• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabloid Karo Bulanan Edisi Maret 2019, No. 5. EDISI 5, Maret Ersada Kita Megegeh, Teridah ras Mehaga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tabloid Karo Bulanan Edisi Maret 2019, No. 5. EDISI 5, Maret Ersada Kita Megegeh, Teridah ras Mehaga"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

K

ATANTARAS

1

EDISI 5, Maret 2019

Tabloid Karo Bulanan Edisi Maret 2019, No. 5

KATASUKI

Ersada Kita Megegeh, Teridah ras Mehaga

Foto Genius Tarigan (Koleksi Museum Karo Lingga,)

Penggabungan 3 Desa Siosar Masuk Kecamatan Tiga Panah

PEMBENTUKAN DESA BARU TANPA SYARAT

S

urat keputusan itu diterima

Bupati Karo Terkelin Bra-hamana tanggal 14 Februari 2019, di Gedung C lantai 2 Ditjen Bina Pemerintahan, Jakarta Selatan, didampingi Asisten 1 Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Suang Karo Karo, Sekwan DPRD Karo Petrus Ginting, Eva Angela, Kabag Pemdes, Data Martina Br Ginting, Camat Tiga Panah Dwikora Sitepu, Camat Naman Teran, Jepta Tarigan, Camat Payung.

Ditjen Bina Pemerintahan Desa, Nata Irawan, mengatakan jadikanlah ini sebagai anugerah bagi masyarakat Kabupaten Karo, sebab hampir selama 73 tahun hal

seperti ini belum pernah terjadi. Dan meminta agar Pemkab Kao mem-perhatikan batas batas desa, aktifkan komunikasi dengan Ditjen Bina Pe-merintahan Desa, dan perhatikan do-kumen dodo-kumen yang lama, perhati-kan APBDes-nya, jangan suatu saat menjadi masalah, ujarnya.

Menurutnya, sejalan dengan peru-bahan itu, maka camat kedepan harus pandai mengfungsikan kepala desa, terlebih saat ini dinasnya lagi merivi-si gaji seluruh perangkat kepala desa. “Mudah mudahan terlaksana, ini ren-cana kami agar gaji kepala desa dan perangkatnya setara dengan gaji PNS,” ungkap Nata tanpa merinci besarnya dan Regulasi yang megaturnya.

Secara adminitrasi, ketiga desa yang sebelumnya sudah direlokasi ke Siosar pasca bencana erupsi Gunung Sinabung itu, sesungguhnya belum me-menuhi syarat untuk ditetapkan men-jadi pembentukan desa baru. Namun karena faktor historis kearifan lokal dan keunikan Karo, pemerintah pusat mem-pertimbangkan-nya, kata Bupati Karo, seperti dilansir harian Analisa.

Sementara itu, Kabag Pemdes, Eva Angela sebagai ujung tombak teknis pengajuan pembentukan desa yang disetujui itu, menurutnya sung-guh luar biasa, karena diperlakukan secara khusus tanpa memenuhi syarat. Salah satu dari syarat itu harus me-menuhi jumlah penduduk minimal 800 kepala keluarga. Dengan demiki-an, Pemkab Karo yang pertama kali di seluruh Indonesia yang direstui pe-merintah pusat melakukan pembentu-kan desa baru tanpa memenuhi syarat. Dalam bahasa Karo hal ini bisa dika-takan “telap” Pemkab Karo.

Tiga desa meliputi Desa

Sukame-riah, Desa Bakerah dan Desa Sima-cem ditotal kepala keluarganya yang diajukan hanya 370 kepala keluarga. Seharusnya dari segi adminitrasi ini sudah gugur karena tidak memenuhi syarat. Namun karena perlakuan khu-sus, usulan itu dapat diterima dan menjadi pilot projek bagi kapubaten seluruh Indonesia nantinya.

Sejalan dengan perubahan 3 desa

itu, Asisten 1 Suang Karo-Karo mengatakan, akan segera menerus-kan arahan Bupati Karo ke jajaran para camat dari ketiga desa itu, untuk mensosialisasikannya. Kare-na ada perubahan struktur jum-lah desa. Kecamatan Namanteran dengan keluarnya dua desa Sima-cem, Bekerah jadi 12 desa. Desa Sukameriah Kecamatan Payung memiliki 8 desa menjadi 7 desa. Untuk Kecamatan Tiga Panah yang sebelumnya memiliki 26 desa ber-tambah tiga desa menjadi 29 desa, jelasnya (Tadukan).

Tiga desa meliputi Desa Bakerah dan Desa Simacem di Kecamatan Naman dan Desa Sukameriah di Kecamatan Payung, diubah atau ma-suk dalam kawasan Kecamatan Tiga Panah. Sedangkan nama ke 3 desa itu tetap, tidak ada perubahan, sebagaimana tertuang dalam surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 140-48 tahun 2019 tanggal 7 Januari 2019.

Taneh Karo (Katantaras).

Bagi permadani tempa, si kimbang belangna la teralang. Lit ka tempa sora erdilo gelah min kita reh kuje guna kundul-kundul, pesenang-senang ukur. Endam gambar Juma Talin Serit, kuta Lingga. Motosa make drone si i alakoken bas bulan Desember 2018.

+ Ise pilihmu bas pilpres e pagi ?

= Kukataken kari..., bicara la seri pilihenta..., lanai ka kita sipindon isap

+ Ih...payo kal Pande...Sipoindon isap em tanda keersadanta... Sada dage isapmu ndo !

(2)

K

ATANTARAS

2

EDISI 5, Maret 2019

Pimpinan Umum/Pimpinan Redaksi : Simson Gintings, Wakil Pimpinan Umum/ Wkl. Pimpinan Redaksi : Julianus P. Liembeng. Dewan Redaksi : Robinson Sembiring, Yoel Kaban. Artistik : Arthur Sembiring. Photografer : Sadrah Ps., Jupiter Maha. Tata Letak : Yosef Depari. Kontributor : Moses Pinem, Salmen Kembaren, Imanuel Tarigan, Tridah Sembiring, Septa Sembiring, Imanuel Bukit, Emma Sinulingga (Medan), Alex Depari (Kabanjahe) Ezra Deardo Purba (Yog-yakarta), Oren B. Peranginangin (Bandar Lampung). Perwakilan Eropa : Christina Ginting (Munchen). Pimpinan Perusahaan : Asmanta Barus, Sekretaris : Eko Tarigan. Manager Produksi : Jecky Edward Sembiring D., Staf Produksi Julio Ari Napitupulu

Alamat Redaksi : Jl. Marsaid I No. 44 Rt.01 Rw.06, Marga Jaya Bekasi Selatan.

E-mail : katanta_ras@yahoo.com Rekening BNI No. 0753540507 An. Simson Gintings, Percetakan : Aneska Grafindo

Redaksi

K

ATANTARAS

Redaksi menerima kiriman tulisan dari pembaca, berupa cerpen, puisi, dan artikel yang berkaitan dengan suku Karo. Tulisan dapat dalam bahasa Indonesia atau bahasa Karo dan dikirimkan ke email Redaksi : katanta_ras@yahoo.com. Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis Redaksi berhak mengedit artikel tanpa mengubah isi dan substansi dari tulisan. Hak cipta tulisan tetap menjadi milik penulis. Tulisan yang dimuat tidak mendapat honorarium.

K A T A N A K A N

Editorial

B

eralih dari geliat wisata daerah Siosar, di ujung timur Kabupaten Karo juga tak ingin ketinggalan da-lam momen ini. Lembah Seri-bu Bunga, yang berada di desa Barus Jahe. Mencoba peruntun-gandi tengah maraknya wisata yang memanfaatkan keindahan alam. Berada di ketinggian di atas 1000 mdpl Lembah Seri-bu Bunga menawarkan sensasi dingin di kaki Bukit Deleng Ganjang. Tidak hanya bunga, pemandangan tanpa hambatan ke Sinabung, sungai Badigu-lan yang jernih, melengkapi pesona lembah ini. Sekalipun berupa lembah, lokasi ini juga sebenarnya memiliki spot yang tinggi berupa perbukitan.

Sempurna Barus, Andi Ginting, Tamrin Barus dan Giat Barus pada tahun 2016 meng-gagas Lembah Seribu Bunga. Ide ini muncul untuk mengem-balikan kejayaan pariwisata Barus Jahe yang menurutnya telah mati suri. Karena kurang-nya penggalian potensi. Orang– orang semakin tidak mengenal dan melupakan Barus Jahe yang sempat terkenal dengan wisata Rumah Adatnya. Mereka men-coba memanfaatkan alam dan tempat, bunga dan sayur mer-upakan habitat yang cocok un-tuk dataran tinggi.

Pada tahun itu juga,

mere-ka mulai menggemparmere-kan media sosial di Sumatera Utara. Animo dan ekspektasi masyarakat begitu tinggi dalam mencari tahu ke-beradaan terkini lembah tersebut. Sebagai aksi pendukung awal, pengelola juga telah melak-sanakan lomba lintas alam mesra. Pengelola juga telah membangun setidaknya 7 pondok, mendesain camping ground area dan tentun-ya mulai menanam bunga.

Kunjungan turis local di ta-hun pertama cukup tinggi. Na-mun secara perlahan mulai men-galami penurunan. Hal ini bukan tanpa sebab. Hukumnya adalah antara realitas dan ekspektasi. Harapan pengunjung, dalam bayangan lembah tersebut telah penuh dengan bunga yang be-raneka warna. Namun pengelola menghadapi berberapa kendala.

“Jumlah pengunjung terus menurun, jarang sekali yang datang kembali karena merasa kurang puas” terang Tamrin Barus yang dihubungi via tele-pon seluler.

