• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Fasilitator

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Fasilitator"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Fasilitator

Fasilitator dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan salah satu kualifikasi tenaga pendidik selain guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur dan sebutan pendidik lainnya yang sesuai dengan kekhususannya. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Istilah fasilitator sebagai pendidik banyak digunakan dalam pendidikan non formal terutama pada kegiatan pelatihan baik yang diselenggarakan oleh lembaga diklat pemerintah maupun non pemerintah. Istilah fasilitator juga dikenal dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan ruang lingkup tugas yang berbeda dengan istilah fasilitator pelatihan yaitu sebagai tenaga pendamping. Pada penelitian ini fasilitator pelatihan yang dimaksud adalah fasilitator sebagai pendidik dalam kegiatan pelatihan yang selanjutnya disebut fasilitator pelatihan.

Kata fasilitator berasal dari bahasa Latin facilis, yang artinya membantu, mempermudah (to facilitate = to make easy), membuatnya menjadi mudah, membebaskan kesulitan atau hambatan. Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan kegiatan pelatihan, fasilitator pelatihan memiliki pengertian sebagai seorang yang membantu memberikan kemudahan kepada peserta pelatihan agar dapat terlibat penuh selama proses belajar di tempat pelatihan. Fasilitator pelatihan adalah orang yang mendapat tugas untuk melakukan fasilitasi dalam proses pembelajaran. Sebutan fasilitator pelatihan biasanya digunakan dalam proses pembelajaran orang dewasa, dan metoda yang dipakai dalam proses ini adalah metoda andragogi. Metoda ini dirancang mengacu pada pendidikan orang dewasa, suatu model pendidikan yang mengutamakan penggalian, pendalaman, pengembangan, pengejawantahan pengalaman dan potensi individu secara optimal. Tugas fasilitator pelatihan dalam sebuah proses pembelajaran orang dewasa hakekatnya

(2)

mengantarkan peserta didik untuk menemukan sendiri isi atau materi pelajaran yang ditawarkan atau yang disediakan melalui/oleh penemuannya sendiri.

Pada kegiatan pelatihan, status dan peran fasilitator pelatihan sangat penting. Linton (Krisari, 2007) mendefinisikan mengenai status adalah suatu kumpulan hak dan kewajiban (a collection of right and duties), sedangkan peran adalah aspek dinamis dari suatu status (the dynamic aspect of status). Definisi sederhana yang dibuat oleh Linton tersebut memberikan deskripsi mengenai posisi dan kedudukan dari status-peran. Status/kedudukan adalah suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lainnya. Setiap orang bisa memiliki sejumlah status dan mengisi peran yang sesuai dengan status itu.

Menurut Horton dan Hunt (1993), peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status. Sedangkan status/kedudukan itu sendiri adalah suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lainnya. Setiap orang mungkin memiliki sejumlah status dan diharapkan mengisi peran yang sesuai dengan status itu. Dalam arti tertentu, status dan peran adalah dua aspek dari gejala yang sama. Status adalah seperangkat hak dan kewajiban, sedangkan peran adalah pemeranan dari perangkat kewajiban dan hak-hak tersebut. Menurut Ralp Linton dan Veeger (Sudirah, 2009) seseorang (fasilitator pelatihan) menjalankan peranan ketika dia menjalankan hak dan kewajibannya yang merupakan statusnya. Menurut Berry (Sudirah, 2009) di dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu (1) harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran; (2) harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan perannya atau kewajiban-kewajibannya. Pemegang peran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah fasilitator pelatihan, sedangkan masyarakat adalah alumni pelatihan (peserta pelatihan).

Merujuk pada konsep status dan peran sebagaimana dijelaskan di atas, maka dalam konteks pelatihan, status fasilitator pelatihan adalah sebagai tenaga pendidik yang mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai fasilitator. Sebagai tenaga pendidik, fasilitator berkewajiban melaksanakan tugas

(3)

dan tanggung jawabnya sebagai fasilitator pelatihan yaitu merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan. Sedangkan hak fasilitator adalah mendapatkan imbalan berupa materi maupun non materi dari menjalankan kewajibannya tersebut. Imbalan materi dapat berupa gaji, honor dan insentif lainnya dalam bentuk uang maupun barang. Sedangkan imbalan non materi dapat berupa pangkat/jabatan, penugasan, dan penghargaan.

Peran fasilitator pelatihan pada kegiatan pelatihan terkait dengan statusnya sebagai tenaga pendidik menurut menurut Roestiyah (2001) adalah : (1) sebagai pelatih, fasilitator membantu peserta pelatihan belajar membuat kesepakatan dan rencana belajar, mengamati peserta dalam melaksanakan rencana belajar, menawarkan saran, melakukan demonstrasi, membantu peserta mengidentifikasi kebutuhan materi belajar, memonitor kemajuan peserta, menyarankan pendekatan baru yang diperlukan, dan membantu peserta pelatihan; (2) sebagai pemandu, fasilitator menunjukkan peserta arah yang tepat dalam belajar dan membantu menetapkan ke tujuan belajarnya; (3) sebagai desainer lingkungan belajar, fasilitator membantu peserta pelatihan untuk membangun suatu lingkungan belajar sesuai dengan kebutuhan peserta; (4) fasilitator juga berfungsi sebagai model atau mentor; (5) sebagai evaluator, fasilitator memberikan informasi kepada peserta tentang tujuan pelatihan dan kemajuan belajar mereka.

Fasilitator pelatihan di P4TK Pertanian Cianjur adalah staf yang ditugaskan sebagai pendidik pada kegiatan pelatihan. Staf yang ditugaskan sebagai fasilitator pelatihan adalah instruktur dan widyaiswara. Instruktur merupakan jabatan struktural sebagai pembantu pimpinan yang mendapat tugas sebagai fasilitator pelatihan dari Kepala P4TK Pertanian. Sedangkan widyaiswara merupakan jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk mendidik, mengajar dan/atau melatih PNS pada lembaga diklat pemerintah. Istilah instruktur di P4TK Pertanian Cianjur digunakan untuk membedakan antara fasilitator yang berasal dari jabatan fungsional widyaiswara. Keduanya memiliki status dan peran yang sama sebagai fasilitator kegiatan pelatihan. Perbedaannya terletak pada status kepegawaiannya yaitu instruktur berstatus kepegawaian sebagai struktural sedangkan widyaiswara berstatus

(4)

kepegawaian sebagai fungsional. Pada prakteknya dalam menjalankan tugasnya sebagai fasilitator pelatihan, antara instruktur dan widyaiswara tidak ada perbedaan. Keduanya menjalankan tugas sebagai fasilitator mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 14 Tahun 2009, tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya yaitu mendidik, mengajar, dan/atau melatih Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Non PNS pada lembaga diklat pemerintah masing-masing atau lembaga diklat pemerintah di luar instansinya. Ketiga tugas pokok tersebut merupakan satu kesatuan tugas meskipun secara terminologi akademik dapat dibedakan satu dengan lainnya. Pada kenyataannya, ketiga tugas pokok tersebut menjadi satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Secara terminologi akademik mendidik, mengajar dan melatih menurut Suparlan (2006) dapat dijelaskan dalam Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Terminologi akademik mendidik, mengajar dan melatih

No. Aspek Mendidik Mengajar Melatih

1. Isi Moral dan kepribadian Bahan ajar berupa

ilmu pengetahuan dan teknologi

Keterampilan atau kecakapan hidup

(life skill)

2. Proses Memberikan motivasi

untuk belajar dan mengikuti ketentuan atau tata tertib yang telah menjadi kesepakatan bersama

Memberikan contoh kepada siswa atau mempraktikan keterampilan tertentu atau menerapkan konsep yang telah diberikan kepada siswa menjadi kecakapan yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari

Menjadi contoh dan teladan dalam hal moral dan kepribadian 3. Strategi dan metode Keteladanan, pembiasaan Ekspositori dan inquiri Praktik kerja, simulasi dan magang Sumber : Suparlan, 2006

Selanjutnya menurut Usman (2005) dijelaskan bahwa mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan kepada peserta didik. Peran utama widyaiswara dalam proses pelatihan menurut Harun (2008) adalah sebagai fasilitator yaitu membimbing proses andragogy (pendidikan orang dewasa),

(5)

bukan mengatur dan memberikan mata ajaran sebagaimana terjadi pada cara-cara pedagogy (pendidikan anak-anak). Dari berbagai pendapat tersebut di atas maka dalam peneliatian ini yang disebut dengan fasilitator pelatihan adalah tenaga pendidik pada kegiatan pelatihan yang melaksanakan tugas mendidik, mengajar dan melatih peserta pelatihan.

