• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terrestrial Fern Diversity in Urban Forest in DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Terrestrial Fern Diversity in Urban Forest in DKI Jakarta"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU TERESTRIAL

DI HUTAN KOTA DKI JAKARTA

DWI ANDAYANINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Keanekaragaman

Tumbuhan Paku Terestrial di Hutan Kota DKI Jakarta adalah benar karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

(3)

RINGKASAN

DWI ANDAYANINGSIH. Keanekaragaman Paku Terestrial di Hutan Kota DKI

Jakarta. Dibimbing oleh TATIK CHIKMAWATI dan SULISTIJORINI.

Hutan kota merupakan sebuah ekosistem yang terdiri dari komunitas vegetasi

menyerupai hutan alami. Pepohonan penyusun hutan kota juga membentuk kanopi

yang menciptakan lingkungan yang sesuai untuk kehidupan tumbuhan bawah. Salah

satu tumbuhan bawah adalah kelompok tumbuhan paku. Tumbuhan paku adalah

tumbuhan berpembuluh yang merupakan kelompok tumbuhan peralihan dengan ciri

utama menghasilkan spora.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan keanekaragaman tumbuhan

paku yang ada di bawah tegakan tiga hutan kota di wilayah DKI Jakarta, yaitu hutan

kota Universitas Indonesia (UI), Arboretum Cibubur, dan hutan kota PT Jakarta

Industrial Estat Pulogadung (PT JIEP) Pulogadung.

Penelitian dimulai pada bulan November 2011 sampai Maret 2012. Analisis

vegetasi dilakukan dengan cara

purposive sampling

dengan metode kuadrat.

Spesimen tumbuhan paku dan selain paku dikoleksi untuk dibuat herbarium

selanjutnya diidentifikasi berdasarkan buku identifikasi. Intensitas cahaya, suhu,

kelembaban udara, pH tanah, diukur dan dicatat sebagai data pendukung. Faktor lain

yang diukur adalah struktur fisik dan kimia tanah serta kualitas udara. Data penutupan

dan frekuensi setiap jenis digunakan untuk menghitung indeks nilai penting (INP).

Dihitung juga mengenai Indeks Keanekaragaman Shanon (H’), Indeks Kemerataan

(E), dan Indeks Kesamaan Sorenson (IS).

Berdasarkan habitat tumbuhan paku di hutan kota yang diteliti, ditemukan

paku epifit (4 jenis) dan terestrial (18 jenis). Semua tumbuhan paku yang ditemukan

mempunyai habitus herba dengan berbagai variasi tipe pertumbuhan yaitu tegak,

menjalar, atau memanjat.

Daun tumbuhan paku bervariasi dalam ukuran, dan bentuk daun fertil dan steril,

bentuk daun pertama dan seterusnya. Berdasarkan ukuran daun ditemukan dua

macam daun yaitu

microphyl

dan

megaphyl.

Berdasarkan perbedaan bentuk daun

fertil dan steril ditemukan daun yang

monomorphyc

dan

dimorphic.

Bentuk daun

monomorphyc

bervariasi dari bentuk tunggal (simple), daun majemuk menyirip

tunggal (pinnatus) dan daun majemuk menyirip ganda (bi-pinnatus).

(4)

Tumbuhan paku terestrial yang ditemukan di tiga hutan kota yang diteliti

berjumlah 18 jenis yang termasuk ke dalam 8 suku dan 11 marga. Di Hutan kota

UI ditemukan 10 marga dengan 14 jenis, dan di Arboretum Cibubur ditemukan 8

marga dengan 11 jenis, namun di hutan kota PT JIEP tidak ditemukan tumbuhan

paku dalam plot penelitian. Jumlah individu tumbuhan paku pada seluruh petak

penelitian 1030 individu terdiri dari 334 individu di hutan kota Arboretum Cibubur

dan 696 di hutan kota UI.

Indeks keanekaragaman jenis (H’=1.97) dan kemerataan (E = 0.82) di hutan

Arboretum lebih tinggi dibandingkan dengan hutan kota UI (H’ = 1.36 dan E = 0.52)

sedangkan indeks kesamaan antara hutan kota UI dan Arboretum Cibubur = 0.56.

Jumlah individu tumbuhan paku secara keseluruhan di hutan kota UI lebih tinggi dari

hutan kota Arboretum Cibubur. Di hutan kota UI

Sphaerostephanos

sp. merupakan

jenis yang dominan. Di hutan kota Arboretum Cibubur, tumbuhan paku yang

mempunyai indeks nilai penting tinggi adalah

Lygodium microphyllum

, namun tidak

ditemukan tumbuhan paku yang dominan. Ditinjau dari faktor lingkungan, hutan kota

PT JIEP mempunyai intensitas cahaya yang lebih tinggi dibandingkan hutan kota UI

dan Arboretum Cibubur, dengan tipe tanah liat berdebu.Tipe tanah tersebut

mempunyai sifat menahan air dengan aerasi yang kurang baik sehingga di hutan kota

PT JIEP tidak ditemukan tumbuhan paku dilokasi penelitian.

Vegetasi selain paku diketiga hutan kota berbeda dalam jumlah jenis dan INP.

Di hutan kota UI tumbuhan selain paku yang mempunyai INP tinggi adalah

Adenanthera pavonina

,

Lagerstroemia speciosa

dan

Clerodendron paniculata

yang

cepat tumbuh, dan cepat membentuk kanopi sehingga menciptakan lingkungan lebih

lembab dibandingkan Arboretum Cibubur. Vegetasi di hutan kota PT JIEP cenderung

tidak rapat sehingga masih ditemukan daerah terbuka yang didominansi oleh

Ruellia

tuberosa

yang merupakan gulma ditempat terbuka.

Hasil analisis dengan metode CCA

menunjukkan bahwa faktor lingkungan

berhubungan dengan keberadaan tumbuhan paku di hutan kota UI maupun

Arboretum Cibubur. Di hutan kota UI,

Pteris ensiformis

merupakan jenis paku yang

hidup di tempat terbuka sedang

Microlepia

sp.menyukai naungan. Di Arboretum

Cibubur

Dicranopteris linearis

dan

Cristella subpubescens

juga merupakan jenis

paku yang hidup di tempat terbuka tanpa terpengaruh oleh faktor lingkungan yang

diukur sedangkan jenis paku yang lain keberadaannya masih dipengaruhi oleh faktor

lingkungan yang diukur.

(5)

SUMMARY

DWI ANDAYANINGSIH. Terrestrial Fern Diversity in Urban Forest in DKI

Jakarta. Supervised by : TATIK CHIKMAWATI and SULISTIJORINI.

Urban forest is an ecosystem consisted of plant vegetation community that resembles natural forest. Trees within the urban forest form canopy that construct well-suited environment for the understory life. One of the understory is fern. Fern is a vascular and intermediate plant that produces spores as its main characteristic.

This research was intended to compare the diversity of fern under three urban forests in DKI Jakarta region which were the urban forest University of Indonesia (UI), Arboretum Cibubur, and urban forest PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT JIEP) Pulogadung.

The research was started in November 2011 until March 2012. Vegetation analysis was made by doing purposive sampling with square method. Fern and non-fern specimens were collected for herbarium purpose then were identified based on identification book. Light intensity, temperature, humidity, soil pH were measured and recorded as supported data. The other environment factors that measured were physical and chemical structures of soil and also the quality of the air. The coverage data and the frequency of each species were used to count the importance value index (INP). Sharon Diversity Index (H'), Evenness Index (E), and Sorenson Similarity Index (IS) were also counted in.

There were epiphytes fern (4 species) and terrestrial fern (18 species) in the research urban forest. The ferns have herb habit, but they varied in the growth types which are erect; creeping and climbing.

Fern leaves have variation in size, shape of fertile and sterile leaves, shape of the first leaf and so on. Based on the leaf size, two kinds of leaf, microphyl and megaphyl, were found. Based on the different shape of fertile and sterile leaves, monomorphyc and dimorphic leaves were found. The shape of monomorphyc leaf varied which were simple, pinnatus and bi-pinnatus.

Fern reproductive structure in urban forest varies in the sori shape, location and composition, such as 1) sporangium is located in the leaf tips, form organ so called as strobilus; 2) longitudinal grooved sori on the edge as though covering the edge; 3) sori is located along vascular leaf between costa and the edge of the leaf; 4) sori is rounded or oval spreaded on the vascular leaf with or without indusium; 5) sori is rounded or oval, located on the tips on the free vascular near the leaf edge; 6) sori on the fertile leaflet produces sporangia that spread from the edge of the leaf to the venation tips. Sporangia on two rows is covered by indusia.

(6)

The species diversity index (H' = 1.97) and evenness index (E = 0.82) in Arboretum Cibubur urban forest was higher than that of the UI urban forest (H' = 1.36 and E = 0.52) while similarity index (IS) between two urban forest was 0.56. The number of individual fern in UI urban forest was higher than that of Arboretum Cibubur urban forest. The dominant fern species in UI urban forest was Sphaerostephanos sp., but there is no dominant fern found in Arboretum Cibubur urban forest. From environmental point of view, PT JIEP urban forest has higher light intensity than the UI and Arboretum Cibubur urban forest, with dusty clay soil type. This type of soil has less aeration to reserve water.

