• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lapsus Asfiksia Neonatorum sindi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lapsus Asfiksia Neonatorum sindi"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS

ASFIKSIA NEONATORUM

ASFIKSIA NEONATORUM

Pembimbing: dr. H. Tatang A. Hidayat , SpA Pembimbing: dr. H. Tatang A. Hidayat , SpA

Oleh Oleh Sindi

Sindi Antika Antika H1A 006 H1A 006 043043

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB DI BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/ FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/

2012 2012

(2)

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1. Identitas Pasien

 Nama : “By. Ny. D.” Jenis Kelamin : Perempuan. Umur : 0 hari.

Tempat/ Tanggal Lahir : Mataram/ 03 Juli 2012. Tanggal MRS : 03 Juli 2012.

Tanggal Pemeriksaan : 04 Juli 2012.

I.2. Anamnesis

Keluhan Utama: Bayi tidak langsung menangis saat dilahirkan

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien dibawa ke ruang NICU RSUP NTB dengan keluhan tidak langsung menangis sesaat setelah dilahirkan di ruang OK CITO RSUP  NTB.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan Saat Ini:

 Ini adalah kehamilan yang pertama, selama hamil ibu pasien mengaku menjalani

ANC di Puskesmas dan Posyandu lebih dari 4 kali, pada trimester pertama dan trimester kedua kehamilan ibu pasien mengaku tidak ada masalah dalam kehamilannya maupun kesehatannya secara umum dan hanya diberikan obat  penambah darah oleh petugas di Puskesmas/ Posyandu. Riwayat trauma selama hamil (-). Riwayat perdarahan melalui jalan lahir (-). Riwayat mengkonsumsi

(3)

obat-obatan dan jamu selama kehamilan (-). Pada tanggal 1 Juli 2012 ibu pasien mengeluh kepalanya terasa sangat nyeri, dan pada pemeriksaan oleh petugas di RS Bima diketahui bahwa ibu pasien mengalami tekanan darah tinggi, dan oleh  petugas RS dikatakan tekanan darah ibu pasien 150/70mmHg dan pada saat itu ibu  pasien mengeluhkan terdapat bengkak pada kedua kakinya, penglihatan kabur, dan sempat kejang sebanyak 1x selama 3 menit, pasien dirujuk ke RSUP NTB setelah diberikan obat antikejang. Pada tanggal 3 Juli 2012 Setelah di RSUP NTB ibu  pasien dikeluhkan kejang sebanyak 1 kali selama 5 menit, tekanan darah 190/100 mmHg dan dikatakan juga bayi mengalami gawat janin. Kemudian diputuskan untuk dilakukan SC, bayi lahir Pasien dilahirkan di ruang OK CITO RSUP NTB  pada tanggal 03 Juni 2012 pukul 12.20 WITA, berat badan lahir = 2050 gram,  pasien tidak langsung menangis sesaat setelah dilahirkan (AS = 3-5), ketuban

mekoneal (+). Usia kehamilan menurut pengkuan ibu 9 bulan. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Sebelumnya: (-)

Riwayat Keluarga: Riwayat penyakit jantung bawaan dalam keluarga (-), penyakit asma (-), penyakit DM (-), hipertensi (-).

(4)

I.3. Pemeriksaan Fisik 

Keadaan umum: Lemah. Berat badan: 2050 gram. Panjang badan: 42 cm. Lingkar kepala: 31 cm. Vital sign

 Frekuensi nadi : 125 kali/ menit, regular, isi cukup.

 Frekuensi napas : 56 kali/ menit.

 Suhu aksila : 36,4 ˚C.

Kepala: Normocephali; kaput suksedaneum (-); UUB terbuka, datar, ukuran 2 x 1 cm. Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).

Telinga: Daun telinga elastis, fistel (-), otore (-). Hidung: Rhinorea (-), sekret (-).

