• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

37

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum dari kondisi kependudukan Kota Cimahi dan hal-hal yang berhubungan dengan pergerakan dari masyarakat Kota Cimahi, jaringan jalan yang menghubungkan Kota Bandung dan Kota Cimahi, gambaran umum jaringan jalan di Kota Bandung dan gambaran umum dari jalan layang Pasteur-Surapati.

3.1 Gambaran Umum Kota Cimahi

Berikut ini akan dipaparkan mengenai gambaran Kota Cimahi yang meliputi batas administrasi wilayah Kota Cimahi, kondisi kependudukan, dan hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya pergerakan oleh masyarakat Kota Cimahi.

3.1.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Wilayah

Menurut UU No. 9 Tahun 2001 luas wilayah Kota Cimahi yaitu 4025,73 Ha. Secara administrasi pemerintahan Kota Cimahi terdiri dari 3 Kecamatan, yaitu Kecamatan Cimahi Utara, Cimahi Tengah, dan Cimahi Selatan. Pada Kecamatan Cimahi Utara terdiri dari Kelurahan Cipageran, Citeureup, Cibabat, dan Pasirkaliki. Pada Kecamatan Cimahi Tengah terdiri dari Kelurahan Cimahi, Padasuka, Setiamanah, Karangmekar, Baros, dan Cigugur Tengah. Sedangkan pada Kecamatan Cimahi Selatan terdiri dari Kelurahan Cibeber, Leuwigajah, Utama, dan Melong. Batas-batas wilayah Kota Cimahi adalah :

- sebelah utara : Kecamatan Parongpong, Cisarua, dan Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung.

- sebelah timur : Kecamatan Sukasari, Sukajadi, Cicendo, dan Kecamatan Andir Kota Bandung

- sebelah selatan : Kecamatan Bandung Kulon Kota Bandung dan Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung

(2)

3.1.2 Kependudukan Kota Cimahi

Jumlah penduduk total di Kota Cimahi pada tahun 2006 yaitu 522.731 jiwa yang terdiri dari 270.350 penduduk laki-laki dan 252.381 penduduk perempuan dan secara umum Kota Cimahi memliki tingkat laju pertambahan penduduk yang cukup tinggi per tahunnya yaitu sebesar 2,66. Kelurahan Cibeureum merupakan kelurahan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi, yaitu 200,284 jiwa/Ha, sedangkan Kelurahan Cibeber merupakan kelurahan dengan tingkat kepadatan penduduk terendah di Kota Cimahi yaitu 61,195 jiwa/Ha.

TABEL 3-1

JUMLAH PENDUDUK, LPP, DAN KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA CIMAHI TAHUN 2006

Kecamatan – Kelurahan

Jumlah

Penduduk LPP Kepadatan Kec. Cimahi Selatan 224.028 2,5 132,3

Kel. Melong 62.701 1,78 200,3

Kel. Cibeureum 63.127 2,3 229,8

Kel. Utama 37.611 2,97 98,9

Kel. Leuwigajah 40.238 3,86 102,3

Kel. Cibeber 20.351 1,84 61,2

Kec. Cimahi Tengah 166.239 1,93 969,6

Kel. Baros 23.439 1,27 104,2

Kel. Cigugur Tengah 49.992 0,97 212,6

Kel. Karangmekar 18.004 2,08 137,3

Kel. Setiamanah 25.594 2,57 186,8

Kel. Padasuka 37.514 3,48 189,5

Kel. Cimahi 11.696 0,95 139,2

Kec. Cimahi Utara 132.464 3,86 462,4

Kel. Pasirkaliki 19.022 4,2 149,7

Kel. Cibabat 42.763 1,88 148,8

Kel. Citeureup 31.926 6,32 98,7

Kel. Cipageran 38.753 3,95 65,2

Kota Cimahi 522.731 2,66 129,5

(3)
(4)
(5)

Kota Cimahi secara keseluruhan memiliki 116.650 keluarga dimana sebanyak 8.730 keluarga merupakan keluarga pra sejahtera dan 30.606 merupakan keluarga sejahtera 1. Selain itu lebih dari 25% penduduk Kota Cimahi merupakan penduduk yang tidak pernah sekolah. Mayoritas penduduk Kota Cimahi bermatapencaharian sebagai buruh pabrik, hal tersebut dikarenakan di Kota Cimahi terdapat industri pengolahan yang akan menarik banyak tenaga kerja. Meskipun demikian jumlah penduduk Kota Cimahi yang bermatapencaharian sebagai pegawai jasa dan pedagang juga cukup mendominasi.

3.1.3 Karakteristik Jaringan Jalan dan Pergerakan Kota Cimahi

Klasifikasi jaringan jalan di Kota Cimahi terdiri dari jalan arteri, jalan kolektor primer, jalan kolektor sekunder, jalan lokal dan jalan tol. Sistem jaringan jalan yang terdapat di Kota Cimahi adalah sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Untuk sistem jaringan jalan primer yang efektif adalah jalan arteri primer (Jalan Raya Cimahi) dan jalan arteri primer khusus (yaitu Jalan Tol Padaleunyi dengan cabangnya ruas Baros-Pasteur).

Sistem jaringan jalan sekunder prinsipnya adalah melayani pergerakan internal Kota Cimahi. Di Kota Cimahi sebenarnya sebagian besar fungsi jalan sekunder merangkapfungsinya dengan sistem primer di atas. Dalam hal ini struktur internal jaringan jalan yang berfungsi sebagai arteri sekunder, telah “dirangkap” oleh sistem primer di atas. Namun demikian dengan peningkatan jalan-jalan yang ada, dan kemungkinan pembangunan jalan baru, dapat ditetapkan jalan sekunder lainnya, yaitu kolektor sekunder dan pelayanan sekunder.