Sebenarnya terdapat 6 orang tenaga pengelola yang siap bekerja untuk pengelolaan Lembah Seribu Bunga. Mereka adalah petani, dan menempat-kan pengelolaan Lembah se-bagai jkerja sampingan. Lem-bah belum mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga mere-ka sehingga meremere-ka juga belum

bisa penuh waktu bekerja.

Mengubah Manajemen dan Menantikan Seribu Harapan

Para penggagas menga-takan masalah utama yang mereka hadapi bagi adalah masalah pendanaan. Selama ini, pengelolaan tempat itu mendapat dukungan dari salah satu keluarga dari pengelola se-hingga belum bisa ditata secara maksimal. Sempat juga ingin dikelola Bumdes, namun den-gan berbagai pertimbanden-gan, di-anggap lebih baik jika dikelola oleh kelompok masyarakat.

Permasalahan lainnya ak-sesibilitas. Infrastruktur berupa jalan yang rusak juga menjadi pertimbangan utama bagi pe-ngunjung. Pemerintah Kabu-paten pernah beruapaya mem-perlbar jalan ke lokasi. Namun terentur pada masalah pembe-basan lahan. Beberapa anggota masyarakat tidak rela lahannya berkurang. Maka usaha pem-bangunan jalan pun terhenti. Padahal bila jalan dipelebaran akan menguntungkan petani yang melintasi jalan tersebut.

Memang masih dibutuh-kan edukasi bagi masyarakat setempat. Tapi para pengelola belum menyerah. Mereka ma-sih memiliki seribu harapan dari Lembah Seribu Bunga. Mereka mencoba utukl melobi pemerintah desa untuk meman-faatkan anggaran dana desa (ADD) bagi pembangunan in-frastruktur menuju lokasi. Pen-gelola baru dapat mengolah ar-eal 2 hektar dari 7 hektar lahan yang tersedia. Itupun belum sepenuhnya ditanami bunga. Mereka juga tidak menutup pe-luang bagi masuknya investor dari luar.

Seperti yang telah di-uraikan, pengelolaan Lembah ini perlu ada kreatifitas dari pengelola sembari menantikan datangnya investor. Pemuda Barus Jahe bersama maha-siswa lokal dan juga perantau, perlu menyatukan hati dan kekuatan untuk menghidupkan kembali Barus Jahe sebagai salah satu bagian wisata yang menarik di Kabupaten Karo.

Selain itu, perlu juga dibangun sistem manajemen pengelolaan yang baru. Sistem pekerjaan bagi pengelola juga perlu menjadi perhatian. Benar kata pepatah, tidak ada perang yang tak memerlukan perjuan-gan. Tentunya pihak pengelola harus terlebih dahulu menun-jukkan komitmen mereka untuk terus maju sehingga in-vestor menjadi yakin prospek Lembah Seribu Bunga.

Selain itu, yang masih perlu ditingkatkan pengaturan desain taman, perawatan bun-ga, termasuk aturan bagi pen-gunjung. Hal penting lainnya, perlu diapahami bagaimana selera pengunjung dengan cara belajar dari pesaing yang ada. Lembah ini harus memliki keunikan yang tidak dimiliki oleh obyek wisata lain. Dan yang tak kalah pentingnya, diperlukan manajemen dalam melakukan promosi dan pe-manfaatan media sosial.

Memang, untuk menata Lembah Seribu Bunga tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan kerja keras dengan kekuatan seribu hara-pan bagi kebangkitan kemba-li wisata di desa Barus Jahe. Harapan itu harus menjadi visi dan berkemauan keras untuk mewujudkannya.***

LEMBAH SERIBU BUNGA, DAN SERIBU HARAPAN

Oleh Salmen Sembiring Kembaren

Sejak Gunung Sinabung meletus tahun 2010, bebera-pa destinasi wisata alternatif Karo mulai bermunculan. Tempat yang cukup populer di kalangan millenal. Dian-taranya, relokasi Siosar, Madu Efi, Cafe Juma dan se-bagainya. Relokasi Siosar pada dasarnya menawarkan pemandangan alam dengan udara yang segar, bagi ins-tagramer tidak dapat dilewatkan berbagai spot untuk didokumentasikan. Selain itu, wisata lainnya hampir sama, yakni sajian alam yang dipadukan dengan akti-vitas manusia berupa pengolahan hasil alam setempat.

Bekasi (Katantras)

P

ersadan Karo Bersatu Wilayah Bekasi – Depok, tanggal 7 Maret 2019 akan menyelenggarakan acara “Gendang Mburo Ate Tedeh Taneh Karo Simalem” seka-ligus sebagai acara pemberian merga (penangkuhen) Ginting kepada Menaker yang nama lengkapnya adalah Muhammad Hanif Dakiri. Yang menjadi orangtua angkat Menaker Han-if Dakiri adalah Bagianta Gint-ing dan isterinya Hj.Zainab

br Tarigan, bebere Sebayang. “Dengan demikian nanti Menaker Hanif Dakiri bernarga Ginting, bebere Tarigan, kempu Sebayang” ujar ketua panitia Raja Sungkunen Ginting.

Acara tersebut akan diselenggarakan di Gedung Per-temuan Cut Nyak Dien, Buperta Cibubur, dengan hiburan key-bord gendang Karo, dan sebagai bintang tamunya Ramona Purba.

Sebagai rasa syukur dan tan-da ‘ermeriah ukur’ pihak pantia penyelenggara menyiapkan

hi-dangan makan siang bersama. Kami mengharapkan kehadiran warga Karo khususnya Bekasi Depok dan seputaran Cibubur, dan kami akan mempersiapkan makan untuk sekitar 1000 orang,

Menurut penjelasan sek-retaris panitia, Benny Kris Depari, Hanif Dakiri sangat tertarik dengan keramahan mas-yarakat Karo dan budaya Karo. Dan dia ingin lebih mengenal lebih dekat dan dapat memban-tu pembangunan Karo khususn-ya dibidang pelatihan

ketenega-kerjaan.

Sejalan dengan itu, Benny Depari yang memiliki usaha di bidang penempatan dan per-lindungan tenaga kerja Indone-sia (TKI) sangat berharap agar dapat menjalin kerjasama yang baik dengan pak Mentri ini.

“Melalui momen ini mudah mudahan kedepannya kita dapat menyelenggarakan pelatihan pelatihan kerja bagi masyarakat Karo, ma terakap kang kari man banta kerina”, kata Benny menambahkan. menambahkan.

Seperti diketahui, Menaker Hanif Dakiri merupakan tokoh PKB yang memiliki pengala-man politik yang luas. Dalam

MENAKER H. HANIF DAKIRI

DIBERIKAN MARGA GINTING

Dewan Pakar/Penyantun : Analgin Ginting, Nelson Barus, Robinson Sitepu, Sion Sembiring Meliala usia 37 tahun menjadi anggota DPR (1999 – 2014). Jabatan politik yang pernah diemban-nya antara lain wakil Sekjen PKB, kemudian menjadi Ketua DPP PKB. Pada era Yahya Mu-haimin menjadi Sekjen PKB . Yang menarik dan mungkin tidak banyak orang yang men-getahuinya, ibu Hanif Dakiri pernah bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW). Sedang-kan ayahnya seorang guru SD. Ternyata perjalanan hidupnya yang panjang dan penuh per-juangan itu telah membawanya menjadi Menteri Menteri Tena-ga Kerja dan Transmigrasi. (Ckr)

A

di bas syair lagu Karo klasik “Terang Bulan” kira-kira nina bagenda : “pala-palana kita enggo erkuan, ulanai min kita sirang”. Adi en-ggo benaken, ula nai min nga-diken, ula min jadi lalit ertina. Lasam. Emaka erlanjutlah min. Bage kira-kira antusena. Lagu enda erkaiten ras kegeluhen si nguda-nguda ras anak perana si jumpa ras atena jadi.

Adi bas pengertin si umum, nina Bung Karno “ever onward never retreat”. Alu kata side-ban. “maju terus pantang mun-dur”. Bagem semangat bang-sata ngayak-ngayak merdeka ndube.

Sedalanen ras si e, bas cakap Karo ninta adi nggo benaken ulanai suruti. Kerina kata-kata bijak e jadi inspirasi man kami ibas engkerasken isi ras perdalanen tabloid si kitik enda. Em si jemak kami alu mekeskes si banci petetap ukur. Kai pe sekali si terjadi, tah lit tonggar tah kelbung man bentasen, terus me nahe ijing-kangken. Kegeluhen bas taneh si mekapal enda la mungkin la jumpa kendala. Emaka asa ge-gah ras kengasupen si lit mas-alah e arus atasi. Labo itangisi.

Emaka, tuhu meriah kal ukurta kerina, erkiteken lit em-pat kalak turang tah seninata si tuhu-tuhu ermediate ras nggit mereken gegeh ras pemikiren guna kemajun tabloidta enda gelah min banci ersikapna per-dalanena bas wari-wari si reh. Turang tah seninanta si empat enda emekap Analgin Ginting Munte, Nelson Barus, Robin-son Sitepu, ras Sion Sembiring Meliala. Empatna ia jadi Dewan Pakar/Penyantun. Tek kita, pemeteh ras pengalamen em-patna turang ras seninta enda tuhu-tuhu banci nampati pema-saren rikut pe langkah-langkah strategis gelah min ongkos pro-duksi si relatif labo uga kal be-lina, banci tertutupi teptep bu-lan. Alu bage maka perdalnen tabloid enda banci erlanjut tah pe sustainable.

Em pengarapenta kerina. Totota Dibata sinjujuri kita ker-ina, terlebih man empatna De-wan Pakar Penyantun.