Except fern, vegetations in three urban forests are different in type and INP. In the UI urban forest, the plants with high INP wereAdenanthera pavonina, Lagerstroemia speciosa and Clerodendron paniculata that grew fast to compose canopy. Therefore UI urban forest was more humid than Arboretum Cibubur urban forest. Vegetation in PT JIEP urban forest was not crowded, so there was open space dominated by Ruellia tuberosa, weeds in the open space.

The result of CCA method indicated that environmental factor was related to the fern existence in the UI and Arboretum Cibubur urban forest. In UI urban forest, Pteris ensiformis lived in the open space while Microlepia sp. lived in the shelter. In Arboretum Cibubur, Dicranopteris linearis and Cristella subpubescens also lived in the open area and it did not affected by measured environmental factors while the other ferns still influenced by measured environmental factor.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu

masalah

,

dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU TERESTRIAL

DI HUTAN KOTA DKI JAKARTA

DWI ANDAYANINGSIH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperolehgelar

Magister Sains

pada

ProgramStudi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul Tesis : Keanekaragaman Tumbuhan Paku Terestrial di Hutan Kota DKI Jakarta

Nama : Dwi Andayaningsih

NRP : G353100091 Mayor : Biologi Tumbuhan

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing

Dr Ir Tatik Chikmawati, MSi Dr Ir Sulistijorini, MSi Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Biologi Tumbuhan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Miftahudin, MSi. Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(11)

Judul Tesis : Keanekaragaman Tumbuhan Paku Terestrial di Hutan Kota DKI Jakarta

Nama Dwi Andayaningsih NRP G353100091

Mayor Biologi Tumbuhan

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing

MSi

Dr Ir

Tatik Chikmawati, MSi

Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan

Dr Ir

Miftahudin, MSi.

Tanggal Ujian: 7 Juni 2013 Tanggal Lulus:

0 2

(12)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah

SWT. atas rahmat dan

hidayahNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis

dengan judul

“Keanekaragaman Tumbuhan Paku di Hutan Kota DKI Jakarta”. Tesis ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program

Studi Biologi, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan tersusun dengan baik

tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala hormat penulis

mengucapkan terimakasih kepada :

1.

Dr Ir Tatik Chikmawati, MSi selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Ir

Sulistijorini, MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, perhatian

serta waktu yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

2.

Dr Ir Miftahudin, MSi selaku Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan IPB.

3.

Dr Dra Nunik Sri Aryanti, MSi sebagai penguji Luar Komisi.

4.

Dr Ir Aris Tjahyoleksono, DEA, yang telah memberikan saran dan masukan.

5.

Seluruh staf pengajar program studi Botani Tumbuhan yang telah memberikan

keilmuannya, staf Tata Usaha dan perpustakaan serta rekan-rekan kuliah yang

senantiasa membantu selama menuntut ilmu di kelas Magister IPB.

6.

Universitas Nasional dan Kopertis Wilayah III yang telah memberikan ijin untuk

melanjutkan kuliah, Dirjen DIKTI yang telah memberikan Beasiswa Program

Pasca Sarjana (BPPS) dan IPB yang telah memberi bantuan penelitian.

7.

Fajar Saputra, SSi; Hamdani, Eva dan Jamal yang sudah membantu dalam

pengambilan data di lapangan dan pembuatan herbarium serta Wenda, MSi atas

diskusinya dalam pengolahan data.

8.

Ucapan terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada suami, Ibnu

Mangkusubroto dan anak-anak tercinta, Aniza Mangkusubroto, Zakaria

Mangkusubroto dan M.Ismail Mangkusubroto atas doa dan dukungannya.

Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2013

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Tumbuhan Paku 2 Karakteristik dan perbedaan morfologi 2 Manfaat 4

Habitat dan penyebaran 5 Syarat Tumbuh 5

Hutan Kota 6

METODE PENELITIAN 7

Waktu dan tempat penelitian 7

Hutan Kota Universitas Indonesia 7

Hutan Kota Arboretum Cibubur 9

Hutan Kota PT Jakarta Industrial Estat Pulogadung 9

Bahan dan Alat 10

Prosedur 10

Analisis vegetasi 10

Analisis data 11

HASIL 13

Karakteristik tumbuhan paku 13

Variasi habitus dan rhizoma 13

Variasi daun 14

Variasi kumpulan sporangium 15

Deskripsi dan kunci identifikasi 16

Vegetasi hutan kota 18

Keanekaragan tumbuhan paku 20

Faktor lingkungan 22

PEMBAHASAN

26

Karakteristik Tumbuhan Paku

26

Keanekaragaman Tumbuhan Paku

27

SIMPULAN DAN SARAN

30

Simpulan

30

(14)

DAFTAR ISI (lanjutan)

LAMPIRAN

35

DAFTAR TABEL

1 Keanekaragaman suku, jenis, habitat, penyebaran dan

jumlah individu tumbuhan paku terestrial di hutan kota UI

dan Arboretum Cibubur

21

2 Kisaran suhu udara, kelembaban, intensitas cahaya dan

penutupan kanopi di hutan kota UI, Arboretum Cibubur

dan PT JIEP

22

3 Hasil pengukuran kualitas udara ambien

24

DAFTAR GAMBAR

1 Morfologi umum tumbuhan paku

4

2 Peta lokasi penelitian: Hutan kota PT JIEP (A); Arboretum Cibubur (B)

dan Universitas Indonesia (C)

8

3 Lokasi penelitian hutan kota UI

8

4 Lokasi penelitian hutan kota Arboretum Cibubur

9

5 Lokasi penelitian hutan kota PT JIEP

10

6 Desain plot analisis vegetasi ukuran (3 x 3) m²

11

7 Habitat tumbuhan paku : terestrial (a) dan epifit (b)

13

8

Microphyl

pada

Selaginella

14

9 Variasi daun :

monomorphyc

(a);

dimorphyc

(b): 1.daun fertil,

2. daun steril

14

10 Variasi daun

monomorphyc

: pinnate (a), tripinate (b),pinnae

(tanda panah)

15

11 Variasi sori: strobili (a); seolah-olahmenutupi tepi daun (b);

di sepanjang urat daun diantara

costa

dan tepi daun (c); membulat

atau memanjang padaperuratan daun (d); membulat atau memanjang

di tepi daun (e); menyebar dari tepi daun pada ujung pertulangan (f)

16

12 Lokasi hutan jati di hutan kota UI

19

13 Jenis tumbuhan paku yang ada di luar plot pengamatan UI,

Arboretum Cibubur dan PT JIEP :

Pteris vittata

(a);

Polypodium

trilobum

(b); S

elaginella willdenowii

(c)

20

14 Indeks nilai penting (INP) tumbuhan paku di hutan kota UI

22

15 Indeks nilai penting (INP) tumbuhan paku di hutan kota Arboretum

Cibubur

23

(15)

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)

17 Hubungan antara faktor lingkungan dengan tumbuhan

paku di hutan kota UI. Keterangan:

A. diaparum

(Ad);

A. aethiopicum

(Ae);

C. subpubescens

(Crs);

T. blechnoides

(Tab);

L. flexuosum

(Lf); ),

L. microphyllum

(Lm);

M. speluncae

(Ms);

Microlepia

sp. (Msp);

N. falcata

(Nsp);

P. enciformis

(Pe);

P. conyugata

(Pc);

P. beurita

(Pb);

Pleocnemia irregularis

(Pi);

Sphaerostephanos

sp. (Sp);

25

18 Hubungan antara faktor lingkungan dengan tumbuhan paku di

hutan kota Arboretum Cibubur. Keterangan:

A. terminans

(At);

Christella

sp. (Cr);

C. subpubescens

(Crs);

D. linearis

(Dl);

L.microphyllum

(Lm);

L. flexuosum

(Lf);

M. speluncae

(Ms);

P. enciformis

(Pe);

Sphaerostephanos

sp. (Sp);

Taenitis

sp.(Ta);

T. blechnoides

(Tab).

26

DAFTRAR LAMPIRAN

1

Beberapa tumbuhan yang ada di dalam plot di hutan kota UI :

Acasia

mangium

(a);

Amorphopalus variabilis

(b);

Hevea brasiliensis

(c);

Hypoestes polythyrsa

(d); dan

Lagerstroemia speciosa

(e);

Microcos

paniculata

(f)

35

2 Beberapa tumbuhan yang ada di hutan kota Arboretum Cibubur:

Alstonia scholaris

(a);

Barringtonia asiatica

(b);

Delonix regia

(c);

Dillenia philippinensis

(d );

Pinus merkusii

(e);

Pometia pinata

(f)

35

3 Beberapa tumbuhan yang ada di hutan kota PT JIEP :

Antidesma bunius

(a);

Asystasia intrusa

(b);

Axonopus compressus

(c)

; Bidens philosa

(d)

; Cordia sebestan

(e);

Cerbera odolam

(f);

Pithecelobium dulce

(g);

Ruellia tuberose

(h);

Sameana saman

(i);

Spathodea

sp.(j)

36

4 Tumbuhan selain tumbuhan paku dalam plot 45 (3x3) m² di hutan

kota UI

37

5 Tumbuhan selain tumbuhan paku dalam plot 45 (3x3) m² di hutan

Kota Arboretum Cibubur

39

6 Tumbuhan selain tumbuhan paku dalam plot 45 (3x3) m di hutan

kota PT JIEP

40

7 Tumbuhan paku terestrial di hutan kota UI dan Arboretum:

Amphineuron terminans

(a);

