• Tidak ada hasil yang ditemukan

Defisiensi Vitamin A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Defisiensi Vitamin A"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Defisiensi Vitamin A Page 1

DEFISIENSI VITAMIN A

I. Pendahuluan

Peranan vitamin A sebagai suatu zat gizi yang sangat dibutuhkan terutama untuk mata telah dikenal masyarakat. Program nasional pencegahan defisiensi vitamin A beberapa tahun yang lalu telah banyak berhasil mengatasi kasus Xerophtalmia (defisiensi vitamin A pada mata). Sejalan dengan timbulnya krisis ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia, dimana keadaan sosial ekonomi masyarakat menurun berdampak kepada tirnbulnya banyak kasus baru akibat defisiensi vitamin A. Hal ini terlihat karena penulis menemukan beberapa kasus baru defisiensi vitamin A. Hasil survei Xeropthalmia tingkat nasional tahun 1980' menunjukkan bahwa Xeropthalmia di Indonesia bersifat berkelompok. Apabila ditemukan satu atau dua kasus baru, sebenarnya banyak kasus defisiensi vitamin A di daerah tersebut yang tidak terdeteksi ('fenomena gunung es"). Menurut WHO, Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi defisiensi vitamin A tertinggi diantara negara-negara sedang berkernbang. Penelitian Ballintine dan kawan-kawan tahun 1980' pada anak pra sekolah menemukan kasus baru Xerophtalmia pada kornea sejumlah 48.000/tahun dan bukan pada kornea sejumlah 1.250.000/tahun. Penelitian Tarwotjo S. dan Tildan tahun 1980' mengatakan bahwa 20.000 sampai 30.000 anak pra sekolah di Indonesia akan menjadi buta setiap tahun. Hasil survei tahun 1989 di India, ditemukan 100.000 kasus baru kebutaan di India disebabkan defisiensi vitamin A. Dari 213 kasus baru dengan kebutaan menimbulkan infeksi yang meningkatkan angka kesakitan dan kematian. Pada penelitian tahun 1991 ditemukan 14 juta anak prasekolah di negara-negara Asia selatan menderita Xeropthalmia.

Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan membuat 250.000-500.000 orang anak-anak dan menjadi buta setiap tahunnya dan separuh di antaranya akan meninggal dunia dalam tahun tersebut. Lebih kurang 150 juta anak lain menghadapi peningkatan resiko kematian dalam usia anak-anak akibat penyakit infeksi yang disebabkan oleh status vitamin A yang tidak memadai. Vitamin A merupakan istilah umum bagi sebuah kelompok senyawa kimia yang secara structural saling berhubungan dan dikenal dengan nama retinoid; kelompok retinoid ini secara kualitatif mengendalikan efektifitas biologis retinol. Meskipun hanya diperlukan dalam jumlah yang kecil, namun nutrient ini sangat dibutuhkan agar berbagai proses regulasi dan fisiologis lainnya tetap bekerja secara normal dalam tubuh manusia. Kelainan Defisiensi vitamin A terjadi ketika simpanan vitamin A di dalam tubuh terpakai hingga

(2)

Defisiensi Vitamin A Page 2 batas yang mengganggu berbagai fungsi fisiologis sekalipun bukti klinis adanya xeroftalmia (tanda patologis Defisiensi vitamin A pada mata) masih belum terlihat.

Dalam kondisi fisiologis yang normal, hampir 90 % dari vitamin A yang tersimpan ditemukan dalam hati. Kehilanagan simpanan vitamin A ini biasanya terjadi karena asupan vitamin A yang tidak mencukupi dalam satu periode periode waktu tertentu kendati kehilangan vitamin A tersebut juga akan meningkat dengan ada infeksi yang menyertainya. Sebagian besar vitramin A akan didaur ulang antara plasma, hati dan jaringan tubuh lainnya. Laju pemakaian vitamin A oelh jaringan terentu menunjukan adanya adabtasi terhadap ketersediaan vitamin A yang berkurang. Adabtasi homeostatic dan pendaurulangan ini berfungsi untuk mempertahankan kadar vitamin A yang relative konstan dalam darah sampai simpanan di dalam tubuh terpakai di bawah nilai batas yang menentukan.

Sumber Vitamin A

Sumber vitamin A dapat dibedakan atas preformed vitamin A (vitamin A bentuk jadi) dan provitamin A (bahan baku vitamin A). Vitamin A bentuk jadi atau retinol bersumber dari pangan hewani, seperti daging, susu dan olahannya (mentega dan keju), kuning telur, hati ternak dan ikan, minyak ikan (cod, halibut, hiu).

Provitamin A atau korotenoid umumnya bersumber pada sayuran berdaun hijau gelap (bayam, singkong, sawi hijau), wortel, waluh (labu parang), ubi jalar kuning atau merah, buah-buahan berwarna kuning (pepaya, mangga, apricot, peach), serta minyak sawit merah. Sayangnya, pada proses pengolahan lebih lanjut, banyak betakaroten yang hilang, sehingga kadarnya hanya tinggal sedikit pada minyak goreng.

Betakaroten merupakan provitamin A yang paling efektif diubah oleh tubuh menjadi retinol (bentuk aktif vitamin A). Karotenoid lainnya, seperti lycopene (tomat dan semangka), xanthopyl (kuning telur dan jagung), zeaxanthin (jagung), serta lutein, walaupun memiliki aktivitas untuk peningkatan kesehatan, bukan merupakan sumber vitamin A.

