• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rapid Assessment Procedures untuk Manajemen Puskesmas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rapid Assessment Procedures untuk Manajemen Puskesmas"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Rapid Assessment Procedures

untuk

Manajemen Puskesmas

Eustachius Hagni Wardoyo, Bobby Marwal Syahrizal, Astri Ferdiana

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat

Abstrak: Puskesmas sebagai lini pertama pelayanan kesehatan menghadapi

peningkatan tantangan untuk kualitas program yang dijalankan dalam wilayah kerjanya. Mataram sebagai ibu kota Provinsi NTB harus mampu berperan sebagai contoh bagi kabupaten/kota lain di NTB sehingga penilaian manajemen Puskesmas perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kualitas manajemen Puskesmas di Kota Mataram. Studi potong lintang dilakukan pada delapan Puskesmas di Kota Mataram menggunakan kuesioner self assessment European Foundation for Quality

Management (EFQM). Pencapaian skor kriteria enablers utama, kepemimpinan dan

sistem dan mutu proses masing-masing 62,14 dan 55,44. Pencapaian skor kriteria

results utama, kepuasan pelanggan eksternal dan hasil kinerja utama masing-masing 53,66 dan 57,63. Pencapaian skor kriteria enablers utama mempengaruhi pencapaian skor kriteria results utama yang rendah. Diharapkan jika dilakukan upaya perbaikan kriteria enablers pada akhirnya mampu meningkatkan kriteria results.

Kata kunci: Self assessment, EFQM, Primary Health Care, Puskesmas, management

(2)

Rapid Assessment Procedures on Primary Health Care Management

Eustachius Hagni Wardoyo, Bobby Marwal Syahrizal, Astri Ferdiana

Faculty of Medicine, Mataram University, Nusa Tenggara Barat

Abstract: Primary Health Care as the first line of health service for community is facing an increased challenge to develop quality programs for local needs. The municipality of Mataram, the capital of West Nusa Tenggara, must become a role model for other districts in the province, hence an assessment of the organization management system is necessary. The aim of the present study is to assess the quality of Primary Health Care management in the municipality of Mataram. A cross sectional study was carried out on eight Primary Health Care centers using The European Foundation for Quality Management (EFQM) self assessment questionnaire. The main enablers criteria, leadership and processes achieve score 62,14 and 55,44 respectively and the main results criteria score achievement, customer results and key performance results, were 53,66 and 57,63 respectively. In conclusion the main enablers criteria lead low gain of the main results criteria, which improvement in enablers criteria may increase results criteria.

Keywords: Self assessment, EFQM, Primary Health Care, Puskesmas, management

Pendahuluan

Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum di Indonesia. Puskesmas merupakan upaya pemerintah dalam menjangkau seluas-luasnya masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Kenyataannya Puskesmas di Indonesia masih belum mampu untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Jumlah penduduk dan atau wilayah yang dijangkau masih digunakan sebagai indikator identifikasi kebutuhan sentra pelayanan kesehatan di Indonesia.

Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki 3 kecamatan dengan 8 Puskesmas dan 292 Posyandu. Jumlah penduduk di kota Mataram sebanyak 335 710 jiwa.1 Kota Mataram sebagai

ibukota propinsi NTB harus dapat menjadi panutan dalam pelayanan kesehatan. Dari delapan Puskes-mas di kota Mataram, empat di antaranya memiliki fasilitas rawat inap. Jenis penyakit dan faktor risiko kesakitan masyarakat yang bertambah serta penyakit-penyakit yang berhubungan dengan migrasi dan kepadatan penduduk menambah tantangan dan beban kerja Puskesmas. Tantangan besar tersebut hendaknya dijawab dengan sistem manajemen Puskesmas yang baik. Manajemen ini penting untuk mengelola pelaksanaan dalam organisasi dan mengem-bangkan sikap baru saat munculnya perubahan eksternal. Puskesmas dapat dianalogikan sebagai suatu makhluk hidup yang perlu berinteraksi dengan lingkungan yang dinamik. Interaksi dinamik ini sangat vital karena Puskesmas harus mampu mengatasi masalah kesehatan di masyarakat.2.3

