• Tidak ada hasil yang ditemukan

: Coastal Resources, Local Wisdom, Management.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan ": Coastal Resources, Local Wisdom, Management."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Agrisep Vol (17) No. 1 , 2016 1 Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Laut Melalui Kearifan Lokal Di Mukim

Mane Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara

Adli Waliul Perdana

Magister Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Indra

Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Agussabti

Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala

Abstract

Aceh has a lot of local wisdom in managing coastal dan marine resources.This research is aimed to (1) investigate form of local wisdom and tradition in Mukim Mane in managing coastal resources, (2) analyzing organization and policy who supervise the management of coastal resources through local wisdom and (3) analyzing strategy to strengthen society’s local wisdom in managing coastal resources.This research was held in Mukim Mane Muara Batu District North Aceh. The method used is survey method with qualitative approach. The informants are Imum Mukim, Panglima Laot Lhok, fisherman, and local society. The result showed that the forms of coastal resources management are (1) the existance of prohibition day to sail, (2) taking care of other fisherman while sailing, (3) regulation to not cut down the mangroove forest (4) keeping the coral reefs (5) keeping the cleanliness of estuary and beach. The organization and policy who supervise the running of local wisdom in Mukim Mane are Panglima Laot and Aceh Qanuns. Strategies that can be done to strengthen local wisdom are by (1) incresing the role sinergy among government, college, panglima laot, and society and (2) developing the coastal society through cooperation, social unity, media, work relation pattern, and awareness about the importance of environment.

Keywords : Coastal Resources, Local Wisdom, Management. PENDAHULUAN

Pemanfaatan sumberdaya pesisir sering kali dilakukan tanpa memandang dari segi pelestarian dan keseimbangannya di alam. Pemanfaat sumber daya pesisir melakukan eksploitasi secara berlebih secara sesuka hati demi kepuasan dan keuntungan pribadi atau kelompok mereka. Hal ini dikarenakan sifat dari sumberdaya pesisir yang bagi sebagian orang dianggap milik umum. Anggapan ini menjadikan sumberdaya pesisir berada dalam kondisi yang terancam dan dapat menimbulkan degradasi potensi sumberdaya pesisir.

Pemanfaatan sumberdaya pesisir sering kali dilakukan tanpa memandang dari segi kelestarian dan keseimbangannya di alam. Pemanfaat sumber daya pesisir melakukan eksploitasi secara berlebih sesuka hati demi kepuasan dan keuntungan pribadi atau kelompok mereka. Hal ini dikarenakan sifat dari sumberdaya pesisir yang bagi sebagian orang dianggap milik umum. Anggapan ini menjadikan sumberdaya pesisir berada dalam kondisi yang terancam dan dapat menimbulkan degradasi potensi sumberdaya pesisir.

(2)

Agrisep Vol (17) No. 1 , 2016 2 Pemanfaatan sumberdaya pesisir

dan lingkungannya secara ideal haruslah mampu menjamin dan menjaga keberlangsungan fungsi ekologis guna menunjang keberlanjutan usaha-usaha masyarakat lokal seperti usaha perikanan pantai yang ekonomis dan produktif. Terjaganya ekosistem pesisir serta fungsi ekologisnya akan menjamin eksistensi sumberdaya serta lingkungan hidup. Pengelolaan sumberdaya alam pesisir pada dasarnya merupakan suatu proses perencanaan, manajemen, implementasi, evaluasi, monitoring serta tindakan pengontrolan aktivitas manusia atau masyarakat baik yang menetap di sekitar kawasan pesisir ataupun tidak terhadap pemanfaatan potensi sumberdaya pesisir sehingga potensi yang dimiliki oleh pesisir dimanfaatkan secara bijaksana sehingga menjaga kelestarian wilayah pesisir.

Kearifan lokal/tradisional merupakan sebuah bentuk pengetahuan, pemahaman, keyakinan, atau wawasan serta adat istiadat, kebiasaan atau etika yang menuntun manusia untuk bersikap dan berperilaku dalam kehidupan. Kearifan lokal/tradisional merupakan bagian dari etika dan moralitas yang membantu manusia untuk menjawab pertanyaan moral apa yang harus dilakukan, bagaimana harus bertindak khususnya dibidang pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam.

Penelitian ini bertujuan untuk Mengidentifikasi bentuk kearifan lokal dan adat istiadat dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di Mukim Mane Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara. Menganalisis kelembagaan dan kebijakan yang mengawasi jalannya pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut melalui kearifan lokal di Mukim Mane

Kecamatan Muara Batu serta menganlisis strategi penguatan masyarakat Mukim Mane dalam pengelolaan sumberdaya pesisir berdasarkan kearifan lokal.

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Penelitian kualitatif lazim digunakan dalam penelitian-penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, aktivitas sosial, dan lain-lain (Pupu, 2009).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian yang dilakukan berjudul Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut melalui Kearifan Lokal di Mukim Mane Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa mukim ini memiliki cukup banyak potensi sumberdaya pesisir dan laut. Hal lain yang mendasari pemilihan lokasi adalah karena mukim ini merupakan wilayah pesisir. Masyarakat pesisir memiliki kearifan lokal (ritual-ritual) yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan laut di wilayah mereka. Pengumpulan data untuk memperoleh data primer dalam penelitian ini dilakukan beberapa teknik, yaitu:

Teknik observasi (Participant Observation)

Teknik ini dilakukan dengan mengamati secara langsung jenis-jenis kegiatan dan kearifan lokal masyarakat dalam melakukan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir yang mereka miliki dengan cara melibatkan diri secara langsung dalam

