• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KONSTRUKSI KEMISKINAN LOKAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V KONSTRUKSI KEMISKINAN LOKAL"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

KONSTRUKSI KEMISKINAN LOKAL

5.1 Sejarah Penduduk Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar Sebagian besar penduduk Cianten merupakan masyarakat pendatang. Mereka datang dari desa-desa di sekitar perkebunan, karena mendengar adanya lapangan pekerjaan di perkebunan. Pada Kampung Padajembar, diperkirakan terdapat pemukiman karena masyarakat yang merupakan pekerja dari perkebunan membuat saung di dekat sungai. Wilayah ini dipilih karena nyaman dan masayarakat bisa sambil memancing ikan di sungai. Warga kemudian membuat rumah yang tidak jauh dari saungnya tersebut agar jaraknya lebih dekat. Rumah ini menjadi awal mula dari pemukiman yang terdapat di Kampung Padajembar, sedangkan saung ini merupakan awal mula dari banyaknya sawah di Kampung Padajembar yang mengikuti aliran sungai.

Sejarah dari Kampung Padajaya berbeda dengan Kampung Padajembar. Kampung Padajaya adalah kampung yang dibentuk oleh pendatang yang membuka warung di sekitar jalan. Pendatang tersebut melihat potensi mendapatkan keuntungan dengan membuka warung di daerah tersebut. Jalan tembus menuju Sukabumi ini sudah ada sejak lama, akan tetapi baru pada tahun 1999 yaitu sejak adanya pengaspalan jalan, mulai banyak dilewati oleh masyarakat dari Leuwiliang yang menuju Sukabumi dan sebaliknya. Kampung Padajaya dipenuhi oleh masyarakat pendatang yang bekerja di PT Cevron LTD, yang dulunya adalah PT Unocal.

Perpindahan penduduk dari desa diluar Kebun Cianten ke daerah Cianten, khususnya Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar terus menerus terjadi

(2)

sampai sekarang, akan tetapi dalam bentuk yang berbeda. Datangnya masyarakat luar ke Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar ini ditandai dengan pernikahan antara warga masyarakat diluar Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar dengan masyarakat dari kampung tersebut. Penduduk dari luar Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar merasa Dusun Cigarehong mempunyai daya tarik tersendiri, selain suasananya yang dingin dan tenang, wilayah Dusun Cigarehong juga dekat dengan dua perusahaan besar yang membutuhkan tenaga kerja, yaitu PT Cevron LTD dan PTPN VIII Kebun Cianten, dan didukung oleh wilayah hutan yang dapat digunakan masyarakat untuk bersawah yang dimiliki oleh Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH).

Mobilitas penduduk dari Kampung Padajembar dan Kampung Padajaya ke desa lain jarang terjadi, kebanyakan masyarakat tetap bertahan di kampungnya karena mereka nyaman dengan suasana kampung yang kekeluargaan, seperti yang diutarakan oleh Tatang RT 03, yang menyatakan dirinya lebih senang bekerja di kampung, walaupun gaji yang ia terima dari perkebunan sedikit, akantetapi di kampung ia mempunyai tetangga dan teman yang baik yang dapat membantu bila ia sedang kesusahan, selain itu kampung juga mempunyai suasana yang tenang dan sejuk.

5.2 Masyarakat sebagai Pekerja Perkebunan

Panen teh yang ”bagus” yaitu pucuk teh yang terbaik yang dapat diekspor tidak teratur beberapa tahun belakangan ini, menurut mandor besar sektor delapan. Hal ini dikarenakan pengaruh dari global warming. Sehingga terjadi perubahan cuaca yang berdampak pada hasil panen teh. Tahun 2009, panen teh

(3)

yang ”bagus” adalah pada bulan April sampai dengan Mei. Akan tetapi, pada tahun 2008, panen teh yang bagus terjadi pada bulan Agustus sampai dengan November. Tanaman teh mengalami panen yang baik bila bulan-bulan sebelumnya adalah musim hujan, dan setelah musim hujan tersebut sinar matahari datang dengan sinar yang ”cukup” yaitu sinar matahari yang tidak terlalu panas yang menyinari daun untuk proses fotosintesa tanpa merusak tanah dengan menguapkan air dalam tanah, yang menyebabkan tanah kekurangan air dan gersang, yang berdampak pada kualitas pucuk teh.

Gambar 6. Pemetik Teh Mengantri Giliran untuk Penimbangan

Bila sedang panen teh yang ”bagus”, satu orang pemetik teh bisa mendapat 1,2 ton per bulan atau 40 sampai 50 kilogram per harinya. Sedangkan bila panen teh sedang ”tidak bagus”, sebulan pemetik teh hanya mendapatkan 700 kilogram, atau sekitar 20 sampai 30 kilogram per harinya. Gaji pemetik teh di hitung berdasarkan berapa kilogram hasil petikan yang ia dapatkan. Satu kilogram hasil

(4)

petikan teh dihargai Rp 400,00 sampai dengan Rp 460,00, sehingga pemetik teh bisa mendapatkan penghasilan Rp 200.000,00 sampai dengan Rp 300.000,00 per bulannya.

Harga teh per kilogramnya tergantung kualitas petikan tanaman teh. Semakin bagus kualitasnya, maka harganya akan semakin tinggi. Harga ini sama untuk semua pemetik dalam satu mandor petik. Penimbangan dilakukan setiap hari pukul 10.00, pukul 12.00, dan sore hari tergantung kedatangan dari truk perkebunan yaitu sekitar pukul 15.00 sampai dengan pukul 14.00. Kegiatan pemetik teh yang menunggu penimbangan teh dapat dilihat pada Gambar 6. Orang yang mencatat dari hasil timbangan merupakan pekerja dari perkebunan yang disebut sebagai juru tulis yang dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Juru Tulis Perkebunan

Pekerja pada bidang pemeliharaan dibayar per patok yang berhasil ia pangkas. Begitu pula pada bidang pengendalian hama dibayar per patok. Untuk

(5)

satu patok dibayar Rp 20.000,00 sampai dengan Rp 22.000,00. Satu orang pekerja pemeliharaan dapat mengerjakan 15 sampai 25 patok per bulan, sehingga penghasilan perbulannya bisa mencapai Rp 330.000,00 sampai dengan Rp 550.000,00. Tidak semua pekerja dapat mengerjakan bagian pemeliharaan dan pengendalian hama. Dibutuhkan keterampilan dan juga ketahanan terhadap pestisida dari tanaman teh, sehingga karyawan yang bekerja pada bagian pemeliharaan dan pengendalian hama sedikit dibandingkan dengan karyawan bidang pemetikan teh.

Ketua RT 04, Odih yang merupakan salah satu orang dari dua orang di Kampung Padajembar yang menopangkan hidupnya pada pertanian, yaitu bersawah, masyarakat yang tidak mau menggantungkan hidupnya pada perkebunan dikarenakan penghasilan dari perkebunan yang kecil. Penghasilan Odih dari perkebunan termasuk kecil karena Odih adalah karyawan lepas perkebunan bagian pemetikan teh, sehingga penghasilan yang didapatnya hanya dari hasil petikan teh yaitu Rp 100.000,00 sampai dengan Rp 300.000,00. Odih bekerja di perkebunan selama dua tahun menjadi karyawan lepas perkebunan, dan akhirnya menjadi wiraswasta karena gaji yang didapat dari perkebunan sedikit dan tidak mencukupi untuk hidup keluarganya, membayar uang sekolah anak. Menurutnya gaji dari perkebunan hanya akan mencukupi kebutuhan makannya sendiri saja.

PTPN VIII memiliki banyaknya pemetik teh perempuan dibandingkan pemetik teh laki-laki. Menurut Odang dari pihak perkebunan, hal ini dikarenakan perempuan lebih telaten dari laki-laki, sehingga mutu kualitas tanaman teh yang didapatkan lebih baik pada petikan perempuan dibandingkan dengan petikan

(6)

laki-laki. Laki-laki di perkebunan bekerja sebagai karyawan pemeliharaan dan penyemprotan hama pada tanaman teh.

Pekerja dari perkebunan mendapatkan gaji setiap awal bulan pada tanggal empat atau lima. Aktivitas yang sering terjadi pada tanggal tersebut adalah adanya pasar kaget di dekat pabrik perusahaan yang menjual berbagai macam, barang kebutuhan dapur, sampai kebutuhan yang lainnya..