Bage kape alu litna saran ras pandangen ibas kam sin-goge nari, ija i akap kami pe mehuli guna pehuliken rupa ras tampilenna, maka juru layout erbahan piga piga perubahen. Terutama bagi judul rubrik ras kolomna. Sienggona kolom tabloidta enda bagi si mbelgah ia, mulai edisi pelimaken enda enggo bagi si mencur sitik.

Meriah ukur kami adi lit pandangen pandangen ibas

DEWAN PAKAR/PENYANTUN

NAMBAHI GEGEH

kam nari, sabab em tandana kam pe kerina merasa memiliki tabloidta Katantaras enda.

Tambah si e, si erbahnsa meriah ukurta kerina emkap pemutaran perdana film Karo “Jandi La Surong” tanggal 23 Ferbruari 2019 i Berastagi en-ggo erdalan alu mehuli ija te-remna si ndedah lit 1800 ka-lak. Beligan e ndauh bedana asangken perkiran panitia si ndube sekitar 1300 kalak, Enca pemuateran seterusna ilakoken i Pusat Perfilma Haji Usmar Is-mail, Kuningan, Jakarta bas tanggal 23 Maret 2019.

Si jadi profil bas edisi enda emekap turang tah seninata Heben Heser Ginting Munte, si kebetulen jadi caleg DPRD Sumatra Utara bas Dapil 11, Karo, Dairi dan Pakpak Barat bas Partai Nasdem nari. Perlu si inget maka prinsip tabloidta enda emekap “berita kerna ka-lak Karo man kaka-lak Karo” En-dam si jadi jemaken kami maka Heben Heser Ginting Munte jadi profil bas edisi No 5/MAret 2019 enda, erkiteken ia kalak Karo.

Sada nari si cukup pent-ing emkap turang tah senina-ta Marsten L. Tarigan, penyair tingkat nasional, ija puisi-pui-sina pernah imuat bas surat kabar nasional bagi Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia ras sidebana, alu meriah ukur nggo ngirimken puisi-puisina si temana erkaiten ras budaya Karo ku tabloid Katantaras. Kumpulen puisi Marsten L Tarigan si enggo terbit alu jud-ul Mengupak Api yang Hampir Padam (2016). Tuhu-tuhu jadi sada kemegahen man banta kalak Karo lit sekalak penyair si cukup produktif.

Seh jenda kata ibas kami nari. Mejuah-juah kita kerina.

(3)

K

ATANTARAS

3

EDISI 5, Maret 2019

Opini

C

uplikan di atas diambil dari sebuah buku yang menarik dan menjadi semangat awal Gereja untuk hidup dalam kepelbagaian, khususnya di Indonesia. Dan kehidupan pluralis telah me-mampukan perjuangan bangsa berhasil membawa Indonesia menjadi negara merdeka pada tahun 1945. Para pendiri bangsa (founding fathers) memberikan ideolgi yang mampu menahan gejolak yang dapat memecah kebangsaan kita. Sejarah telah membuktikan, semua gerakan separatisme entah karena ala-san agama maupun ideologi semuanya dapat ditumpas.

Namun demikian kepelba-gian sosial budaya masyaraka kita tidak dapat diterima den-gan begitu saja. Harus dikelo-la dengan baik agar nidikelo-lai-nidikelo-lai toleransi yang hidup ditengah masyarakat multikultural yang mengejawantah dalam sem-boyan bangsa Bhineka Tunggal Ika tidak tergerus oleh dinami-ka situasi masa kini.

Perlu kiranya dihayati, ag-ama-agama di dunia khususnya di Indonesia, harus bersekutu, bukan untuk membentuk suatu

agama tunggal. Melainkan se-bagai suatu komunitas dialogis diantara berbagai komunitas itu sendiri. Mengingat, kita ha-nya bisa berada dalam proses “menjadi”, dan untuk “menja-di” kita harus saling berhubun-gan dalam hal ini dialog. Tidak ada satupun melektron ataupun manusia, yang bisa menjadi “sebuah pulau dalam dirinya sendiri”. “Tiap benda” dan “ti-ap-orang” berada dalam keter-hubungan yang sangat dinamis sampai pada titik di mana satu “benda” atau “orang” itu diten-tukan oleh berbagai hubungan yang terjadi.

Artinya, untuk mencapai keterhubungan ini maka orang yang menyebut dirinya berag-ama harus bersedia berdialog secara terbuka dengan ag-ama-agam lain, dan hal ini ha-nya dapat terwujud apabila se-tiap khotbah, ceramah tentang agama ataupun para pemuka agama harus dapat memperluas horizon pemikiran jemaat dan umat sehingga sampai pada pemahaman yang demikian. Dengan catatan, bahwa dialog yang ingin kita lakukan adalah dialog yang memang

benar-be-nar ingin mencari kebebenar-be-naran tentang CINTA, HARMONI DAN KEDAMAIAN dalam diri dan agama lainnya, tanpa harus meninggalkan identi-tas agama yang dianut mas-ing-masing.

Indentitas sebagai seorang beragama itu tetap perlu. Mis-alnya, sebagian orang, ada yang begitu lancar berbicara dengan bahasa ibu dan kalau kita bisa mengerti dan berbicara dengan berbagai bahasa dari budaya atau agama lain, maka kita akan merasakan betapa pentin-gnya menjadi apa yang disebut “warga negara dunia”. Ataupun istilah, “dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung”. Istilah ini bisa disalah-pahami bahkan bisa disalahgunakan. Sekaan-akan untuk menjadi bagian dari desa global (global village) kita harus meninggalkan desa kelahiran kita sendiri. Akar identitas kita selalu bersifat lo-kal, dan akan demikian terus.

Apa yang dibahas di sini adalah kebutuhan, dan kegaira-han, untuk juga menjadi warga desa-desa yang lain. Kita mem-bawa warisan desa kita, dan saat kita mengunjungi

desa-de-sa lain dan belajar dari mereka, kita akan menghargai baik nilai maupun keterbatasan dari apa yang diwariskan oleh desa kita sendiri.

Dalam pengertian ini, kita dihimbau, dalam kadar tertentu, untuk menjadi war-ga newar-gara dunia. Dua dari an-caman besar yang dihadapi ko-munitas berbagai bangsa dan budaya dewasa ini ialah nasi-onalisme dan fanatisme yang berkembang di antara mereka yang belum pernah meninggal-kan desa mereka dan mengira bahwa desa mereka itu superior dari desa-desa yang lain.

Imbauan ini tidak dipedu-likan oleh semua umat dan komunitas beragama. Malah mereka yang memiliki teologi yang bertentangan dengan hal ini, menganggapnya sebagai suatu ancaman. Karena wa-jah yang lain masih dianggap terlalu mengancam, banyak komunitas beragama menyika-pi situasi dunia baru dengan semacam isolasi kultural yang bisa merusak tradisi keag-amaan sehingga mereka berada di bawah kungkungan nasion-alisme yang egosentris.

Opini yang saya sampaikan tersebut juga tentu memiliki dasar teologis Kristen, seperti ketika saya melihat dan memb-aca pada teks dan konteks yang ada pada Jesaya 56:1-8. Seperti

MASYARAKAT BERAGAMA DAN PANCASILA

Oleh Aron Ginting Manik

“Keragaman agama bukan suatu keburukan yang harus dihilangkan, tetapi suatu

kekayaan yang harus diterima dan dinikmati oleh semua.... Di dalam semua agama

terdapat lebih banyak kebenaran agamis daripada di dalam satu agama... Ini juga

terjadi di dalam agama Kristen” (Edward Schillebeecks,

The Church: The Human

Story of God)

yang dituliskan;

Janganlah orang asing yang menggabungkan diri ke-pada Tuhan berkata; “Sudah tentu Tuhan hendak memisah-kan aku dari pada umat-Nya”; dan janganlah orang kebiri berkata, “Sesungguhnya, aku ini pohon yang kering”

Orang-orang beragama harus mampu menghadirkan keterhubungan dengan umat yang lain, terlebih juga mau terhubung dengan umat lain-nya. Sehingga orang-orang beragama tidak menjadi asing bagi umat lainnya. Tentu, tan-pa harus meninggalkan jati diri seperti dituliskan pula pada ayat pertama, untuk menaati hukum itu. Dengan kata lain, misi untuk memperbesar har-moni, cinta dan damai juga tidak berubah. Tetap sama, hanya berbeda bentuk dan po-lanya.

Terakhir, kita akan bic-ara tentang bagaimana cbic-aran- caran-ya? Bagaimana cara agar kita mampu terhubung satu dengan yang lainnya, sehingga kita bisa mampu membangun ko-munitas yang saling terhubung antara satu dengan yang lain untuk mencapai proses “men-jadi” tadi. Tentu, caranya tak lain adalah dengan menghad-irkan titik temu antara umat beragama. Dalam situasi dan kondisi saat ini, Pancasila

men-jadi titik temu untuk memban-gun keterhubungan antara satu dengan yang lainnya.

Walaupun tetap ada catatan, bahwa kita tidak ber-hak untuk menyinggung ter-lebih memberikan penilaian kepada pemahaman yang lain-nya. Seperti beberapa kasus yang menyinggung perasaan penganut dari satu agama. Nilai-nilai dalam agama san-gatlah sensitif, karena itu ide-ologi Pancasila yang dijadikan sebagai titik temu, bukan pula menjadi alat untuk menilai antara “agamaku dengan ag-amamu”, apalagi sampai pada adanya diskriminasi antar satu dengan yang lainnya. Karena dalam sebuah dialog, harus di-dasari kesetaraan, sikap saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Yang paling penting adalah mencari titik temu untuk menjalin kerjasa-ma bagi kekerjasa-manusiaan, dalam konteks hidup berbangsa, ti-dak lain mensejahterakan ke-hidupan spritual masyarakat. Yang pada akhirnya terjalin pula kerukunan dan kerjasama diantara mereka.