(3)

Agrisep Vol (17) No. 1 , 2016 3 berbagai aktivitas. Alat yang digunakan

untuk merekam kegiatan selama penelitian ini adalah sebuah kamera. Hasil pengamatan ini akan menjadi sumber data yang menjadi dasar bagi tahap pengumpulan data berikutnya. Wawancara (interview)

Wawancara merupakan salah satu teknik penting dalam studi-studi kualitatif. Wawancara atau interview dilakukan langsung terhadap narasumber, adapun yang menjadi narasumber adalah sebagai berikut: 1) tokoh masyarakat yang dituakan di mukim dan gampong penelitian, 2) pemimpin formal mukim dan gampong, yaitu Imum Mukim, geuchik gampong, imum meunasah dan seketaris Gampong, 3) tokoh adat, seperti tuha peut dan tuha lapan, 4) tokoh pemuda 5) Masyarakat lokal diwilayah penelitian.

Dalam wawancara terjadi percakapan sekalipun percakapan tetap dalam pengendalian dan terstruktur. Teknik ini lebih dikenal sebagai wawancara semi-terstruktur (semi structured interview) yakni wawancara yang menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang diharapkan diikuti dengan pertanyaan lanjutan untuk lebih menggali informasi dan secara lebih mendalam (Mikkelsen, 2003).

Untuk memperoleh informasi yang akurat dan rinci, maka dilakukan wawancara mendalam (in dept interview) terhadap beberapa narasumber kunci. narasumber kunci haruslah sosok yang benar-benar faham betul akan adat istiadat, norma-norma, permasalahan yang dihadapi masyarakat pesisir dalam pengelolaan sumberdaya pesisir, serta permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini.

Focus Group Discussion (FGD)

Focus Group Discussion ini merupakan suatu bentuk forum yang memiliki tujuan untuk saling membagi pengalaman dan informasi diantara para peserta diskusi dan informan untuk membahas satu masalah khusus yang telah didefinisikan sebelumnya (Sumardjo dan Saharudin, 2006).

FGD merupakan tindak lanjut jika hasil wawancara yang diperoleh dari beberapa informan memiliki kesimpulan yang beragam, sehingga menyulitkan untuk ditarik suatu kesimpulan akhir dalam penelitian ini. Melalui FGD ini nantinya diharapkan diperoleh suatu hasil akhir yang merupakan suatu kesimpulan yang disepakati oleh seluruh peserta diskusi. Teknik Analisa Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dan metode preskiptif. Metode deskriptif merupakan suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis sehingga diperoleh suatu kesimpulan umum. Metode preskiptif ialah pengolahan data yang bertujuan untuk mendapatkan saran-saran yang ideal mengenai apa yang harus dilakukan guna mengatasi masalah serta memaparkan apa yang seharusnya dilakukan. Data yang diperoleh dari lapangan melalui pengamatan dan studi kepustakaan kemudian dianalisis dengan pendekatan kualitatif melalui “pemaknaan dan penjelasan” terhadap berbagai fenomena dan fakta sosial serta informasi yang diperoleh terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan berdasarkan kearifan lokal masyarakat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bentuk-bentuk Kearifan Lokal dan Adat Istiadat dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir.

(4)

Agrisep Vol (17) No. 1 , 2016 4 Kebijakan pengelolaan

sumberdaya pesisir memiliki peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat lokal terutama yang berprofesi sebagai nelayan. Pengelolaan menjadi suatu keharusan demi menjaga kelestarian serta keseimbangan ekosistem pesisir. Pengelolaan yang baik juga akan berdampak positif bagi perekonomian nasional, khususnya bagi masyarakat lokal pesisir.

Untuk mengatasi adanya permasalahan yang beragam serta isu-isu yang mucul dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dibutuhkan suatu sistem atau model pengelolaan (Arifin, 2004). Model pengelolaan sumberdaya pesisir ada beberapa, diantaranya adalah pengelolaan berdasarkan ekosistem pesisir, pengelolaan secara co-management, pengelolaan berbasis masyarakat serta kearifan lokal.

Setiap masyarakat yang mendiami suatu wilayah tentu akan menjaga serta melestarikan wilayah yang mereka tempati. Terlebih masyarakat yang sumber penghasilannya bergantung pada lingkungan mereka seperti masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir tentu tidak akan merusak lingkungan yang menjadi sumber kehidupan bagi mereka.

Pengetahuan serta kesadaran masyarakat lokal pesisir tidak bisa dipisahkan dari pengaruh kepercayaan (religius) yang dianut serta dimiliki oleh masyarakat lokal. Masyarakat memiliki kesempatan serta tanggung jawab dalam melakukan pengelolaan sumberdaya pesisir di wilayah mereka. Semakin masyarakat lokal dianggap penting dalam keterlibatannya maka akan menjadi suatu kelebihan sebagai salah satu pendekatan dalam pengelolaan sumber daya pesisir di masa yang akan datang (M. Adli, dkk. 2012).