Adiantum diapharum

(b);

A.aethiopicum

(c);

Crystella subpubescens

(d);

Dicranopteris linearis

(f);

Lygodium flexuosum

(g);

L. microphyllum

(h);

Microlepia speluncae

(i);

N. falcata

(j);

Pteris biorutica

(k);

Pteris ensiformis

(l);

Pleocnemia conyugata

(m);

Pleocnemia irregularis

(n);

(16)

8 Indeks keanekaragaman dan keseragaman jenis

43

9 Nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR) dominasi

relatif (DR) dan indeks nilai penting (INP) tumbuhan paku

hutan kota UI

43

10 Nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR),

dominasi relatif (DR) dan indeks nilai penting (INP) tumbuhan

(17)

PENDAHULUAN

Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan yang tipikal, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi sehingga menyebabkan pengelolaan ruang kota semakin berat. Penataan ruang kawasan perkotaan perlu mendapat perhatian yang khusus, terutama yang terkait dengan penyediaan kawasan hunian, fasilitas umum dan sosial serta ruang terbuka hijau (space area). Hutan kota sebagai unsur ruang terbuka hijau (RTH) merupakan subsistem kota, sebuah ekosistem dengan sistem terbuka yang terdiri dari komunitas vegetasi berupa tegakan dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, dengan struktur menyerupai hutan alami, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa, menimbulkan lingkungan sehat, nyaman dan indah. Keberadaan hutan kota dapat berfungsi sebagai tempat konservasi tumbuh-tumbuhan (Zoer’aini 1994).

Sebagian hutan kota dibentuk dengan tujuan sebagai wilayah resapan air, wahana koleksi pelestarian plasma nuftah dan wahana penelitian, contoh: hutan kota Universitas Indonesia (UI), Arboretum Cibubur dan, hutan kota PT Jakarta Industrial Estat Pulogadung (PT JIEP). Hutan kota UI dibangun pada tahun 1988, pada awalnya didominasi tanah sawah, hutan karet dan perkampungan sedangkan hutan kota Arboretum Cibubur dibangun pada tahun 1989 dengan vegetasi menyerupai hutan asli. Hutan kota PT JIEP sengaja dibangun di tengah kawasan industri pada tahun 1989 didominasi oleh keciat, mahoni dan tumbuhan lain yang difungsikan sebagai upaya menyeimbangkan kegiatan industri dengan kegiatan penyelamatan lingkungan (Pemprov DKI 2009).

Keanekaragaman tumbuhan yang ditanam pada setiap hutan kota menunjukkan strata hutan kota sehingga membentuk vegetasi yang berlapis-lapis menyerupai hutan alami. Menurut Zoer’aini (2005) hutan kota dapat diklasifikasikan menjadi hutan kota berstrata dua dan hutan kota berstrata banyak. Hutan kota berstrata dua terdiri dari pepohonan serta rumput atau penutup tanah lainnya sedang hutan kota berstrata banyak terdiri dari pepohonan, rumput, semak, terna, liana, epifit dan anakan pohon dengan jarak tanam rapat. Salah satu semak-semak di bawah kanopi pepohonan yang terbentuk pada hutan kota adalah kelompok tumbuhan paku. Tumbuhan paku adalah tumbuhan berpembuluh yang merupakan kelompok tumbuhan peralihan antara tumbuhan bertalus dan tumbuhan berkormus, yang struktur tubuhnya sudah dapat dibedakan antara akar, batang, daun dan alat perkembangbiakannya dengan spora. Kelompok tumbuhan ini berperawakan semak sampai pohon dan pada umumnya menyukai tempat yang lembab. Tumbuhan ini termasuk dalam kelompok khusus tumbuhan yang sudah ada sejak zaman carboniferous. Jumlah tumbuhan paku sangat berlimpah diperkirakan mencapai sekitar 12.000 jenis dengan penyebaran yang luas. Di wilayah Asia Tenggara, diperkirakan ada sekitar 4400 jenis dan di Indonesia sendiri diperkirakan ada 1300 jenis (Wee 2002; Winter dan Amoroso 2003; Rugayah et al.2004).

(18)

2

tergolong tumbuhan yang kurang mendapat perhatian. Namun sebenarnya tumbuhan ini mempunyai arti yang sangat penting antara lain di bidang kesehatan, sebagai antioksidan, antibakteri, anti tumor dan anti kanker. Di bidang lingkungan, berperan sebagai indikator polusi udara, dan hiperakumulator logam berbahaya (Konoshima et al1996; Fracesconi et al2002; Chen et al2007; Dalli et al2007; Suyatno et al.2010; Paul et al2011).

Meskipun tumbuhan paku mempunyai keanekaragaman jenis serta mampu hidup dalam kondisi lingkungan yang bervariasi, tetapi dengan beralihnya fungsi daerah resapan dan ruang terbuka hijau di DKI Jakarta maka kelestarian tumbuhan paku dapat terancam karena rusaknya ekosistem. Karakter lingkungan setiap hutan kota berbeda yang dapat menyebabkan perbedaan keanekaragaman tumbuhan paku. Tesis ini menginformasikan keanekaragaman tumbuhan paku di tiga hutan kota, di DKI Jakarta, yaitu hutan kota UI, Arboretum Cibubur dan PT JIEP yang memiliki tipe hutan yang berbeda serta faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat mengenai tumbuhan paku yang mempunyai potensi yang sangat penting dimasa mendatang sehingga ikut serta melestarikan keberadaannya.

TINJAUAN PUSTAKA

Tumbuhan Paku Karakteristik dan Perbedaan Morfologi

Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, tumbuhan paku termasuk golongan besar divisi Pteridophyta. Kelompok paku-pakuan ini mempunyai karakteristik campuran antara lumut dengan tumbuhan tingkat tinggi. Tumbuhan ini menghasilkan spora sehingga sering disebut dengan “Cormophyta berspora”. Perawakan tumbuhan paku sangat beranekaragam, dari berukuran kecil dengan daun-daun yang kecil dan struktur yang sederhana, sampai berukuran besar dengan daun yang besar dengan panjang mencapai 2 meter atau lebih. Tumbuhan paku dapat mencapai tinggi sampai 30 meter dengan diameter batang yang besar sehingga disebut paku pohon. Habitat tumbuhan paku sangat bervariasi yaitu terestrial (hidup di tanah), epifit (menempel di pohon), memanjat dan mengapung di air (Holtum 1966; Raven et al.1992; Winter dan Amaroso 2003; Wee 2002, 2005).

Struktur tumbuhan paku dibedakan ke dalam akar, batang dan daun, dengan struktur reproduksi berupa spora yang tersusun dalam sporangia (Johns 1997; Winter dan Amoroso 2003; Wee 2005; Tjitrosoepomo 2009).

Akar. Kelompok tumbuhan paku mempunyai bentuk akar serabut, dan pada bagian ujung akar terdapat tudung atau kaliptra. Bentuk dan ukuran akar bervariasi, mulai dari rhizoid (akar yang halus), rizofor, sampai akar yang jelas.

Batang. Beberapa anggota tumbuhan paku mempunyai batang berbentuk rhizoma (batang tipis dan halus), memanjat pada batang atau cabang (climbing), merayap di tanah (creeping), tegak menyerupai batang yang pendek disebut

(19)

3

jenis tumbuhan paku dilindungi oleh rambut-rambut atau sisik dan dari rhizoma ini akan tumbuh akar yang lembut. Batang ini sering tertutup oleh rambut atau sisik yang berfungsi sebagai pelindung.

Daun. Menurut Holttum (1966); Sastrapradja dan Afriastini (1985) dan; Wee (2002, 2005) pertumbuhan daun muda pada umumnya menggulung, kecuali pada tumbuhan paku rane, bahkan ada yang membentuk gelung seperti kepala biola dan akan membuka pada saat dewasa. Daun tumbuhan paku disebut dengan frond (ental), berbentuk simple (tunggal), pinnatus (majemuk menyirip), bi-pinnatus (majemuk menyirip ganda) dan tri-pinnatus (majemuk menyirip tiga). Bentuk daun menyirip tunggal terdiri dari pinna(anak daun) yang tumbuh pada sumbu utama sedang pinnule(anak dari anak daun) terdapat pada costa (sumbu kedua). Stipe merupakan bagian pangkal daun, struktur berkayu yang menyerupai petiolus. Helaian daun disebut lamina, sering kali dibagi menjadi beberapa bagian daun yang menyebar dan tumbuh padarachis(sumbu utama) (Gambar 1).

Berdasarkan bentuk daun dalam satu individu maka ditemukan 3 variasi daun yaitu monomorphic, dimorphicdan polymorphic. Daun monomorphic

memiliki daun steril dan fertil yang tidak ada perbedaan. Daun dimorphic

memiliki perbedaan ukuran dan bentuk antara daun steril dan fertil. Daun fertil menghasilkan spora sedang daun steril berfungsi untuk fotosintesis. Daun

polymorphic memiliki daun pertama, daun muda dan, dewasa berbeda dalam bentuk maupun ukuran (Steenis dan Holttum 1982). Berdasarkan ukuran dan sifat daunnya tumbuhan paku dapat dibedakan dalam dua tipe yaitu microphyllus yaitu daun yang berukuran kecil (panjang kurang lebih 2 mm dan lebar 1 mm), berupa sisik sehingga sulit dibedakan bagian-bagiannya dan megaphyllus yaitu daun yang berukuran besar dan mudah dibedakan antara batang dan helain daun (Mickel 1979; Johns 1997; Wee 2002).