Berikut ini adalah sistem jaringan jalan utama Kota Cimahi berikut kondisinya:

(6)

TABEL 3-2

SISTEM JARINGAN JALAN UTAMA KOTA CIMAHI TAHUN 2002 No. Nama Jalan Panjang (m) Lebar (m) Kondisi Keterangan Arteri Primer

1 Jl. Raya Cimahi 6950 10-12 Baik Jalan Nasional

2 Jl. Sangasari (akses tol) 1100 8 Baik Akses Jalan Tol

Jumlah 8050

Kolektor Primer

3 Jl. Gatot Subroto 1630 6-10 Sedang Cimahi Tengah

4 Cimahi – Leuwigajah (Baros) 1700 6-10 Baik Cimahi Selatan

5 Cibabat - Cihanjuang 2500 4 Rusak Cimahi Utara

6 Leuwigajah - Lagadar 1700 5 Sedang Cimahi Selatan

7 Cimindi - Leuwigajah 2800 6-8 Baik Cimahi Selatan

8 Cimahi - Jambudipa 3920 5-6 Sedang Cimahi Utara

9 Leuwigajah - Cangkorah 3500 5 Rusak Cimahi Selatan

Jumlah 17750

Kolektor Sekunder

10 Jl. Dustira 525 6 Rusak Cimahi Tengah

11 Jl. H. Usman Damiri 565 3 Baik Cimahi Tengah

12 Jl. Sisingamangaraja 1265 5-6 Sedang Cimahi Tengah

13 Cisangkan - Citeureup 1470 6 Sedang Cimahi Tengah

14 Citeureup – Pasar Atas 2240 6 Baik Cimahi Tengah

15 Kebon Kopi - Cijerah 2100 4 Rusak Cimahi Selatan

16 Cimindi – Cibaligo - Sindangsari 5660 4-6 Rusak Cimahi Selatan

17 Jl. Industri 3000 4-6 Rusak Cimahi Selatan

Jumlah 16825

Sumber : Dinas Perhubungan, 2007

Pola pergerakan yang terjadi di Kota Cimahi dibagi menjadi 2 macam, yaitu :

• Pergerakan eksternal-eksternal, yaitu pergerakan yang melintasi Kota Cimahi.

• Pergerakan eksternal-internal atau sebaliknya, yaitu pergerakan yang berasal dari Kota Cimahi menuju luar dan sebaliknya.

Volume pergerakan yang terjadi dapat dirinci sebagai berikut : • Eksternal-eksternal = 24.555 kendaraan/hari

• Eksternal-internal = 169.392 kendaraan/hari, dengan rincian :

(7)

o arah barat/Padalarang = 36.100 kendaraan/hari o arah pelayan-tenggara = 33.976 kendaraan/hari o arah utara/Cisarua dll = 14.750 kendaraan/hari

GAMBAR 3-2

POLA PERGERAKAN TRANSPORTASI KOTA CIMAHI TAHUN 2003

Sumber : RTRW Kota Cimahi 2002-2012

Dari PT. Jasa Marga diperoleh volume kendaraan keluar-masuk pintu tol Baros (September 2002) untuk hari kerja, yaitu :

• Golongan I = 24.971 kendaraan/hari, • Golongan II A = 1.346 kendaraan/hari, • Golongan III B = 628 kendaraan/hari

TOTAL = 26.945 kendaraan/hari.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa tingkat pergerakan yang terjadi di internal Kota Cimahi sendiri tidak terlalu signifikan. Mayoritas pergerakan yang terjadi merupakan pergerakan yang terjadi keluar dari Kota Cimahi ataupun sebaliknya, khususnya pergerakan yang menuju Kota Bandung.

(8)

Pola angkutan umum di Kota Cimahi akan saling berpengaruh dengan struktur wilayah kota dalam arti simpul-simpul pelayanan dan permukiman dalam Kota Cimahi. Dengan mengambil rute pergerakan angkutan umum utama Bandung-Cimahi sebagai acuan, maka dapat diidentifikasikan pula rute pergerakan angkutan umum cabang dan titik pertemuannya pada lokasi tertentu. Rute angkutan cabang tersebut melayani baik untuk internal Kota Cimahi maupun ke luar Kota Cimahi.

Untuk angkutan bus antar kota, Kota Cimahi 44las an44 hanya dilewati tanpa “terminal” atau perhentian secara khusus. Mengingat jarak dan posisi Kota Cimahi dalam Metropolitan Bandung, maka terminal angkutan bus antar kota untuk melayani masyarakat Cimahi adalah terminal di Kota Bandung sebagai pusat Metropolitan Bandung tersebut.

Selain angkutan jalan raya, ada juga pelayanan angkutan kereta api untuk pergerakan jarak 44las an44 dekat, terutama dalam wilayah Metropolitan Bandung. Pada tahun 2000 tercatat untuk Stasiun KA Cimahi diangkut sejumlah 599.446 penumpang dalam setahun, atau sekitar 1.650 penumpang rata-rata per hari. Untuk masa mendatang, diharapkan angkutan kereta api ini akan meningkat pelayanannya, pelayanan kepadatan angkutan jalan raya yang ada, terutama antara Cimahi-Bandung. Untuk angkutan jarak jauh, khususnya dari Jakarta Bandung, di masa 44las a diantisipasi pula kemungkinan ditetapkannya Stasiun Cimahi sebagai destinasi antara.

3.1.4 Pembatas Keterkaitan Antara Bagian-Bagian Wilayah Kota

Pembatas secara fisik antara bagian-bagian wilayah kota, sehingga akses atau kemudahan pencapaian antar bagian wilayah terbatas, yaitu antara lain adalah :

• jalur jalan tol Padaleunyi dan Baros-Pasteur, • jalur jalan rel kereta api,

(9)
(10)
(11)

Jalan tol Padaleunyi membelah wilayah Kecamatan Cimahi Selatan, dengan akses yang ada berupa over-pass yang terletak di Cibeber, Leuwigajah/Utama, dan Cibodas; serta under-pass dengan pemanfaatan terbatas di kawasan militer. Over-pass yang paling efektif pemanfaatannya dewasa ini adalah Leuwigajah/Utama sehubungan dengan adanya Jalan Leuwigajah yang dipergunakan untuk transportasi internal maupun eksternal Kota Cimahi. Sedangkan jalan tol ruas Baros-Pasteur membelah wilayah Kecamatan Cimahi Tengah dan sebagian Kecamatan Cimahi Selatan, dengan akses yang ada berupa over-pass Jalan Akses Tol Baros, serta under-pass di Kelurahan Cigugur Tengah dan di tepi rel kereta api.

