*) Dr. Widysusanti Abdulkadir, M.Si., Apt, Madania, S.Farm., M.Sc., Apt
GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI KOMPLIKASI DIABETES MELITUS
DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD DR M.M DUNDA LIMBOTO
Lispan H. Talib1, Widysusanti Abdulkadir2, Madania3*) 1)Mahasiswa, 2)Dosen Pembimbing 1, 3)Dosen Pembimbing 2
*)
Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo
Email : lispan_farmasi2011@mahasiswa.ung.ac.id
ABSTRAK
Hipertensi pada pasien diabetes melitus dapat meningkatkan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Tekanan darah terkontrol sesuai target terapi dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung dan stroke) diantara penyandang diabetes sebesar 33-50% dan risiko komplikasi mikrovaskuler sebesar 33%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi komplikasi diabetes mellitus di Instalasi rawat inap RSUD Dr M.M Dunda Limboto. Penelitiaan ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional dimana data sekunder diambil dari rekam medik. Teknik pengambilan sampel menggunakan non probability sampling dimana mencakup teknik sampling kuota. Data dianalisis secara univariat (frekuensi dan persentase).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori usia pasien hipertensi komplikasi diabetes melitus terbanyak yaitu pada rentang antara 45 sampai 64 tahun (65%). Jenis obat yang paling banyak digunakan untuk terapi tunggal yaitu captopril sebanyak 21 (70%). Karena captopril selain menurunkan tekanan darah juga dapat mengurangi c-reactive protein (CRP). Kombinasi obat antihipertensi yang paling banyak digunakan yaitu captopril (ACEI) dan amlodipin (CCB) dengan jumlah 12 (75%). Karena kombinasi kedua obat tersebut menjadi agen terapi yang berguna untuk mengontrol tekanan darah dan mengurangi kadar asam urat.
PENDAHULUAN
Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit ini diperkirakan menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global dan prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju (WHO, 2003). Diabetes melitus (DM) termasuk salah satu penyakit degeneratif yang memerlukan penanganan seksama (PERKENI, 2011).
WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 serta paling banyak terjadi pada masyarakat urban dengan gaya hidup yang tidak sehat. Indonesia berada diperingkat keempat jumlah penyandang DM di dunia setelah Amerika Serikat, India, dan Cina (Hans, 2008).
DM tipe 2 merupakan prediktor kuat penyakit serebrovaskular dan faktor risiko independen dari stroke iskemik, serta meningkatkan risiko gangguan vaskular lebih lanjut setelah stroke. Proses aterosklerosis juga dipercepat oleh hiperkolesterolemia dan beban terhadap dinding pembuluh darah akibat hipertensi (Mardjono dan Sidharta, 2009).
Asam urat serum yang merupakan salah satu faktor risiko stroke, ternyata juga memegang peranan pada terjadinya morbiditas kardiovaskuler, pada pasien hipertensi, DM tipe 2, sindrom metabolik, serta penyakit jantung dan vaskuler (Hayden dan Tyagi, 2004).
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, sebaran penderita DM di
Indonesia melebihi 1,5% penduduk terdapat di daerah Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI, 2007). Sekitar 90% kasus DM termasuk dalam jenis DM tipe 2 (Dipiro, 2009). Lebih dari 50% penderita DM tipe 2 mengalami hipertensi (Sweetman, 2009).
Komplikasi diabetes melitus tipe 2 dengan hipertensi akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler. Komplikasi makrovaskuler mencakup coronary artery disease, stroke, dan peripheral arterial desease, sedangkan penyakit yang masuk dalam komplikasi mikrovaskuler adalah retinopati, nefropati dan neuropati (Hsueh dan Wyne, 2011).
Karena terapi pengobatan yang diterima pasien hipertensi dengan diabetes melitus sangat kompleks, maka diperlukan upaya pengelolaan antihipertensi pada pasien hipertensi dengan diabetes melitus secara tepat sebagai suatu langkah untuk penanganan yang strategis dan sangat penting, dengan harapan upaya tersebut dapat menunda perkembangan terjadinya komplikasi maupun menghambat progresifitas komplikasi yang terjadi (Permana, 2008).