Pada PTPN VIII Kebun Cianten, satu mandor besar mengurus satu sektor ini, memiliki bawahan tiga mandor petik dan dua mandor rawat. Kelimanya merupakan karyawan tetap perkebunan, yang masing-masing memiliki bawahannya masing-masing juga. Selain mandor-mandor tersebut, mandor besar juga memiliki mandor yang merupakan karyawan lepas dari perkebunan, yang akan dipanggil untuk bekerja secara borongan, bila buruh petik yang merupakan karyawan tetap tidak cukup untuk bekerja. Mandor tidak tetap ini juga memiliki karyawan petik lepas yang bergantung padanya untuk mata pencaharian.

Karyawan dari perkebunan dibagi menjadi dua secara umum yaitu karyawan tetap dan karyawan lepas. Karyawan tetap mempunyai hak-hak sebagai berikut:

1. Mendapatkan upah sosial, yaitu upah yang dibayarkan bila karyawan tetap perkebunan tidak bekerja karena hari libur nasional, yang pembayarannya tergantung golongan dari karyawan tersebut. Golongan karyawan tetap perkebunan didapat dari prestasi karyawan tersebut, kualitas pekerjaan, dan kehadiran. Karyawan perkebunan bekerja dari hari Senin sampai dengan hari Sabtu, sehingga setiap hari Minggu. Karyawan tetap dari perkebunan mendapatkan upah sosial yang besarnya sekitar Rp 22.500,00.

(7)

2. Karyawan tetap perkebunan mendapatkan jatah cuti, yang lamanya tergantung jenis cuti. Cuti tahunan diperoleh selama 12 hari, sedangkan cuti panjang, yaitu enam tahun sekali diperoleh selama satu bulan.

3. Karyawan tetap juga mendapatkan fasilitas kesehatan, yaitu bila mereka sakit “ringan” yaitu sakit yang perawatannya harus menginap di rumah sakit, mendapatkan pengobatan gratis di klinik dan bila sakitnya “berat” yaitu sakit yang pengobatannya harus dilakukan dengan perawatan menginap di rumah sakit, mendapatkan biaya penggantian pengobatan. Akan tetapi peraturan perusahaan tersebut tidak diketahui oleh kebanyakan karyawan perkebunan, sehingga ada beberapa pegawai yang menyatakan tunjangan kesehatan hanya akan didapat oleh orang yang bekerja di perkebunan saja yang berstatus pegawai tetap. Akan tetapi ada juga pegawai yang mengetahui bahwa tunjangan kesehatan dapat digunakan oleh seluruh keluarga yang salah satu orangnya bekerja sebagai karyawan tetap diperusahaan. Keluarga tersebut termasuk didalamnya ayah/ibu dan dua orang anak.

4. Santunan kematian. Perusahaan juga memberikan santunan kematian bagi pekerja perkebunan yang meninggal ketika masih aktif bekerja di perkebunan, bukan pensiunan.

5. Pekerja perkebunan juga mendapatkan uang pensiun, Untuk pekerja dengan pengabdian kurang lebih 30 tahun kerja, kurang lebih 30 sampai 50 juta rupiah, tergantung golongan dari pekerja tersebut.

Karyawan lepas perkebunan tidak mendapatkan hak-hak seperti karyawan tetap perkebunan. Mereka hanya mendapatkan penghasilan per bulan saja sesuai

(8)

dengan pekerjaan mereka yaitu Rp 300.000,00 untuk karyawan bagian pemetikan teh dan Rp 500.000,00 untuk karyawan bagian pemeliharaan teh.

Menjadi karyawan tetap perkebunan prosesnya tergolong sangat sulit. Terdapat seleksi untuk pemilihan karyawan tetap perkebunan. Pada pemilihan karyawan tetap perkebunan posisi mandor, terdapat tes tertulis, tes wawancara dan tes psikotes. Pada posisi pemetik teh, terdapat tes tertulis dan tes pemetikan di lapangan yang langsung diawasi oleh tim penilai yang menilai kualitas petikan dan kecepatan pemetikan tanpa melukai tanaman yang akan tumbuh selanjutnya.

Sejak tahun 2003 tidak ada pengangkatan karyawan lepas menjadi karyawan tetap. Menurut Mang odang, mandor besar dari sektor delapan Dusun Cigarehong, hal ini dikarenakan kondisi perusahaan yang semakin lama semakin menurun, dan juga tanaman teh yang sudah lama, melebihi 30 tahun sudah tidak berproduktifitas dengan baik lagi.

Bekerja di PT Cevron LTD lebih besar penghasilannya dibandingkan bekerja di perkebunan. Penghasilan di PT Cevron LTD Rp 2.000.000,00 sampai dengan Rp 4.000.000,00 perbulannya, sudah termasuk uang lembur. Akan tetapi menurut masyarakat yang pernah bekerja di PT Cevron LTD, bekerja di PT Cevron LTD memang menghasilkan banyak uang, akan tetapi uang tersebut akan habis dengan gaya hidup para pekerjanya yang berbeda dengan masyarakat lainnya, sehingga mereka yang bekerja di PT Cevron LTD mengaku tidak mempunyai tabungan. Selain gaya hidup, masyarakat yang bekerja di PT Cevron LTD juga sebagian memiliki istri dua, sehingga pengeluaran yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan dengan masyarakat lainnya.

(9)

5.3 Merekonstruksi Ulang Arti dan Indikator Kemiskinan Lokal

Diskusi dalam merekonstruksi ulang kemiskinan, indikator kemiskinan local, dan tangga kehidupan dilakukan beserta dengan perwakilan masyarakat dari dua kampung yaitu Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Diskusi ini dihadiri oleh ketua RT dari masing-masing kampung, yaitu ketua RT 1 Anas (47 tahun), ketua RT 2 Atma (47 tahun), ketua RT 3 Torik (51 tahun), ketua RT 4 Odih (39 tahun), selain itu terdapat beberapa orang yang dipilih karena mereka adalah tokoh dari kedua kampung tersebut yaitu kamim (58 tahun), saleh (58 tahun), Aep (47 tahun), asep (33 tahun) dan Ajat (33 tahun). Asep dan ajat dipilih karena mereka berdua di hormati oleh warga karena keduanya memiliki jenjang pendidikan yang tinggi. Asep lulusan SMK pertanian, sedangkan ajat lulusan D1 dan berprofesi sebagai guru di SDN Cianten. Melalui hasil diskusi, didapat definisi kemiskinan, tangga kehidupan dan batas kemiskinan lokal. Menurut masyarakat, kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki rumah dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya selayaknya orang biasa, yaitu tidak dapat makan dua kali sehari dan tidak dapat menyekolahkan anaknya sampai jenjang SMP. Dari definisi ini, perwakilan yang hadir dalam diskusi memiliki kesimpulan yang sama bahwa semua keluarga yang terdapat di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar termasuk kedalam keluarga miskin karena tidak ada keluarga yang mempunyai kepemilikan yang resmi atas tanah maupun sawah.

Definisi kemiskinan lokal di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar sesuai dengan definisi kemiskinan dari Sudibyo (1995) yaitu kemiskinan adalah kondisi depriviasi terhadap sumber-sumber pemenuhan

(10)

kebutuhan dasar, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan dasar. Karena masyarakat melihat kemiskinan dari bagaimana mereka memenuhi pangan, papan dan pendidikan dasar mereka.

Dalam penentuan indikator kemiskinan untuk setiap tangga kehidupan, masyarakat menentukannya berdasarkan penghasilan dan mata pencaharian dari masyarakat tersebut. Tangga kehidupan di dua kampung ini dibagi menjadi enam tingkatan (Gambar 8).

Tingkat paling bawah disebut fakir miskin, yang ditempati oleh keluarga yang tidak memiliki penghasilan dan sudah lanjut usia. Pada tingkatan ini, penduduk yang sudah lanjut usia ini selain tidak mempunyai pekerjaan, keluarganya tidak memperhatikan atau keluarganya tidak dapat memberikan bantuan karena memiliki masalah ekonomi. Sehingga penghasilan yang ia dapatkan hanya bantuan dari masyarakat ataupun dengan mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Tangga kehidupan kedua dari bawah disebut fakir oleh anggota diskusi. Pada tangga ini dihuni oleh keluarga yang memiliki penghasilan di bawah Rp 100.000,00. Jenis penghasilan ini adalah penghasilan yang tidak tetap, yang kadang bisa di dapatkan dan kadang tidak bisa di dapatkan. Pada tangga ini, penduduk yang sudah lanjut usia juga masuk ke dalam kategori ini. Akan tetapi, penduduk yang sudah lanjut usia ini masih dapat bekerja, ataupun memiliki anak yang dapat memberikan uang kepada dia.