Jalan rel kereta api membelah wilayah Kecamatan Cimahi Tengah, dengan pintu perlintasan masing-masing di Jl Sriwijaya-Jl.RS Dustira, Jl.Gatot Subroto-Jl.Raya Baros, dan Jl.Bp.Ampi (depan Pusdikpom). Selain itu ada sejumlah perlintasan tidak resmi yang tidak dapat dilalui kendaraan roda 4 (hanya kendaraan roda 2 atau jalan kaki), seperti di Cisangkan Hilir-Contong dan Jl. Cigugur.

Sungai Cimahi di bagian utara memisahkan wilayah Kecamatan Cimahi Utara, yaitu Kelurahan Citeureup di satu sisi dan Kelurahan Cibabat di sisi lainnya. Hubungan/akses antara kedua bagian wilayah ini terpaksa melalui Jalan Raya Cimahi.

Untuk mengatasi segmentasi ruang tersebut diusulkan pembangunan jembatan pada jalan rel kereta api (di Kelurahan Padasuka) dan jembatan pada Sungai Cimahi (perbatasan Kelurahan Citeureup dan Kelurahan Cibabat). Dengan pembangunan kedua jembatan tersebut sekaligus dikembangkan jaringan jalan (pembangunan dan peningkatan) yang akan memberikan jaringan akses baru antar bagian wilayah. Dengan pengembangan jalan baru ini diharapkan dapat merangsang perkembangan kegiatan-kegiatan baru, dan mengurangi tekanan pergerakan/volume di Jalan Raya Cimahi.

(12)

3.1.5 Keterkaitan Ruang Secara Fungsional Dengan Sekitar (Vicinity) Berdasarkan karakter kegiatan dan pemanfaatan ruang, secara fungsional ada pengaruh yang kuat dan kesamaan dengan wilayah sekitar atau perbatasan, sehingga pengembangan selanjutnya harus mempertimbangkan perkembangan di wilayah sekitar tersebut, terutama yang merupakan kawasan terbangun yang menerus. Ada 4 macam keterkaitan fungsional antara Kota Cimahi dengan sekitarnya :

1. Perdagangan dan Jasa (Komersial)

Merupakan koridor bagian barat Metropolitan Bandung dengan sumbunya jalan arteri primer, sejak dari Jl. Sudirman (Kota Bandung) terus ke Jl. Raya Cimahi dan terus lagi ke Kecamatan Ngamprah dan Padalarang (Kabupaten Bandung), disertai pola kawasan terbangun menerus (contiguous built up area). Dengan demikian ada 2 lokasi dengan karakter keterkaitan ini, yaitu :

• ke timur : perbatasan dengan Kota Bandung • ke barat : ke arah Ngamprah dan Padalarang.

2. Perumahan

Berupa kompleks perumahan yang berhampiran dan cenderung menerus (contiguous). Ada 4 lokasi yang signifikan dengan keterkaitan fungsional ini, yaitu :

• Kelurahan Melong Cimahi Selatan-Kecamatan Bandung Kulon Kota Bandung

• Kelurahan Pasir Kaliki Cimahi Utara-Kecamatan Sukajadi & Sukasari Kota Bandung dan Desa Sariwangi Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung

• Kelurahan Cibabat Cimahi Utara-Desa Cihanjuang Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung

• Kelurahan Cipageran Cimahi Utara-Desa Tanimulya dan Pakuhaji Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung.

(13)

3. Industri

Berupa zona/kompleks industri yang berhampiran antara komplek industri besar di Kelurahan Utama Cimahi Selatan-kompleks industri di Desa Lagadar Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung. Di Desa Lagadar dan tetangganya Desa Margaasih berkembang juga kompleks perumahan.Selain itu perlu diperhatikan pula keberadaan kompleks industri besar di Desa Giriasih Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung yang berbatasan dengan Kelurahan Cibeber Cimahi Selatan.

4. Perdesaan dan Konservasi

Ada 4 lokasi dengan keterkaitan fungsional ini, yaitu :

• Kelurahan Cipageran dan Citeureup Cimahi Utara-Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung : merupakan kaki/lereng pegunungan sebelah utara dan hulu dari aliran sungai-sungai yang melintasi Kota Cimahi, dengan kegiatan yang menonjol adalah pertanian. • Komplek perbukitan G. Bohong yang membatasi Kelurahan

Padasuka dan Cibeber-Desa Laksanamekar Kec.Padalarang Kab.Bandung.

• Kompleks perbukitan Padakasih, G.Leutik, G. Aseupan yang membatasi Kelurahan Cibeber Cimahi Selatan-Desa Giriasih Kecamatan Batujajar Kab. Bandung.

• Kompleks perbukitan G. Lagadar, G. Puncaksalam, G. Gajahlangu, G. Masoro, G. Leutik yang membatasi Kelurahan Leuwigajah Cimahi Selatan-Desa Selatan dan Batujajar Timur Kec. Batujajar dan Desa Lagadar Kec. Margaasih Kab. Bandung.

3.1.6 Kota Cimahi dalam Konteks Keruangan Provinsi Jawa Barat

Dalam RTRWP Jawa Barat 2010 tersebut dapat dikemukakan posisi Kota Cimahi, yaitu sebagai berikut :

1. Dalam RTRWP Jawa Barat 2010 Kota Cimahi merupakan bagian dari Kawasan Andalan Cekungan Bandung dan sekitarnya. Arahan

(14)

pengembangan Kawasan Andalan Cekungan Bandung dan sekitarnya ini adalah sebagai pusat pengembangan sumber daya manusia dalam rangka mendukung industri, agribisnis, pariwisata, jasa, dan sumber daya manusia.

2. Dalam pengembangan sistem kota-kota Jawa Barat ditetapkan 3 PKN (Pusat Kegiatan Nasional), yaitu : Metropolitan Bodebek (Bogor-Depok-Bekasi), Metropolitan Bandung, dan Metropolitan Cirebon; serta 6 PKW (Pusat Kegiatan Wilayah), yaitu : Cianjur-Sukabumi, Cikampek-Cikopo, Palabuhanratu, Tasikmalaya, Kadipaten, dan Pangandaran. Kota Cimahi termasuk dalam PKN Metropolitan Bandung.

