• Tidak ada hasil yang ditemukan

INOKULASI VIRUS PADA TELUR AYAM BEREMBRIO.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INOKULASI VIRUS PADA TELUR AYAM BEREMBRIO.docx"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

INOKULASI VIRUS PADA TELUR AYAM BEREMBRIO

Oleh:

Nama : Sifa Uziah Rosadi

NIM : B1J014041

Kelompok : 1 Rombongan : V

Asisten : An Nisaa’ Justicia Mutiara Rany

LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO

(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tetelo merupakan penyakit ayam yang sangat merugikan, pertama kali ditemukan oleh Kraneveld di Jakarta (1926). Setahun kemudian, virus tetelo ditemukan juga di Newcastle (Inggris). Sejak saat itu, penyakit ini dikenal sebagai Newcastle Disease (ND) dan ditemukan di berbagai penjuru dunia. Newcastle Disease (ND) adalah penyakit yang sangat menular, dengan angka kematian yang tinggi, disebabkan oleh virus genus paramyxovirus dengan family paramyxoviridae. Di India, penyakit ini dikenal dengan nama Rhanikhet. Virus ND termasuk dalam genus Rubulavirus, famili Paramyxoviridae. Tidak semua virus ND yang ditemukan bersifat ganas. Beberapa di antaranya hanya bersifat ringan, bahkan dapat dimanfaatkan sebagai bibit vaksin untuk mencegah penyakit ND yang ganas. Mengingat virus ND ada yang ringan dan ganas, ditentukan empat kelompok keganasan virus ND: velogenik (sangat ganas), mesogenik (sedang), lentogenik (ringan), dengan cara menghitung waktu kematian (Beard & Hanson, 1984 ).

Berbagai jenis vaksin ND tersedia dalam jumlah cukup, baik yang diproduksi dalam negeri maupun impor. Peternak ayam umumnya paham bahwa mereka harus memvaksinasi ayam secara teratur terhadap ND, di samping penyakit lain. Satu hal yang masih jarang dilakukan peternak ayam adalah memantau hasil vaksinasi ND. Dengan mengirimkan sampel darah 2-3 minggu setelah vaksinasi ke laboratorium, peternak akan mengetahui apakah vaksinasi berhasil menimbulkan kekebalan atau belum. Kendala seperti rantai dingin pengiriman vaksin dapat mempengaruhi kualitas vaksin. Keberadaan laboratorium di atas belum dimanfaatkan secara optimal oleh para peternak (David et al., 2013).

Avian influenza (AI) dan Newcastle Disease (ND) adalah penyakit yang paling mematikan dari beberapa spesies unggas dan telah diakui diseluruh dunia. AI dan ND adalah virus RNA yang menyebabkan penyakit pada burung terutama dari kelompok orthomyxoviruses dan paramyxoviruses. Virus ini merupakan masalah yang paling utama dalam peternakan karena dapat menginfeksi dan menyebabkan kematian pada unggas sehingga dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang parah dalam industri unggas. Negara-negara lain juga akan melakukan pembatasan perdagangan dan embargo. Kedua penyakit AI dan ND ditambahkan ke daftar A dalam kategori penyakit unggas oleh Kantor Internasional des Epizooties (OIE),

(3)

yaitu organisasi kesehatan hewan internasional yang resmi dan standar sanitasi di bawah Organisasi Perdagangan Dunia. Kasus AI tidak hanya berperan dalam menyebabkan penyakit dan kematian pada ayam, tetapi juga sebagai ancaman bagi kesehatan manusia. Infeksi yang disebabkan oleh virus yang berasal dari campuran NDV dan AIV baru-baru ini telah dilaporkan. Penelitian terbaru yang diakukan telah terbukti bahwa jika kedua NDV dan AIV ditemukan dalam sampel kloaka (Ge et al., 2012)

B. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah memberikan pemahaman tentang macam-macam inokulasi virus, mengetahui bagaimana cara menginokulasikan virus pada telur ayam berembrio dan mengetahui ciri-ciri embrio ayam yang terinfeksi virus Newcastle Disease (ND).

