• Tidak ada hasil yang ditemukan

KLASIFIKASI BURUNG BERDASARKAN SUARA KICAU BURUNG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KLASIFIKASI BURUNG BERDASARKAN SUARA KICAU BURUNG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK SKRIPSI"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

i

KLASIFIKASI BURUNG BERDASARKAN SUARA KICAU BURUNG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Program Studi Teknik Informatika

Oleh :

Lorencius Echo Sujianto Putera 125314085

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

BIRD CLASSIFICATION BASED ON ITS CHIRPING SOUND USING NEURAL NETWORK BACK PROPAGATION

A THESIS

Presented as Partial Fulfillment of Requirements to Obtain Sarjana

Komputer Degree in Informatics Engineering Department

By :

Lorencius Echo Sujianto Putera 125314085

INFORMATICS ENGINEERING STUDY PROGRAM INFORMATICS ENGINEERING DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA 2016

(3)

iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

SKRIPSI

KLASIFIKASI BURUNG BERDASARKAN SUARA KICAU BURUNG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK

Oleh :

Lorencius Echo Sujianto Putera 125314085

Telah disetujui oleh :

Pembimbing,

(4)

iv

HALAMAN PENGESAHAN

KLASIFIKASI BURUNG BERDASARKAN SUARA KICAU BURUNG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK

Dipersiapkan dan ditulis oleh : LORENCIUS ECHO SUJIANTO PUTERA

NIM : 125314085

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 26 Agustus 2016 dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Eko Hari Parmadi S.Si, M.Kom ...

Sekretaris : Dr. Anastasia Rita Widiarti ...

Anggota : Dr. C. Kuntoro Adi, S.J., M.A., M.Sc. ...

Yogyakarta ... Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(5)

v

MOTTO

“Strength does not come from WINNING. Your struggles develop your strengths. When you go through HARDSHIPS and decide not to SURRENDER, that is

strength.” – Arnold Schwarzenegger

“If you can do what you do best and be HAPPY you’re further along in life than most people.” – Leonardo DiCaprio

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa di dalam skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, ... Penulis

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Lorencius Echo Sujianto Putera

NIM : 125314085

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul :

KLASIFIKASI BURUNG BERDASARKAN SUARA KICAU BURUNG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal ... Yang menyatakan

(8)

viii

ABSTRAK

Perkembangan teknologi yang semakin pesat memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan, khususnya menyalurkan hobi terutama untuk komunitas kicau mania. Burung selain memiliki keindahan fisik juga memiliki keindahan suara yaitu suara kicaunya, terutama burung passerine atau burung yang termasuk dalam ordo Passeriformes. Teknologi selain berperan penting sebagai media untuk bertukar informasi mengenai seputar tips dalam merawat burung, juga diharapkan untuk dapat memberikan fungsi lain, yaitu mendeteksi suara kicau burung, sehingga masyarakat yang memiliki hobi serupa dapat dengan mudah menentukan jenis burung berdasarkan suara kicaunya. Oleh karena itu diperlukan sebuah sistem yang dapat mengklasifikasikan jenis burung berdasarkan suara kicaunya.

Penelitian ini menghasilkan sebuah model klasifikasi untuk jenis burung. Data yang digunakan merupakan data rekaman suara burung Cucak Hijau, Cucak Rawa, dan Kenari yang didapatkan dari situs omkicau. Sistem menerapkan metode MFCC (Mel Frequency Cepstral Coefficients) untuk cirinya dan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik untuk klasifikasinya.

Percobaan proses klasifikasi dengan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik dengan melakukan optimalisasi arsitektur jaringan dan pemilihan ciri menghasilkan akurasi 100% untuk 13 koefisien, 99.72% untuk 26 dan 39 koefisien.

Kata Kunci : Klasifikasi, Passeriformes, MFCC, Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

(9)

ix

ABSTRACT

Fast technological development gives people an easiness to occupy their own needs, especially the hobby for community of chirping mania. Not only having physical beauty but also bird has its beautiful sound which is its chirping sound, mainly passerine birds or birds of Passeriformes order. The technology plays an important role as a medium for exchanging information about tips on caring for birds, but it is also expected to be able to provide another purpose, that is to detect birds chirping sound, so that people who have the same hobby can easily determine the type of bird by its chirping sound. Therefore we need a system that can classify them.

This study resulted in a classification model for the type of birds. The selected bird recording are used: Greater Green Leafbird, Straw-headed Bulbul, and Canary. The recordings were obtained from omkicau sites. The system applies MFCC (Mel Frequency Cepstral Coefficients) method for its feature and Neural Network Backpropagation for classification.

Classification process experiment using Neural Network Backpropagation by optimizing network architecture and selecting the feature give 100% accuracy for 13 coefficients, 99.72% accuracy for 26 and 39 coefficients.

Keyword : Classification, Passeriformes, MFCC, Neural Network Backpropagation

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah memberikan rahmat dan karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik.

Penulis menyadari bahwa pada saat pengerjaan tugas akhir ini penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak, baik berupa dukungan, perhatian, kritik, dan saran serta doa yang sangat penulis butuhkan demi kelancaran dan mendapatkan hasil yang baik. Pada kesempatan ini penulis akan menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa mencurahkan kasih karunia-Nya serta memberikan bimbingan dan berkat dalam setiap langkah yang telah penulis lalui.

2. Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Dr. Cyprianus Kuntoro Adi, SJ., M.A., M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing tugas akhir yang telah dengan sabar dan penuh perhatian membimbing saya dalam penyusunan tugas akhir.

4. Dr. Anastasia Rita Widiarti M.Kom selaku Ketua Program Studi Teknik Informatika yang selalu memberikan dukungan dan perhatian serta saran kepada mahasiswa tugas akhir dalam pengerjaan tugas akhir.

5. Kedua orang tua tercinta Bapak Paulus Hari Kristanto dan Ibu Anastasia Sujiati yang selalu mendoakan, memotivasi, dan memberikan dukungan moral maupun materi kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 6. Seluruh dosen Teknik Informatika atas ilmu yang telah diberikan selama

perkuliahan dan pengalaman-pengalaman yang sangat berarti bagi penulis. 7. Teman-temanku Kevin, Eva, Agustin, Pius, serta seluruh teman-temanku

sesama peminatan komputasi yang telah berjuang bersama dan saling mendukung dalam penyusunan tugas akhir ini.

(11)

xi

8. Teman-teman Teknik Informatika 2012 Sanata Dharma, terima kasih atas semangat dan perjuangan bersama yang telah kalian berikan kepada satu sama lain.

9. Teman-temanku selain dari prodi TI, terima kasih atas dukungan yang telah kalian berikan.

10. Terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah mendukung penyelesaian tugas akhir ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa masih adanya kekurangan dalam penulisan laporan tugas akhir ini. Kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap tulisan ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan wawasan pembaca.

Yogyakarta, ... Penulis

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

TITLE PAGE... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 2 1.3. Tujuan ... 2 1.4. Batasan Masalah ... 2

1.5. Luaran Tugas Akhir ... 3

1.6. Sistematika Penulisan ... 3

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

2.1. Suara Burung ... 5

2.2. Passeriformes ... 5

2.3. Jenis-jenis Passeriformes ... 6

2.4. Ekstraksi Ciri ... 8

2.4.1. Mel Frequency Cepstral Coefficients ... 8

2.5. Jaringan Syaraf Tiruan ... 12

2.5.1. Arsitektur Jaringan ... 12

2.5.2. Back Propagation ... 14

(13)

xiii

2.7. K-Fold Cross Validation ... 23

2.8. Confusion Matrix ... 24

BAB III METODOLOGI ... 25

3.1. Gambaran Penelitian ... 25

3.1.1. Data ... 25

3.1.2. Preprocessing ... 27

3.1.3. Ekstraksi Ciri ... 28

3.1.4. Jaringan Syaraf Tiruan ... 31

3.1.5. Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan ... 32

3.1.6. Metode Pengujian ... 36

3.2. Kebutuhan Sistem ... 36

3.3. Perancangan Antarmuka Sistem ... 37

BAB IV IMPLEMENTASI DAN ANALISA ... 42

4.1. Hasil Penelitian ... 42

4.1.1. Pengujian Kombinasi Feature ... 42

4.1.2. Optimalisasi Jaringan Syaraf Tiruan ... 49

4.1.3. Percobaan Metode Training ... 50

4.1.4. Pengujian Data Tunggal ... 51

4.2. Analisa Hasil ... 53 BAB V PENUTUP ... 55 5.1. Kesimpulan... 55 5.2. Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA ... 56 LAMPIRAN ... 57

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Confusion Matrix (Diana dan Shidik, 2014) ... 24

Tabel 3.1 Statistic Features Indices ... 30

Tabel 3.2 3 Fold Cross Validation ... 31

Tabel 3.3 5 Fold Cross Validation ... 31

Tabel 3.4 10 Fold Cross Validation ... 31

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Burung Cucak Hijau (Sandi, 2012) ... 6