3. Dalam Peta Arahan Pemanfaatan Ruang Propinsi Jawa Barat 2010, diindikasikan adanya kawasan non-hutan yang merupakan Kawasan Cadangan Hutan Lindung di wilayah Kota Cimahi, yaitu di Kelurahan Leuwigajah, Kelurahan Cibeber, dan Kelurahan Cipageran.

3.1.7 Kota Cimahi dalam Konteks Metropolitan Bandung

Wilayah Metropolitan Bandung (Bandung Metropolitan Area / BMA) mencakup daerah-daerah :

1. Kota Bandung, 2. Kabupaten Bandung, 3. Kota Cimahi,

4. Kabupaten Sumedang (sebagian sebelah barat, yaitu 3 kecamatan). Kota Cimahi merupakan salah satu WP dalam BMA tersebut dan terletak di tengah bersama-sama Kota Bandung. Selain itu Kota Cimahi termasuk dalam kota induk Metropolitan Bandung bersama dengan Kota Bandung.

Secara konsepsual, dalam konfigurasi area metropolitan terdapat Metropolis, yang merupakan core atau inti dalam area metropolitan tersebut. Sehubungan dengan fakta bahwa Kota Bandung dan Kota Cimahi telah merupakan konurbasi, maka Konurbasi Bandung-Cimahi inilah yang menjadi Metropolis bagi Metropolitan Bandung. Selain adanya contiguous built up area (kawasan terbangun yang menerus) antara Kota Bandung dan Kota Cimahi,

(15)

pertimbangan jarak antar pusat-pusat dalam konurbasi tersebut juga memperkuat alasan bahwa konurbasi Bandung-Cimahi adalah metropolis dalam Metropolitan Bandung.

TABEL 3-3

ARAHAN FUNGSI KOTA-KOTA DI METROPOLITAN BANDUNG SAMPAI DENGAN TAHUN 2025

No Hierarki Kota/Kawasan Perkotaan Perkiraan Penduduk Perkotaan 2025 (Jiwa) Fungsi Pengembangan

1 Kota Inti Kota

Bandung-Kota Cimahi 3.500.000 • Perdagangan & Jasa • Pemerintahan • Pendidikan Tinggi • Permukiman 2 Kota Satelit I Kota dengan penduduk 100.000-500.000 Padalarang-Ngamprah 500.000 • Industri • Perdagangan • Permukiman Soreang-Katapang 300.000 • Pemerintahan • Industri pertanian • Perdagangan • Permukiman Rancaekek-Cicalengka 300.000 • Perdagangan • Permukiman • Industri Lembang 200.000 • Pariwisata • Permukiman Jatinangor-Tanjungsari 200.000 • Pendidikan tinggi • Permukiman • Industri Majalaya 200.000 • Industri • Permukiman Sumber: Executive Summary Penataan Ruang Metropolitan Bandung

3.1.8 Aksesibilitas Jaringan Jalan Kota Cimahi-Kota Bandung

Di Kota Cimahi peranan perhubungan darat cukup dominan terutama untuk menyalurkan produk industri berbagai daerah. Selain itu perhubungan darat sangat dibutuhkan dalam melayani kebutuhan masyarakat terutama menggerakkan perekonomian di wilayah kota.

(16)

Kondisi umum sistem jaringan jalan Kota Cimahi berdasarkan hasil studi “Penyusunan Konsep Sistem Jaringan Jalan Transportasi dan Manajemen Lalulintas Kota Cimahi “ tahun 2003 menunjukkan bahwa sistem jaringan jalan kota utama berfungsi menghubungkan pusat Kota Cimahi dengan Kota Bandung di bagian utara dan Kabupaten Bandung di bagian selatan. Dengan jaringan yang cenderung mengarahkan pergerakan dari semua kawasan menuju Jalan Raya Cimahi, maka mengakibatkan terjadinya kemacetan.

Ruas jalan utama yang menghubungkan pusat Kota Cimahi dengan Kota Bandung antara lain adalah : Jalan Tol (Padaleunyi), Jalan Raya Cimahi - Cimindi dan Jalan Cibeureum. Sedangkan ruas jalan utama yang menghubungkan pusat Kota Cimahi dengan Kabupaten Bandung antara lain adalah : Jalan Cihanjuang, Jalan Kolonel Masturi, Jalan Raya Cimahi dan Jalan Nanjung. Saat ini tingkat pergerakan menuju Kota Bandung yang paling tinggi adalah melalui Jalan Cimindi yang akan berhubungan langsung dengan Jalan Gunungbatu dan Jalan Pasteur.

TABEL 3-4

TINGKAT KEMACETAN DI RUAS JALAN CIMAHI-BANDUNG TAHUN 2004

No. Ruas Jalan Co FCw FCsp FCsf FCcs C (smp/jam) V (LHR) (smp/jam) VCR LOS 1 Jalan Raya Cimahi 6.600 0,92 1 0,86 1,03 5.221,92 3.077,45 0,59 C 2 Jalan Tol Padalarang-Cileunyi 6.600 1,00 1 1,03 1,03 6.789,00 2.121,39 0,05 A Sumber : LPPM-ITB, 2004

Untuk ruas jalan Cimahi-Cimindi, LOS C tersebut adalah LOS berdasarkan Laju Harian Rata-rata (LHR. Pada waktu jam-jam puncak, arus bisa meningkat melebihi 3.489,6 smp/jam mengakibatkan tingkat pelayanan menurun drastis. Meskipun jalan tol Padalarang-Cileunyi mempunyai tingkat pelayanan A, akan tetapi untuk masuk ke jalan tol ini harus melalui Jalan Raya Padalarang yang mempunyai tingkat pelayanan E (Laporan Studi Transportasi Cimahi, 2003).

(17)

Dengan terus tumbuhnya Kota Bandung, maka tingkat pergerakan Bandung-Cimahi juga akan terus meningkat. Berikut merupakan peramalan pertumbuhan volume pergerakan Bandung-Cimahi dari tahun 2005 hingga tahun 2015.