II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah spuit injeksi 1 cc, jarum pentul, sarung tangan, masker, pensil, korek api, cawan petri, pinset, dan senter.

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah telur ayam berembrio umur 9-12 hari, alkohol 70%, kapas, lilin, dan suspensi virus Newcastle Disease virus (NDV).

B. Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum inokulasi virus pada telur ayam berembrio ini adalah sebagai berikut:

1. Embrio ayam dengan umur 9-12 hari disiapkan. 2. Telur diteropong dengan menggunakan senter.

3. Batas kantung udara dan letak kepala embrio diamati dan diberi tanda dengan pensil.

4. Alkohol 70% dioleskan dengan kapas ke daerah yang akan diinokulasi, 5. Lubangi cangkang telur dengan jarum pentul yang sudah dipanaskan dengan

(4)

lubang tadi (melewati batas kantung udara) dengan cara jarum dimasukkan ¾ inci dengan sudut 45o dan diinjeksikan sebanyak 0,3 cc.

6. Lubang ditutup kembali dengan lilin .

7. Telur diinkubasi pada suhu 38-39 oC selama 5 hari.

8. Pada hari keempat embrio diamati dan dibandingkan dengan telur yang tidak diinokulasi virus ada perubahan warna pada kaki serta ada tidaknya lesi.

(5)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Hasil Inokulasi Virus pada Telur Ayam Berembrio

N O KEL. Titer virus 0,1 CC / 0,3 CC Perubahan warna hijau pada kaki Lesi pada embrio Lesi pada otot dan buku

1 1 0,1 cc mati mati mati

2 2 0,1 cc - +++

-3 3 0,2 cc mati mati mati

4 4 0,2 cc - ++

-5 5 03 cc - +++

-6 6 0,3 cc - +++

-Keterangan : - : tidak ada gejala + : ada sedikit ++ : sedang +++ : banyak

Gambar 1. Embrio telur yang Gambar 2. Embrio telur kontrol diinfeksikan virus NDV

(6)

Virus Newcastle atau paramyxovirus unggas I adalah salah satu virus yang menyebabkan terjadinya penyakit dengan gejala pada sistem syaraf pusat yang menyerang unggas. Penyakit yang ditimbulkan virus ini disebut dengan tetelo disease atau Newcastle disease dengan sinonim yang lain yaitu antara lain pseudovogel pest, atypische geflugel pest, pseudopoultry plague, avian pest dan sampar ayam. Kejadian infeksi oleh virus ND terutama terjadi secara inhalasi. Sifat spesifik virus Newcastle Disease antara lain mempunyai kemampuan untuk mengaglutinasi dan melisiskan eritrosit ayam. Selain eritrosit ayam, virus Newcastle Disease juga mampu mengaglutinasi eritrosit manusia dan unggas lain serta reptilian (Akin, 2006).

Newcastle Disease merupakan salah satu penyakit infeksi yang penting untuk dikaji pada ternak. Deteksi yang cepat dan identifikasi dari virus ini merupakan tahap yang paling efektif untuk mengontrol pertumbuhan penyakit ini (Smietanka et al., 2011). Newcastle Disease merupakan salah satu penyakit infeksi yang penting untuk dikaji pada ternak. Deteksi yang cepat dan identifikasi dari virus ini merupakan tahap yang paling efektif untuk mengontrol pertumbuhan penyakit ini. Newcastle Disease dipandang sebagai salah satu penyakit penting di bidang perunggasan. Wabah penyakit ND seringkali terjadi pada kelompok ayam yang tidak memiliki kekebalan atau pada kelompok yang memiliki kekebalan rendah akibat terlambat divaksinasi atau karena kegagalan program vaksinasi. NDV yang termasuk Paramyxovirus memiliki genom berupa RNA yang mengkode 6–10 protein dan mengandung spike berupa glikoprotein yang berada pada membran lipid menginfeksi, virion harus berfusi dengan membran lipid sel inang (Yuan et al., 2011).