Pelatihan

Pelatihan dalam kaitannya dengan pengembangan masyarakat merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi tuntutan maupun perubahan lingkungan sekitarnya. Pelatihan bagi masyarakat bertujuan untuk memberdayakan, sehingga menjadi berdaya dan dapat berpartisipasi aktif dalam proses perubahan. Pelatihan dapat membantu orang atau masyarakat untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki. Pelatihan juga dapat menimbulkan perubahan dalam kebiasaan-kebiasaan bekerja masyarakat, perubahan sikap terhadap pekerjaan, serta dalam informasi dan pengetahuan yang mereka terapkan dalam pekerjaannya sehari-hari. Kegiatan pelatihan dapat terjadi apabila seseorang atau masyarakat menyadari perlunya mengembangkan potensi dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan maupun kepuasan hidupnya.

Pelatihan dalam sistem pendidikan nasional sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 26 termasuk dalam jalur pendidikan nonformal yaitu jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan

(6)

kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Pendidikan dan pelatihan kerja dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan fungsional yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kursus dan pelatihan sebagai bentuk pendidikan berkelanjutan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan, standar kompetensi, pengembangan sikap kewirausahaan serta pengembangan kepribadian profesional.

Jacius (Moekijat, 1990) mengemukakan bahwa istilah pelatihan menunjukkan suatu proses peningkatan sikap, kemampuan, dan kecakapan dari para pekerja untuk menyelenggarakan pekerjaan secara khusus. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kegiatan pelatihan merupakan proses membantu peserta untuk memperoleh keefektifan dalam melakukan pekerjaan mereka baik pada saat sekarang maupun masa yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan pikiran dan tindakan-tindakan, kecakapan, pengetahuan, dan sikap-sikap. Menurut Malthis dan Jackson (2002), pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Pelatihan merupakan sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pelatihan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya. Nawawi (1997) menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya adalah proses

(7)

memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa sekarang. Franco (1991) mengemukakan pelatihan adalah suatu tindakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang pegawai yang melaksanakan pekerjaan tertentu. Selanjutnya Gilley dan Eggland (1993) menyatakan bahwa pelatihan adalah pembelajaran yang diberikan untuk meningkatkan kinerja pekerjaan saat ini. Pelatihan merupakan salah satu pendekatan dalam pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan/ mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku.

Tujuan pelatihan menurut Moekijat (1990) adalah: (1) mengembangkan keterampilan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif, (2) mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, dan (3) mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama. Suatu pelatihan memiliki beberapa ciri, yaitu: (1) direncanakan dengan sengaja, (2) adanya tujuan yang hendak dicapai, (3) ada peserta (kelompok sasaran) dan pelatihan, (4) ada kegiatan pembelajaran secara praktis, (5) isi belajar dan berlatih menekankan pada keahlian atau keterampilan suatu pekerjaan tertentu, (6) dilaksanakan dalam waktu relatif singkat, dan (7) ada tempat belajar dan berlatih. Sedangkan komponen-komponen pelatihan sebagaimana dijelaskan oleh Mangkunegara (2005) terdiri atas: (1) tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat di ukur; (2) para pelatih (trainer) harus ahlinya yang berkualitas memadai (profesional); (3) materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak di capai; dan (4) peserta pelatihan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Berdasarkan uraian pengertian, tujuan, ciri dan komponen pelatihan tersebut di atas maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pelatihan adalah proses pembelajaran, dilaksanakan dalam jangka pendek dengan lebih menekankan pada kegiatan praktek dari pada teori dengan menggunakan pembelajaran orang dewasa dan bertujuan meningkatkan kemampuan pengetahuan, keterampilan dan sikap

(8)

sehingga mampu meningkatkan kompetensi individu untuk melaksanakan pekerjaan.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta pelatihan dengan fasilitator, yang berpedoman pada kurikulum dan silabus pelatihan serta didukung sumber daya pelatihan pada suatu lingkungan belajar mengajar. Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam pelatihan pada umumnya adalah pembelajaran orang dewasa (andragogy). Knowles (1986) menjelaskan tentang konsep andragogi sebagai seni dan ilmu dalam membantu orang dewasa belajar (the art and science of helping adults learn). Proses pembelajaran orang dewasa pada dasarnya menggunakan beberapa asumsi: (1) orang dewasa telah memiliki konsep diri, dan tidak mudah untuk menerima konsep yang datang dari luar, sehingga dalam proses pelatihan perlu memperhatikan: (a) iklim belajarnya perlu diciptakan sesuai dengan keadaan orang dewasa, (b) peserta perlu dilibatkan dalam mendiagnosis kebutuhan belajarnya, (c) peserta perlu dilibatkan dalam proses perencanaan belajarnya, (d) proses belajar merupakan tanggung jawab bersama antara sumber belajar dengan peserta, dan (e) evaluasi pembelajaran ditekankan pada evaluasi diri sendiri; (2) orang dewasa telah memiliki pengalaman, dan berbeda-beda sehingga: (a) proses pembelajaran lebih ditekankan pada teknik yang sifatnya menyadap pengalaman mereka, (b) proses pembelajaran lebih ditekankan pada aplikasi praktis; (3) orang dewasa memiliki masa kesiapan belajar seirama dengan peran sosial yang ditampilkan sejalan dengan perubahan usia sehingga dalam proses pembelajarannya harus memperhatikan: (a) urutan program belajar perlu disusun berdasarkan urutan logik mata pelajaran, dan (b) dengan adanya konsep mengenai tugas-tugas pekembangan pada orang dewasa akan memberikan petunjuk dalam belajar secara kelompok; (4) orang dewasa memiliki perspektif waktu dan orientasi belajar, sehingga cenderung memiliki perspektif untuk mengaplikasikan apa yang telah dipelajari, sehingga proses pembelajaran mempertimbangkan: (a) sumber belajar berperan sebagai pemberi bantuan kepada warga belajar, dan (b) kurikulum tidak berorientasi pada mata pelajaran, tetapi berorientasi pada masalah.

(9)

Agar tujuan pelatihan dapat tercapai dengan baik, maka pelaksanaan pelatihan harus mengikuti asas-asas umum pelatihan sebagaimana diungkapkan Yoder (1962) sebagai berikut: (1) perbedaan individu (individual differences); (2) analisis pekerjaan (relation to job analysis); (3) motivasi (motivation); (4) partisipasi aktif (active participation); (5) seleksi pelatih (selection of trainers); (6) pelatihan pelatih (trainer’s training); (7) metode pelatihan (training methods); dan (8) prinsip-prinsip pembelajaran (principles of learning). Pendapat Yoder tersebut mengisyaratkan bahwa perbedaan individu peserta pelatihan harus mendapat perhatian yang utama. Karakteristik peserta pelatihan akan mewarnai dan menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu pelatihan. Pelatihan harus dihubungkan dengan analisis pekerjaan peserta (calon peserta), sehingga hasil pelatihan dapat bermanfaat bagi peserta melaksanakan tugas pekerjaannya.