TABEL 3-5

PROYEKSI VOLUME PERGERAKAN BANDUNG-CIMAHI VIA JALAN RAYA CIMAHI DAN TOL PADALEUNYI

2005-2015

Tahun Ruas Jalan (smp/jam)

Raya Cimahi-Cimindi Tol Padaleunyi

2004 3.177,00 316,07 2005 3.227,68 320,13 2006 3.280,63 325,38 2007 3.337,95 331,10 2008 3.388,56 337,12 2009 3.448,22 342,07 2010 3.500,99 348,31 2011 3.558,50 353,05 2012 3.618,18 359,97 2013 3.668,77 364,02 2014 3.723,90 369,50 2015 3.779,04 374,99 Sumber : Marvilano, 2005

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan terjadinya perkembangan volume pergerakan tiap tahunnya dengan rasio sekitar 1,7% per tahunnya. Dengan terus meningkatnya volume pergerakan maka kapasitas jalan penghubung Bandung-Cimahi akan semakin menurun. Berikut merupakan proyeksi dampak pergerakan Bandung-Cimahi yang terjadi pada Jalan Raya Cimahi. Adanya pembangunan PASUPATI mungkin akan meringankan perjalanan pelaku pergerakan untuk menuju pusat Kota Bandung.

Trayek angkutan kota yang menghubungkan Bandung-Cimahi ada dua jenis, yaitu Jaringan Trayek Perbatasan dan Jaringan Trayek AKDP ( Antar Kota Dalam Propinsi). Secara keseluruhan jumlah trayek yang menghubungkan Bandung-Cimahi ada lima trayek yang seluruhnya melalui Jalan Raya Cimahi. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3-6.

(18)

TABEL 3-6

SEDIAAN DAN PERMINTAAN TRAYEK ANGKUTAN KOTA YANG MENGHUBUNGKAN BANDUNG-CIMAHI TAHUN 2003

Trayek Jumlah Angkot Resmi Jumlah Kursi Jumlah Rit/hari Jumlah Kursi/hari Jumlah Penumpang/ hari Over Supply Ledeng-Ciwaruga-Cimahi 10 140 4 1.120 1.368 -248 Leuwipanjang-Cimahi 1.150 16.100 5 161.000 141.450 19.550 Leuwipanjang-Padalarang 200 2.800 4 22.400 21.879 521 St. Hall-Padalarang 150 2.100 4 16.800 14.041 2.760 St. Hall-Cimahi 780 10.920u 5 109.200 74.200 35.000 Total 2290 32.060 22 310.520 252.938 57.583 Sumber : LPPM-ITB, 2004

Angkutan umum yang ada di Kota Cimahi menunjukkan bahwa Kota Cimahi berinteraksi kuat dengan Kota Bandung, terutama untuk rute St. Hall (Bandung) – Cimahi yang pada umumnya ditempuh oleh pelaku pergerakan yang bekerja di Kota Bandung tetapi tinggal di Kota Cimahi.

3.2 Karakteristik Jaringan Jalan Kota Bandung dan Jalan PASUPATI Jaringan jalan di Kota Bandung memiliki pola memusat, dengan fokus pusat kota. Hal ini menyebabkan terjadinya kepadatan lalu lintas yang tinggi di pusat kota, karena dari satu lokasi menuju lokasi lainnya sebagian besar harus melewati pusat kota. Kondisi padatnya lalu lintas ini dipengaruhi oleh pola fisik jaringan jalan yang ada, yaitu :

1. Pola jaringan jalan yang memperlihatkan kecenderungan berbentuk kombinasi radial-konsentris sesuai dengan pola guna lahannya.

2. Sepanjang jaringan jalan utama di dalam kota, banyak ditemui persimpangan jalan degan jarak antar persimpangan yang sangat dekat. Hal tersebut merupakan akibat dari kombinasi pola jaringan jalan diatas. 3. Jaringan jalan utama yang menuju arah perluasan berpola radial sebagai

(19)

4. Pada bagian selatan Kota Bandung terdapat beberapa jalan lingkar (ring road) untuk menghubungkan pola radial diatas dan melancarkan arus barat-timur, yaitu Jalan Lingkar Selatan, Jalan Soekarno-Hatta dan Jalan Tol Padaleunyi.

Pola jaringan jalan makro Kota Bandung adalah sistem grid yang lebih dominan di tengah kota dan sistem jaringan radial yang cenderung berada di wilayah pinggiran. Pola jaringan jalan pada kawasan perluasan (internal kota) membentuk pola radial, agar arus pergerakan tidak melalui pusat kota. Sedangkan pola jaringan jalan pada kawasan pinggiran dilayani dengan jaringan jalan tol. Kawasan pinggiran kota dilayani oleh jalan tol untuk memisahkan arus pergerakan yang terjadi di internal kota dengan pergerakan arus arah regional.

3.2.1 Kedudukan PASUPATI Dalam Wilayah Pembangunan Kota Bandung

Jalan layang Pasteur-Surapati berada pada wilayah pembangunan Bojonegara di Kota Bandung. Menurut RDTRK Bojonegara tahun 2005, sistem trnasportasi di wilayah Bojonegara ditunjang oleh jaringan jalan arteri, kolektor, dan lokal serta sistem perangkutan umum penumpang. Hirarki jaringan jalan tersebut ditetapkan sesuai dengan fungsi pelayanan yang harus diembannya, antara lain untuk mengurangi pencampuran lalu lintas lokal pada jalan arteri dan beberapa jalan kolektor. Jika dilihat dari polanya, maka jaringan jalan di WP Bojonegara membentuk pola radial dan cenderung mengarah ke kawasan pusat kota. Fungsi jalan arteri primer memiliki peran yang penting karena akan memberikan akses langsung ke jalur regional yang menghubungkan Kota Bandung dengan kota-kota lain di sebelah utara, selatan dan barat dari Kota BandungBerikut merupakan rencana penentuan hirarki jaringan jalan di wilayah Bojonegara tahun 2005.