Khusus untuk kota besar dengan jumlah penduduk satu juta atau lebih, wilayah kerja Puskesmas dapat meliputi satu kelurahan. Puskesmas di ibu kota kecamatan dengan jumlah penduduk 150 000 jiwa atau lebih, merupakan Puskesmas Pembina yang berfungsi sebagai pusat rujukan Puskesmas Kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi.4

Di Eropa dikenal teknik quality self assesment

yang sangat berguna untuk setiap organisasi yang ingin mengembangkan dan mengawasi mutuorganisasinya. The European Foundation for Quality Management (EFQM) telah meluncurkan model The European Business excellent Model atau EBEM. Model ini dapat digunakan untuk menilai dan mengukur secara sistematis penerapan konsep-konsep mutu di suatu organisasi serta menentukan bagian mana yang memerlukan perbaikan. Self assesment tahunan ini, meng-gunakan dasar model

Total Quality Management (TQM).5

Aspek yang paling positif dari EFQM adalah peng-gunaan self assessment. Hal ini memungkinkan manajer serta profesional untuk berpartisipasi aktif dan melakukan perbaikan. Sistem yang digunakan cukup sederhana untuk mengidentifikasi area manajemen yang memerlukan perbaikan. EFQM

excellence model merupakan framework non preskriptif yang terdiri atas 9 kriteria. Lima kriteria pertama disebut enablers dan empat sisanya disebut

result. Kriteria enablers mencakup apa yang

dilakukan oleh organisasi sedangkan kriteria result

mencakup apa yang dicapai oleh organisasi. Modalitas Puskesmas baik sumber daya, kinerja, penetapan target termasuk dalam kriteria enablers.

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 2, Februari 2011 69

(3)

10%

34% 56%

< 5 tahun 5-10 tahun > 10 tahun

Pencapaian kinerja berdasarkan modalitas Puskesmas masuk dalam kriteria results. Pemenuhan kriteria enablers yang baik berhubungan dengan pencapaian kriteria results yang baik.6

Berikut adalah bagan sembilan kriteria self assessment EFQM.7 Kepemimpinan (leadership)

yang baik dapat menggerakkan karyawan (people) yang ada, menciptakan strategi dan perencanaan (policy and strategy) yang feasible dan merangkul

stakeholder pendukung dan sumber daya yang ada (partnership and resources), sehingga diharapkan meningkatkan kualitas sistem dan mutu proses (processes). Proses yang baik mampu memberikan kepuasan karyawan (people result), pelanggan (customer result) dan dampak bagi masyarakat sekitar (society result). Hasil kinerja utama (key performance result) mengulas pencapaian target perencanaan.7,8

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan potong lintang. Kuesioner self assessment EFQM dibagikan pada 3 lini manajerial Puskesmas di kota Mataram yaitu manajer puncak, manajer menengah dan manajer dasar. Kuesioner ini telah diterjemahkan dan diadaptasi penggunaannya oleh Setiono (2001).9

Manajer puncak adalah kepala puskesmas, manajer menengah adalah kepala divisi seperti kepala tata usaha (TU), kepala divisi pelayanan medis (Yanmed) dan kepala pengembangan sumber daya manusia. Manajer dasar merupakan kepala poliklinik umum dan kepala poli kesehatan ibu dan anak (KIA).

Jumlah sampel yang diperlukan mewakili 3 lini manajerial Puskesmas di Kota Mataram. Sebanyak 4 orang dari tiap Puskesmas yakni 1 manajer puncak, 1 manajer menengah dan 2 orang manajer dasar dari 8 Puskesmas diikutsertakan dalam penelitian ini. Kriteria inklusi penelitian ini adalah staf Puskesmas yang menjabat posisi pada masing-masing 3 lini manajerial dan bersedia untuk diwawancarai.