(11)
(12)

Gambar 8. Tangga Kehidupan, Indikator Kemiskinan Lokal Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar

Mampu

Standar

Sedang

Miskin

Fakir

Fakir Miskin

- > Rp 800.000

- PT Cevron

LTD

- Rp

300.000-500.000

- Suami+Istri

KLP

- Buruh Tani

- Pedagang

- Rp

100.000-300.000

- Banyak

tanggungan

- Suami/Istri

KLP

-Penghasilan

tidak

tetap

- Pekerjaan

tidak tetap

- Lanjut

Usia

- Memiliki

keluarga

- Tidak

mempunyai

pekerjaan

- Lanjut usia

- Tidak

punya

keluarga

- Rp

500.000-800.000

- Suami dan

Istri KTP

- Suami/Istri

KTP dan

Suami/Istri

KLP

- Karyawan

PT Cevron

LTD

(13)

Tangga kehidupan selanjutnya adalah tangga ketiga dari bawah dimana tangga yang disebut miskin oleh masyarakat di dua kampung ini diisi oleh penduduk yang memiliki penghasilan dari Rp 100.000,00 sampai dengan Rp 300.000,00. Penduduk pada tangga ini mempunyai penghasilan, akan tetapi mempunyai banyak tanggungan, sehingga penghasilannya tidak mencukupi. Penduduk yang menempati tangga ini adalah penduduk yang suami atau istrinya bekerja di perkebunan sebagai karyawan lepas perkebunan. Selain itu pekerjaan penduduk yang masuk ke dalam tangga ini juga adalah penghasilan yang tidak tetap dan menghasilkan sedikit uang, seperti pengrajin gendongan teh untuk buruh petik perkebunan, karena pekerjaan ini hanya terkadang dilakukan bila ada yang memesan saja, sedangkan yang memesan hanya sedikit, karena tidak adanya pertambahan pekerja pada perkebunan secara signifikan.

Tangga kehidupan yang berada di posisi ketiga dari atas adalah penduduk yang mempunyai penghasilan Rp 300.000,00 sampai dengan Rp 500.000,00. Pada tangga ini, penduduk adalah rumah tangga dengan suami dan istrinya bekerja di perkebunan sebagai karyawan lepas dari perkebunan, menjadi buruh tani, dan berdagang. Buruh tani yang masuk ke dalam kategori ini adalah buruh tani yang bekerja sebagai buruh di lahan orang lain, walaupun ia sendiri mempunyai lahan sendiri. Penduduk yang bekerja sebagai pedagang pada tangga ini adalah penduduk yang berdagang secara kecil-kecilan, yang hanya menjual kebutuhan rumah tangga, makanan anak kecil dan rokok secara kecil-kecilan.

Tangga kehidupan yang berada ke dua dari atas adalah penduduk dengan penghasilan Rp 500.000,00 sampai dengan Rp 800.000,00. Penduduk dengan penghasilan ini adalah rumah tangga yang suami atau istri nya bekerja di

(14)

perkebunan sebagai karyawan tetap perkebunan dan salah satunya juga bekerja di perkebunan, selain itu mata pencaharian penduduk yang berada dalam tangga ini adalah penduduk yang suaminya bekerja di PT Cevron LTD, ataupun berdagang, dengan warung yang sudah cukup besar. Tangga kehidupan yang berada paling atas diisi oleh penduduk dengan penghasilan diatas Rp 800.000,00 yang rata-rata diisi oleh penduduk yang bekerja di PT Cevron LTD.

Keluarga yang dianggap miskin menurut perwakilan masyarakat adalah keluarga yang menduduki tangga kehidupan fakir miskin, fakir, miskin, dan sedang. Sedangkan keluarga yang dianggap sudah mampu untuk memenuhi kehidupannya secara layak adalah keluarga yang menempati tangga kehidupan standar, dan juga mampu.

Perwakilan dari masyarakat yang mengikuti diskusi mengatakan sepakat bahwa mereka semua yang tinggal di daerah perkebunan dan taman nasional adalah keluarga miskin. Karena bila mereka diusir dari tempat tinggal mereka yang sekarang, mereka tidak memiliki tempat tinggal lain, dan mereka akan langsung menjadi gelandangan. Hal ini dikarenakan semua keluarga yang berada baik di Kampung Padajembar maupun Kampung Padajaya tidak memiliki rumah pribadi, rumah yang mereka dirikan berada di atas tanah perkebunan dan taman nasional, sehingga mereka tidak memiliki kepemilikan resmi dari rumah. Begitupula dengan mata pencaharian, bila perkebunan dan PT Cevron LTD tidak ada, maka masyarakat akan kesulitan dalam mendapatkan penghasilan. Karena rata-rata penduduk di dua kampung tersebut menopangkan dirinya pada dua perusahaan tersebut, adapun kegiatan lainnya seperti berdagang merupakan aktivitas mata pencaharian yang tidak langsung bergantung pada PT Cevron LTD

(15)

dan juga perkebunan, karena mereka dapat berjualan karena masyarakat yang bekerja di dua perusahaan tersebut. Hanya kegiatan bertani yang merupakan mata pencaharian yang paling aman, karena tidak bertopang pada kedua perusahaan tersebut, akan tetapi lahan pertanian yang digunakan oleh masyarakat adalah lahan pertanian dari tanah milik perkebunan dan taman nasional.

Indikator kemiskinan lokal Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar berbeda dengan karakteristik rumah tangga menurut BPS (Lampiran 3), yang memasukkan luas lantai bangunan tempat tinggal, jenis lantai bangunan tempat tinggal, jenis dinding bangunan tempat tinggal, fasilitas tempat buang air besar, sumber penerangan rumah tangga, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak, konsumsi daging/ayam/susu/per minggu, pembelian pakaian baru setiap anggota rumah tangga setiap tahun, frekuensi makan dalam sehari, kemampuan membayar untuk berobat ke puskesmas atau dokter, lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga, dan pemilikan aset/harga bergerak maupun tidak bergerak. Sedangkan pada dua kampung ini, jenis rumah (bahan pembentuknya yaitu dari semen atau dari bambu) bukan merupakan indikator kemiskinan karena rumah tidak menjadi hal penting bagi masyarakat. Rumah hanya dibuat untuk kenyamanan saja, dan bentuk rumah tidak menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat di dua kampung tersebut. Begitupula dengan motor, kepemilikan motor bukanlah indikator kemiskinan di dua kampung tersebut. Karena orang yang termasuk kaya di kampung tersebut belum tentu memiliki motor. Penggunaan motor bukan untuk prestise, akan tetapi lebih kepada kepentingan dan kebutuhan dalam menggunakannya. Masyarakat yang bekerja diperkebunan, akan lebih memilih

(16)

untuk berjalan kaki ke tempat bekerjanya (baik perkebunan maupun PT Cevron LTD) ataupun menggunakan truk yang disediakan oleh perkebunan untuk aktivitas perkebunan. Menurut masyarakat, dengan adanya kepemilikan motor, tidak memberikan akses yang lebih kepada masyarakat dalam mengangkut hasil pertanian mereka ke pasar. Karena hasil pertanian yang mereka dapatkan tidak dijual ke luar, hanya sekitar Dusun Cigarehong saja.

Persamaan dari indikator kemiskinan lokal dan karakteristik menurut BPS yaitu frekuensi makan dalam sehari, lapangan pekerjaan, dan pendidikan. Akan tetapi pada lapangan pekerjaan, pada indikator karakteristik BPS yang dapat dilihat pada lammpiran 5, penghasilan rumah tangga dibawah Rp 600.000,00 per bulan, sedangkan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, keluarga yang termasuk ke dalam kategori miskin masuk ke dalam penghasilan di bawah Rp 500.000,00, dan pendidikan pada kategori BPS berdasarkan pendidikan dari kepala rumah tangga, sedangkan kemiskinan pada kategori kemiskinan lokal berdasarkan tingkat pendidikan dari anak keluarga tersebut.