TABEL3-7

RENCANA PENENTUAN HIRARKI JARINGAN JALAN DI WP BOJONEGARA

(20)

No Fungsi Jalan Nama Jalan

1 Arteri Primer Jl. Raya Cibeureum, Jl. Dr. Djunjunan, Jl. Pasteur, Jl. Layang PASUPATI

2 Arteri Sekunder Jl. Rajawali Barat dan Tmiur, Jl. Kebonjati, Jl. Jend. Sudirman, Jl. Lingkar Utara

3 Kolektor Primer

Jl. Prof. Drg. Surya Sumantri, Jl. Sukahaji, Jl. Pak Gatot Raya, Jl. Pasirkaliki, Jl. Sukajadi, Jl. Dr. Setiabudi, Jl. LMU Nurtanio, Jl. Abdurrahman Saleh, Jl. Padjajaran, Jl. Dr. A. Rivai, Jl. Cimindi-Padjajaran

4 Kolektor Sekunder Jl. Prof. Sutami, Jl. Gegerkalong Hilir dan Girang, Jl. Gunungbatu, Jl. Cipaganti

5 Lokal

Jl. Dadali, Jl. Kebonkawung, Jl. Kesatria, Jl. Bima, Jl. Prof. Eyckman, Jl. Sederhana, Jl. Sukagalih, Jl. Cipedes, Jl. Sarijadi, Jl. Sarimanah, Jl.

Gegerkalong Tengah Sumber : RDTRK Bojonegara 2005

Berdasarkan arahan dari RDTRK WP Bojonegara tahun 2005 diketahui bahwa jalan layang PASUPATI merupakan jalan dengan fungsi sebagai arteri primer. Dengan demikian jalan layang PASUPATI memiliki peran sebagai penghubung jalur regional khususnya yang berasal dari Jalan Pasteur.

3.2.2 Pembangunan Jalan Layang Pasteur-Surapati

Dua dasar pokok dalam pembangunan jaringan jalan baru adalah untuk mengimbangi pertumbuhan jumlah kendaraan per tahun dan peningkatan pelayanan dari jalan itu sendiri. Pembangunan jaringan jalan-jalan baru di Kota Bandung, selain untuk mengurangi kemacetan, juga harus mempertimbangkan strategi pembangunan yang tertera pada RTRK Kota Bandung 1991, yaitu :

• Memisahkan arus regional dan internal, karena kedua jenis arus ini mempunyai karakteristik yang berbeda. Dengan pembangunan jaringan jalan baru, maka akan dapat disusun diversifikasi fungsi jalan dan menghindari bertumpuknya fungsi jalan.

(21)

• Pendukung penetapan hierarki jalan. Saat ini kepadatan lalu lintas tidak didukung oleh kelas jalan yang bersangkutan. Sehingga perlu penetapan dan pembangunan jalan baru sesuai dengan volume lalu lintas.

• Untuk mendukung dan meningkatkan pertumbuhan pusat-pusat sekunder.

3.2.2.1 Latar Belakang dan Tujuan Pembangunan Jalan Layang Pasteur-Surapati

Proyek Pembangunan Jalan Layang dan Jembatan Pasteur - Cikapayang - Surapati (PASUPATI) yang secara historis tercantum dalam dokumen Carsten Plan telah diobsesikan pemerintah dan masyarakat kota Bandung sejak tahun 1931 melalui program Autostrada yang menghubungkan 'missing link' poros Pasteur - Dago yang terpisahkan oleh lembah Cikapundung. Obsesi tersebut ditindak lanjuti dengan dokumen - dokumen yaitu Master Plan Bandung tahun 1971, Rencana Induk Kota (RIK) Bandung tahun 1985 (Perda No. 3/1986), Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Bandung 2003 (Perda No. 2/1992) tentang implementasi Autostrada menjadi proyek PASUPATI dan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Bandung (Perda No. 2/1996) yang mempertegas PASUPATI segera dibangun. Sedangkan usulan Pemerintah Kota Bandung kepada Pemerintah Pusat Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen PU untuk membangun proyek PASUPATI, disampaikan tanggal 22 Oktober 1988.

Kronologis tersebut menginformasikan bahwa proyek PASUPATI ini merupakan usulan yang datang dari pemerintah dan masyarakat kota Bandung sendiri (bottom up) serta diakomodir oleh pemerintah pusat dengan mengusahakan sumber pembiayaan melalui loan Pemerintah Kuwait (Kuwait Fund for Arab Economic Development / KFAED).

Saat ini mobilitas kendaraan arah Barat - Timur dan sebaliknya di wilayah utara kota Bandung hanya dilayani oleh Jalan Siliwangi di sisi Utara dan Jalan Wastukencana di sisi Selatan. Analisis studi lalu lintas memprediksi kedua jalan tersebut mulai tahun 2006 tidak akan cukup lagi menampung pertumbuhan lalu lintas yang ada.

(22)

Dari berbagai sisi analisis, baik secara sosial kemasyarakatan, dampak lingkungan (AMDAL), ekonomi maupun secara teknis maka disimpulkan pembangunan PASUPATI merupakan solusi yang memberi hasil paling signifikan dalam mengatasi masalah tersebut.

Seiring dengan pembangunan proyek PASUPATI, Pemerintah Kota Bandung juga merencanakan penataan kembali kawasan lembah Cikapundung dari kondisi saat ini yang dinilai sudah tidak layak huni (slump area) menjadi kawasan yang lebih layak untuk dihuni melalui konsep revitalisasi dan penataan kawasan Taman Sari (urban renewal) serta relokasi penduduk (resettlement).

Dengan adanya proyek ini diharapkan :

• Menambah kapasitas ruas jalan dan persimpangan arah Barat - Timur kota Bandung, sehubungan dengan volume lalu lintas yang sudah sangat tinggi pada jalan penghubung Barat dan Timur yaitu Jalan Wastukencana dan Jalan Siliwangi.

• Mengurangi kemacetan lalulintas di simpang Jalan Pasir Kaliki, Cipaganti, Cihampelas, Taman Sari, Ir. H. Juanda, Jalan Wastukencana dan Jalan Siliwangi.

• Melengkapi sistem jaringan jalan di kota Bandung.

• Mendukung ekonomi regional dengan adanya pengurangan biaya operasi kendaraan dan waktu tempuh perjalanan pada jalur Barat - Timur.

• Meningkatkan kondisi lingkungan kota dengan mengurangi tingkatan polusi akibat kemacetan yang ada sekarang.

• Menambah aset infrastruktur kota Bandung yang akan menjadi landmark kota.