(3)

Defisiensi Vitamin A Page 3 II. Isi

2.1 Anamnesis

Dilakukan untuk mengetahui faktor risiko tinggi yang menyebabkan anak rentan menderita xeroftalmia

a. Identitas penderita

 Nama anak

 Umur anak

 Jenis kelamin

 Jumlah anak dalam keluarga

 Jumlah anak balita dalam keluarga

 Anak ke berapa

 Berat Lahir : Normal/BBLR b. Identitas Orangtua  Nama ayah/ibu  Alamat/tempat tinggal  Pendidikan  Pekerjaan  Status Perkawinan 2. Keluhan Penderita a. Keluhan Utama

Ibu mengeluh anaknya tidak bisa melihat pada sore hari (buta senja) atau ada kelainan pada matanya. Kadang-kadang keluhan utama tidak berhubungan dengan kelainan pada mata seperti demam.

b. Keluhan Tambahan

Tanyakan keluhan lain pada mata tersebut dan kapan terjadinya ? Upaya apa yang telah dilakukan untuk pengobatannya ?

3. Riwayat penyakit yang diderita sebelumnya

 Apakah pernah menderita Campak dalam waktu < 3 bulan ?

 Apakah anak sering menderita diare dan atau ISPA ?

(4)

Defisiensi Vitamin A Page 4

 Apakah anak pernah menderita infeksi cacingan ?

 Apakah anak pernah menderita Tuberkulosis ? 4. Kontak dengan pelayanan kesehatan

Tanyakan apakah anak ditimbang secara teratur mendapatkan imunisasi, mendapat

suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi dan memeriksakan kesehatan baik di posyandu atau puskesmas (cek dalam buku KIA/KMS anak).

5. Riwayat pola makan anak

 Apakah anak mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan?

 Apakah anak mendapatkan MP-ASI setelah umur 6 bulan ? Sebutkan jenis dan frekuensi pemberiannya

 Bagaimana cara memberikan makan kepada anak : Sendiri / Disuapi. 2.2 Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik

Dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda atau gejala klinis dan menentukan diagnosis serta pengobatannya, terdiri dari :

a. Pemeriksaan umum

Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan timbulnya xeroftalmia seperti gizi buruk, penyakit infeksi, dan kelainan fungsi hati. Yang terdiri dari :

 Antropometri

Pengukuran berat badan dan tinggi badan

 Penilaian Status gizi

Apakah anak menderita gizi kurang atau gizi buruk

Bila BB/TB : > -3 SD - < -2 SD, anak menderita gizi kurang atau kurus Bila BB/TB : £ 3, anak menderita gizi buruk atau sangat kurus.

 Periksa matanya apakah ada tanda-tanda xeroftalmia.

(5)

Defisiensi Vitamin A Page 5 b. Pemeriksaan Khusus

 Pemeriksaan mata untuk melihat tanda Xeroftalmia dengan menggunakan senter yang terang. (Bila ada, menggunakan loop.)

 Apakah ada tanda kekeringan pada konjungtiva (X1A)  Apakah ada bercak bitot (X1B)

 Apakah ada tanda-tanda xerosis kornea (X2)

 Apakah ada tanda-tanda ulkus kornea dan keratomalasia (X3A/ X3B)  Apakah ada tanda-tanda sikatriks akibat xeroftalmia (XS)

 Apakah ada gambaran seperti cendol pada fundus oculi dengan opthalmoscope (XF).

Pemeriksaan Laboratorium

 Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnosa kekurangan vitamin A, bila secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas KVA, namun hasil pemeriksaan lain menunjukkan bahwa anak tersebut risiko tinggi untuk menderita KVA.

 Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum retinol. Bila ditemukan serum retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita KVA sub klinis.

 Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan untuk mengetahui penyakit lain yang dapat memperparah seperti pada :

 pemeriksaan darah malaria  pemeriksaan darah lengkap  pemeriksaan fungsi hati

 pemeriksaan radiologi untuk mengetahui apakah ada pneumonia atau TBC  pemeriksaan tinja untuk mengetahui apakah ada infeksi cacing serta pemeriksaan

darah yang diperlukan untuk diagnosa penyakit penyerta.

 Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan di Puskesmas, Rumah Sakit/Labkesda atau BKMM, sesuai dengan ketersediaan sarana laboratorium.

2.3 Diagnosis

2.3.1. Diagnosis Kerja: Defisiensi Vitamin A

Diagnosis KVA ditentukan berdasarkan anamnesis konsumsi makanan, gejala-gejala xeroftalmia, kelainan kulit dan pemeriksaan kadar vitamin A dalam darah.Kadar vitamin A

(6)

Defisiensi Vitamin A Page 6 pada defisiensi vitamin A yang telah menunjukkan gejala-gejala adalah < 20 ug/dl.Pada tes adaptasi gelap, terlihat ketidakmampuan pasien beradaptasi terhadap perubahan intensitas cahaya.Pada pemeriksaan visus, visus pasien defisiensi vitamin A normal, kecuali jika pasien sudah mengalami kelainan refraksi pada matanya.

2.3.2. Diagnosis Banding 1) Retinitis pigmentosa

Retinitis pigmentosa merupakan kelainan autosomal resesif, autosomal dominan, X-linked resesif atau simpleks.Retinitis pigmentosa ditandai dengan tanda karakteristik degenerasi sel epitel retina terutama sel batang dan atrofi saraf optic, menyebar tanpa gejala dan peradangan.Penyakit ini merupakan kelainan yang berjalan progresif yang bermula sejak masa kanak-kanak.Kabanyakan pasien tanpa riwayat penyakit pada keluarga sebelumnya. Umumnya proses mengenai seluruh lapisan retina berupa terbentuknya jaringan ikat secara progresif lambat disertai proliferasi sel pigmen pada seluruh lapisannya.Terjadi pembentukan masa padat putih kebiru-biruan yang masuk ke dalam badan kaca.