Tujuan penelitian untuk mengetahui penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi komplikasi diabetes melitus di instalasi rawat inap RSUD Dr M.M Dunda Limboto.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M.M Dunda Limboto, selama bulan Juni 2015. Metode penelitian yang dilakukan yaitu deskriptif bersifat retrospektif dengan pendekatan study cross sectional, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan suatu keadaan secara objektif dan dilakukan dengan cara pendekatan observasi (Notoatmojo, 2010). Sumber data penelitian menggunakan data sekunder yang diperoleh dari catatan rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M.M Dunda Limboto periode Januari
– Desember 2014. Pengambilan sampel dilakukan secara non probability sampling dari rekam medik pasien yang memenuhi kriterian inklusi yaitu pasien yang terdiagnosa hipertensi komplikasi diabetes melitus yang menerima pengobatan antihipertensi periode Januari – Desember 2014 serta data rekam medik yang jelas terbaca. Kriteria eksklusi penelitian ini yaitu pasien hipertensi tanpa komplikasi diabetes melitus yang menerima pengobatan antihipertensi dan data rekam medik yang tidak lengkap. Penelitian ini menggunakan analisis univariat dimana analisis ini digunakan untuk menghitung frekuensi dan persentase dari variabel mandiri, data yang dihitung yaitu jenis obat dan kombinasi obat yang banyak digunakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan terhadap 46 rekam medik pasien. Ditinjau dari jenis kelamin terlihat
bahwa pasien perempuan lebih banyak dengan jumlah 27 pasien (59%) dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki yang hanya berjumlah 19 pasien (41 %). Hasil ini mendukung teori yang dikemukakan dalam Brunner dan Suddart (2002) yang menyebutkan bahwa perempuan lebih banyak menderita DM komplikasi hipertensi dibanding laki-laki. Dan juga sejalan penelitian yang dilakukan oleh Lestari dkk (2011) tentang pola pengobatan pada pasien hipertensi dengan diabetes melitus tipe 2 di RSUD Raden Mattaher Jambi mengatakan pasien dengan jenis kelamin perempuan yang paling banyak mengalami penyakit hipertensi komplikasi diabetes melitus.
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Profil Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah
n % Laki-laki Perempuan 19 27 41% 59% Total 46 100%
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Profil Subjek Penelitian Berdasarkan Umur Umur Jumlah n % 25-44 tahun 45-64 tahun ≥ 65 tahun 5 30 11 11% 65% 24% Total 46 100%
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015
Untuk kelompok umur yang paling banyak mengalami penyakit hipertensi komplikasi diabetes melitus yaitu kelompok usia 45-64
tahun dengan jumlah 30 pasien (65%), diikuti oleh kelompok umur
≥65 tahun sebesar 11 pasien (24%) dan kelompok umur 25-44 tahun sebesar 5 pasien (11%) dapat dilihat pada (gambar 4.2). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ansa, dkk (2010) bahwa persentase pasien hipertensi komplikasi diabetes melitus terbanyak pada kelompok usia 45-64 tahun. Pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan
aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin. Pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun seperti terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin yang menyebabkan kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi menjadi kurang optimal (Gusti dan Erna, 2014).
Tabel 4.3. Golongan Obat Antihipertensi pada Kelompok Terapi Tunggal No. Jenis Obat
Antihipertensi Golongan Obat Antihipertensi Jumlah n % 1. 2. Captopril Amlodipin ACE-Inhibitor
Calcium Canal Blocker
21 9
70% 30%
Total 30 100%
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015
Tabel 4.4. Golongan Obat Antihipertensi pada Kelompok Terapi Kombinasi No. Jenis Obat Antihipertensi Golongan Obat
Antihipertensi Jumlah n % 1. 2. 3. 4. Captopril–Amlodipin Captopril–HCT Amlodipin–HCT Captopril–Amlodipin–HCT ACEI–CCB ACEI–Diuretik CCB–Diuretik ACEI–CCB–Diuretik 12 1 2 1 75% 6% 13% 6% Total 16 100%
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015
Hasil penelitian penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi komplikasi diabetes melitus menunjukkan bahwa sebanyak 30 pasien (65,22%) menerima terapi tunggal dan 16 pasien (34,78%) menerima terapi kombinasi. Pada kelompok terapi tunggal menunjukkan bahwa golongan antihipertensi yang paling banyak
digunakan untuk terapi hipertensi komplikasi diabetes melitus yaitu captopril golongan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-I)
sebanyak 21 pasien (70%), dan amlodipin golongan calsium chanell blocker (CCB) sebanyak 9 pasien (30%). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ema Rachmawaty (2010) yang dilakukan
di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang menunjukkan bahwa antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah captopril yang merupakan antihipertensi golongan ACE-I.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Isam Mahmood ini menunjukkan bahwa pasien hipertensi komplikasi diabetes melitus tipe 2 berhubungan dengan peningkatan c-reactive protein (CRP). Dimana peningkatan CRP ini berhubungan dengan resistensi insulin pada keturunan penderita diabetes melitus. Ini berarti pada orang-orang dengan resistensi insulin akan mengalami peningkatan kadar CRP dan akan mendapatkan resiko untuk terjadinya DM dimasa yang akan datang. Terapi dengan captopril (ACE-I) dapat mengurangi CRP. Captopril selain menurunkan tekanan darah juga dapat mengurangi CRP, sehingga captopril dianggap sebagai obat pilihan pada pasien hipertensi komplikasi diabetes.
