• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Anfisman 3 Sistem Pencernaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Anfisman 3 Sistem Pencernaan"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

I.

I. Tujuan PercobaanTujuan Percobaan

1.

1. Membuktikan Membuktikan adanya komponen adanya komponen sel-sel epitesel-sel epitel, butir l, butir lemak, leukositlemak, leukosit dan bakteri dalam saliva serta membandingkannya dengan literatur. dan bakteri dalam saliva serta membandingkannya dengan literatur. 2.

2. Mengamati kerja enzim yang terkandung dalam saliva.Mengamati kerja enzim yang terkandung dalam saliva. 3.

3. mengetahui kandungan karbohidrat pada suatu bahan pangan secaramengetahui kandungan karbohidrat pada suatu bahan pangan secara kualitatif.

kualitatif. 4.

4. mengetahui penatapan karbohidrat dengan metode uji iodin.mengetahui penatapan karbohidrat dengan metode uji iodin. 5.

5. Mengamati proses pemecahan protein dengan uji biuretMengamati proses pemecahan protein dengan uji biuret 6.

6. Menentukan kondisi optimum pencernaan protein oleh pepsinMenentukan kondisi optimum pencernaan protein oleh pepsin 7.

7. Menggambarkan Peranan Empedu Dalam PencernaanMenggambarkan Peranan Empedu Dalam Pencernaan 8.

8. Mengetahui peranan pankreatin dalam mencerna albumin dalam putihMengetahui peranan pankreatin dalam mencerna albumin dalam putih telur dan albumin yang ada di serum darah

telur dan albumin yang ada di serum darah

II.

II. Alat dan BahanAlat dan Bahan

Alat: Alat: 1.

1. Tabung reaksi merkTabung reaksi merk Pyrex 6 buah

Pyrex 6 buah 2.

2. Spatel 1 buahSpatel 1 buah 3.

3. Pipet tetes 3 buahPipet tetes 3 buah 4.

4.  pH meter pH meter 5.

5. wadah wadah inkubasi inkubasi 11  buah

 buah 6.

6. InkubatorInkubator 7.

7. Gelas piala merkGelas piala merk Pyrex 50ml 1 buah Pyrex 50ml 1 buah 8.

8. Plat tetes 1 buahPlat tetes 1 buah 9.

9. Gelas ukur 1 buahGelas ukur 1 buah 10.

10. Gelas kimia 100mLGelas kimia 100mL 11.

11. Tabung reaksi (8Tabung reaksi (8  buah)

 buah)

12.

12. Pipet tetesPipet tetes 13.

13. Batang pengadukBatang pengaduk 14.

14. Plat tetesPlat tetes 15.

15. Gelas ukur 10mLGelas ukur 10mL Bahan:

Bahan: 1.

1. Putih telurPutih telur 2.

2. Pepsin 5%Pepsin 5% 3.

3. HCl 0,4%HCl 0,4% 4.

4. Larutan biuretLarutan biuret 5.

5.  Na Na22COCO33 0,5% 0,5%

6.

(2)
(3)

III.

III. Prosedur percobaanProsedur percobaan 1.

1. Uji Mikroskopik Komponen SalivaUji Mikroskopik Komponen Saliva

Saliva diwarnai dengan metilen biru dan ditempatkan diatas Saliva diwarnai dengan metilen biru dan ditempatkan diatas kaca objek. Kemudian tutuplah kaca objek dengan kaca penutup. kaca objek. Kemudian tutuplah kaca objek dengan kaca penutup. Diamati dibawah mikroskop adanya sel epitel, butir-butir lemak, Diamati dibawah mikroskop adanya sel epitel, butir-butir lemak, eukosit dan bakteri.

eukosit dan bakteri.

2.

2. Pencernaan Karbohidrat di MulutPencernaan Karbohidrat di Mulut

Saliva ditampung dalam gelas piala. Agar saliva yang didapat Saliva ditampung dalam gelas piala. Agar saliva yang didapat tidak terdapat banyak gelembung, saat pengeluarannya dilewatkan pada tidak terdapat banyak gelembung, saat pengeluarannya dilewatkan pada  batang pengaduk. Tabung reaksi yang sudah diisi dengan pasta amilum  batang pengaduk. Tabung reaksi yang sudah diisi dengan pasta amilum 5% sebanyak 5mL disiapkan. Saliva ditambahkan ke dalam tabung 5% sebanyak 5mL disiapkan. Saliva ditambahkan ke dalam tabung reaksi kemudian dikocok hingga tercampur rata dan diamkan selama 1 reaksi kemudian dikocok hingga tercampur rata dan diamkan selama 1 menit. Selanjutnya, tabung reaksi sebanyak 8 buah disiapkan yang menit. Selanjutnya, tabung reaksi sebanyak 8 buah disiapkan yang didalamnya sudah diisikan dengan larutan benedict. Kemudian, 1 buah didalamnya sudah diisikan dengan larutan benedict. Kemudian, 1 buah  plat

 plat tetes tetes disiapkan. disiapkan. Saliva Saliva dan dan pasta pasta amilum amilum dicampurkan dicampurkan dandan dibiarkan selama 1 menit. Diambil 1 tetes campuran tersebut untuk dibiarkan selama 1 menit. Diambil 1 tetes campuran tersebut untuk diteteskan ke plat tetes, kemudian iodium ditambahkan sebanyak 1-2 diteteskan ke plat tetes, kemudian iodium ditambahkan sebanyak 1-2 tetes. Secara bersamaan campuran pasta amilum dan saliva diambil tetes. Secara bersamaan campuran pasta amilum dan saliva diambil sebanyak 3 tetesuntuk diteteskan ke dalam tabung reaksi berisi larutan sebanyak 3 tetesuntuk diteteskan ke dalam tabung reaksi berisi larutan  benedict. Dengan

 benedict. Dengan catatan jika timbul catatan jika timbul warna merah ketika warna merah ketika larutan pastalarutan pasta amilum, saliva, dan iodium ditambahkan maka itu menunjukkan amilum, saliva, dan iodium ditambahkan maka itu menunjukkan amilum telah menjadi eritrodekstrin. Jika lama kelamaan menimbulkan amilum telah menjadi eritrodekstrin. Jika lama kelamaan menimbulkan larutan yang tidak berwarna saat larutan pasta amilum, saliva dan larutan yang tidak berwarna saat larutan pasta amilum, saliva dan iodium dicampurkan maka itu menunjukkan bahwa proses pemecahan iodium dicampurkan maka itu menunjukkan bahwa proses pemecahan

(4)

amium telah menghasilkan akromodekstrin. Tahap ini disebut titik amium telah menghasilkan akromodekstrin. Tahap ini disebut titik akromatik. Jika titik akromatik telah dicapai, tabung reaksi dipanaskan akromatik. Jika titik akromatik telah dicapai, tabung reaksi dipanaskan di penangas air yang mendidih selama 5 menit. Gunakan tabung berisi di penangas air yang mendidih selama 5 menit. Gunakan tabung berisi larutan benedict yang dicampur 2mL glukosa 10% sebagai pembanding. larutan benedict yang dicampur 2mL glukosa 10% sebagai pembanding. Kemudian biarkan dingin. Perubahan warna yang terjadi diamati dan Kemudian biarkan dingin. Perubahan warna yang terjadi diamati dan dijadikan indicator apakah amilum telah dicerna oleh enzim-enzim dijadikan indicator apakah amilum telah dicerna oleh enzim-enzim dalam saliva dan proses pencernaan tersebut telah mencapai tahap dalam saliva dan proses pencernaan tersebut telah mencapai tahap mana.

mana.

3.