(20)

4

Gambar 1 Morfologi umum tumbuhan paku (Mickel 1979)

Manfaat

Berbagai jenis tumbuhan paku mempunyai fungsi positif bagi kehidupan manusia. Jenis tumbuhan paku telah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai tanaman hias, bahan obat tradisional, bahan makanan, tanaman pelindung pupuk hijau dan kerajinan (Heyne 1987, Wee 2005). Sebagai salah satu tumbuhan yang sudah ada sejak jaman purba, tumbuhan paku memiliki penampilan yang unik dan eksotik, sehingga banyak digemari masyarakat sebagai tanaman hias. Beberapa tumbuhan paku yang telah dikenal, banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai obat tradisional (obat herbal), antara lain Selaginella doederleinii digunakan untuk pengobatan kanker dan kardiovaskuler,

Drymoglossum piloselloides dimanfaatkan sebagai penghenti pendarahan, pencahar, dan antiradang (Heyne 1987). Dryopteris hirtipes, tumbuhan paku yang rhizomanya bersifat anthilmentik; Pteridium aquilinum, rhizomanya sebagai anti diare dan radang lambung; Asplenium nidus, sebagai obat penenang dan bahan kosmetik, dan Drynaria quecifoliauntuk mengobati batuk (Manickam dan Irudayaraj 1991). Smolarz et al. (2006) melaporkan bahwa paku Polygonum lapathifolium dapat digunakan sebagai anti leukemia dan Suyatno et al. (2010) melaporkan bahwa paku Pteris vittataL. dapat digunakan sebagai antikanker.

Di dalam ekologi, tumbuhan paku dapat berperan untuk mencegah erosi (Wee 2005). Ma et al (2001) melaporkan bahwa tumbuhan paku merupakan hiperakumulator arsenik. Paku Pityrogramma calomenalos sangat potensial sebagai fitoremediator pada tanah yang terkontaminasi logam berat arsenic

helaian

frond (daun)

tangkai

batang

akar daun muda

(21)

5

(Francesconi et al 2002). Tumbuhan paku yang memiliki perawakan tinggi, seperti paku tiang, dapat digunakan sebagai tanaman pelindung dan di bidang pertanian paku air Azolla pinnatadilaporkan dapat meningkatkan kesuburan tanah sebagai pupuk hijau (Heyne 1987; Sharpeet al2010 ).

Bagian daun yang masih muda (pucuk daun) dari beberapa tumbuhan paku, misalnya Athyrium esculentum, Marsilea crenata dan Matteuccia struthiopteris (ostrich ferns) dapat digunakan sebagai sayur dan dikenal dengan nama sayur pakis (Masykur & Irvianty 2011).

Habitat dan Penyebaran

Kekhususan habitat tumbuhan paku sudah dilaporkan oleh Cortez (2001). Diperkirakan sekitar 65% tumbuhan paku dijumpai di daerah tropik basah mulai dari dataran rendah, pegunungan, hutan, danau, kolam, penampungan air, di air tawar dan di rawa bakau (Sastrapradja et al 1979; Andrews 1990; Wee 2002; Winter dan Amoroso 2003). Kelompok tertentu bahkan dapat tumbuh di gurun, walaupun tumbuh dengan perlindungan batu untuk menghindari panas langsung dari cahaya matahari yang sangat terik (Camus et al. 1991). Meskipun banyak dijumpai pada daerah lembab, Holtum (1966); Sastrapradja et al (1979); Andrews (1990); Wee (2002); dan Winter dan Amoroso (2003) mengelompokkan tumbuhan paku berdasarkan habitat dan kebutuhan akan cahaya, menjadi enam kelompok. Pengelompokan tersebut adalah paku tanah yang menyukai naungan (Shade ferns), paku tanah yang menyukai cahaya (sun ferns), paku memanjat, paku epifit, paku yang hidup pada lingkungan tertentu seperti pada batu-batuan atau daerah pinggiran sungai, paku aquatik, dan paku yang hidup di daerah pegunungan tinggi.

Gleicheniacea salah satu suku yang mudah dijumpai di daerah terbuka dan mempunyai penyebaran luas sebaliknya suku Cyatheaceae dijumpai hanya di daerah pegunungan. Kelompok tumbuhan paku yang lain dijumpai hidup di air tawar seperti Salviniasp, Marseleasp. dan Azolla spp., Ceratopteris thalictroides

hidup di tepi rawa dan Acrostichum aureum dijumpai di hutan mangrove (Camus

et al. 1991; Wee 2002; Winter dan Amoroso 2003). Notholaena sinuate dan

Asplenium ceterah merupakan contoh tumbuhan paku yang hidup di daerah kering bahkan dapat tumbuh kembali setelah kehilangan 95% kandungan airnya (Camus et al.1991).

Syarat tumbuh

Tumbuhan paku berkembang biak dengan spora yang dihasilkan oleh sporangium. Keberhasilan perkecambahan spora dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain media tumbuh, kemasakan spora, air, kelembaban, aerasi, dan derajat keasaman (pH). Media tumbuh yang baik akan menyediakan lingkungan yang baik pula bagi perkecambahan spora tumbuhan paku (Jones 1987; Toogood 1999).

(22)

6

dengan drainase baik. Di dalam budidaya paku terestrial tanah berpasir memerlukan lebih banyak penyiraman dan pemupukan dibandingkan tanah lainnya, tetapi jenis tanah tersebut memberikan aerasi yang sangat baik, tidak menumpuk garam dan merespon pupuk dengan cepat (Jones 1987; Hoshizaki dan Moran 2001).

Hutan Kota

Hutan kota merupakan ruang terbuka hijau yang terdiri dari pohon-pohon di dalam wilayah perkotaan atau di pinggir kota, berfungsi sebagai penyangga lingkungan dalam pengaturan tata air, udara, habitat flora dan fauna. Pembangunan hutan kota merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang baik. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki dan menjaga iklim mikro, nilai estetika dan fungsi resapan air serta menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota dan mendukung pelestarian keanekaragaman hayati. Selain itu hutan kota juga berguna untuk mengalokasikan, mempertahankan dan memperluas lahan terbuka hijau untuk keseimbangan ekologi lingkungan kota, yang pada saat ini sangat diperlukan untuk pembangunan kota berwawasan lingkungan ( Zoer’aini 2005). Keberadaan hutan kota dapat menciptakan iklim mikro yang nyaman bagi manusia karena adanya penutupan tajuk. Penutupan tajuk atau kanopi yang rapat dalam hutan kota akan mempengaruhi iklim mikro melalui tiga cara yaitu: (1) menurunkan radiasi; (2) menurunkan kecepatan angin; dan (3) meningkatkan kelembaban relatif (Zoer’aini 2005). Iklim mikro yang terbentuk di bawah kanopi pepohonan berbeda dengan di luarnya, sebab cahaya yang masuk sampai ke lantai hutan lebih sedikit, kelembaban tinggi, dan temperatur lebih rendah. Oleh sebab itu di dalam iklim mikro akan tumbuh jenis tumbuhan lain seperti semak, semai, pancang, tumbuhan pemanjat, epifit, parasit seperti benalu dan, saprofit (Whitmore 1980; Longman dan Jenick 1990; Slamet 2008).

Struktur hutan kota ditentukan oleh keanekaragaman vegetasi yang ditanam sehingga terbentuk hutan kota yang berlapis-lapis dan berstrata baik secara vertikal maupun horizontal yang meniru hutan alami. Struktur vegetasi secara garis besar ditentukan oleh bentuk pertumbuhan vegetasi, ukuran dan bentuk tajuk, fungsi, ukuran dan tekstur daun (Mitchell 1989). Tumbuhan berbentuk pohon yang menyusun vegetasi hutan kota, meliputi tumbuhan berkayu yang mempunyai batang, bercabang-cabang, dan mempunyai ketinggian sampai 8 meter. Kelompok semak-semak, meliputi tumbuhan yang mempunyai beberapa batang, dan umumnya mempunyai ketinggian di bawah 8 meter (Zoer’aini 2005)

(23)

7

hutan kota tersebut sehingga menyebabkan gagalnya pertumbuhan bibit. Kondisi ini menyebabkan masih ada lahan terbuka sehingga gulma seperti rumput-rumputan, pletekan dan ajeran tumbuh lebih subur (Lampiran 1).

Berbeda dengan hutan kota UI yang pada awalnya berupa perkebunan karet, saat ini digantikan dengan jenis-jenis tumbuhan cepat tumbuh, pohon buah-buahan seperti rambutan, kepel dan tumbuhan kayu seperti jati, meranti dan merawan serta tumbuhan bawah seperti suweg. Pohon karet yang masih ada sudah tidak produktif, tumbuh di tepi hutan kota atau tepi jalan sebagai tumbuhan pelindung (Lampiran 2). Hutan kota Arboretum Cibubur, dibangun pada tahun 1984, merupakan kawasan hutan kota yang sengaja dibentuk sebagai sarana pendidikan, latihan, rekreasi dan untuk mengenal kekayaan hutan Indonesia. Di hutan kota ini sengaja ditanam dengan tumbuhan yang menyerupai hutan alami sehingga dijumpai tanaman hutan seperti meranti, merawan, sempur, tusam, dan pulai. Selain itu dijumpai juga tumbuhan pantai seperti pandan, dan bintaro (Lampiran 3) (Pemprov DKI 2009).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dimulai pada bulan November 2011 sampai Maret 2012. Pada awal pengambilan sampel bersamaan pada musim kering (bulan November 2011 sampai dengan awal Januari 2012) dan bulan Januari akhir sampai Maret memasuki musim penghujan. Penelitian dilakukan di tiga hutan kota di wilayah DKI Jakarta, yaitu hutan kota Universitas Indonesia, Arboretum Cibubur dan hutan kota PT JIEP Pulogadung (Gambar 2).