Gejalanya sukar melihat di malam hari selain lapang pandang menjadi sempit dibanding normal, penglihatan sentral dinyatakan dengan adanya buta warna.Pada funduskopi terlihat penumpukan pigmen perivascular dibagian perifer retina.Terdapat atrofi pigmen epitel retina, arteri menciut, sel dalam badan kaca dan papil pucat.Sering disertai pigmentasi retina berkelompok dan gangguan penglihatan dan katarak supkapsular.

2) Kelainan Refraksi Mata

Kelainan refraksi adalah penurunan ketajaman penglihatan yang dapat dikoreksi dengan kaca mata.Ketajaman penglihatan dikatakan normal apabila mata tanpa akomodasi dapat dengan jelas melihat gambar/ tulisan pada jarak 6 meter dengan sudut pandang 5º (sudut visualis). Macam-macam kelainan refraksi mata, yaitu:

 Miopia(rabun jauh),yaitu penurunan ketajaman penglihatan jauh jika dibanding dengan orang normal. Pasien myopia akan mengeluhkan sakit kepala, sering disertai

(7)

Defisiensi Vitamin A Page 7 juling, dan celah kelopak mata sempit.Kelainan ini dapat ditolong dengan pemberian kaca negatif / cekung.

 Hipermetrop, yaitu penderita dengan kelainan ini mengeluh ketajaman penglihatannya kabur baik jauh maupun dekat, sakit kepala, silau, dan kadang rasa juling atau lihat ganda. Kelainan ini dapat dikoreksi dengan lensa positif / cembung. Keadaan ini banyak timbul pada anak-anak, terutama anak yang lahir prematur, dengan bertambahnya usia maka terjadi pertumbuhan bola mata sehingga ukuran koreksi lensanya menurun.

 Astigmatisma,yaitu kelainan ketajaman penglihatan disebabkan karena penderita tidak dapat melihat sama jelas pada gambar disatu bidang datar. Hal ini disebabkan karena kelengkungan kornea, pasca infeksi, dan pasca bedah kornea.

3) Pinguecula

Pinguekula merupakan benjolan pada konjuntiva bulbi yang ditemukan pada orang tua, terutama yang matanya sering mendapat rangsangan sinar matahari, debu, dan angina panas.Letak bercak ini pada celah kelopak mata terutama bagian nasal.Pinguekula merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva. Pembuluh darah tidak masuk ke dalam pinguekula akan tetapi bila meradang atau terjadi iritasi, maka sekitar bercak degenerasi ini akan terlihat pembuluh darah yang melebar. Pinguekula tidak memerlukan pengobatan, akan tetapi bila terlihat tanda peradangan, dapat diberikan obat-obat antiperadangan.

2.4 Etiologi dan Factor resiko Etiologi

Xeroftalmia terjadi akibat tubuh kekurangan vitamin A. Bila ditinjau dari konsumsi makanan sehari-hari kekurangan vitamin A disebabkan oleh :

1. Konsumsi makanan yg tidak mengandung cukup vitamin A atau provitamin A untuk jangka waktu yang lama.

(8)

Defisiensi Vitamin A Page 8 3. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau zat gizi

lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin A dalam tubuh.

4. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada penyakit-penyakit antara lain penyakit-penyakit pankreas, diare kronik, Kurang Energi Protein (KEP) dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat.

5. Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik, menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A.

Faktor resiko

Sebagai permasalahan kesehatan masyarakat, defisiensi vitamin A terjadi di lingkungan social , ekonomi dan ekologi yang miskin dan Negara sedang berkembang serta mengalami transisi. Pengaruh relative factor kausal pada tingkat makro maupun mikro dapat sangat bervariasi antarnegara ataupun antar daerah dalam suatu Negara. Oleh karena itu kita harus memahami kondisi suatu daerah ketika ingin membuat program intervensi yang tepat dan efektif. Walaupun begitu, ada beberapa factor resiko dibaliknya yang cenderung menandai sebagian besar situasi ketika defisiensi vitamin A lazim ditemukan.

Usia

Berbagai tingkat defisiensi vitamin A, mulai dari bentuk subklinis hingga bentuk malnutrisi dengan kebutaan yang berat (keratomalasia), dapat terjadi pada setiap usia jika keadaaanya cukup ektrim. Namun demikian, sebagai persoalan kesehatan masyarakat, defisiensi vitamin A khususnya defisiensi yang berat akan menyerang anak-anak dalam usia prasekolah. Keadaan ini terjadi karena kebutuhan vitamin A bagi pertumbuhan pada anak-anak ini cukup tinggi, sementara asupan vitamin dari makanan sering kali lebih rendah dengan pajangan infeksi yang lebih berat.insidens xeroftalmia kornea paling prevalen pada anak-anak yang berusia 2-4 tahun. Pada anak-anak di bawah usia 12 bulan, penyakit kornea merupakan kejadian yang relatif jarang dijumpai (terutama karena efek protektif pemberian ASI) tetapi keratomalasia lebih sering terjadi di antara bayi-bayi yang hidup dalam kondisi sosio ekonomi yang rendah.