Standar keberhasilan pelatihan menurut Gilley dan Eggland (1993) meliputi: (1) pelatihan harus berperan dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap atau kemampuan pekerja; (2) pelatihan harus dapat menunjukkan pengetahuan, tingkat keterampilan, dan sikap atau kemampuan peserta pelatihan sebelum mengikuti pelatihan; (3) pelatihan harus dapat menunjukkan pengetahuan, tingkat keterampilan, dan sikap atau kemampuan yang dapat ditunjukkan peserta pelatihan setelah mengikuti pelatihan; (4) pelatihan harus dirancang oleh orang yang kompeten baik dalam materi maupun prinsip-prinsip pelatihan; (5) materi pelatihan harus diuji sebelum digunakan; (6) materi pelatihan harus dikritisi oleh pihak ketiga yang ahli baik dalam materi maupun prinsip-prinsip pelatihan; (7) peserta pelatihan harus diinformasikan tentang tujuan pelatihan dan informasi penting lainnya sebelum pelaksanaan pelatihan; (8) instruktur harus kompeten dalam materi dan metode pembelajaran yang digunakan; (9) penyelenggara atau sponsor pelatihan harus menyaring peserta pelatihan yang akan diundang agar mendapatkan peserta yang memenuhi persyaratan pengetahuan, keterampilan dan kualifikasi lainnya.

Motivasi dan keaktifan peserta pelatihan perlu dibangkitkan. Peserta pelatihan akan berusaha dan memberikan perhatian yang lebih besar pada pelatihan yang diikuti apabila ada daya perangsang yang dapat menimbulkan motivasi. Begitu juga dalam fase-fase kegiatan pelatihan, peserta didorong ikut

(10)

aktif berpartisipasi dapat aktif berpikir, berbuat dan mengambil keputusan selama proses pelatihan berlangsung. Peserta pelatihan pada dasarnya mempunyai perbedaan-perbedaan yang bersifat individual. Perbedaan-perbedaan tersebut perlu diorganisasikan agar tidak terlalu besar, sehingga diperlukan seleksi atau pemilihan calon peserta pelatihan.

Selain seleksi peserta, untuk mendapatkan pelatih (fasilitator) yang berkualitas dan profesional, maka dalam penyelenggaraan pelatihan diperlukan seleksi fasilitator. Fasilitator terpilih diharapkan merupakan orang-orang yang memiliki kualifikasi sebagai fasilitator yang handal. Fasilitator yang telah terpilih, masih perlu mengikuti pelatihan untuk fasilitator. Tujuan seleksi fasilitator adalah untuk mendapatkan fasilitator yang memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang relatif sama pada jenis pelatihan yang akan dilatihkan. Juga memiliki tingkat kerjasama yang tinggi dengan fasilitator lain, sehingga dalam melaksanakan tugas dapat bekerja secara optimal.

Pelatihan yang dilaksanakan di P4TK Pertanian Cianjur adalah pelatihan di bidang pertanian meliputi budidaya tanaman, perkebunan, peternakan, perikanan, alat mesin pertanian, dan agroindustri. Disamping pelatihan pertanian, juga menyelenggarakan pelatihan non pertanian seperti kependidikan, manajemen, dan teknologi informasi dan komunikasi. Peserta pelatihan adalah pendidik dan tenaga kependidikan dari semua jenjang sekolah khususnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan masyarakat.

Kompetensi

Terdapat beberapa pengertian kompetensi yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Mc Clleland (1973) kompetensi adalah karakteristik dasar individu yang merupakan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan dalam suatu pekerjaan atau situasi (competency is a basic personal characteristic that are determining factors for acting successfully in a job or a situation). Boyatzis (1982) mendefinisikan kompetensi kerja merupakan suatu karakteristik dasar seseorang, dapat berupa motif, sifat, keterampilan, citra diri seseorang atau peran sosial, seperangkat pengetahuan yang secara kausal berkitan dengan pencapaian kinerja secara efektif (an underlying characteristic of a person, in that it may be a motive,

(11)

trait, skill, aspect of one’s self-image or social role, or a body of knowledge which he or she uses, which is causally related to the achievement of effective, or better, work performances). Menurut Boyatzis (1982) kompetensi menunjukan kemampuan. Seseorang yang mempunyai seperangkat kompetensi menunjukkan kemampuan atau pekerjaannya. Kompetensi dapat berupa motif, sifat, keterampilan, aspek citra diri atau peran sosial seseorang, atau pengetahuan yang digunakan dan dimiliki dan karakteristik ini mungkin diketahui atau tidak diketahui oleh yang bersangkutan.

Selanjutnya Spencer dan Spencer (1993), mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik dasar seseorang berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya (underlying characteristic of an individual that is causally related to criterion-referenced effective and/or superior performance in a job situation). Pada definisi tersebut karakteristik dasar (underlying characteristics) mengandung makna bahwa kompetensi adalah bagian kepribadian yang mendalam dan melekat pada diri seseorang serta mempunyai perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Hubungan kausal (causally related) berarti kompetensi dapat menyebabkan atau digunakan untuk memprediksikan kinerja seseorang, artinya jika mempunyai kompetensi tinggi, maka akan mempunyai kinerja tinggi. Sedangkan kriteria yang dijadikan sebagai acuan (criterion referenced) mengandung arti bahwa kompetensi akan memprediksi seseorang dapat berkinerja dengan baik dan kurang baik, yang diukur dari kriteria atau standar yang digunakan. Sehingga kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan individual untuk mengerjakan suatu tugas/pekerjaan yang dilandasi oleh ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap, sesuai kinerja yang dipersyaratkan.

Menurut Spencer dan Spencer (1993), terdapat lima karakteristik kompetensi, yaitu: (1) motif (motives) adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau dikehendaki seseorang yang menyebabkan tindakan. Motif menggerakan, mengarahkan, dan menyeleksi perilaku terhadap kegiatan atau tujuan tertentu dan menjauh dari yang lain; (2) ciri (traits) adalah karakteristik-karakteristik fisik dan respon-respon konsisten terhadap berbagai situasi atau informasi; (3) konsep diri (self-concept) adalah sikap, nilai, dan citra diri

(12)

seseorang; (4) pengetahuan (knowledge) adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu; dan (5) ketrampilan/keahlian (skills) kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Dari kelima karakteristik kompetensi tersebut pengetahuan dan ketrampilan/keahlian sifatnya dapat dilihat (visible) dan mudah dikembangkan. Sedangkan konsep diri (self concept), watak atau ciri (traits) dan motif (motives) sifatnya tidak tampak (hidden) dan lebih sulit untuk dikembangkan.

Gambar 1. Model Gunung Es dan Lingkaran Terpusat Kompetensi (Sumber : Spencer and Spencer, 1993)

Sinnott, et al. (2002), berpendapat bahwa kompetensi tidak hanya mencakup pengetahuan (knowledge), keterampilan-keterampilan (skills) dan kemampuan-kemampuan (abilities) tetapi juga mencakup karakteristik personal (personal characteristics). Dengan demikian kompetensi meliputi pengetahuan, keterampilan-keterampilan, kemampuan-kemampuan dan karakteristik personal lainnya seperti nilai-nilai, motivasi, inisiatif, dan kontrol. Definisi kompetensi lainnya yang menjelaskan tentang karakteristik personal adalah Kuśnierkiewicz (2006) bahwa kompetensi adalah perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, motivasi, sikap dan karakteristik personal yang tunjukkan dalam perilaku dan mempengaruhi kinerja yang unggul (the competency is a combination of knowledge, skills, motivation, attitude and personal characteristics which are demonstrated in behaviour and influence employee’s superior performance).