Hutan Kota Universitas Indonesia

Hutan kota UI ditetapkan berdasarkan SK Rektor UI Nomor 84/SK/12/1988, tanggal 31 Oktober 1988, diperbaharui dengan SK Gubernur Nomor 3487/1999 dengan nama Mahkota Hijau, yang difungsikan sebagai wilayah resapan air, wahana koleksi pelestarian plasma nutfah, wahana penelitian dan sarana rekreasi alam. Hutan kota UI dengan luas sekitar 45 ha secara geografis terletak pada 6˚20’ 45” LS dan 106˚ 49’ 15” BT. Hutan kota UI berbatasan langsung dengan pusat kegiatan atau aktivitas yang terletak di kota Depok. Wilayah hutan kota UI sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Jagakarsa, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Beji Timur dan sebelah Timur dengan Kelurahan Pondok Cina.

(24)

8

Gambar 2 Peta lokasi penelitian : Hutan kota PT JIEP Pulogadung (A); Arboretum Cibubur (B) dan Universitas Indonesia (C)

Habitat kawasan hutan kota UI terdiri dari dua bentuk ekosistem yaitu a) ekosistem perairan yang merupakan wahana tandon air (situ atau danau), dan b) kawasan hutan kota yang direncanakan sebagai wahana koleksi pelestarian plasma nutfah. Sebelum ditetapkan sebagai hutan kota kawasan ini merupakan kawasan perkebunan karet, milik masyarakat setempat, sehingga pada awal pembentukan dan penetapan menjadi hutan kota masih tersisa tumbuhan karet (Gambar 3).

Gambar 3 Lokasi penelitian hutan kota UI

A

B C

Jakarta Barat

Jakarta Utara

Jakarta Timur Jakarta Pusat

(25)

9

Hutan Kota Arboretum Cibubur

Hutan kota Arboretum Cibubur dikenal dengan nama “Arboretum Wanawisata Pramuka Cibubur”, penetapan lokasinya didasarkan atas Surat Departemen Kehutanan No. 2570/89, tanggal 25 September 1989 dengan pembaharuan SK Gubernur DKI Jakarta 872/2004, merupakan ruang terbuka hijau di lingkungan Bumi Perkemahan Cibubur. Secara geografis terletak pada 6˚20’ 01” Lintang Selatan dan 106˚70’31” Bujur Timur,dengan luas kurang lebih 40 Ha. Berdasarkan administrasi pemerintahan, kawasan ini termasuk ke dalam wilayah Jakarta Timur, Kecamatan Cipayung dan Kelurahan Cibubur dan terletak tidak jauh dari jalan tol Jagorawi.

Konfigurasi lapang kawasan ini merupakan hamparan dataran hingga bergelombang ringan, dengan ketinggian kurang lebih 43 m dpl. Kawasan Arboretum Cibubur merupakan suatu kesatuan kompak dengan berbagai jenis pepohonan yang merupakan koleksi dari beberapa jenis sebagai pusat pelestarian plasma nutfah. Jenis yang dikembangkan merupakan koleksi dari berbagai jenis tumbuhan yang dianggap dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan. Kawasan ini merupakan daerah resapan air untuk kepentingan tata air tanah serta tempat tinggal satwa liar (Gambar 4) (Pemprov DKI 2009).

Gambar 4 Lokasi penelitian hutan kota Arboretum Cibubur

Hutan Kota Jakarta Industrial Estat Pulogadung

Hutan kota di kawasan industri Pulau Gadung dikelola oleh PT JIEP, ditetapkan berdasarkan surat persetujuan pengelolanya pada tahun 1988, yang merupakan ruang terbuka hijau penyangga kawasan industri dan merupakan daerah resapan air. Wilayah hutan kota ini diperbaharui dengan SK Gubernur Nomor 870/2004 (Pemprov DKI 2009).

(26)

10

lebih 235 juta m2dengan kedalaman rata-rata 4,5 m. Kawasan hutan ini memiliki fungsi utama sebagai daerah penampung air limpahan dari wilayah sekitarnya, selain itu berfungsi juga sebagai kawasan penyangga lingkungan fisik kawasan industri (Gambar 5). Industri yang ada di sekitar hutan kota PT JIEP antara lain industri cat tembok, lem, otomotif, kimia, makanan, minumn dan, keramik.

Gambar 5 Lokasi penelitian hutan kota PT JIEP

Bahan dan Alat

Peralatan yang digunakan berupa peralatan lapangan untuk kegiatan analisis vegetasi, pengukuran data lingkungan dan koleksi spesimen herbarium. Bahan yang digunakan berupa spesimen segar dan herbarium dari vegetasi di dalam plot dan di sekitar plot penelitian.

Prosedur Analisis Vegetasi

(27)

11

3 m

3m

10 m Jalur transek

20 m

Jalur transek

Gambar 6 Desain plot analisis vegetasi ukuran (3 x 3) m²

Pada setiap plot analisis vegetasi dilakukan pengukuran faktor lingkungan berupa persentase tutupan kanopi dengan menggunakan concave densiometer, intensitas cahaya pada lantai hutan yang di ukur dengan menggunakan light meter, suhu dan kelembaban diukur dengan menggunakan thermohigrometer. Pengukuran suhu dilakukan pagi dan siang hari. Posisi dan ketinggian tempat dari permukaan laut tertera pada global positioning system (GPS). Data suhu dan curah hujan rata-rata, secara umum yang digunakan berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) DKI Jakarta. pH tanah diukur menggunakan pH meter dan analisis struktur dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor.

Tumbuhan paku yang ada di dalam plot diidentifikasi berdasarkan beberapa buku untuk identifikasi tumbuhan paku (Sastrapraja et al. 1979; Sastrapraja dan Afriastini 1985; Piggot 1988; Andrews 1990 serta Winter dan Amoroso 2003). Spesimen herbarium yang belum teridentifikasi diidentifikasi di Herbarium Bogoriense (BO), Cibinong, Bogor. Ciri-ciri morfologi lain juga diamati seperti bentuk, struktur dan ukuran daun; penyebaran dan bentuk sori. Dari pengamatan ini dibuat kunci identifikasi untuk marga dan jenis.

Analisis Data

Data tumbuhan paku yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis untuk memperoleh nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR) dan dominansi relatif (DR). Indeks nilai penting (INP) merupakan penjumlahan dari nilai KR, FR, dan DR dari suatu jenis tumbuhan paku yang dihitung menggunakan formulasi sebagai berikut (Soerianegara dan Indrawan 1988):

Kerapatan relatif (KR) = Kerapatan suatu jenis x 100% Kerapatan seluruh jenis

(28)

12

Dominansi relatif (DR) = Dominasi suatu jenis x 100% Dominasi seluruh jenis

Kerapatan, frekuensi dan dominansi relatif merupakan hasil perhitungan kerapatan, kehadiran dan penutupan tumbuhan paku terestrial di dalam plot pengamatan. Kesamaan komposisi jenis tumbuhan paku antara tiga hutan kota digambarkan dengan perhitungan indeks kesamaan jenis (IS) dengan rumus sebagai berikut (Cox 1996):

Dimana :

IS= Indeks kesamaan komposisi jenis

A = Jumlah jenis pada masing-masing lokasi A B = Jumlah jenih pada masing-masing lokasi B

C = Jumlah jenis yang sama pada lokasi penelitian yang dibandingkan

Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan paku digambarkan dengan indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan. Keanekaragaman jenis dihitung berdasarkan indeks Shannon (H') dengan rumus sebagai berikut (Ludwig dan Reynolds 1988):

H' = -∑ [ ni/N] ln [ni/N]

H' : indeks keanekaragaman Shannon ni : jumlah individu jenis ke-i

N : total jumlah individu semua jenis yang ditemukan.

Magurran (1988) menyatakan jika indeks keanekaragaman (H’) <1.5 menunjukkan keanekaragaman rendah; 1.5<H’<3.5 menunjukkan keanekaragaman yang sedang dan, jika H’ > 3.5 menunjukkan keanekaragaman yang tinggi. Untuk melihat apakah terdapat dominasi jenis pada lokasi penelitian maka dilakukan perhitungan nilai ekuitabilitas atau indeks kemerataan (Evenness Index/E) dengan rumus:

E = H’/Hmax = H’/Ln S.

S : jumlah jenis.

Nilai E berkisar antara 0 – 1, jika nilai E mendekati nol (0) menunjukkan kemerataan yang rendah sebaliknya jika nilai E mendekati satu (1) menunjukkan kemerataan yang tinggi.