Paramyxoviruses Avian (APMV) bereplikasi dalam saluran pernapasan dan usus dari burung inang alami mereka. Saat ini, 12 subtipe telah diidentifikasi dengan APMV-1 sampai -9 dikenal sebagai 'strain klasik' dan APMV-10 sampai 12 baru dideskripsikan. Virus prototipe, APMV-1 atau Virus Penyakit Newcastle (NDV) menyebabkan penyakit yang merusak unggas dan merupakan ancaman utama bagi unggas produksi di dunia. Sebaliknya, para APMVsubtypes lainnya tidak relevan secara klinis untuk unggas dan mengedarkan sebagian besar pada burung liar. Juga untuk APMV-1, strain virulensi rendah sudah dikenal. Virus tidak menginduksi tanda-tanda klinis pada burung dengan kekebalan kompeten tapi memberikan perlindungan terhadap ND. Generasi rekombinan NDV (rNDV) mengandung perubahan tertentu dalam genom penurunan sisa virulensi dan juga digunakan

(7)

sebagai sistem vektor untuk mengekspresikan gen patogen lainnya, misalnya patogen virus avian influenza (HPAI) (Grund et al, 2014).

Genom dari virus ND adalah suatu rantai tunggal RNA dengan 15 pasang basa. Virus ini menyerang alat pernapasan, susunan jaringan syaraf, serta alat-alat reproduksi telur dan menyebar dengan cepat serta menular pada banyak spesies unggas yang bersifat akut, epidemik (mewabah) dan sangat pathogen. NDV pada embrio ayam di identifikasi terdapat hemaglutinin yang termasuk NDV monospesifik isolasi antiserum (Mazumder et al., 2012). NDV mempunyai amplop yang mengandung dua protein yaitu protein hemagglutinin/neuraminidase dan protein peleburan. Kedua protein ini bersifat penting dalam menentukan keganasan dan infektivitas virus. Protein hemaglutinin neuroaminidase melaksanakan dua fungsi. Protein peleburan digunakan untuk peleburan amplop virus kepada selaput sel inang, sehingga genom dari virus dapat masuk sel. Protein peleburan perlu dibelah oleh suatu protease sel inang untuk melaksanakan fungsinya (Ganwarin, 2008).

Menurut Beard & Hanson (1984) Terdapat tiga katagori strain ND yang secara rinci dibahas di bawah ini :

1) Velogenik

Virus golongan ini bersifat akut dan sangat mematikan serta dikategorikan sangat tinggi patogenitasnya (sangat ganas). Wabah virus ND di Indonesia umumnya disebabkan oleh velogenik tipe Asia yang lebih banyak menimbulkan kematian daripada tipe Amerika. Velogenik tipe Asia disebut juga Velogenik Visceritropik, sedangkan Velogenik tipe Amerika disebut juga Velogenik pneumoencephalitis. Contoh virus galur velogenik, antara lain Milano, Herts dan Texas.

2) Mesogenik

Virus galur ini bersifat akut, cukup mematikan dan dikategorikan sedang patogenitasnya. Contoh galur mesogenik, antara lain Mukteswar, Kumarov, Hardfordhire dan Roakin

3) Lentogenik.

Virus galur lentogenik merupakan bentuk respirasi sedang yang sangat rendah patogenitasnya. Contoh virus galur lentogenik, antara lain B1, F dan La Sota.

Adapun faktor-faktor yang menentukan keberhasilan inokulasi pada embrio ayam menurut (Purchase, 1989) adalah :

(8)

Inokulasi pada embrio dimana virus akan segera mendapatkan tempat untuk menginfeksi organ. Hasil paling baik adalah ketika embrio mengalami abnormal organ sejak 24 jam setelah inokulasi.

