IDENTIFIKASI DAN DIAGNOSIS INFEKSI
BAKTERI Salmonella typhi
I DEWA AYU MADE DIAN LESTARI MADE AGUS HENDRAYANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
i DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR GAMBAR ... ii
DAFTAR TABEL ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 ... Latar Belakang ... 2 1.2 ... Rum usan Masalah ... 2 1.3 ... Tujua n Penulisan ... 3 1.4 ... Manf aat Penulisan ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Salmonella sp. ... 5
2.1.1 Karakteristik Salmonella typhi ... 6
2.1.2Morfologi Salmonella typhi ... 9
2.2 Identifikasi Salmonella typhi ... 9
2.3 Diagnosis infeksi bakteri Salmonella typhi ... 20
BAB III PENUTUP ... 25
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bakteri Salmonella sp. yang mempunyai flagell perithrik dengan
menggunakan mikrograf elektron ...5
Gambar 2.2 Posisi dari ketiga antigen pada permukaan tubuh bakteri Salmonella typhi ...7
Gambar 2.3 Penampilan Bakteri Salmonella typhi dengan Pewarnaan Gram Secara Mikroskopis ...10
Gambar 2.4 Salmonella pada SS Agar ...11
Gambar 2.5 Sarana Tes Widal ...13
Gambar 2.6 Sarana Tes Tubex ...14
Gambar 2.7 Prinsip dan Interpretasi untuk Uji Thypidot ...16
Gambar 2.8 Prinsip Tes Dipstick ...17
Gambar 2.9 Sarana Tes ELISA ...18
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Akhir-akhir ini penyakit yang bersumber dari makanan dengan kompleksitas klinisnya merupakan masalah yang berpotensi mengancam kesehatan masyarakat di seluruh dunia dan berdampak besar pada bidang ekonomi. Salah satu diantaranya disebabkan oleh kurang lebih 250 patogen termasuk bakteri, virus dan organisme parasit (Linscott,A.J.,2011). Hal ini terjadi oleh karena sulitnya penerapan sanitasi, higienitas dan vaksinasi yang dapat menurunkan tingkat insidensi penyakit di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia (Evi,A.E.,2013).
Berdasarkan data terbaru dari World Health Organization (WHO) diperkirakan terdapat sekitar 2 juta korban, terutama anak-anak yang meninggal setiap tahun akibat makanan yang tidak aman. Sehingga, bahaya yang ditimbulkan oleh penyakit karena makanan menjadi ancaman global. Di Indonesia, data yang dilaporkan oleh Badan POM dari tahun 2009 sampai 2013 telah dikalkulasikan bahwa dugaan kasus kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan yang terjadi pertahunnya sebanyak 10.700 kasus dengan 411.500 orang sakit dan 2.500 orang meninggal dunia. Kerugian ekonomi yang dirasakan oleh Pemerintah kurang lebih mencapai 2,9 Triliun (Badan POM RI, 2015).
Data yang dilansir oleh Badan POM RI tahun 2016 menyatakan bahwa Binatang adalah kelompok penyebab tertinggi kasus keracunan makanan dengan jumlah kasus sebanyak 2.426. Laporan kasus dari Indonesian One Health
peringkat ketiga presentasi tertinggi penyebab utama penyakit yang menular melalui makanan baik pada manusia maupun hewan (INDOHUN,2015). Bakteri
Salmonella khususnya Salmonella typhi merupakan bakteri gram negatif yang
memiliki flagela. Infeksi terjadi akibat kontaminasi makanan dan minuman yang mengakibatkan bakteri masuk ke dalam tubuh. Sebagian besar penderita yang terinfeksi bakteri ini merupakan sebagai agen pembawa (carier) yang terletak pada kandung empedu, saluran empedu, dan sebagian pada usus atau saluran kemih. Bakteri ini dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti diare dan demam tifoid (Jawetzet al.,2010).
Di Indonesia, demam tifoid tidak dijumpai secara endemis namun sering dijumpai pada kota-kota besar. Kejadian kasus tifoid pada pria dan wanita tidak terdapat perbedaan yang berarti namun angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia remaja. Data yang ditemukan pada rumah sakit menunjukkan peningkatan jumlah penderita setiap tahunnya sekitar 500/100000 penduduk dengan angka kematian yaitu 0,6 - 5 %. Terjadinya kematian tersebut akibat keterlambatan penanganan, pengobatan dan tingginya biaya pengobatan (Riskesdas, 2007).
Berdasarkan data-data tersebut, maka diperlukan kajian lebih lanjut mengenai Identifikasi dan Diagnosis Infeksi Bakteri Salmonella typhi baik pada makanan maupun produk-produk pangan lainnya.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah,
1.2.1 Bagaimana karakteristik dari bakteri Salmonella typhi ? 1.2.2 Bagaimanakah cara identifikasi bakteri Salmonella typhi ?
3
1.2.3 Bagaimana cara untuk mendiagnosis infeksi bakteri Salmonella typhi ? 1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui cara identifikasi dan mendiagnosis infeksi bakteri Salmonella typhi.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Karakteristik dari bakteri Salmonella typhi
2. Cara yang tepat dalam mengidentifikasi bakteri Salmonella typhi. 3. Cara yang tepat dalam mendiagnosis infeksi bakteri Salmonella typhi 1.3 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat Teroritis
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan informasi secara ilmiah mengenai cara yang tepat dalam mengidentifikasi dan mendiagnosis infeksi bakteri Salmonella typhi.