The Iceberg Visible Hidden Skill Knowledge Self-Concept Trait Motive Skill Self-Concept Trait Motive Attitudes Values

Knowledge Core Personality:

Most difficult to develop

Surface:

Most easily developed

(13)

Definisi-definisi kompetensi di atas yaitu menurut Mc Clleland (1973), Boyatzis (1982), Spencer dan Spencer (1993), Sinnott, et al. (2002), dan Kuśnierkiewicz (2006) di samping menjelaskan karakteristik personal yang mudah diamati dan dikembangkan, tetapi juga kompetensi-kompetensi psikologis yang sulit diamati dan dikembangkan seperti motivasi, sikap dan sebagainya. Inti dari definisi-definisi kompetensi menurut para ahli tersebut di atas adalah: (1) kompetensi merupakan perilaku yang dapat mempengaruhi kinerja atau mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam melakukan pekerjaan, (2) perilaku tersebut merupakan perpaduan karakteristik personal dari individu, dan (3) kompetensi mengandung komponen seperti motif (motives), ciri (traits), konsep diri (self-concept), pengetahuan (knowledge), keterampilan/keahlian (skills), dan peran sosial (social role).

Mengacu pada definisi-definisi kompetensi tersebut di atas, definisi kompetensi oleh Spencer dan Spencer (1993) yang berorientasi pada karakteristik personal pada individu yang menimbulkan perilaku yang kompeten, dijadikan sebagai grand theory dan akan digunakan untuk mendalami berbagai aspek yang terkait dalam penelitian ini. Namun demikian definisi kompetensi menurut Spencer dan Spencer (1993) tersebut diadaptasi dengan lingkungan kerja mengacu pada pendapat Boyatzis (1982) bahwa ada pengaruh kompetensi individu dengan lingkungan kerja. Selanjutnya sejalan dengan Boyatzis, Moehariono (2009) menyatakan bahwa kompetensi seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal, antara lain: (1) bakat bawaan, (2) motivasi kerja, (3) sikap, motif dan cara pandang, (4) pengetahuan, (5) keterampilan, dan (6) lingkungan kehidupan sehari-hari.

Terkait dengan pengertian kompetensi di atas, Sumardjo (2008) menyatakan bahwa kompetensi penyuluh adalah karakteristik yang melekat pada diri penyuluh yang menentukan keefektifan kinerja penyuluh dalam mengemban misi penyuluhan. Pengertian kompetensi penyuluh menurut Sumardjo (2008) di atas selanjutnya digunakan untuk menjelaskan pengertian kompetensi fasilitator pelatihan yaitu karakteristik yang melekat pada diri fasilitator pelatihan yang menentukan keefektifan kinerja fasilitator dalam mengemban misi pelatihan. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam organisasi penyuluhan dibutuhkan penentuan

(14)

tingkat kompetensi agar dapat mengetahui kinerja yang diharapkan. Penentuan kebutuhan ambang kompetensi penyuluh dapat dijadikan dasar bagi proses seleksi, perencanaan, evaluasi kinerja, dan pengembangan kompetensi masing-masing level kualifikasi penyuluh. Pernyataan tersebut juga digunakan sebagai dasar teori untuk menjelaskan kaitan antara kompetensi dan kinerja fasilitator pelatihan serta pemanfaatan penentuan ambang kompetensi fasilitator pelatihan sebagai dasar dalam proses seleksi, perencanaan, evaluasi kinerja, dan pengembangan kompetensi fasilitator pelatihan.

Kompetensi Fasilitator Pelatihan

Definisi kompetensi pendidik khususnya guru dan dosen sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Pasal 10 Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Fasilitator, guru dan dosen sebagaimana dijelaskan dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 merupakan pendidik yaitu tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai fasilitator, guru dan dosen. Perbedaannya adalah fasilitator pelatihan dalam penelitian ini merupakan kualifikasi pendidik pada kegiatan pelatihan, guru merupakan kualifikasi pendidik pada pendidikan formal jenjang pendidikan dasar dan menengah, sedangkan dosen merupakan kualifikasi pendidik pada pendidikan

(15)

formal jenjang pendidikan tinggi. Selanjutnya pada Pasal 39 undang-undang tersebut dijelaskan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Mengacu pada penjelasan tersebut, terdapat kesamaan peran dan tugas secara umum antara fasilitator, guru dan dosen. Oleh karena itu pada penelitian ini definisi operasional kompetensi fasilitator pelatihan adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh fasilitator dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Tugas keprofesionalan fasilitator adalah mendidik, mengajar dan melatih peserta pelatihan.

Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, butir 1 menjelaskan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi pendidik pada kegiatan pelatihan dalam hal ini adalah widyaiswara dijelaskan dalam Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 5 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Widyaiswara Pasal 5 meliputi pengelolaan pembelajaran, kepribadian, sosial dan substantif.

Fasilitator pelatihan dalam penelitian ini sebagaimana dijelaskan di depan termasuk di dalamnya adalah widyaiswara dan instruktur. Keduanya melaksanakan tugas pokok dan kompetensi mengacu pada ketentuan dalam jabatan fungsional widyaiswara. Oleh karena itu dalam penelitian ini cakupan kompetensi fasilitator pelatihan digunakan cakupan kompetensi widyaiswara meliputi pengelolaan pembelajaran, kepribadian, sosial dan substantif.

Analisis kompetensi fasilitator dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis kesenjangan (gap analysis) yaitu membandingkan kompetensi yang dimiliki fasilitator dengan kompetensi yang telah ditetapkan. Penilaian kompetensi fasilitator pelatihan dilakukan dengan menggunakan pendekatan evaluasi diri oleh fasilitator yang bersangkutan dan alumni pelatihan yang telah mengikuti pelatihan. Pendekatan evaluasi diri fasilitator pelatihan dan persepsi

(16)

alumni pelatihan tersebut dipilih karena pertimbangan waktu, biaya, dan tenaga dengan tetap menjaga obyektivitas hasil penilaian kompetensi fasilitator pelatihan. Rumusan kompetensi fasilitator pelatihan mengacu pada kompetensi widyaiswara menurut Lembaga Administrasi Negara (2008) sebagai berikut:

Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran

Kompetensi dalam pengelolaan pembelajaran adalah kemampuan dalam merencanakan, menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Kompetensi pengelolaan pembelajaran meliputi kemampuan: (1) membuat Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP)/Rancang Bangun Pembelajaran Mata Diklat (RBPMD) dan Satuan Acara Pembelajaran (SAP)/Rencana Pembelajaran (RP); (2) menyusun bahan ajar; (3) menerapkan pembelajaran orang dewasa; (4) melakukan komunikasi yang efektif dengan peserta; (5) memotivasi semangat belajar peserta; dan (6) mengevaluasi pembelajaran.

Kompetensi Kepribadian

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan mengenai tingkah laku dalam melaksanakan tugas jabatannya yang dapat diamati dan dijadikan teladan bagi peserta pelatihan, meliputi kemampuan: (1) menampilkan pribadi yang dapat diteladani; dan (2) melaksanakan kode etik dan menunjukkan etos kerja sebagai fasilitator yang profesional.

Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial adalah kemampuan dalam melakukan hubungan dengan lingkungan kerjanya, meliputi kemampuan: (1) membina hubungan dan kerjasama dengan sesama fasilitator; dan (2) menjalin hubungan dengan penyelenggara/ pengelola lembaga pelatihan.