(29)

13

Pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadap keberadaan tumbuhan paku dianalisis dengan menggunakan metode Canonical correspondence analysis

(CCA), menggunakan Software PAST 2.16 (Hammer et al. 2001). Analisis dilakukan untuk melihat korelasi hubungan antara jenis-jenis tumbuhan paku dengan faktor-faktor abiotik yang meliputi suhu, pH tanah, kelembaban dan intensitas cahaya, dengan keluaran berupa ordinasi. Jarak antara titik-titik yang melambangkan jenis tumbuhan paku pada ordinasi menunjukan jarak kesamaan atau ketidaksamaan antar jenis (Braak 1986; Legendre dan Legendre 1998; Kurniawan dan Parikesit 2008).

HASIL

Karakteristik Tumbuhan Paku Variasi habitus dan rhizoma

Berdasarkan habitat tumbuhan paku di hutan kota yang diteliti, ditemukan dua macam tumbuhan paku yaitu paku epifit dan terestrial (Gambar 7). Paku epifit terdiri dari 4 marga yaitu Pyrrosia, Drynaria, Asplenium dan Vittaria sedangkan 18 paku lainnya adalah paku terestrial.

Semua habitus tumbuhan paku yang epifit maupun terestrial adalah herba, namun bervariasi, dalam tipe pertumbuhannya. Tumbuhan paku terestrial mempunyai rhizoma yang tegak, menjalar atau memanjat. Rhizoma yang menjalar tumbuh di permukaan tanah atau membentuk belukar seperti pada suku

Gleicheniaceae. Pada tumbuhan paku yang mempunyai bentuk rhizoma yang menjalar dan memanjat, daun akan tumbuh pada bagian atas dari rhizoma sedang akarnya akan tumbuh di bagian bawahnya. Stipe dan rachis memanjat ke tajuk pohon kecil seperti pada Schizeaceae. Rhizoma yang tegak umumnya bercabang, kokoh dan berkayu dengan daun membentuk roset di bagian terminal seperti pada suku Thelypteridaceaedan Adiantaceae.

Gambar 7 Habitat tumbuhan paku: terestrial (a) dan epifit (b)

(30)

14

Variasi daun

Daun tumbuhan paku di hutan kota bervariasi dalam ukuran, bentuk daun fertil dan steril, bentuk daun pertama dan seterusnya, dan bentuk daun steril. Berdasarkan ukuran daun spesimen hasil penelitian ditemukan dua macam daun tumbuhan paku yaitu microphyl (Selaginella) (Gambar 8) dan yang lain

megaphyl. Berdasarkan perbedaan bentuk daun steril dan fertil ditemukan daun yang monomorphic dan dimorphic(Gambar 9). Daun yangdimorphic ditemukan hanya satu jenis yaitu Pteris ensiformis, sedang jenis yang lain memiliki daun

monomorphic, namun bentuk daun bervariasi dari bentuk tunggal, majemuk menyirip dan majemuk menyirip ganda (Gambar 10). Selain itu anak daunnya juga bervariasi pada bentuk dan tepi lamina. Bentuk anak daun bervariasi dari linier, elips, dan lanset. Tepi anak daun bervariasi mulai dari satu lekukan atau beberapa lekukan .

Gambar 8 Microphylpada Selaginella

Gambar 9 Variasi daun: monomorphyc(a); dimorphyc(b): 1. daun fertil, 2. daun steril

b a

1

(31)

15

Gambar 10 Variasi daunmonomorphyc: pinnate (a); tri-pinnate (b); pinnae (tanda panah)

Variasi kumpulan sporangium

Letak dan susunan sori atau sporangium pada daun sangat penting untuk identifikasi marga tumbuhan paku. Dari hasil pengamatan spesimen hasil penelitian diketahui ada 6 perbedaan letak dan susunan sori (Gambar 11) yaitu:

1. Sporangium terletak pada ujung daun, membentuk organ yang disebut strobilus, seperti pada marga Selaginella.

2. Sori beralur longitudinal (membujur) pada bagian tepi seolah-olah menutupi tepi misalnya pada Vittaria, Pteris.

3. Sori terletak disepanjang peruratan daun diantara costa dan tepi daun. Contohnya marga Taenitis, Asplenium, dan Pyrrosia.

4. Sori membulat atau lonjong menyebar pada peruratan daun dengan atau tanpa indusium. Marga yang termasuk disini adalah: Christella, Dicranopteris, Pleocnomia danSphaerostephanos.

5. Sori membulat atau lonjong, terletak dibagian ujung pada peruratan bebas dekat tepi daun. Marga yang termasuk di dalam ini yaitu Nephrolepis, Microlepiadan Adiantum.

6. Anak daun fertil menghasilkan sporangia yang menyebar dari tepi daun pada ujung pertulangan. Sporangia pada dua baris dilindungi oleh indusia contohnya Lygodium.

(32)

16

[image:32.612.140.460.89.347.2]

Gambar 11 Variasi sori : strobili (a); seolah-olah menutupi tepi daun (b); di sepanjang urat daun diantara costa dan tepi daun (c); membulat atau memanjang pada peruratan daun (d); membulat atau memanjang di tepi daun (e); menyebar dari tepi daun pada ujung pertulangan (f).

Deskripsi dan kunci identifikasi

AdiantumLinnaeus

Rhizoma pendek, tegak atau menjalar pendek dengan sisik berwarna coklat tua atau gelap. Tangkai daun berwarna hitam, berbulu atau mengkilap dan langsing. Daun majemuk menyirip ganjil, percabangan dikhotom, bentuk jajaran genjang, dengan tepi berlekuk. Sori di bawah permukaan daun terletak pada lekukan tepi daun berbentuk setengah lingkaran atau ginjal, dengan indusia palsu. Kunci identifikasi jenis:

a. Anak daun jajaran genjang, majemuk menyirip ganjil ……... A. diaphanum

b. Anak daun bulat telur, majemuk menyirip genap …………... A. aethiopicum

Amphineuron Holttum

Rhizoma ramping, merayap, bercabang, bersisik, berwarna coklat kehitaman. Tangkai daun berambut halus, bersisik pada pangkalnya. Daun majemuk menyirip, anak daun berlekuk, anak daun bagian bawah tereduksi, seringkali berukuran sangat kecil. Sori bulat dengan indusia berbentuk ginjal, terletak pada ujung tulang daun bagian, seringkali dengan rambut-rambut

pendek, spora berwarna gelap ….……….A. terminans

a c

d e f

(33)

17

ChristellaLeveille

Rhizoma pendek menjalar, hampir selalu ditutupi oleh sisik tipis. Daun majemuk menyirip, anak daun jorong, berlekuk dangkal sepertiga urat daun, seluruh permukaan bawah daun tertutup oleh rambut. Sori bulat, indusia berambut, bentuk ginjal, menyebar pada peruratan daun …..…..C. subpubescens

Dicranopteris Bernhardi

Rhizoma panjang, menjalar, tertutup sisik berwarna coklat. Tangkai daun dikhotom, bagian pangkal tertutup sisik, warna kehitaman. Anak daun bentuk lanset, menyirip. Sori terletak pada peruratan daun, tersusun 10 - 14 sporangia tanpa indusia. Stipula panjang 1 cm terletak pada dasar cabang pertama

………. …… ………...D. linearis

LygodiumSwartz

Rhizoma panjang, bercabang, diameter 2 mm, bagian ujung bersisik. Anak daun terbagi dalam hampir mencapai pangkal. Daun steril secara teratur berlekuk atau bergerigi, daun fertil sering kali sempit atau lebih kecil dari pada yang steril, tepi berlekuk. Setiap lekukan akan muncul dua deret sporangia, tertutup dengan indusia. Sori keluar di sepanjang tepi daun.

Kunci identifikasi jenis

a. Anak daun bagian basal tidak menyatu dengan tangkai daun membengkak …

……… ……….. L. flexuosum

b. Anak daun again basal menyatu bentuk segitiga dengan tangkai ramping …..

……….. …..………... L. microphylum

Microlepia Presl

Rhizoma menjalar, daun tripinatus anak daun dengan tepi berlekuk. Sori melingkar pada urat daun dengan indusium. Sori masing-masing satu pada setiap

lekukan anak daun ……… M. speluncae

Nephrolepis Schott

Rhizoma lurus pendek, padat, bercabang. Daun linearis, majemuk menyirip letak anak daun berseling pada rachis utama, tepi berlekuk, ujung meruncing. Daun steril berukuran lebih besar dari yang fertil. Sori dengan indusia, agak membulat, berderet, terletak di atas peruratan tepi daun …………

……….………..………N. falcata

PterisLinnaeus

(34)

18

Kunci untuk jenis:

a. Daun dimorphic, anak daun semakin ke ujung memanjang …… P. ensiformis

b. Daun monomorphic, anakdaun semakin keujung memendek ... P. biaurita Pleocnemia(C.Presl)Holttum

Rhizoma pendek, tegak, tertutup sisik yang tipis. Berukuran besar, dapat mencapai 75 cm, helaian anak daun bentuk lanset. Sori bulat, kecil, terletak di bawah permukaan daun, menyebar tidak beraturan tanpa indusium.