1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Penulis
Memberikan manfaat bagi penulis dalam meningkatkan pengetahuan untuk membantu menghadapi permasalahan yang timbul dalam masyarakat khususnya dalam hal kesehatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta pengetahuan terkait cara yang tepat untuk mengidentifikasi dan mendiagnosis infeksi bakteri
penatalaksanaan berbagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri tersebut atau referensi pada penelitian selanjutnya.
2. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat luas, bahwa infeksi bakteri Salmonella typhi terjadi karena kurangnya higienitas baik pada produk pangan maupun lingkungan. Serta, diharapkan masyarakat dapat menjaga kebersihan agar tidak terinfeksi bakteri Salmonella
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp.
Bakteri salmonella berada pada familyEnterobacteriaceae.Klasifikasi dari
salmonella sp. dapat dibagi berdasarkan spesies, subspecies dan serotipe. Genus
salmonella terbagi kedalam 2 spesies yakni : 1. Salmonella enteric 2. Salmonella
bongori.Spesies Salmonella enterica dibagi lagi menjadi 6 subspesies yaitu :
subspecies enteric atau subspesies I; subspecies salamae atau subspecies II;
arizonae atau IIIa; diarizonae atau IIIb; houtenae atau IV; indica atau VI
(Lubi,P.A.H.,2015; Jorgensen,JH.,2010; Ryan KJ, Ray CG.,2014)
Gambar 2.1 Bakteri Salmonella sp. yang mempunyai flagela perithrik dengan menggunakan mikrograf electron (Daniel,B.,2006)
Bakteri Salmonella bersifat motil, gram negatif, anaerob fakultatif serta berbentuk batang. Sel terluar terdiri atas struktur lipopolisakarida kompleks (LPS) yang terbebas dari lisis sel sampai batas tertentu selama kultur. Bagian lipopolisakarida dapat berfungsi sebagai endotoksin, dan berperan penting dalam menentukan virulensi organisme.Kompleks endotoksin makromolekul ini terdiri dari tiga komponen, mantel O-polisakarida luar, bagian tengah (inti R), dan lapisan dalam lipid A.
Secara umum, organisme yang berasal dari genus Salmonella merupakan sumber penyebab berbagai macam infeksi, mulai dari gastroenteritis ringan sampai berat seperti demam tifoid dan bakterimia.Salmonella adalah agen penyebab salmonelosis yaitu penyakit endemis dan menimbulkan kerugian yang besar di Indonesia (Jawetz et al,2010).
2.1.1 Karakteristik Salmonella typhi
Salmonellatyphi adalah bakteri gram negatif, memiliki flagel, bersifat
anaerob fakultatif, berkapsul dan tidak membentuk spora (Nelwan,RHH.,2007).
Salmonellatyphi memiliki tiga antigen utama:
1) Antigen O (antigen somatic), yaitu berada pada lapisan luar tubuh bakteri. Bagian ini memiliki struktur kimia lipopolisakarida (endotoksin). Antigen ini tahan dengan suhu panas dan alkohol tetapi tidak tahan dengan formaldehid (Nelwan,RHH.,2007).
2) Antigen H (antigen flagela), yakni terletak pada flagela, fimbriae atau fili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan dengan panas diatas 60o C, asam serta alkohol (Nelwan,RHH.,2007).
3) Antigen Vi adalah polimer polisakarida bersifat asam yang berada pada kapsul (envelope) dari bakteri sebagai pelindung bagi bakteri salmonella terhadap fagositosis(Nelwan,RHH.,2007).
7
Gambar 2.2 Posisi dari ketiga antigen pada permukaan tubuh bakteri
Salmonella typhi (Mahandaru, Raffi.2013)
Kebanyakan serotipe Salmonella tumbuh dengan kisaran suhu 5 sampai 47° C dengan suhu optimum 35 sampai 37° C, tetapi beberapa serotipe bisa tumbuh di suhu serendah 2 sampai 4° C atau setinggi 54° C (Gray dan Fedorka-Cray, 2012). Salmonella sensitif terhadap panas dan bisa mati pada suhu 70° C atau lebih.Salmonella tumbuh di kisaran pH 4 sampai 9 dengan optimum antara 6,5 dan 7.5. Bakteri ini membutuhkan aktivitas air yang tinggi (aw) antara 0,99 dan 0,94 (air murni aw = 1,0) namun bisa bertahan di aw <0,2 seperti pada makanan kering. Pertumbuhan akan terhambat pada suhu <7° C, pH <3,8 atau Aktivitas air <0,94 (Hanes, 2003; Bhunia, 2008).
Salmonella typhi dapat ditularkan melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi bakteri. Sebagian bakteri dihancurkan oleh asam lambung dan sisanya berlanjut kesaluran pencernaan dan berkembang biak. Jika bakteri masuk dengan jumlah yang banyak yaitu kurang lebih 106-109 . Apabila respon imunitas humoral mukosa IgA usus yang kurang baik maka bakteri akan masuk ke dalam usus halus. Pertama akan menembus sel-sel epitel terutama sel M lalu ke lamina
propia. Di lamina propia bakteri berkembang biak dan difagosit oleh sel fagosit terutama makrofag (Nelwan,RHH.,2007).