Gambar 2.2 Burung Cucak Rawa (Bellerby, 2014) ... 7

Gambar 2.3 Burung Kenari (Emilio, 2013)... 7

Gambar 2.4 Ilustrasi Arsitektur Jaringan Lapis Tunggal (Siang, 2005) ... 13

Gambar 2.5 Ilustrasi Arsitektur Jaringan Lapis Majemuk (Siang, 2005) ... 14

Gambar 2.6 Ilustrasi Arsitektur JST Back Propagation (Siang, 2005) ... 14

Gambar 2.7 Efek Penghalusan Momentum (Hagan & Demuth, 1996) ... 19

Gambar 2.8 Lintasan dengan momentum (Hagan & Demuth, 1996) ... 20

Gambar 2.9 Lintasan Variable Learning Rate (Hagan & Demuth, 1996) ... 22

Gambar 3.1 Diagram blok sistem ... 25

Gambar 3.2 Contoh Sinyal dan Spectogram Suara Burung Cucak Hijau ... 26

Gambar 3.3 Contoh Sinyal dan Spectogram Suara Burung Cucak Rawa ... 26

Gambar 3.4 Contoh Sinyal dan Spectogram Suara Burung Kenari... 27

Gambar 3.5 Contoh hasil ekstraksi ciri MFCC ... 28

Gambar 3.6 Arsitektur jaringan pelatihan dan pengujian 1 hiddel layer ... 32

Gambar 3.7 Contoh model jaringan 1 hidden layer dengan MFCC 13 coefficients dan feature mean ... 33

Gambar 3.8 Arsitektur jaringan pelatihan dan pengujian 2 hidden layer ... 34

Gambar 3.9 Contoh model jaringan 2 hidden layer dengan MFCC 13 coefficients dan feature mean ... 35

Gambar 3.10 Rancangan Antarmuka Menu Utama Sistem ... 37

Gambar 3.11 Rancangan Antarmuka Ekstraksi Ciri ... 38

Gambar 3.12 Rancangan Antarmuka Klasifikasi ... 40

Gambar 4.1 Hasil Ekstraksi Ciri Suara ... 42

Gambar 4.2 Grafik akurasi untuk 3 fold cross validation ... 44

Gambar 4.3 Grafik akurasi untuk 5 fold cross validation ... 45

Gambar 4.4 Grafik akurasi untuk 10 fold cross validation ... 47

Gambar 4.5 Grafik hasil optimalisasi ... 49

Gambar 4.6 Grafik akurasi percobaan metode training ... 50

(16)

xvi

Gambar 4.8 Tampilan hasil uji coba data tunggal burung cucak rawa ... 52 Gambar 4.9 Tampilan hasil uji coba data tunggal burung kenari ... 52 Gambar 4.10 Potongan grafik hasil percobaan 3 fold cross validation ... 53

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat ini tentunya dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat, salah satunya adalah memberikan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan khususnya dalam menyalurkan hobinya terutama untuk komunitas kicau mania. Burung selain memiliki keindahan fisik juga memiliki keindahan suara, yaitu suara kicaunya. Di Indonesia sendiri ada beberapa jenis burung yang umum di pelihara oleh masing-masing individu dalam sebuah komunitas kicau mania, terutama burung passerine atau burung yang termasuk dalam ordo Passeriformes. Dalam hal ini teknologi selain berperan penting sebagai media untuk bertukar informasi mengenai seputar tips dalam merawat burung, juga diharapkan untuk dapat memberikan fungsi lain, yaitu mendeteksi suara kicau burung, sehingga masyarakat yang memiliki hobi serupa dapat dengan mudah menentukan jenis burung. Maka, untuk memenuhi hal itu diperlukan sebuah sistem yang dapat mengklasifikasikan jenis burung berdasarkan suara kicaunya.

Pada tahun 2012 terdapat penelitian dengan judul “Klasifikasi Jenis Burung Berdasarkan Suara Kicau Burung Menggunakan Wavelet Packet Decomposition Dan Jaringan Syaraf Tiruan Self Organizing Map” (Annisa, dkk 2012). Penelitian tersebut bertujuan untuk membuat sebuah sistem yang mampu mengklasifikasikan jenis burung berdasarkan suara kicaunya dalam sebuah perlombaan kicau burung. Nilai akurasi yang dihasilkan pada penelitian tersebut adalah 83.13% dengan menggunakan parameter JST SOM, dan 93.75% dengan parameter Euclidean Distance.

Pada tugas akhir ini penulis akan mencoba untuk mengklasifikasikan jenis burung tersebut berdasarkan suara kicaunya dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan metode Back Propagation.

(18)

1.2. Perumusan Masalah

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan proses klasifikasi jenis burung berdasarkan suara kicaunya, mulai dari proses awal hingga akhir. Hal tersebut dapat dirumuskan menjadi beberapa rumusan masalah, yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana metode Jaringan Syaraf Tiruan Back Propagation mampu mengklasifikasikan jenis burung berdasarkan perbedaan suaranya. 2. Berapakah akurasi yang dihasilkan oleh Jaringan Syaraf Tiruan Back

Propagation dalam mengklasifikasikan jenis burung.

Sebuah alat uji dapat dikatakan baik jika menghasilkan akurasi di atas 50%, oleh karena itu perlu diketahui berapa nilai akurasi yang akan dihasilkan ketika dilakukan proses klasifikasi dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan metode Back Propagation.

1.3. Tujuan

Untuk menjawab rumusan-rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari tugas akhir ini dapat dijabarkan menjadi beberapa poin penting, yaitu sebagai berikut :

1. Ekstraksi ciri suara kicau burung untuk mengetahui perbedaan dari setiap suara kicau burung menggunakan metode Mel Frequency Cepstral Coefficient.

2. Mengetahui hasil akurasi dalam mengklasifikasikan jenis burung menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Back Propagation.

1.4. Batasan Masalah

Agar tahapan-tahapan pengerjaan tugas akhir ini lebih terfokus pada tujuan yang telah ditetapkan, maka perlu adanya batasan-batasan masalah. Batasan-batasan masalah tersebut, yaitu :

(19)

1. Suara burung kicau didapatkan dari sebuah situs berbagi informasi seputar burung kicau yang bernama omkicau.

2. Format rekaman berekstensi .wav yang didapatkan dari hasil konversi file .mp3.

3. Jenis burung yang dianalisa adalah burung Cucak Hijau, Cucak Rawa, dan Kenari.

4. Alat uji yang dibangun bersifat tidak real time.

5. Jumlah sampel yang akan dianalisis sebanyak 120 sampel per jenis burung.

6. Proses untuk ekstraksi ciri menggunakan toolbox yang telah disediakan oleh Roger Jang (Jang, 2005).

1.5. Luaran Tugas Akhir

Suatu sistem yang mampu menerima masukkan berupa rekaman suara burung kemudian menampilkan luaran berupa hasil klasifikasi, yaitu gambar dan nama burung tersebut.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir ini dibagi menjadi beberapa bab dengan susunan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini membahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini membahas teori-teori yang mendukung dan menjadi dasar pemecahan masalah, antara lain teori mengenai suara burung, dan jenis burung, serta metode-metode seperti: Mel Frequency Cepstral Coefficient, dan Back Propagation.

(20)

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas analisa komponen-komponen yang akan digunakan untuk pengerjaan tugas akhir, serta perancangan sistem secara lengkap.

BAB IV : IMPLEMENTASI DAN ANALISA HASIL

Bab ini membahas analisa hasil perancangan sistem, dan pengujian rekaman suara burung.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil analisa dan saran-saran untuk pengembangan lebih lanjut.

(21)

5

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini membahas penjabaran teori-teori yang bersangkutan dengan penulisan Tugas Akhir ini. Teori-teori tersebut adalah Suara Burung, Pengertian Passeriformes serta beberapa jenis Passeriformes yang akan dianalisa, Ekstraksi Ciri, Jaringan Syaraf Tiruan, K-Fold Cross Validation, Confusion Matrix.

2.1. Suara Burung

Bagian utama mekanisme produksi suara pada burung adalah paru-paru, bronkus, syrinx, trakea, larynx, mulut, dan paruh (Fagerlund, 2004). Syrinx burung merupakan instrumen ganda yang ada dalam dada, pada bagian trakea yang terbagi menjadi dua bronkus. Sebagian dari syrinx terletak pada masing-masing bronkus dan mampu membuat suara. Hal ini berarti bahwa burung dapat bernyanyi dengan nada yang berbeda secara bersamaan, atau bahkan dapat bernyanyi duet dengan dirinya sendiri.

Tidak semua burung bernyanyi dan tidak semua suara yang dihasilkan merupakan nyanyian (songs). Bernyanyi hanya terbatas pada ordo Passeriformes, atau burung bertengger. Ini berarti bahwa setidaknya setengah dari burung-burung yang ada di dunia tidak dapat bernyanyi. Kebanyakan burung menggunakan vokalisasi pendek, suara tersebut memiliki banyak fungsi, dan secara umum dinamakan panggilan (calls) untuk membedakannya dengan nyanyian (songs).

Nyanyian (songs) digunakan untuk tujuan yang berbeda dari panggilan (calls). Hal inilah yang menarik hati manusia.

2.2. Passeriformes

Passeriform (ordo Passeriformes) dikenal sebagai burung passerine atau burung bertengger, merupakan ordo burung terbesar yang ada di bumi. Ordo Passeriformes terbagi menjadi dua subordo, yaitu Tyranni dan Passeri. Subordo

(22)

Tyranni terdiri dari sekitar 1.250 spesies yang dianggap sederhana dan dikelompokkan sebagai suboscines. Sedangkan burung pada subordo Passeri dikelompokkan sebagai oscines atau burung penyanyi, Passeri terdiri dari sekitar 4.500 spesies (Passeriform, 2015).