Mulut: Mukosa bibir pucat (+), cleft (-), sianosis (-). Thoraks-Kardiovaskuler 

 Inspeksi: Dinding dada simetris, deformitas (-), retraksi suprasternal (+), retraksi

subkostal (-), retraksi intercostals (-), pulsasi iktus cordis tak tampak 

 Palpasi: Gerakan napas simetris, pulsasi iktus cordis teraba di ICS V linea

midclavikula sinistra.

(5)

 Auskultasi

- Cor: S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-). - Pulmo: Bronkovesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-). Abdomen

 Inspeksi: Distensi (-); tali pusat berwarna keputihan, licin, terawat.

 Auskultasi: BU (+) N.

 Perkusi : Timpani (+).

 Palpasi: H/ L/ R tak teraba; massa (-).

Ekstremitas: Akral hangat, edema (-), gerakan sedikit/ lemah, k elainan bentuk (-). Kulit: Tampak pucat, ikterus (-), sianosis (-).

Ballard Score

 Maturitas Fisik 

- Kulit: Merah mudah halus, vena-vena tampak (1). - Lanugo: halus (2).

- Permukaan Plantar Kaki: garis kaki di anterior (2). - Payudara: Areola menonjol bantalan 3-4 mm (3).

- Daun Telinga: lengkung terbentuk baik, lunak, tapi recoil baik (3). - Kelamin: testis sudah turun, terlihat guratan cukup jelas (3).

 Maturitas Neuromuskular  - Sikap tubuh: 2. - Pergelangan tangan: 3. - Rekoil lengan: 2. - Sudut popliteal: 2. - Tanda selempang: 2. - Tumit ke kuping: 2.

(6)

I.4. Assessment BBLR  BCB-KMK  Asfiksia sedang I.5. Planning  Terapi

- Resusitasi bayi baru lahir  - O2 canul 1-2 Lpm.

- Infus D10% 8.3 tetes mikro/ menit (200 ml/ 24 jam).

- Injeksi Ampicillin 100 mg/ 6 jam (dosis: 50-100 mg/ Kg BB/ hari).

- Observasi kondisi umum & tanda vital; jaga kehangatan (suhu: 36,5-37,5 ˚C).

 Pemeriksaan

- Saturasi oksigen. - Darah lengkap.

- Analisa gas darah dan elektrolit. - Gula darah sewaktu.

(7)

Tabel Follow-up Tanggal S O A P 05/07/2012 Kejang (+), merintih (+) KU: lemah RR: 72x/menit HR: 162x/menit T: 36.8 „C Score down 7 BBLR  BCB KMK  Asfiksia sedang Obs. Convulsi Gawat nafas D10% (200 cc/24 jam) Cefotaxime 2 x 100 mg Gentamisin 1 x 10mg Fenobarbital 40 mg (jika kejang) 06/07/2012 Kejang (+),menangis (-) KU: lemah RR: 55x/menit HR:125x/menit T: 36,2‟C BBLR  BCB KMK  Asfiksia sedang Obs. Convulsi Tx. Lanjut Sonde dialirkan Fenobarbital 40 mg (jika kejang) 07/07/2012 Kejang (-),menangis (-) KU: lemah RR: 35x/menit HR:100x/menit T: 36,5‟C BBLR  BCB KMK  Asfiksia sedang Tx. Lanjut Sonde dialirkan 08/07/2012 Kejang (-), menangis (-) KU: lemah RR: 36x/menit HR: 130x/menit T: 36.7‟C BBLR  BCB KMK  Asfiksia sedang Tx. Lanjut Sonde dialirkan 09/07/2012 Kejang (-), menangis (-) KU: sedang RR: 34x/menit HR:110x/menit T:36.2 „C BBLR  BCB KMK  Asfiksia sedang Tx. Lanjut Sonde 8 x 3 cc

(8)