Kuman dalam hal ini bakteri Salmonella typhi dapat berkembang biak dan hidup di dalam makrofag selanjutnya dibawa ke Plaque Peyeri Ileum Distal , kemudian menuju kelenjar getah bening mesenterika. Melalui duktus torasikus bakteri masuk ke dalam sistem peredaran darah sehingga menyebabkan bakterimia (asimtomatik) dan demam tifoid. Bakterimia dikatakan asimtomatik karena baru pertama terjadi kurang lebih 24-72 jam setelah bakteri tertelan dan biasanya tanpa gejala sebab bakteri langsung ditangkap oleh sel-sel sistem retikuloendotelial tubuh yang utama yaitu hati, limpa dan sumsusm tulang. Pada organ ini, bakteri akan meninggalkan makrofag dan kemudian berkembang biak diluar sel (ruang sinusoid) selanjutnya menuju kedalam sirkulasi darah lagi yang menyebabkan bakterimia kedua kalinya dengan tanda dan gejala infeksi sistemik (Nelwan,RHH.,2007).
Dalam hati, bakteri masuk kedalam kandung empedu dan berkembang biak. Secara berselang akan diekskresikan bersama dengan cairan empedu kedalam lumen usus. Kurang lebih separuh bakteri dikeluarkan bersama feses dan separuhnya lagi masuk kedalam sirkulasi menembus usus. Proses yang sama diawal terulang kembali, akibat aktivasi makrofag maka saat fagositosis bakteri
Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang menimbulkan
gejala reaksi inflamasi sistemik yakni; demam, malaise, mialgia, sakit perut, sakit kepala, instabilitas vascular, gangguan mental dan koagulasi (Nelwan,RHH.,2007).
9
Adapun taksonomi dari Salmonella typhi adalah sebagai berikut : Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Ordo : Gamma Proteobacteria Class : Enterobacteriales Family : Enterobacteriaceae Genus : Salmonella
Spesies : Salmonella enteric Subspesies : enteric I
Serotipe : typhi (Jawetz et al, 2010). 2.1.2 MorfologiSalmonella typhi
Bentuk dari bakteri Salmonella typhi adalah batang, tidak berspora, ukuran 103,5 µm x 0,5-0,8 µm, besarnya koloni rata-rata 2-4 mm, memiliki flagela
peritrikh. Bakteri ini memfermentasikan glukosa dan manosa tanpa membentuk
gas tetapi tidak memfermentasikan laktosa dan sukrosa.Sebagian besar isolat
Salmonella yang berasal dari bahan klinik menghasilkan H2S (Jawetz et al., 2006).
Isolat Salmonellatyphi pada media SSA (salmonella dan shigella agar) ketika suhu 37oC maka menunjukkan koloni yang tampak cembung, transparan dan memiliki bercak hitam dibagian pusat (Nugraha,2012). Bakteri Salmonellatyphi akan mati pada suhu 60oC selama 15 – 20 menit melalui pasteurisasi, pendidihan dan khlorinasi (Kementerian kesehatan RI, 2006).
2.2 Identifikasi Salmonella typhi
Prinsip identifikasi Salmonella typhi adalah dengan melihat penampang secara mikroskopis (pewarnaan gram), kultur bakteri, uji serologis, uji biokimia
dan biomolekuler. Kelima cara identifikasi bakteri Salmonella typhi dipaparkan lebih lanjut sebagai berikut:
a) Penampakan Secara mikroskopis
Pewarnaan Gram TP-39 dengan melakukan prosedur pewarnaan didapatkan hasil bakteri Gram batang negatif (UK,Standards for Microbiology Investigation Services, 2015).
Gambar 2.3 Penampilan Bakteri Salmonella typhi dengan Pewarnaan Gram Secara Mikroskopis (Dept. Medical Microbiology and Infectious diseases at
University of Medical Center Rotterdam)
b) Kultur Bakteri
Kultur adalah metode mengembangbiakan bakteri dalam suatu media. Pada umumnya Salmonella tumbuh dalam media pepton ataupun kaldu ayam tanpa tambahan natrium klorida atau suplemen yang lain. Media kultur yang sering digunakan adalah agar Mac Conkey (Sheikh,A.,2011). Media lain seperti agar EMB (eosine methylene blue), Mac Conkey atau medium deoksikholat dapat mendeteksi adanya lactose non-fermenter sepeti bakteri
Salmonella typhi dengan cepat. Namun bakteri yang tidak memfermentasikan
laktosa tidak hanya dihasilkan oleh Salmonella, tetapi juga Shigella, Proteus,
11
mendeteksiS. typhi dengan cepat dapat pula mempergunakan medium
bismuth sulfit.
Untuk lebih spesifik, isolasi dapat dilakukan pada medium selektif, seperti agarSalmonella-shigella (agar SS) ataupun agar enteric Hectoen yang baik untuk pertumbuhan Salmonella dan Shigella. Media pembiakan yang direkomendasikan untuk S. typhi adalah media empedu (gall) dari sapi, yang mana media gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S. typhi dan S. paratyphi yang dapat tumbuh pada media tersebut. Pada media SSA (Salmonella Shigella Agar)
S. typhi akan membentuk koloni hitam (black jet) karena bakteri ini
menghasilkan H2S (Sucipta,A.,2015).