2.3. Jenis-jenis Passeriformes

Dengan melihat kembali trend yang pernah terjadi pada beberapa tahun ini (perlombaan-perlombaan yang pernah digelar), ada beberapa jenis burung passerine yang umum dipelihara oleh kicau mania. Maka dari itu, jenis burung passerine yang akan di analisa pada tugas akhir ini adalah: Cucak Hijau (Chloropsis sonnerati), Cucak Rawa (Pycnonotus zeylanicus), dan Kenari (Serinus canaria).

Informasi rinci ketiga jenis burung tersebut adalah sebagai berikut : 1. Cucak Hijau

Gambar 2.1 Burung Cucak Hijau (Sandi, 2012)

Ordo : Passeriformes Famili : Chloropseidae Genus : Chloropsis

(23)

2. Cucak Rawa

Gambar 2.2 Burung Cucak Rawa (Bellerby, 2014)

Ordo : Passeriformes Famili : Pycnonotidae Genus : Pycnonotus

Nama Ilmiah : Pycnonotus zeylanicus

3. Kenari

Gambar 2.3 Burung Kenari (Emilio, 2013)

Ordo : Passeriformes Famili : Fringillidae

(24)

Genus : Serinus

Nama Ilmiah : Serinus canaria

2.4. Ekstraksi Ciri

Proses ini merupakan tahapan yang paling penting dalam mengklasifikasikan suara kicau burung passerine. Dalam ekstraksi ciri ini akan menghasilkan informasi penting yang dapat membedakan suara kicau ketiga jenis burung tersebut, seperti frekuensi, amplitudo, intensitas, dan sebagainya.

2.4.1. Mel Frequency Cepstral Coefficients

MFCC didasarkan atas variasi bandwith kritis terhadap frekuensi pada telinga manusia yang merupakan filter yang bekerja secara linier pada frekuensi rendah dan bekerja secara logaritmik pada frekuensi tinggi. Filter ini digunakan untuk menangkap karakteristik fonetis penting dari sinyal ucapan. Untuk meniru kondisi telinga, karakteristik ini digambarkan dalam skala mel-frekuensi, yang merupakan frekuensi linier di bawah 1000 Hz dan frekuensi logaritmik di atas 1000 Hz (Setiawan, dkk 2011).

1. Pre-emphasis

Menurut Jang (2005), sinyal suara 𝑠(𝑛) dikirim ke filter high-pass :

𝒔𝟐(𝒏) = 𝒔(𝒏) − 𝒂 ∗ 𝒔(𝒏 − 𝟏), ( 2.1 )

dimana 𝑠2(𝑛) adalah sinyal output dan nilai 𝑎 biasanya antara 0.9 dan 1.0. Z-transform dari filter adalah

𝑯(𝒛) = 𝟏 − 𝒂 ∗ 𝒛−𝟏. ( 2.2 )

Tujuan dari pre-emphasis adalah untuk mengkompensasi bagian frekuensi tinggi yang ditekan pada saat produksi suara manusia. Selain itu juga dapat memperkuat forman penting dari frekuensi tinggi.

(25)

2. Frame Blocking

Dalam langkah ini sinyal wicara kontinyu diblok menjadi frame-frame N sampel, dengan frame-frame berdekatan dengan spasi M (M < N). Frame pertama terdiri dari N sampel pertama. Frame kedua dengan M sampel setelah frame pertama, dan overlap dengan N–M sampel. Dengan cara yang sama, frame ketiga dimulai 2M sampel setelah frame pertama (atau M sampel setelah frame kedua) dan overlap dengan N–2M sampel. Proses ini berlanjut hingga semua wicara dihitung dalam satu atau banyak frame. Nilai tipikal untuk N dan M adalah N = 256 dan M =100 (Mustofa, 2007).

3. Hamming Windowing

Langkah berikutnya adalah pemrosesan dengan window pada masing-masing frame individual untuk meminimalisasi sinyal tak kontinyu pada awal dan akhir masing-masing frame. Window dinyatakan sebagai w(n), 0 ≤ n ≤ N−1, dengan N adalah jumlah sampel dalam masing-masing frame, 𝑥1(𝑛) adalah sinyal input dan hasil windowing adalah 𝑦1(𝑛).

𝒚𝟏(𝒏) = 𝒙𝟏(𝒏)𝒘(𝒏), 𝟎 ≤ 𝒏 ≤ 𝑵 − 𝟏 ( 2.3 )

Jenis window yang digunakan adalah window Hamming. 𝒘(𝒏) = 𝟎. 𝟓𝟒 − 𝟎. 𝟒𝟔 𝐜𝐨𝐬 [𝟐𝝅𝒏

𝑵−𝟏] , 𝟎 ≤ 𝒏 ≤ 𝑵 − 𝟏 ( 2.4 )

Dengan N adalah jumlah sampel.

4. Fast Fourier Transform

Langkah pemrosesan berikutnya adalah transformasi fourier cepat/ fast fourier transform (FFT), FFT ini mengubah masing-masing frame N sampel dari domain waktu menjadi domain frekuensi. FFT adalah algoritma cepat untuk mengimplementasikan discrete fourier transform (DFT) dengan didefinisikan pada kumpulan (set) N sampel, {𝑋𝑛}, seperti berikut ini

(26)

𝑿𝒏= ∑𝑵−𝟏𝒙𝒌𝒆−𝟐𝝅𝒋𝒌𝒏 𝑵⁄

𝒌=𝟎 , 𝒏 = 𝟎, 𝟏, 𝟐, … , 𝑵 − 𝟏 ( 2.5 )

dengan,

𝑥𝑘= deretan aperiodik dengan nilai 𝑁 𝑁 = jumlah sampel

5. Triangular Bandpass Filters

Studi psikofisikal menunjukkan bahwa persepsi manusia dari kandungan frekuensi suara pada sinyal wicara tidak mengikuti skala linier. Untuk masingmasing nada dengan frekuensi aktual, f dalam Hz, pitch diukur dengan skala ‘mel’. Skala mel-frequency adalah frekuensi linier berada dibawah 1000 Hz dan bentuk logaritmik berada diatas 1000 Hz. Sebagai titik referensi adalah pitch dengan tone 1 kHz, 40 dB diatas nilai batas ambang pendengaran, ini dinyatakan 1000 mel. Pendekatan persamaan untuk menghitung mel dalam frekuensi f (Hz) adalah

𝒎𝒆𝒍(𝒇) = 𝟐𝟓𝟗𝟓𝒙 𝐥𝐨𝐠𝟏𝟎(𝟏 + 𝒇 𝟕𝟎𝟎⁄ ) ( 2.6 )

Salah satu pendekatan simulasi spektrum yaitu menggunakan filter bank, satu filter untuk masing-masing komponen mel-frequency yang diinginkan. Filter bank mempunyai respon frekuensi bandpass segitiga dan jarak bandwidth ditentukan oleh konstanta interval mel-frequency.

6. Dicrete Cosine Transform

Langkah selanjutnya yaitu mengubah spektrum log mel menjadi domain waktu. Hasil ini disebut mel frequency cepstrum coefficient (MFCC). Reprentasi cepstral dari spectrum wicara memberikan reprentasi baik dari sifat-sifat spektral lokal sinyal untuk analisis frame yang diketahui. Karena koefisien mel spectrum adalah bilangan nyata. Dengan mengubahnya menjadi domain waktu menggunakan discrete cosine transform (DCT). Jika koefisien spektrum daya mel hasilnya adalah 𝑆̃𝑘, 𝑘 = 1,2, … , 𝐾, sehingga MFCC dapat dihitung, 𝑐̃𝑛 adalah

(27)

𝒄̃𝒏 = ∑ (𝐥𝐨𝐠 𝑺̃𝒌) 𝐜𝐨𝐬 [𝒏 (𝒌 −𝟏 𝟐) 𝝅 𝒌] 𝒌 𝒌=𝟏 , 𝒏 = 𝟏, 𝟐, … , 𝒌 ( 2.7 )

Dimana 𝑐̃𝑛 adalah koefisien cepstrum mel-frequency dan 𝑆̃𝑘 adalah koefisien daya mel.

7. Log Energy

Merupakan salah satu cara untuk menambah nilai koefisien yang dihitung dari linear prediction atau mel-cepstrum, nilai tersebut merupakan log energy signal. Ini berarti pada setiap frame terdapat nilai energi yang ditambahkan, berikut rumus untuk menghitung nilai energi :

𝑬𝒎 = 𝐥𝐨𝐠 ∑𝑲−𝟏𝑲=𝟎𝒙_𝒘𝒊𝒏𝒅𝒐𝒘𝒆𝒅𝟐(𝒌; 𝒎) ( 2.8 )

x_windowed = sinyal hasil windowing, k = jumlah frame, dan m = panjang frame (Sidiq, dkk 2015).