Gambar 1. Lama Kerja Responden

Data yang berhubungan dengan pelayanan dicatat dan wawancara singkat dilakukan pada pasien puskesmas. Pasien puskesmas dalam EFQM disebut dengan istilah pelanggan eksternal.

Hasil

Karakteristik Puskesmas dan Responden

Sejumlah 4 responden dari masing-masing Puskesmas di Kotamadya Mataram dilibatkan dalam penelitian ini sehingga didapatkan total 32 responden. Umumnya responden telah bekerja selama lebih dari sepuluh tahun (gambar 1).

Dari delapan puskesmas di kota Mataram, empat di antaranya memiliki fasilitas rawat inap yakni Puskesmas Tanjung Karang, Puskesmas Karang Taliwang, Puskesmas Cakranegara dan Puskesmas Ampenan.

Self Assessment

Secara umum, tidak ada Puskesmas yang dapat me-menuhi kesembilan kriteria EFQM yang meliputi kepemimpinan, strategi dan perencanaan, hasil kinerja utama, manajemen SDM, manajemen sumber daya, sistem dan mutu proses, kepuasan pelanggan eksternal, kepuasan karyawan, dampak dalam masyarakat, dan hasil kinerja utama (cut-off minimal 75). Kisaran nilai untuk masing-masing indikator berkisar antara 41-71, dengan pencapaian kriteria terendah ‘dampak dalam masyarakat’ dan pencapaian tertinggi untuk ‘strategi dan perencanaan.’ Pada Gambar 2 diperlihatkan web assessment dari 9 sembilan kriteria EFQM.

Berikut hasil skor masing-masing kriteria: kepemimpinan, 62,14; strategi dan perencanaan, 71; manajemen SDM, 54,86; manajemen sumber daya, 60; sistem dan mutu proses, 55,44; kepuasan pelanggan eksternal, 53.66; kepuasan karyawan, 52.32; dampak dalam masyarakat, 41; dan hasil kinerja utama, 57,63.

Kriteria Enablers Utama

Kriteria Kepemimpinan

Kriteria kepemimpinan yang dinilai dalam model ini berdasarkan pada 1) keterlibatan pemimpin Puskesmas dalam manajemen mutu; 2) manajemen berorientasi pada budaya mutu; 3) manajemen berorientasi pada pelanggan eksternal; 4) rekognisi dan penghargaan terhadap personel; dan 5) dukungan bagi personel untuk menerapkan budaya mutu dan melakukan perbaikan di Puskesmas (Gambar 3). Skor rerata menunjukkan 62,14, dengan ‘keterlibatan pemimpin Puskesmas dalam manajemen mutu’ sebagai subkriteria terendah (51) sedang ‘manajemen berorientasi pada budaya mutu’ dan ‘rekognisi dan penghargaan terhadap personel’ secara bersama-sama merupakan subkriteria tertinggi (70) (Gambar 4).

Kriteria Sistem dan Mutu Proses

Kriteria sistem dan mutu proses bersandar pada: 1) mekanisme monitoring regular, 2) penggunaan

(4)

Gambar 3. Kriteria Kepemimpinan

hasil audit untuk perbaikan, 3) mekanisme audit keuangan dan lainnya, 4) perbaikan berdasarkan identifikasi kebutuhan, 5) supervisi pelayanan, 6) upaya pemenuhan kebutuhan pelanggan, 7) identifikasi permintaan pasar. Rerata skor sistem mutu dan proses adalah 55,44, yaitu ‘upaya pemenuhan kebutuhan pelanggan’ merupakan subkriteria terendah (38) dan ‘per-baikan berdasarkan identifikasi kebutuhan’ merupakan subkriteria tertinggi (64) (Gambar 4).