3. Pencernaan Protein di LambungPencernaan Protein di Lambung a.

a. Proses pencernaan protein secaraProses pencernaan protein secara iin vitron vitro

Putih telur yang telah di haluskan diambil dan di timbang, lalu Putih telur yang telah di haluskan diambil dan di timbang, lalu dimasukkan pada wadah inkubasi. Setelah itu ditambahkan pepsin dimasukkan pada wadah inkubasi. Setelah itu ditambahkan pepsin 5% sampai putih telur terendam. Lalu tambahkan beberapa tetes 5% sampai putih telur terendam. Lalu tambahkan beberapa tetes HCl 0,4% sampai mencapai pH 1,5-2. Lalu campuran tersebut HCl 0,4% sampai mencapai pH 1,5-2. Lalu campuran tersebut ditutup, dan diinkubasi selama 1 hari. Setelah diinkubasi lalu di uji ditutup, dan diinkubasi selama 1 hari. Setelah diinkubasi lalu di uji  biuret,

 biuret, dengan cara dengan cara menambahkan beberapa menambahkan beberapa tetes tetes larutan larutan biuret padabiuret pada campuran yang telah diinkubasi tersebut.

campuran yang telah diinkubasi tersebut.

b.

b. Kondisi optimum untuk aktivitas pepsinKondisi optimum untuk aktivitas pepsin

Tabung reaksi sebanyak 6 buah disiapkan. Lalu pada tabung 1 Tabung reaksi sebanyak 6 buah disiapkan. Lalu pada tabung 1 dimasukkan 5 ml larutan pepsin 5 %, pada tabung 2 dimasukkan 5 dimasukkan 5 ml larutan pepsin 5 %, pada tabung 2 dimasukkan 5 ml HCl 0,4 %, pada tabung 3 dimasukkan larutan pepsin 5% ml HCl 0,4 %, pada tabung 3 dimasukkan larutan pepsin 5% ditambah dengan beberapa tetes HCl 0,4 % sampai pH mencapai ditambah dengan beberapa tetes HCl 0,4 % sampai pH mencapai 1,5-2, pada tabung 4 dimasukkan larutan pepsin 5% ditambah 1,5-2, pada tabung 4 dimasukkan larutan pepsin 5% ditambah dengan larutan Na

dengan larutan Na22COCO33 0,5%, pada tabung 5 dimasukkan aquadest. 0,5%, pada tabung 5 dimasukkan aquadest.

Pada keenam tabung ditambahkan sedikit putih telur. Lalu, keenam Pada keenam tabung ditambahkan sedikit putih telur. Lalu, keenam tabung tersebut diinkubasi selama 30 menit. Setelah di inkubasi, tabung tersebut diinkubasi selama 30 menit. Setelah di inkubasi, masing- masing tabung diambil larutannya sebanyak 2 tetes dan d masing- masing tabung diambil larutannya sebanyak 2 tetes dan d teteskan pada plat tetes lalu di tambahkan 2 tetes larutan biuret. teteskan pada plat tetes lalu di tambahkan 2 tetes larutan biuret.

(5)

Setelah itu, diamati warna pada plat tetes tersebut. Lalu tabung 1 dan tabung 2 dicampurkan dan diinkubasi kembali selama 15-20 menit. Lalu di teteskan pada plat tetes larutan tersebut sebanyak 2 tetes dan di tambahkan larutan biuret sebanyak 2 tetes lalu diamati warna larutan yang di hasilkan.

4. Pencernaan Kimiawi di Usus Halus

a. Percobaan Untuk Membandingkan Kecepatan Pencernaan Albumin dan Serum Darah

2 buah vial disiapkan, masukan larutan pankreatin sebanyak 3 ml dan sedikit putih telur kedalam tabung piala 1, kemudian kedalam tabung piala 2 masukan larutan pankreatin sebanyak 3 ml dan 2 tetes serum darah kemudia kedua tabung tersebut di inkubasi kedalam inkubator dengan suhu 370c, setelah 15 menit ambil  beberapa tetes larutan dari tabung piala 1 dan tabung piala 2 kedalam plat tetes untuk di amati perubahan warna dengan uji biuret menggunakan larutan biuret beberapa tetes, kembali dimasukan kedalam inkubator selang 15 menit sampai menit ke 90, catat hasil yang diperoleh dalam bentuk tabel.

b. Kerja garam empedu terhadap pencernaan lemak

2 tabung reaksi disiapkan, isi tabung reaksi 1 dengan 3 ml d an 1 tetes minyak sayur yang diberi pewarna (sudan), pada tabung reaksi 2 isi dengan 1,5 ml air dan 1,5 ml garam empedu 5% kemudian kedua tabung reaksi tersebut dikocok dan biarkan selama 5 –  10 menit, amati dan bandingkan pada tabung mana minyak terdispersi atau teremulsi.

IV. Data pengamatan.

(6)

( Gambar 1.0 leukosit )

( Gambar 1.1 butiran lemak ) ( Gambar 1.2 sel epitel )

2. XXX

3. Pencernaan Protein di Lambung

a. Proses pencernaan protein secara in vitro

Berat putih telur : 1213,4 mg Penambahan pepsin : 2 ml

(7)

 pH larutan : 2 warna larutan sebelum di uji biuret :

 bening

warna larutan setelah di uji biuret : pink muda

b. Kondisi optimum untuk aktivitas pepsin

Warna larutan tabung 1: tidak berwarna Warna larutan tabung 2: tidak berwarna Warna larutan tabung 3: tidak berwarna Warna larutan tabung 4: tidak berwarna Warna larutan tabung 5: tidak berwarna Warna larutan tabung 6: putih

Setelah dilakukan uji biuret Warna yang dihasilkan:

(8)

 b. Tabung 2 : biru pudar

c. Tabung 3 : ungu

d. Tabung 5 : biru pudar

e. Tabung 4 : biru keunguan

(9)

Setelah dilakukan uji biuret warna larutan biru keunguan

4. Pencernaan Kimiawi Di Usus Halus

a. Tabel pengamatan kecepatan pencernaan Albumin dengan Serum darah oleh pankreatin

waktu setelah pencampuran dengan pankreatin

Hasil uji biuret

Albumin Serum Darah

15 menit kuning - ungu muda/

keruh (+)

kuning - ungu muda (++)

30 menit kuning - ungu muda (++) kuning - ungu muda (+++)

45 menit kuning - ungu muda (+++) kuning - ungu muda (++++)

60 menit kuning - ungu muda

(++++)

kuning - ungu muda (+++++)

75 menit kuning - ungu muda (+++) kuning - ungu muda (++++)

90 menit kuning - ungu muda (+) kuning - ungu muda (++)

Ket : +++++ Sangat pekat ++++ pekat

+++ Lumayan pekat

(10)

+ Hampir tidak  berwarna

Gambar 1.1 albumin dan serum darah

b. Hasil pengamatan kerja garam empedu terhadap pencernaan lemak

Hasil pengamatan Gambar

Tabung 1 (3 ml air + 1 tetes minyak sayur )

Awalnya tidak berwarna kemudian adanya 2 fase yaitu fase minyak di bagian atas dan fase air di  bagian bawah.

Tabung 2 ( 1,5 ml air + 1,5 garam empedu )

Awalnya tidak berwarna setelah ditambah garam empedu larutan terdapat bulir bulir putih dan lebih dahulu terdispersi atau teremulsi.

(11)

V. Pembahasan

1. Pemeriksaan komponen saliva

Saliva merupakan hasil sekret kelenjar yang penting bagi tubuh. Saliva terdiri dari 99,5 % H2O serta 0,5 % protein, glikoprotein dan elektrolit. Protein yang terpenting dari saliva yaitu amilase, mukus, dan lisozim yang  berperan penting dalam fungsi saliva.. Selain itu, saliva juga berfungsi untuk menjaga higiene mulut karena mampu membersihkan residu-residu makanan dalam mulut karena berfungsi sebagai penyangga bikarbo nat yang berfungsi untuk menetralkan asam dalam makanan serta asam yang dihasilkan oleh bakteri di mulut sehingga membantu mencegah karies (Sherwood,2001).