Prevvalensi xeroftalmia ringan, terutama buta senja (XN) dan bercak bitot (XB), meningkat seiring usia hingga usia prasekolah dan keterkaitan ini ternyata berbeda-beda di antara berbagai

(9)

Defisiensi Vitamin A Page 9 budaya terlepas dari angka xeroftalmia yang spesifik menurut usia. Defisiensi vitamin A subklinis juga sering ditemukan diantara anak-anak usia sekolah, remaja, dan dewasa muda pada komunitas yang sama dan prevalensinya pada anak-anak kecil cukup tinggi.

Gender

Pada orang dewasa yang sehat, kadar retinol plasma maupun RBP ternyata berada pada level 20% lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada wanita, kendati signifikasni fisiologis perbedaan ini masih belum jelas. Walaupun begitu laki -laki umumnya memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami resiko buta senja dan beercak bitot dibandingkan dengan perempuan selama usia prasekolah dan awal usia sekolah. Perbedaan gender ini tidak begitu jelas dalam hal xeroftalmia yang berat. Perbedaan pada budaya pemberian makan dan perawatan anak-anak laki dan perempuan dalam sebagian populasi dapat menjelaskan variasi menurut gender ketika hal ini diamati.

Status fisiologis

Dengan meningkatnya kebutuhan akan vitamin A pada usia pertumbuhan cepat, anak-anak kecil merupakan kelompok yang pali rentan. Kebutuhan akan vitamin A juga meningkat selama masa kehamilan dan menyusui; dengan demikian ibu hamil dan menyusui dalam populasi yang kehilangan haknya tidak mampu memnuhi kebutuhan yang meningkat selama periode itu.

Diet

Penyebab dasar yang melandasi defisiensi vitamin A sebagai permasalahan kesehatan masyarakat adalah diet atau pola makan yang kurang mengandung vitamin, baik senyawa karitenoid preformed atau provitamin A untuk memenuhi kebutuhan. Populasi yang mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok dan serat pangan dalam kehidupan setiap hari ternyata sangat beresiko mengalami defisiensi vitamin A.

Pemberian ASI, kualitas makanan tambahan, dan kualitas diet anak semuanya merupakan faktor penting untk mempertahankan status vitamin A. Ada bukti jelas yang menunjukan bahwa anak-anak yang mendapatkan ASI menghadapi kemungkinan yang lebih kecil untuk mengalami defisiensi vitamin A jika di bandingkan dengan anak-anak pada usia yang sama yang tidak memperoleh ASI. Lebih lanjut, peningkatan frekuensi pemberian ASI juga memberikan efek protektif terhadap xeroftalmia.

(10)

Defisiensi Vitamin A Page 10 Kondisi Sosio Ekonomi

Dalam pengertian kesehatan masyarakat, kemiskinan menjadi sebab utama defisiensi vitamin, sekalipun tidak selalu demikian. Pada umumnya, defisiensi vitamin A ditemukan terutama di negara-negara yang perekonomiannya relatif miskin. Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa keluarga dengan anak-anak yang menderita xeroftalmia ringan memiliki lahan yang lebih sempit, kondisi perumahan yang lebih buruk, hewan peliharaan yang lebih sedikit, dan kemampuan ekonomi yang lebih rendah.

2.5 Epidemiologi

Setelah KEP dan anemia karena defisiensi besi, keadaan defisiensi vitamin A merupakan penyakit gizi yang paling serius dan tersebar luas di antara anak-anak kecil. Pada awal tahun 1990-an WHO mengestimasikan bahwa diseluruh dunia terdapat hampir 14 juta anak yan g setiap tahunnya terkena xeroftalmia dan 190 juta anak yang beresiko untruk mengalami defisiensi vitamin Asubklinis. Estimasi ini terutama berdasarkan pada penampakan gejala klinis pada mata, dan dari sini dibuat estimasi populasi totalyang beresiko. Pada tahun 1994, WHO memperbaharui informasi tentang besarnya permasalahan defisiensi vitamin A yang berdasarkan bukti biokimiawi defisiensi vitamin A subklinis denagn didukung oleh indicator biologis lainnya dan factor risiko ekologis seperti diet yang buruk. Estimasi global tahun 1994 tersebut menunjukan bahwa 2.8 juta anak prasekolah secara klinis terkena defisiensi vitamin A dan 251 juta lebih mengalami defisiensi subklinis. Jadi, 254 juta anak pra sekolah mungkin beresiko pada kesehatan dan kelangsungan hidup mereka.

Dua buah kawasan yaitu Asia dan Afrika memiliki hampi 90 % dari persoalan global ini. Meskipun prevalensi defisiensi klinis vitamin A yang menurun bersamaan dengan usia, namun bentuk defisiensi vitamin A yang paling ringan juga ditemukan pada remaja serta orang dewasa dan wanita dalam usia reproduktif dengan prevalensi xeroftalmia yang ringan dapat melampaui prevalensi pada anak prasekolah.perlu diperhatikan bahwa estimasi besarnya permasalahan tersebut tidak mengikutsertakan remaja dan wanita dalam usia reproduktif, dan dengan cara ini, kemungkinan besar terdapat perkiraan besaran masalah dibawah jumlah sebenarnya ( sekalipun estimasi yang berikutnya telah menurunkan angka untuk jumlah anak kecil yang bereisko menjadi lebih kurang 140 juta).