10/07/2012 Kejang (-), menangis (+) KU: sedang RR: 55x/menit HR: 130x/menit T: 37‟C BBLR  BCB KMK  Asfiksia sedang Tx. Lanjut Sonde 8 x 3cc

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian Asfiksia Neonatorum

Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin. Penilaian statistik dan pengalaman klinis atau  patologi anatomis menunjukan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama

mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia  berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi. Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi. Asidosis, gangguan kerdiovaskular serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan adaptasi  bayi baru lahir. Kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan  pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir. Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa (1971) menunjukkan nekrosis berat dan difus  pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa sekuele neurologis sering ditemukan pada penderita asfiksia  berat. Keadaan ini sangat menghambat pertumbuhan fisis dan mental bayi di kemudian hari. Untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan tersebut di atas, perlu dipikirkan tindakan istimewa yang tepat dan rasional sesuai dengan perubahan yang mungkin terjadi pada penderita asfiksia.

(10)

II.2. Etiologi Asfiksia Neonatorum

Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan dan persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi. Gangguan yang timbul pada akhir  kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai anoksia/ hipoksia janin dan berakhir  dengan asfiksia neonatus.

Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah:

1. Faktor Ibu

Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi kerena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesia dalam. Gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke  plasenta dan janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan ; gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karna perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi dan lain-lain.

2. Faktor Plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.

(11)

3. Faktor Fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.

4. Faktor Neonatus

Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena; pemakaian obat anastesi/ analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi  pusat pernafasan janin, traoma yang terjadi pada persalinan mosalnya perdarahan intra cranial, kelainan kongenital pada bayi masalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.

II.3. Patogenesis Asfiksia Neonatorum

1. Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 awalnya akan terjadi rangsangan dari

nervus vagus sehingga jantung janin menjadi lambat. Bila kekurangan O2 ini terus

 berlangsung, maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus. DJJ menjadi lebih cepat, akhirnya irregular  dan menghilang.

2. Kekurangan O2 juga merangsang usus, sehingga mekonium keluar sebagai tanda

 janin dalam hipoksia:

 Jika DJJ normal dan ada mekonium maka janin mulai hipoksia.

 Jika DJJ > 160 x/ menit dan ada mekonium maka janin sedang hipoksia.  Jika DJJ < 100 x/ menit dan ada mekonium maka janin dalam keadaan gawat.

3. Janin akan mengadakan pernafasan intra uterine dan bila kita periksa terdapat  banyak air ketuban dan mekonium dalam paru. Bronkus tersumbat dan terjadi

(12)

II.4. Prinsip Dasar Asfiksia Neonatorum

Bayi dapat mengalami apnea dan menunjukan upaya pernafasan yang tidak cukup untuk kebutuhan ventilasi paru-paru. Kondisi ini menyebabkan kurangnya  pengambilan oksigen dan pengeluaran CO2. Penyebab depresi bayi pada saat lahir ini

mencakup:

1. Asfiksia intra uterin. 2. Bayi kurang bulan.

3. Obat-obat yang diberikan/ diminum oleh ibu. 4. Penyakit neuromuskular bawaan.

5. Cacat bawaan.

6. Hipoksia intra partum.

Asfiksia berarti hopoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini

 berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak/ kematian. Asfiksia juga mempengaruhi organ vital lainnya. Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia  berlanjut gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga mulai menurun,

sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnea yang dikenal dengan nama apnea primer. Perlu diketahui  bahwa pernafasan yang megap-megap dan tonus otot yang juga turun terjadi akibat obat-obat yang diberikan pada ibunya. Biasanya pemberian rangsangan dan oksigen selama periode apnea primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan.

Apabila asfiksia berlanjut bayi akan menunjukan megap-megap yang dalam, denyut  jantung terus menurun, dan bayi akan terlihat lemas ( flaccid ). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnea yang disebut apnea sekunder, selama apnea sekunder ini denyut jantung, tekanan darah, dan kadar oksigen dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan

tidak akan menunjukan upaya pernapasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali apabila resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian oksigen dimulai dengan segera.