8. Delta Cepstrum

Secara umum metode yang digunakan untuk mandapatkan informasi dari ciri yang dinamis biasa disebut dengan delta-features. Turunan waktu dari ciri dapat dihitung dengan beberapa metode, hasil dari perhitungan delta akan ditambahkan ke vektor ciri, sehingga menghasilkan vektor ciri yang lebih besar. Nilai dari delta akan diturunkan sekali lagi terhadap waktu menjadi nilai delta-delta pada beberapa kasus delta-delta disebut dengan koefisien percepatan, karena nilai tersebut turunan dari kuadrat waktu dari koefisien.

Persamaan untuk menghitung feature ini adalah ∆𝑪𝒎(𝒕) = [𝑺𝒕 = −𝑴𝑴𝑪

𝒎(𝒕 + 𝒕)𝒕]/[𝑺𝒕 = −𝑴𝑴𝒕𝟐], ( 2.9 )

Nilai M biasanya bernilai 2. Jika menambahkan kecepatan, feature berdimensi 26. Jika menambahkan baik kecepatan dan akselerasi, dimensi feature menjadi 39.

(28)

Pada umumnya sistem pengenalan suara menggunakan 39 feature ini untuk mengenali (Jang, 2005).

2.5. Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan syaraf tiruan (JST) adalah sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf biologis (Siang, 2005).

Jaringan syaraf tiruan dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologis, dengan asumsi bahwa :

1. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron). 2. Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui

penghubung-penghubung.

3. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau memperlemah sinyal.

4. Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi (biasanya bukan fungsi linier) yang dikenakan pada jumlahan input yang diterima. Besarnya output ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang.

Jaringan Syaraf Tiruan ditentukan oleh 3 hal :

1. Pola hubungan antar neuron (disebut arsitektur jaringan).

2. Metode untuk menentukan bobot penghubung (disebut metode training/learning/algoritma).

3. Fungsi aktivasi.

2.5.1. Arsitektur Jaringan

Beberapa arsitektur jaringan yang sering dipakai dalam jaringan syaraf tiruan antara lain :

(29)

Dalam jaringan ini, sekumpulan input neuron dihubungkan langsung dengan sekumpulan output-nya. Dalam beberapa model (misal perceptron), hanya ada sebuah unit neuron output.

Gambar 2.4 Ilustrasi Arsitektur Jaringan Lapis Tunggal (Siang, 2005)

Pada gambar 2.4 terdapat n unit input (𝑥1, 𝑥𝑖, … , 𝑥𝑛) dan m buah unit output

(𝑌1, 𝑌𝑗, … , 𝑌𝑚) kemudian (𝑤11, 𝑤𝑗1, … , 𝑤𝑚) yang menyatakan bobot hubungan antara unit ke-i dalam input dengan unit ke-j dalam output. Bobot-bobot ini saling independen. Selama proses pelatihan, bobot-bobot tersebut akan dimodifikasi untuk meningkatkan keakuratan hasil.

2. Jaringan Lapis Majemuk

Jaringan lapis majemuk merupakan perluasan dari jaringan lapis tunggal. Dalam jaringan ini, selain unit input dan output, ada unit-unit lain diantara unit input dan output (sering disebut lapis tersembunyi). Dalam jaringan ini dimungkinkan ada beberapa lapis tersembunyi. Unit dalam satu lapis tidak saling berhubungan.

(30)

Gambar 2.5 Ilustrasi Arsitektur Jaringan Lapis Majemuk (Siang, 2005)

Pada gambar 2.5 terdapat n buah unit input (𝑥1, 𝑥𝑖, … , 𝑥𝑛) dan m buah unit output (𝑌1, 𝑌𝑗, … , 𝑌𝑚) , sebuah lapis tersembunyi yang terdiri dari p buah unit (𝑧1, … , 𝑧𝑝). Jaringan ini dapat menyelesaikan masalah yang lebih kompleks.

2.5.2. Back Propagation

Jaringan Syaraf Tiruan Back Propagation membandingkan perhitungan keluaran dengan target keluaran dan menghitung nilai error untuk setiap unit jaringan.

1. Arsitektur Back Propagation

(31)

Gambar 2.6 merupakan arsitektur jaringan syaraf tiruan back propagation dengan n buah input ditambah sebuah bias, sebuah lapis tersembunyi yang terdiri dari p unit ditambah sebuah bias, dan sebuah lapis unit keluaran.

2. Fungsi Aktivasi

Dalam jaringan syaraf tiruan back propagation, fungsi aktivasi yang dipakai harus memenuhi beberapa syarat, yaitu : kontinu, terdeferensial dengan mudah dan merupakan fungsi yang tidak turun. Salah satu fungsi yang memenuhi ketiga syarat tersebut sehingga sering dipakai adalah fungsi sigmoid biner yang memiliki range (0,1).

𝒇(𝒙) = 𝟏

𝟏+𝒆−𝒙 dengan turunan 𝒇′(𝒙) = 𝒇(𝒙)(𝟏 − 𝒇(𝒙)) ( 2.10 )

Fungsi lain yang sering dipakai adalah sigmoid bipolar dengan range (-1,1). 𝒇(𝒙) = 𝟐

𝟏+𝒆−𝒙− 𝟏 dengan turunan 𝒇

(𝒙) =(𝟏+𝒇(𝒙))(𝟏−𝒇(𝒙))

𝟐 ( 2.11 )

Fungsi sigmoid memiliki nilai maksimum = 1. Maka untuk pola yang targetnya > 1, pola masukkan dan keluaran harus terlebih dahulu ditransformasi sehingga semua polanya memiliki range yang sama seperti fungsi sigmoid yang dipakai. Alternatif lain adalah menggunakan fungsi aktivasi sigmoid hanya pada lapis yang bukan lapis keluaran. Pada lapis keluaran, fungsi aktivasi yang dipakai adalah fungsi identitas : 𝑓(𝑥) = 𝑥.

3. Proses Pelatihan Back Propagation

Proses Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan Back Propagation terdiri dari 3 proses, yaitu propagasi maju, propagasi mundur, dan perubahan bobot. Ketiga proses tersebut dilakukan secara berulang sampai kondisi penghentian terpenuhi. Umumnya penghentian yang dipakai adalah iterasi dan error.

1. Propagasi Maju

Selama propagasi maju, sinyal masukkan (= 𝑥𝑖) dipropagasikan ke

lapis tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari setiap unit lapis tersembunyi (= 𝑧𝑗) tersebut selanjutnya

(32)

dipropagasikan maju lagi ke lapis tersembunyi di atasnya. Demikian seterusnya hingga mendapatkan luaran jaringan (= 𝑦𝑘).

Berikutnya, luaran jaringan (= 𝑦𝑘) dibandingkan dengan target yang harus dicapai (= 𝑡𝑘). Selisih 𝑡𝑘− 𝑦𝑘 adalah error yang terjadi. Jika nilai error lebih kecil dari yang telah ditentukan, maka iterasi dihentikan, jika tidak, maka bobot setiap garis dimodifikasi untuk mengurangi error yang terjadi.

2. Propagasi Mundur

Berdasarkan error 𝑡𝑘− 𝑦𝑘, dihitung faktor 𝛿𝑘(𝑘 = 1,2, … , 𝑚) yang dipakai untuk mendistribusikan error di unit 𝑦𝑘 ke semua unit tersembunyi yang terhubung langsung dengan 𝑦𝑘. 𝛿𝑘 juga dipakai untuk mengubah bobot garis yang berhubungan langsung dengan unit luaran.

Dengan cara yang sama, dihitung faktor 𝛿𝑗 di setiap unit lapis tersembunyi sebagai dasar perubahan bobot semua garis yang berasal dari unit tersembunyi di bawahnya. Demikian seterusnya hingga semua faktor 𝛿 di unit tersembunyi yang berhubungan langsung dengan unit masukkan dihitung. 3. Perbaikan Bobot

Setelah semua faktor 𝛿 dihitung, bobot semua garis dimodifikasi bersamaan. Perubahan bobot suatu garis didasarkan atas faktor 𝛿 neuron di lapis atasnya.

Secara umum, algoritma pelatihan untuk jaringan back propagation adalah sebagai berikut :

1. Inisialisasi semua bobot dengan bilangan acak kecil.

2. Jika kondisi penghentian belum terpenuhi, lakukan langkah 3-10. 3. Untuk setiap pasang data pelatihan, lakukan langkah 4-9.

