh Iakovou dkk (2003) dengan jumlah sampel 8.628 yang menjalani PCI menyimpulkan bahwa wanita merupakan prediktor independen untuk terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras. Begitu juga studi yang dilakukan Ghani dkk (2009) yang menyatakan bahwa wanita merupakan faktor resiko independen untuk terjadi nefropati yang dicetuskan oleh kontras. Chong dkk (2010) menyatakan wanita cenderung untuk memiliki nilai GFR yang lebih rendah dibandingkan pria. Studi yang dilakukan menyimpulkan bahwa nilai kreatinin <1,5 mg/dL merupakan batas wanita menjadi faktor prediktor independen terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras. Namun penelitian ini bertolak belakang dengan studi lain yang menyatakan laki-laki merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras. Masih diperlukan studi-studi selanjutnya untuk melihat apakah perempuan merupakan prediktor independen nefropati yang dicetuskan oleh kontras yang sebenarnya (Toprak dkk, 2006).

2.1.5.5 Hipertensi

Hipertensi telah dikategorikan menjadi faktor resiko terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras pada beberapa penelitian. Penjelasan hipertensi menjadi

(15)

faktor resiko nefropati yang dicetuskan oleh kontras adalah gangguan pelepasan mediator-mediator vasoaktif intrarenal seperti sistem rennin angiotensin atau NO. Berkurangnya jumlah nefron ginjal juga juga merupakan predisposisi penderita hipertensi untuk terjadi nefropati yang dicetuskan oleh kontras (Toprak dkk, 2006). Studi yang dilakukan oleh Conen dkk (2006) terhadap 1382 sampel yang menjalani intervensi koroner dengan hipotesa hipertensi sebagai faktor resiko independen terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras pada penderita yang menjalani PCI. Dan dari hasil studi didapatkan hasil yang sesuai dengan hipotesa tersebut.

2.1.5.6 Faktor resiko jantung

Congestive heart failure (CHF), infark miokard akut, syok kardiogenik dan

penggunaan intra aortic ballon pump (IABP) berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras setelah IKP, hal ini terutama akibat seluruh kondisi tersebut

menyebabkan penurunan perfusi ginjal (Shoukat dkk, 2010). Studi-studi yang ada menunjukkan bahwa penurunan left ventricular ejection fraction (LVEF) ≤ 49% atau CHF New York Heart Association (NYHA) III atau IV merupakan faktor resiko untuk terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras (Schillinger dkk, 2001; Gruberg dkk, 2000).

Pada suatu studi yang dilakukan oleh Rihal dkk (2002) menunjukkan bahwa CHF merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras dengan OR 1,53 dan p = 0,007. Selain itu pada suatu studi kohort yang dilakukan oleh Bartholomew dkk (2004) juga mendapatkan hasil yang sama dengan OR 2,2 dan p < 0,001.

2.1.5.7 Jumlah kontras dan osmolaritas

Jumlah kontras yang digunakan merupakan faktor resiko yang dapat dimodifikasi yang utama. Dengan meningkatnya tingkat kesulitan dari prosedur intervensi koroner maka penggunaan jumlah kontras biasanya meningkat, hal ini

(16)

berhubungan dengan kejadian nefropati yang dicetuskan oleh kontras. Banyak studi yang telah menunjukkan adanya

McCullough dkk (1997) melakukan studi dan menyimpulkan bahwa pada penderita yang mendapat kontras <100 ml selama prosedur intervensi koroner, resiko untuk terjadi nefropati yang dicetuskan oleh kontras sangat kecil, atau jumlah kontras yang digunakan <5ml/kg/kreatinin serum. Studi yang dilakukan oleh Nikolsky dkk (2004) pada penderita DM yang menjalani intervensi koroner, didapatkan bahwa setiap 100 ml dari jumlah media kontras yang digunakan meningkatkan resiko nefropati yang dicetuskan oleh kontras 30%. Menurut Heyman dkk (2007) dosis maksimal penggunaan media kontras (mL) yang dapat menurunkan insiden nefropati yang dicetuskan oleh kontras hingga 90% adalah: [5ml x berat badan (kg)] / serum kreatinin (mg/dl)

Yoon dkk (2011) melakukan suatu studi untuk menilai rasio dari dosis media kontras (CM-dose) dengan nilai GFR dalam memprediksi terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras dan menentukan tingkat mana yang aman dari CM-dose/GFR terhadap prosedur intervensi koroner. Dari studi ini disimpulkan bahwa CM-dose(gram)/GFR <1,42 merupakan metode yang simpel dan berguna sebagai indikator untuk menentukan dosis media kontras yang aman berdasarkan GFR.