Saliva terdiri dari tiga kelenjar utama yang terdiri dari kelenjar parotis , kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual s erta

kelenjar-kelenjar tambahan yang terdiri dari kelenjar palatinal, kelenjar bukal, kelenjar labialis, kelenjar lingualis, dan kelenjar glossopalatinal.Setiap kelenjar memiliki hasil sekret yang berbeda-beda. kelenjar parotis dan submandibular menghasilkan sekresi yang bersifat serous (encer), kelenjar lingualis menghasilkan sekret yang mukus, serta kelenjar-kelenjar minor sebagian besar menghasilkan sekret yang mukus. Hal ini berkaitan dengan viskositas atau kekentalan dari saliva. Viskositas ini dipengaruhi oleh faktor pengunyahan dan jenis makanan. Selain

viskositas, pH juga sangat dipengaruhi oleh pengunyahan dan jenis makan an(Sherwood,2001)

Dari hasil yang kami peroleh pada percobaan ini terdapat butir butir lemak, sel epitel, dan leukosit sementara bakteri tidak dapat teramati karena pada

(12)

saat proses pengamatan, pengamat tidak melihat dengan teliti, b akteri tidak  bisa teramati oleh metilen blue dikarenakan pemilik saliva membersihkan mulutnya terlebih dahulu sehingga bakteri mati dan hanya terdapat sedikit  pada saliva, namun walaupun sedikit bakteri tetap tidak bisa diamati oleh  pengamat, saliva pengamat dalam kategori normal karena jumlah bakteri

tidak terlalu banyak.

2. Pencernaan Karbohidrat di Mulut

Secara umum karbohidrat merupakan kelompok senyawa yang mengandung unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Banyak karbohidrat mempunyai rumus empiris CH2O, misalnya rumus C6H12O6 (enam kali CH2O). Sedangkan secara biokimia karbohidrat adalah  polihidroksil-aldehida atau polihidroksil-keton, atau senyawa yang menghasilkan senyawa-senyawa ini bila dihidrolisis. Karbohidrat yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi, tentunya tidak begitu saja secara langsung dapat diserap melewati dinding usus untuk selanjutnya masuk ke peredaran darah, melainkan harus dipecah terlebih dahulu menjadi senyawa yang lebih sederhana, dan hal demikian tentunya melalui proses, yaitu proses pencernaan karbohidrat (Lehninger, A.L,1997: 313).

Pencernaan karbohidrat dimulai di mulut dimana bola makanan yang diperoleh setelah makanan dikunyah bercampuran dengan air liur yang mengandung enzim amilase (sebelumnya dikenal seba gai ptialin). Amilase menghidrolisis pati atau amilum menjadi bentuk karbohidrat lebih sederhana, yaitu dekstrin. Bila berada di mulut cukup lama, sebagian diubah menjadi disakarida maltosa. Enzim amilase ludah  bekerja paling baik pada pH ludah yang bersifat netral. Bolus yang

(13)

Fungsi utama dari enzim amilase untuk memecah pati, yang menghasilkan gula sederhana seperti fruktosa, maltosa, glukosa dan dekstrin. Enzim ini bekerja optimum pada suhu 37oC dan pH 7. Amilase menghidrolisis pati matang lebih cepat daripada pati mentah yang ditunjukkan oleh titik akromatik pati matang lebih cepat tercapai. Enzim ini hadir dalam air liur dan mulut, dimana bertindak sebagai katalis untuk pencernaan. Lidah dapat mendeteksi gula menghasilkan amilase, yang merupakan alasan mengapa pati rasanya sedikit manis ketika orang mengunyah. Setelah makanan dikunyah dan bergerak dari mulut ke kerongkongan, makanan tersebut dicampur dengan enzim dan asam kuat. Di sinilah protein dipecah menjadi polipeptida atau asam amino. Empedu dan enzim yang dibuat di pankreas ditambahkan ke dalam campuran makanan di usus halus. Zat-zat ini memecah protein,  pati, lemak dan beberapa gula. Usus besar menyerap nutrisi dan menyelesaikan proses pencernaan makanan yang tidak dapat dicerna sebelumnya. (Campbell, 2001 : 260)

Benedict adalah bentuk lain dari test fehling dan menghasilkan larutan tunggal yang lebih baik untuk pengujian, karena benedict lebih stabil dari pada fehling. Larutan Benedict digunakan untuk menguji adanya kandungan glukosa dalam suatu bahan. Adanya glukosa dalam  bahan ditandai dengan warna merah bata. Sedangkan larutan iodium  berfungsi untuk mengetahui apakah suatu bahan makanan mengandung amilum (karbohidrat) atau zat pati. Bila ditetesi larutan iodium, saliva yang mengandung amilum akan berubah warna menjadi biru kehitaman. Warna biru yang dihasilkan diperkirakan adalah hasil dari ikatan kompleks antara amilum dengan iodin. Sewaktu amilum yang telah ditetesi iodin kemudian dipanaskan, warna yang dihasilkan

(14)

sebagai hasil dari reaksi yang positif akan menghilang. (Page, 1989 : 237)

Saliva mengandung amilase dan lipase. Amilase salivarius mampu menghidrolisis pati dan glikogen menjadi maltosa. Hasil hidrolisis enzimatiknya berupa sakarida yang sederhana dan dekstrin, tergantung dari tingkat hidrolisis amilum maka dekstrin yang terbentuk memiliki berat molekul yang berbeda-beda. Makin lama dekstrin yang terbentuk, makin kecil pula berat molekulnya. Dekstin merupakan senyawa awal yang akan diproses lebih lanjut oleh amilase menjadi senyawa-senyawa disakarida. Pada suhu optimum amilase dapat menjalankan fungsinya mengubah amilum menjadi maltosa. Pada saat senyawa-senyawa dekstrin telah diubah seluruhnya menjadi senyawa disakarida, penambahan iodium akan menghasilkan larutan menjadi tidak berwarna atau jernih. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh senyawa dekstrin yang berwarna merah telah diubah seluruhnya oleh amilase. Saat dimana seluruh amilum dipecah menjadi akromodekstrin disebut dengan titik akromik. Warna jernih dapat terbentuk disebabkan amilum yang berikatan dengan iod sehingga warna ungu telah mengalami proses hidrolisis menjadi maltosa dan dekstrin yang tidak menimbulkan warna apabila berada dalam larutan iodium. Jika saliva tidak dapat mencapai titik akromatik itu terjadi karena enzim amilase mengalami denaturasi pada suasana basa sehingga enzim amilase tidak dapat menghidrolisis pati. Kelenjar saliva yang utama adalah kelenjar  parotis, sub mandibularis dan sublingualis, selain itu juga ada beberapa

kelenjar bukalis yang kecil.

Kandungan enzim amilase pada saliva dapat menjadi rendah akibat amilase banyak dikeluarkan untuk mencerna makanan sebelum diuji pada saat praktikum dan pH makanan yang dimakan membuat

(15)

kerja amilase menjadi tidak optimal sehingga pencernaan amilum membutuhkan banyak amilase, Faktor yang memepengaruhi kerja enzim adalah suhu, pH, keasaman dan konsentrasi substrat dan kofaktor Inhibitor enzim. Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim amilase dalam menghidrolisis adalah suhu. Suhu optimum untuk enzim amilase berkisar 100C-380C, sebagian enzim menjadi tidak aktif pada  pemanasan sampai >600C terjadi denaturasi. Makin besar perbedaan suhu reaksi dengan suhu optimum, maka aktivitas enzim menjadi rendah. Selain suhu ada faktor lain yang juga berperan dalam aktivitas enzim yakni pH. (Wirahadikusumah, 1989 : 65)

Pada praktikum ini indikator yang digunakan adalah larutan iodium karena larutan ini menampakkan perubahan warna (biru) dan  bekerja spesifik pada substrat. Perubahan warna tersebut disebabkan karena adanya proses adsorbsi molekul iodium yang masuk ke dalam aliran spiral amilosa. Pada saat larutan amilum, saliva dan iodium dicampurkan, setelah beberapa saat warna menjadi bening. Hal ini disebabkan karena amilum akan dipecah oleh enzim amilase sehingga kehilangan daya adsorbsi terhadap iodium. Pada saat dilakukan  percobaan, disiapkan tabung reaksi dan plat tetes dimana di dalam tabung reaksi berisi larutan benedict dan plat tetes berisi campuran larutan amilum, saliva dan iodium. Tujuan dilakukannya di tabung reaksi yaitu untuk dijadikan pembanding, dan di plat tetes digunakan sebagai indikator jika telah terjadi perubahan warna untuk mengetahui apakah pencernaan telah terjadi atau tidak atau telah mencapai ditahap mana. Pada saat pencampuran amilum dan iodium kedalam saliva harus  bersamaan untuk menghindari amilum terhidrolisis lebih dahulu oleh enzim amilase sehingga bila terlambat ditetesi iodium tidak akan memberikan perubahan warna biru. Didapatkan hasil bahwa benedict

(16)

ditambah dengan glukosa berubah warna menjadi merah bata pada menit ke-35. Dan pada tabung 2 serta 8 terjadi perubahan warna dari  biru menjadi hijau setelah dipanaskan. Warna hijau, menunjukkan  bahwa konsentrasi monosakarida atau gula pereduksinya sedikit.