Kriteria Results Utama

Kriteria Kepuasan Pelanggan Eksternal

Kriteria kepuasan pelanggan eksternal menilai sub-kriteria: 1) evaluasi kepuasan pelanggan, 2) Mekanisme untuk menyampaikan keluhan, 3) Perbaikan mekanisme evaluasi dan penyampaian keluhan pelanggan, 4) Estimasi kepuasan pelanggan lebih baik dari pesaing, 5) Evaluasi pelayanan secara

berkala, 6) Deskripsi tipe pelanggan, 7) Perbaikan kinerja pelayanan, 8) Mekanisme pencatatan kepuasan pelanggan dan 9) Metode pengukuran kepuasan pelanggan eksternal. Rerata skor 53,66 untuk kriteria kepuasan pe-langgan dan eksternal dengan skor ‘mekanisme pencatatan kepuasan pelanggan’ terendah (44,67) dan ‘evaluasi kepuasan pelanggan’ tertinggi (61,22) (Gambar 5).

Kriteria Hasil Kinerja Utama

Secara umum, indikator ini memperlihatkan hasil yang cukup baik. Di banyak sub-kriteria hampir mendekati standar minimum berdasarkan EFQM. Meskipun secara keseluruhan, pencapaiannya masih cukup rendah (57.63). Kriteria ini menilai: 1) kecenderungan perbaikan pemegang keuangan dan non keuangan, 2) penilaian indikator keuangan dan non keuangan lebih baik dari pesaingnya, 3) pengelompokan kinerja, 4) kinerja berkontribusi terhadap pelayanan, 5) perbaikan pelayanan, 5) hasil pelayanan dapat dibandingkan dengan institusi lain dan 6) dukungan pelayanan menunjukkan perbaikan dan dapat dibandingkan dengan institusi lain. Subkriteria terendah disandang ‘penilaian indikator keuangan dan non keuangan lebih baik dari

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 2, Februari 2011 71

0 20 40 60 80 100 Kepemimpinan

Strategi & Perencanaan

Manajemen SDM

Manajemen Sumber Daya

Sistem & Mutu Proses Kepuasan Pelanggan Eksternal

Kepuasan Karyawan Dampak dalam masyarakat

Hasil Kinerja Utama

Rapid Assessment Procedures untuk Manajemen Puskesmas

(5)

Gambar 4. Kriteria Sistem dan Mutu

Gambar 5. Kriteria Kepuasan Pelanggan Eksternal

pesaingnya’ (44.54) dan tertinggi oleh ‘kecenderungan perbaikan pemegang keuangan dan non keuangan’ (70) (Gambar 6).

Diskusi

Model EFQM ini telah banyak digunakan di negara-negara Eropa, tapi tidak di negara berkembang sehingga sedikit informasi yang dapat diperoleh tentang penerapan model EFQM di negara berkembang, khususnya Indonesia. Model ini pernah diterapkan dalam Rapid Assessment Procedure

(RAP) untuk manajemen rumah sakit di NTB dan NTT, terutama untuk menilai posisi manajemen rumah sakit. Penggunaan model ini umumnya sebagai kerangka acuan untuk menilai quality management suatu organisasi dan sebagai konseptualisasi dari performa organisasi tersebut. Performa sendiri harus dapat memenuhi harapan-harapan stakeholder.9,10

Model EFQM tersusun atas 9 kriteria yang dikelom-pokkan sebagai enabler dan result. Kriteria enablers menjelaskan proses, struktur dan tujuan organisasi, sedangkan kriteria result menjelaskan aspek-aspek performa secara umum. Berdasarkan model ini, enablers akan mengarahkan dan menentukan results. Secara sederhana, institusi yang memenuhi kriteria enablers akan memberikan results

yang baik. Kriteria result yang utama adalah kepuasan pelanggan eksternal dan hasil kinerja utama, sedangkan kriteria enabler utama adalah sistem dan mutu proses serta kepemimpinan.10

Melihat kondisi Puskesmas di Kota Mataram,

lemahnya kepemimpinan dan sistem serta mutu proses (62,14 dan 55,44) cenderung memberikan hasil yang kurang memuaskan, terutama apabila kita melihat pada kepuasan pelanggan eksternal dan hasil kinerja utama Puskesmas (53,60 & 57,63).