(17)

Gambar 2.5. Odds ratio terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras

berdasarkan jumlah media kontras yang digunakan (Mehran dkk, 2006).

Metaanalisis yang dilakukan terhadap 31 studi untuk melihat hubungan insiden nefropati yang dicetuskan oleh kontras dan osmolaritas dari media kontras yang digunakan. Didapatkan hasil bahwa insiden nefropati yang dicetuskan oleh kontras pada penggunaan kontras media dengan osmolaritas yang tinggi meningkat secara signifikan pada penderita dengan gangguan ginjal sebelumnya. Namun pada penderita tanpa kelainan ginjal sebelumnya tidak ada perbedaan yang signifikan (Barret dkk, 1993).

Studi lain yang dilakukan oleh Rudnick dkk (1995) pada penderita DM yang juga disertai dengan adanya gangguan ginjal yang menjalani intervensi koroner mendukung fakta yang ada sebelumnya bahwa penggunaan media kontras dengan osmolaritas yang lebih rendah dapat menurunkan angka kejadian nefropati yang dicetuskan oleh kontras (Aspelin dkk, 2003).

Gambar 2.6. Insiden nefropati yang dicetuskan oleh kontras meningkat dengan

(18)

Secara umum, penggunaan media kontras iso-osmolar lebih aman dan dapat menurunkan kejadian nefropati yang dicetuskan oleh kontras pada penderita dengan resiko tinggi untuk terjadi kerusakan ginjal akut setelah intervensi koroner. Sebagai tambahan, efek samping obat terjadi lebih jarang pada penggunaan media kontras yang non-ionic, osmolaritas rendah dibandingkan pada ionic, osmolaritas tinggi (Gami dkk, 2004). Adanya dua atau lebih faktor resiko nefropati yang dicetuskan oleh kontras yang terjadi bersamaan akan meningkatkan angka kejadian nefropati yang dicetuskan oleh kontras (Mehran dkk, 2006; Heyman dkk, 2007). Studi yang dilakukan oleh Rich dkk (1990) menyatakan bahwa nefropati yang dicetuskan oleh kontras terjadi 1,2% pada penderita tanpa faktor resiko, 11,2% pada penderita dengan satu faktor resiko dan >20% pada penderita dengan dua atau lebih faktor resiko.

Tabel 2.5. Skor resiko nefropati yang dicetuskan oleh kontras yang dihubungkan

(19)

Banyak faktor-faktor resiko nefropati yang dicetuskan oleh kontras yang telah diidentifikasi, namun resiko kumulatif kombinasi dari faktor-faktor resiko tersebut belum diketahui. Oleh karena itu Mehran dkk (2004) melakukan suatu studi untuk membuat suatu skor resiko terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras yang mudah digunakan. Sampel yang diikutkan dalam penelitian ini berjumlah 8.357 orang, secara keseluruhan angka kejadian nefropati yang dicetuskan oleh kontras terjadi 13,1%. Pada skor resiko yang rendah ( ≤ 5) nefropati yang dicetuskan oleh kontras terjadi 7,5% sedangkan pada skor resiko yang tinggi ( ≥ 16 ), nefropati yang dicetuskan oleh kontras terjadi hingga 57,3%. Angka kejadian nefropati yang dicetuskan oleh kontras meningkat dengan meningkatnya jumlah skor resiko nefropati yang dicetuskan oleh kontras. Skor resiko tersebut juga dihubungkan dengan tindakan dialisis yang diperlukan.

(20)

2.1.6 Studi kardiovaskular pada pasien nefropati yang dicetuskan oleh kontras

Pada berbagai studi, nefropati yang dicetuskan oleh kontras selain dihubungkan dengan peningkatan resiko kematian, juga dihubungkan dengan peningkatan resiko kejadian yang akan datang, termasuk kejadian kardiovaskular setelah IKP. Pada 1 studi registri yang melibatkan 967 pasien IKP, kejadian nefropati yang dicetuskan oleh kontras diasosiasikan dengan peningkatan insiden MI dan revaskularisasi ulang setelah 1 tahun (Lindsay J dkk, 2003). Studi besar IKP lainnya mendokumentasikan adanya hubungan antara nefropati yang dicetuskan oleh kontras,

creatinine kinase myocardial band (CKMB) setelah prosedur, dan resiko kejadian

kardiovaskular kedepannya (Lindsay J dkk, 2004). Pada studi yang melibatkan 5.397 pasien, serum kreatinin post prosedur merupakan prediktor kematian kedepan yang lebih kuat dibandingkan dengan CKMB. Peningkatan kreatinin diasosiasikan dengan peningkatan rasio kematian dan infark miokard sebesar 16% setelah 1 tahun, meningkat menjadi 26,3% jika kadar CKMB juga meningkat setelah prosedur (Lindsay J dkk, 2004).