Pada kelompok terapi kombinasi, golongan antihipertensi yang paling banyak digunakan yaitu kombinasi captopril (ACE-I) dan amlodipin (CCB) dengan persentase 70 %. Dikuti oleh kombinasi CCB dan diuretik dengan persentase 13 %. Selanjutnya kombinasi ACE-I dan diuretik serta kombinasi ACE-I , CCB dan diuretik dengan persentase masing-masing 6 %. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ansa, dkk (2011) bahwa kombinasi captopril (ACE-I) dan amlodipin (CCB) antihipertensi yang paling banyak digunakan. Penambahan obat lini kedua dari golongan yang berbeda dimulai apabila pemakaian obat terapi
tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan darah (Depkes, 2006). Obat dengan mekanisme kerja yang berbeda dapat mengendalikan tekanan darah dengan toksisitas minimal (Darnindro dan Muthalib, 2008).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Isam Mahmood bahwa terapi kombinasi captopril (ACEI) dan amlodipin (CCB) dapat menurunkan kadar asam urat serum. Kombinasi captopril dan amlodipin menjadi agen terapi yang berguna untuk mengontrol tekanan darah dan mengurangi kadar asam urat serum pada pasien hipertensi komplikasi DM tipe 2.
KESIMPULAN
Berdasarkan gambaran penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi komplikasi diabetes melitus di instalasi rawat inap RSUD Dr. M.M Dunda Limboto dapat disimpulkan bahwa jenis obat yang paling banyak digunakan untuk terapi tunggal yaitu captopril sebanyak 21 (70%). Karena captopril selain menurunkan tekanan darah juga dapat mengurangi c-reactive protein (CRP). Kombinasi obat antihipertensi yang paling banyak digunakan yaitu captopril (ACEI) dan amlodipin (CCB) dengan jumlah 12 (75%). Karena kombinasi kedua obat tersebut menjadi agen terapi yang berguna untuk mengontrol tekanan darah dan mengurangi kadar asam urat.
SARAN
1. Penulisan berkas rekam medis sebaiknya ditulis dengan jelas dan lengkap.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, ditinjau dari efektivitas antihipertensi dalam menurunkan tekanan darah pada pasien DM tipe 2 di Instalasi rawat Inap RSUD Dr. M.M Dunda Limboto. 3. Mengingat pentingnya upaya
untuk menurunkan risiko terjadinya komplikasi pada pasien hipertensi dengan DM, maka perlu adanya informasi secara tepat kepada masyarakat
tentang penggunaan
antihipertensi dan juga menghimbau kepada masyarakat untuk menerapkan pola hidup sehat guna mencegah terjadinya
DM atau meghambat
progresifitas komplikasi yang telah terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Ansa, DA., Goenawi, RL., Tjitrosantoso,MH. 2011. Kajian Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap BLU RSUP DR.R.D. Kandou Manado Periode Januari-Desember 2010. FMIPA Unsrat: Manado Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta
Brunner & Suddarth. Smeltzer C. Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta Darnindro, N dan A. Muthalib. 2008.
Tatalaksana Hipertensi Pada Pasien dengan Sindrom Nefrotik. Majalah Kedokteran Indonesia. 58(2).
Depkes RI. 2006. Profil Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan
Lingkungan Tahun 2005. Dirjen PP & PL: Jakarta Dipiro J, Robert L. Talbert, Gary C.
Yee, Gary R. Matzke, Barbara G. Wells, L. Michael Posey. 2011. Pharmacotherapy 8th Edition. The McGrow-Hill companies, US. Hanns Peter, W. 2008. Hipertensi.
PT Bhuana Ilmu Populer Gramedia: Jakarta
Hayden, M. R., Tyayi, S. C. 2004. Uric Acid: A New Look at An Old Risk Marker for Cardiovascular Disease, Metabolic Syndrome, and Type 2 Diabetes Mellitus: The Urate Redox Shuttle. Nutrition and Metabolism 1(10): 1-15
Hsueh, W. A., dan Wyne, K., 2011. RENIN Angiotensin Aldosterone System in
Diabetes and
Journal of Clinical Hypertension, 13:224-237 Lestari, U., Darwin, D., Estiana L. 2011. Pola Pengobatan pada Pasien Hipertensi dengan Diabetes Melitus tipe 2 di RSUD Raden MattaherJambi. STIKES HI: Jambi
Mahmood, IH. 2008. The Effects of Captopril and Amlodipine On C-reactive Protein Concentrations in Type 2 Diabetic Hypertensive Patients. Pak J Med Sci 2008;24(4):485-90
Mahmood, IH. 2008. Effects of Captopril and Amlodipine on Serum Uric Acid in Type 2 Diabetic Hypertensive Patients. RMJ. 2008; 33(1): 52-55 Mardjono, M., Sidharta, P. 2009.
Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. pp: 269-92.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta. PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta Permana,H. 2008. Pengelolaan Hipertensi Pada Diabetes Mellitus Tipe 2. FK UNPAD: Bandung
Rachmawati, E. 2010. Studi Pola Penggunaan Obat pada Pasien Diabetes Nefropati Di RS Saiful
Anwar Malang.
Universitas Jember: Jember
World Health Organization (WHO). 2003. International Society of Hypertension Statement on Management of Hypertension. J Hypertens 2003;21:1983-1992