Prinsip kultur bakteri ini adalah : bekuan darah penderita + media Gall atau Bile 1 % dalam Pepton Water (1 : 1) diinkubasi selama 24 jam dalam suasana aerobic, kemudian dilakukan penanaman pada media differensial seperti media
MacConkey, apabila hasil yang didapat memperlihatkan kuman dapat
memfermentasikan laktosa (laktosa positif) maka pemeriksaan tidak dilanjutkan, sedangkan apabila kuman tidak memfermentasikan laktosa (laktosa negatif) maka pemeriksaan dilanjutkan untuk mencari kuman Salmonella (Qushai,2014).
Hal yang perlu diperhatikan pada isolasi kuman Salmonella dalam Kultur
gall atau Gall Culture adalah waktu pengambilan bahan untuk dilakukannya
pemeriksaan, jenis media yang digunakan, jumlah volume darah maupun cara inkubasi yang benar serta cara pengambilan darah harus seaseptik mungkin. Pengambilan spesimen sebaiknya dilakukan pada minggu pertama timbulnya penyakit, karena kemungkinan untuk positif mencapai 80 – 90%, khususnya pada pasien yang belum mendapat terapi antibiotik.Pada minggu ke -3 kemungkinan untuk positif menjadi 20 – 25% dan minggu 4 hanya 10 – 15%.Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mencari kuman Salmonella dalam darah.Bahan yang digunakan bekuan darah bukan serum.Hal ini karena serum dipakai untuk tes widal. (Siba,V.et al.,2012)
c) Uji Serologis 1) Tes Widal
Pemeriksaan serologi ini bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen).Pemeriksaan ini sebagai dikategorikan pemeriksaan penunjang dalam hal menegakkan diagnosis.Pemeriksaan dengan uji widal dilakukan dengan mendeteksi adanya antibodi aglutinin dalam serum pasien yang terinfeksi bakteri
Salmonella pada antigen yang berada pada flagela (H) dan badan bakteri (O).
Hasil positif dengan pemeriksaan ini lebih spesifik dengan ditunjukkannya titer aglutinin sebesar sebesar ≥1/200 (Meta,S.,2013). Karena mempergunakan reaksi aglutinasi, maka akan tidak bermakna apabila dilakukan secara single test. Akan lebih bermakna bila dilakukan pemeriksaan widal sebanyak dua kali yaitu pada fase akut dan 7-10 hari setelah fase tersebut.Sebab, aglutinin O dan H secara
13
signifikan meningkat kurang lebih 8 hari setelah onset demam hari pertama. Jika peningkatan titer terjadi sebanyak empat kali, maka hasilnya positif secara signifikan(Meta,S.,2013).
Gambar 2.5 Sarana Untuk Tes Widal (Razimaulana,2011)
Dalam praktiknya, hal tersebut akan sulit ditemukan karena penggunaan terapi antibiotik pada awal penyakit dapat mengurangi peningkatan titer aglutinin. Berbeda dengan uji thypidot yang mendeteksi IgM lebih awal daripada IgG, dalam pemeriksaan widal didapat antibody total yaitu IgM dan IgG sekaligus. Sering terjadi cross-reaction dengan Salmonella lainnya sehingga terkadang menimbulkan hasil positif palsu. Uji widal juga dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit paratifus, paratifus disebabkan bakteri Salmonella paratyphi (Meta,S.,2013). Pengerjaan yang relative murah dan mudah untuk dikerjakan (Choerrunisa,dkk.,2014) Namun, belum ada kesepakatan nilai standar aglutinasi (cut-off point) (Septiawan,I.,dkk.,2013).
2) Uji Tubex
Tes tubex adalah salah satu dari uji serologis yang menguji aglutinasi kompetitif semikuantitatif untuk mendeteksi adanya antibodi IgM terhadap antigen lipopolisakarida (LPS) O-9 S.typhi dan tanpamendeteksi IgG. Tes tubex
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji widal (Keddy,K,et al.2011). Sensitivitasnya dapat ditingkatkan dengan mempergunakan partikel berwarna, sedangkan spesifisitasnya ditingkatkan dengan penggunaan antigen O-9. Antigen ini spesifik dan khas pada Salmonella serogrup D yakni
Salmonella typhi (Pratama, I. dan Lestari, A.,2015).
Gambar 2.6 Sarana Alat untuk Tes Tubex (Intralab, Pacific Biotekindo, 2016)
Tes ini dikategorikan pemeriksaan yang ideal dan dapat dipergunakan untuk pemeriksaan rutin karena prosesnya cepat, akurat, mudah dan sederhana (Septiawan,I.,dkk.,2013). Respon terhadap antigen O-9 terjadi secara cepat dikarenakan antigen O-9 bersifat imunodominan yang dapat merangsang respon imun, sehingga deteksi antigen O-9 dapat dilakukan mulai dari hari ke-4 hingga ke-5 (infeksi primer) dan hari ke- 2 hingga ke-3 (infeksi sekunder) ( Pratama, I. dan Lestari, A.,2015).
Tes tubex menggunakan pemisahan partikel-partikel untuk mendeteksi antibodi IgM dari seluruh serum pada antigen serotypetyphi O-9
lipopolisakarida.Namun, antibodi pasien menghambat pengikatan antara partikel indikator yang dilapisi dengan antibodi monoklonal anti-O9 dan lipopolisakarida yang dilapisi partikel magnetik (Kawano, R.et al., 2007). Spesimen yang digunakan adalah sampel serum atau plasma heparin (Marleni,M.,dkk.,2014).