(33)

4. Tiap unit masukkan menerima sinyal dan meneruskannya ke unit tersembunyi di atasnya.

5. Hitung semua luaran di unit tersembunyi 𝑧𝑗(𝑗 = 1,2, … , 𝑝)

𝒛_𝒏𝒆𝒕𝒋 = 𝒗𝒋𝟎+ ∑𝒏𝒊=𝟏𝒙𝒊𝒗𝒋𝒊 ( 2.12 )

𝒛𝒋 = 𝒇(𝒛_𝒏𝒆𝒕𝒋) = 𝟏

𝟏+𝒆−𝒛_𝒏𝒆𝒕𝒋 ( 2.13 )

6. Hitung semua luaran jaringan di unit 𝑦𝑘(𝑘 = 1,2, … , 𝑚)

𝒚_𝒏𝒆𝒕𝒌 = 𝒘𝒌𝟎+ ∑𝒏𝒋=𝟏𝒙𝒋𝒘𝒌𝒋 ( 2.14 )

𝒚𝒌= 𝒇(𝒚_𝒏𝒆𝒕𝒌) = 𝟏

𝟏+𝒆−𝒚_𝒏𝒆𝒕𝒌 ( 2.15 )

7. Hitung faktor 𝛿 unit luaran berdasarkan error di setiap unit luaran 𝑦𝑘(𝑘 = 1,2, … , 𝑚)

𝜹𝒌 = (𝒕𝒌− 𝒚𝒌)𝒇′(𝒚𝒏𝒆𝒕𝒌)= (𝒕

𝒌− 𝒚𝒌)𝒚𝒌(𝟏 − 𝒚𝒌) ( 2.16 )

Hitung suku perubahan bobot 𝑤𝑘𝑗 dengan laju percepatan α

∆𝒘𝒌𝒋 = 𝜶𝜹𝒌𝒛𝒋 ; 𝒌 = 𝟏, 𝟐, … , 𝒎 ; 𝒋 = 𝟎, 𝟏, … , 𝒑 ( 2.17 )

8. Hitung faktor 𝛿 unit tersembunyi berdasarkan error di setiap unit tersembunyi 𝑧𝑗(𝑗 = 1,2, … , 𝑝)

𝜹_𝒏𝒆𝒕𝒋 = ∑𝒎𝒌=𝟏𝜹𝒌𝒘𝒌𝒋 ( 2.18 )

Faktor 𝛿 unit tersembunyi :

𝜹𝒋 = 𝜹_𝒏𝒆𝒕 𝒋𝒇′(𝒛_𝒏𝒆𝒕𝒋) = 𝜹_𝒏𝒆𝒕𝒋𝒛𝒋(𝟏 − 𝒛𝒋) ( 2.19 )

Hitung suku perubahan bobot 𝑣𝑖𝑗

∆𝒗𝒊𝒋= 𝜶𝜹𝒋𝒙𝒊 ; 𝒋 = 𝟏, 𝟐, … , 𝒑 ; 𝒊 = 𝟎, 𝟏, … , 𝒏 ( 2.20 )

9. Hitung semua perubahan bobot

Perubahan bobot garis yang menuju ke unit luaran :

𝒘𝒌𝒋(𝒃𝒂𝒓𝒖) = 𝒘𝒌𝒋(𝒍𝒂𝒎𝒂) + ∆𝒘𝒌𝒋 (𝒌 = 𝟏, 𝟐, … , 𝒎 ; 𝒋 = 𝟎, 𝟏, … , 𝒑) ( 2.21)

(34)

Perubahan bobot garis yang menuju ke unit tersembunyi :

𝒗𝒋𝒊(𝒃𝒂𝒓𝒖) = 𝒗𝒋𝒊(𝒍𝒂𝒎𝒂) + ∆𝒗𝒋𝒊 (𝒋 = 𝟏, 𝟐, … , 𝒑 ; 𝒊 = 𝟎, 𝟏, … , 𝒏)

( 2.22 )

10. Bandingkan kondisi penghentian.

2.6. Mempercepat Pelatihan Backpropagation

Metode standar backpropagation seringkali terlalu lambat untuk keperluan praktis. Beberapa modifikasi dilakukan terhadap standar backpropagation dengan cara mengganti fungsi pelatihannya (Siang, 2005).

Secara umum, modifikasi dapat dikelompokkan dalam 2 kategori. Kategori pertama adalah metode yang menggunakan teknik heuristik yang dikembangkan dari metode penurunan tercepat yang dipakai dalam standar backpropagation. Kategori kedua adalah menggunakan metode optimisasi numerik selain penurunan tercepat. Beberapa metode yang dipakai sebagai modifikasi adalah metode gradien conjugate, quasi Newton, dll. Dalam subbab berikut ini dibicarakan dahulu tentang beberapa modifikasi yang masuk dalam kategori pertama (backpropagation dengan momentum, variabel laju pemahaman, dan backpropagation resilient). Berikutnya barulah dibahas tentang beberapa metode yang masuk dalam kategori kedua.

Beberapa metode yang dipakai untuk mempercepat pelatihan backpropagation adalah sebagai berikut :

1. Metode Penurunan Gradien dengan Momentum (traingdm)

Meskipun metodenya paling sederhana, tapi metode penurunan gradien sangat lambat dalam kecepatan proses iterasinya. Ini terjadi karena kadang-kadang arah penurunan tercepat bukanlah arah yang tepat untuk mencapai titik minimum globalnya.

Modifikasi metode penurunan tercepat dilakukan dengan menambahkan momentum. Dengan momentum, perubahan bobot tidak hanya didasarkan atas error yang terjadi pada epoch pada waktu itu. Perubahan bobot saat ini dilakukan

(35)

dengan memperhitungkan juga perubahan bobot pada epoch sebelumnya. Dengan demikian kemungkinan terperangkap ke titik minimum lokal dapat dihindari.

Menurut Hagan dan Demuth (1996), sebelum mengaplikasikan momentum ke dalam sebuah aplikasi jaringan syaraf, akan dibuktikan dalam sebuah ilustrasi efek penghalusan dengan mempertimbangkan urutan pertama filter berikut :

𝒚(𝒌) = 𝜸𝒚(𝒌 − 𝟏) + (𝟏 − 𝜸) 𝒘(𝒌), ( 2.23 )

dimana 𝑤(𝑘) adalah input ke filter, 𝑦(𝑘) adalah output dari filter, dan 𝛾 adalah koefisien momentum yang harus memenuhi

𝟎 ≤ 𝜸 < 𝟏. ( 2.24 )

Efek dari filter ini ditunjukkan pada gambar 2.7. Pada contoh ini, input ke filter diambil dari gelombang sinus:

𝒘(𝒌) = 𝟏 + 𝐬𝐢𝐧 (𝟐𝝅𝒌

𝟏𝟔), ( 2.25 )

dan koefisien momentum yang ditetapkan pada 𝛾 = 0.9 (grafik kiri) dan 𝛾 = 0.98 (grafik kanan). Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa osilasi dari filter output kurang dari osilasi filter input. Selain itu, dengan meningkatnya 𝛾, osilasi pada filter output berkurang. Perhatikan juga bahwa rata filter output sama dengan rata-rata filter input, meskipun dengan meningkatnya 𝛾, filter output merespon dengan lebih lambat.

(36)

Untuk memperingkas, filter cenderung mengurangi jumlah osilasi, sementara masih melacak nilai rata-rata. Untuk melihat bagaimana hal ini bekerja pada permasalahan jaringan syaraf, pertama-tama parameter pada persamaan berikut diperbarui :

∆𝑾𝒎(𝒌) = −𝜶𝒔𝒎(𝜶𝒎−𝟏)𝑻, ( 2.26 )

∆𝒃𝒎(𝒌) = −𝒂𝒔𝒎. ( 2.27 )

Ketika filter momentum ditambahkan untuk menggantikan parameter, maka didapatkan persamaan untuk modifikasi momentum backpropagation :

∆𝑾𝒎(𝒌) = 𝜸∆𝑾𝒎(𝒌 − 𝟏) − (𝟏 − 𝜸) 𝒂𝒔𝒎(𝒂𝒎−𝟏)𝑻, ( 2.28 )

∆𝒃𝒎(𝒌) = 𝛄∆𝒃𝒎(𝒌 − 𝟏) − (𝟏 − 𝜸)𝒂𝒔𝒎. ( 2.29 )

Ketika mengaplikasikan persamaan modifikasi ini, maka akan memperoleh hasil seperti pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Lintasan dengan momentum (Hagan & Demuth, 1996)

Dari gambar di atas filter cenderung membuat lintasan berjalan terus ke arah yang sama, semakin besar nilai 𝛾 maka semakin banyak momentum yang terdapat pada lintasan.

(37)

Dalam standar backpropagation, laju pemahaman berupa suatu konstanta yang nilainya tetap selama iterasi. Akibatnya, unjuk kerja algoritma sangat dipengaruhi oleh besarnya laju pemahaman yang dipakai. Secara praktis, sulit untuk menentukan besarnya laju pemahaman yang paling optimal sebelum pelatihan dilakukan. Laju pemahaman yang terlalu besar maupun terlalu kecil akan menyebabkan pelatihan menjadi lambat.

Pelatihan akan lebih cepat apabila laju pemahaman dapat diubah ubah besarnya selama proses pelatihan. Jika error sekarang lebih besar dibandingkan error sebelumnya, maka laju pemahaman diturunkan. Jika sebaliknya, maka laju pemahaman diperbesar. Dengan demikian laju pemahaman dapat dibuat sebesar besarnya dengan tetap mempertahankan kestabilan proses.

Menurut Hagan dan Demuth (1996), ada banyak pendekatan untuk mengubah learning rate (laju pemahaman). Salah satunya dengan cara yang paling mudah, dimana learning rate berubah berdasarkan performa sebuah algoritma. Aturan untuk variable learning rate backpropagation adalah sebagai berikut :

a. Jika error kuadrat (pada semua training set) meningkat lebih dari persentase yang ditentukan 𝜁 (umumnya satu hingga lima persen) setelah perubahan bobot, maka perubahan bobot diabaikan, learning rate dikalikan dengan faktor 0 < 𝑝 < 1, dan koefisien momentum 𝛾 (jika digunakan) diberi nilai nol.

b. Jika error kuadrat berkurang setelah perubahan bobot, maka perubahan bobot diterima dan learning rate dikalikan dengan faktor 𝜂 > 1. Jika 𝛾 sebelumnya diberi nilai nol, maka akan diubah menjadi nilai aslinya. c. Jika error kuadrat meningkat namun kurang dari 𝜁, maka perubahan

bobot diterima tetapi learning rate dan koefisien momentum tidak berubah.