Meskipun hasil skor kepemimpinan Puskesmas secara umum di Kota Mataram berada di bawah standar normal (62,14), namun masih memiliki potensi untuk pengembangan ke depan. Hasil penelitian ini memperlihatkan kekuatan Puskesmas dalam hal ‘manajemen berorientasi pada budaya mutu’ (70) dan ‘rekognisi dan penghargaan terhadap personel’ (70) (Gambar 4). Bila dibandingkan dengan penelitian Badia et al (2001), kriteria kepemimpinan pada Primary Health Care di Spanyol menunjukkan skor 37,5.6 Meskipun lebih rendah, perbedaan setting

72 Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 2, Februari 2011

(6)

penelitian (persepsi manajer mengenai kepemimpinan dalam EFQM, kondisi Puskesmas, dan lainnya) perlu mendapatkan pertimbangan.

Pemimpin saat ini memiliki peran sebagai, 1) arsitek penyusun visi organisasi, 2) pembentuk budaya organisasi dari nilai-nilai yang ada, 3) pemimpin dalam mengembangkan manajemen strategis, 4) pengamat untuk memahami lingkungan, 5) penggerak penggalian sumber dana, dan 6) penjamin mutu tinggi dalam kinerja. Di samping itu, apabila terjadi kemacetan dalam perkembangan organisasi, seorang pemimpin harus berperan sebagai penggerak agar suasana kerja dapat bergairah untuk berubah.11 Kepala puskesmas dalam hal ini

merupakan motor utama dalam pengembangan Puskesmas. Pengembangan ini tidak akan berhasil apabila tidak digerakkan oleh kepala Puskesmas dan diterjemahkan oleh seluruh staf. Dalam era lingkungan yang dinamis, bukan saatnya lagi para kepala Puskesmas menunggu petunjuk pelaksanaan dari atasan atau dinas kesehatan kabupaten. Kepala Puskesmas saat ini harus memahami perkembangan lingkungan yang ada dan melakukan antisipasi di masa depan.

Kriteria sistem dan mutu proses (55,45) memiliki kekuatan pada ‘upaya perbaikan berdasarkan identifikasi kebutuhan’. Kriteria ini menekankan pada upaya pengendalian pe-nyelenggaraan organisasi (supervisi dan monitoring, audit, market demand). Tampaknya setting yang berbeda terjadi pada Primary Health Care di Spanyol (skor 45)6 yaitu tuntutan penyelenggaraan pelayanan

kesehatan dan penyediaan fasilitas mengarahkan skor pencapaian yang berbeda.

Kriteria kepuasan pelanggan eksternal menunjukkan skor 53,66 dengan kekuatan terletak pada ‘evaluasi kepuasan pelanggan.’ Puskesmas seyogyanya secara berkala mela- kukan pemantauan kepuasan pasien. Sebagai institusi yang memberikan pelayanan bagi pasien, kepuasan pasien merupakan tolok ukur utama keberhasilan Puskesmas. Secara umum, Puskesmas di Kota Mataram masih belum memiliki mekanisme pemantauan kepuasan pelanggan secara berkala. Ketidakmampuan untuk memantau kepuasan pelanggan tersebut dapat berdampak buruk bagi Puskesmas di kemudian hari. Saat ini banyak masyarakat yang menganggap pelayanan di Puskesmas berkualitas rendah. Beberapa pasien yang diwawancarai menyebutkan: “...sakit apapun akan mendapatkan obat yang sama kalau pergi ke Puskesmas.” Hal ini memperlihatkan rendahnya kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan. Namun demikian, angka kunjungan Puskesmas sejauh ini masih belum memper-lihatkan perubahan. Di antara sejumlah pasien, himpitan ekonomi menjadi salah satu penyebab yang