15
Hasil tes tubex ditentukan berdasarkan skor yang interpretasinya dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1. Interpretasi Hasil Uji Tubex(Kusumaningrat, I. dan Yasa, I.,2014)
Skor Nilai Interpretasi
<2 Negatif Tidak menunjukkan infeksi tifoid aktif
3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi pengujian, apabila masih meragukan lakukan pengulangan beberapa hari kemudian
4-5 Positif Menunjukkan infeksi tifoid aktif >6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid
3) Uji Thypidot
Uji Typhidot atau Metode dot enzyme immunoassay ialah sebuah pemeriksaan serologi yang mendeteksi adanya antibody spesifik IgM maupun IgG terhadap Salmonella typhi.Tes ini mempergunakan membrane nitroselulosa yang berisi 50kDa spesifik protein dan antigen control.Tahap awal infeksi bakteri
Salmonella ditunjukkan dengan ditemukannya antibody IgM, sedangkan infeksi
lebih lanjut ditandai dengan peningkatan IgG.(Sudoyo, 2009).
Gambar 2.7 Prinsip dan Interpretasi untuk Uji Thypidot (M.Malathi,Dept of Microbiology Chengalpattu Medical College.,2015)
Kultur bakteri memang gold standar untuk identifikasi bakteri Salmonella , namun kepekaan atau sensitivitas thypidot lebih besar kurang lebih 93% daripada kultur. Oleh karena itu, uji thypidot dapat digunakan sebagai diagnosis cepat di daerah endemis demam tifoid (WHO, 2003; Marleni, 2012).Dibandingkan dengan pemeriksaan widal, uji thypidot memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik. Hal ini karena dalam uji thypidot tidak perlu adanya reaksi silang dengan salmonellosis nontifoid (Meta,S.,2013). Bahkan kemungkinan thyphidot IgM untuk terjadinya reaksi silang sangat kecil karena berdasarkan mekanisme kerjanya typhidot mendeteksi IgM tidak pada O, H dan Vi melainkan pada Outer Membran Protein (OMP) (Meta,S.,2013).
4) IgM Disptik
Tes dipstick Salmonella adalah tes untuk mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen lipopolisakarida (LPS) dari Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphi. Tes ini didasarkan atas ikatan antara IgM spesifik Salmonella typhi
dengan LPS tanpa membutuhkan peralatan dan keterampilan khusus serta dapat diterapkan di daerah perifer (WHO,2003). Dipstick terdiri dari dua pita yang tersusun secara horizontal: pita tes antigen (bawah) mengandung antigen reaktif yang spesifik dan pita internal control (atas) mengandung anti-human IgM antibodi. Uji didasarkan atas ikatan antibodi IgM spesifik S. typhi terhadap antigen S. typhi. Ikatan antibodi IgM secara spesifik dideteksi dengan konjugat IgM antihuman(WHO,2003).
17
Gambar 2.8 Prinsip tes dipstick. A: tes spesies IgT, B: tes Human IgM, C: tes negatif, D: test positif untuk Ig anti-F1, E: tes positif untuk IgM anti-F1 (Rajerison M,et al,2009).
Uji dilakukan dengan membuat dilusi 1:50 dari serum (4 µL) pada reagen deteksi (200 µL) dan dipstick diinkubasi selama 3 jam pada temperatur ruangan. Pewarnaan dari pita antigen menyatakan adanya antibodi IgM spesifik dalam sampel serum.Kekuatan pewarnaan penting dalam interpretasi hasil tes.Referensi warna strip digunakan untuk membandingkan intensitas pewarnaan dengan rentangan dari 0 (tidak ada reaksi) sampai +4 (reaksi baik). Pada uji dengan dipstick ini hasil dapat diinterpretasi dengan terbentuknya warna pada pita kontrol sehingga dianggap positif dan jika tidak terbentuk warna pada pita kontrol maka hasil dianggap negatif (WHO,2003).
5) Uji ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) Salmonella
typhi/paratyphi lgG dan lgM
Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid.Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan 1 bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2 jika lgG positif menandakan pernah kontak
pernah terinfeksi atau reinfeksi di daerah endemik (UK Standards of Microbiology,2015).
Gambar 2.9 Sarana untuk tes ELISA (Cosmo Bio USA,2011). d) Tes Biokimia
1. Tes Urease TP 36 : Hasil tes ini bahwa Urease Spesies salmonella tidak menghasilkan urease
2. Oxidase TP 26 : Tes oksidase yang hasilnya Spesies Salmonella bersifat oksidase negatif
3. Tes Indole TP19 dengan Uji Indole, spesies salmonella bersifat indol negative
e) Biomolekuler
1) PCR (Polymerase Chain Reaction)
Polymerase Chain Reaction adalah metode untuk amplifikasi
(perbanyakan) primer oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan DNA spesifik. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari jumlah nanogram DNA template dalam latar belakang besar pada sequence yang tidak relevan (misalnya dari total DNA genomik). Sebuah prasyarat untuk memperbanyak urutan menggunakan PCR adalah memiliki pengetahuan terkait metode PCR, urutan segmen spesifik yang mengapit DNA yang akan
19
diamplifikasi, sehingga oligonucleotides tertentu dapat diperoleh
(Sucipta,A.,2015).