Ada beberapa kearifan lokal serta pantangan-pantangan yang terdapat di wilayah Mukim Mane yang dijalankan oleh masyarakat secara turun temurun untuk menjaga serta mengelola sumberdaya pesisir. Hal-hal yang dilakukan oleh masyarakat lokal Mukim Mane dalam menjaga sumberdaya pesisir adalah sebagai berikut :

Kearifan lokal sumberdaya perikanan

Kearifan lokal dari segi perikanan adalah dengan adanya hari atau tanggal tertentu yang tidak diperbolehkan untuk melaut/pantang melaut (pantang laot) serta kearifan lokal lainnya, diantarnya adalah : 1) Hari Jum’at, Panglima Laot

menerangkan bahwa “setiap hari jum’at adat kami pantang melaut sampai shalat jum’at usai. Bagi

mereka yang melanggar

pantangan ini akan kami sita hasil tangkapannya serta dilarang untuk melaut selama 1 minggu”. Hal ini pun dipertegas oleh Imum Mukim Mane, “Apapun alasannya, jum’at pagi para nelayan tidak boleh melaut apapun kegiatannya. Pantangan ini berlaku untuk semua jenis boat, dari yang kecil hingga yang besar. Pagi hari dianjurkan bagi para nelayan untuk fokus menyiapkan diri untuk beribadah shalat jum’at. Jika ada boat-boat yang pulang di pagi jum’at di karenakan ada masalah ketika melaut dihari sebelumnya, hasil tangkapan tidak boleh langsung di bongkar, tetapi harus tetap menunggu sore hari”.

2) Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, “untuk hari raya idul fitri atau hari raya idul adha kami tidak pergi melaut. Selama 3 hari kami tidak melakukan aktivitas melaut terhitung sejak

(5)

Agrisep Vol (17) No. 1 , 2016 5 tenggelamnya matahari sebelum

lebaran sampai terbenamnya matahari pada hari lebaran ketiga”.

3) Hari Kemerdekaan tanggal 17 Agustus, yaitu dilarang melaut selama satu hari sejak terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari pada tanggal 17 Agustus. Seorang pawang menjelaskan, “pada tanggal 17 agustus kami para nelayan dilarang melaut, dan biasanya pada hari itu kami melakukan kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan perayaan hari kemedekaan, misalnya upacara bendera dan kegiatan perlombaan”.

4) Tanggal 26 Desember. Pantangan ini merupakan pantangan yang baru, setelah kejadian tsunami yang melanda Aceh. Hari pantangan ini baru disepakati dalam Rapat Dewan Meusapat Panglima Laot se-Aceh di Banda Aceh pada tanggal 9-12 Desember 2005, untuk mengenang bencana alam gempa dan tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004. Pantang laot tanggal 26 Desember dimulai sejak terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari pada tanggal 26 Desember. Imum Mukim Mane menerangkan bahwa “Pada pagi tanggal 26 Desember kami tidak melaut, kami melakukan doa dan zikir bersama untuk mendoakan serta mengenang para korban tsunami”.

Kearifan lokal pada point 1 sampai 4 ini seusai dengan yang disampaikan oleh Sulaiman (2011) bahwa dalam kehidupan masyarakat lokal hukom adat laot, terdapat beberapa hari yang menjadi pantangan dalam melaut. hari-hari yang menjadi pantangan tersebut antara lain: hari kenduri

laot (3 hari), hari Jumat (1 hari), hari raya Idul Fitri (3 hari), hari raya Idul Adha (3 hari), hari kemerdekaan 17 Agustus (1 hari), dan 26 Desember sebagai peringatan tsunami (1 hari).

Apabila ikan-ikan ditangkap terus-menerus tanpa ada jeda waktu, maka semua benih-benih ikan akan punah karena tidak sempat untuk bertelur. Hal ini akan mengancam kehidupan manusia dimasa yang akan datang mengingat ikan merupakan salah satu sumber makanan yang utama. Dengan adanya uroe pantang laot di Aceh maka ikan dan biota laut lainnya memiliki ruang dan waktu untuk bereproduksi.

Apabila ada yang melanggar pantangan-pantangan yang sudah menjadi tradisi serta kearifan lokal di Mukim Mane ini, maka akan dikenakan hukuman. Hukuman tersebut berupa disitanya hasil tangkapan oleh lembaga laot, dan boat tersebut diikat di pangkalan dan dilarang melaut selama 3 sampai 7 hari. Hal ini untuk memberikan efek jera terhadap para pelanggar. Hal ini serupa dengan yang disampaikan oleh Sulaiman (2011), terhadap kearifan lokal dalam melaut, telah disusun sejumlah sanksi yang telah disepakati oleh kelembagaan adat, seperti menyita seluruh hasil tangkapan dan diserahkan ke lembaga keagamaan serta mendapat larangan melaut 3 sampai 7 hari.

5) Tidak menggunakan alat tangkap yang berbahaya bagi biota laut dan merusak lingkungan laut. Boat-boat nelayan yang melaut dilarang menggunakan alat tangkap yang dapat mengganggu ekosistem laut, seperti melakukan pengeboman dan penyetruman

(6)

Agrisep Vol (17) No. 1 , 2016 6 dalam menangkap ikan, hal ini

dikarenakan perilaku tersebut dapat membunuh ikan-ikan kecil dan ikan lain yang tidak menjadi tujuan penangkapan.

6) Saling menjaga sesama nelayan di laut. Seorang Pawang Menjelaskan “ selama di laut kami saling menjaga satu sama lain, hal ini semata-mata untuk keamanan kami selama di laut. Apabila terjadi kerusakan mesin atau masalah lainya, boat-boat lain selalu datang menolong dan menarik boat yang bermasalah ke daratan”.