mendorong mereka datang ke Puskesmas, bukan karena kepuasan atas kunjungan sebelumnya. EFQM (2002) menyebutkan bahwa sudah selayaknya pelanggan eksternal mendapatkan pelayanan berkualitas, memperhatikan bahwa loyalitas pelanggan, market share diraih organisasi melalui fokus yang jelas terhadap kebutuhan dan harapan pelanggan potensial. Monitoring aktivitas kompetitor dalam memuaskan pelanggan, mengantisipasi kebutuhan pelanggan yang berkembang dimasa mendatang. Organisasi yang baik selalu menjaga hubungan yang baik dengan pelanggan eksternalnya. Keunggulan organisasi di kriteria ini memiliki manfaat: pelanggan yang loyal, peningkatan jumlah pelanggan, karyawan yang termotivasi, memahami manfaat dari kegiatan kompetitif.12

Pasien merupakan pelanggan eksternal Puskesmas. Kebutuhan pasien akan kondisi kesehatan yang baik cenderung mengalami perubahan seiring dengan perubahan pola hidup dan kejadian penyakit. Seiring dengan perbaikan derajat kesehatan dan lingkungan telah terjadi pergeseran penyebab kesakitan terbesar di banyak daerah dari penyakit infeksi menjadi penyakit degeneratif. Perubahan permintaan pelayanan tersebut memiliki dampak yang cukup besar terhadap manajemen Puskesmas. Untuk dapat tanggap secara cepat dan tepat, Puskesmas harus memiliki suatu mekanisme untuk memantau permintaan pelanggan secara teratur. Perubahan permintaan pelanggan akan berdampak terhadap pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas.

Agar dapat memberikan pelayanan yang bermutu diperlukan mekanisme monitoring dan evaluasi yang baik. Dalam konsep excellence EFQM (2002) organisasi memiliki manajemen efektif yang menjawab kebutuhan dan harapan semua

stakeholder. Implementasi sitematik mengenai kebijakan, strategi, tujuan dan perencanaan dijamin dengan proses yang jelas dan terintegrasi. Keputusan diambil berdasarkan informasi terpercaya dan faktual yang berhubungan seperti kebutuhan stakeholder, pengalaman dan harapan, dan performa organisasi pesaing. Risiko teridentifikasi berdasarkan hasil pengukuran performa dan manajemen efektif. Manfaat yang diambil dari kriteria ini adalah maksimalisasi pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien, pengambilan keputusan yang efektif dan realistis, manajemen risiko yang efektif, dan meningkatkan kepercayaan stakeholder pada organisasi.12 Secara umum Puskesmas di Kota

Mataram memiliki kekuatan evaluasi kepuasan pelanggan yang cukup baik dan berpotensi untuk ditingkatkan.

Kriteria hasil kinerja utama belum menunjukkan skor yang baik. Sebagai komponen results utama

Rapid Assessment Procedures untuk Manajemen Puskesmas

(7)

menunjukkan pencapaian suatu organisasi dan bagaimana organisasi tersebut menjalankan peran dan fungsinya untuk terus berkembang.12 Skor pencapaian

Puskesmas Kota Mataram lebih tinggi jika dibandingkan self assessment yang dilakukan penyedia layanan kesehatan primer (primary health care team) di Spanyol (57,63 berbanding 42).

European Fundation for Quality Management

(2002) menekankan pentingnya orientasi hasil. Organisasi harus tanggap terhadap perubahan lingkungan yang cepat dan terbuka terhadap perubahan kebutuhan dan harapan stakeholder. Organisasi mengukur dan meng-antisipasi perubahan ini serta melakukan monitor dan menilai organisasi lain atau kompetitor.12

Hilman13 mengusulkan teori self assessment

yang dituangkan dalam kalimat matematika self assessment = Model + Measurement + Management. Arti measuring adalah seberapa baik organisasi memiliki performa terhadap masing-masing element model, memberi output untuk membantu hasil evaluasi dan identifikasi perbaikan dimasa mendatang misalnya penyediaan data yang berguna bagi benchmarking. Managing adalah keseluruhan proses self assessment, mulai dari pemilihan model, mempersiapkan dasar kerja dan mengkomunikasikan rencana, melakukan assessment dan tindak lanjut hasil.13 Model yang digunakan adalah EFQM self

assessment yang terukur dalam parameter scoring

dan mengidentifikasi 9 kriteria kunci dalam manajemen suatu organisasi.