Gambar 2.10 Hasil PCR dari bakteri Salmonella (Takahisa Miyamoto,1999)
Pemeriksaan PCR mempergunakan primer H1-d yang dapat dipakai untuk mengamplifikasi gen spesifik S. typhi. Pemeriksaan ini tergolong cepat dan dapat mendeteksi satu bakteri dalam beberapa jam (Sucipta,A.,2015). Pemeriksaan PCR memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi daripada kultur bakteri, uji widal, dan tes tubex. Kendala dalam penggunaan metode PCR yaitu rentan dengan risiko kontaminasi yang mengakibatkan hasil positif palsu, terdapat bahan-bahan dalam spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin dalam spesimen darah, bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses), biaya yang cukup tinggi, dan teknis yang relatif rumit(Marleni, M., Iriani, Y., Tjuandra, W.,dan Theodorus.,2014).
Metode ini telah berhasil digunakan dalam identifikasi subspesies
Salmonella I, Salmonella enterica serovars typhimurium, typhi dan enteritidis
serta subspesies Salmonella enterica arizonae dan diarizonae (dengan cepat dan akurat tanpa memerlukan pengujian serologis) (Anbazhagan D,dkk.2010).
2) Matrix-Assisted Laser Desorption/Ionisation Time Of Flight Mass
Spectrometry (MALDI-TOF MS)
Metode ini dapat digunakan untuk menganalisis komposisi protein sel bakteri.Kemampuan metode ini dalam melakukan analisis sensitivitas sangat cepat dan akurat.Keuntungan dari MALDI-TOF dibandingkan dengan metode identifikasi lainnya adalah hasil analisis diperoleh dalam beberapa jam. (Barbuddhe SB, Maier T,2008).
Metode ini telah digunakan untuk identifikasi Salmonella, serta dapat dipakai dalam membedakan S. enterica serovar typhi dari serovar Salmonella lainnya. MALDI-TOF MS menunjukkan bukti yang signifikan dalam identifikasi bakteri Salmonella namun memerlukan studi tambahan untuk mengetahui ketepatan identifikasinya (Clark AE,dkk.2013, Kuhns M,dkk.2012).
2.3 Diagnosis Infeksi Bakteri Salmonella typhi a) Anamnesis
Demam yang dialami penderita mulai naik secara bertahap pada minggu pertama lalu demam menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua.Demam muncul pada sore/malam hari, sakit kepala, mialgia, anoreksia, mual, muntah, serta diare.Demam adalah keluhan utama dari infeksi bakteri dan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua penderita. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari akan bertambah parah dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus atau Pneumococcus daripada S. typhi (Parama,Y.C.,2011).
Gejala yang lain yakni menggigil tidak biasa seperti malaria pada penderita yang berada di daerah endemis. Namun, demam tifoid akibat infeksi
21
bakteri Salmonella dan malaria dapat timbul bersamaan pada satu penderita.Sakit kepala hebat yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi lain S. typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis.Manifestasi gejala mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma. Nyeri perut kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis (Parama,Y.C.,2011).
Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran peritonitis akibat perforasiusus. Pemeriksaan fisik yang didapat akibat infeksi bakteri Salmonella typhi adalah Febris, kesadaran berkabut, bradikardia relative (peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi rata-rata 8x/menit dari normal), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah) tremor,hepatomegali, splenomegali, dan nyeri tekan pada bagian abdomen (Parama,Y.C.,2011).
b) Gejala Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan penderita dewasa.Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari.Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan(Parama,Y.C.,2011). yaitu :
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu.Bersifat febris remiten dan suhu tidak terlalu tinggi.Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.Dalam minggu kedua, penderita terus
berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga(Parama,Y.C.,2011). b. Ganguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap.Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden).Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus).Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare (Parama,Y.C.,2011).
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah(Parama,Y.C.,2011).
c) Uji Laboratorium
Dalam menunjang anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pada penderita akan ditemukan lekopeni, lekositosis, atau lekosit normal, aneosinofilia, limfopenia, peningkatan laju endap darah, anemia ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati seperti hepatitis tifosabila, hepatomegali, ikterik, (ditunjukan dengan hasil bilirubin >30,6 umol/1, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan indeks PT), serta kelainan histopatologi(Parama,Y.C.,2011).
Pada kultur darah (biakan empedu) ditemukan hasil yang positif. Dalam keadaan normal darah bersifat steril dan tidak dikenal adanya flora normal dalam darah.Ditemukannya bakteri dalam darah disebut bakteremia. Pasien dengan gejala klinis demam tiga hari atau lebih dan memperlihatkan hasil positif S. typhi
23
paratyphi juga dapat dijadikan sebagai diagnosa pasti infeksi abkteri salmonella
dalam hal ini demam tifoid (Parama,Y.C.,2011).
Selain itu, dapat pula dilakukan tes serologis seperti tes widal.Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella terdapat dalam serum demam tifoid, juga pada orang yang pemah terinfeksi Salmonella dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap demam tifoid.Peningkatan titer uji Widal >4 kali lipat setelah satu minggu dapat dijadikan pemeriksaan yang menunjang diagnosis. Uji widal tunggal dengan titer antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas dapat pula menegakkan diagnosis (WHO,2003).