(13)

II.5. Tanda dan Gejala Klinis Asfiksia Neonatorum

Pada asfiksia tingkat lanjut akan terjadi perubahan yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya:

1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. 2. Terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan

termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.

3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gan gguan. Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode

yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut  jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara

barangsur-angsur dan memasuki periode apnea primer.

Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat,  pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.

Gejala lanjut pada asfiksia:

1. Pernafasan megap-magap dalam. 2. Denyut jantung terus menurun. 3. Tekanan darah mulai menurun. 4. Bayi terlihat lemas ( flaccid ).

5. Menurunnya tekanan O2 darah (PaO2).

6. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2).

7. Menurunnya PH (akibat asidosis respiratorik dan metabolik).

8. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak untuk metabolisme anaerob. 9. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular.

(14)

II.6. Klasifikasi Asfiksia Neonatorum

Kondisi bayi baru lahir dapat dibagi menjadi:

1. Vigorus baby. Skor Apgar 7-10. Dalam hal ini bayi dianggap sehat tidak  memerlukan tindakan istimewa.

2.  Mild-moderate asphyxia (asfiksia sedang). Skor APGAR 4-6 pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung > 100x/ menit, tonus otot kurang baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.

3. Severe asphyxia (asfiksia berat) berat skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik  ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x/ menit, tonus otot buruk, sianosis  berat, dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.

Asfiksia berat dengan henti jantung, dimaksudkan dengan henti jantung adalah keadaan :

 Bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir 

lengkap.

 Bunyi jantung bayi menghilang post partum.

II.7. Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum

Pada kasus asfiksia ringan bayi dapat terkejut atau sangat waspada dengan peningkatan tonus otot, makan dengan buruk, dan frekuensi pernafasan normal atau cepat. Temuan ini biasanya berlangsung selama 24-48 jam sebelum sembuh secara spontan. Pada kasus asfiksia sedang bayi dapat letargi dan mengalami kesulitan pemberian makan. Bayi dapat mengalami episode apnia kadang-kadang dan atau konvulsi selama  beberapa hari. Masalah ini biasanya sembuh dalam satu minggu, tetapi masalah  perkembangan saraf mungkin ada. Pada kasus asfiksia berat bayi dapat terkulai atau tidak sadar dan tidak makan. Konvulsi dapat terjadi selama beberapa hari dan episode apnia yang berat dan sering umumnya terjadi. Bayi dapat membaik selama beberapa minggu atau tidak dapat membaik sama sekali. Jika bayi ini dapat bertahan hidup mereka biasanya menderita kerusakan otak permanen.

(15)

 Jika asfiksia ringan

Jika bayi tidak mendapat oksigen maka bayi mulai menyusui. Jika bayi mendapat oksigen atau sebaliknya, tidak dapat menyusui berikan perasan ASI dengan metode pemberian makan alternatif.

 Jika asfiksia sedang atau berat

Pasang selang IV dan berikan hanya cairan IV selama 12 jam pertama. Batasi volume cairan sampai 60 ml/ Kg BB selama hari pertama dan pantau urin. Jika  bayi berkemih kurang dari 6 kali/ hari atau tidak menghasilkan urin jangan

meningkatkan volume cairan pada hari berikutnya, ketika jumlah urin mulai meningkat tingkatkan volume cairan IV harian sesuai dengan kemajuan volume cairan. Tanpa memperhatikan usia bayi yaitu untuk bayi yang berusia 4 hari, lanjutkan dari 60 ml/ Kg sampai 80 ml/ Kg sampai 100 ml/ Kg jangan langsung 120 ml/ Kg pada hari pertama. Ketika konvulsi terkendali dan bayi menunjukan tanda-tanda peningkatan respon. Ijinkan bayi mulai menyusui. Jika bayi tidak  dapat menyusui berikan perasan ASI dengan menggunakan metode pemberian makan alternatif. Berikan perawatan berkelanjutan.