• Pembangunan jalan layang dan jembatan Pasteur-Cikapayang-Surapati ini dimaksudkan juga untuk menata kawasan Taman Sari sehingga menjadi kawasan yang layak huni dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang mendiaminya.

• Diharapkan pelaksanaan proyek ini dapat ditindak lanjuti dengan peningkatan dan pelebaran jalan ruas Surapati - Cicaheum.

(23)
(24)
(25)

Proyek pembangunan PASUPATI terdiri dari ± 2,50 km jalan layang dan ± 300 m jembatan yang melintasi lembah, termasuk jembatan cable stayed sepanjang 161 m. Titik awal dipilih Jalan Dr. Junjunan, di sekitar pemakaman Pandu mengikuti alinyemen Jalan Pasteur, menyeberang lembah Cikapundung, melalui Jalan Cikapayang dan berakhir di Jalan Surapati di sekitar Jalan Ariajipang.

3.2.2.2Jalan Layang Pasteur-Surapati dalam Konteks Metopolitan Bandung Perkembangan wilayah Metopolitan Bandung dapat diindikasikan oleh semakin meluasnya kegiatan perkotaan pada beberapa bagian kawasan. Perkembangan tersebut antara lain terlihat pada wilayah kota inti yaitu Bandung dan Cimahi. Kebijakan pengembangan wilayah Metropolitan Bandung tidak terlepas pula dengan rencana pengembangan infrastruktur wilayah sebagai pendukung berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan berupa kota utama dan penyangga di wilayah Bandung Metropolitan Area.

Rencana pengembangan infrastruktur wilayah Metropolitan Bandung menurut RTRWP Jawa Barat bertujuan meningkatkan dan mempertahankan tingkat pelayanan infrastruktur transportasi yang ada. Secara umum, arahan pengembangan infrastruktur transportasi darat (jalan) bertujuan untuk meningkatkan interaksi antara pusat pertumbuhan (kota inti, kota satelit) dengan wilayah penunjangnya (termasuk kawasan khusus), dan antar pusat pertumbuhan (kota inti/kota satelit). Upaya peningkatan interaksi tersebut dilakukan melalui peningkatan kapasitas jalan khususnya yang menghubungkan kota inti (Bandung- Cimahi) dan kota satelit (Soreang, Banjaran, Majalaya, Padalarang, Lembang dan Cicalengka).

Pembangunan jalan layang Pasteur-Surapati merupakan salah satu usaha pembangunan jaringan jalan baru untuk semakin memudahkan akses pergerakan dari arah barat-timur dan sebaliknya, khususnya dalam hal perkembangan Metopolitan Bandung yang akan terlayani secara langsung adalah pergerakan antara Bandung-Cimahi.

(26)

3.3 Karakteristik Jaringan Jalan Disekitar PASUPATI Sebelum dan Sesudah Pembangunan PASUPATI

Pada subbab ini akan dipaparkan mengenai karakteristik dari jaringan jalan disekitar pembangunan PASUPATI pada saat sebelum dan sesudah pembangunan jalan layang PASUPATI.

3.3.1 Karakteristik Jaringan Jalan Kota Bandung Disekitar PASUPATI Sebelum Pembangunan PASUPATI

Untuk jaringan jalan di Kota Bandung yang akan berhubungan langsung dengan sebelum adanya pembangunan PASUPATI adalah jaringan jalan yang melayani pergerakan dari timur ke barat. Selama ini akses pergerakan dari timur-barat hanya dilayani oleh Jalan Siliwangi dan Jalan Wastukencana yang semakin hari tingkat pelayanannya semakin menurun (Ardiansyah, 2004). Berikut merupakan informasi volume lalu lintas hasil pembebanan perjalanan pada tahun 1997 dan prakiraan volume lalu lintas hasil pembebanan perjalanan di Jalan Siliwangi dan Jalan Wastukencana hingga tahun 2017.

TABEL 3-8

PRAKIRAAN VOLUME LALU LINTAS HASIL PEMBEBANAN PERJALANAN TANPA PASUPATI

Jalan/arah Volume Lalu Lintas (smp/jam)

1997 2002 2007 2012 2017 Jl. Wastukencana Arah ke barat 1618 2065 2542 2873 3181 Arah ke timur 2296 2930 3607 4076 4515 Jalan Siliwangi Arah ke barat 1716 2190 2695 3048 3379 Arah ke timur 1369 1747 2151 2431 2692

Sumber: Lab. Rekayasa Transportasi ITB, 1997

Dapat dilihat pada tabel diatas bahwa volume lalu lintas akan terus meningkat setiap tahunnya, dan jika tidak ada suatu kebijakan untuk meningkatkan tingkat pelayanan jaringan jalan maka jalan-jalan tersebut akan

(27)

menanggung beban yang sangat tinggi, jauh dari tingkat kemampuan pelayanan seharusnya.

3.3.2 Karakteristik Jaringan Jalan Kota Bandung Disekitar PASUPATI Setelah Pembangunan PASUPATI

Rencana jalan dan jembatan Pasteur-Surapati akan menghubungkan dua fungsi jalan yang berbeda yaitu jalan arteri primer (Terusan Pasteur dan Pasteur) dan jalan kolektor primer (Jalan Surapati). Adanya jalan layang Pasteur-Surapati dapat dipastikan akan mempengaruhi pola pergerakan yang akan terjadi. Perubahan yang akan terjadi adalah perubahan arus dan rute lalu lintas timur-barat yang biasanya melalui Jalan Siliwangi dan Jalan Wastukencana. Kemungkinan besar mereka yang sebelumnya menggunakan jalan tersebut akan beralih menggunakan jalan layang Pasteur-Surapati.

Pembangunan jalan layang Pasteur-Surapati akan meningkatkan aksesibilitas timur-barat, karena dengan adanya jalan layang Pasteur-Surapati akan membentuk terusan dari Pasteur menuju Cicaheum dan Ujungberung yang merupakan batas timur dan barat Kota Bandung (Firman dkk, 1997). Selain itu akan terdapat kawasan-kawasan yang mengalami peningkatan aksesibilitas yaitu Pasteur-Pasirkaliki-Dago (karena adanya ramp-on), persimpangan Cihampelas-Pasteur (karena adanya ramp-on dan ramp-off), dan sekitar persimpangan Tamansari-Cikapayang (karena adanya ramp-on dan ramp-off) (Ardiansyah, 2004). Berikut merupakan prakiraan volume lalu lintas hasil pembebanan perjalanan dengan adanya jalan layang Pasteur-Surapati.