Apabila kultur darah negatif , hal ini belum tentu diagnosisnya tidak terinfeksi bakteri. Karena ada penderita dengan tifoid karier, yang mana ditemukannya kuman Salmonella typhi dalam biakan feses atau urin pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang yang setelah 1 tahun
25 BAB III PENUTUP
Salmonella adalah bakteri Gram negatif, memiliki flagela, bersifat
fakultatif anaerobik yang memiliki tiga antigen utama: antigen H atau flagela; O atau antigen somatik; dan antigen Vi (hanya dimiliki beberapa serovar). Isolat salmonella pada media SSA (Salmonella Shigella Agar) pada suhu 37oC nampak koloni cembung, transparan, bercak hitam dibagian pusat.
Prinsip identifikasi Salmonella typhi adalah dengan melihat penampang secara mikroskopis (pewarnaan gram), kultur bakteri, uji serologis, uji biokimia dan biomolekuler. Masing-masing cara identifikasi memiliki keuntungan dan kelemahan tersendiri. Oleh karena itu, pemilihan cara identifikasi disesuaikan dengan kondisi dan waktu pemeriksaan.
Cara untuk mendiagnosis bakteri Salmonella typhi didapat dengan anamnesis, lalu melihat gejala klinis yang muncul, gejala penyerta serta dengan melakukan uji laboratorium baik kultur, serologis dan lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti penderita yang memang terinfeksi bakteri Salmonella typhi.
26
DAFTAR PUSTAKA
Aryal,Sagar.2016.Media Kultur Bakteri. [online] Tersedia di: https://microbiologyinfo.com/category/culture-media/.[Diunduh 04 Juli 2017]. Badan Litbang Kesehatan. Riset Keseha-tan Dasar 2007. Jakarta; 2008.[Online]. Tersedia di: https://www.k4health.org/sites/defa ult/files/laporan Nasional Riskesdas 2007.pdf. [Diunduh 10 Mei 2017].
Badan POM,RI.2016.Sentra Informasi Keracunan Nasional.[online] Tersedia di: http://ik.pom.go.id/v2016.[Diunduh 05 Mei 2017].
Barbuddhe SB, Maier T, Schwarz G, Kostrzewa M, Hof H, Domann E, et al.
Rapid identification and typing of listeria species by matrix-assisted laser desorption ionization-time of flight mass spectrometry. Appl Environ Microbiol
2008;74:5402-7.
Bhunia, A. K. 2008. Foodborne microbial pathogens:Mechanisms and
pathogenesis.United States of America: Springer Science + Business Media, LLC.
Bhutta, Z. 2006. Current Concepts in the Diagnosis and Treatment of Typhoid
Fever.BMJ, 333 (1): 78-82.
Brands D. 2006.Salmonella. Chelsea House Publishers: United States of America. Choerunnisa, Tjiptaningrum, dan Basuki. 2014. Proporsi Pemeriksaan IgM Anti Salmonella Typhi 09 Positif Menggunakan Tubex dengan Pemeriksaan Widal Positif pada Pasien Klinis Demam Tifoid Akut di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Medical Journal of
Lampung University, 3 (1): 102-110.
Clark AE, Kaleta EJ, Arora A, Wolk DM.2013. Matrix-assisted laser desorption ionization-time of flight mass spectrometry: a fundamental shift in the routine practice of clinical microbiology. Clin Microbiol Rev. 26:547-603.
CosmoBio.2014. Rapid detection of Salmonella spp. by PCR amplification of Salmonella specific region in gat D gene.USA.[Online] tersedia di: http://www.cosmobiousa.com/csb_kits_chicken.html.[Diunduh 04 Juli 2017]. Dept. Medical Microbiology and Infectious diseases at University of Medical Center Rotterdam.Salmonella typhi microbe canvas.[online] Tersedia di http://microbe-canvas.com/Bacteria/gram-negative-rods/facultative-anaerobic- 3/catalase-positive-3/oxidase-negative/colistin-susceptible-1/salmonella-typhi.html.[Diunduh 13 Mei 2017].
Evi,A.E.‘Analisis Multidrug Resistensi Terhadap Antibiotik Pada Salmonella
Gray JT, Fedorka-Cray PJ. 2012. Salmonella. Di dalam: Foodborne Diseases. Ed ke-2.Cliver, D.O. and Riemann, H. (Eds.). New York: Academic Press. pp. 55-68. Hanes, D. 2003. Nontyphoid Salmonella. In Henegariu,O., Heerema, N. A., Dloughy, S. R., Vance, G. H and Vogt, P. H. (Eds.). International handbook of foodborne pathogens, p. 137-149. New York: Marcel Dekker, Inc.
Intralab,Biotekindo.2016. Tubex Kit.[online] Tersedia di: http://pacbiotekindo.co.id/index.php/product.[Diunduh 02 Juli 2017].
Jorgensen,JH.et al.Jawetz,Melnick & Adelbeg’s.2010.Medical Microbiology 25th
edition Chapter 15.New York : McGraw Hill Companies.
Kawano, R., Leano, S., and Agdamag, D. 2007.Comparison of Serological Test Kits for Diagnosis of Typhoid Feverin the Philippines.Journal ofClinical
Microbiology, 45 (1): 246- 247.
Keddy, K., et al. 2011. Sensitivity and Specificity of Typhoid Fever Rapid Antibody Tests for Laboratory Diagnosis at Two Sub-Saharan African Sites.Bull
World HealthOrgan, 89 (1): 640-647.