Penulis menyelesaikan studi theologia di Universitas Kristen Duta Wacana, Yogya-karta. Sekarang menjadi detas-er GBKP di Pdetas-erpulungen Ban-jarmasin-Banjarbaru.

B

erdasarkan hasil

rapat pleno terbuka rekapitulasi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) pada 15 Desember 2018 lalu, maka Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilihan Umum tahun 2019 di Indonesia sebesar 192.828.520 pemilih yang tersebar di 7.201 Kecamatan, 83.405 desa/ kelura-han. 809.500 TPS untuk dalam negeri dan 783 TPS, 2.345 Kotak Suara Keliling(KSK), 429 Pos untuk luar negeri. Pada Pemilu 2019 ada 363.200 pemilih Disabilitas(0,191% dari DPT). Data politik uang yang diperoleh Bawaslu RI pada kabupaten atau kota yang ada di Indonesia sebanyak 35 kasus pada Pilkada 2018 lalu. Dugaan politik uang paling banyak terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan yakni dengan 8 kasus, selanjutnya Sumatera Utara dan Lampung masing-masing 7 kasus, Jawa Tengah 5 kasus, Sulawesi Barat dan

Banten dengan 2 kasus, Sulawesi Tenggara, Bangka Belitung, Jabar dan Jatim masing-masing 1 kasus.

Pengertian “politik uang” tidak pernah dijelaskan secara tekstual dalam peraturan perundang-undangan. Pemaknaan praktik politik uang didapat dari pasal 73 ayat (1) UU No 10 Tahun 2016 (UU Pilkada). Pasal tersebut mengatur larangan bagi calon dan/atau tim kampanye untuk menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya (dikecualikan dalam hal biaya konsumsi dan transportasi peserta kampanye, serta materi bahan kampanye yang berdasarkan pada nilai kewajaran) untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih.

Dari undang-undang terse-but pula, praktik politik uang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran administrasi pe-milihan dan tindak pidana pemilihan. Sehingga pelaku politik uang dapat diberikan

dua macam sanksi yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana. Mengacu pada pasal 73 ayat (2), sanksi administratif berlaku untuk pasangan calon, yang mana apabila pasangan calon terbukti melakukan poli-tik uang, Bawaslu dapat melakukan pembatalan sebagai pasangan calon kepala daerah. Sementara sanksi pidana, dapat diberikan tidak hanya kepada calon atau pasangan calon, namun juga kepada anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain. Ini mengacu pada ayat selanjutnya, yang juga kemudian menegaskan bahwa sanksi administratif tidak dapat menggugurkan sanksi pidana.

Ketentuan pidana menge-nai politik uang dicantumkan dalam pasal 187A ayat (1) bahwa setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan untuk mempengaruhi pemilih

agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu diancam paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Sementara ayat berikutnya, memberikan petunjuk secara terang bahwa sanksi pidana tersebut tidak hanya berlaku kepada pemberi, namun juga penerima politik uang.

Penyebab Terjadinya Poli-tik Uang

Teori kausalitas mengata-kan bahwa adanya akibat karena ada sebab, begitu pula halnya dengan persoalan politik uang (money politics). Sudah barang tentu ada penyebab atau latar belakang dari terjadinya politik uang di negeri ini yang telah mencoreng esensi dari demokrasi yang kita junjung. Ada 2 subjek yang menyebabkan terlaksananya praktik politik uang ini, yaitu para kandidat pasangan calon dan masyarakat sebagai pemilih. Salah satu alasan mengapa para pasangan calon melakukan politik uang adalah karena mereka takut kalah

bersaing dengan pasangan lainnya. Pasangan yang baru bersaing pada periode ini masih mencari bentuk serangan fajar sehingga mereka berpotensi melakukan politik uang sedangkan para calon pasangan yang pernah mencalonkan diri pada pilkada sebelumnya tentu lebih ahli dalam politik uang dan dipastikan akan mengulangi hal yang sama.

Alasan lainnya adalah adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap para calon pemimpin. Hal tersebut memberikan efek negatif bagi para elit dengan menghambur-hamburkan uang dalam waktu sekejap, demi kekuasaan semata. Begitu juga sebaliknya sangat menggiurkan juga bagi masyarakat meskipun sesaat, karena itu juga masyarakat merasa “berhutang budi” pada pasangan calon kepala daerah yang memberinya uang. Jika kita lihat dari keadaan masyarakat, ada tiga faktor yang sangat signifikan: mengapa banyak rakyat yang terlibat dalam politik uang, antara lain sebagai berikut :

Masyarakat Miskin

Kita melihat ada beberapa isu yang belum ditangani secara optimal di Provinsi Aceh, sehingga tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh ini jadi tinggi. Jumlah penduduk miskinnya mencapai 17.11 persen, sedangkan rata-rata nasional cuma 11 persen (sumber BPS Aceh). Kemiskinan merupakan keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian,

tem-pat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Dengan kondisi seperti ini memaksa dan menekan sebagian masyarakat untuk segera mendapatkan uang. Money politic pun menjadi ajang para rakyat untuk berebut uang. Mereka yang menerima uang terkadang tidak memikirkan konsekuensi yang akan diterima, mayoritas masyarakat banyak yang hanya melihat kepentingan jangka pendek ketimbang jangka panjang dari ajang pilkada ini.

Pengetahuan Politik Rendah

Dalam dunia politik masyarakat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam politik atau hak ikut serta dalam politik, karena kita menganut sistem demokrasi yang pada prinsipnya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Namun pada kenyataannya partisipasi ma-syarakat sangat rendah yang disebabkan oleh rendahnya pengetahuan masya-rakat tentang politik. Tidak semua masyarakat mengetahui apa yang dimaksud dengan politik, bagaimana bentuknya, serta apa yang ditimbulkan dari politik. Sehingga moment ini dimanfaatkan oleh para pasangan calon yang menye-babkan maraknya politik uang. Rakyat yang acuh dengan pesta lima tahunan ini dengan mudah menerima pemberian dari para kandidat yang akan bertarung di pilkada, mereka menganggap politik uang tidak masalah bagi

PERMATA GBKP

Harus Berani Tolak Politik Uang

Oleh : Jekoniah Tarigan

Politik uang(money politic) atau politik perut adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan dengan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan umum. Praktik politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako antara lain beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan.

(4)

K

ATANTARAS

4

EDISI 5, Maret 2019

Seni Budaya

M

erdang Merdem,

dilakukan masyaraka di daerah Singalor-lau, yaitu wilayah sekitar ke-camatan Tigabinanga, Munte, Juhar, Kutabuluh dan sebagian Lau Baleng. Merdang merdem dilakukan sebelum musim ta-nam (sope merdang).

Nimpa Bunga Benih, dilaku-kan masyarakat di sekitar daer-ah gugung, yaitu wilayah ke-camatan Berastagi, Simpang Empat, Merdeka dan Naman Teran. Acara kerja tahun ini dilakukan setelah musim tanam (kenca merdang). Dari namanya nimpa bunga benih yang artinya membuat cimpa dari sisa benih yang sudah ditanam,

Mahpah, dilakukan oleh masyarakat di daerah Karo ba-gian Timur, yaitu seputaran ke-camatan Tiga Panah, Merek, sebagian Barusjahe, sebagian Dolat Rayat, sampai ke daerah Kecamatan Dolok Silau, Simalu-ngun. Mahpah dilaksanakan se-belum musim panen (sope rani), artinya pada saat padi belum sepenuhnya tua (pahpahen den-ga) diambil dengan cara “ketam” lalu dijadikan cimpa.

Ngerires, dilakukan oleh masyarakat di daerah bagian Barat Daya, yaitu sekiotar wilayah Kecamatan Payung, Tiga Nderket sampai sebagian Kuta buluh. Dimana wilayah ini sering juga disebut Karo teruh deleng. Ngerires dilaksanakan bertepatan setelah musim panen (kenca rani). Dan hasil panen dibuatlah rires sehingga kerja tahunnya disebut ngerires.

Namun demkian, baanyak juga wilayah Karo yang tidak

menanam padi, sehingga ke-empat nama kerja tahun terse-but di atas tidak terdapat da-lam acara kerja tahun mereka. Karena perayaan yang dilaku-kan berkaitan dengan sejar-ah dari desa atau wilaysejar-ah itu. Antara lain ada nama perayaan

Rebu Rebu. Itu dilaksanakan disekitar wilayah Deli Serdang dan Simalungun. Bagi yang be-lum punya nama perayaan se-cara tradisi, diberi nama mbu-ro ate tedeh.

Berkaitan dengan perayaan dalam kebudayaan masyarakat Karo yang agraris, perlu diketa-hui tentang konsep aron, yaitu kelompok kerja yang pemben-tukannya berdasarkan kerjasa-ma sosial yang sangat kuat dan mendasar. Kelompok ini (aron) rata rata berusia remaja dan dewasa (gadis), yang selalu bekerjasama dalam menger-jakan setiap pekerjaan yang dilimpahkan kepada mereka.

Aron dipimpin oleh seorang yang lebih tua, bahkan sudah setengah baya, yang disebut

nande aron. Jumlah kelompok ini tidak ditentukan jumlahya, dimana mereka pada umum-nya bekerja di ladang atau di sawah, Jadi pekerjaan di ladang/sawah dikerjakan oleh aron secara bergiliran (gancih gegeh).