(16)
(17)

II.8. Pencegahan Asfiksia Neonatorum

Pencegahan Secara Umum

Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat  banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait adanya kebutuhan dan tantangan untuk meningkatkan kerjasama antar tenaga obstetri di kamar bersalin. Perlu diadakan pelatihan untuk penanganan situasi yang tak diduga dan tidak biasa yang dapat terjadi pada persalinan. Setiap anggota tim persalinan harus dapat mengidentifikasi situasi persalinan yang dapat menyebabkan kesalahpahaman atau menyebabkan keterlambatan pada situasi gawat. Pada bayi dengan prematuritas, perlu diberikan kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas paru janin.

Antisipasi Dini Perlunya Dilakukan Resusitasi pada Bayi yang Dicurigai Mengalami Depresi Pernapasan untuk Mencegah Morbiditas dan Mortilitas Lebih Lanjut

Pada setiap kelahiran, tenaga medis harus siap untuk melakukan resusitasi pada bayi  baru lahir karena kebutuhan akan resusitasi dapat timbul secara tiba-tiba. Karena alasan inilah, setiap kelahiran harus dihadiri oleh paling tidak seorang tenaga terlatih dalam resusitasi neonatus, sebagai penanggung jawab pada perawatan bayi baru lahir. Tenaga tambahan akan diperlukan pada kasus-kasus yang memerlukan resusitasi yang lebih kompleks.

Dengan pertimbangan yang baik terhadap faktor risiko, lebih dari separuh bayi baru lahir yang memerlukan resusitasi dapat diidentifikasi sebelum lahir, tenaga medis dapat mengantisipasi dengan memanggil tenaga terlatih tambahan, dan menyiapkan  peralatan resusitasi yang diperlukan.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

World Health Organization. Basic Newborn Resuscitation: A Practical Guide-Revision. Geneva: World Health Organization; 1999. Diunduh dari:

www.who.int/reproductive-health/publications/newborn_resus_citation/index.html.

IDAI. Asfiksia Neonatorum. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2004.h. 272-276. (level of evidence IV).

American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. Buku panduan resusitasi neonatus. Edisi ke-5. Jakarta: Perinasia; 2006.

Parer JT. Fetal Brain Metabolism Under Stress Oxygenation, Acid-Base an d Glucose. 2008. Diunduh dari: http://www.nichd.nih.gov/publications/pubs/acute/acute.cfm.

Gambar

Tabel Follow-up Tanggal  S  O  A  P 05/07/2012  Kejang  (+), merintih (+) KU: lemah RR: 72x/menit HR: 162x/menit T: 36.8 „C Score down 7 BBLR  BCB KMK  Asfiksia sedangObs

Referensi

Dokumen terkait

kematian neonatus di samping penyebab kelainan neurologis yang menetap. Dengan mengetahui 

Asfiksia neonatorum merupakan salah satu penyebab utama kematian. perinatal, sedangkan Prematuritas merupakan salah satu pencetus

Keluaran Bayi Berat Lahir Rendah Yang Dirawat Inap di RSUD dr. BBLR merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas janin terbesar ke-3 setelah anoksia/ hipoksia dan

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan antara kejadian asfiksia neonatorum dengan persalinan seksio sesarea, dengan perolehan nilai

Adanya hubungan antara induksi persalinan oksitosin drip dengan kejadian asfiksia neonatorum ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Mansjoer (2007) bahwa

Analisa hubungan jenis persalinan dengan kejadian asfiksia neonatorum didapatkan bahwa jenis persalinan spontan sebanyak 787 persalianan, mayoritas mengalami vigorous

Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.. Keadaan ini biasanya

.LATAR BELAKANG Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah Hutchinson,1967.keadaan ini disertai dengan