Imum Mukim Mane juga menjelaskan bahwa “Apabila ada boat yang tidak pulang ke pangkalan atau boat hilang, para nelayan yang lain tidak pergi melaut untuk menangkap ikan tetapi pergi kelaut untuk mencari boat tersebut. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Sulaiman (2011), bahwa ketika suatu kapal nelayan terjadi kerusakan di laut, maka kapal lainnya yang berada di sekitarnya harus datang dan menolong. Demikian juga bila terjadi kecelakaan di laut, seluruh kapal akan membantu. Seorang nelayan menjelaskan bahwa “Setiap boat yang memiliki masalah di lautan akan memberikan aba-aba atau sinyal kepada boat-boat disekitar mereka, baik itu melalui lambaian tangan ataupun melalui suara-suara agar di dengar oleh boat lain”.

7) Khanduri adat laot, yaitu kenduri adat yang dilaksanakan tergantung kesepakatan dan kesanggupan nelayan setempat. Kanduri laot dilakukan atas dasar untuk mensyukuri segala sumberdaya dari laut yang sudah diterima oleh para masyarakat selama ini. Dalam penyelenggaraannya

kanduri laot dilakukan dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat terutama imam mesjid, imam meunasah, masyarakat nelayan, pemerintahan gampong, dan masyarakat sekitar (Ali Sarong, 2014). Pada khanduri laot juga masyarakat memohon doa agar hasil yang didapat berikutnya lebih besar dan berkah daripada sebelumnya.

8) Tidak mengambil ikan dari rumpon milik boat lain. Imum Mukim menjelaskan bahwa ” setiap boat-boat besar disini memiliki setidaknya 2 rumpon yang menjadi wilayah tangkapan mereka. Rumpon milik sebuah boat tidak boleh diambil hasilnya oleh boat lainnya. Jika pencurian

tersebut terjadi akan

menimbulkan konflik diantara nelayan. Sejauh ini konflik ini belum pernah tgerjadi karena nelayan kita masih sangat menjunjung tinggi adat serta kearifan lokal.”

9) Boat nelayan yang lebih dulu sampai ke zona penangkapan memiliki hak sebagai yang pertama menangkap ikan. Boat yang lebih dulu sampai ke wilayah penangkapan memiliki kesempatan untuk mendapatkan ikan, boat yang datang kemudian bisa ikut menangkap apabila disetujui oleh boat pertama dengan kesepakatan bagi hasil yang disetujui bersama. Hal ini juga di perjelas oleh pendapat yang disampaikan oleh Panglima laot “boat yang lebih dulu sampai memiliki wewenang untuk menangkap ikan, namun apabila boat berikutnya datang apabila disetujui oleh pawang boat pertama bisa ikut menangkap ikan, namun sebelumnya mereka membuat kesepakatan terlebih dahulu. Apabila hadirnya boat

(7)

Agrisep Vol (17) No. 1 , 2016 7 kedua menganggu atau membuat

hasil tangkapan boat pertama berkurang karena gangguan tersebut maka boat kedua wajib melakukan ganti rugi”.

10) Memperhatikan keuneunong. Menurut Nasrol Adil (2014) Keuneunong atau yang sering juga disebut keunong merupakan suatu adaptasi terhadap musim dan cuaca yang lazim digunakan untuk keperluan bercocok tanam, untuk berniaga maupun berlayar sebagai nelayan. Keunenunong di lihat dari rasi perbintangan. Para nelayan mulai melaut pada saat keunong limong. keunong limong ditandai dengan mulai bertiupnya angin timur sehingga para nelayan aman untuk melaut pada keunong ini. Jika pada keunong sa, pada musim ini hujan sangat lebat dan pada keunong sa ini ditandai oleh suara katak di setiap kubangan (Acehinternationaltourism, 2012). Pada keunong sa ini, aktivitas para nelayan untuk melaut akan sedikit terganggu karena hujan yang turun sangat lebat dan biasanya disertai angin kencang.

Masyarakat pesisir Aceh memiliki sebuah idiom mengenai keuneunong ini. Idiom yang sering disebutkan itu adalah “Musem timu jak tarek pukat, musem barat jak meuniaga”. Idiom ini memiliki arti bahwasanya musim timur (angin timur) adalah musim untuk pergi melaut, sedangkan pada musim barat (angin barat) lebih baik digunakan untuk berdagang. Hal ini karena pada musim timur ombak di lautan tidak besar. Sementara ombak pada musim barat ganas seiring dengan angin kencang atau badai.

Masyarakat adat Aceh memiliki cara tersendiri dalam menghitung keunong. Rumus yang digunakan untuk menghitung keunong adalah :

Keuneunong = 25 – (2.(bulan menurut kalender masehi))

Kearifan lokal sumberdaya mangrove

Tumbuhan mangrove yang semakin berkurang di wilayah ini membuat masyarakat beralih menanam tumbuhan cemara laut (bak aron), bak aron banyak terlihat di sekitar wilayah pesisir pantai Mukim Mane. Hukum adat laot melarang penebangan berbagai pohon di sekitar wilayah pesisir seperti Aron (cemara), pandan, ketapang dan bakau (mangrove) (Sulaiman, 2011). Menurut Imum Mukim Mane , apabila ada warga yang menebang secara liar tumbuhan mangrove ini akan dikenakan sanksi dan hukum adat yang berlaku di mukim Mane “ Apabila ada masyarakat yang melakukan penebangan akan kami kenakan sanksi adat, seperti membayar denda ke kelembagaan Gampong atau apabila kasus ini tidak bisa diselesaikan di Gampong maka akan di lanjutkan ke Imum Mukim”.