Kompetensi Substantif

Kompetensi substantif adalah kemampuan di bidang keilmuan dan keterampilan dalam mata diklat yang diajarkan, meliputi kemampuan: (1) menguasai keilmuan dan keterampilan mempraktekkan sesuai dengan materi diklat yang diajarkan; dan (2) menulis karya tulis ilmiah yang terkait dengan lingkup kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya.

(17)

Peningkatan Kompetensi

Kompetensi masyarakat terus berkembang sejalan dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan jaman. Masyarakat dituntut dinasmis dan aktif meningkatkan kompetensinya sesuai dengan bidang dan pekerjaan yang dimilikinya. Peningkatan kompetensi tersebut merupakan syarat mutlak agar masyarakat tetap eksis bekerja dalam rangkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu masyarakat dituntut untuk selalu belajar dan meningkatkan kompetensinya salah satunya melalui pelatihan. Dinamika tuntutan perkembangan jaman dan kebutuhan masyarakat tersebut harus diikuti dan diantisipasi oleh fasilitator pelatihan agar selalu siap melayani kebutuhan kompetensi masyarakat. Sehingga fasilitator juga dituntut untuk terus melakukan peningkatan kompetensinya.

Peningkatan kompetensi fasilitator merupakan upaya-upaya untuk meningkatkan kompetensi fasilitator yang berkaitan dengan tugas mendidik, mengajar dan melatih yaitu kompetensi pengelolaan pembelajaran, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi substantif. Peningkatan kompetensi fasilitator merupakan proses belajar untuk memperbaiki, memperkuat, menambah, memperluas dan menyegarkan kompetensi-kompetensi yang telah dimiliki. Proses belajar dalam rangka meningkatkan kompetensi tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Dalam penelitian ini, peningkatan kompetensi fasilitator dibatasi pada pendidikan formal, pelatihan, kegiatan pertemuan ilmiah, magang industri, dan pemanfaatan sumber belajar.

Pendidikan Formal

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Tujuan pendidikan tinggi adalah: (1) menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan,

(18)

mengembangkan dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian, (2) mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.

Peningkatan kompetensi melalui pendidikan formal dilakukan melalui peningkatan jenjang pendidikan pendidikan akademik (program sarjana dan pasca sarjana) dan pendidikan profesional (diploma I-IV). Pendidikan formal lebih mengarah pada peningkatan kompetensi pengetahuan dan/atau keterampilan sesuai dengan jenis pendidikannya.

Pelatihan

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi sumberdaya manusia adalah dengan cara pelatihan. Pelatihan menurut Bernandin dan Russell (Gomes, 2003) adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggungjawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya. Pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan keterampilan karyawan yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu sehingga lebih menekankan pada keterampilan (skill). Pelatihan merupakan cara terpadu yang diorientasikan pada tuntutan kerja aktual, dengan penekanan pada pengembangan skill, knowledge dan ability.

Nawawi (1997) menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya adalah proses memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa sekarang. Franco (1991) mengemukakan pelatihan adalah suatu tindakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang pegawai yang melaksanakan pekerjaan tertentu.

Berdasarkan pada pengertian-pengertian pelatihan di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah proses pendidikan yang di dalamnya ada proses pembelajaran dilaksanakan dalam jangka pendek, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga mampu meningkatkan kompetensi individu untuk menghadapi pekerjaan di dalam organisasi sehingga tujuan

(19)

organisasi dapat tercapai. Tujuan pelatihan menurut Simamora (1997) adalah: (1) memperbaiki kinerja, (2) memutahirkan keahlian karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi, (3) mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru supaya menjadi kompeten dalam bekerja, (4) membantu memecahkan persoalan operasional, (5) mempersiapkan karyawan untuk promosi, dan (6) memenuhi kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan pribadi.

Berdasarkan pada penjelasan di atas tujuan dari pelatihan secara umum adalah meningkatkan kompetensi seseorang (fasilitator) untuk bisa menjalankan pekerjaannya (mendidik, mengajar, melatih) lebih baik dan mengembangkan kompetensi terkait dengan promosi jabatan. Pada penelitian ini pelatihan dibatasi pada keikutsertaan fasilitator pada pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pengembangan kompetensi fasilitator baik yang dilakukan oleh lembaga sendiri maupun luar lembaga.

Partisipasi dalam Kegiatan Pertemuan Ilmiah

Partisipasi menurut Hadi (2006), berarti turut berperan serta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan, peran serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan. Berdasarkan pengertian tersebut partisipasi dapat didefinisikan secara luas sebagai bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat (fasilitator) secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam dirinya (intrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan. Partisipasi dalam kegiatan pertemuan ilmiah adalah keikutsertaan fasilitator secara aktif dalam kegiatan-kegiatan pertemuan ilmiah seperti seminar, semiloka, workshop, simposium dan sejenisnya. Keikutsertaan dalam kegiatan ilmiah akan meningkatkan kompetensi fasilitator khususnya kompetensi pengetahuan dan keterampilan. Keikursertaan fasilitator dalam kegiatan pertemuan ilmiah pada penelitian ini dibatasi pada pertemuan ilmiah dengan topik/tema yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi fasilitator.

(20)

Magang Industri

Magang adalah latihan kerja pada suatu instansi/industri tertentu dengan melakukan pekerjaan sesuai dengan jenis yang dipilih mengikuti sistem kerja pada instansi/industri yang bersangkutan. Melalui kegiatan magang industri, diperoleh pengalaman nyata dan keterampilan seperti kondisi sebenarnya. Tujuan magang adalah: (1) pengenalan suasana kerja sebenarnya suatu kegiatan produksi, (2) menerapkan pengetahuan teoritis kedalam dunia kerja, (3) melatih keterampilan teknis, (4) menumbuhkan kemampuan interaksi sosial dalam dunia kerja. Kegiatan magang industri dalam penelitian ini dibatasi pada kegiatan dimana materi magang berkaitan dengan kompetensi fasilitator.

Unit Produksi

Unit produksi merupakan kegiatan produksi/usaha suatu komoditas/produk tertentu yang dilakukan oleh fasilitator dalam skala komersial dibawah pengelolaan P4TK Pertanian sebagai wahana bagi fasilitator untuk mendapatkan pengalaman produksi secara komersial. Disamping itu kegiatan unit produksi juga dimanfaatkan sebagai media praktek peserta pelatihan. Kegiatan unit produksi merupakan implementasi langsung terhadap pengetahuan dan keterampilan dalam kegiatan produksi/usaha yang dilakukan secara mandiri. Tujuan unit produksi adalah mendapatkan pengalaman praktis pelaksanaan suatu usaha/produksi baik secara teknis, ekonomis dan sosial. Unit Produksi akan menghasilkan pengalaman lapangan secara teknis dan manajerial sebagai penerapan dari pengetahuan dan keterampilan. Pada kegiatan pertanian unit produksi dimaksud adalah praktik budidaya melon, pembesaran ikan, penggemukan sapi, dan sejenisnya. Unit produksi dalam penelitian ini dibatasi pada usaha/produksi yang berkaitan dengan bidang keahlian fasilitator baik yang dilakukan di dalam lembaga maupun di luar lembaga.