Penilaian kriteria pada Puskesmas di kota Mataram yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah kepemimpinan, strategi dan perencanaan serta manajemen sumber daya (skor masing-masing >60). Kepemimpinan adalah area manajemen yang penting untuk memicu atmosfer perubahan organisasi secara signifikan dalam jangka waktu yang relatif cepat. Dalam kepemimpinan yang efektif dan efisien program yang direncanakan dapat terlaksana dengan baik. Self assessment kepemimpinan memberikan pengukuran yang dapat di-andalkan dalam perbaikan manajemen organisasi Puskesmas di kota Mataram (skor 62,14). Kriteria strategi dan peren-canaan Puskesmas di kota Mataram lebih baik dibanding kriteria kepemimpinan (skor 71), walaupun dalam wawancara dengan kepala Puskesmas strategi dan perencanaan lebih banyak berasal dari atas ke bawah dibandingkan bottom up. Meski terkesan dalam merespon lingkungan sekitar Puskesmas di Kota Mataram belum optimal namun, kriteria ini masih menunjukkan skor terbaik dibandingkan 8 kriteria lainnya. Hal tersebut dimungkinkan karena luas kota Mataram yang relatif sempit (±150 km2) untuk 8

penduduk yang sama. Kedua faktor tersebut di atas memunculkan kesan perubahan eksternal yang dialami oleh 8 Puskesmas di kota Mataram relatif sama. Kriteria manajemen sumber daya Puskesmas hanya sedikit lebih rendah dibandingkan area kepemimpinan (60). Potensi sumber daya yang ada sudah menunjang operasional Puskesmas sehari-hari, seperti gedung Puskesmas yang memadai, alat kesehatan yang tersedia dengan baik sehingga mendukung pencapaian skor yang baik.

Menurut Moeller et al.14 (2000) EFQM

excellencemodel tidak memberikan rumus apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. EFQM excellence model hanya menyediakan sebuah

framework untuk membiarkan individu organisasi melakukan penilaian untuk mereka sendiri dan mencari peluang untuk meningkatkan pelayanan mereka. Hendaknya tidak memandang self assessment sebagai pengukuhan atau mencari sesuatu untuk disalahkan tetapi lebih sebagai alat demi perbaikan secara sistematis. Perbaikan hanya dapat dilakukan setelah area tersebut diidentifikasi melalui

self assessment yang jujur dan terbuka.14

Kesimpulan

Pencapaian enablers Puskesmas di Kota Mataram masih rendah yang berdampak pada pencapaian results yang rendah. Kriteria enablers

utama ‘kepemimpinan’ menunjukkan peluang perbaikan dimasa mendatang, karena kepemimpinan merupakan komponen penggerak utama Puskesmas, sedang kriteria ‘sistem mutu dan proses’ menjadi pekerjaan berat yang perlu segera diperbaiki. Kriteria

results utama yaitu ‘kepuasan pelanggan eksternal’ yang masih rendah menunjukkan harapan atas perbaikan pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas ‘Hasil kinerja utama’ yang rendah membuktikan Puskesmas perlu memperbaiki kinerjanya.

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram beserta jajarannya. Penelitian ini dibiayai oleh Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Nomor 010/SP2HH/PP/DP2M/III/2007 Tanggal 29 Maret 2007.