2. Strain virus

Strain virus menentukan efek infeksi pada masing-masing embrio yang diinokulasikan virus. Strain yang paling virulen merupakan strain yang paling baik untuk digunakan pada uji in ovo karena mudah terlihat gejalanya.

3. Titer Virus

Banyaknya titer virus yang diinokulasikan merupakan hal yang penting untuk mencapai keberhasilan inokulasi dan akan menyebabkan efek infeksi yang terlihat jelas pada embrio yang diujikan dengan kontrolnya.

4. Tahapan perkembangan embrio

Perkembangan embrio yang sudah mengalami tahap dewasa akan lebih resisten terhadap virus karena sudah dibekali sistem imun pada tubuhnya, sebaliknya embrio dengan umur yang lebih muda akan lebih rentan terkena virus karena sistem imunnya belum berkembang.

Telur ayam berembrio merupakan sistem yang telah digunakan secara luas untuk isolasi. Embrio dan membran pendukungnya menyediakan keragaman tipe sel yang dibutuhkan untuk kultur berbagai tipe virus yang berbeda. Membran kulit telur yang fibrinous terdapat di bawah kerabang. Membran membatasi seluruh permukaan dalam telur dan membentuk rongga udara pada sisi tumpul telur. Membran kulit telur bersama dengan cangkan telur membantu mempertahankan intregitas mikrobiologi dari telur, sementara terjadinya difusi gas kedalam dan keluar telur. Distribusi gas di dalam telur dibantu dengan pembentukan CAM yang sangat vaskuler yang berfungsi sebagai organ respirasi embrio (Purchase, 1989).

Metode ini merupakan penanaman virus pada telur ayam yang berembrio. Metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:

1. In Ovo

a. Inokulasi pada ruang chorioalantois

Biasanya digunakan embrio ayam dengan umur 10-12 hari. Jarum dimasukkan ¾ inci dengan sudut 45º dan diinjeksikan 0,1-0,2 cc virus yang akan diinokulasikan. Setelah 40-48 jam cairan telur yang sudah diinkubasi dapat diuji untuk hemaglutinasi dengan membuat lubang kecil pada kerabang di pinggir dari rongga udara. Cairan alantois yang terinfeksi dipanen setelah 1-4 hari inokulasi.

(9)

Contoh virus yang diinokulasikan pada ruang chorioalantois ini antara lain, virus ND dan virus influenza (Merchant & Packer, 1956).

b. Inokulasi pada membran chorioalantois

Inokulasi pada embrio umur 10-11 hari adalah yang paling cocok. Telur diletakkan horizontal di atas tempat telur. Desinfektan disekitar ruang udara dan daerah lain di atas embrio telur. Buat lubang pada daerah tersebut dan diperdalam lagi hingga mencari membran kerabang. Virus diinokulasikan pada membran korioalantois dan lubang ditutup dengan lilin dan diinkubasi. Setelah 3-6 hari korioalantois membran yang terinfeksi dapat di panen dengan mengeluarkan yolk sac dan embrio secara hati-hati tanpa membuat membran lepas dari kerabang. Area inokulasi dapat di lihat dengan adanya lesi pada CAM sebelum dilepas dari kerabang (Merchant & Packer, 1956).

c. Inokulasi pada yolk sac

Inokulasi dilakukan pada embrio umur 5-7 hari. Post inokulasi diinkubasi selama 3-10 hari. Virus diinokulasikan pada bagian yolk sack dan dijaga jangan sampai terkontaminasi bakteri (Merchant & Packer, 1956). Virus yang biasa diinokulasikan di bagian ini adalah virus rabies.