5.4 Kemiskinan Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar

Pada Kampung Padajaya terdapat ketimpangan penghasilan yang dapat dilihat dari adanya dua gunung pada grafik keluarga miskin Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar (lihat Gambar 9). Pada Kampung Padajaya, gunung pertama tercipta pada tangga kehidupan mampu, lembah pada tangga kehidupan standar, kembali naik pada tangga kehidupan sedang, relatif sama pada tangga kehidupan miskin, kemudian menurun membuat lembah lagi di tangga kehidupan fakir dan naik lagi pada tangga kehidupan fakir miskin. Kampung Padajembar

(17)

juga memiliki dua gunung. Lembah pada tangga mampu, naik pada tangga standar, turun lagi pada tangga sedang kemudian naik lagi pada tangga miskin, lembah pada tangga fakir dan fakir miskin. Dua gunung pada Gambar 9 memperlihatkan adanya ketimpangan struktur sosial di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Ketimpangan ini dikarenakan perbedaan penghasilan dan perbedaan akses masyarakat terhadap mata pencaharian dan informasi. Program penanggulangan kemiskinan di dua kampung ini harus memperhatikan kesenjangan tersebut, agar program yang diimplementasikan dapat dibagi merata tidak hanya dinikmati oleh masyarakat yang sudah mampu, akan tetapi dinikmati oleh semua masyarakat yang membutuhkan.

(18)

Terdapat perbedaan jumlah penduduk pada masing-masing tangga di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Kampung Padajaya memiliki keluarga yang masuk ke dalam tangga kehidupan mampu lebih banyak dibandingkan Kampung Padajembar. Keluarga yang masuk ke dalam kategori mampu di Kampung Padajaya dan Padajembar rata-rata adalah keluarga yang bekerja di PT Cevron LTD, selebihnya adalah keluarga yang menopangkan hidupnya pada pertanian.

Keluarga mampu lebih banyak di Kampung Padajaya dibandingkan dengan keluarga di Kampung Padajembar dikarenakan ketua Forum Empat Desa merupakan warga dari Kampung Padajaya, sehingga kebanyakan pekerja yang diambil adalah keluarga atau tetangga dari ketua tersebut. Seperti Uci dari RT 2, yang mendapatkan pekerjaan di PT Cevron LTD karena Tatang, ketua Forum Empat Desa adalah mertua dari beliau. Sehingga ini dapat menjelaskan fenomena adanya perbedaan yang signifikan tingkat kesejahteraan pada kategori mampu di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar.

Forum Empat Desa adalah forum yang diketuai oleh Tatang dari RT 2. Forum ini dibentuk dengan inisiatif warga dari empat desa di sekitar wilayah PT Cevron LTD yaitu desa cibunian, desa ciasmara, desa purwabakti dan desa purasari. Tujuan dari forum ini adalah sebagai wadah PT Cevron LTD untuk memberikan timbal balik kepada masyarakat yang wilayahnya terusik karena adanya PT Cevron LTD. Lewat Forum Empat Desa ini, PT Cevron LTD mengambil masyarakat disekitar wilayahnya untuk bekerja di PT Cevron LTD. Akan tetapi pada prakteknya, masyarakat harus membayar sejumlah uang kepada Forum Empat Desa untuk menjadi dapat bekerja di PT Cevron LTD. Untuk dapat

(19)

bekerja di PT Cevron LTD, masyarakat harus memberikan uang sekitar Rp 1.000.000,00 dan dipotong Rp 50.000,00 per bulannya untuk biaya administrasi.

Tangga kehidupan standar (Lihat Gambar 9) Kampung Padajembar memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan tangga kehidupan standar Kampung Padajaya dikarenakan pada Kampung Padajembar, keluarga yang masuk ke dalam kategori ini adalah keluarga yang bekerja di perkebunan sebagai karyawan tetap baik suami maupun istri, sedangkan pada Kampung Padajaya, tidak adanya mata pencaharian lain yang dapat dikerjakan selain bekerja pada PT Cevron LTD ataupun berdagang, yang membutuhkan modal, membuat masyarakat di Kampung Padajaya sulit untuk masuk kedalam tangga kehidupan ini.

Penghasilan dari berdagang Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar memiliki perbedaan. Penghasilan dari hasil berdagang di Kampung Padajaya lebih besar dibandingkan Kampung Padajembar, karena letak geografis dari kedua kampung yang sangat berbeda. Kampung Padajaya adalah kampung yang memanjang dan sebagian (khususnya RT 1) berada di tepi jalan. Sehingga warga yang berjualan disekitar jalan warungnya dikunjungi oleh orang-orang yang sedang berekreasi ke daerah perkebunan atau TNGH, maupun orang yang menuju Sukabumi atau menuju Leuwiliang. Karena jalan besar yang melintasi kampung ini adalah jalan alternatif menuju sukabumi. Warung di Kampung Padajembar adalah warung untuk warga yang berada di kampung tersebut. Selain itu, letak geografis Kampung Padajembar yang jauh dari jalan utama dan mengumpul pada satu titik, tidak memanjang sesuai dengan jalan dan adanya perbedaan tingkat penghasilan di dua kampung juga mempengaruhi hasil berdagang. Kampung

(20)

Padajaya yang merupakan wilayah dari pekerja PT Cevron LTD memiliki tingkat konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Kampung Padajembar yang masyarakatnya hanya mempunyai uang yang pas-pasan untuk hidup.

Pada tangga kehidupan sedang, Kampung Padajaya memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan Kampung Padajembar. Karena banyaknya buruh tani, pedagang, buruh bangunan di Kampung Padajaya di bandingkan dengan Kampung Padajembar. Hal ini dikarenakan Kampung Padajaya memiliki alternatif pekerjaan yang lebih variatif dibandingkan dengan Kampung Padajembar, dimana Kampung Padajembar hanya diisi oleh karyawan perkebunan.

Jumlah orang pada tangga kehidupan miskin dan tangga fakir di Kampung Padajaya dan kampung Padajembar relatif sama. Pada Kampung Padajaya, kategori ini diisi oleh buruh tani, pedagang sedangkan pada Kampung Padajembar diisi oleh keluarga yang menopangkan hidupnya pada perkebunan termasuk di dalamnya pensiunan dari perkebunan.

Karyawan tetap perkebunan menerima uang pensiun yang berbeda-beda. Karyawan yang telah pensiun sejak lama, hanya mendapatkan uang pensiun yang kecil, yaitu kurang lebih 10 juta. Sedangkan untuk karyawan yang baru saja pensiun, lima sampai enam tahun kebelakang, uang pensiunnya bisa lebih besar yaitu sekitar 30 sampai 50 juta. Sehingga mereka yang telah pensiun juga masuk kedalam kategori yang berbeda pula dalam penelitian ini, tergantung besarnya uang pensiun. Pada tangga kehidupan fakir miskin, Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar memiliki perbedaan yang sangat besar. Hal ini dikarenakan pada Kampung Padajaya masyarakat yang sudah lanjut usia tidak ada yang masih

(21)

bekerja pada perkebunan, sedangkan pada Kampung Padajembar, warga masyarakat yang sudah usia lanjut tetap bekerja di perkebunan sebagai pemetik teh.

Total jumlah antara keluarga miskin dan tidak miskin antara dua kampung tidak jauh berbeda, karena masing-masing kampung memiliki jumlah keluarga miskin yang berbeda-beda satu sama lainnya pada tiap tangga kehidupannya. Hal ini dikarenakan tidak semua masyarakat di Kampung Padajaya yang menopangkan hidupnya pada PT Cevron LTD dan berdagang, banyak masyarakat yang tidak bekerja di PT Cevron LTD dan tidak berdagang dikarenakan tidak adanya modal, menyebabkan mereka harus menjadi buruh tani atau pekerjaan lain yang tingkat pendatannya berbeda jauh dengan bekerja sebagai pekerja di PT Cevron LTD. Sedangkan pada Kampung Padajembar memiliki kemerataan, dikarenakan hampir semua masyarakatnya bekerja di perkebunan dan mempunyai penghasilan yang relatif sama.