Studi oleh Dangas dkk (2005) meneliti kejadian selama rawatan, bedah pintas arteri koroner, perdarahan yang memerlukan transfusi, dan komplikasi vaskular lainnya, pada pasien IKP yang terkena nefropati yang dicetuskan oleh kontras, baik yang dengan riwayat penyakit ginjal sebelumnya dan yang tidak mempunyai riwayat. Setelah 1 tahun, kejadian major adverse cardiac event (MACE) pasien yang terkena nefropati yang dicetuskan oleh kontras lebih tinggi (p<0,0001) baik pada pasien dengan atau tanpa riwayat penyakit ginjal sebelumnya.

Kejadian nefropati yang dicetuskan oleh kontras juga dikaitkan dengan peningkatan lama rawatan rumah sakit. Pada studi yang melibatkan 200 pasien yang menjalani IKP pada kasus sindroma koroner akut (SKA), pasien yang terkena nefropati yang dicetuskan oleh kontras mempunyai masa rawatan yang lebih lama, komplikasi klinis yang lebih banyak, dan peningkatan angka kematian jika dibandingkan dengan pasien yang tanpa nefropati yang dicetuskan oleh kontras (Lindsay J dkk, 2004).

(21)

2.2 Atorvastatin 2.2.1 Definisi

Statin atau penghambat kompetitif HMG-CoA reduktase adalah suatu zat yang bersifat kompetitor kuat terhadap HMG-CoA reduktase suatu enzim yang mengkontrol biosintesis kolesterol. Senyawa tersebut merupakan analog struktural dari HMG-CoA (3- hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A). Atorvastatin, salah satu statin yang sangat terkenal, memiliki struktur kimia (3R,5R)-7[2-(4-fluorophenyl)-3-phenyl-4-(phenylcarbamoyl)-5-(propan-2-yl)-1H-pyrrol-1-yl]-3,5 – dihydroxyheptanoic acid (Rohilla, 2011). Obat-obat ini sangat efektif dalam menurunkan kadar LDL kolesterol plasma. Efek-efek lainnya adalah termasuk penurunan oxidative stress dan inflamasi vaskular dengan peningkatan stabilitas dari lesi aterosklerotik (Opie LH, 2009).

Gambar 2.7. Struktur kimia atorvastatin (Rohilla, 2011)

2.2.2 Efek pleiotropic atorvastatin

Statin telah dikenal luas sebagai pilihan pertama obat penurun kadar lipid. Konsep yang sangat menarik adalah statin juga meningkatkan fungsi endotel, menstabilkan plak, mengurangi fibrinogen (berkorelasi kuat dengan kadar trigliserida), atau menghambat respon radang yang berhubungan dengan proses atherogenesis (Opie LH, 2009). Statin juga mempunyai berbagai efek

(22)

mortalitas kardiovaskular. Efek pleiotropic meningkatkan produksi nitric oxide (NO), menghambat proliferasi otot halus, anti peradangan dan anti oksidan (Sadat U, 2011).

Gambar 2.8. Jalur yang berperan dalam efek pleiotropic yang dimediasi oleh statin.

eNOS, endothelial nitric oxide synthase; ROS, reactive oxygen species; TNF-ɑ, tumor necrotic factor alpha; NF-kB, nuclear factor kappa B; IL-6, interleukin-6; NO, nitric oxide (Rahilla, 2011).

Pemakaian atorvastatin memberi efek vasodilatasi dan perbaikan fungsi endotel dengan cara menurunkan tingkat stres oksidatif. Atorvastatin menunjukkan efek protektif pada jantung dengan cara meningkatkan ekspresi eNOS dan meningkatkan bioavaibilitas NO. Pemakaian atorvastatin jangka panjang secara signifikan mengurangi tingkat thiobarbituric acid reactive oxygen subtances (TBARS) dan konsentrasi lipid peroxida yang mana akan mencetuskan penurunan tingkat glutathione, marker stres oksidatif, yang membuktikan efek antioksidan atorvastatin. Pemakaian atorvastatin mengurangi formasi radikal bebas pembuluh

(23)

darah dan jantung, menormalkan ekspresi dari NADPH oksidase dan menunjukkan efek anti oksidatif seiring dengan peningkatan sintesa NO (Rohilla, 2011).