Nande aron sebagai pimpinan berperan melatih an-ggota aron-nya untuk bekerja dengan baik, dan mengetahui bagaimana satu pekerjaan bisa dilakukan dengan cara yang mudah, cepat dan tepat, Seperti cara menggunakan alat bertani (cuan misalnya) secara benar.

bahkan sampai memperluas wawasan dan pengetahuan se-tiap aron dalam kehidupan so-sial. Ia juga mengajari anggota aron-nya tentang kehidupan mereka setelah menikah kelak

Pada saat tertentu aron juga bersama-sama pergi ke pasar (tiga aron), membawa beberapa hasil ladang. dan mereka bertemu dengan aron-aron dari lingkungan (kesain) atau desa (kuta) lain. Sehingga mereka berkesempatan untuk berbagi pengalaman (sharing) dalam dunia aron. Saat inilah kerap dicapai kesepakatan un-tuk membuat acara (gendang). yang mereka persiapkan untuk dilaksanakan pada saat kerja tahun dengan nama Gendang Guro Guro Aron. Bagi kam-pung yang tidak punya per-ayaan kerja tahun seperti yang telah disinggung sebelumnya acara yang dulakukan itu diberi nama Gendang Guro Guro Aron Mburo Ate Tedeh.

Pada saat pelaksanaannya, konsep (scenario) yang telah disusun dilakukan oleh para

Nande Aron dari beberapa kelompok memilih yang be-rusia lebih tua dari para aron untuk menggantikannya dalam acara. Satu orang dalam setiap

beru menjadi Nande Aron. Mereka dilengkapi dengan pa-kaian khas tradisi Karo, dengan tanda khusus yaitu tudung er-jujungen dan dilengkapi pula dengan rudang mayang. Se-dangkan setiap beru yang jadi

aron hanya bertanda rudang mayang pada tudung-nya.

Baik aron maupun Nande Aron dipimpin oleh sepasang muda mudi Simantek Kuta

(rimpal), yang diberi nama

Kembrahen Aron dan Pengulu Aron. Mereka dibekali dengan pakaian Rose Kuh (pakaian adat Karo lengkap) dan sertali emas, Disamping itu para anak lajang (pemuda) juga

memben-ras

PAKATAN

PATARAS

tuk kelompoknya berdasarkan kelompok yang dibuat aron

tadi, para pimpinan setiap mar-ga jumar-ga diangkat denmar-gan sebu-tan Bapa Aron.

Saat itu mereka menari secara bergantian, dan sal-ing menunjukkan kebolehan masing-masing dalam menari (landek). Saat ini mereka berkenalan dengan kelompok aron yang lain, tapi tetap da-lam pengawasan Nande Aron yang asli (orang tua). dan saat acara ini juga dipertunjukkan semua kesenian tradisional karo. Dalam acara Gendang Guro-Guro Aron ini ada kon-sep dasar yang mereka ikuti, seperti yang sudah ditentukan sebelumnya. Dibuatlah sema-cam sekretariat tempat mereka berkumpul sebelum berangkat ke lokasi acara yang disebut

Rumah Panteken Aron. Di tempat ini mereka melaku-kan semua persiapan dengan matang. Disana mereka juga menyiapkan segala keperluan, mulai dari pakaian, peralatan dan orang-orang yang akan ikut dalam acara gendang tersebut.

Cukup menarik bila dicet-mati bagaiman proses atau posedur (protokoler) dalam acara gendang-gendang guro-guro aron. Pada waktu yang ditentukan, maka mereka akan berangkat bersama-sa-ma seperti pawai menuju ke lokasi acara. Mereka terbagi dalam barisan yang terususun rapi menurut kelompok aron masing-masing. Ada kalanya mereka bersjalan bersama Si Erjabaten (pemain musik tra-disi). Sampai di lokasi mereka langsung menempati tempat yang sudah ditentukan sebel-umnya, berdasarkan kelompok aron-nya masing-masing. Aca-ra dibuka oleh paAca-ra tokoh adat, lalu tokoh masyarakat dan

GURO GURO ARON KERJA TAHUN

Oleh Simpei Sinulingga

Setiap desa atau kecamatan di Tanah Karo punya perayaan kerja tahun berdasarkan konsep yang berbeda-beda an-tara satu desa dengan desa yang lain. Ada yang dilakukan berdasarkan musim tanam atau musim panen padi. Secara garis besar ada empat nama perayaan kerja tahun yang su-dah dikenal secara luas di masyarakat Karo. Yaitu merdang medem, nimpa bunga benih, mahpah, dan ngerires.

Bersambung ke Hlm 11

NUMPANG MAKAN SIANG

Pa Raga : Kam megati sitik kuidah ibas kerja kerja e.

Bajing : Pergaulan Pa.

Pa Raga : Sendah tegun siapai kam ? Bajing : Teman meriah.

Pa Raga : Arah si diberu ntah si dilaki ? Bajing : si dilaki.

Pa Raga : Nina, si empo e, mbelin-belin i Jerman, janari ka dalanna kena e teman

Bajing : Teman meriah ibas Facebook. Pa Raga : (hmm, numpang makan siang

kepeken anak e !!).

SITIMA-TIMAN

Bibina : La ko ndedah gendang ah ndai o, Bajing?

Bajing : Tik nari bi...

Bibina : Ise nari kin timanmu e ?

Bajing : Labo ise pe. Kam gia, uga maka lenga berkat ?

Bibina : Adi enggo engko berkat aku pe minter nge berkat.

Bajing : Uga ka maka bage bi ??

Bibina : Tangko ko kari tinaruh manukku sibas sagak ah !

Bajing : Ioooh, berkat gia aku yah..,!! (ibas ukurna, enggo metaruk pe, i angka bibi enda kap sura suraku!!)

KAMPANYE

Gulpih : Kalak si kampenye e, bali kuakap bagi kalak ngerondong

Bajing : Maka bage nim ?

Gulpih : Kai ue ue na. Uga maka lalit re -gana sinuan sinuan e ninta, pagi banci sipenangkih nina. Kebutuhen pokok e merga kerina, ninta, pagi sipenusur, nina. Kai pe ningen, tabeh banna jababna

Bajing : E, lenga japanahna pe ena... adi aku pagi caleg dahko. Man medem saja pagi kubahan dahinmu. Teh Susu e pagi kubahan inemenmu. Ku tanggerken lau las e man peridinmu. Ku aluni ko pagi muatmu medem e... Gulpih : Ih, e, ula nak, akap kalak kari kita

LGBT.

Pa Katan: Adi la kita nggit ngaloken sen bas Caleg nari bas Pemilihan Umum enda pagi, uga kapmu nak? Me la rutang pusuhta, emaka uga pe pagi penda-lankenna kerina dahinna selaku wakil rayat, la kita biar-biaren erbelas man bana.

Pa Taras: Aku pas kuakap si belaskenmu ena. Tapi nderbih erbelas teman ras kade-kadenta i Kede Kopi enda ula min kita la ngalo, nina ka. Aku nggo latih kuakap rukur... Lanai ka pagi banci gedang bualta bas kede enda adi pesimbel cakapta. Emaka, kuakap ulihi ka pagi sekali nari penungkunenmu ndai gelah si orati sekali nari ukur temanta e kerina.

Pa Katan: Iyah, rulih-rulih kap lalap adi bagena nak. Uga kin adi kita la padah nggit ngaloken duit bas Caleg nari. Adi teman ras kade-kadenta alokenna, aloken-nalah! Ia pagi singaloken dosana. Kita ula!!!

Pa Taras: Muat simehuli e, rulih-rulih kin nge rukur ras ar-ih-arih nak. Gelah ula lah engko erdalan mulih-ulih ku-jah ence kujenda ka. E kataken kalak kari engko adon.

Pa Katan: Kai kin lah bas ukur kalak enda maka merhat denga rusur ngalo bas Caleg nari? Tempa kal adi nggo ngalo ia, banci dung perutangenna paksa peranin jaung tahun si lepus, paksa kelegon sanga e. Kueteh nge sekali ku kede ngenca gegehna sen sialokenna e.

Pa Taras: Ula min bagena katam nak. Kune teptep jelma igalarna “seratus” , lit ia 4 kalak sada jabu, dahko nggo alokenna empat ratus. Piga kali kapko ku kede kopi ergegeh sen ndai? Banci seminggu nak. Seh ter-akapna, bagem nina teman ras kade-kadenta enda.

Pa Katan: Ena dahko seh teldan ngenca nanamna? Adi lanai pagi erdiate Caleg ta e bas pendahinna, adi nggo ia terpilih bekasta milih e, suina seh ku pusuh, dengut-dengut lima tahun dekahna.

Pa Taras: Bage me nak? Egia, uga ninta man kade-kadenta si dengut-dengut ka pusuhna adi la ngalo bas Caleg nari? Mamang kel ateta, engkai maka la ipetangkapken man polisi ah ise si mere ras si ngalo e? Kune 10 kalak ah lah gia itama ku tutupen ah dahko jera nge ia kerina.

Pa Katan: Ena me persoalen bas negaranta enda. Adi kataken kalak sakit bangsa ras negaranta enda megelut ka kita. Enggom jelas-jelas kel “politik serpi” e ngelanggar peraturen, tapi labo ngasup pe-merintah menegakken peraturen e.

Pa Taras: Pemerintah saja labo ngasup. Rayat sirulo enda pe perlu ikut nampati. Emaka, pagi siulihilah ngerana-nger-ana ras teman kade-kadenta sada kede kopi enda. Adi la ia pagi nggit megiken kata, lanai bo terolangi. Pediat je!!!