Karbohidrat mulai dicerna pada mulut secara mekanik dengan  pengunyahan dan kimiawi oleh enzim α-amilase saliva yang menghidrolisis karbohidrat kompleks menjadi gula-gula sederhana. Pencernaan lebih lanjut terjadi di usus halus dengan bantuan enzim amilase pankreatik, sukrase usus, maltase usus dan laktase usus. α-amilase pankreatik merupakan enzim yang berperan dalam memotong ikatan α-1,4 glikosida secara acak. Enzim ini akan memotong maltosa menjadi maltosa (90%), maltotriosa, glukosa dan amilopektin menjadi dekstrin, maltosa dan maltotriosa. Pada brush border, yaitu membran mikrovili usus halus, oligosakarida dan disakarida akan dipecah menjadi unit-unit heksosa penyusunnya seperti glukosa, fruktosa dan galaktosa. Isomaltase atau α-dekstrinase, terutama berperan dalam hidrolisis ikatan α-1,6, bersama-sama dengan maltase dan sukrase akan memecah maltotriosa dan maltosa. Sukrase akan memecah sukrosa menjadi satu molekul fruktosa dan satu molekul glukosa. Laktase akan menghidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa dan trehalase akan menghidrolisis trehalosa, suatu dimer ikatan α-1,1 glukosa menjadi 2 molekul glukosa. Karbohidrat setelah dicerna dalam usus akan diserap oleh dinding usus halus dalam bentuk monosakarida. Monosakarida sebagian besar dibawa oleh aliran darah menuju hati dan sebagian kecil lainnya dibawa ke sel jaringan 7 tertentu dan mengalami  proses metabolisme lebih lanjut. Di dalam hati, monosakarida mengalami proses sintesis menghasilkan glikogen, dioksidasi menjadi CO2 dan H2O atau dilepaskan untuk dibawa oleh aliran darah ke bagian

(17)

tubuh yang memerlukan. Transpor sebagian besar heksosa secara unik dipengaruhi oleh jumlah Na+ di dalam lumen usus halus. Konsentrasi  Na+ yang tinggi pada permukaan mukosa sel mempermudah influks gula ke dalam sel-sel epitel. Glukosa dan galaktosa masuk ke dalam sel dengan cara difusi terfasilitasi menggunakan kotranspoter atau simport, sodium-dependent glucose transporter (SGLT). Perbedaan konsentrasi  Na+ bagian luar dan dalam sel menyebabkan Na+ dan glukosa mampu masuk ke dalam sel. Di dalam sel Na+ akan bergerak menuju ruang intraseluler lateral kemudian melalui transpor aktif dikeluarkan dari dalam sel, sedangkan glukosa masuk ke dalam interstitium dengan cara difusi terfasilitasi melalui GLUT-2. Dari sini kemudian glukosa terdifusi ke dalam darah. Mekanisme transpor glukosa secara langsung  juga akan mengangkut galaktosa. Transpor fruktosa tidak tergantung  pada Na+ atau transport glukosa dan galaktosa. Transpor fruktosa dari lumen usus halus ke dalam enterosit melalui difusi terfasilitasi menggunakan GLUT 5, kemudian masuk ke interstitium melalui GLUT 2. Kelebihan karbohidrat akan diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam jaringan lemak. Beberapa glukosa yang melalui jaringan otot  juga dapat diubah menjadi glikogen untuk disimpan. Absorpsi karbohidrat dapat dihambat dengan senyawa bioaktif dari tanaman yang  berfungsi sebagai senyawa kompetitor enzim amilase dan

α-glukosidase.

3. Pencernaan Protein di Lambung  Pencernaan di lambung

Dari kerongkongan, makanan masuk ke lambung. Di dalam lambung, makanan dicerna secara kimiawi dengan bantuan enzim yang disebut renin dan pepsin. Enzim renin akan menggumpalkan protein susu yang ada dalam air susu sehingga dapat dicerna lebih lanjut. Di

(18)

dalam lambung terdapat asam klorida yang menyebabkan lambung menjadi asam. Asam klorida dihasilkan oleh dinding lambung. Asam klorida berfungsi untuk membunuh kuman penyakit dan mengaktifkan  pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin berperan mengubah protein menjadi  pepton. Ketika proses pencernaan terjadi di lambu ng, otot-otot dinding lambung berkontraksi. Hal tersebut menyebabkan makanan akan tercampur dan teraduk dengan enzim serta asam klorida. Secara  bertahap, makanan akan menjadi berbentuk bubur. Kemudian, makanan

yang telah mengalami pencernaan akan bergerak sedikit demi sedikit ke dalam usus halus. (Waught,2011)

 Struktur Pepsin dan Kondisi Optimal Pepsin

Pada dasarnya, protein merupakan polimer besar yang  bergabung dengan ikatan peptida. Ikatan peptida adalah hubungan amida yang bergabung dengan gugus amino dari satu asam amino dengan gugus karboksil lain. Protein terdiri dari beberapa jenis asam amino, dengan perbedaan berada di sifat kimia rantai samping. Ketika  banyak asam amino yang bergabung dengan cara ini, itu mengarah pada  pembentukan peptida. Polipeptida terbentuk ketika ratusan asam amino  bergabung dengan cara ini. Dalam kasus protein, satu atau lebih rantai  polipeptida yang diikat bersama oleh interaksi non-kovalen. Mereka memiliki N-terminus, di mana gugus amino dari asam amino akhirnya dihapus linknya, dan C-terminal, di mana gugus karboksil dari asam amino akhir adalah unlinked

Pepsinogen memiliki tambahan asam amino pada 44 N-terminus. Selama transformasi pepsinogen menjadi pepsin, 44 asam amino ini dirilis. Sementara pepsin memiliki residu asam amino esensial yang lebih sedikit, memiliki 44 residu asam. Ini adalah alasan mengapa tetap stabil pada pH yang sangat rendah. Untuk mencegah pencernaan

(19)

sendiri, pepsin harus disimpan pada suhu yang sangat rendah yang  berkisar antara -80 ° C dan -20 ° C.

Pepsin menghidrolisis ikatan peptida protein, memecah mereka ke fragmen polipeptida kecil. Hal ini aktif dalam kondisi yang asam yang disediakan oleh adanya asam lambung dalam perut. pH rendah  perut disebabkan oleh sekresi HCl oleh kelenjar lambung.

Keasaman lambung yang kuat mendenaturasi protein dari makanan yang dicerna, sehingga meningkatkan pemaparan dari ikatan  peptida dari protein. Pepsin bekerja paling baik pada keasaman asam lambung yang normal, yang memiliki pH yang berkisar antara 1,5 dan 2,5.

Impuls dari saraf vagus, serta sekresi gastrin dan hormon sekretin merangsang pelepasan pepsinogen ke dalam lambung, di m ana ia dicampur dengan asam klorida dan cepat diubah menjadi enzim  pepsin. Harus dicatat bahwa pepsin hanya terlibat dalam degradasi  parsial protein. Situs utama pencernaan protein adalah usus, dimana tripsin, kimotripsin (disekresi oleh pankreas), dan lain-lain bekerja pada  pencernaan protein, dengan demikian memecah mereka menjadi  peptida, yang pada gilirannya diubah menjadi asam

amino.(Ganong,2003)

 Mekanisme Kerja Pepsin dan Faktor yang Mempengaruhinya

Enzim mengkatalisis reaksi untuk membuat mereka terjadi lebih cepat, Protease ialah enzim-enzim yang mendegradasi protein. Pepsin ialah protease pencernaan yang memulai degradasi protein dalam lambung. Seiring dengan kimotripsin dan tripsin dalam usus halu s, akan merusak protein dicerna sebagai makanan. Semua enzim ini memiliki  persyratan khusus untuk target mereka dan hanya akan menyerang

(20)

 protein di lokasi asam amino tertentu seperti aromatik asam amino  phenylalanine, triptofan atau tirosin dalam kasus pepsin.