2. In Vitro

Inokulasi virus dengan metode ini dilakukan dengan menanam virus pada kultur jaringan. Kultur jaringan virus dimulai dengan kultivasi embrio anak ayam cincang didalam serum atau larutan-larutan garam. Ini menuntun ke arah penggunaan kultur jaringan murni sel-sel hewan yang dapat ditumbuhi virus. Kultivasi banyak virus sebagai biakan murni dalam jumlah besar untuk penelitian dan untuk produksi vaksin secara komersial. Juga luas penggunaannya untuk isolasi dan perbanyakan virus dari bahan klinis. Vaksin yang disiapkan dari kultur jaringan mempunyai keuntungan dibandingkan dengan yang disiapkan dari telur ayam berembrio dalam hal mengurangi kemungkinan seorang pasien untuk mengembangkan hipersensitivitas atau alergi terhadap albumin telur (Merchant & Packer, 1956). 3. In Vivo

Virus dapat ditanam pada hewan laboratorium yang peka. Metode ini merupakan metode yang pertama kali dalam menanam virus. Metode ini dapat digunakan untuk membedakan virus yang dapat menimbulkan lesi yang hampir mirip misalnya FMDP atau Vesikular Stomatitis pada sapi. Hewan laboratorium yang

(10)

digunakan antara lain mencit, tikus putih, kelinci ataupun marmut (Merchant & Packer, 1956).

Berdasarkan hasil praktikum inokulasi virus dilakukan pada telur berembrio berumur 7-9 hari. Inokulasi dilakukan pada ruang korio-alantois. Digunakan telur ayam berembrio umur 7-9 hari karena, pada saat itu ruang dan cairan korio-alantoisnya sedang berkembang sehingga daerahnya menjadi luas, maka inokulasi pada ruang alantois ini akan lebih mudah dan mengurangi resiko. Hasil positif adanya virus ND adalah embrio pada telur ayam akan menunjukkan gejala adanya hemoragi pada daerah kepala dan leher serta terlihat kerdil atau embrionya lebih kecil dibanding dengan normalnya. Praktikum yang dilakukan diperoleh hasil pada embrio yang di inokulasikan NDV 0,3 cc terjadi gejala terenfeksi virus yang ditandai dengan terjadinya lesi pada embrio yaitu adanya pembengkakan pada bagian sayap. Menurut Beard & Hanson (1984) ciri-ciri embrio ayam yang terinfeksi virus ND berupa kematian embrio, lesi pada embrio berupa kekerdilan, hemoragi cutaneus, pembesaran hati dan lien, perkembangan otot dan buku yang abnormal, pembentukan lesi pada CAM, perubahan warna kehijauan pada kaki. Perubahan mikroskopis yang terjadi berupa hiperemi, edema, hemorrhagi, trombosis, dan nekrosis pembuluh darah. Hiperplasia sel-sel reticulohistiositik dan nekrosis multifokal pada hati.

(11)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan praktikum inokulasi virus pada telur ayam berembrio, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Macam-macam inokulasi virus antara lain in ovo yaitu penanaman virus pada telur ayam berembrio, in vitri yaitu penanaman virus pada kultur jaringan dan in vivo yaitu pada penanaman virus pada hewan laboratorium yang peka.

2. Virus Newcastle disease menginfeksi embrio ayam melalui chorionallantois karena pada bagian ini terdapat sistem pernafasan embrio ayam.

3. Ciri-ciri embrio ayam yang terkena NDV adalah kematian embrio, lesi pada CAM dan embrionya, abnormalnya organ hati dan otot serta terlihat warna hijau pada kaki.

B. Saran

Saat praktikum dan pengamatan hendaknya semua praktikan memakai sarung tangan dan masker agar tidak terkena virus dan untuk mencegah terciumnya bau tak sedap saat pengamatan.

(12)

DAFTAR REFERENSI

Akin, H. 2006. Virologi. Kanisius, Yogyakarta.

Beard, C.W, & Hanson. 1984. Newcastle Disease in Disease of Poultry, 8th ed. Iowa

State University Press, Armes Iowa.