(11)

Defisiensi Vitamin A Page 11 2.6 Manifestasi Klinis dan patogenesis

Efek klinis defisiensi vitamin A yang paling dikenali dan dapat dideskripsikan adalah efeknya pada mata (xeroftalmia) yang menimbulkan kebutaan permanen jika keadaan tersebut tidak ditangani, kecuali jika sudah terjadi kematian. Kendati demikian, defisiensi vitamin A pada hakikatnya mengenai semua membran mukosa tubuh dan dampaknya pada mata baru terjadi sesudah sejumlah organ lain terkena. Mekanisme yang melandasi keadaan ini sekarang diketahui berkaitan dengan penurunan kekebalan tubuh di samping dengan perubahan fisiologis lainnya. Xeroftalmia dan Keratomalasia

Defisiensi vitamin A sudah lama didefinisikan dalam pengertian tanda-tanda klinis mata yang sebenarnya lebih menggambarkan manifestasi defisiensi yang berat. Xeroftalmia menggambarkan konsekuensi pada penglihatan yang ditimbulkan oleh defisiensi vitamin A, meliputi buta senja (XN), xerosis konjungtiva (XIA), bercak bitot (XIB), xerosis kornea (X2), ulserasi (X3A) atau nekrosis/keratomalasia (X3B).

Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO/USAID UNICEF/HKI/ IVACG, 1996 sebagai berikut :

XN : buta senja (hemeralopia, nyctalopia) XIA : xerosis konjungtiva

XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot X2 : xerosis kornea

X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea. X3B : keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea XS : jaringan parut kornea (sikatriks/scar)

XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti ÒcendolÓ.

XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera diobati karena dalam beberapa

(12)

Defisiensi Vitamin A Page 12 hari bias berubah menjadi X3. X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).

Buta Senja (XN)

Manifestasi Klinis :

 Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.

 Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-remang setelah lama berada di cahaya terang

Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.

Buta senja merupakan gejala klinis spesifik yang paling awal pada defisiensi vitamin A dan biasanya menjadi stadium xeroftalmia yang paling prevalen. Kejadian ini mencerminkan kegagalan sel-sel batang fotoreseptor dalam retina untuk mempertahankan penglihatan perifer dalam keadaan cahaya yang kurang terang. Opsin yang merupakan protein akan terikat secara kovalen ddengan senyawa 11-cis-retinal untuk membentuk rhodopsin (pigmen visual berwarna ungu). Pajanan cahaya, sekalipun dengan intensitas yang rendah pada bagian posterior mata akan membuat rhodopsin menjadi putih. Reaksi ini mengawali impuls elektrokimia disepanjang nervus optikus hingga otak menghasilkan penglihatan. Siklus visual akan selesai ketika vitamin A aldehid tersebut kembali menjadi sel-sel batang dalam segmen paling luar untuk membentuk rhodopsin. Kekurangan vitamin A membuat siklus tersebut tidak dapat diselesaikan sehinggga timbul gangguan penglihatan pada cahaya yang kurang terang dan jika keadaannya cukup berat, gangguan tersebut menyebabkan buta senja.

Riwayat buta senja berkaitan dengan konsentrasi retinol serum yang rendah sampai mengalami kekurangan pada anak-anak prasekolah dan ibu hamil. Anak kecil dan ibu yang menderita buta senja akan mudah tersandung dengan penglihatan yang buruk pada senja atau malam hari. Keadaan gizi dan penyakit lainnya yang turut menimbulkan buta senja (misalnya defisiensi zink, pelisutan tubuh, anemia, infeksi) lebih prefalen di Asia Selatan dari pada di Asia tenggara atau Afrika.

(13)

Defisiensi Vitamin A Page 13 Xerosis konjungtiva (X1A)

Tanda-tanda :

 Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.

 Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah warna kecoklatan. Xerosis konjungtiva dengan bercak bitot (X1B)

Tanda-tanda :

 Tanda-tanda xerosis kojungtiva (X1A) ditambah bercak bitot yaitu bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata sisi luar.

 Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai kriteria penentuan prevalensi kurang vitamin A dalam masyarakat.

Efek metaplasia dengan keratinisasi yang ditimbulkan oleh defisiensi vitamin A pada permukaan mukosa tubuh meliputi konjungtiva bulbaris. Pada defisiensi kronis, xerosis konjungtiva tampak sebagai permukaan yang bergranulasi, kering, tidak dapat dibasahi atau kasar dan paling mudah dilihat pada penglihatan samping dengan senter. Pada permukaan mata, lapisan film air mata terpecah sehingga terlihat permukaan yang xerotik. Pada pemeriksaan histologi, lesi tersebut menggambarkan transformasi dari sel epitel kolumner permukaan yang normal dengan sel-sel goblet yang mensekresikan mukus secara berlimpah menjadi sel epitel skuamosa berlapis yang kurang mengandung sel-sel goblet.

Pada xerosis tingkat lanjut, bercak berbuih berwarna abu-abu hingga putih kekuningan pada sel-sel yang mengalami keratinisasi serta baksil saprofit, dan dinamakan bercak bitot, dapat berkumpul pada permukaan konjungtiva sisi temporal. Pada kasus xerosis yang lebih berat, bercak tersebut ditemukan pula dipermukaan nasal. Bercak bitot yang timbul pada ank-anak prasekolah umumnya memberikan respons yang baik terhadap pemberian vitamin A berpotensi tinggi selama 2-5 hari dan bercak tersebut kemudian menghilang dalam waktu 2 minggu walaupun mungkin masih terlihat sebagai suatu kumpulan kecil selama beberapa bulan. Pada

(14)

Defisiensi Vitamin A Page 14 sebagian kasus, gejala X1B dapat menunjukan sifat resisten terhadap pemberian vitamin A dan lebih mencerminkan riwayat di masa lalu daripada riwayat sekarang.