Untuk melindungi jaringan sekitarnya dari kerusakan, protease  pencernaan diproduksi dalam bentuk tidak aktif yang dikenal sebagai zymogen. Pepsin zymogen disebut pepsinogen, ini memiliki tambahan 44 asam amino yang melekat pada molekul. Pepsinogen tetap aktif sampai disekresikan ke dalam cairan lambung dari lambung dan  pertemuan HCI. Pepsin dan HCI disekresikan secara terpisah dan tidak

memenuhi sampai mereka menjadi bagian dari cairan lambung.

Produksi asam lambung dirangsang oleh rasa atau bau makanan yang memicu produksi hormon yang disebut gastrin. HCI menurunkan  pH isi lambung secara dramatis ke pH 1-3. Dalam lingkungan asam ini,  pepsinogen membentangkan dan memotong lepas 44 asam amino ekstra. Ini mengaktifkan enzim, sehingga dapat mulai mencerna protein, hal ini juga memotong molekul pepsinogen lain dan mengaktifkan mereka.

Lingkungan asam membantu enzim dengen denaturasi protein dan menyebabkan perubahan dalam struktur tiga dimensi mereka. Hal ini memperlihatkan lebih banyak peptida untuk dapat diakses oleh enzim pencernaan ini. Paparan tersebut membantu dalam degradasi mereka.

Produk degradasi dikosongkan dari lambung ke dalam usus halus, karena produk dari pepsin hanya sebagian dibelah, mereka ialah  polipeptida. Molekul-molekul ini terlalu besar untuk diserap oleh sel-sel usus. Mereka sel-selanjutnya terdegradasi oleh kimotripsin, tripsin, dan enzim tertentu yang menurunkan peptida. Setelah polipeptida ini telah dipecah menjadi asam amino dan peptida kecil, mereka dapat diserap oleh sel-sel usus dan digunakan sebagai nutrisi bagi tubuh.

(21)

Dibawah ini dibahas lebih lanjut mengenai masing-masing faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim:

1) Suhu

Semua enzim membutuhkan suhu yang cocok agar dapat  bekerja dengan biak. Laju reaksi biokimia meningkat seiring kenaikan suhu. Hal ini karena panas meningkatkan energi kinetik dari molekul sehingga menyebabkan jumlah tabrakan diantara molekul-molekul meningkat.

Sedangkan dalam kondisi suhu rendah, reaksi menjadi lambat karena hanya terdapat sedikit kontak antara substrat dan enzim. Namun, suhu yang ekstrim juga tidak baik untuk enzim. Di bawah pengaruh suhu yang sangat tinggi, molekul enzim cenderung terdistorsi, sehingga laju reaksi pun jadi menurun. Enzim yang terdenaturasi gagal melaksanakan fungsi normalnya. Dalam tubuh manusia, suhu optimum di mana kebanyakan enzim menjadi sangat aktif berada pada kisaran 35°C sampai 40°C. Ada juga beberapa enzim yang dapat bekerja lebih baik pada suhu yang lebih rendah daripada ini.

2)  Nilai pH

Efisiensi suatu enzim sangat dipengaruhi oleh nilai pH atau derajat keasaman sekitarnya. Ini karena muatan komponen asam amino enzim berubah bersama dengan  perubahan nilai pH. Secara umum, kebanyakan enzim tetap stabil dan bekerja baik pada kisaran pH 6 dan 8. Tapi, ada  beberapa enzim tertentu yang bekerja dengan baik hanya di

(22)

 Nilai pH yang menguntungkan bagi enzim tertentu sebenarnya tergantung pada sistem biologis tempat enzim tersebut bekerja. Ketika nilai pH menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah, maka struktur dasar enzim dapat mengalami  perubahan. Sehingga sisi aktif enzim tidak dapat mengikat substrat dengan benar, sehingga aktivitas enzim menjadi sangat terpengaruhi. Bahkan enzim dapat sampai benar- benar berhenti berfungsi.

3) Konsentrasi Substrat

Jelas saja konsentrasi substrat yang lebih tinggi berarti lebih banyak jumlah molekul substrat yang terlibat dengan aktivitas enzim. Sedangkan konsentrasi substrat yang rendah  berarti lebih sedikit jumlah molekul substrat yang dapat melekat pada enzim, menyebabkan berkurangnya aktivitas enzim.

Tapi ketika laju enzimatik sudah mencapai maksimum dan enzim sudah dalam kondisi paling aktif, peningkatan konsentrasi substrat tidak akan memberikan perbedaan dalam aktivitas enzim. Dalam kondisi seperti ini, di sisi aktif semua enzim terus terdapat substrat, sehingga tidak ada tempat untuk substrat ekstra.

4) Konsentrasi Enzim

Semakin besar konsentrasi enzim maka kecepatan reaksi akan semakin cepat pula. Konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi, tentunya selama masih ada substrat yang perlu diubah menjadi produk.

(23)

Aktivator merupakan molekul yang membantu enzim agar mudah berikatan dengan substrat.

 Larutan Biuret

Reagen Biuret ialah suatu uji yang digunakan untuk membuktikan keberadaan gugus kimia ikatan peptida dalam protein. Uji ini memberikan warna ungu dengan adanya zat kimia ini. Reagen ini adalah campuran senyawa anorganik yang disebut kalium hidroksida, kalium natrium tartrat, dan tembaga sulfat.

Tegasnya, uji Biuret ialah uji kimia yang digunakan untuk melacak adanya ikatan peptida. Dengan adanya peptida, ion tembaga(II) membentuk kompleks koordinasi berwarna-ungu dalam larutan alkalis atau basa. Beberapa varian tentang uji ini telah dikembangkan, seperti uji BCA dan uji Lowry yang dimodifikasi.

Reaksi Biuret dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi  protein karena ikatan peptida terjadi dengan frekuensi yang sama per asan amino dalam peptida. Intensitas warna, dan karena itu absorpsi  pada panjang gelom-bang 540 nm, berbanding langsung dengan

konsentrasi, sesuai dengan hukum Beer-Lambert.

Terlepas dari namanya, reagen ini pada kenyataannya tidak mengandung biuret ((H2 N-CO-)2 NH). Uji ini dinamakan demikian

karena juga memberikan reaksi positif terhadap ikatan peptide seperti dalam molekul biuret.

Biuret adalah reagen yang digunakan untuk menguji kandungan  protein suatu bahan makanan. Pengujian biuret dengan cara meneteskan larutan biuret pada bahan makanan yang akan diuji. Jika terkandung  protein pada bahan makanan tersebut maka warna biuret yang tadinya

(24)

 Komposisi dan Fungsi Masing-Masing Komponen Larutan Biuret.

 CuSO4.5H2O

 KNaC4H2O6.4H2O (KNa-Tartrat)  Akuades bebas CO2

  NaOH 10 % bebas karbonat

Adapun kegunaan masing-masing komponenya adalah  CuSO4 memberikan kompleks berwarna

  NaOH/KOH memberikan suasana basa (mengubah Cu2+ Cu+)

 KNaC4H4O6 (Kalium Natrium Tartrat) untuk

menstabilkan kompleks ion Cu2+

 Larutan ion Cu2+ membentuk kompleks dengan ikatan  peptida suatu protein sehingga menghsilkan warna ungu dengan absorbansi dari panjang gelombang maksimal 540 nm

(Soetowo, 2002)

 Percobaan Proses Pencernaan di Lambung Secara I n Vitro Pada praktikum yang dilakukan mula-mula putih telur yang telah dihaluskan dan digunakan sebagai sumber atau sample protein ditimbang lalu di dapat bobot 1213,4 mg. lalu di masukkan kedalam wadah inkubasi dan di tambahkan larutan pepsin sebanyak 2ml sampai terendam. Lalu di tetesi HCl 0,4 % agar pH 2 sama halnya dengan lambung yang asam sebanyak 4 tetes. Setelah itu, diinkubasi selama 1 hari pada suhu 37°sama halnya dengan suhu tubuh normal manusia.