Kuhns M, Zautner AE, Rabsch W, Zimmermann O, Weig M, Bader O, et al. .2012.Rapid discrimination of Salmonella enterica serovar Typhi from other serovars by MALDI-TOF mass spectrometry. PLoS One.7:e40004.
Kusumaningrat, I. dan Yasa, I. 2014.Uji Tubex untuk Diagnosis Demam Tifoid di Laboratorium Klinik Nikki Medika Denpasar.E-Jurnal MedikaUdayana: 3 (1): 22-37.
Linscott, A.J. (2011) Food-borne illnesses.Clin.Microbiol.Newsl., 33(6): 41-5. Lubi,P.A.H.2015.”Identifikasi Bakteri Escherichia coli serta Salmonella sp. yang
Diisolasi dari Soto Ayam”.Jakarta: .Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah.
Mahandaru,Raffi.2013.TifoidpadaAnak.[online]Tersediadi:https://www.slideshare .net/rafimahandaru/tifoid-pada-anak.[Diunduh 13 Mei 2017].
Malathi,M..2015.Diagnosis of salmonella. Dept of Microbiology Chengalpattu
Medical College.[online] Tersedia di:
2015https://www.slideshare.net/drmalathi13/laboratory-diagnosis-of-salmonella.[Diunduh 26 Juni 2017]
Marleni, M., Iriani, Y., Tjuandra, W., dan Theodorus.2014. Ketepatan Uji Tubex TF® dalam Mendiagnosis Demam Tifoid Anak pada Demam Hari ke-4.Jurnal
Kedokteran danKesehatan, 1 (1): 7-11.
Maulana, Rizi.2011. Tes Widal. [online[ Tersedia di: https://razimaulana.files.com/2011/03/widal.jpg.[Diunduh 03 Juli 2017].
28
Meta,S.,Wiranto,B.,Agustyas, T.,Tri,S.U.’Proportion Of Positive Igm Anti-Salmonella
Typhi Examination Using Typhidot With Positive Widal Examination In Clinical Patient Of Acute Typhoid Fever In Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung’.2013.79-86.
Nelwan, R.H.H. 2007. Demam: Tipe dan Pendekatan dalam Sudoyo, Aru W. et.al.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Parama,Y.C.2011.’Bakteri Salmonella typhi’.Jurnal Kesehatan Masyarakat.2011.(6)-1.
Pratama, I. dan Lestari, A. 2015.Efektivitas Tubex sebagai Metode Diagnosis Cepat Demam Tifoid.ISM,2 (1): 70-73.
Qushai.2014.Prosedur Pemeriksaan Gall Culture Sebagai Diagnose Demam
Tifoid.[online] Tersedia di:http://qushai-fkm13.web.unair.ac.id/artikel_detail-91548.[Diunduh 20 Mei 2017].
Rajerison,M,Dartevelle,S,Ralafiarisoa,LA,Bitam,et al.2009 .Development and
evaluation of two simple, rapid immunochromatographic tests for the detection of Yersinia pestis antibodies in humans and reservoirs. [online] Tersedia di:
https://openi.nlm.nih.gov/detailedresult.php?img=PMC2668800_pntd.0000421.g0 02&req=4.[Diunduh 27 Juni 2017].
Riset Kesehatan Dasar.2007.Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Ryan KJ, Ray CG.2014.Sherris Medical Microbiology 6th edition.New York :
McGraw-Hill.p.579.
Septiawan, I., Herawati, S., dan Yasa,I. 2013. Pemeriksaan Immunoglobulin M Anti Salmonella dalam Diagnosis Demam Tifoid.E-Jurnal MedikaUdayana, 2 (6): 1080-1090.
Sheikh, et al. ‘In Vivo Expression of Salmonella Enterica Serotype Typhi Genes in the Blood of Patients with Typhoid Fever in Bangladesh’, 5.12 (2011) <https://doi.org/10.1371/journal.pntd.0001419>.
Shulman, T.S., Phair, J.P dan Sommers, H.M.Dasar biologis dan klinis penyakit infeksi.Edisi
ke-4 (terjemahan), Yogyakarta:Gadjah Mada University Press,pp 300-305.
Siba, V., et al. 2012.Evaluation of Serological Diagnostic Tests for Typhoid Fever in PapuaNew Guinea Using a Composite Reference Standard.Clinical and
VaccineImmunology, 19 (11): 1833-1837.
Sucipta, A. 2015.Baku Emas Pemeriksaan Laboratorium Demam Tifoid pada
Anak. Jurnal Skala Husada, 12 (1): 22-26.
Takahisa Miyamoto, Sudsai Trevanich, Ken-ichi Honjoh, Shoji Hatano.1999.Japanese Journal of Food Microbiology.16(2), 99-109.
TriAtmodjo, Pdan Triningsih, E.M. 1998.Besarnya kasus demam tifoid di Indonesia dan pola resisten Salmonella typhi terhadap antibiotika.Majalah
Kesehatan Masyarakat Indonesia.5:261-263.
UK Standards of Microbiology.2015.’Identification of Salmonella species’.Public Health England.
World Health Organization (WHO). 2003. Typhoid fever.[online] Tersedia di:http://www.who.int/.[Diunduh 14 Juni 2017].
World Health Organization. 2003. Essential safety requirement for street vended