Masyarakat di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar dapat dikatakan sebagai daerah yang miskin, karena sebagian besar masyarakatnya yaitu 110 keluarga (71%) berada pada kondisi miskin baik menurut masyarakat maupun berdasarkan standar BPS. Pada Kampung Padajaya, kemiskinan terjadi karena banyak masyarakat di kampung ini yang tidak bekerja pada PT Cevron LTD, berdagang maupun sebagai pekerja di perkebunan. Mereka tidak bekerja pada PT Cevron LTD terkait dengan modal dan koneksi pada Forum Empat Desa, tidak berdagang karena tidak mempunyai modal, sedangkan tidak bekerja di perkebunan dikarenakan sebagian besar warga di Kampung Padajaya menanggap

(22)

pekerjaan di perkebunan memakan banyak tenaga sedangkan hasil yang didapatkan sedikit.

Kemiskinan di Kampung Padajembar terjadi karena gaji dari perkebunan yang sedikit, sehingga masyarakat tidak dapat menabung dan berinvestasi sehingga tidak ada peningkatan kesejahteraan pada hidup masyarakat. Kemiskinan karena upah yang desikit di perkebunan ini mempunyai korelasi dengan yang dinyatakan oleh Mubyarto (1992), bahwa perkebunan adalah ”pabrik pertanian” karena memproduksi hasil berupa output komoditi perkebunan adalah melalui proses memadukan aneka faktor produksi (input) ”modem” (tanah, tenaga kerja, dan modal serta manajemen) laksana sebuah pabrik saja, sehingga tanah dan tenaga kerja yang murah adalah unsur pokok sistem perkebunan. Sehingga penekanan upah untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah merupakan bagian dari perkebunan yang tidak dapat pisahkan, karena itu merupakan suatu hal yang mustahil menaikkan upah dari buruh karena dapat mempengaruhi harga komoditi dari teh.

Kemiskinan yang struktural ini memaksa pekerja perkebunan mencari tambahan penghasilan di luar pekerjaan di perkebunan (Mubyarto, 1992). Sehingga pada Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar dibutuhkan suntikan modal, ilmu pengetahuan dan akses-akses lainnya untuk mengembangkan diri dan memulai usaha lain yang dapat membuat mereka tidak menggantungkan hidupnya pada perkebunan.

5.5 Mobilitas sosial

Indikator mobilitas sosial (lihat Gambar 10) di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar didapat dari hasil diskusi peneliti dengan perwakilan

(23)

masyarakat dari Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Melalui indikator mobilitas sosial ini, diketahui penyebab-penyebab masyarakat turun dari tangga kehidupan, naik tangga kehidupannya ataupun tetap pada tangga kehidupannya dari 10 tahun yang lalu sampai dengan sekarang.

Masyarakat Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yang tetap berada pada tangga kehidupan fakir miskin dan tangga kehidupan fakir sejak 10 tahun yang lalu karena warga tersebut sudah memasuki usia lanjut sejak 10 tahun yang lalu, sehingga tidak ada perubahan pada tangga kehidupan mereka. Pembeda pada tangga kehidupan fakir miskin dan fakir yaitu, pada warga yang tetap pada fakir sejak 10 tahun yang lalu masih memiliki penghasilan walaupun penghasilan ini tidak berubah sampai sekarang jumlahnya.

Masyarakat yang berada tetap pada tangga kehidupan miskin, sedang dan standar memiliki persamaan yaitu memiliki warisan dari orangtuanya, baik tanah untuk rumah, kambing, sawah dan alat elektronik yang dapat digunakan warga tersebut untuk tambahan penghasilannya. Sawah dapat digunakan warga untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri sehingga mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan pangannya. Kambing digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang tidak terduga seperti slametan dan sakit. Rumah dan alat elektornik mengurangi beban warga untuk membeli peralatan dan membangun rumah, sehingga dapat menyimpan penghasilannya untuk hal yang lain, ataupun menabung dengan membeli kambing, atau tidak menjualnya.

(24)

Gambar 10. Indikator Mobilitas sosial - Pernah bekerja di PT Cevron LTD - Pernah bekerja di luar kampong - Mempunyai Mampu Standar Sedang Miskin Fakir Fakir Miskin - Pernah Bekerja di luar kampung - Sudah lama bekerja di PT Cevron LTD - Mempunyai “networking” dengan Forum Empat Desa, dan aparat desa - Memiliki warisan dan Orangtua yang kaya - Pertanian sukses - Tidak ada perubahan penghasilan sejak 10 tahun lalu - Tidak adanya variasi pekerjaan - Tidak memiliki modal - Bertambah tanggungan - Memiliki warisan - Tidak ada perubahan penghasilan sejak 10 tahun lalu - Bertambah Tanggungan - Tidak adanya kenaikan jabatan sejak 10 tahun yang lalu - Memiliki warisan - Sudah Lanjut usia sejak 10 tahun lalu - Tidak adanya perubahan penghasilan sejak 10 tahun lalu - Sudah lanjut usia sejak 10 tahun yang lalu - Tidak ada perubahan penghasilan sejak 10 tahun lalu - Tidak adanya kenaikan jabatan - Memiliki warisan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 - Terkena sakit - Tidak mendapatkan warisan - Orangtua “Gulung Tikar” - Terkena sakit - Masuk penjara - Kondisi fisik semakin lemah - Dari mengagur berubah menjadi memiliki - Memiliki dua penghasilan - Bekerja di PT Cevron - Bekerja di PT Cevron LTD - Pernah bekerja di luar kampung - Pernah bekerja di PT Cevron LTD - Pernah bekerja di luar kampong - Mempunyai modal - Orangtua Mampu

(25)

Persamaan pada masyarakat yang tetap berada pada tangga kehidupan miskin, sedang dan standar yaitu tidak adanya kenaikan jabatan, hal ini dikarenakan pada ketingga tangga tersebut rata-rata diisi oleh masyarakat yang bekerja pada perkebunan. Sudah beberapa tahun terakhir, perkebunan tidak menaikkan harga petikan teh dari para karyawannya, kalaupun ada kenaikan harga petikan hanya beberapa puluh perak saja yang berubah. Sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2009, perubahan harga teh per kilogram yaitu dari harga Rp 350,00 sampai Rp 450,00. Selain tidak adanya kenaikan penghasilan, perkebunan juga tidak mengadakan ”open recruitmen” terhadap karyawan lepas perkebunan menjadi karyawan tetap perkebunan.

Tidak adanya alternatif pekerjaan lain juga menyebabkan masyarakat tetap berada pada tangga kehidupan miskin. Masyarakat yang tidak bekerja baik pada PT Cevron LTD, perkebunan maupun tidak mempunyai modal untuk berdagang, terpakasa menjadi bisnis bangunan, penghulu dan pekerja lainnya yang penghasilannya tidak tetap. Bertambahnya tanggungan bagi pasangan yang sudah menikah pada tangga kehidupan miskin dan sedang juga menyebabkan warga pada tangga kehidupan miskin tidak dapat menaiki tangga kehidupan yang lebih tinggi, karena penghasilan yang didapatkan tetap sama, sedangkan pengeluaran bertambah.

Masyarakat yang berada tetap pada tangga kehidupan mampu, merupakan warga masyarakat yang selama hidupnya tidak bekerja lama di perkebunan yaitu dua kali bulan sampai dua tahun. Warga masyarakat ini mencari jalan lain untuk dapat menghidupi dirinya, baik dari pertanian, maupun bekerja di luar kampung, sehingga sejak dahulu warga ini termasuk kedalam tangga kehidupan mampu, dan

(26)

setelah kembali ke desa, mereka bekerja di PT Cevron LTD atau yang dulunya disebut PT Unocal, yang penghasilannya termasuk kedalam tangga mampu di kampung ini. Warga masyarakat yang tetap berada pada tangga kehidupan mampu ini juga rata-rata adalah warga dari Kampung Padajaya yang memiliki koneksi dengan Forum Empat Desa sehingga dapat dengan mudah bekerja di PT Cevron LTD. Pertanian yang sukses di kampung menyebabkan warga tetap berada pada tangga kehidupan mampu.

Hal yang paling utama yang menyebabkan masyarakat tetap berada pada tangga kehidupan mampu yaitu warga tersebut memiliki orang tua yang masuk kedalam tangga kehidupan mampu juga, sehingga mereka mendapatkan warisan yang lebih banyak dibandingkan warga masyarakat lainnya, selain harta warisan dalam bentuk material, warga ini juga mendapatkan warisan koneksi dari orangtuanya, sehingga orangtua yang sebelumnya memiliki koneksi dengan aparat desa ataupun dengan PT Unocal mewariskan koneksi tersebut kepada anaknya. Hal inilah yang membedakan masyarakat yang masuk kedalam tangga kehidupan mampu sejak dulu dengan masyarakat lain yang tetap berada pada posisi tangga kehidupannya.