Pada saat awal pembuatan larutan, larutan tidak memiliki warna namun agak keruh karna pengaruh remah-remah putih telur yang cukup lembut.

(25)

Setelah itu, larutan tersebut ditutup dan diinkubasi selama 1 hari. Keesokan harinya warna larutan tidak berubah. Lalu dilakukan uji  biuret, yaitu dengan meneteskan larutan biuret sebanyak 5-7 tetes kedalam larutan tersebut dan terjadi perubahan warna menjadi pink keunguan. Hasil ini menunjukan bahwa protein yang terdiri dari asam amino yang berikatan secara peptida telah pecah ikatanya karena jika  protein masih berikatan ketika dilakukan uji biuret akan menimbulkan warna ungu yang dihasilkan dari reaksi antara ion Cu2+ yang membentuk kompleks dengan ikatan peptida. Dalam hal ini, pepsin memecah ikatan peptide asam amino sehingga pada saat uji biuret warna larutan pink bukan ungu. Tetapi warna pink ini menandakan  bahwa ikatan peptida pada asam amino yang menyusun protein masih terbentuk belum pecah seutuhnya dikarenakan waktu inkubasi yang singkat maka hasil pemecahan ikatan peptida oleh pepsin tidak sempurna. Karena jika ikatan peptide pada asam amino telah hilang ketika dilakukan uji biuret maka larutan akan berwarna lebih pudar dan hampir tidak berwarna.

 Kondisi optimum aktivitas pepsin

Pada percobaan ini, digunakan tabung reaksi sebanyak 6 buah. Pada tabung 1 dimasukkan 5 ml larutan pepsin 5 % dan juga sedikit  putih telur, pada tabung 2 dimasukkan 5 ml HCl 0,4 % dan sedikit putih telur, pada tabung 3 dimasukkan 5 ml larutan pepsin 5 %, sedikit putih telur dan 2 tetes HCl 0,4 % dan di dapat pH 1, pada tabung 4 dimasukkan 5 ml larutan pepsin 5 % dan 2 ml larutan Na2CO3  0,5%

yang merupakan basa, dan sedikit putih telur, pada tabung 5 dimasukkan 5 ml aquadest dan sedikit putih telur, dan tabung 6 dimasukkan sedikit putih telur. Lalu keenam tabung diinkubasi selama 30 menit. Lalu setelah itu dilakukan uji biuret dengan pada plat tetes

(26)

dengan memasukkan masing- masing larutan sebanyak 2 tetes dan di tambah 2 tetes larutan biuret dan di dapat hasil tabung 1 ungu pekat yang menandakan protein masih utuh, tabung 2 menghasilkan warna  biru pudar yang menandakan protein pada putih telur telah rusak, tabung 3 menghasilkan warna ungu yang menandakan protein masih utuh, tabung 4 menghasilkan warna biru keunguan yang menandakan  protein hampir rusak , tabung ke 5 menghasilkan warna biru pudar yang menandakan protein telah rusak, sedangkan tabung terakhir memberikan warna ungu yang sangat pekat menandakan protein masih dalam keadaan utuh.

Dari keenam tabung, dapat dilihat bahwa pepsin dapat bekerja  pada keadaan asam hal itu karena hasil uji biuret pada tabung 2 yang  berisi putih telur dan HCl 0,4 %, pepsin juga bekerja pada keadaan basa karena pada tabung 4 yang berisi Na2CO3 warna dari uji biuret adalah

 biru keunguan namun tidak terlalu efektif karena hasil uji masih menunjukan warna sedikit ungu, dan terakhir pepsin bekerja pada pH netral, karena hasil uji pada tabung 5 yang berisi air adalah menghasilkan warna biru pudar. Hasil ini tidak sesuai karena seharusnya pepsin paling efektif bekerja pada pH asam.

Sedangkan pada tabung 1 yang hanya diisi oleh pepsin hasil uji  biuret memberikan warna ungu dan juga pada tabung 6 yang hasilnya sama hal ini karena pepsin perlu HCl untuk berubah menjadi bentuk aktif dan biuret bereaksi pada protein yang masih utuh. Namun pada tabung 3 yang seharusnya pepsin bekerja optimal karena pH larutan 1, hasil yang didapat pada uji biuret memberikan warna ungu.

Lalu, larutan tabung 1 dan tabung 2 dicampurkan dan diinkubasi kembali selama 15 menit. Lalu setelahnya dilakukan uji biuret kembali

(27)

dan warna yang dihasilkan adalah biru yang menandakan pepsin telah diaktifasi oleh HCl dan protein telah rusak.

Dilihat dari hasil uji biuret campuran tabung 1 dan 2, serta tabung 3 yang berbeda adalah ukuran pHnya. pH larutan di tabung 3 dijaga sedangkan pH di larutan campuran tabung 1 dan 2 tidak. Tetapi yang berhasil memecah protein adalah pada tabung dengan isi campuran tabung 1 dan tabung 2 karena warna yang dihasilkan dari hasil uji adalah biru.

4. Pencernaan Kimiawi di Usus Halus

 Percobaan Untuk Membandingkan Kecepatan Pencernaan Albumin Dan Serum Darah

Usus halus (intestinum) merupakan tempat penyerapan sari makanan dan tempat terjadinya proses pencernaan yang paling  panjang. Usus halus terdiri dari :

1. Usus dua belas jari (duodenum) 2. Usus kosong ( jejenum)

3. Usus penyerap (ileum)

Pada usus dua belas jari bermuara saluran getah pankreas dan saluran empedu. Pankreas menghasilkan getah pankreas yang mengandung enzim-enzim sebagai berikut :

1.  Amilopsin (amilase pankreas) Yaitu enzim yang mengubah zat tepung (amilum) menjadi gula lebih sederhana (maltosa). 2. Steapsin (lipase pankreas) Yaitu enzim yang mengubah lemak

(28)

3. Tripsinogen Jika belum aktif, maka akan diaktifkan menjadi tripsin, yaitu enzim yang mengubah protein dan  pepton menjadi dipeptida dan asam amino yang siap diserap oleh usus halus. (Delmann, 1992)

 Proses Pencernaan Protein Di Usus Halus

Pencernaan protein di dalam usus halus oleh campuran enzim  protease. Pankreas mengeluarkan cairan yang bersifat sedikit basa

dan mengandung berbagai prekursor protease, seperti tripsinogen, kimotripsinogen, prokarboksipeptidase, dan proelastase. Enzim-enzim ini menghidrolisis ikatan peptide tertentu. Di usus halus,  polipeptida diuraikan menjadi asam amino dengan menggunakan

enzim pankreas dan intestinal protease :

 Trypsin, untuk menguraikan ikatan peptida menjadi asam amino lysine dan arginine.

 Chymotrypsin, untuk menguraikan ikatan peptida menjadi asam amino phenylalanine, tyrosine, tryptophan, methionine, asparagine, dan histidine.

 Carboxypeptidase, untuk menguraikan asam amino dari ujung karboksil polipeptida.

(29)

 Elastase dan collagenase, untuk menguraikan polipeptida menjadi polipeptida ynag kebih kecil dan tripeptida.

Enzim yang ada di permukaan sel dinding usus halus:

 Intestinal tripeptidase - menguraikan tripeptida menjadi dipeptida dan asam amino.

 Intestinal dipeptidase - menguraikan tripeptida menjadi asam amino.