Berbagai mekanisme terlibat dalam patogenesis nefropati yang dicetuskan oleh kontras, sesaat setelah terpapar media kontras, terjadi hipoksia medula dikarenakan produksi adenosin dari makula densa, pelepasan angiotensin, vasopresin, dan endothelin, serta penurunan sintesa NO. Selanjutnya, proses kerusakan organ berlangsung, termasuk stres oksidatif, pelepasan sitokin proinflamasi dan aktivasi komplemen, nekrosis, inflamasi interstistial, dan obstruksi tubular oleh protein presipitat (Patti dkk, 2011; McCullough PA, 2008). Statin dapat melindungi ginjal melalui berbagai mekanisme: menurunkan regulasi reseptor angiotensin, mengurangi sintesa endothelin, meningkatkan bioavabilitas NO, mengurangi proses inflamasi, menurunkan ekspresi molekul adhesi endothelial, dan membatasi produksi oksigen reaktif (Patti dkk, 2011; Bonetti PO, 2003).

2.2.3 Studi pada atorvastatin dosis tinggi

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa pemakaian statin selama prosedur kardiovaskular, termasuk IKP dan BPAK mempunyai insiden nefropati yang dicetuskan oleh kontras yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien tanpa statin. Studi ARMYDA-CIN menunjukkan bahwa pada pasien yang memakai atorvastatin dosis tinggi jangka pendek pada pasien sindroma koroner akut yang akan menjalani tindakan IKP, terjadi penurunan insiden nefropati yang dicetuskan oleh kontras sebesar 66% jika dibandingkan dengan plasebo (Patti dkk, 2011).

Studi meta analis oleh Zhang BC (2011) mendukung fakta bahwa statin dosis tinggi jangka pendek sebelum tindakan menurunkan kejadian nefropati yang dicetuskan oleh kontras pada pasien-pasien yang menjalani prosedur diagnostik dan intervensi yang memakai media kontras. Studi diatas menunjukkan bahwa statin 80 mg lebih superior dalam menurunkan insiden nefropati yang dicetuskan oleh kontras jika dibandingkan dengan plasebo, statin 10 mg, maupun statin 20 mg.

(24)

2.3 Kerangka teori

(25)

Gambar

Gambar 2.1. Insiden kematian selama masa rawatan rumah sakit yang berhubungan  dengan nefropati yang dicetuskan oleh kontras (Brieker, 2005)
Tabel 2.3. Perubahan fisiologi yang terjadi setelah pemberian kontras (Heyman  dkk,2007)
Gambar 2.2. Patogenesis terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras. ANP,  atrial natriuretic peptide; PGE, prostaglandin, PGI, prostasiklin  (Gleeson dkk, 2004)
Tabel 2.4.  Faktor resiko terjadinya nefropati yang dicetuskan oleh kontras (Shoukat  dkk, 2010)
+6

Referensi

Dokumen terkait

LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat) adalah sebuah unit kegiatan yang berfungsi mengelola semua kegiatan penelitian dan pengabdian kepada

Dalam teori kepemimpinan yang lain ada beberapa filsafat lagi yang banyak dipakai, agar setiap pemimpin (Khususnya dari Jawa) memiliki sikap yang tenang dan wibawa agar

Dengan menerapkan metode pembelajaran yang terintegrasi dengan teknologi komputer (seperti SPC) akan memberikan suatu model yang berbasis unjuk kerja, hal ini

Setelah semua use case berhasil diimplementasikan dan dapat diakses langsung oleh pengguna, tahap akhir dari penelitian ini adalah pengujian sistem yang telah

Mata pelajaran IPA adalah suatu program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai ilmiah pada siswa serta mencintai dan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kepedulian sosial siswa SD di Kecamatan Kalideres paling banyak berada pada

diibaratkan seperti teknologi penginderaan jarak jauh menggunakan citra satelit yang digunakan untuk mendeteksi potensi sumber daya alam di suatu titik lokasi,

Melaksanakan  Algoritma  berarti  mengerjakan  langkah‐langkah  di  dalam  Algoritma  tersebut.  Pemroses  mengerjakan  proses  sesuai  dengan  algoritma  yang