David, S., Elizabeth W. Aldous, Caroline J. Warren, Chad M. Fuller, Dennis J. Alexander and Ian H. Brown. 2013. Inactivation of the infectivity of two highly pathogenic avian influenza viruses and a virulent Newcastle disease virus by ultraviolet radiation. Avian Pathology. Vol. 42(6): 566–568

Ganwarin, M. S. 2008. Newcastle Disease Virus. http://mikrobia.wordpress.com/ 2008/05/16/ newcastle-disease-virus/. Diakses pada tanggal 10 April 2014. Ge, S., Dongxia Z., Yunling Z., Hualei Liu, Wenbo Liu, Qing Sun, Jinming Li,

Songmei Yu, Yuanyuan Zuo, Xiuju Han, Lin Li, Yan L., Yingli Wang, Xiufan L., & Zhiliang Wang. 2012. Evaluating Viral Interference Between Influenza Virus and Newcastle Nisease Virus Using Real-timereverse Transcription– polymerase Chain Reaction in Chicken Eggs. Virology Journal 2012, 9:128. Grund C., Constanze S., Eva H., Martin B., Thomas C. M., Oberdorfer A.R. 2014.

Avian paramyxovirus-8 immunization reduces viral shedding after homologous APMV-8 challenge but fails to protect against Newcatle disease. Virology Journal 11:179.

Mazumder, S. Khatun, M. Nooruzzaman, E. H. Chowdhury, P. M. Das & M. R. Islam. 2012. Isolation and identification of Newcastle disease viruses from field outbreaks in chickens and pigeons. The Bangladesh Veterinarian. 29(2): 41-48

Merchant, I.A. and Packer, R.A., 1956. Veterinary Bacteriology and Virology 6th

Edition, Iowa State University: Iowa. 413-415.

Purchase. H. G., 1989. A Laboratory Manual for the Isolation and Identification of Avian Phatogens, Third Edition. Amerika: Kendal/hint Publishing Company. Smietanka, K., Z. Minta & K. D. Blicharz. 2011. Detection of Newcastle Disease

virus in infected chicken embryos and chicken tissues by RT-PCR. Bull Vet Inst Pulawy 50 : 3-7.

Yuan, P., Swanson, K.A., Leser, G.P., Paterson, R.G., Lamb, R.A. & Theodore S. Jardetzky. 2011. Structure of the Newcastle Disease Virus Hemagglutinin-neuraminidase (HN) Ectodomain Reveals a Four-Helix Bundle Stalk. Stanford University School of Medicine. Stanford. California.

Referensi

Dokumen terkait

Produksi antibodi poliklonal dalam serum kuda, serum ayam petelur, kuning telur dan pada serum marmot telah dapat dilakukan dengan menyuntikkan antigen virus H5N1 dan H5N2 yang

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pola distribusi suhu dalam inkubator penetasan telur ayam, (2) mengetahui kemerataan distribusi suhu pada inkubator penetasan telur

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan telur ayam di Kabupaten Banyuwangi serta elastisitas permintaan telur ayam di

Antiangiogenesis Ekstrak Biji Jintan Hitam (Nigella Sativa) terhadap Sel Jaringan PMN membran Korioalantois Telur Ayam Berembrio Diinduksi bFGF” dapat

AKTIVITAS ANTIOGENESIS EKSTRAK BIJI JINTAN HITAM (Nigella sativa) TERHADAP JUMLAH MAKROFAG PADA MEMBRAN KORIOALANTOIS TELUR AYAM BEREMBRIO DAN..

Berdasarkan hal tersebut tujuan penelitian ini dilakukan guna mengidentifikasi telur ayam fertil dan telur ayam infertil dengan mengekstrasi ciri warna pada telur

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari bubuk cangkang telur dan mengetahui antara bubuk cangkang telur ayam rasatau bubuk cangkang telur ayam

Isolasi virus dilakukan pada telur ayam berembrio TAB umur 9 hari dan selanjutnya hasil isolasi virus diuji menggunakan uji hemaglutinasi HA, Hasil uji HA dikonfirmsi dengan Reverse