 Intestinal aminopeptidase - menguraikan asam amino dari ujung amino polipeptida kecil. (Irianto, K., 2004)

Sentuhan kimus terhadap mukosa usus halus merangsang dikleuarkannya enzim enterokinase yang mengubah tripsinogen tidak aktif yang berasal dari pancreas menjadi tripsin aktif. Perubahan ini juga dilakukan oleh tripsin sendiri secara otokatalik. Di samping itu tripsin dapat mengaktifkan enzim-enzim proteolitik lain berasal dari pancreas. Kimotripsinogen diubah menjadi  beberapa jenis kimotripsin aktif; prokarboksipeptidase dan  proelastase diubah menjadi karboksipeptidase dan elastase aktif. Enzim-enzim pankreas ini memecah protein dari polipeptida menjadi peptide lebih pendek, yaitu tripeptida, dipeptida, dan sebagian menjadi asam amino.Mukosa usus halus juga mengeluarkan enzim-enzim protease yang menghidrolisis ikatan  peptide.

(30)

( Skema tersebut merupakan proses pencernaan di usus halus )  Pengertian Albumin

Albumin merupakan  protein monomer yang larut dalam air atau garam dan mengalami koagulasi saat terpapar panas. Substansi yang mengandung albumin, seperti  putih telur,  disebut albuminoid.  Pada manusia,  albumin diproduksi oleh retikulum endoplasma di dalam hati dalam bentuk   proalbumin,  kemudian diiris oleh badan Golgi untuk disekresi memenuhi sekitar 60%. Pada praktikum kali ini digunakan putih telur dan serum darah sebagai albumin untuk percobaan uji.  Fungsi dari Albumin

 Memelihara tekanan onkotik.  Tekanan onkotik yang ditimbulkan oleh

albumin akan memelihara fungsi ginjal dan mengurangi edema  pada saluran pencernaan,  dan dimanfaatkan dengan metode hemodilusi untuk menangani penderita serangan stroke akut.

 Mengusung hormon tiroid Pankreas e.proteolitik e.proteolitik Proteosa & Pe ton Dipeptida

Asam Amino sirkulasi

(31)

 Mengusung asam lemak menuju hati

 Mengusung obat-obatan dan memperpendek  waktu paruh obat tersebut  Mengusung bilirubin

 Mengikat ion Ca2+

 Sebagai larutan penyangga

 Sebagai protein radang fase-akut negatif. Konsentrasi albumin akan

menurun sebagai pertanda fase akut respon kekebalan tubuh setelah terjadi infeksi,  namun bukan berarti bahwa tubuh sedang dalam keadaan kekurangan nutrisi. (Pearce, E., 2004)

 Pengertian Serum darah

Serum adalah bagian cairan darah tanpa faktor pembekuan atau sel darah. Untuk mengisolasi serum, sampel darah diperbolehkan untuk membeku. Setelah pembekuan selesai, cairan diekstrak menggunakan stik aplikator. Cairan ini selanjutnya disentrifugasi untuk menghilangkan jejak sel atau  penggumpalan. Dalam praktikum kali ini mengapa diambil serumnya atau di

ambil bagian yag terlihat seperti minyak nya saja karena serum darah memiliki antigen lebih dari darah atau plasma sehingga lebih akurat untuk tes atau  pengujian. Antikoagulan dalam plasma atau darah dapat mengganggu reaksi kimia yang digunakan untuk mengukur tingkat konstituen darah, serta dapat menarik air keluar dari sel, menipiskan sampel dan mengubah hasil tes.

(32)

Serum darah terdiri dari globulin, glikoprotein, imunoglobulin, dan Albumin. Empat jenis protein tersebut merupakan protein kompleks itu sebab nya ketika Uji Biuret cairan Albumin yang lebih cepat pudar. (Syaifuddin, 2006)

 Pankreatin

Larutan pankreatin digunakan untuk mengubah protein menjadi pepton atau untuk mengeluarkan enzim-enzim protein, protein di usus dicerna menjadi  pepton, maka pepton akan diuraikan oleh enzim tripsin, kimotripsin, dan

erepsin menjadi asam amino. (Syaifuddin, 2006)  Biuret

Reagen yang digunakan untuk mendeteksi atom N pada struktur protein  jadi biuret tidak akan memberikan warna apabila atom N tidak berikatan dengan ikatan peptida. Uji Biuret digunakan untuk melihat perbedaan kecepatan antara albumin dan serum dengan berubahnya warna. (Syaifuddin, 2006)

Hasil dari percobaan untuk membandingkan kecepatan pencernaan albumin dan serum darah oleh pankreatin. Pada 2 tabung piala tabung A berisi 3 ml larutan pankreatin di tambah beberapa tetes albumin (putih telur) kemudian tabung B berisi 3 ml larutan pankreatin ditambah 2 tetes serum darah, larutan A dan B memiliki warna kuning kemudian di inkubasi dengan suhu 400C, selang 15 menit diambil tabung A dan tabung B dipipet larutan kedalam  plat tetes lalu di tambah kan larutan biuret. 15 menit pertama diperoleh hasil  pengamatan tabung A ( lar. Pankreatin + serum darah ) lebih pekat atau  berwarna keunguan dibandingkan tabung B ( lar. Pankreatin + albumin ) setelah

(33)

larutan kedalam plat tetes lalu di tambah kan larutan biuret hasil pengamatan tabung A dan tabung B satu tingkat lebih pekat di banding 15 menit pertama warna dari A ungu kecoklatan sedangkan B warna larutan lebih keruh dari 15 menit pertama setelah diamati dan di uji biuret masukan kembali ke dalam inkubator, setelah selang 15 menit berikut nya atau menit ke 45 diambil tabung A dan tabung B dipipet larutan kedalam plat tetes lalu di tambah kan larutan  biuret hasil pengamatan tabung A dan tabung B satu tingkat lebih pekat di  banding pada menit ke 30 warna dari A ungu kecoklatan sedangkan B warna larutan lebih keruh dari pada menit ke 30 setelah diamati dan di uji biuret masukan kembali ke dalam inkubator, setelah selang 15 menit berikut nya atau menit ke 60 diambil tabung A dan tabung B dipipet larutan kedalam plat tetes lalu di tambah kan larutan biuret hasil pengamatan tabung A dan tabung B mencapai warna paling pekat dibanding pengujian menit menit sebelumnya, kemudian setelah diamati dan di uji biuret masukan kembali ke dalam inkubator, setelah selang 15 menit berikut nya atau menit ke 75 diambil tabung A dan tabung B dipipet larutan kedalam plat tetes lalu di tambah kan larutan  biuret hasil pengamatan tabung A dan tabung B menurun kepekatan atau

menjadi warna seperti pada menit ke 30 dimana tabung A berwarna keunguan dan tabung B tidak berwarna namun sedikit keruh, kemudian setelah diamati dan di uji biuret masukan kembali ke dalam inkubator, selang 15 menit  berikutnya atau pada menit terakhir pengamatan yaitu pada menit ke 90 di  peroleh hasil pengamatan tabung A dan tabung B kembali ke warna larutan  pada menit ke 15 dimana tabung A memiliki warna kuning keunguan sedangkan tabung B tidak berwarna. Dapat di lihat ciri metabolisme semakin  jernih maka menandakan jumlah zat atau substrat semakin sedikit.