Warga masyarakat yang tangga kehidupannya naik satu tangga kehidupan sejak 10 tahun yang lalu dikarenakan:

1. warga tersebut berubah status pekerjaannya dari menganggur menjadi memilki pekerjaan,

2. memiliki dua penghasilan yaitu dari berdagang dan pertanian. Warga ini awalnya hanya bertani, kemudian hasil dari pertaniannya ini dijadikan modal untuk berdagang dan menambah luas dari sawahnya,

(27)

3. karena bekerja di PT Cevron LTD, warga menaiki tangga kehidupan setingkat lebih tinggi dari sebelumnya,

4. warga juga naik tangga kehidupannya dikarenakan pernah bekerja di luar kampung, sehingga memiliki modal, untuk memperbanyak lahan sawahnya dan membeli penggilingan padi.

Warga yang naik satu tangga kehidupan lebih tinggi pada tangga kehidupan sedang ke tangga kehidupan standar dan pada tangga kehidupan standar ke tangga kehidupan mampu memiliki persamaan yaitu bekerja di PT Cevron LTD, yang membedakan keduanya adalah upah yang diterima dari PT Cevron LTD, sehingga mereka menempati tangga kehidupan sekarang yang berbeda pula.

Warga yang naik dua tangga sekaligus hanya sedikit. Kenaikan ini dikarenakan warga tersebut pernah bekerja di luar kampung sehingga mempunyai modal untuk membuka usaha peternakan dan berladang cabai, selain itu keluarga warga tersebut merupakan keluarga yang termasuk tangga kehidupan standar, sehingga uang yang dihasilkan dari bekerja diluar tidak digunakan, melainkan ditabungkan dalam bentuk pembelian kambing.

Warga yang turun tangga kehidupannya sejak 10 tahun yang lalu terbagi menjadi tiga yaitu yang menurun tangga kehidupannya dari tangga kehidupan mampu menjadi tangga kehidupan miskin, dari tangga kehidupan sedang menjadi miskin, dari tangga kehidupan sedang menjadi tangga kehidupan fakir miskin. Warga yang 10 tahun lalu berada pada tangga kehidupan mampu menurun menjadi tangga kehidupan miskin dikarenakan sebelumnya orangtuanya merupakan salah satu warga yang masuk kedalam tangga kehidupan mampu, akan

(28)

tetapi karena orangtua warga tersebut ”gulung tikar” maka tidak ada harta yang diwariskan, sehingga warga tersebut menjadi jatuh miskin. Selain itu, warga yang 10 tahun lalu berada pada tangga kehidupan mampu dan mengalami penurunasn ke tangga kehidupan miskin dikarenakan terkena sakit, yang menyebabkan penghasilan yang ia dapatkan harus ia gunakan untuk perawatan rumah sakit.

Warga yang turun satu tangga dari tangga kehidupan sedang menjadi miskin adalah warga yang sudah semakin tua, sehingga kondisi fisik melemah, dan hasil petikan yang ia dapatkan tidak banyak, yang berpengaruh pada penghasilannya. Terakhir, warga yang turun dari tangga kehidupan sedang menjadi fakir miskin, dikarenakan warga tersebut masuk penjara, sehingga tidak ada yang membiayai pengeluaran dari keluarganya.

Jumlah masyarakat yang tetap berada pada posisi tangga kehidupannya sejak 10 tahun yang lalu, ataupun mengalami perubahan baik naik atau turun pada tangga kehidupannya, dapat dilihat pada Tabel 9. Sebagian besar masyarakat di Kampung Padajaya dan Kampung Padajaya tidak memiliki perubahan status kesejahteraan (tidak berubah posisi dalam tangga kehidupan) sejak sepuluh tahun yang lalu. Warga yang menempati kategori tetap kaya maupun tetap miskin (89,5%) lebih banyak dibandingkan warga yang menempati kategori jatuh miskin dan jadi kaya (10,5%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar jarang terjadi perubahan posisi pada tangga kehidupan, kehidupan di dua kampung tersebut selalu tetap dari 10 tahun yang lalu sampai dengan sekarang.

(29)

Tabel 9. Mobilitas sosial Masyarakat

Tahun Jumlah Persentase 1999 2009 (Orang) (%) Sedang Mampu 10 6.6 Mampu Mampu 3 2.0 Standar Mampu 3 2.0 Sedang Standar 4 2.6 Standar Standar 22 14.5 Miskin Sedang 1 0.7 Sedang Sedang 30 19.7 Miskin Miskin 45 29.6 Fakir Miskin 2 1.3 Sedang Miskin 1 0.7 Mampu Miskin 2 1.3 Fakir Fakir 7 4.6

Fakir Miskin Fakir Miskin 20 13.2

Sedang Fakir Miskin 2 1.3

Total 152 100

Sumber: data primer (2009)

Melalui tangga kehidupan, diketahui tangga kehidupan keluarga yang sekarang dan keadaanya pada sepuluh tahun yang lalu. Dari data ini, rumah tangga dikelompokkan berdasarkan garis kemiskinan lokal menjadi empat kategori yaitu: tetap miskin, jatuh miskin, tetap kaya, jadi kaya (lihat Gambar 11).

Warga masyarakat yang menempati kategori tetap miskin pada Tabel 10 lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat yang masuk ke dalam kategori lainnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar warga masyarakat Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, merupakan masyarakat miskin yang sejak 10 tahun yang lalu sampai dengan sekarang berada pada status miskin.

(30)
(31)
(32)

Tabel 10. Sebaran Masyarakat Berdasarkan Posisi Tangga Kehidupan Masyarakat pada Tahun 1999 dan Tahun 2009

No. Mobilisasi Kemiskinan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Tetap Miskin 108 71,1

2 Tetap Kaya 28 18,4

3 Jatuh Miskin 2 1,3

4 Jadi Kaya 14 9,2

Jumlah 152 100

Sumber: data primer (2009)

Lewat hasil ini, diambil satu orang warga yang masuk kedalam masing-masing kategori, yaitu Apul yang masuk kedalam kategori tetap miskin sejak sepuluh tahun yang lalu, Tatang yang masuk kedalam kategori jatuh miskin, Emis yang menjadi kaya dibandingkan sepuluh tahun yang lalu, dan Uci yang tetap kaya sejak sepuluh tahun yang lalu.

5.5.1 Warga Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yang Tetap Miskin

Apul (30 Tahun) adalah karyawan lepas perkebunan sebagai pemetik teh. Gaji Apul Rp 200.000,00 per bulan. Pekerjaan lain yang dilakukan oleh Apul selain memetik teh, yaitu mengurus kambingnya yang berjumlah dua ekor dengan mengambil rumput setiap habis memetik teh untuk kambing tersebut, selain itu Apul bekerja sambilan di sawah dengan luas tiga gedeng, yang dikerjakan setelah mengambil rumput, dan pada hari libur perkebunan yaitu hari minggu. Dari hasil memetik teh digunakan oleh Apul untuk resiko dapur, yaitu istilah dalam perkebunan untuk kredit sembako, yang langsung dipotong pada saat apul menerima gaji, sehingga gaji bersih yang didapatkannya per bulan Rp 50.000,00

(33)

yang digunakan untuk jajan anaknya, dari hasil memelihara kambing, digunakan oleh Apul untuk membiayai hal-hal yang diluar pengeluaran sehari-hari, seperti biaya melahirkan anak, nujuh bulan, dan slametan. Biaya ini didapatkan dari hasil jual anak kambing, yaitu Rp 100.000,00 per ekornya. Sedangkan dari hasil kerja sambilan disawah, hasil panen beras dapat digunakan untuk makan keluarga selama menunggu masa panen berikutnya.

Apul memiliki tanggungan istri, anak pertama (4,5 tahun), anak kedua (tiga bulan), istri tidak bekerja karena harus mengurus anak yang masih Balita. Apul memiliki rumah, sawah dan TV. Ketiganya didapat dari orangtua setelah Apul menikah, selain itu harta lain yang dimiliki Apul adalah ayam lima ekor dan dua kali ekor kambing milik sendiri.