Dengan menggunakan parameter awal yang telah digunakan pada gambar 2.8 dan menambahkan parameter baru :

(38)

𝜂 = 1.05, 𝑝 = 0.7, dan 𝜁 = 4%, maka akan didapatkan hasil seperti pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Lintasan Variable Learning Rate (Hagan & Demuth, 1996)

3. Resilient Backpropagation (trainrp)

Jaringan backpropagation umumnya menggunakan fungsi aktivasi sigmoid. Fungsi sigmoid akan menerima masukan dari range tak berhingga menjadi keluaran pada range [0,1]. Semakin jauh titik dari 𝑥 = 0, semakin kecil gradiennya. Pada titik yang cukup jauh dari 𝑥 = 0, gradiennya mendekati 0. Hal ini menimbulkan masalah pada waktu menggunakan metode penurunan tercepat (yang iterasinya didasarkan atas gradien). Gradien yang kecil menyebabkan perubahan bobot juga kecil, meskipun masih jauh dari titik optimal.

Masalah ini diatasi dalam resilient backpropagation dengan cara membagi arah dan perubahan bobot menjadi dua bagian yang berbeda. Ketika menggunakan penurunan tercepat, yang diambil hanya arahnya saja. Besarnya perubahan bobot dilakukan dengan cara lain (Siang, 2009).

(39)

4. Gradien Conjugate (traincgf, traincgp, traincgb)

Dalam standar backpropagation, bobot dimodifikasi pada arah penurunan tercepat. Meskipun penurunan fungsi berjalan cepat, tapi tidak menjamin akan konvergen dengan cepat. Dalam algoritma gradien conjugate, pencarian dilakukan sepanjang arah conjugate. Dalam banyak kasus, pencarian ini lebih cepat. Ada berbagai metode pencarian yang dilakukan berdasarkan prinsip gradien conjugate, antara lain Fletcher-Reeves (‘traincgf’), Polak-Ribiere (‘traincgp’), Powel Beale (‘traincgb’).

Menurut Hagan & Demuth (1996), langkah-langkah dalam gradien conjugate adalah sebagai berikut :

a. Memilih arah pencarian pertama 𝑝0 menjadi gradien negatif

𝒑𝟎 = −𝒈𝟎, ( 2.30 )

b. Kemudian memilih learning rate 𝛼𝑘 untuk meminimalisasi fungsi bersamaan dengan arah pencarian :

𝒙𝒌+𝟏= 𝒙𝒌+ 𝜶𝒌𝒑𝒌, ( 2.31 )

c. Lalu memilih arah pencarian selanjutnya berdasarkan persamaan 𝒑𝒌 = −𝒈𝒌+ 𝜷𝒌𝒑𝒌−𝟏, ( 2.32 )

dengan persamaan berikut ini untuk menghitung nilai 𝛽𝑘

𝜷𝒌 = ∆𝒈𝒌−𝟏𝑻 𝒈𝒌 ∆𝒈𝒌−𝟏𝑻 𝒑𝒌−𝟏 atau 𝜷𝒌= 𝒈𝒌𝑻𝒈𝒌 𝒈𝒌−𝟏𝑻 𝒈𝒌−𝟏 atau 𝜷𝒌= ∆𝒈𝒌−𝟏𝑻 𝒈𝒌 𝒈𝒌−𝟏𝑻 𝒈𝒌−𝟏 ( 2.33 )

d. Jika algoritma belum konvergen maka lanjut pada langkah ke-2.

2.7. K-Fold Cross Validation

K-Fold Cross Validation merupakan teknik umum untuk menguji kinerja dari classifier. Data dibagi menjadi k bagian (fold), kemudian selama 𝑖 = 1, … , 𝑘 dilakukan pelatihan terhadap data selain fold ke-i dan dilakukan pengujian terhadap

(40)

data fold ke-i tersebut, lalu menghitung jumlah pengujian yang mengalami kesalahan klasifikasi.

2.8. Confusion Matrix

Confusion Matrix menunjukkan jumlah prediksi yang benar dan salah yang dibuat oleh model klasifikasi dibandingkan dengan hasil yang sebenarnya (nilai target) dalam data. Matrix adalah n x n, dimana n adalah jumlah nilai target (kelas). Kinerja model seperti ini biasanya dievaluasi dengan menggunakan data dalam matrix. Tabel berikut menampilkan confusion matrix 2 x 2 untuk dua kelas (positif dan negatif) (Diana dan Shidik, 2014).

Tabel 2.1 Confusion Matrix (Diana dan Shidik, 2014)

Confusion Matrix Target Positif Negatif

Model Positif a b Positive predictive value a/(a+b) Negatif c d Negative predictive value d/(c+d)

sensitivity specitivity Accuracy = (a+d)/(a+b+c+d) a/(a+c) d/(b+d)

(41)

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas analisa kebutuhan sistem mencakup metode yang digunakan untuk ekstraksi ciri suara burung, klasifikasi, dan pengujian sistem. Selain kebutuhan sistem, bab ini juga berisi perancangan sistem mencakup ekstraksi ciri, klasifikasi, pengujian, dan perancangan antarmuka sistem.

3.1. Gambaran Penelitian

Data

Ekstraksi Ciri

Jaringan Syaraf Tiruan

Model Jaringan

Hasil Klasifikasi

training feature

testing feature

Preprocessing

Gambar 3.1 Diagram blok sistem 3.1.1. Data

Suara burung yang dipilih dalam klasifikasi ini adalah Cucak Hijau, Cucak Rawa, dan Kenari. Ketiga suara burung tersebut merupakan jenis burung yang termasuk populer di kalangan para kicau mania, oleh karena itu pemilihan jenis suara tersebut dilakukan karena banyaknya data suara yang dapat di akses oleh publik sebab cukup banyak orang-orang yang berbagi rekaman suara burung kicaunya pada situs online seperti pada situs omkicau.

Data yang digunakan pada sistem berupa 3 buah rekaman suara burung, 1 rekaman untuk masing-masing jenis burung. Ketiga rekaman tersebut akan melalui tahap preprosesing terlebih dahulu sebelum dilakukan ekstraksi ciri.

(42)

Contoh data audio berupa sinyal digital dan spektogram yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar-gambar di bawah ini.

Gambar 3.2 Contoh Sinyal dan Spectogram Suara Burung Cucak Hijau

(43)

Gambar 3.4 Contoh Sinyal dan Spectogram Suara Burung Kenari 3.1.2. Preprocessing

Proses preprosesing yang dilakukan adalah konversi file .mp3 dengan frekuensi 44100 Hz dan stereo channel yang sudah mengalami pengompresan ke dalam bentuk file .wav dengan format PCM, frekuensi 16000 Hz, 8 bit, tipe mono. Proses ini membutuhkan aplikasi Audacity 2.1.2. Aplikasi tersebut tidak hanya digunakan untuk konversi rekaman tipe .mp3 ke .wav, tetapi juga digunakan untuk memotong-motong rekaman secara acak menjadi beberapa file rekaman berdurasi 5 detik yang digunakan sebagai data pengujian tunggal. Kemudian pemotongan juga dilakukan dengan menggunakan fungsi yang telah dibuat pada Matlab, memotong rekaman menjadi 120 rekaman dengan durasi masing-masing 5 detik dan masing-masing rekaman tersebut dipotong secara berurutan sampai menghasilkan 120 rekaman, sehingga akan menghasilkan total rekaman sebanyak 360 file .wav yang siap untuk dilakukan proses ekstraksi ciri dan pelatihan model jaringan syaraf tiruan yang akan digunakan untuk proses klasifikasi data kelompok dan klasifikasi data tunggal.

(44)

3.1.3. Ekstraksi Ciri

Metode ekstraksi ciri menggunakan metode yang bernama MFCC (Mel Frequency Cepstral Coefficient). Metode tersebut dipilih karena banyak digunakan dalam bidang speech processing, baik itu speech recognition maupun speaker recognition.

Proses ekstraksi ciri dalam tahap pelatihan dilakukan pada semua file suara dengan menentukan terlebih dahulu ukuran frame dan overlap yang akan digunakan pada saat proses perhitungan nilai MFCC. Kemudian masing-masing nilai MFCC yang dihasilkan dari setiap rekaman yang ada, dilakukan proses reduksi ciri yaitu dengan menghitung nilai statistik berupa nilai mean, variance, min, dan max dari nilai MFCC, yang kemudian akan digunakan sebagai input dari jaringan syaraf tiruan.