 Kerja garam empedu terhadap pencernaan lemak

Lemak merupakan salah satu unsur penting yang mendukung metabolisme dan  perkembangan manusia. Lemak terbagi menjadi 2 jenis, yaitu lemak nabati dan

(34)

lemak hewani. Proses pencernaan lemak yang sebenarnya terjadi di usus halus, suatu zat hanya dapat dicerna jika terlarut dalam air, sedangkan lemak atau minyak tidak bisa bercampur dengan air, maka untuk dapat mencerna lemak atau minyak ada proses emulsifikasi lemak dan garam empedu sebagai emulgator nya, Proses emulsifikasi sendiri terjadi ketika lemak masuk ke usus dua belas jari. Masuknya lemak ke organ ini, secara biologis akan membuat kantung empedu menghasilkan cairannya. Cairan yang disekresikan hepatosit hati ini adalah zat yang mampu mengemulsikan lemak dan merubah ukurannya menjadi 300 kali lebih kecil dari ukuran semula dengan bantuan enzim lipase dari pankreas, emulsi lemak kemudian dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol. Keduanya akan bereaksi dengan garam empedu untuk kemudian menghasilkan butir-butir lemak (micel) yang siap diabsorpsi oleh usus kosong (jejunum) dan usus penyerapan (ileum). Secara difusi  pasif, butir-butir lemak akan diserap oleh membran mukosa di dinding usus kosong dan usus penyerapan. Butir-butir lemak ini kemudian dibawa dan disalurkan melalui aliran darah ke seluruh tubuh. Pembentukan misel sangat penting untuk  penyerapan vitamin yang larut dalam lemak dan lipid yang rumit di dalam tubuh manusia. Garam empedu terbentuk di hati dan disekresikan oleh kantung empedu memungkinkan misel asam lemak terbentuk. Hal ini memungkinkan penyerapan lipid yang rumit (misalnya lesitin)  dan vitamin larut lemak (A, D, E,  dan K) di dalam misel oleh usus halus. Maka pada percobaan kali ini pada tabung 2 minyak ditambahkan dengan garam empedu lebih mudah terdispersi atau lebih mudah teremulsi berbeda dengan tabung 1 dimana adanya 2 fase terpisahnya antara fase air dan fase minyak, serta mengamati terjadinya emulsi dan dispersi, dilakukan dengan menggunakan air, minyak. Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dengan medium pendispersinya bisa berupa zat  padat, cair, ataupun gas. Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil,sehingga

dibutuhkan zat pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkan. Pemecahan lemak dengan cara hidrolisis dibantu oleh garam asam empedu yang terdapat d alam cairan

(35)

empedu dan berfungsi sebagai emulgator. Dengan adanya garam asam empedu sebagai emulgator, maka lemak dalam usus dapat dipecah-pecah menjadi partikel- partikel kecil sebagai emulsi, sehingga luas permukaan lemak bertambah besar.Hal

ini menyebabkan proses hidrolisis berjalan lebih cepat. (Ville, 1998)

VI. Kesimpulan

1. Pada percobaan ini hanya terdapat butir butir lemak, sel epitel, dan leukosit

2. Pemecahan protein dilakukan oleh enzim pepsin dibantu oleh HCl 3. Pepsin bekerja paling optimum pada pH asam

4. Garam empedu berperan untuk membuang limbah tubuh tertentu (terutama pigmen hasil pemecahan sel darah merah dan kelebihan kolesterol), serta membantu pencernaan lemak dan juga penyerapannya. 5. Pankreatin dalam usus halus bekerja untuk mengubah protein menjadi  pepton atau untuk mengeluarkan enzim-enzim protein, protein di usus dicerna menjadi pepton, maka pepton akan diuraikan oleh enzim tripsin, kimotripsin, dan erepsin menjadi asam amino maka albumin warna lebih cepat berubah

VII. Daftar Pustaka

Baret, J.M., Peter Abramoff, Kumaran, A.K., and Millington, W.F., 1986.  Biology. Prentice Hall: New Jersey.

Campbell, N.A., Reece, J.B. Urry, L.A., Wasserman, S.A., Minorsky, P.V., dan Jackson, R.B. 2001. Biologi Jilid 2 (Edisi Kedelapan). Jakarta : Erlangga.

Delmann, 1992. Buku Teks Histologi Veteriner. UI Press. Jakarta.

Irianto, K., 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Yrama Widya. Bandung.

(36)

Lehninger, A.L. 1997. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Erlangga Page, D.S. 1989. Prinsip-Prinsip Biokimia. Jakarta : Erlangga.

Pearce, E., 2004. Anatomi dan Fisiologi Manusia untuk Paramedis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sherwood, Lauralee. 1996. fisiologi Manusia.Jakarta : EGC

Soewoto, Hafiz, dkk. 2000. Biokimia Eksperimen Laboratorium. Jakarta: Widya Medika.

Syaifuddin, 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Stansfield, William D. et. al. 2003. Biologi Molekuler Dan Sel . Jakarta : Erlangga.

Ville, 1998. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. EGC. Jakarta.

Wirahadikusumah, M. 1989. Biokimia: Protein, Enzim dan Asam Nukleat . Bandung : ITB Press.

VIII. Lampiran Tugas 3.1

(37)

Tugas 3.2

 Fungsi saliva: air ludah mengandung enzim amilase yang mengubah karbohidrat menjadi glukosa

 Pasta amilum: sebagai karbohidrat yang akan diuji

 Fungsi reagen iodium: untuk membuktikan keberadaan gugus kimia iktan  peptide dalam protein

 Mekanisme pencernaan & mulut: karbohidrat + enzim amilase menjadi glukosa / maltose

 Tahap pemecahankarbohidrat dalam mulut kelenjar ludah mengandung 99%air. Enzim ptyalin & lisozym. Enzim inilah yang membantu memecah  polisakarida untuk pertamakalinya menjadi unsur yang lebih sakarida

Maltosa + enzim maltose Sukrosa + enzim sukrosa

(38)

Laktosa + enzim laktosa Amilum + enzim amilase

Tugas 3.3

 Putih telur: mengandung protein

 Larutan pepsin: mengubah molekul protein menjadi pepton

 HCL 0,4%: merangsang/ menubah pepsinogen menjadi pepsin

Dihasilkan enzim pepsin. Enzim pepsin mencerna protein sederhana

Tugas 3.4

Pepsin adalah enzim yang terdapat dalam perut yang akan mulai mencerna  proteindengan memecah bagian protein menjadi bagian yang lebih kecil, enzim pepsin memiliki pH optimum 2-4 dan akan inaktif diatas pH 6. Pepsin adalah salah satu dari 3 enzim yang berfungsi untuk mendegradasi protein yang lain adalah kemotripsin dan tripsin. Pepsin disintesa dalam bentuk inaktif oleh lambung, asam hidroklori juga diproduksi oleh gastric mukosa dan kemudian akan diaktifkan oleh pH optimum yaitu 1-3.

Tugas 3.5

Salah satu zat yang terkandung didalam serum darah adalah albumin yang merupakan protein nebular. Sedang larutan pankreatin digunakan untuk mengubah  protein mejadi pepton, maka pepton, diuraikan oleh enzim tripsin dan erepsin menjadi asam amino. Biuret digunakan untuk melihat perbedaan kecepatan antara albumin dan serum darah dengan berubahnya warna. Terjadi perbedaan kecepatan pencernaan antara sebelum dan ketika diinkubasi karena suhu mempengaruhi kelarutan. Pencernaan oleh serum darah lebih cepat dibandingkan pencernaan albumin karena ukuran partikel serum darah lebih kecil sehingga lebih cepat dicerna.

Gambar

Gambar 1.1 albumin dan serum darah

Referensi

Dokumen terkait

Candida albicans dianggap sebagai spesies yang paling patogen dan menjadi penyebab terbanyak kandidiasis, tetapi spesies lain ada juga yang dapat menyebabkan penyakit

bahwa Formularium Obat, Alat Kesehatan dan Bahan Habis Pakai Pelayanan Kesehatan Haji yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 2266/Menkes/SK/XI/2011 perlu

Orang-orang seperti ini dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum.Untuk dapat melakukan perbuatan hukum berupa meminjam kredit maka harus diwakili oleh

Kertas yang sangat tipis dan berserat dan biasa digunakan untuk membersihkan sesuatu. Berdasarkan jenis-jenis kertas tersebut, jenis kertas yang paling memungkinkan untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis pupuk terbaik dengan mengkombinasikan pupuk kompos TKKS, kotoran ayam, arang sekam padi dengan pupuk NPK dosis

Analisis sensitivitas adalah analisis lanjutan dalam penelitian ini yang ditujukan untuk melihat seberapa besar pengaruh endogen maupun eksogen terhadap perubahan

Penambahan daun kelor dan ampas tebu berpengaruh nyata terhadap waktu pertumbuhan miselium, jumlah badan buah, dan berat basah jamur tiram putih.Perlakuan yang

Karena indikasi-indikasi pada layar osiloskop mengukur waktu antara pantulan pulsadari permukaan depan dan belakang, maka  jarak indikasi adalah merupakan ketebalan