Apul mulai bekerja di perkebunan sejak umur 12 tahun (tahun 1991). Tahun 2000, Apul pernah bekerja di kota, akan tetapi hanya bertahan paling lama dua bulan selama tiga kali keberangkatan ke kota. Apul di kota bekerja sebagai pembantu rumah tangga dengan gaji Rp 75.000,00 per bulan bersih, akan tetapi gaji ini tidak dapat ditabung karena hanya cukup untuk membeli keperluan Apul saja, sehingga tidak ada peningkatan ekonomi pada tahun tersebut. Pada Tahun 2004 Apul menikah. Pada tahun 2004 tersebut Apul bekerja sebagai pekerja perkebunan bagian perawatan yang menyemprot tanaman teh, akan tetapi hanya berlangsung satu setengah tahun, karena Apul terkena sakit, sehingga tidak diperbolehkan untuk menghirup semprotan pestisida. Gaji yang didapat dari penyemprotan tanaman teh ini lebih dari cukup untuk kebutuhan sehari-hari, sehingga Apul dapat menyisihkan uang yang digunakan untuk slametan anak nujuh bulan dan membeli kambing. Pertengahan tahun 2006, Apul kembali

(34)

menjadi pemetik teh. Pada tahun-tahun berikutnya apul merasa tidak ada perubahan dalam hidupnya, malah lebih sulit karena tanggungan bertambah lagi satu.

Apul, memiliki sawah dengan luas tiga gedeng yang merupakan warisan dari orangtuanya dan didapat setelah menikah. Hasil panen hanya cukup untuk menunggu sampai ke jarak panen selanjutnya. Apul tidak memperluas lahannya, karena tidak mampu mengurus dan tidak adanya modal, bila sawah diperluas, maka jam kerjanya akan meningkat, sedangkan Apul tidak sanggup bekerja sendirian dan tidak mempunyai cukup waktu bila harus bekerja di lahan yang lebih luas.

5.5.2 Warga Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yang Jatuh Miskin

Tatang (31 tahun) bekerja di perkebunan sebagai karyawan lepas bagian pemetikan teh. Selain bekerja di perkebunan, Tatang juga bekerja sebagai pemelihara kambing yang diparo-paro oleh pemiliknya kepada Tatang. Sistem paro-paro kambing ini adalah sistem bagi hasil ternak, dimana pemilik ternak akan memberikan kambingnya untuk diurus kepada orang lain, dan orang tersebut akan memelihara kambing, bila kambing melahirkan, anak kambing akan dibagi dua antara pemilik dan pemeliharanya. Selain itu, Tatang juga bekerja sebagai buruh, buruh ini meliputi berbagai hal, dari memotong kayu, buruh di sawah, atau apapun yang disuruhkan kepada Tatang.

Gaji yang didapat Tatang dan istrinya dari perkebunan yaitu sebesar Rp 300.000,00. Istri Tatang ikut membantu memetik teh sebagai karyawan lepas

(35)

perkebunan. Hasil yang didapat Tatang lebih kecil dibandingkan karyawan lainnya karena Tatang sangat mematuhi peraturan dari perkebunan, Tatang tidak menggunakan sarung tangan pada saat memetik, agar tidak merusak tanaman teh yang akan dipanen selanjutnya, hal ini menyebabkan hasil yang didapatkan Tatang sedikit. Gaji dari perkebunan ini digunakan oleh Tatang untuk kebutuhan sehari-hari keluarganya, akan tetapi gaji ini tetap tidak cukup, sehingga Tatang harus berhutang kepada tetangganya dan dibayarkan dengan cara menjadi buruh mereka yaitu membantu bila masyarakat membutuhkan Tatang di sawah, ataupun memperbaiki rumah, dll. Hasil dari paro-paro kambing digunakan oleh Tatang untuk kebutuhan diluar keperluan sehari-hari seperti slametan, keperluan sekolah anak, dll.

Tahun 1993-1998, Tatang pergi dari kampungnya dan bekerja di Jakarta. Tatang kesulitan mencari pekerjaan di Jakarta, bila dapat pekerjaan, gaji yang didapat sangat sedikit dan hanya cukup untuk kebutuhannya sendiri, bahkan terkadang kurang. Hal ini mungkin dikarenakan kondisi fisik Tatang yang kecil, kurus dan ada luka di bagian matanya. Pada tahun 1998, Tatang kembali ke kampungnya dan mulai bekerja di perkebunan sebagai pemetik teh. Tahun 2000 Tatang menikah dan mempunyai anak. Pada tahun 2002, ayah Tatang meninggal dan tidak memberikan warisan pada Tatang dan tidak lagi memberikan bantuan ekonomi pada Tatang. Pada tahun ini Tatang diusir dari rumahnya dan tidak memiliki rumah lagi, tetangga dan seluruh masyarakat dari Kampung Padajembar membantu Tatang membuat rumah, mereka bergotong royong membuat rumah Tatang baik dari segi tenaga maupun bantuan uang, sehingga untuk membuat rumah yang sekarang Tatang tempati, Tatang hanya mengeluarkan uang Rp

(36)

100.000,00 sisa kebutuhan pembuatan rumahnya ditanggung bersama oleh masyarakat Kampung Padajembar. Pada tahun 2003 Tatang memiliki anak lagi, dan Tatang merasa hidupnya semakin sulit karena memiliki tambahan tanggungan tanpa adanya tambahan penghasilan.

Tanggungan Tatang yaitu istri, anak pertama (8 tahun), anak kedua (4 tahun), Tatang memiliki TV yang dibeli pada tahun 2007 dengan cara kredit. Tatang membeli TV walaupun tidak mampu, karena malu anaknya harus menonton di rumah tetangga sampai malam. Tatang tidak memiliki harta lainnya, termasuk sawah, karena ayah Tatang bangkrut sehingga tidak mewariskannnya apapun pada Tatang, selain itu ayah Tatang memiliki dua orang istri dan dari sebelum sampai akhirnya ayah Tatang bangkrut, semua harta ayahnya dikuasai oleh ibu tirinya. Rumah yang ditempati Tatang sekarang adalah rumah yang dibuat oleh masyarakat dengan cara bergotong-royong, baik dalam hal dana maupun tenaga. Tatang memiliki kambing yang diparo sebanyak lima ekor.

Perbedaan antara Apul dan Tatang yaitu, Apul memiliki orangtua yang dapat mewarisinya harta dan membantu perekonomian Apul pada saat kesulitan, sehingga Apul memiliki jaminan. Sedangkan Tatang tidak memiliki orangtua ataupun saudara yang memberikannya harta untuk modal dan membantu perekonomian Tatang pada saat kesulitan ekonomi. Begitupula dengan gaji, gaji yang diterima Tatang lebih besar Rp 100.000,00 dibandingkan Apul, akan tetapi Tatang tetap tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini dikarenakan Tatang tidak memiliki sawah, sehingga Tatang harus mengeluarkan uang untuk membeli beras, sedangkan Apul memiliki sawah, selain itu anak Tatang umurnya

(37)

lebih besar daripada anak Apul, sehingga kebutuhan anak juga lebih besar anak Tatang dibandingkan anak Apul yang masih Balita.

5.5.3 Warga Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yang Tetap Kaya

Uci (47 tahun) mempunyai pekerjaan sebagai pegawai PT Cevron LTD sejak tahun 2007 dengan penghasilan Rp 2.500.000,00 per bulan. Selain bekerja di PT Cevron LTD, Uci memiliki sawah seluas delapan gedeng yang diurus oleh istri dan dua pekerjanya. Uci juga memiliki enam ekor kambing yang juga diurus oleh istri dan 30 ekor ayam. Dari hasil bekerja di PT Cevron LTD, sudah lebih dari cukup untuk membiayai pengeluaran Uci dan keluarganya. Jumlah tanggungan Uci yaitu: dua orang istri, anak terakhir dari istri pertama (17 tahun) dan anak dari istri kedua (7 tahun), anak-anak Uci yang lainnya sudah menikah.

Sebelum tahun 1985, Uci pernah bekerja di perkebunan sebagai karyawan lepas pada bidang pemetikan teh. Akan tetapi, Uci memutuskan untuk berhenti, karena merasa bekerja di perkebunan capai dan tidak menghasilkan penghasilan yang setimpal dengan pekerjaan yang dilakukan. Tahun 1985 sampai tahun 2000an Uci mulai bekerja pada sektor pertanian, awal mulanya bersawah, akan tetapi Uci mulai belajar dan menyadari bahwa tanah didaerahnya tidak cocok ditanami oleh padi, sehingga Uci beralih ke tanaman cabai, kacang panjang, jagung, pisang dan sayur-sayuran. Tanaman selain padi ternyata lebih baik hasilnya dari pada padi. Pada saat Uci bertanam cabai, kacang panjang, jagung, pisang dan sayur-sayuran, hasil panennya dijual sampai ke Leuwiliang dan komersil, sehingga mendapatkan untung yang besar. Selain bekerja di bidang

(38)

pertanian, pada tahun 1988-1998 Uci juga bekerja sambilan di Perum Perhutani sebagai kader konservasi.