Berdasarkan informasi pada tabel 3-9 dapat diketahui bahwa dengan adanya jalan layang Pasteur-Surapati tidak mengurangi beban jalan yang sudah ada pada Jalan Siliwangi dan Jalan Wastukencana, namun setidaknya laju pertambahan bebannya tidak setinggi jika tidak ada PASUPATI.

Untuk jaringan jalan disekitar PASUPATI yang dipengaruhi dengan adanya PASUPATI akan dibagi menjadi jaringan jalan yang terkena pengaruh langsung dan tidak langsung.

(28)

TABEL 3-9

PRAKIRAAN VOLUME LALU LINTAS HASIL PEMBEBANAN PERJALANAN DENGAN PASUPATI

Jalan/arah Volume Lalu Lintas (smp/jam)

1997 2002 2007 2012 2017 Jl. Wastukencana Arah ke barat 1618 1641 1676 1894 2098 Arah ke timur 2296 2328 2380 2689 2692 Jalan Siliwangi Arah ke barat 1716 1740 1778 2009 2226 Arah ke timur 1369 1388 1419 1603 1775

Jalan Layang Pasteur-Surapati

Arah ke barat 0 3917 4426 5001 5539

Arah ke timur 0 3773 4264 4818 5336

Sumber: Lab. Rekayasa Transportasi ITB, 1997

Berdasarkan tabel 3-10, jalan-jalan yang akan dipengaruhi langsung dengan adanya PASUPATI selain Jalan Siliwangi dan Jalan Wastukencana adalah Jalan Pasirkaliki, Jalan Cipaganti, Jalan Cihampelas, Jalan Tamansari, dan Jalan Surapati, karena pada jalan-jalan tersebut terdapat ramp-on dan ramp-off yang akan mempengaruhi pergerakan yang terjadi dan jalan-jalan tersebut juga merupakan jalan yang menghubungkan antara Pasteur dengan Jalan Siliwangi dan Jalan Wastukencana sebelum adanya PASUPATI. Sedangkan bagi jalan-jalan yang mendapatkan pengaruh tidak langsung dengan adanya PASUPATI adalah Jalan Setiabudi, Jalan Sulanjana, Jalan Aria Jipang, dan Jalan Sukajadi. Jalan-jalan tersebut merupakan Jalan-jalan yang akan mendapatkan dampak turunan dengan adanya PASUPATI. Misalnya ketika terdapat perubahan volume pergerakan pada Jalan Cipaganti maka Jalan Setiabudi akan merasakan pengaruhnya juga, karena jalan tersebut merupakan terusan dari jalan sebelumnya.

(29)

TABEL 3-10

JARINGAN JALAN YANG TERKENA PENGARUH LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG DENGAN ADANYA PASUPATI

Nama Ruas Pengaruh Langsung Pengaruh Tidak Langsung Jl. Pasirkaliki v Jl. Cipaganti v Jl. Cihampelas v Jl. Tamansari v Jl. Surapati v Jl. Setiabudi v Jl. Sulanjana v Jl. Aria Jipang v Jl. Sukajadi v Sumber: Ardiansyah, 2004

Untuk mengetahui arus lalulintas yang terjadi di ruas sekitar Pasupati sebelum dan sesudah beroperasi perlu dilakukan prediksi arus lalulintas dengan menggunakan program SATURN. Sedangkan untuk mengevaluasi kinerja jaringan digunakan parameter VCR (Volume Capacity Ratio) dan untuk kinerja simpang digunakan parameter derajat kejenuhan, panjang antrian, dan tundaan (Ridwan, 2004).

TABEL 3-11

PROYEKSI PENINGKATAN VOLUME ARUS LALU LINTAS DI RUAS-RUAS SEKITAR PASUPATI

Ruas Jalan Sebelum Sesudah

Jl. Surapati 1455 smp/jam 2680 smp/jam

Jl. Dr. Djunjunan 2756 smp/jam 2890 smp/jam

Jl. Cikapayang 740 smp/jam 2080 smp/jam

Jl. Pasteur 948 smp/jam 1908 smp/jam

Sumber : Ridwan, 2004

Berdasarkan proyeksi yang dilakukan maka diketahui bahwa setelah Pasupati beroperasi akan terjadi peningkatan volume arus lalulintas pada jalan yang mempunyai akses langsung terhadap Pasupati, seperti Jl. Surapati terjadi peningkatan dari 1455 smp/jam menjadi 2680 smp/jam, Jl. Dr. Djunjunan dari

(30)

2756 smp/jam menjadi 2890 smp/jam, Jl. Cikapayang dari 740 smp/jam menjadi 2080 smp/jam, dan Jl. Pasteur dari 948 smp/jam menjadi 1908 smp/jam.

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip dasar dari reaksi Jaffe adalah reaksi antara kreatinin dengan pikrat dalam suasana alkali tanpa deproteinasi, membentuk kompleks kreatinin pikrat berwarna jingga

P1 yang memiliki perbandingan komposisi jerami padi dan kotoran ayam 6: 8 adalah perlakuan terbaik dengan C/N rasio 16 dan proses pengomposannya terjadi selama 63 hari.. Kata kunci

Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2015 tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi/Komisi Independen Pemilihan Aceh, dan

Lipid plasma yang utama terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipoid dan asam lemak bebas tidak larut dalam cairan plasma (free fatty acid).. Pada umumnya lemak tidak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor pelatihan kesehatan reproduksi dengan implementasi pasca pelatihan pada konselor sebaya kesehatan reproduksi remaja

Prosedur perawatan yang tercantum dalam Bagian 2 adalah intervensi umum yang disediakan oleh ahli patologi wicara - bahasa dan sarana mempengaruhi perubahan

q Menyusun alat dan bahan dengan spesifikasi yang tepat q Menyusun langkah kegiatan praktikum dengan

Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel pemanfaatan perpustakaan multimedia terhadap prestasi belajar mata pelajaran produktif