Kunci untuk jenis:

a. Daun bagian ujung bertoreh dalam dengan anak daun bagian basal membesar

……… P. conyugata

b. Daun bertoreh dangkal………. P. irregularis

Taenitis Willd.ex Sprengel

Rhizoma menjalar pendek, ujung bersisik rapat, berwarna coklat gelap. Tangkai daun berdekatan. Daun menyirip, helaian daun lanset, ujung runcing, hijau gelap, tekstur kaku. Sori bentuk garis terletak diantara tepi daun dan tulang tengah daun, berwarna coklat kehitaman ………. T. blechnoides

SphaerosthephanosJ.Smith

Caudex(bonggol) tegak dengan sisik tipis. Daun majemuk menyirip, anak daun berlekuk, beberapa anak daun tereduksi di bagian basal, berambut. Sori bulat, berwarna gelap, dengan indusium berwarna coklat, terletak di antar lekukan dancosta.………Sphaerosthephanos sp.

Vegetasi hutan kota

Pada awalnya hutan kota UI ditanami dengan karet dan akasia (komunikasi pribadi). Tanaman karet tersebut ditanam dan dikelola oleh masyarakat yang hasilnya sebagai tambahan penghasilan. Tetapi setelah dikelola oleh Universitas Indonesia sebagian lahan digunakan sebagai tempat pendidikan serta prasarananya dan sisanya digunakan untuk hutan kota. Saat ini tanaman karet yang ada sebagian besar digantikan oleh tumbuhan lain yang sengaja ditanam dalam rangka pembentukan hutan kota. Walaupun demikian semai-semai tumbuhan karet masih ada dan tumbuh bersama dengan tumbuhan jenis baru. Selain karet dan akasia, tumbuhan bawah berupa semai dan anakan pohon yang ditemukan di hutan kota UI berjumlah 89 jenis antara lain saga, microcos, bungur, gadung, daun moreto, suweg dan beringin-beringinan.

(35)

19

rendah (Lampiran 4). Pohon akasia yang ada di hutan kota UI ini terlihat batangnya mulai keropos dimakan usia karena tidak ada peremajaan sehingga menyebabkan penutupan tajuk menjadi berkurang.

Gambar 12 Lokasi hutan jati di hutan kota UI

Hutan kota Arboretum Cibubur terbagi menjadi beberapa blok dengan masing-masing blok mewakili tumbuhan hutan alami, seperti tumbuhan hutan hujan tropis, hutan pantai, hutan pegunungan dan hutan dataran rendah dengan jumlah tumbuhan bawah yang ditemukan ada 42 jenis. Tumbuhan yang ditemukan di blok hutan hujan tropis dan hutan dataran rendah antara lain matoa,

saga pohon, meranti, pengarawang, flamboyan. Di blok hutan pegunungan ditemukan pinus, pule, sempur, sedang di blok hutan pantai ditemukan baringtonia, dan pandan. Pada plot yang dibuat melewati hutan

Dipterocarpaceae, seperti meranti dan merawan terdapat serasah yang lebih tebal dibandingkan dengan serasah plot yang lain. Bentuk daun dari anggota suku

Dipterocarpaceaeini umumnya lebar, tebal dengan peruratan yang menonjol, dan lebih sulit terdekomposisi hal ini yang mungkin menyebabkan tidak ditemukan tumbuhan paku. Tumbuhan dengan INP tertinggi yaitu saga pohon (75.62%), drewak (49%) dan pule (36.52%) (Lampiran 5).

Hutan PT JIEP sengaja dibangun di sekitar kawasan industri. Dari hasil pengamatan vegetasi yang ada di hutan kota PT JIEP, dijumpai 53 jenis diantaranya tumbuhan tahunan seperti tanjung, saga pohon, bungur, buni, lamtoro, asam landi, keciat, pohon biola, kordia dan, bintaro. Dalam rangka perluasan dan penambahan jenis-jenis vegetasi hutan PT JIEP, pada tahun 2009 telah ditanam kembali jenis-jenis pohon seperti kenari, mahoni dan jati sehingga terlihat banyak hewan ternak terutama kambing yang sengaja dilepas oleh masyarakat. Hewan ini akan memakan daun tumbuhan yang baru ditanam sehingga mengganggu pertumbuhannya. Di samping itu di tengah hutan kota ada sebuah danau penampungan yang disekitarnya banyak tumbuh semak-semak dan gulma antara lain kangkung-kangkungan, talas, gewor, gamet, sisik betok,

pletekan, dan ilalang. Tumbuhan yang mempunyai INP tinggi adalah pletekan

[image:35.612.179.456.162.339.2]
(36)

20

yang lain adalah alang-alang dan jakut pahit dengan INP 12.595% dan 12.559% (Lampiran 6).

Keanekaragaman Tumbuhan Paku

Hasil penelitian yang dilakukan di hutan kota UI dan, Arboretum Cibubur, diketahui ada 18 jenis tumbuhan paku yang termasuk dalam 11 marga dan 8 suku (Lampiran 7). Di Hutan kota UI ditemukan ada 10 marga dengan 14 jenis, sedangkan di Arboretum Cibubur ditemukan 8 marga dengan 11 jenis. Kelompok tumbuhan paku yang paling banyak anggotanya adalah

Thelypteridaceae, terdiri dari 4 marga dengan 6 jenis sedangkan suku yang paling sedikit anggotanya adalah Oleandraceae dan Gleicheniaceae, masing-masing dengan satu jenis. Ada 7 jenis tumbuhan paku yang dijumpai di hutan kota UI dan Arboretum Cibubur yaitu Microlepia speluncae, Microlepia sp., Lygodium microphyllum, L. flexuosum, Pteris ensiformis, Sphaerostephanos sp. dan

Cristella subpubescens. Tumbuhan paku yang hanya dijumpai di hutan kota UI ada 7 jenis yaitu Adiantum ethiopicum, A. diapharum, Taenitis blechnoides, Pteris biaurita, Nephrolepis falcata, Arcypteris irregularis dan Pleocnemia conyugata. Jenis paku yang hanya dijumpai di hutan kota Arboretum Cibubur ada 4 jenis yaitu Taenitis sp., Dicranopteris linearis, Cristella sp. dan

Amphineuron terminans (Tabel 1).

Berbeda dengan hutan kota UI dan Arboretum Cibubur, di hutan kota PT JIEP tidak ditemukan tumbuhan paku dalam plot penelitian tetapi ada satu jenis paku ditemukan di luar plot penelitian yaitu Pteris vittata. Tumbuhan ini tumbuh berasosiasi dengan tumbuhan lain seperti pletekan, lumut dan gendong anak di sepanjang dinding parit yang pecah di sekitar hutan kota PT JIEP. Di hutan kota UI dan Arboretum Cibubur ditemukan juga tumbuhan paku yang dijumpai di luar plot penelitian yaitu Selaginella willdenowii dan Polypodium trilobum(Gambar 13). Dengan demikian jumlah total jenis paku terestrial di kedua hutan ini

Gambar 13 Jenis tumbuhan paku yang ada di luar plot pengamatan UI, Arboretum Cibubur dan PT JIEP : Pteris vittata(a);Polypodium trilobum(b); Selaginella willdenowii (c)

berjumlah 20 jenis, sedang jumlah individu tumbuhan paku pada seluruh petak penelitian 1030 individu yang terdiri dari 334 individu di hutan kota Arboretum Cibubur dan 696 di hutan kota UI. Di hutan kota UI ditemukan juga paku epifit yaitu Pyrrosia piloselloides, Vittaria ensiformis, Drynariasp.,Aspleniumsp. dan

(37)

21

di Arboretum Cibubur ditemukan Asplenium sp. dan Pyrrosia piloselloides

[image:37.612.108.519.182.431.2]

sedang tumbuhan paku epifit tidak dijumpai di hutan kota PT JIEP Pulogadung.

Tabel 1 Keanekaragaman suku, jenis, habitat, penyebaran dan jumlah individu tumbuhan paku terestrial di hutan kota UI dan Arboretum Cibubur

No Suku Jenis Habitat Jumlah individu Arb. UI

1 Adiantaceae Adiantum aethiopicum A 0 1

Adiantum diapharum A 0 1

2 Blehnaceae Taenitis blechnorides A 10 3

Taenitis sp. A 3 0

3 Dennstaedtiaceae Microlepia speluncae A 6 25

Microlepiasp. A 0 1

4 Gleicheniaceae Dicranopteris linearis B 14 0

5 Schizaeaceae Lygodium microphyllum B* 84 20

Lygodium flexuosum B* 19 20

6 Pteridaceae Pteris biaurita B 0 6

Pteris ensiformis B 38 115

7 Oleandraceae Nephrolepis falcata. A 0 108

8 Thelypteridaceae Amphioneuron terminans B 11 0

Sphaerostephanos sp. B 75 392

Christella subpubescens B 8 2

Christella sp. B 66 0

Pleocnemia irregularis A 0 1

Pleocnemia conyugata A 0 1

Jumlah individu 334 696

Keterangan : A = terlindung/naungan; B = terbuka/suka sinar; B* = memanjat ditempat terbuka

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman jenis (H’=1.97) dan kemerataan (E = 0.82) di hutan Arboretum Cibubur lebih tinggi dibandingkan dengan hutan kota UI (H’ = 1.36 dan E = 0.52) sedangkan indeks kesamaan (IS) antara hutan kota UI dan Arboretum Cibubur = 0.56. Dilihat dari aspek ekologi, di hutan kota UI yang paling menonjol keberadaannya adalah pakuSphaerostephanos sp. dengan INP mencapai 161.33%, diikuti Nephrolepis falcata (41.34%), Pteris ensiformis (28.85%) dan Lygodium flexuosum (27.20 %) sedang Microlepiasp.,