Xerosis (X2), Ulserasi (X3A), dan Nekrosis pada kornea (X3B)

Tanda-tanda X2:

 Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea.

 Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.

Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit infeksi dan sistemik lain)

Tanda-tanda X3A dan X3B :

 Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.

 Tahap X3A : bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea.

 Tahap X3B : Bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3 permukaan kornea.

 Keadaan umum penderita sangat buruk.

 Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah)

Xeroftalmia pada kornea menggambarkan dekompensasi akut sel epitel kornea dan keadaan kedaruratan medis yang mengancam penglihatan. Xerosis kornea memperlihatkan respons yang cepat terhadap pemberian vitamin A, yang biasanya terlihat dalam waktu 2-5 hari sesudah dilakukannya terapi. Respons tersebut berupa pemulihan kornea kembali kepada keadaan normal tanpa sekuele (gejala sisa) yang permanen dalam waktu 1-2 minggu. Xerosis kornea yang tidak diobati akan menimbulkan kebutaan pada satu atau kedua mata. Ulkus kornea yang kecil dan dangkal serta biasanya di bagian perifer sumbu penglihatandapat sembuh dengan kerusakan struktural minimal atau dengan resiko kehilangan penglihatan minimal. Ulkus tersebut akan sembuh dengan membentuk jaringan parut berbentuk opaque (putih keruh) yang disebut leukoma. Ulkus yang berlubang akan tersumbat oleh jaringan iris dan pada kesembuhannya, membentuk leukoma adheren; karena kejadian ini sering terjadi di tepi kornea, penglihatan sentral pada mata yang sembuh tetap utuh. Nekrosis kornea (keratomalasia) harus segera ditangani dengan terapi vitamin A yang standar dan disertai pemberian antibiotik yang sesuai serta intervensi gizi lainnya. Jika tidak keadaan ini akan menyebabkan kerusakan mata dengan kebutaan permanen.

(15)

Defisiensi Vitamin A Page 15 Xeroftalmia scar (XS) = sikatriks (jaringan parut) kornea

Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan parut. Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok kornea.

Keterkaitan Defisiensi Vitamin A dengan Kekurangan Besi

Kekurangan vitamin A dapat mempengaruhi metabolisme zat besi jika defisiensi kedua mikronutrien tersebut terjadi secara bersamaan dan khususnya jika terdapat pula beban penyakit infeksi yang tinggi. Respons hemoglobin yang maksimal terjadi ketika defisiensi vitamin A dan zat besi diperbaiki bersamaan. Defisiensi vitamin Aterlihat memperngaruhi simpanan zat besi yang akan digunakan oleh jaringan hematopoetik.

2.8 Penatalaksanaan

Pedoman pengobatan diperbaharui pada tahun 1997. Anak-anak yang menderita xeroftalmia pada stadium apapun harus diobati dengan pemberian vitamin A menurut pedoman pengobatan WHO; pengobatannya adalah denagn memberikan preparat vitamin A dosis tinggi pada saat pasien ditemukan, kemudian pada hari berikutnya dan pada 1-4 minggu berikutnya seperti pada tabel berikut:

Penanganan xeroftalmia dan penyakit campak pada semua kelompok usia

Saat pemberian a

Anak berusia 0-5bulan

Anak berusia 6-12

bulan Anak berusia bulan > 12,

remaja, dan dewasa laki-lakib

Segera pada saat diagnosis ditegakkan 50 000 IU 100 000 IU 200 000 IU Hari berikutnya (diserahkan kepada ibu 50 000 IU 100 000 IU 200 000 IU untuk diberikan di rumah pada hari

berikutnya juka diperlukan)

Pada kontak berikutnya (sedikitnya 2 50 000 IU 100 000 IU 200 000 IU minggu kemudian)

(16)

Defisiensi Vitamin A Page 16

Sumber WHO (1997)

a Semua vitamin A diberikan peroral dan sebagai preparat berbahan dasar minyak.

b Wanita dalam usia reproduktif tidak boleh mendapatkan suplemen ini kecuali dalam kondisi kedaruratan medik.

Terapi antibiotik mungkin diperlukan menurut keadaan anak ketika diperiksa. Penyuluhan tentang gizi dan kesehatan lainnya harus diberikan kepada ibu atau orang yang merawat anak itu sebagai upaya untuk mencegah kembalinya pasien yang sama dikemudian hari dan karena anggota keluarga lainnya kemungkinan besar juga menghadapi resiko yang sama. Karena pasien ataupun anak-anak yang lain cenderung menderita defisiensi atau penyakit lainnya atau beresiko untuk mengalami kelainan tersebut, pemeriksan harus dilakukan terhadap semua anak seperti yang telah disebutkan dalam panduan managemen penyakit anak secara terpadu (IMCI)

Buta senja pada awal masa anak-anak akan bereaksi dalam waktu 24-48 jam terhadap pemberian 200.000 IU vitamin A (6600 mg). Meskipun menurut pedoman WHO pengobatan ibu hamil yang menderita buta senja dilakukan dengan pemberian 25.000 IU vitamin A (825 mg) setiap minggu atau dengan pemberian 10.000 IU (330 mg) setiap hari selama sedikitnya 4 minggu, namun hasil uji coba secara acak yang dilakukan di Nepal melaporkan bahwa suplementasi seminggu sekali dengan vitamin A 23.000 IU selama jangka panjang hanya akan mencegah sekitar 2/3 kasus buta senja pada ibu. Rekomendasi ini baru saja ditinjau kembali oleh WHO dan tidak ada perubahan pada rekomendasi terakhir tentang dosis maksimal vitamin A yang aman. Kendati demikian, anak-anak dengan KEP berat harus dipantau dengan cermat dan mendapatkan dosis vitamin A tambahan jika perlukan, yang biasanya diberikan setiap 4 minggu sekali, sampai status gizi khususnya protein sudah membaik.