Gambar 3.5 Contoh hasil ekstraksi ciri MFCC

Pada gambar 3.5 merupakan contoh hasil ekstraksi ciri MFCC sebelum dilakukan proses reduksi ciri atau mengubah dimensi ciri MxN menjadi Mx1. 39

(45)

merupakan jumlah koefisien MFCC yang dihasilkan, sedangkan 332 merupakan jumlah frame yang dihasilkan pada saat proses frame blocking. Jumlah frame sebanyak 332 dihasilkan melalui perhitungan sebagai berikut :

Sample rate = 16000,

Frame size = 25ms = (25/1000)*16000 = 400 sample point, Overlap = 10 ms = (10/1000)*16000 = 160 sample point, Step = 400 – 160 = 240,

Duration = 5s,

Sample Total = 5*16000 = 80000, Jumlah frame = (80000-160)/240 = 332

Proses reduksi ciri dilakukan dengan cara menghitung nilai mean, variance, minimum, dan maximum setiap baris koefisien MFCC yaitu 1-39. Sebagai contoh baris pertama / koefisien pertama MFCC dilakukan perhitungan nilai mean dengan data nilai dari frame 1-332, sehingga akan menghasilkan 1 baris baru. Perhitungan dilakukan hingga mencapai koefisien ke 39, hal ini juga dilakukan ketika mencari nilai variance, minimum dan maximum. Pada akhir proses, akan menghasilkan ciri baru sebanyak 156x1 dengan rincian nilai mean, variance, minimum, dan maximum masing-masing sebanyak 39 untuk masing-masing file rekaman.

Ada 9 tahap yang dilakukan pada proses ekstraksi ciri, dengan 8 tahap merupakan proses dari MFCC dan 1 tahap lainnya merupakan perhitungan terhadap nilai MFCC yang telah dihasilkan. Tahap-tahap tersebut adalah :

1. Pre-emphasis 2. Frame blocking 3. Hamming windowing

4. Fast Fourier Transform (FFT) 5. Triangular Bandpass Filters

(46)

6. Discrete Cosine Transform (DCT) 7. Log Energy

8. Delta Cepstrum

9. Menghitung nilai mean, variance, minimum, dan maximum

Sebelum masuk pada jaringan syaraf tiruan, data terlebih dahulu diseleksi sesuai dengan feature yang diinginkan, dengan rincian dalam tabel berikut ini :

Tabel 3.1 Statistic Features Indices

MFCC Statistic Features Indices Total Coefficients Mean Variance Minimum Maximum

Without Delta or Delta Delta (13 coefficients) 1-13 40-52 79-91 118-130 52 Delta (26 coefficients) 1-26 40-65 79-104 118-143 104 Delta Delta (39 coefficients) 1-39 40-78 79-117 118-156 156 Keterangan :

Untuk MFCC (13 coefficients) masing-masing feature (mean, variance, minimum, maximum) akan memiliki nilai sebanyak 13, sehingga total keseluruhan ada 52 nilai jika semua feature tersebut dipilih.

Begitu pula dengan MFCC (26 coefficients) dan MFCC (39 coefficients) masing-masing feature (mean, variance, minimum, maximum) akan memiliki nilai sebanyak 26 dan 39, sehingga total keseluruhan ada 104 nilai untuk MFCC (26 coefficients) dan 156 nilai untuk MFCC (39 coefficients).

Angka-angka pada kolom mean, variance, minimum, maximum merupakan nilai indeks yang menyatakan letak keberadaan feature tersebut pada masing-masing MFCC-nya dalam sebuah database feature.

(47)

Tabel 3.2 3 Fold Cross Validation

Percobaan Train Validation Test

1 3 1 2

2 1 2 3

3 2 3 1

Tabel 3.3 5 Fold Cross Validation

Percobaan Train Validation Test

1 3,4,5 1 2

2 1,4,5 2 3

3 1,2,5 3 4

4 1,2,3 4 5

5 2,3,4 5 1

Tabel 3.4 10 Fold Cross Validation

Percobaan Train Validation Test 1 3,4,5,6,7,8,9,10 1 2 2 1,4,5,6,7,8,9,10 2 3 3 1,2,5,6,7,8,9,10 3 4 4 1,2,3,6,7,8,9,10 4 5 5 1,2,3,4,7,8,9,10 5 6 6 1,2,3,4,5,8,9,10 6 7 7 1,2,3,4,5,6,9,10 7 8 8 1,2,3,4,5,6,7,10 8 9 9 1,2,3,4,5,6,7,8 9 10 10 2,3,4,5,6,7,8,9 10 1

Setelah itu data feature yang telah dipilih akan dijadikan sebagai input pada jaringan syaraf tiruan, pada subbab selanjutnya akan dijelaskan mengenai arsitektur jaringan yang akan digunakan pada saat proses pelatihan dan pengujian.

3.1.4. Jaringan Syaraf Tiruan

Metode klasifikasi jaringan syaraf tiruan propagasi balik dipilih karena kemampuannya untuk menghasilkan decision boundaries yang kompleks pada fitur-fitur yang ada. Hasil ini dapat dilihat dengan nilai keakuratan yang dihasilkan dari pengujian sampel diluar kumpulan sampel yang digunakan pada saat pelatihan.

(48)

Beberapa nilai parameter yang akan diatur pada jaringan syaraf tiruan propagasi balik :

1. Epoch/iterasi

2. Hidden layer/lapis tersembunyi 3. Fungsi training

3.1.5. Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan

Ada 2 jenis arsitektur jaringan syaraf tiruan yang akan digunakan untuk proses pelatihan dan pengujian, yaitu arsitektur dengan 1 hidden layer dan 2 hidden layer. Untuk masing-masing arsitektur akan dilakukan percobaan dengan mengkombinasikan beberapa parameter seperti jumlah neuron input yang akan bervariasi sesuai dengan feature yang dipilih, jumlah neuron pada masing-masing hidden layer serta fungsi training.

Satu hidden layer

x1 x2 x3 x4 xi z1 z2 z3 zj y1 y2 y3 Input Hidden Layer 1 Output

(49)

Pada gambar 3.6, merupakan gambaran arsitektur jaringan dengan 1 hidden layer yang akan digunakan untuk pengujian pemilihan feature yang menghasilkan nilai akurasi yang baik, yaitu dengan memilih feature mean, variance, min atau max dan atau mengkombinasikan feature-feature tersebut sebagai input pada model jaringan. Adapun penjelasan mengenai gambar di atas adalah sebagai berikut :

1. Input (x1, x2, x3, ... xi) merupakan lapisan input pada jaringan yang akan mewakili feature terpilih, sesuai dengan tabel 3.1. Sebagai contoh, jika feature yang dipilih adalah MFCC (13 coefficients) dengan nilai statistik mean maka nilai-nilai yang akan mengisi lapisan input jaringan adalah nilai yang ada pada indeks 1-13 dalam database, sehingga secara otomatis jumlah neuron pada lapisan input berjumlah sebanyak 13, mengikuti jumlah nilai feature yang dipilih.

2. Hidden layer 1 (z1, z2, z3, ... zj) merupakan lapisan tersembunyi yang digunakan untuk mentransformasikan nilai-nilai input menjadi nilai yang dapat digunakan pada lapisan output. Jumlah neuron pada lapisan ini secara default sebanyak 10 neuron, karena pada dasarnya arsitektur jaringan dengan 1 hidden layer digunakan untuk mencari feature yang menghasilkan nilai akurasi paling baik.

3. Output (y1, y2, y3) merupakan lapisan output dengan neuron berjumlah 3, yaitu sebagai target luaran dari jaringan, bernilai antara 0 dan 1. Ada tiga target luaran yaitu 1 0 0, 0 1 0, dan 0 0 1, masing-masing mewakili jenis burung Cucak Hijau, Cucak Rawa dan Kenari secara berturut-turut.

Gambar 3.7 Contoh model jaringan 1 hidden layer dengan MFCC 13 coefficients dan feature mean

(50)

Dua hidden layer x1 x2 x3 x4 xi z1 z2 z3 zj y1 y2 y3 z1 z2 z3 zk Input

Hidden Layer 1 Hidden Layer 2

Output

Gambar 3.8 Arsitektur jaringan pelatihan dan pengujian 2 hidden layer

Pada gambar 3.7, merupakan gambaran arsitektur jaringan dengan 2 hidden layer yang akan digunakan untuk optimalisasi jaringan yang telah dihasilkan sebelumnya pada arsitektur jaringan dengan 1 hidden layer. Sama halnya dengan arsitektur jaringan 1 hidden layer, adapun penjelasan mengenai gambar di atas adalah sebagai berikut :

1. Input (x1, x2, x3, ... xi) merupakan lapisan input pada jaringan yang akan mewakili feature terpilih, sesuai dengan tabel 3.1. Sebagai contoh, jika feature yang dipilih adalah MFCC (13 coefficients) dengan nilai statistik mean maka nilai-nilai yang akan mengisi lapisan input jaringan adalah nilai yang ada pada indeks 1-13 dalam database, sehingga secara otomatis jumlah neuron pada lapisan input berjumlah sebanyak 13, mengikuti jumlah nilai feature yang dipilih.

2. Hidden layer 1 (z1, z2, z3, ... zj) merupakan lapisan tersembunyi yang digunakan untuk mentransformasikan nilai-nilai input menjadi nilai yang dapat digunakan pada lapisan tersembunyi yang kedua. Jumlah neuron pada

(51)

lapisan ini secara default sebanyak 10 neuron, sesuai dengan tujuan yang dicapai pada arsitektur jaringan dengan 1 hidden layer.