Daftar Pustaka

1. Dinas Kesehatan Propinsi NTB. Laporan hasil pemantauan status gizi (PSG) propinsi Nusa Tenggara Barat. Mataram: Dinas Kesehatan Propinsi NTB; 2004.

2. Duncan WJ, Ginter PM, Swayne LE. Strategic management of health care organizations. Oxford: Blackwell Business; 1995.

(8)

3. Trisnantoro L. Aspek strategis manajemen rumah sakit: antara misi sosial dan tekanan pasar. Yogyakarta: Penerbit Andi; 2005.

4. Depkes RI. Profil kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan; 1990.

5. Bij JDVD, Vesser JMH. Monitoring health care processes: A framework for performance indicators. Int J Health Care Qual Assur. 1999;12(5):1-8.

6. Gene-Badia J, Jodar-Sola G, Peguero-Rodriguez E, Contel-Segura JC, Moliner-Molins C, et al. The EFQM excellence model is useful for primary health care teams. Fam Practice. 2001; 18:407-9.

7. Michalska J. Using the EFQM excellence model to the process assessment. J Achiev Mater Manufac Engineer. 2008;27(2):203-6.

8. Vallejo P, Saura RM, Sunol R, Kazandjian V, Urena V, Mauri JA proposed adaptation of the EFQM fundamental concepts of excellence to health care based on the PATH framework. Int J Qual Health Care. 2006;18(5):327-35.

9. Setiono D. The impact of total quality management training on managerial performances [tesis]. Yogyakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada; 2001. 10. Nabitz U, Klazinga N, Walburg J. The EFQM excellence

model: European and Dutch experiences with the EFQM Approach in Health Care. Int J Qual Health Care. 2000;12:191-201.

11. Koteen J. Strategic management in public and non-profit organizations. 2nd Ed. New York: Praeger; 1997.

12. EFQM.org [homepage on the Internet]. Brussles: EFQM; c2002 [cited 10 October 2007]. Available from: http://www.efqm.org/en/.

13. Hilman PG. Making self assessment successful. The TQM magazine. 1994;6.(3):29-31.

14. Moeller J, O’Reilly BJ, Elser J. Quality management in German health care-the EFQM Excellence Model. Int J Health Care Qual Assur 2000;13:254-8.

YDB/MH

Rapid Assessment Procedures untuk Manajemen Puskesmas

Gambar

Gambar 2. Hasil Penilaian Manajemen Puskesmas di Kota Mataram Berdasarkan Kriteria EFQM
Gambar 4. Kriteria Sistem dan Mutu

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan (P1) di Puskesmas Semboro belum berjalan sesuai dengan ketetapan yang ada pada KMK nomor 128 tahun 2004 dan berdasarkan hasil FGD implementasi manajemen

Hipotesis ini bertujuan untuk menguji apakah variabel praktik manajemen sumberdaya manusia yang meliputi : perencanaan SDM (HRP), penempatan karyawan (STF), kompensasi

Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) Mengkaji, mendeskripsikan dan mengkritisi proses manajemen kinerja yang meliputi perencanaan kinerja, pelaksanaan

Tujuan utama penyusunan Petunjuk Teknis Penguatan Manajemen Puskesmas dengan Pendekatan Keluarga ini adalah untuk membuat acuan pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan Kepala Puskesmas Baebunta Kabupaten Luwu Utara dalam fungsi perencanaan adalah gaya demokratis (77,5%), dalam

Unit kompetensi pada klaster Strategi perencanaan pengelolaan SDM, Pengembangan Organisasi, Manajemen Talenta, Pengelolaan Karir dan Pengelolaan kerja dan Remunerasi

Pada Bab II termasuk kedalam kelompok kerja administrasi manajemen akreditasi puskesmas yang merupakan bagian dari prosedur kepemimpinan yaitu Kapus dan staf penanggungjawab

Aspek manajemen dalam kegiatan surveilans epidemiologi COVID-19 di Puskesmas Dharmarini telah dilaksanakan yaitu dengan perencanaan berdasarkan pedoman,