Memperbaiki status gizi pada anak yang mengalami malnutrisi, sementara status defisiensi vitamin A tidak dikoreksi, dapat meningkatkan kebutuhan untuk menggunakan simpanan vitamin A yang sudah kekurangan itu dan menimbulkan tanda-tanda klinis kekurangan vitamin A yang nyata. Anak-anak yang mengalami defisiensi vitamin a paling sering mengalami defisiensi lebih dari satu mikronutrien dan keadaan ini harus dipikirkan ketika kita memberikan saran serta penyuluhan gizi yang harus selalu menyertai pengobatannya.

(17)

Defisiensi Vitamin A Page 17 Pada wanita dalam usia reproduktif dengan gejala buta senja atau bercak bitot, pemberian 10.000 IU vitamin A per hari atau pemberian 25.000 IU seminggu sekali selama sedikitnya empat minggu merupakan jadwal terapi yang dianjurkan. Namun tanpa tergantung apakah hamil atau tidak, pada semua wanita dalam usia reproduktif yang memperlihatkan tanda-tanda xeroftalmia yang berat, dan beresiko untuk kehilangan mata serta mengalami kebutaan sehingga harus dilakukan pengobatan seperti pada tabel di atas. Bagi populasi dengan prefalensi infeksi HIV yang tinggi (>10%) juga dianjurkan agar setiap neonatus mendapatkan ekstra dosis 50.000 IU vitamin A pada saat lahir dengan memperhatikan status vitamin A (dan mikronutrien lainnya) pada ibu hamil dan menyusui.

Pemberian Obat Mata :

Pada bercak Bitot tidak memerlukan obat tetes mata, kecuali ada infeksi yang menyertainya. Obat tetes/salep mata antibiotik tanpa kortikosteroid (Tetrasiklin 1%, Khloramfenikol 0.25-1% dan Gentamisin 0.3%) diberikan pada penderita X2, X3A, X3B dengan dosis 4 x 1 tetes/hari dan berikan juga tetes mata atropin 1 % 3 x 1 tetes/hari.

Pengobatan dilakukan sekurang-kurangnya 7 hari sampai semua gejala pada mata menghilang. Mata yang terganggu harus ditutup dengan kasa selama 3-5 hari hingga peradangan dan iritasi mereda. Gunakan kasa yang telah dicelupkan kedalam larutan Nacl 0,26 dan gantilah kasa setiap kali dilakukan pengobatan. Lakukan tindakan pemeriksaan dan pengobatan dengan sangat berhati-hati. Selalu mencuci tangan pada saat mengobati mata untuk menghindari infeksi sekunder, Segera rujuk ke dokter spesialis mata untuk mendapat pengobatan lebih lanjut.

Terapi Gizi Medis

Pengertian

Terapi Gizi Medis = adalah terapi gizi khusus untuk penyembuhan kondisi atau penyakit kronis dan luka-luka serta merupakan suatu penilaian terhadap kondisi pasien sesuai intervensi yang diberikan agar klien serta keluarganya dapat meneruskan penanganan diet yang telah disusun.

Tujuan :

 Memberikan makanan yang adekuat sesuai kebutuhan untuk mencapai status gizi normal.

(18)

Defisiensi Vitamin A Page 18

Syarat :

a. Energi

Energi diberikan cukup untuk mencegah pemecahan protein menjadi sumber energi dan untuk penyembuhan. Pada kasus gizi buruk, diberikan bertahap mengikuti fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi, yaitu 80-100 kalori/kg BB, 150 kalori/ kg BB dan 200 kalori/ kg BB.

b. Protein

Protein diberikan tinggi, mengingat peranannya dalam pembentukan Retinol Binding Protein dan Rodopsin. Pada gizi buruk diberikan bertahap yaitu : 1 Ð 1,5 gram/ kg BB / hari ; 2 Ð 3 gram/ kg BB / hari dan 3 Ð 4 gram/ kg BB / hari

c. Lemak

Lemak diberikan cukup agar penyerapan vitamin A optimal. Pemberian minyak kelapa yang kaya akan asam lemak rantai sedang (MCT=Medium Chain Tryglycerides). Penggunaan minyak kelapa sawit yang berwarna merah dianjurkan, tetapi rasanya kurang enak.

d. Vitamin A

Diberikan tinggi untuk mengoreksi defisiensi. Sumber vitamin A yaitu ikan, hati, susu, telur terutama kuning telur, sayuran hijau (bayam, daun singkong, daun katuk, kangkung), buah berwarna merah, kuning, jingga (pepaya, mangga dan pisang raja ), waluh kuning, ubi jalar kuning, Jagung kuning.

e. Bentuk makanan

Mengingat kemungkinan kondisi sel epitel saluran cerna juga telah mengalami gangguan, maka bentuk makanan diupayakan mudah cerna.