Kearifan lokal sumberdaya terumbu karang

Imum Mukim Mane menjelaskan “ terumbu karang di kawasan kemukiman ini mungkin tidak banyak, tetapi yang sedikit itu harus dijaga oleh masyarakat terutama para nelayan yang sehari-hari aktifitasnya melaut. di terumbu kan terdapat hewan-hewan laut termasuk ikan ada disana, karena itu terumbu karang ini sangat penting bagi ekosistem di laut juga bagi nelayan karena jika ikan ada disitu nelayan mudah untuk menangkapnya. Jika terumbu karang rusak maka pendapatan nelayan sedikit terganggu”.

Hal serupa juga di jelaskan oleh Panglima Laot “ di wilayah pantai kami terumbu karangnya tidak khusus seperti di wilayah pariwisata, namun karang tetap ada. Oleh karena itu jika

(8)

Agrisep Vol (17) No. 1 , 2016 8 di pantai ada yang ingin melakukan

pendataan atau penelitian ataupun menyelam untuk menangkap ikan di wilayah karang kami akan memberikan informasi dan mengingatkan untuk tidak mengganggu karang tersebut, jika di dapati merusak karang maka orang tersebut akan kami kenakan sanksi adat. Nelayan pun kami larang untuk menggunakan alat tangkap yang dapat merusak lingkungan termasuk terumbu karang”.

Kearifan lokal sumberdaya estuari (kuala)

Warga sekitar menjelaskan bahwa “kami sangat menjaga kuala disini, dengan bersihnya kuala maka ikan-ikan banyak hidup disekitarnya. Bagi nelayan tradisional yang hanya menggunakan sampan hal ini sangat menguntungkan karena kami tidak perlu jauh mendayung”. Estuari (kuala) merupakan habitat tetap bagi berbagai jenis kerang-kerangan, ikan dan kepiting. Selain menjadi habitat untuk berbagai organime pesisir, kuala juga merupakan indikator kebersihan serta kesehatan lautan. Kawasan kuala ini berfungsi sebagai filter dari berbagai kotoran, sampah dan material erosi yang berasal dari sungai menuju ke laut. Ini merupakan salah satu fungsi dari kawasan kuala (Humaidi, 2009). Kearifan lokal sumberdaya pantai

Pantai di wilayah Mukim Mane masih sangat alami. Masyarakat di kemukiman Mane sangat menjaga pantai mereka. Disekitar pantai masih banyak terdapat tumbuhan-tumbuhan yang menjadikan pantai ini semakin asri. Menurut seorang masyarakat “ warga disini sangat menjaga pantai ini, masyarakat di gampong kami sangat peduli akan kelestarian lingkungan pantai karena bagi kami yang sudah lama mendiami wilayah ini pantai merupakan sumber kehidupan bagi kami”. Geuchik Gampong Tanoh Anoe menyatakan bahwa “kami

mengarahkan masyarakat untuk menjaga kelestarian pantai, apabila ada penghijauan pepohonan disekitar pantai kami memberikan pengarahan kepada masyarakat agar menjaga dan tidak menebang pohon-pohon tersebut, karena ini untuk kepentingan bersama juga”.

Kearifan lokal yang terdapat di mukim Mane Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara ini, seluruh masyarakat ikut terlibat, tidak hanya yang berprofesi sebagai nelayan saja. Hal ini terjadi karena perangkat Mukim, Panglimat laot, serta perangkat Gampong terus mengawal setiap kegiatan masyarakat pesisir di wilayah ini. Geuchik Gampong Tanoh Anoe menjelaskan, Sudah menjadi kewajiban kita untuk menjaga tradisi serta kearifan lokal yang sudah diturunkan kepada kita oleh para leluhur kita. Kearifan lokal yang sudah diwariskan kepada kita tentu saja memiliki tujuan yang baik. Kearifan lokal serta tradisi ini harus terus kita pertahankan agar generasi berikutnya tetap mengenalnya. Kearifan lokal ini juga bisa menjadi ciri khas wilayah kita”.

Kelembagaan dan Kebijakan yang Mengawasi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut

Peran dan wewenang panglima laot Pengawasan dalam pengelolaan haruslah dilakukan agar dapat berjalan sesuai rencana sehingga tujuan dapat tercapai. Di Mukim Mane pengawasan dilakukan oleh lembaga adat laot dan beracuan pada tradisi, adat dan qanun-qanun aceh yang mengatur mengenai pemanfaatan sumberdaya, kearifan lokal serta kelembagaan adat. Lembaga adat laot di Aceh dipimpin oleh seorang Panglima Laot. Di mukim Mane Panglima Laot lhok dipilih oleh kalangan nelayan serta masyarakat lokal pesisir.

(9)

Agrisep Vol (17) No. 1 , 2016 9 Ditinjau dari tradisi serta

kearifan lokal masyarakat pesisir, seorang panglima laot memiliki wilayah kekuasaan dengan batasan geografis tertentu, biasanya wilayah tersebut meliputi sebuah lhok (teluk) dengan batas-batas alamiah yang jelas dan dipertahankan secara turun-temurun (Hidayat, 2013). Dalam sebuah wawancara dengan seorang pawang laot dijelaskan bahwa “di wilayah Mukim Mane ini kami dipimpin oleh seorang Panglima Laot lhok yang biasa kami panggil Abu Laot. Apabila ada kendala atau masalah apapun kami melapor kepada abu laot, tapi sejauh ini di sini belum ada konflik antar nelayan atau masyarakat pesisir yang serius”. Penyelesaian konflik di suatu laot lhok dilaksanakan di meunasah atau balee nelayan pada tingkat gampong. Penyelesaian konflik yang terjadi antara dua atau lebih panglima laot lhok dilaksanakan melalui penyelesaian di panglima laot kabupaten/kota secara adat laot kabupaten/kota (Taqwaddin, 2013).