Pemanfaatan Sumber Belajar

Sumber belajar adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu. Jenis sumber belajar

(21)

dikategorikan sebagai berikut: (1) tempat atau lingkungan alam sekitar yaitu dimana saja seseorang dapat melakukan belajar, misalnya perpustakaan, pasar, museum, sungai, gunung, tempat pembuangan sampah, kolam ikan dan lain sebagainya, (2) benda yaitu segala benda yang memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku bagi peserta didik, maka benda itu dapat dikategorikan sebagai sumber belajar. Misalnya situs, candi, benda peninggalan lainnya, (3) orang yaitu siapa saja yang memiliki keahlian tertentu di mana peserta didik dapat belajar sesuatu, maka yang bersangkutan dapat dikategorikan sebagai sumber belajar, misalnya guru, ahli geologi, polisi, dan ahli-ahli lainnya, (4) bahan yaitu segala sesuatu yang berupa teks tertulis, cetak, rekaman elektronik, web, dll yang dapat digunakan untuk belajar, (5) buku yaitu segala macam buku yang dapat dibaca secara mandiri oleh peserta didik dapat dikategorikan sebagai sumber belajar, misalnya buku pelajaran, buku teks, kamus, ensiklopedi, fiksi dan lain sebagainya, (6) peristiwa dan fakta yang sedang terjadi, misalnya peristiwa kerusuhan, peristiwa bencana, dan peristiwa lainnya yang dapat menjadikan peristiwa atau fakta sebagai sumber belajar.

Sumber belajar akan menjadi bermakna apabila sumber belajar diorganisir melalui satu rancangan yang memungkinkan seseorang dapat memanfaatkannya sebagai sumber belajar. Dalam penelitian ini, pemanfaatan sumber-sumber belajar dibatasi pada sumber belajar yang tersedia dilingkungan lembaga yang terkait dengan kompetensi fasilitator yaitu perpustakaan, media cetak (koran, majalah, dan jurnal), internet, media elektronik (televisi, CD audio/video, radio, kaset audio).

Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja menurut Nitisemito (1982) adalah segala yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan. Pendapat lain dengan konteks yang agak berbeda disampaikan oleh Siagian (1992), lingkungan kerja adalah keadaan fisik dimana seseorang melakukan tugas kewajibannya sehari-hari termasuk kondisi ruang yaitu baik dari kantor maupun pabrik. Berdasarkan pada pengertian tersebut di atas maka lingkungan kerja dapat diartikan sebagai segala sesuatu baik fisik maupun non fisik yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam

(22)

menjalankan tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja yang mendukung kompetensi dan pelaksanaan tugas fasilitator akan meningkatkan kompetensi dan kinerja fasilitator, demikian sebaliknya. Pada penelitian ini, lingkungan kerja dibatasi pada kondisi fisik dan non fisik yang berpengaruh pada kompetensi dan kinerja fasilitator yaitu ketersediaan sistem penghargaan, sistem evaluasi, ketersediaan kegiatan pelatihan, sarana dan prasarana, dan peluang pengembangan karir.

Sistem Penghargaan

Sistem penghargaan menurut Sudarmanto (2009) merupakan mekanisme, cara, atau sistem yang dipakai organisasi dalam merespons kinerja pegawainya. Penghargaan terkait dengan sejauhmana pengakuan organisasi atas prestasi kerja yang dilakukan oleh pegawai dalam melakukan pekerjaan. Menurut Massey (Thorpe dan Homan, 2000) membedakan penghargaan dalam dua hal pokok yaitu: (1) penghargaan finansial seperti upah dasar, bonus, individu/tim/organisasi, upah yang terkait kinerja, upah didasarkan skill dan kompetensi, dan (2) penghargaan non finansial seperti pengakuan, kesempatan karir, status, tanggung jawab dan pencapaian prestasi. Gomez (2003) menyatakan terdapat dua hal yang menjadi dasar pemberian penghargaan yaitu: (1) didasarkan pada pekerjaan (job based compensation), dan (2) didasarkan pada keterampilan/keahlian (skill based compensation).

Sistem penghargaan berkaitan dengan bagaimana organisasi memberikan pengakuan dan imbalan kepada pegawai dalam rangka menjaga keselarasan antara kebutuhan individu dan tujuan organisasi. Sistem penghargaan dapat mendorong perilaku pegawai atau memberikan pengakuan atas perilaku pegawai yang telah dilakukan. Bagi pegawai sistem penghargaan menurut Sudarmanto (2009) dimaksudkan untuk menumbuhkan motivasi dan semangat kerja serta kepuasan kerja. Kepuasan kerja pegawai akan mencegah terjadinya ketidakhadiran, pemborosan waktu, dapat membangkitkan semangat kerja sehingga pegawai terdorong untuk berprestasi dan berkinerja lebih baik.

Menurut Armstrong (2004), sistem penghargaan dapat meningkatkan kinerja individu dan kinerja organisasi sehingga mendorong pencapaian misi dan strategi organisasi. Lawler (1991) menyatakan bahwa sistem penghargaan

(23)

memiliki enam macam dampak terhadap efektivitas organisasi yaitu: (1) daya tarik dan hak memiliki, (2) motivasi kerja pegawai, (3) motivasi pengembangan keterampilan (kompetensi), (4) pengaruh budaya, (5) memperkuat struktur, dan (6) biaya. Dengan diberikan penghargaan baik berupa finansial maupun non finansial, pegawai cenderung memiliki harapan untuk memperoleh penghargaan tersebut.

Sistem Evaluasi Kinerja

Evaluasi kinerja menurut Bacal (2001) merupakan proses untuk menilai dan mengevaluasi kinerja perorangan. Sedangkan Wirawan (2009) mendefinisikan evaluasi kinerja sebagai proses penilai (pejabat yang melakukan penilaian/appraiser) mengumpulkan informasi mengenai kinerja ternilai (pegawai yang dinilai/appraise) yang didokumentasikan secara formal untuk menilai kinerja ternilai dengan membandingkannya dengan standar kinerjanya secara periodik untuk membantu pengambilan keputusan manajemen.

Dessler (1998) menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses yang meliputi: (1) penetapan standar prestasi kerja, (2) penilaian prestasi kerja aktual karyawan dalam hubungan dengan standar, dan (3) memberi umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi tujuan orang untuk menghilangkan kemerosotan prestasi kerja. Sedangkan fungsi dari penilaian kinerja menurut Spencer dan Spencer (1993) untuk kompensasi/imbalan, rencana suksesi, disiplin, pelatihan dan pengembangan karir. Bagi individu karyawan penilaian akan mendorong peningkatan kompetensi dan kinerjanya. Pada penelitian ini, evaluasi kinerja dibatasi pada evaluasi kinerja yang berkaitan dengan kompetensi dan tugas fasilitator dalam mendidik, mengajar dan melatih.

Ketersediaan Kegiatan Pelatihan

Kegiatan pelatihan adalah jenis dan jumlah kegiatan pelatihan yang dilaksanakan oleh lembaga pelatihan dalam kurun waktu tertentu. Jenis pelatihan berkaitan dengan substansi materi pelatihan. Semakin beragam substansi materi pelatihan menuntut fasilitator semakin mengembangkan dan meningkatkan kompetensinya untuk melayani kebutuhan peserta. Jumlah pelatihan yang tersedia dalam lembaga pelatihan akan meningkatkan frekuensi fasilitator untuk

(24)

melaksanakan pelatihan sehingga mendorong fasilitator untuk selalu menyiapkan kompetensinya.

Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Sarana adalah barang atau benda bergerak yang dapat dipakai sebagai alat dalam pelaksanaan tugas fungsi unit kerja. Prasarana adalah barang atau benda tidak bergerak yang dapat menunjang atau mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi unit kerja. Sarana kerja meliputi peralatan perkantoran, alat transportasi, peralatan komunikasi dan peralatan lainnya yang menunjang bagi pelaksanaan tugas dan fungsi unit kerja. Sedangkan prasarana kerja meliputi tanah, bangunan, ruang kantor atau bangunan yang digunakan untuk menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi unit kerja, tanah dan bangunan rumah jabatan serta rumah dinas (Departemen Kehutanan, 2003). Dibidang pendidikan sarana dan prasarana pendidikan dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.