Pa Katan: Ikhhh nggo pajek matawari nak. Ndo ku pe-luar lebe lembunta. Engko nggalari tehta ya. Roti kosongna dua ndai kupan, tambah roti kacang ijo dua...(Robinson Sembiring)

KADE KADE SADA KEDE

SEGI TIGA SAMA KAKI

GURU : Bajing, ke depan kamu ! Coba kamu gambar di papan tulis segitiga sama kaki.

Bajing : Gak bisa pak...

GURU : Tono, kamu kedepan, bantu si Bajing ini. (Lalu Tono menggambar segitiga dengan benar)

GURU : Nah, liat Bajing masak begitu saja kamu gak bisa ??

Bajing : Itu kan pakai tangan pak. Bukan sama kaki ! Kalau begitu saya juga bisa...

GURU : Kurang ajar kamu !!

KALENDER MBARU

Bajing : Mejuah juah Bulang !

Bulang : Eh, kam e kempu, e denga kam seh ?

Bajing : Ue, Bulang ma sehat kam Bul ? Bulang : Sehat Pu, kai si babandu e Pu ? Bajing : Kalender si mbaru Bul, tahun

2019

Bulang : Oh, kuakap ndai roti bolu....Adi alender labo perlusa Pu, Tahun si rebih pe mejile denga nge....

KENALAN BARU

Bajing : Kalo boleh tahu Eneng tinggal dimana ?

Eneng : Di rumahlah bang...

Bajing : Maksud abang, rumah eneng dimana ?

Eneng : Di tinggallah bang, masak rumah di bawa-bawa.

Bajing : (Enggo metaruk kalak mehado kepeken Eneng e ....)

(5)

K

ATANTARAS

5

EDISI 5, Maret 2019

Nusantara

KATA KATA

Puisi

Puisi-puisi Marsten L. Tarigan

Guru Diden Berlaga Ilmu

1

Telah diceritakan tentang Guru Diden, mandraguna pemilik mantra tabas paling apas dari Tanah Karo. Maka sesiapapun yang merasa sakti akan terganggu, tak akan menunggu untuk bertemu. Sesiapapun boleh saja datang mengadu ilmu, menunjukkan silat ilmu gaib dan hasil tapa atau tulang sekeras ladam yang tahan hantam. Datanglah, beradulah, satu-dua-tiga tiap kata yang dihempas Guru Diden akan menampas iri-dengki orang-orang pada ilmunya.

2

Jurus jitu, kerendahan hati dan petikan kata-kata jujur yang tumbuh di gunung-gunung tertinggi, di lembah-lebah paling dalam dan hakiki hati manusia. Pemilik mantra paling apas, Guru Diden, si sakti dari Tanah Karo tak akan bergeming pada pemilik ilmu lain yang dari padanya barangkali lebih runcing. Tak perlu ada yang gentar merasa tersaingi, menjadi asing di antara sesama Guru pemilik ilmu. Tak perlu memandangnya dengan rasa cemburu, meski boleh saja memandang ia dengan nanar. Tapi saksikanlah, ia hanya akan menentang pada yang menantang. Batu-batu purba, alir sungai belah dua, dan sirih tanpa cacat cela telah membuatnya tak teraba kesaktian lain. 3

Pada suatu malam, bulan purnama, anjing ceking melolong di balik siluet hutan dan gunung.

Kabar yang tak ingin didengar siapapun telah sampai ke negeri Pakpak.

Jangan harapkan hujan akan datang seperti saat ini ataupun esok hari, tersebab kumpulan para si jago dan si sakti telah panas hatinya.

Akan menjauh awan-awan gelap, hari yang tegang akan segera mereka tempuh dengan perang.

“Lelaplah kalian Guru Pakpak Pitu Sedalanen, hati yang gusar hanya akan membuat waktu terasa lamban berjalan.

Esok akan terlihat matahari lebih panas dari biasanya, suara desing angin hanya akan meng-ganggu pendengaran, serta rasa persaingan ilmu dan jurus jitu tak akan repas dalam diri kalian”. 4

Guru Diden, ia yang hidup di desa Raja tengah, Tanah Karo. Ia percaya, kecewa dan pertarungan yang tak diharapkan bisa datang kapan saja. Sesungguhnya ia telah mengetahui bahwa Guru Pakpak Pitu Sedalanen, tujuh kesaktian akan digiring perasaan sangat ingin mengetahui ketinggian ilmunya, menuntut untuk segera diadu. Adakah waktu digunung-gunung menjadi begitu sangat lamban, adakah sesungguhnya langit di atas langit? Pertapaannya telah berujung pada penyangkalan orang-orang, pada adu domba jurus siapa paling jitu, siapa mahir soal mantra memagar ladang-ladang dan penyembuhan.

5

Orang-orang mendengar, Guru Pakpak Pitu Sedalanan telah dikalahkan, telah tertanam tangan mereka di tanah bertuah. Ketika mantra

telah lepas, tercerabut tangan mereka, tujuh mata air memancar semburan air.Wawas dirilah, sebab hanya yang sakti sesungguh-sungguhnya, yang melihat langit dan petalanya.

(Kandang Singa, 2017)

Guru Nambari Memanggil

Tendi

yang Hilang

“Mari-mari… Mari kam mulih ku rumah, tendi…”, sebait nyanyian pengantar, memanggil jiwa yang lepas dari tubuh, Guru Nambari masih juga terus menari-nari.

Duduklah ia di lapik tikar, di hadapan si sakit linglung yang ganjil. Guru Nambari bicara, kata-kata yang tipis seperti mulai rabit dari anyaman bahasa. Rung-rung-kerahung, kerongkongannya mulai menggerung. Sirih penggulung gambir, kapur, pinang, masih terus dikunyah, semburan liur merah sesekali melanting dari sela bibirnya. Kata-kata tak lagi terbaca bunyinya, barangkali juga aksara telah menimbus makna dan tak sampai-sampai pada selesai.

Bulung-bulung si melias gelar, sebelas jenis daun melampar di hutan-hutan, telah dipetik-pilih sebagai padan sesaji yang mengikat janji. Maka diletakkan daun-daun itu dalam keranjang yang akan ditudungkan di atas kepala si sakit. Maka bergetarlah, agar percaya kami bahwa tendi si sakit telah dibawa roh-roh hutan. Telah berapa lama waktu terseret demi kehilangan orang-orang sejak menyebar terang matahari. Rung-rung-kerahung, kerongkong Guru Nambari masih berbunyi melampaui bahasa sambil menebar beras piher di sekitar. Sementara di jauh sana, gerantang suara rotan-rotan turut

menyahut dari arah gelap hutan tak keruan. Tendi belum juga kembali, si sakit masih limbung, sedang Guru Nambari masih terus menari-nari,

sambung-menyambung dengan nyanyi-nyanyi yang mengajak tendi kembali ke asalnya. (Kandang Singa, 2018)

Hikayat Piso Tumbuk Lada

Tangkai hulunya, carikan jati paling sejati, berdiri paling tegak di belantara hutan raya. Kami ukirkan pula segambar pucuk merbung sebagai tanda gembira bagi pemiliknya. Supaya erat dalam genggaman telapak tangan, agar jiwa dan rohnya tetap berada pada tempat yang tepat. Tiada kambuh penyakit yang diderita, tiada bala yang datang adakala.

Kilap emas, suasa, maupun perak, dipilah-pilih mana serasi bagi si pemilik. Kemudian jadikan pengikat dua bilah sisi batang sarung yang terbuat dari tanduk kerbau atau gading gajah. Supaya tak menjadi senjata si pemakan tuan, agar darah tetap mengalir menjaga kehormatan si pemilik.

Dari ketajaman ia telah bangkit, sempurna menyayat irama gurit. Telah terkumpul besi mersik dari lima negeri kerajaan jauh. Di atas sebilah baja datar dilebur jadi satu, ditempah jadi piso Tumbuk Lada. Maka darinya akan lahir tajam yang tak melulu menginginkan luka atau bala, tapi justru sejurus menumpas sempurna pedih dan sakit dari tubuh si pemiliknya. (Kandang Singa, 2017)

Biodata Penyair Marsten L. Tarigan

Lahir di Pematangsiantar-Sumatera Utara, 23 Februari 1991.

Sekarang berdomisili di Bandung. Buku kumpulan puisinya adalah Mengupak Api yang Hampir Padam (2016).

Kabanjahe (Katantaras)

D

alam rapat kordinasi

terkait pelaksanaan monitoring penanggu-langan pasca bencana Erup-si Gunung Sinabung di Kab. Karo, Senin (18/02/2019). Bu-pati Karo Terkelin Brahmana mengatakan, dalam rapat ini perlu diuraikan laporan segala sesuatunya oleh pihak BPBD Karo, pasca Erupsi Gunung Sinabung, agar pihak pe-mangku kepentingan lainnya yang hadir dapat mendengar, mengetahui, dan mengevaluasi sejauh mana kendala dan ham-batan yang dihadapi oleh dinas terkait nantinya. Mulai Relo-kasi Tahap I (Siosar) , Tahap II

BPBD KARO PAPARKAN DANA

PASCA ERUPSI GUNUNG SINABUNG

Jakarta (Katantras)

K

abupaten Karo terma-suk dalam objek wisata destinasi Danau Toba dan pintu gerbang Geopark Kaldera Toba bahkan kawasan strategis Parawisata Nasional (KSPN). Untuk mengembang-kan promosi dan pemasaran parawisata Kawasan Danau Toba, Pemda Karo di gandeng untuk hadiri acara Launching Calendar of event Parawisa-ta Danau Toba 2019 sebagai trending topik Nasional yang diadakan oleh Kementerian Parawisata RI.