Keterkaitan antara pemerintah, panglima laot, mukim, geuchik, masyarakat dan para pelaku aktivitas perikanan lainya diharapkan saling ketergantungan. Hal ini agar adanya kesinambungan informasi antara keseluruhannya serta adanya rasa saling memiliki serta menjaga sumberdaya alam khususnya wilayah pesisir. Apabila ini sudah terjadi maka akan menjadi suatu sistem yang baik dan terpadu.

Berdasarkan qanun-qanun Aceh Masyarakat Pesisir di Mukim ini menjalankan pengelolaan sumberdaya pesisir di wilayah mereka selain dari para leluhur juga berdasarkan pada qanun-qanun yang telah disusun dan disepakati. Guchik Gampong Tanoh Anoe menerangkan bahwa “selain hukum adat yang sudah ada secara

turun temurun, hal lain yang menjadi acuan kami dalam mengelola dan menjaga sumberdaya pesisir wilayah kami adalah dengan mengacu kepada qanun-qanun Aceh. Adat serta kearifan lokal kami dalam mengelola dan menjaga sumberdaya pesisir ini tidak ada yang bertentangan dengan qanun serta hukum agama. Hal-hal yang terdapat di dalam qanun akan terus dijalankan dan di perkuat”.

Terdapat beberapa qanun yang menjadi pedoman masayarakat yaitu Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat Dan Adat Istiadat. Dalam qanun ini dijelaskan bahwa Adat Istiadat yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Aceh sejak dahulu hingga sekarang melahirkan nilai-nilai budaya, norma adat dan aturan yang sejalan dengan Syariat Islam dan merupakan kekayaan budaya bangsa yang perlu dibina, dikembangkan dan dilestarikan. Syariat Islam merupakan panutan utama dalam keseharian masyarakat Aceh dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Qanun lain yang menjadi panduan adalah Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Lembaga Adat, Dalam Qanun ini disebutkan bahwa Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Aceh memiliki lembaga-lembaga adat yang memiliki tugas dan kewenangan tersendiri.

Qanun ini menjelaskan bahwa lembaga adat adalah suatu organisasi kemasyarakatan adat yang dibentuk oleh suatu masyarakat hukum adat tertentu mempunyai wilayah tertentu dan mempunyai harta kekayaan tersendiri serta berhak dan berwenang untuk mengatur dan mengurus serta

(10)

Agrisep Vol (17) No. 1 , 2016 10 menyelesaikan hal-hal yang berkaitan

dengan adat Aceh.

Qanun Aceh nomor 10 tahun 2008 ini menjelaskan bahwasannya Lembaga adat berfungsi sebagai wahana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pembinaan masyarakat, dan penyelesaian masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Lembaga adat bersifat otonom dan independen sebagai mitra Pemerintah Aceh dan Pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan tingkatannya. Tugas lembaga adat diantaranya adalah menerapkan ketentuan adat, menyelesaikan masalah sosial kemasyarakatan, mendamaikan sengketa yang timbul dalam masyarakat dan menegakkan hukum adat.

Panglima laot merupakan bagian dari lembaga adat yang dimiliki masyarakat Aceh. Qanun ini menerangkan bahwa Panglima laot adalah orang yang memimpin dan mengatur adat istiadat di bidang pesisir dan kelautan. Tatacara pemilihan dan persyaratan Panglima Laot atau nama lain ditetapkan melalui musyawarah Panglima Laot atau nama lain.

Selain Qanun tesebut, Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 21 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam juga menjadi panutan bagi masyarakat. Qanun ini menjelaskan bahwa mengenai pengelolaan sumberdaya alam. Sumber daya pesisir tergolong kedalam sumberdaya alam yang harus dikelola serta dijaga kelestariannya. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam haruslah berdasarkan pada manfaat dari sumberdaya alam itu, kelestarian lingkungan juga keterpaduan dalam mengelola. Hal ini seperti yang dijelaskan pada Bagian II Pasal 2 dalam Qanun ini menerangkan bahwa pengelolaan sumberdaya alam berdasarkan atas kemanfaatan,

keadilan, keefisienan, kelestarian, kerakyatan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan.

Strategi Dalam Penguatan Kearifan Lokal Masyarakat Pesisir.

Kearifan lokal dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut serta hukum adat laot selama ini masih dijalankan di beberapa wilayah pesisir. Namun tradisi serta kearifan lokal ini dikhawatirkan akan hilang secara perlahan apabila kurangnya sosialisasi terhadap generasi muda. Terjaganya kearifan lokal tidak hanya menjadi tanggung jawab panglima laot selaku ketua lembaga adat laut, tetapi juga menjadi tanggung jawab semua pihak, termasuk pemerintah dan perguruan tinggi.

Adat istiadat serta kearifan lokal yang selama ini dijalankan merupakan warisan dari para leluhur kita. Sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk menjaga serta melestarikan tradisi ini serta mewarisinya kepada generasi berikutnya. Setiap pihak memiliki tugas serta fungsi yang berbeda dalam menjaga tradisi serta kearifan lokal.