Pleocnemia conyugata, Adiantum aethiopicum, Adiantum diapharum dan

Pleocnemia irregularis mempunyai INP berkisar 15.49 – 1.09 % (Gambar 14). Sebaliknya di Arboretum Cibubur tidak dijumpai tumbuhan paku dengan INP yang menonjol. Beberapa jenis tumbuhan paku dengan INP cukup tinggi adalah

Lygodium microphyllum (71.63%) diikuti Sphaerostephanos sp. (58.66%),

(38)

22

Faktor lingkungan

Berdasarkan hasil penelitian di hutan kota UI dan Arboretum Cibubur ditemukan 8 jenis tumbuhan paku terestrial yang hidup di bawah naungan, 10 jenis hidup di tempat terbuka, dan dua jenis diantaranya hidup memanjat (Tabel 1; Lampiran 7). Hasil pengukuran lingkungan selama penelitian berlangsung di hutan kota UI dan Arboretum Cibubur menunjukkan kisaran suhu pagi dan siang di kedua lokasi relatif sama yaitu sebesar 27˚ – 32˚ C (pagi) dan 29˚ – 33˚ C (siang). Kisaran kelembaban di hutan kota UI lebih tinggi dibandingkan Arboretum Cibubur sedangkan pH tanah relatif hampir sama, berkisar 5.2 – 7 (UI) dan 5.4 – 6.8 (Arboretum Cibubur). Kisaran intensitas cahaya di Hutan kota UI lebih luas (106 – 30.500 lux) dibandingkan dengan hutan kota Arboretum Cibubur (218 – 22.800 lux) sedangkan kisaran penutupan kanopi berkisar 0 - 89.10 % (UI) dan 0- 88.6% (Arboretum Cibubur) (Tabel 2).

Tabel 2 Kisaran suhu udara, kelembaban, intensitas cahaya dan penutupan kanopi di hutan kota UI, Arboretum Cibubur dan PT JIEP

Lokasi hutan

Suhu pagi (˚C)

Suhu siang (˚C)

Kelembaban (%)

Intensitas cahaya (lux)

Penutupan tajuk (%)

UI 27-32 29-32 62-76 106-30.500 0-89.10

Arboret. 27-32 29-33 52-78 218-22.800 0-88.60

JIEP 27-33 30-34 50-69 240-35.800 0-67.00

Gambar 14 Indeks nilai penting (INP) tumbuhan paku di hutan kota UI

[image:38.612.104.468.285.648.2]
(39)

23

Gambar 15 Indeks nilai penting (INP) tumbuhan paku di hutan kota Arboretum

[image:39.612.153.491.101.310.2]

Selain faktor lingkungan, dilakukan juga analisis sifat fisik dan kimia tanah pada ketiga hutan kota. Salah satu sifat fisik tanah adalah tekstur tanah sedang sifat kimia tanah adalah Ca, Mg, K, Na dan kapasitas tukar kation (KTK) (Hardjowigeno 2010). Hasil analisis tanah menunjukkan hutan kota UI dan Arboretum Cibubur mempunyai tekstur tanah yang sama yaitu liat berpasir sedang PT JIEP mempunyai tekstur tanah liat berdebu. Perbandingan tekstur tanah pada hutan kota PT JIEP antara liat: debu (62 : 31) sedangkan hutan kota UI dan Arboretum Cibubur bertekstur lihat berpasir (Gambar 16).

[image:39.612.163.487.483.665.2]
(40)

24

Faktor lingkungan lain yang diukur dalam penelitian ini adalah kualitas udara. Jenis parameter pencemar udara yang diukur berdasarkan pada baku mutu udara ambien menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999. Beberapa parameter kualitas udara yang dimaksud antara lain SO2, CO, NO2, TSP (debu)

dan Pb. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas udara ketiga hutan kota ini masih di bawah ambang batas. Walupun demikian jika dilihat kandungan SO2, yang paling tinggi (5.46μg/m³) terdapat di hutan kota Arboretum Cibubur, diikuti oleh UI (1.30μg/m³) dan PT.JIEP yang paling rendah (0.77 μg/m³). Nilai NO2yang paling tinggi terdapat di hutan kota PT JIEP (8.94 μg/m³) diikuti UI (5.71μg/m³) dan Arboretum Cibubur (5.23μg/m³). Nilai TSP (debu) yang paling tinggi ada di hutan kota PT JIEP sebesar 179.44 μg/m³, Arboretum Cibubur 169.64μg/m³ dan terendah ada di UI sebesar 63.86μg/m³. Tingginya debu dan NO2 di hutan kota PT JIEP disebabkan hutan kota ini berada disekitar kawasan industri, sedang tingginya SO2 di Arboretum Cibubur karena dekat dengan jalan tol Jagorawi. Kandungan Pb di udara relatif sama antara hutan kota UI, Arboretum Cibubur dan PT JIEP (Tabel 3).

Tabel 3 Hasil pengukuran kualitas udara ambien.

No. Parameter yang diamati

Baku mutu Satuan Arboretum JIEP UI

1. SO2 900 μg/m³ 5.46 0.77 1.30

2. CO 30.000 μg/m³ < 2500 < 2500 < 2500

3. NO2 400 μg/m³ 5.23 8.94 5.71

4. TSP (debu) 230 μg/m³ 169.64 179.44 63.86

5. Pb 2 μg/m³ < 0.04 0.07 < 0.04

(41)

25

Gambar 17 Hubungan antara faktor lingkungan dengan tumbuhan paku di hutan kota UI. Keterangan: A. diaparum (Ad); A. aethiopicum (Ae); C. subpubescens (Crs); T. blechnoides

(Tab); L. flexuosum (Lf); ), L. microphyllum (Lm); M. speluncae(Ms);Microlepiasp. (Msp);N. falcata (Nsp); P. enciformis (Pe); P. conyugata (Pc); P. beurita (Pb);

Pleocnemia irregularis(Pi);Sphaerostephanossp. (Sp); Suhu pagi maupun siang, intensitas cahaya dan pH tanah di hutan kota Arboretum Cibubur mempengaruhi secara positif keberadaan L. flexuosum, A. terminansdan D. linearissebaliknya berpengaruh negatif terhadapChristellasp.,

Taenitis blechnoides dan Taenitis. Ditinjau dari sifat hidup, tumbuhan paku tersebut menyukai tempat terbuka. Naungan akan mempengaruhi secara negatif terhadap P. ensiformis, Christella sp., Taenitis blechnoides dan Taenitis sp. artinya semakin tinggi persentase naungan semakin berkurang keberadaannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keempat jenis tumbuhan paku ini menyukai tempat yang terbuka. Intensitas cahaya yang masuk ke lantai hutan akan mempengaruhi kelembaban. Pada jenis tumbuhan paku tertentu seperti M. speluncae, L. microphyllum, dan Sphaerostephanos sp., kelembaban akan mempengaruhi secara negatif, artinya semakin tinggi kelembaban semakin sedikit jumlah individunya sebaliknya semakin rendah kelembaban jumlah individu tumbuhan paku ini semakin banyak. Dapat disimpulkan bahwa tumbuhan paku ini menyukai tempat yang terbuka (Gambar 18).

Tutupan Serasah

[image:41.612.161.464.106.333.2]
(42)
[image:42.612.139.437.87.301.2]

26

Gambar 18 Hubungan antara faktor lingkungan dengan tumbuhan paku di hutan kota Arboretum Cibubur. Keterangan: A. terminans

(At); Christellasp. (Cr); C. subpubescens (Crs); D. linearis

(Dl); L.microphyllum (Lm);L. flexuosum (Lf); M. speluncae

(Ms); P. enciformis (Pe); Sphaerostephanos sp. (Sp);

Gambar

Gambar 1 Morfologi umum tumbuhan paku  (Mickel 1979)
Gambar 2  Peta lokasi penelitian : Hutan kota  PT JIEP Pulogadung (A);        Arboretum Cibubur (B) dan Universitas Indonesia (C)
Gambar 4 Lokasi penelitian hutan kota Arboretum Cibubur
Gambar 5 Lokasi penelitian hutan kota PT JIEP
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil evaluasi Penawaran File I dan File II serta pengumuman pemenang pada Pekerjaan Penegasan Batas Daerah Kota Tangerang Selatan, maka kami bermaksud melakukan

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK EVALUASI KINERJA DOSEN DI UNIVERSITAS SUKA MAJU YOGYAKARTA. yang dipersiapkan dan

Tujuan dari penelitian ini adalah merancang bangun prototype untuk memonitoring ruang pada NICU berbasis raspberry pi dengan menggunakan IP dari raspberry pi ke

Jika kita lihat dari keadaan masyarakat, ada tiga faktor yang sangat signifikan: mengapa banyak rakyat yang terlibat dalam politik uang, antara lain sebagai berikut

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK)

Keberadaan kandang ternak ada di Kelu- rahan Bandengan, Kertoharjo, Banyurip Ageng, dan Kuripan Lor.Lokasi penderita yang positif mikrofilaria di Kelurahan Bandengan, Jenggot

Langkah-langkah pada aplikasi ANP adalah : (1) membuat konstruksi model dengan kontrol hierarki yang terdiri dari aspek-aspek yang dipertimbangkan dan alternatif

Setelah proses pembuatan animasi selesai, dilanjutkan dengan melakukan pengujian untuk mengetahui apakah animasi sebagai media untuk menunjang informasi Program Studi