Launching ini dibuka oleh Menteri Parawisata RI

Ari-FESTIVAL BUNGA DAN BUAH

MASUK COE PARIWISATA NASIONAL

Bersambung ke Hlm 11 Bersambung ke Hlm 11

P

adahal sebenarnya ma-sih banyak potensi wisa-ta yang sampai saat ini belum dieksplore. Semuan-ya tersebar di beberapa desa di Kabupaten Karo sehingga belum diketahui oleh mas-yarakat luas. Oleh karena itu tahun 2019 ini, Pemkab Karo melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) merencanakan untuk men-gangkat dan mengembangkan semua potensi wisata yang tersebar itu melalui Program Pembangunan Desa Wisata. Program ini diharapakan mam-pu mengembakan sekaligus mempromosikan lebih banyak lagi potensi wisata yang dimili-ki Pemkab Karo. Sehingga bisa menjadi sektor pendorong bagi peningkatan ekonomi mas-yarakat.

Pengembangan potensi wisata desa melalui program ini merupakan penjabaran dari Dokumen Perencanaan Pem-bangunan Daerah (RPJPD, RPJMD, RKPD). Disana di-tempatkan sebagai salah satu prioritas utama pembangunan daerah di Kabupaten Karo. Yang beranggung jawab dalam pengelolaan potensi desa-desa wisata itu adalah Badan Us-aha Milik Desa (BUMDes). Perlu diketahu bahwa pengem-bangan potensi desa wisata itu merupakan bagian dari pro-gram nasional Pemerintah

Pu-(Mandiri) dan Tahap II (mandi-ri) lanjutan, Relokasi Tahap III (Siosar) segera jelaskan dan paparkan, ” ujarnya seperti diberitakan Online News Indo-nesia.

Kalak BPBD Kab . Karo Ir Martin Sitepu memaparkan kegiatan yang sudah dilak-sanakan terkait desa yang tel-ah menerima manfaat, waktu, serta jumlah dananya.

Pertama Relokasi Tahap I di Siosar yang mencakup Desa Sukameriah, Simacem, Beker-ah, terbangun rumah 370 KK dan lahan usaha Tani 357 KK dalam waktu 2014-2016.

dlla-ef Yahya bersamaan dengan event event di Kabupaten lain sebagaimana dikatakan Bu-pati Karo Terkelin Brahmana SH saat sela sela acara dengan didampingi Kadis Parawisata Ir Mulia Barus, Senin (25/ 02) 2019 di Balairung Soesilo Soe-darman, Gedung Sapta Pesora Lt 1 JI. Medan Mardeka Barat No 17, Jakarta Pusat, seperti dilansir Online News Indonesia.

Dalam acara Launch-ing ini, program Pemda Karo melalui dinas Parawisata yang ikut masuk daftar COE (Calen-dar Of Event) tahun 2019 ada

PENGEMBANGAN AIR TERJUN DESA POLA TEBU, DESTINASI WISATA BARU

Oleh Abel Tarwai Tarigan, S.Sos, M.T

sat untuk membangun desa-de-sa di seluruh Indonesia.

Yang pertama akan dikem-bangkan adalah potensi wisata air terjun (Sampuren) di Desa Pola Tebu, Kecamatan Kuta Buluh. Disana terdapat air terjun 5 tingkatan pada satu aliran sungai. Di hulu sungai ada pemandian yang dikenal

dengan nama Namo Cengkeh. Setelah pemandian Namo Cengkeh, ada air terjun perta-ma yaitu Sampuren Beteneng. Sampuren Beteneng ini juga dimanfaatkan sebagai pemban-gkit listrik tenaga mikro hidro dengan kapasitas 20.000 kwh untuk mensuplai listrik desa. Air terjun kedua adalah Sam-puren Peternun, air terjun

ke-tiga adalah Sampuren Batang, air terjun keempat Sampuren Teroh-teroh, dan air terjun keli-ma adalah Sampuren Bulayan.

Perlu diketahui, liputan tentang air terjun Batang sudah mulai muncul di beberapa surat kabar dan blog wisata di Med-an. Menurut liputan itu, air ter-jun Batang dapat menjadi ikon

baru obyek wisata di Tanah Karo. Panorma alam yang in-dah, tidak kalah indahnya den-gan air terjun Sipiso-Piso, be-gitu antara lain komentar yang muncul.

Salah satu blog wisata di tahun 2016 misalnya menulis “Air Terjun Batang ini belum banyak orang yang menge-tahuinya, sehingga kamilah

komunitas alam yang perta-ma menapaki lokasi air terjun tersebut. Dimulai dari Kota Medan sebagai titik kumpul, kami pun berangkat pukul 07.30 Wib menuju Kota Be-rastagi untuk menunggu be-berapa teman yang akan ikut ngetrip. Setelah beberapa saat menunggu teman yang lainnya pun datang menghampiri kami. Untuk mempersingkat waktu, kami semunya pun bergegas menuju desa Pola Tebu

Keca-matan Kuta Buluh letak objek Air terjun Batang tersebut”.

Selanjutnya diceritakan bagaimana pengalaman yang mengesankan bagi mereka disa-na, “Kami disambut masyarakat Desa Pola Tebu dengan baik, begitu juga dengan kepala desa nya. Kami pun berbincang bin-Destinasi wisata di Kabupaten Karo yang selama ini telah banyak dikenal bahkan

sam-pai ke manca negara, antara lain Berastagi, Air Panas Sidebuk-debuk, air terjun dan Gunung Sipiso-piso serta Desa Tongging yang berada dipinggir Danau Toba.

(6)

K

ATANTARAS

6

EDISI 5, Maret 2019

Seni Budaya

Bersambung ke Hlm 11

Hampir

di sepanjang usianya ia telah bergelut di dunia musik, terutama sebagai penyanyi. Selain tampil dari panggung ke pang-gung Novita Barus juga telah menghasilkan beberapa buah album musik. Namun, sejak tujuh tahun belakangan ini ia lebih dikenal dan lebih dekat dengan masyarakat Karo. Karena hampir setiap minggu ia nguta-nguta ke perkampungan Karo untuk menghibur mereka melalui suaranya yang khas dan merdu.

Novita Barus penyanyi Karo ini, memang berasal dari kelu-arga seniman. Bakatnya menyanyi tidak hanya diturunkan dari ayahnya Alasen “Salah Benana” Barus, sang penyanyi Karo legendaris dan pencipta lagu. Namun darah seni juga mengalir dari neneknya Tipan br Sembiring yang merupakan seorang perkolong-kolong ternama di tahun 30-an. Nini Biringnya ini ti-dak hanya bisa bernyanyi tetapi juga banyak menciptakan lagu ‘siadi’ yang cukup popular pada jamannya, seperti “Musuh Suka”, “Lanja-lanja Mayang”, “Angke-angke”, dan lain-lain.

Ketika masih remaja Novita Barus bebere Ginting ini telah melahirkan beberapa album lewat label Kesaint Blanc, CBP Re-cord, dan studio rekaman lainnya. Ia telah dikenal secara luas di kalangan masyarakat Karo. “Kesuksesan yang saya peroleh saat ini tak terlepas dari kerja keras dan didikan orang tua yang selalu bekerja secara professional dan disiplin”, kata Novita Barus

Yakin dan percaya bahwa karirnya di dunia musik Karo adalah di Tanah Karo, maka penyanyi kelahiran Berastagi 23 November 1982 ini kini “mulih ku kuta” pada usianya 30 tahun. Ia menetap di kampung Ibunya, Pancur Batu. Keputusannya kembali ke kam-pung sangat tepat, karena sejak itu karirnya semakin cemerlang dan order menyanyi semakin membanjir tak pernah putus.

Tahun 1987 Alasen Barus memboyong keluarganya pindah ke Jakarta karena ingin meningkatkan karirnya disana. Saat itu Novita Barus baru berusia 5 tahun. “Aku dan Bang Tua cuma sampai TK saja di Berastagi, TK Methodis”, kata Novita Barus yang memiliki seorang abang bernama Fitra Ch. Barus, dan seo-rang adik bernama Introina br. Barus ini. Dan benar saja, bahwa abang tuanya Fitra Ch. Barus yang lebih dulu berkiprah sebagai penyanyi dan cukup dikenal sebagai penyanyi cilik Karo, saat itu bisa tampil di TVRI, satu-satunya siaran televisi yang ada saat itu. Sejak tahun 2012 penyanyi lagu “Ula Kam Sangsi”, “Ngam-burken Iluh”, dan “Ula Aku Tadingken” ini hijrah ke Pancur Batu dan mulai menapaki karir sebagai penyanyi panggung dan rekaman di kampungnya sendiri. Hampir disetiap Kerja Tahun, merdang merdem, acara ulang tahun muda-dudi, dan acara-acara kegembiraan Karo lainnya, ia tampil menghibur bersama dengan perangkat gendang kibot dan penyanyi solo lainnya.

Sebagai penyanyi solo wanita yang banyak penggembarnya ini, merasa sangat bersyukur masih bisa memberikan sesuatu bagi masyarakat lewat talenta yang ia miliki. “Aku akan akan terus menyanyi selagi masyarakat masih membutuhkan dan merasa ter-hibur”, kata Novita Barus saat ditanya kapan mau pensiun dari panggung hiburan.

“Mulih jadi Rulih’, mungkin itulah kata yang tepat diberikan ke-pada penyanyi berparas cantik yang berambut pirang ini untuk meng-gambarkan keberhasilan karirnya di daerah asalnya, Pancur Batu(JL)

Penyanyi Novita Barus

MULIH JADI RULIH

S

ambutan dari teman-teman yang diundang ikut sebagai member dari grup/laman tersebut secara pukul rata tidak terlalu hangat. Dari 2600-an orang yang diun-dang sebagai member, hanya lebih-kurang rata-rata hanya 25 orang yang memberikan reak-si “like” atas postingan yang dimuat, dan bahkan pukul rata tidak lebih dari sepuluh orang yang memberikan komen atas postingan.