3. Hidden layer 2 (z1, z2, z3, ... zk) merupakan lapisan tersembunyi yang digunakan untuk mentransformasikan nilai-nilai pada lapis tersembunyi yang pertama menjadi nilai yang dapat digunakan pada lapisan output. Tujuan penggunaan lapisan tersembunyi kedua ini adalah untuk mengetahui nilai akurasi yang dihasilkan, apakah akan bertambah atau berkurang dari nilai akurasi yang dihasilkan pada penggunaan satu lapis tersembunyi. 4. Output (y1, y2, y3) merupakan lapisan output dengan neuron berjumlah 3,

yaitu sebagai target luaran dari jaringan, bernilai antara 0 dan 1. Ada tiga target luaran yaitu 1 0 0, 0 1 0, dan 0 0 1, masing-masing mewakili jenis burung Cucak Hijau, Cucak Rawa dan Kenari secara berturut-turut.

Gambar 3.9 Contoh model jaringan 2 hidden layer dengan MFCC 13 coefficients dan feature mean

Secara garis besar, kedua gambar di atas merupakan arsitektur jaringan yang akan digunakan selama proses pelatihan model jaringan, dengan rincian sebagai berikut :

1. Untuk lapisan input terdiri dari 1 – i neuron, i merupakan jumlah total coefficients yang dipilih sesuai yang tertera pada tabel ekstraksi ciri.

2. Untuk mendapatkan jaringan yang optimal, lapisan hidden layer yang kedua akan memiliki jumlah neuron yang bervariasi antara 10 – 40, untuk fungsi transfer yang digunakan adalah tansig (tan-sigmoid) karena data input telah dilakukan normalisasi dengan mapminmax sehingga memiliki nilai dengan rentang [-1,1].

(52)

3. Mempunyai 3 neuron output dengan fungsi transfer softmax.

3.1.6. Metode Pengujian

Metode pengujian menggunakan K-Fold Cross Validation, dengan k = 3, k = 5, dan k = 10. Metode ini dipakai karena menghasilkan data yang berbeda untuk proses pelatihan dan pengujian, sehingga dapat diketahui rata-rata akurasi yang dihasilkan pada tiap k percobaan berdasarkan confusion matrix yang dihasilkan.

Tahap pengujian dilakukan untuk mencari ciri suara dan arsitektur jaringan syaraf tiruan terbaik.

3.2. Kebutuhan Sistem

Alat yang akan dipergunakan dalam proses perancangan sistem : 1. Perangkat Keras

Perangkat Keras dengan spesifikasi sebagai berikut :

1) Processor : Intel Core i5 4200M, dual core, 2.5GHz 2) Memory : 4GB

3) Hard Drive : 500GB

4) Soundcard : Conexant SmartAudio HD 2. Perangkat Lunak

Perangkat Lunak yang digunakan adalah sebagai berikut : 1) Microsoft Windows 10

Sistem operasi yang digunakan untuk mengoperasikan kedua perangkat lunak lainnya.

2) Audacity 1.2.1

Perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan proses preprosesing pada file suara burung sebelum diolah oleh sistem.

(53)

3) Matlab 2015a

Perangkat lunak yang digunakan untuk membuat sistem sekaligus menjalankan sistem.

3.3. Perancangan Antarmuka Sistem

Gambar 3.10 Rancangan Antarmuka Menu Utama Sistem

Pada gambar 3.3 merupakan tampilan antarmuka menu utama sistem, terdapat 3 tombol yaitu feature extraction & database, training & testing, classify.

1. Feature extraction & database

Tombol ini digunakan untuk membuka tampilan proses ekstraksi ciri dan pembuatan info untuk jenis burung yang dianalisa.

2. Training & testing

Tombol ini digunakan untuk membuka tampilan proses pelatihan dan pengujian ciri-ciri yang dihasilkan terhadap jaringan syaraf tiruan propagasi balik.

(54)

3. Classify

Tombol ini digunakan untuk membuka tampilan proses klasifikasi data suara burung diluar sampel yang telah digunakan pada proses pelatihan terhadap model jaringan syaraf tiruan propagasi balik.

Gambar 3.11 Rancangan Antarmuka Ekstraksi Ciri

Pada gambar 3.4 merupakan tampilan antarmuka untuk melakukan proses ekstraksi ciri dan pembuatan info jenis burung yang dianalisa. Terdapat 3 panel pada antarmuka di atas, yaitu :

1. Audio File List

Pada panel ini terdapa komponen-komponen sebagai berikut : a. Tombol browse – berfungsi untuk membuka jendela pencarian

direktori data suara.

(55)

c. Listbox audio – berfungsi untuk menampilkan daftar semua data suara yang ada pada direktori yang dipilih.

2. MFCC Options

Pada panel ini terdapat komponen-komponen sebagai berikut : a. Edit text frame size – berfungsi untuk menentukan frame size /

duration yang digunakan pada saat proses frame blocking dalam MFCC.

b. Edit text frame overlap – berfungsi untuk menentukan frame overlap yang digunakan pada saat proses frame blocking dalam MFCC. 3. Database Options

Pada panel ini terdapat komponen-komponen sebagai berikut : a. Radio button bird – berfungsi untuk memilih jenis burung 1,2,3 b. Edit text target/class – berfungsi untuk menentukan jumlah sampel

masing-masing jenis burung, nilai ini kemudian akan digunakan untuk membuat target berdasarkan jumlah tersebut.

c. Edit text scientific name – berfungsi untuk menentukan nama ilmiah jenis burung.

d. Edit text family – berfungsi untuk menentukan famili dari jenis burung.

e. Edit text genus – berfungsi untuk menentukan genus dari jenis burung.

f. Tombol select picture – berfungsi untuk membuka jendela yang digunakan untuk memilih file gambar jenis burung.

g. Tombol save info – berfungsi untuk menyimpan info jenis burung yang telah ditentukan ke dalam sebuah variabel.

(56)

Serta ada komponen extract features button yang digunakan untuk melakukan proses ekstraksi ciri, kemudia hasil nilai-nilai ciri yang didapatkan ditampilkan pada tabel features.

Gambar 3.12 Rancangan Antarmuka Klasifikasi

Pada gambar 3.5 merupakan tampilan antarmuka proses klasifikasi. Terdapat 2 panel pada antarmuka di atas, yaitu :

1. Classify

Pada panel ini terdapat komponen-komponen sebagai berikut : a. Edit text browse – berfungsi untuk menampilkan alamat file suara

yang dipilih.

b. Tombol browse – berfungsi untuk membuka jendela pencarian file suara.

(57)

c. Tombol classify – berfungsi untuk melakukan proses klasifikasi terhadap file suara yang telah dipilih.

d. Tombol view original and pre-emphasis – berfungsi untuk membuka jendela yang berisikan spectogram dari suara original dan setelah dilakukan proses pre-emphasis serta tombol play yang berguna untuk memutar suara original dan setelah dilakukan pre-emphasis.

e. Tombol view signal and spectogram – berfungsi untuk menampilkan grafik sinyal dan spectogram suara uji.

2. Result

Pada panel ini terdapat komponen-komponen sebagai berikut : a. Axes picture – berfungsi untuk menampilkan gambar jenis burung

sesuai dengan hasil klasifikasi.

b. Static text scientific name – berfungsi untuk menampilkan nama ilmiah jenis burung sesuai dengan hasil klasifikasi.

c. Static text family – berfungsi untuk menampilkan famili jenis burung sesuai dengan hasil klasifikasi.

d. Static text genus – berfungsi untuk menampilkan genus jenis burung sesuai dengan hasil klasifikasi.

Gambar

Gambar 4.8 Tampilan hasil uji coba data tunggal burung cucak rawa ................. 52 Gambar 4.9 Tampilan hasil uji coba data tunggal burung kenari ........................
Gambar 2.1 Burung Cucak Hijau (Sandi, 2012) Ordo  : Passeriformes
Gambar 2.2 Burung Cucak Rawa (Bellerby, 2014)  Ordo  : Passeriformes
Gambar 2.4 Ilustrasi Arsitektur Jaringan Lapis Tunggal (Siang, 2005)  Pada gambar 2.4 terdapat n unit input (
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dimana dalam mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan rasa minat dan prestasi belajar pada siswa dengan menggunakan berbagai metode

Hasil penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini terdiri dari penelitian tentang komoditi belimbing, strategi pemasaran dan pengembangan usaha,

Variabel-variabel yang digunakan pada model adalah

Mencoba mengambil (mengingat) dari memori jangka panjang dapat disamakan dengan mencari sehuah buku di perpustakaan hesar Kegagalan menemukan buk idak berarti buku itu

Gurami sakit yang diperoleh memiliki gejala eksternal yang tidak selalu sama, tergantung dari fase perkembangan penyakit, tetapi secara keseluruhan menunjukkan

7.1.7 Selepas mendapat pengesahan dari Kumpulan Tuntutan Potongan, disket tuntutan sedia untuk di hantar kepada jabatan ( Prosedur 8 dan fail di e- mail kepada Jabatan Bendahari

Dalam kesepakatan yang ditandatangani 10 Agustus 2017, kedua negara menunjuk Rostec dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) sebagai pelaksana teknis imbal beli antara

Penerapan ilmu hidrologi bisa di jumpai dalam beberapa kegiatan seperti perencanaan dan operasi bangunan air, penyediaan air untuk berbagai keperluan (air bersih, irigasi,