2.10 Pencegahan

Penyebaba utama defisiensi vitamin A di negara bekmbang adalah asupan vitamin A yang tidak memadai dari amakanan, bioavaibilitas sumber protein vitamin A yang buruk, khususnya dalam sayuran, dan kekurangan vitamin A dalam makanan pokok berupa sereal (beras). Faktor kondribusi lainnya yang penting, meliputi peningkatan kebutuhan pada stadium tertentu dalam siklus kehidupan, peningkatan penggunaan vitamin pada saat infeksi, khususnya campak, dan faktor sosioekonomi seperti distribusi dalam rumah tanggga serta faktor gender. Dengan demikian, pencegahan defisiensi vitamin A dan konsekuensinya harus menangani asupan vitamin A ketika penyakit infeksi yang terjadi pada saat yang bersamaan dan konteks yang lebih luas tempat anak-anak serta keluarga hidup.

(19)

Defisiensi Vitamin A Page 19 Signifikansi defisiensi vitamin A dalam kesehatan masyarakat sudah diakui dan dikenali secara global pada bulan Desember 1992 dalam konferensi International FAO ( Foot and Agriculture Organization)/WHO tentang gizi (International Conference of Nutrition), perwakilan 159 negara sepakat untuk emmberantas defisiensi vitamin A serta kelainan defisiensi iodium (GAKI) sebagai permasalahan kesehatan masyarakat pada akhir abad ke 20 dan mengurangi secara signifikan prevalensi anemia defisiensi besi. Pada tahun 1990, the World Summit for Children yang disponsori oleh UNICEF telah menerapkan tujuan yang lebih luas bagi kesehatan serta kesejahteraan anak. Tujuan gizi yang meliputi tujuan bagi mikronutrien yang disepakati pada forum ini disuarakan pada ICN tersebut.

Pilihan intervensi yang tersedia bagi pencegahan dan pengendalian defisiensi vitamin A, meliputi:

 Pendekatan berbasis pangan yang mencakup diversifikasi, edukasi gizi, dan fortifikasi makanan pokok dan makanan dengan nilai tambah.

 Suplementasi kapsul vitamin A dengan peningkatan perhatian terhadap suplemen multimikronutrien dan suplemen mingguan berdosis rendah

 Intervensi kesehatan masyarakat seperti imunisasi nasional, promosi pemberian ASI, dan penanganan penyakit infeksi

 Perubahan peluang yang disediakan bagi masyarakat melalui modifikasi lingkungan politik, sosioekonomi dan fisik; sebagaimana persoalan kesehatan masyarakat lainnya, kelompok masyarakat yang paling rentan adalah penduduk yang paling m iskin

2.11 Prognosis

Prognosis tergantung pada gejala defisiensi vitamin A. Pada pasien dengan buta senja, xerosis konjungtiva, bitot spot, dan xerosis kornea (XN-X2) dapat sembuh dengan sempurna dengan terapi pemberian vitamin A. Gejala defisiensi vitamin A yang sangat berat, seperti keratomalasia dan xeroftalmia scar tidak dapat kembali normal walaupun telah diterapi dengan pemberian vitamin A. Prognosis dapat bertambah buruk jika terdapat penyakit lain yang menyertai defesiensi vitamin A, seperti infeksi dan KEP.

(20)

Defisiensi Vitamin A Page 20 Daftar Pustaka

1. Gibney Michael J, Margets Barrie M, Kearney John M, Arab Lenore. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: ECG;2009.

2. Sediaoetama Achmad Djaeni. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat ;2006. 3. Barasi Mary E. Ilmu Gizi At a Glance. Jakarta: Erlangga;2009.

4. Ilyas sidarta, Tanzil Muzakkir, Salamun, Azhar Zainal. Sari ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI;

5. Ilyas sidarta. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta:FKUI;

6. Mansjoer A, Suprohita, dkk. Kurang Vitamin A. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapitus; 2000.

7. Deteksi dan Tatalaksana Xeroftalmia departemen Kesehatan RI diunduh dari http://www.gizi.net /xeroftalmia

8. Fakultas Kedokteran UI, Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Jakarta,2001

9. Prof. dr. Sidarta Ilyas dan Dr. Ramatjandra, Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata, Jakarta,2000

Referensi

Dokumen terkait

1) Pengujian fungsional menunjukkan hasil seperti yang diharapkan, seluruh proses permainan berjalan dengan baik. 2) Pengujian performa aplikasi klien menunjukkan hasil yang

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan dan penulisan kerja praktek ini adalah melakukan perancangan dan pembangunan aplikasi pembagian kelas

Kegiatan dalam penelitian ini telah berhasil mengembangkan perangkat pembelajaran matematika berorientasi pendidikan karakter dengan model Treffinger dalam bentuk prototipe

Firewall adalah istilah yang biasa digunakan untuk menunjuk pada suatu komponen atau sekumpulan komponen jaringan, yang berfungsi membatasi akses antara dua jaringan, lebih khusus

Dengan melihat hasil penelitian maka peneliti mengambil beberapa kesimpulan. Berikut beberapa kesimpulan tersebut: 1) Dalam indikator pendapatan wilayah Surabaya tidak

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa parameter pertumbuhan tanaman berupa tinggi tanaman, berat tajuk, berat akar, dan berat kering tanaman pada perlakuan pupuk kandang ayam,

Menimbang, bahwa pihak Tergugat – Tergugat /Terbanding untuk menguatkan dalil bantahannya mengajukan 16 lembar surat bukti dari T-I- 1 s/d T-I- 16 dan 3 (tiga ) orang saksi