Selanjutnya diuraikan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana dan prasarana pendidikan. Sarana pendidikan meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Sedangkan perasarana pendidikan meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Ketersediaan sarana dan prasarana pelatihan sangat penting bagi fasilitator dalam melaksanakan tugas pembelajaran, pengembangan kompetensi dan kinerja fasilitator. Oleh karena itu lembaga pelatihan harus menyediakan sarana dan

(25)

prasarana yang menunjang aktivitas fasilitator baik dalam kegiatan pembelajaran maupun pengembangan kompetensinya.

Peluang Pengembangan Karir

Karier adalah sebuah kata dari bahasa Belanda yaitu carriere adalah perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan seseorang. Berarti juga jenjang dalam sebuah pekerjaan tertentu. Menurut kamus besar bahasa Indonesia karir adalah perkembangan dan kemajuan baik pada kehidupan, pekerjaan atau jabatan seseorang. Biasanya pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang mendapatkan imbalan berupa gaji maupun uang. Bernardin (2003) mendefinisikan karir sebagai suatu rangkaian atas sikap dan perilaku yang berkaitan dengan aktifitas pekerjaan dan pengalaman sepanjang kehidupan seseorang (individually perceived sequence of attitudes and behaviors associated with work-related activities and experiences over the span of a person’s life). Senada dengan itu Malthis dan Jackson (2002) menyatakan bahwa karir adalah rangkaian posisi yang berkaitan dengan kerja yang ditempati seseorang sepanjang hidupnya. Tujuan atau sasaran karir adalah posisi atau jabatan tertentu yang dapat dicapai oleh seorang pegawai bila yang bersangkutan memenuhi semua syarat dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan jabatan tersebut.

Pengembangan karir sangat diharapkan oleh setiap pegawai, karena dengan pengembangan karir akan mendapat hak-hak yang lebih baik dari apa yang diperoleh sebelumnya baik material maupun non material. Hak-hak material seperti status sosial, perasaan bangga, dan sebagainya. Sedangkan hak-hak non material misalnya kenaikan pangkat, perbaikan fasilitas, dan sebagainya. Pengembangan karir yang jelas dan terencana dengan baik dalam suatu organisasi akan mendorong karyawan untuk terus meningkatkan kompetensi dan kinerjanya sebagai upaya untuk meningkatkan karirnya.

Motivasi

Motivasi berasal dari kata movere (bahasa Latin) yang berarti menggerakkan (to move) yang berarti mendorong atau menggerakan. Dari asal kata tersebut dapat ditarik arti dasar bahwa motivasi merupakan sesuatu yang dapat membuat

(26)

individu bergerak atau melakukan suatu tindakan. Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan tercermin pada kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Motivasi menjelaskan apa yang membuat individu melakukan sesuatu, membuat individu tetap melakukannya, dan membantu individu dalam menyelesaikan tugas-tugas. Hal ini berarti bahwa konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan keinginan berperilaku, arah perilaku (pilihan), intensitas perilaku (usaha, berkelanjutan), dan penyelesaian atau prestasi yang sesungguhnya.

Berendoom dan Stainer (Sedarmayanti, 2001), mendefinisikan motivasi sebagai kondisi mental yang mendorong aktivitas dan memberi energi yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Hasibuan (2003) mendefinisikan motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan. Vroom (Gibson, et al, 1996) mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses yang menentukan pilihan antara beberapa alternatif dari kegiatan sukarela. Malthis dan Jackson (2002) mengemukakan motivasi merupakan hasrat di dalam seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan.

Wahjosumidjo (1984) mengemukakan motivasi dapat diartikan sebagai suatu proses psikologi yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Proses psikologi timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsic dan extrinsic. Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan, dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.

Motivasi kerja seseorang dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: (1) motivasi instrinsik adalah motif yang menjadi aktif dan berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu, dan (2) motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan

(27)

berfungsi disebabkan karena rangsangan dari luar. Motivasi ini dapat timbul antara lain karena pengaruh prinsip, kompetisi antar teman, tuntutan perkembangan organisasi atau tugas, ada faktor lain yang sangat kompleks. Ada tiga unsur yang menentukan kekuatan motivasi dalam melaksanakan suatu pekerjaan, yaitu: motif (motive), pengharapan (expectancy) dan insentif (insentive).

Motif (motive) dapat diartikan sebagai daya gerak yang mencakup dorongan, alasan dan kemauan yang timbul dari dalam diri seorang yang mengakibatkan berbuat sesuatu. Motif dapat dikelompokkan sesuai dengan keinginan-keinginan dasar yang dipuaskannya yaitu: (1) motif penguasaan/keunggulan, motif ini merupakan sifat manusia yang kuat. Orang selalu berusaha untuk bebas, terkendali untuk mengatasai rintangan-rintangan. Perasaan sangat puas karena dapat menyelesaikan tugas, memecahkan masalah atau senang bersaing menunjukkan kekuatan motif ini, (2) motif akan adanya rasa aman, motif ini erat hubungannya dengan kebutuhan seorang untuk membela diri dari setiap ancaman terhadap kebutuhan sebagai manusia. Hal ini diwujudkan sebagai upaya untuk menghindarkan diri dari bahaya yang mengancam dirinya, (3) motif untuk diakui dan diterima oleh pihak lain, motif ini merupakan keinginan untuk menjadi orang yang berbeda dalam kelompok maupun masyarakat. Termasuk dalam motif ini adalah harga diri (self esteem), merupakan landasan bagi seseorang untuk percaya diri, status, merupakan posisi atau kedudukan antara nilai-nilai pada dirinya dengan norma-norma kelompoknya, prestasi, merupakan kebutuhan seseorang sangat erat hubungannya dengan status.

Penghargaan (expectancy) berkaitan dengan keinginan seseorang untuk menghasilkan atau berproduksi tergantung pada tujuan khusus yang ingin dicapai, dan persepsinya atas tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan tersebut. Keinginan-keinginan itu antara lain: (1) the desire to live, artinya keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama dari setiap orang, karena setiap manusia bekerja untuk dapat makan dan untuk dapat melanjutkan hidupnya, (2) the desire for procession, artinya keinginan untuk memiliki sesuatu merupakan keinginan manusia yang kedua dan salah satu sebab mengapa manusia mau bekerja, (3) the

(28)

desire for fower, artinya keinginan akan pengakuan merupakan jenis terakhir dari kebutuhan dan juga mendorong seseorang untuk bekerja.

Isentif (insentive) adalah benda atau hal yang immaterial yang menarik dan dapat menimbulkan kegairahan untuk mendapatkan dan memilikinya. Bentuk-bentuk dari insentif ini meliputi: (1) insentif material, merupakan alat motivasi yang diberikan dalam bentuk uang atau barang yang mempunyai nilai pasar, misalnya pemberian premi, bonus tunjangan kerja dan fasilitas pribadi, (2) insentif non material, merupakan alat motivasi yang diberikan berupa barang atau benda yang tidak bernilai. Jadi hanya memberikan kepuasan, kebanggaan rohani saja, misalnya medali, piagam dan bintang jasa dan lainnya, (3) kombinasi insentif material dan non material, merupakan alat motivasi yang diberikan berupa material (uang dan barang) dan non material. Jadi memenuhi kebutuhan ekonomis dan kepuasan rohani.

Berdasarkan pada pengertian unsur-unsur yang menentukan kekuatan motivasi di atas, dalam penelitian ini motivasi fasilitator adalah unsur-unsur yang mendorong atau menggerakkan fasilitator meningkatkan kompetensi dan kinerjanya dalam pelaksanaan pelatihan yaitu memperluas hubungan kerja, mengembangkan kemampuan bidang ilmu, dan melaksanakan tugas pembelajaran.