Pemerintah memiliki peran sebagai pihak yang membuat qanun serta peraturan-peraturan yang nantinya dapat diaplikasikan kedalam kehidupan serta ativitas masyarakat dalam menjaga serta melestarikan tradisi serta adat istiadat. Pemerintah melalui dinas-dinas terkait seperti dinas-dinas kelautan dan perikanan serta dinas kebudayaan diharapkan banyak memberikan kontribusi. Kontribusi tersebut bisa berupa memberikan penyuluhan dalam bentuk seminar, FGD atau dalam bentuk apapun kepada masyarakat terkait pentingnya menjaga serta melestarikan tradisi hukum adat laot agar tidak hilang begitu saja serta pentingnya melakukan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut melalui kearifan lokal.

(11)

Agrisep Vol (17) No. 1 , 2016 11 Pemerintah juga dapat bekerja

sama dengan berbagai pihak dalam mewujudkan hal ini, seperti dengan perguruan tinggi. Perguruan tinggi memiliki tokoh-tokoh intelektual yang mampu memberikan penyuluhan dan berbagi informasi terhadap masyarakat pesisir. Tokoh-tokoh intelektual ini nantinya dapat menjadi narasumber dalam setiap seminar yang diadakan oleh pemerintah atau oleh perguruan tinggi itu sendiri.

Pemerintah melalui dinas terkait serta para tokoh intelektual dari perguruan tinggi dapat melakukan pelatihan serta pembinaan kepada panglima laot. Pelatihan dan pembinaan dibutuhkan agar panglima laot dan lembaganya menjadi lebih baik. Panglima laot yang terlatih nantinya dapat menurunkan ilmu dan pengalamannya kepada nelayan dan masyarakat agar masyarakat lebih paham akan pentingnya pengelolaan melalui kearifan lokal. Selain meningkatkan kelembagaan panglima laot serta kesadaran masyarakat dan nelayan akan pentingnya pengelolaan melalui kearifan lokal, bagian masyarakat lain yang perlu mendapat perhatian khusus dalam pembinaan adalah remaja. Para remaja tentunya menjadi sasaran utama dalam strategi penguatan pengelolaan sumberdaya pesisir melalui kearifaan lokal. Hal ini dikarenakan para remaja menjadi penerus adat serta tradisi yang sudah ada sejak zaman dahulu. Melalui para remaja saat ini diharapkan nantinya tradisi serta kearifan lokal masyarakat pesisir tetap ada dan terjaga.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan ini ialah :

1. Bentuk kearifan lokal dan adat istiadat di Mukim Mane adalah (a)

adanya uroe pantang laot, (b) tidak menggunakan alat tangkap yang berbahaya bagi lingkungan (c) saling menjaga sesama nelayan di laut, (d) Khanduri laot, (e) tidak mengambil ikan di rumpon milik nelayan lain, (f) memperhatikan keunenong, (g) menjaga terumbu karang dengan tidak menggunakan alat tangkap berbahaya, (h) menjaga mangrove dengan tidak menebang sembarangan, (i) menjaga kebersihan pantai dengan tidak membuang sampah dan bahan-bahan hasil perbaikan kapal. 2. Kelembagaan yang mengawasi

terlaksananya hukum adat laot secara baik adalah kelembagaan panglima laot. Kepemimpinan tertinggi dari lembaga panglima laot adalah panglima laot provinsi. Panglima laot lhok adalah lembaga adat yang memimpin setiap lhok, meskipun kewenangannya hanya sebatas lhok tetapi panglima laot lhok memiliki kekuasaan dan tanggung jawab lebih besar dalam pelaksanaan hukum adat laot dikarenakan interaksi yang lebih sering dan lebih paham akan permasalahan yang di alami oleh masyarakat pesisir dan nelayan. 3. Strategi penguatan yang dapat

dilakukan untuk pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut melalui kearifan lokal adalah peran dari para pelaku pemanfaatan dapat berjalan. Peran-peran tersebut diantaranya adalah (1) peran pemerintah sebagai pihak yang dapat (a) membentuk qanun khusus kearifan lokal serta adat istiadat dalam pengelolaan sumberdaya , (b) menguatkan peran kelembagaan, (c) penyeimbangan ilmu muatan lokal dan nasional dalam kurikulum pendidikan. (2)

(12)

Agrisep Vol (17) No. 1 , 2016 12 peran perguruan tinggi, (a)

melakukan seminar seta sosialisasi akan pentingnya pengelolaan pengembangan kemampuan masyarakat, (3) peran panglima laot (a) sebagai penyambung antara nelayan sama pemerintah, (b) menegakkan hukum bagi yang melanggar, (c) mengadakan pertemuan rutin untuk menguatkan tradisi serta kearifan lokal. (d) menjaga serta mengawasi pelaksanaan kearifan lokal. (4) peran masyrakat (a) menjalankan tradisi serta kearifan lokal dengan patuh, (b) mengajarkan dan memberikan contoh kearifan lokal sejak dini pada anak-anak dan remaja. Saran