Sekedar catatan awal se-hubungan dengan laman terse-but, beberapa point yang ingin dikemukakan melalui kesem-patan ini adalah sebagai beri-kut ini.

Pertama, mari bersama kita memperhatikan bahwa ternyata karya musik yang progresiflah yang terkenal hingga blantika musik nasi-onal. Tengok saja seperti lagu Famili Taksi yang dibawakan oleh Tiangsa Torong, lagu Oh Turang yang dibawakan Ingan Malem Br. Bukit, dan lagu La-sam yang dibawakan oleh Het-ty Koes Endang. Bahkan, lagu Piso Surit yang digarap oleh Viky Sianipar sempat tayang pada MTV America yang membawa lagu tersebut pada publik internasional..

Kedua, karya yang progre-sif selalu muncul dan diproduk-si dalam mengidiproduk-si ruang mudiproduk-sik dari jaman ke jaman. Walau

tidak menjadi mainsteam, namum dia selalu mewarnai perkembangan musik Karo. Artinya, musik ini sebenarnya memiliki segmentasi dalam hal pendengar dan penggemar.

Ketiga, jenis musik ini berada di depan dalam hal penggunaan teknologi mau-pun penggunaan alat musik tradisi yang dikombinasi den-gan alat musik yang sedang digandrungi. Karena itu, wajar dan sepantasnya ada wahana bagi orang-orang termasuk pencipta, pelaku dan pengge-mar pop karo progresif untuk menampilkan karyanya ser-ta menampung aspirasi para penggemar. Wahana yang di-maksud sekaligus sebagai wa-dah untuk mengapresiasi krea-si para penyanyi, pencipta dan pemusik pop Karo progresif.

Sekedar melengkapi info, bahwa musik progresif sebe-narnya selalu berputar di seki-tar kita dan terus akan mengisi hari-hari kita. Dengan menye-but nama 10 grup band pro-gressive rock legendaris, yai-tu: Pink Floyd (1966), Jethro Tull (1967), Genesis (1967), Yes (1968), Rush (1968), King Crimson (1969), Supertramp (1969), Emerson Lake & Palm-er atau ELP (1970), Kansas (1971), Dream Theater (1985), kita akan mengaku betapa lagu dan musik mereka masih be-gitu sering beredar dan lintas

mengguit telinga kita.

Ada orang yang men-yatakan bahwa musik rock progresif adalah aliran musik rock yang berasal dari Inggris yang kemudian berkembang di Amerika Serikat, Jerman, Italia, dan bahkan menyebar ke seluruh dunia. Semula ali-ran rock progresif merupakan usaha orang Inggris untuk memberikan kesan lebih artis-tik pada musik rock. Mantan Presiden kita Sukarno meng-gunakan istilah “musik ngak ngik ngok” ketika mengkriti-si mumengkriti-sik rock digemari anak muda Indonesia masa lalu.

Beberapa aliran musik yang dianggap sebagai dasar dari musik ini yaitu psychedel-ic rock, blues rock, jazz fusion, classical music, free jazz, dan experimental rock. Mari kita perhatikan bahwa musik-musik yang disebut ini memiliki ciri karya yang dimainkan secara merdeka sambil memasukkan unsur terobosan-terobosan baru dalam musiknya. Penulis menganggap unsur dan tero-bosan baru inilah yang menjadi ciri musik progresif.

Jiwa Progresif

Hal pokok yang menja-dikan penulis terkesan den-gan musik progresif adalah motivasi memasukkan unsur baru yang terlihat jelas pada pemusik yang berjiwa progre-sif. Mereka menjadi pemusik

Pop Karo Progresif:

Membangun Jiwa Progresif

Oleh : ROBINSON SEMBIRING

Novita Barus

tidak hanya berkutat pada satu selera genre musik. Mereka selalu mencari peluang dan wawasan baru dalam berkarya musik. Sesuatu yang baru ter-us-menerus menjadi obsesi mereka ketika hendak dan se-dang berkreasi. Sikap berkarya dan sikap menjalani kehidupan seperti ini tentu dibutuhkan dari jaman ke jaman. Inovasi selalu dibutuhkan oleh ma-nusia untuk adaptasi dengan berbagai perkembangan yang dibawa oleh jaman. Lebih jauh, jika dibahas tentang kemajuan suatu bangsa atau masyarakat, maka kemajuan tersebut ter-cakup dalam sebuah kata yang disebut sebagai “progress”.

Inti dari suatu progress adalah inovasi, karya baru, kreasi merespons jaman. Da-lam catatan penulis nama-na-ma Robby Gintings, kelompok musik Rudang Hotel, Sayuti Lubis, F. Lamindo Sihaloho, Daulat Ginting hingga Ando-lin Sibuea, dan beberapa nama lainnya termasuk memiliki jiwa progresif yang dimaksud. Dari kalangan muda belia, penulis catat beberapa nama seperti Plato Ginting, Rome-ro, Juswandi Sukatendel, dan James Munthe.

Suatu hal yang pasti, pada saat mereka melemparkan karya-karyanya ke tengah mas-yarakat, pada masa lalu ada kesan bahwa karya tersebut menjadi eksklusif. Biasanya, yang bersedia menikmati karya itu adalah masyarakat perko-taan. Kelompok masyarakat ini juga sering disebut den-gan sebutan “kelas menengah ke atas”. Mereka menikmati karya musik yang dibilang progresif ini di sela-sela per-helatan pesta adat yang secara musikal didominasi oleh musik mainstream “gendang kibot”. Kemungkinan lain adalah jika pada pesta yang dimaksud disediakan ruang khusus untuk tamu “undangan”, maka pada ruang inilah ditampilkan pe-main keyboard atau grup band yang akan membawakan lagu-lagu pop, termasuk lagu-lagu-lagu-lagu karya pemusik progresif.

Namun pada era pasca ta-hun 2000, eksklusifitas tersebut kian memudar. Hari ini, dalam suatu perhelatan Gendang Guro-guro Aron, telah dise-diakan waktu khusus penampi-lan lagu-lagu yang disebut lagu pop non-gendang kibot. Pada kesempatan sekarang ini sering muncul lagu-lagu yang menurut hemat penu-lis termasuk dalam kategori pop progresif yang dibawakan dengan tempo dan irama yang memacu semangat mencipta situasi, kondisi dan kreasi baru. Atmosfir seperti inilah yang penulis anggap sebagai yang Beberapa bulan lalu, penulis membuka laman (page) Pop Karo Progresif pada Facebook.

Laman ini dimaksudkan untuk menampung dan memperkenalkan atau memutar kembali karya-karya pemusik Karo yang dianggap memiliki unsur baru dalam penggarapannya saat diperkenalkan. Hitung-hitung ya sambil menikmati hiburan juga. Musik dan lagu yang diputar menurut istilah sekarang, yaitu musik Karo diluar mainstream!

Panitia Penyelenggara

GENDANG MBURO ATE TEDEH TANAH KARO SIMALEM

RAS PENANGKUHEN MERGA GINTING

man

H. HANIF DAKIRI (Menaker RI)

Alu ermeriah ukur nehken Tenah man banta kerina Kalak

Karo ras Simpatisanna gelah radu ras kita pulung peburo

ate-ta tedeh nandangi Tanah Karo Simalem, si ni lakoken ibas :

Wari, tanggal : Kamis, 7 Maret 2019

Ibenai

: Pukul 09.00 seh dung

Ingan Pulung

: Gedung Pertemuan Cut Nyak Dien

Buperta, Cibubur- Jakarta Timur.

Acara

: 1. Gendang Kybord Karo

Bintang Tamu : RAMONA PURBA

2. Penangkuhen Merga Ginting man

H. HANIF DAKIRI ( Menaker RI )

3. Makan Siang Bersama

I arapken kami kerehendu, Ula sitading-tading, iahken kerina

temanta, Ibas kerehendu i alo-alo kami alu ermeriah ukur.

Ibas Gelar Panitia

Benny Kris Depari Raja Sungkunen Ginting

Gambar

Foto Genius Tarigan (Koleksi Museum Karo Lingga,)
FOTO SIADI

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi

Pasangan inbrida jagung (silang tunggal) yang menghasilkan DGK terbaik pada kondisi N optimal adalah inbrida G-4 x G-5 dan tidak berbeda nyata dengan hibrida pasangan G-1 x

Awalnya Riani tidak setuju dengan rencana Genta tersebut dengan alasan akan berat sekali baginya untuk tidak bertemu keempat sahabatnya itu.. Namun setelah keempat

Kondisi perpustakaan umum DATI II Bantul masih jauh dari kondisi ideal sebagai perpustakaan, karena perpustakaan tersebut berupa ruangan yang dipaksakan untuk berbagai macam

Ada pendapat yang berbeda, sebagian penulis seperti Rajab (1969), Koentjaraningrat (1983), Kato (1982), dan Heider (1997) mengatakan bahwa dalam sistem matrilineal

(9) Walaupun dalam penelitian ini didapatkan laki-laki lebih banyak yang melakukan hubungan seksual pranikah tetapi ditemukan bahwa tidak ada beda rerata usia inisiasi

 perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris  contoh pemuatan kata yang tidak penting:.. “Pengalaman dari Praktik Sehari-hari …” atau, “Beberapa Faktor yang

Tanah vertisol dan mineral zeolit yang memiliki kelengasan sesuai dengan ekologi nematoda entomopatogen Steinernema carpocapsae sehingga dapat hidup pada jangka