Uci dapat mempertahankan posisi tangga kehidupannya, karena Uci sejak awal sudah tidak bekerja di perkebunan dan menopangkan hidupnya pada pertanian yang lebih menghasilkan, sehingga Uci dapat menabung dan menginvestasikan uangnya pada bidang lain, yang sedikit demi sedikit memberikan hasil pada Uci dan memperbanyak hartanya.

5.5.4 Warga Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yang Jadi Kaya

Emis (30 tahun) bekerja sebagai petani dan pedagang. Dari hasil dagang, Emis dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya, warung dijaga oleh istri sambil menjaga anaknya di rumah. Emis bertani cabe, kacang panjang, dan bawang. Dari hasil bertani ini ditabung untuk memperluas lahan kebunnya dan juga untuk modal membuat ternak ayam di samping rumahnya. Luas lahan Emis yaitu 125 meter yang dibantu oleh dua orang pekerja. Emis memiliki tanggungan yaitu: istri dan seorang anak (5 tahun). Emis memiliki kebun, warung, TV, motor, emas, kerbau dan ayam.

Tahun 1994 sampai tahun 2001, sejak lulus SMP, Emis bekerja di kota Bogor yaitu di pasar Warung Jambu). Emis memutuskan untuk kembali ke kampung karena tidak tahan dengan persaingan yang semakin sulit di pasar, yang ditandai dengan semakin banyaknya orang yang berdagang dan persaingan harga yang semakin ketat, sehingga untung yang didapat semakin sedikit. Setelah berada di kampung, Emis sempat menganggur dan bekerja sambilan, kambing miliknya

(39)

dijual sebagai modal dan kebutuhan hidup. Selama bekerja di pasar, Emis sering mengirimkan uang kepada orangtuanya. Karena orangtua Emis cukup berada, dan dapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri, maka uang Emis ditabungkan oleh orangtua Emis dalam bentuk kambing. Selama bekerja di pasar juga, Emis mengkredit motor, dua tahun setelah Emis tidak bekerja di pasar, motor tersebut telah habis masa kreditnya dan menjadi milik Emis.

Tahun 2004 Emis menikah dan mulai membuka warung dari hasil jual kambing. Dari modal yang Emis kumpulkan sejak bekerja di pasar, Emis berbisnis jualan ayam yang dijual secara kredit kepada masyarakat di Dusun Cigarehong dan sekitarnya. Akan tetapi bisnis jualan ayam ini tidak berhasil, bahkan merugi, karena orang yang membeli ayam secara kredit tidak membayar lunas pada Emis. Sehingga Emis merugi dari usaha ini. Pada tahun 2005, Emis dan temannya bekerja sama bertani cabe. Emis sebagai orang yang menanamkan modal, sedangkan temannya yang mengelola cabe tersebut. Hasil dari bertani cabe ini yaitu Rp 1.000.000,00. Tahun 2007 Emis bekerja di PT Cevron LTD, selama enam bulan, gaji dari PT Cevron LTD habis begitu saja, akan tetapi tersisa sebesar Rp 2.000.000,00 yang dibelikan ladang untuk bertanam cabe dan kacang panjang yang sekarng sedang Emis lakukan.

Pekerja PT Cevron LTD mendapatkan penghasilan yang cukup besar, berkisar Rp 2.000.000,00 sampai dengan Rp 4.000.000,00 per bulannya. Akan tetapi sebagian besar dari pekerja yang bekerja di Cevron tidak dapat menabungkan hasil kerjanya, uang tersebut akan habis dengan gaya hidup berfoya-foya, dan juga memiliki istri lebih dari satu orang. Sehingga banyak ditemukan di Kampung Padajaya yang memiliki istri lebih dari satu orang dan

(40)

beberapa orang yang memiliki suami, akan tetapi tidak diketahui siapa suami warga tersebut.

5.6 Modal Sosial Masyarakat

Menurut Agung (2007), satu hal yang masih bisa diharapkan dan menjadi semacam roh untuk mempertahankan hidup komunitas-komunitas di pedesaan adalah budaya gotong-royong. Praktek gotong-royong, yang dalam istilah akademis sering disebut sebagai social capital ini, terjadi dalam hampir semua segi kehidupan masyarakat. Pada masyarakat di Kampung Padajembar dan Kampung Padajaya, kegiatan gotong-royong ini masih terasa sangat kental. Gotong-royong tidak hanya dalam hal memperbaiki atau membuat fasilitas umum akan tetapi dalam berbagai hal, mulai dari kegiatan tandur, panen peanian, saling membantu bila ada yang sakit, slametan, kawinan, nujuh bulan. Pola gotong-royong ini banyak menanggulangi kebutuhan-kebutuhan yang seharusnya keluar dalam bentuk uang tunai, dan menanggulangi beban masyarakat yang tidak memiliki uang pada saat tersebut.

Pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari juga merupakan bagian dari gotong-royong ini, karena masyarakat yang sudah tidak memiliki beras dapat meminjam beras kepada tetangga atau saudaranya yang masih memiliki cadangan beras hasil panennya. Orang yang meminjam beras dapat mengembalikan beras tersebut baik dalam bentuk beras ataupun membantu di sawah ataupun buruh bila tetangganya tersebut membutuhkan bantuan tenaga.

Selain beras, modal sosial masyarakat juga dalam bentuk kambing. Kambing yang cukup merupakan tabungan yang dirasa lebih nyata bagi petani.

(41)

Masyarakat yang memiliki uang akan menyimpan uangnya dalam bentuk kambing, kemudian kambing diparo-paro, yang dimaksud adalah kambing dibeli akan tetapi diurus oleh orang lain, bila kambing melahirkan, anak dari kambing tersebut adalah milik si pembeli dan yang mengurus dari kambing tersebut.

Gambar

Gambar 6. Pemetik Teh Mengantri Giliran untuk Penimbangan
Gambar 7. Juru Tulis Perkebunan
Gambar 9. Grafik Keluarga Miskin Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar
Gambar 10. Indikator Mobilitas sosial   - Pernah bekerja di PT Cevron LTD - Pernah bekerja di luar kampong - Mempunyai  Mampu Standar Sedang Miskin Fakir Fakir Miskin - Pernah  Bekerja di luar kampung - Sudah lama bekerja di PT Cevron LTD - Mempunyai “netw
+3

Referensi

Dokumen terkait

Say, wirausaha adalah orang yang menggeser sumber sumber ekonomi dari produktivitas terendah menjadi produktivitas tertinggi.Menurutnya, wirausahalah yang menghasilkan

Dalam penginderaan jauh, karena sensor dipasang jauh dari obyek  Dalam penginderaan jauh, karena sensor dipasang jauh dari obyek  yang diindera, diperlukan tenaga yang dipancarkan

Hasil penelitian diatas yang menyebutkan bahwa pendapatan asli daerah (PAD) tidak berpengaruh terhadap penyusunan anggaran belanja modal pada kabupaten dan kota se-Provinsi

Dalam menganalisis, peneliti melakukan interpretasi terhadap data yang berupa kata-kata sehingga diperoleh makna (meaning). Karena itu analisis dilakukan bersama-sama

Alasan penelitian ini mengambil kedua novel tersebut adalah: pertama, cerita Takdir dan Keras Hati merupakan refleksi dari kehidupan sehari-hari dan sistem

menghentikan penerbitan obligasi atas unjuk ini sejak tahun 1982 dan secara resmi dilarang oleh otoritas perpajakan pada tahun 1983. j) Obligasi tercatat adalah obligasi

Dari hasil uji signifikansi regresi sederhana ternyata F hitung <F tabel , atau 2,712< 4,35 maka hipotesis ditolak, dengan demikian, dapat disimpulan bahwa

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis estimasi penduduk yang memiliki dampak tertinggi terhadap kelas bahaya banjir genangan pengolahan Citra Landsat