1. Bentuk kearifan lokal dan adat istiadat masyarakat Mukim Mane dalam melakukan pengelolaan sumberdaya pesisir haruslah dijaga kelestariannya. Kearifan lokal dalam mengelola sumberdaya perikanan dapat dilakukan dengan menggunakan alat tangkap yang ukuran jaringnya di atur agar ikan-ikan yang masih berukuran kecil tidak tertangkap. Hukom adat laot juga harus semakin di tegakkan agar lingkungan dan sumberdaya pesisir mengalami keseimbangan. Hutan Mangrove diharapakan adanya penanaman kembali sehingga wilayah pesisirnya semakin subur dan mangrove yang sudah ada agar dijaga dengan baik. Keasrian lingkungan pantai dan kuala harus terus dijaga, baik itu dari segi kebersihan maupun kerindangan pepohonan diwilayah tersebut. 2. Peran kelembagaan harus semakin

ditingkatkan, baik melalui pelatihan-pelatihan yang di berikan kepada panglima laot ataupun peningkatan sarana dan

prasarana di kelembagaan tersebut. Pemerintah diharapkan lebih serius terhadap pengembangan dan kelestarian kearifan lokal, salah satunya adalah dengan melahirkan Qanun-qanun Aceh yang khusus mengenai pengelolaan sumberdaya pesisir melalui kearifan lokal atau mengembangkan dan menguatkan Qanun-qanun Aceh yang berkaitan dengan sumberdaya alam dan kelembagaan adat . 3. Keterlibatan semua pihak dan

unsur terkait diharapakan semakin kuat demi meningkatkan kapasitas dan perkembangan masyarakat agar masyarakat semakin patuh dan taat dalam menjalankan tradisi serta kearifan lokal wilayah mereka terutama dalam menjaga dan mengelola sumberdaya alam. Menanamkan tradisi dan kearifan lokal masyarakat Aceh sejak di bangku sekolah merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan agar tradisi dan kearifan lokal Aceh tetap terjaga dari generasi ke genarasi. Sosialisi dan penyebaran informasi pentingnya kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dapat memanfaatkan media sosial dan media cetak sehingga lingkungan dan sumberdaya yang terkandung didalamnya dapat terus dimanfaatkan dan berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA

Arifin. R. 2004. Kerangka Kerjasama Dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut. Sosialisasi Nasional Program MFCDP, 22 September 2004.

Ali Sarong, M. 2014. Kearifan Lokal Masyarakat Nelayan Pesisir Leupung Kabupaten aceh Besar. Aceh Kebudayaan Tepi Laut Dan

(13)

Agrisep Vol (17) No. 1 , 2016 13 Pembangunan. Bandar

Publishing.

Hidayat, 2013. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Nelayan. Jurnal Sejarah Citra Lekha, vol. xvii, no. 1 februari 2013: 43-58. Humaidi. 2009. Kuala, Panorama

Alam, dan Biodiversitas.

http://humaidi-mipa.blogspot.co.id/2009/06/tug as-pllb.html. Diakses pada 10 Desember 2015.

https://acehinternationaltourism.wordp ress.com/2012/08/30/keuneunon g-kalender-aceh/. Diakses pada tanggal 27 Januari 2016.

M. Adli. A., T. Muttaqin., Sulaiman. S. 2012. Pembagian Kewenangan Kelola Laut Aceh.

Mikkelsen B., 2003, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan. Sebuah Buku Pegangan Bagi Praktisi Lapangan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Nasrol Adil, 2014. http://data. bmkg.go.id/share/Dokumen/KE UNEUNONG Potensi_Peringatan_Dini_Cuaca _Ekstrim_dan_Iklim_Ala_adat_ Masyarkat_Aceh.pdf. Diakses pada 1 Februari 2016.

Pupu Saeful Rahmat. 2009. Penelitian kualitatif. Equilibrium, Vol. 5,No.9, Januari - Juni 2009: 1- 8.

Sulaiman. 2011. Kearifan Tradisional Dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Aceh Pada Era Otonomi Khusus. Jurnal Dinamika Hukum. Vol. 11 No. 2. Sumardjo dan Saharudin, 2006, Tajuk Modul EP-523 : Metode-metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat. Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB.

Taqwaddin. H. 2013. Kapita Selekta Hukum Adat Aceh dan Qanun Wali Nanggroe. Bandar Publishing. Banda Aceh.

Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat Dan Adat Istiadat.

Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Lembaga Adat

Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 21 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Referensi

Dokumen terkait

Ditinjau dari pemikiran evaluatif terhadap aspek anteseden, proses, dan output setiap fungsi kelembaga- an PKBM yang mencakup pengidentifikasian kebutuhan, perencanaan

Hasil analisis ragam (ANOVA) terhadap total hasil tangkapan untuk setiap shortening menunjukkan bahwa perlakuan shortening berpengaruh terhadap total hasil tangkapan.

Dari hasil penelitian ini akan terlihat bagaimana mahasiswa menerapkan peraturan tata guna lahan pada hasil tugas SPA 3 sesuai ketentuan yang telah diatur dalam RTRW

Setiap umat yang beragama, haruslah memiliki keyakinan bahwa Allah Swt tidak akan membiarkan umatnya hidup dalam kegelapan dan kesengsaraan selama manusia tersebut

Proses pengepakan dilakukan dengan penimbangan bobot semen pada setiap sak semen  seuai takaran dan memerlukan sistem otomasi untuk memudahkan proses produksi sesuai

Dalam pra rancangan pabrik diperlukan analisa ekonomi untuk mendapatkan perkiraan (estimation) tentang kelayakan investasi modal dalam suatu kegiatan produksi suatu

Recovery Cu (II) dengan Teknik Ekstraksi Fasa Padat Menggunakan Adsorben Silika dari Abu Sekam Padi – Kitosan.. Nanang Tri Widodo 1)* , Ani Mulyasuryani 1) , Akhmad

Dalam pemeriksaan ini didapatkan adanya peningkatan spesifisitas (dibanding-kan dengan pemeriksaan tumor marker tunggal) yang berguna sebagai alat diagnosa,