Karakteristik Fasilitator Pelatihan dan Karakteristik Alumni Pelatihan

Karakteristik individu menurut Woolfolk (1993) adalah ciri-ciri yang dimiliki individu sepanjang hidupnya, meliputi faktor kognitif dan karakteristik lain yang dimiliki individu, yang menentukan dalam proses belajar. Setiap individu memiliki karakteristik yang spesifik tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu: (1) kematangan karena pertambahan umur (maturity), (2) aktivitas (activity) yang dilakukan seseorang terhadap lingkungannya serta hal-hal yang dipelajarinya, (3) pengaruh lingkungan terhadap dirinya (social transmission). Kompetensi dan kinerja tergantung dari keadaan individu yang bersangkutan. Menurut Moehariono (2009), kompetensi seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal) diantaranya: (1) bakat bawaan, (2) motivasi kerja yang tinggi, (3) sikap motif dan

(29)

cara pandang, (4) pengetahuan yang dimiliki, (5) keterampilan atau keahlian yang dimiliki, dan (6) lingkungan hidup dari kehidupan sehari-hari. Karakteristis individu menurut Rogers dan Shoemaker (1971) merupakan bagian dari individu dan melekat pada diri seseorang yang mendasari tingkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun situasi lainnya.

Karakteristik Fasilitator Pelatihan

Karakteristik fasilitator pelatihan merupakan bagian dari individu dan melekat pada diri seorang fasilitator yang mendasari tingkah laku sebagai fasilitator. Karakteristik tersebut dibatasi pada karakteristik yang berkaitan dengan kompetensi dan kinerja fasilitator pelatihan yaitu umur, pendidikan formal, pengalaman kerja dan jabatan.

Umur

Umur merupakan salah satu karakteristik pribadi yang ikut mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis. Umur juga akan berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam mempelajari, memahami, menerima dan mengadopsi suatu teknologi serta peningkatan produktivitas kerja. Dijelaskan oleh Klausmeier dan Goodwin (1975) menyatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi efisiensi belajar, karena akan berpengaruh terhadap minatnya pada macam pekerjaan tertentu sehingga umur seseorang juga berpengaruh terhadap motivasinya untuk belajar. Sejalan dengan hal tersebut, Vacca dan Walker (Mardikanto, 1993) mengemukakan bahwa sesuai dengan bertambahnya umum, seseorang akan menumpuk pengalaman-pengalamannya yang merupakan sumberdaya sangat berguna bagi kesiapannya untuk belajar lebih lanjut. Sehingga semakin bertambahnya umur maka kompetensi seseorang akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya pengetahuan, keterampilan dan pengalaman-pengalamannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kompetensi dan kinerja fasilitator dipengaruhi oleh tingkat umur.

Pendidikan Formal

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan secara umum akan berpengaruh terhadap kompetensi dan kinerja

(30)

seseorang. Mardikanto (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang (petani) akan bekerja menjadi efisien dan semakin banyak tahu cara-cara dan teknik bekerja yang lebih baik dan lebih menguntungkan.

Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja menurut Siagian (2000) merupakan keseluruhan pelajaran yang dipetik oleh seseorang dari peristiwa-peristiwa yang dilalui dalam perjalanan hidupnya. Sedangkan Martoyo (2000) berpendapat bahwa masa kerja atau pengalaman kerja adalah mereka yang dipandang lebih mampu dalam melaksanakan tugas-tugasnya yang nantinya akan diberikan disamping kemampuan intelegasinya yang juga menjadi dasar pertimbangan selanjutnya. Nitisemito (2000) menyatakan bahwa pada umumnya karyawan ditetapkan untuk promosi antara lain karena pengalaman kerjanya dan karyawan akan diberikan kedudukan atau jabatan lebih tinggi adalah karena pengalaman, usia atau kemampuan karyawan yang diperoleh dari umur atau lamanya bekerja.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa masa kerja atau pengalaman kerja adalah keahlian atau kemampuan yang dimiliki oleh seseorang pada suatu bidang pekerjaan yang diperoleh dengan belajar dalam suatu kurun waktu tertentu.

Jabatan

Jabatan sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian pada penjelasan pasal 17, ayat 1 adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam suatu satuan organisasi negara. Jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintah adalah jabatan karir yang dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Jabatan fungsional adalah jabatan yang tidak secara tegas disebutkan dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut fungsinya diperlukan oleh organisasi, seperti peneliti, dokter, pustakawan, widyaiswara dan lain-lain yang serupa dengan itu.

(31)

Karakteristik Alumni Pelatihan

Karakteristik alumni pelatihan merupakan bagian dari individu dan melekat pada diri peserta didik yang mendasari tingkah lakunya. Karakteristik tersebut dibatasi pada karakteristik yang berkaitan dengan kompetensi dan kinerja fasilitator pelatihan yaitu umur, pendidikan formal, pekerjaan, persepsi terhadap kompetensi fasilitator pelatihan.

Umur Alumni Pelatihan

Umur berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam mempelajari, memahami, menerima dan mengadopsi suatu teknologi serta peningkatan produktivitas kerja. Dijelaskan oleh Klausmeier dan Goodwin (1975) menyatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi efisiensi belajar, karena akan berpengaruh terhadap minatnya pada macam pekerjaan tertentu sehingga umur seseorang juga berpengaruh terhadap motivasinya untuk belajar. Umur alumni pelatihan akan berhubungan dengan kemampuan mempelajari materi pelatihan dan mengimplementasikan hasil pelatihan dalam pekerjaan dan bidang usahanya masing-masing.

Pendidikan Formal Alumni Pelatihan

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan secara umum akan berpengaruh terhadap kompetensi dan kinerja seseorang. Mardikanto (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang (petani) akan bekerja menjadi efisien dan semakin banyak tahu cara-cara dan teknik bekerja yang lebih baik dan lebih menguntungkan. Sejalan dengan pendapat-pendapat tersebut maka pendidikan alumni pelatihan berhubungan dengan penguasaan materi pelatihan dan penerapannya dalam pekerjaan dan bidang usahanya.

Pekerjaan

Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup seseorang. Dalam

Gambar

Gambar 1. Model Gunung Es dan Lingkaran Terpusat Kompetensi  (Sumber : Spencer and Spencer, 1993)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa efisiensi penghilangan mikroorganisme (Fecal Coliforms dan Total Coliforms) akan meningkat seiring

Hasil penelitian menunjukkan bahwa galur-galur yang diuji berbeda nyata untuk karakter umur tanaman (HST), panjang tongkol (cm), diameter tongkol (cm) dan bobot 1000 biji

Oleh karena itu toleransi imun maternal yang ditunjukkan oleh rendahnya kadar IgE penting untuk respons atopi pada anak sehingga ditemukan penurunan dalam IgE serum tali

PlSSEMBOCK — Güzel, şimdi de o ölmüş gibi yapıyor. Küçük Eleuthcre'im benim. Size Pisscmbock deme­ ğe başlamıştım. PlSSEMBOCK — Beni sakinleştirmeği beceriyorsun.

Bahkan jika kita menerima dalih yang tidak rasional soal Tritunggal, patung-patung, dan soal pemberian sumpah yang agak dipertanyakan, posisinya sehubungan dengan

 Prinsip: memeriksa berat jenis urine dengan alat urinometer  Tujuan: mengetahui kepekatan urine.  Alat

Untuk mendukung kelayakan sistem baru ini digunakan teknologi internet, yang dalam pelaksanaannya membutuhkan suatu komputer yang terhubung dengan jaringan

Buku ini berisi 11 (sebelas) bab yang meliputi: (1) Pendahuluan yang berisikan sejarah perkembangan teknik pembentukan, (2) Keselamatan kerja meliputi keselamatan manusia,