BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Tiap-tiap individu yang dilahirkan di dunia ini pasti sangat mengharapkan memiliki ekonomi yang cukup dan mampu menjalani hidup tanpa harus menghiraukan besok makan apa karena telah memiliki penghasilan yang tetap dari pekerjaan yang dimilikinya. Dengan kata lain, setiap orang berharap memperolah pendapatan yang layak untuk dapat hidup dengan keluarganya secara layak. Soal
keuangan dalam ekonomi pembangunan merupakan soal yang pelik sekali.1
Dengan keadaan yang sangat pelik ini tiap tiap orang berusaha untuk memperoleh pekerjaan dan dapat menuntaskan puzzle ekonomi hidupnya. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Maksud penghasilan yang layak adalah penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak, dimana jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/ buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua.2
Masalah pekerjaan, kesempatan kerja serta perekonomian sebenarnya merupakan hal yang sangat mendasar. Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak
1Rochmat Soemitro, Pengantar ekonomi dan ekonomi Pancasila (Bandung: Eresco,1991)
hlm. 180
mendapatkan kehidupan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”.3Kalimat tersebut apabila dikaitkan dengan tugas pemerintah di
bidang ketenagakerjaan mempunyai makna bahwa kesempatan kerja yang tersedia dalam negeri adalah untuk tenaga kerja Indonesia.Oleh karenanya, kesempatan kerja yang ada dalam negeri wajib diprioritaskan bagi tenaga kerja Indonesia, sedangkan keberadaan tenaga kerja asing adalah sebagai komplementer untuk melaksanakan kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh tenaga
kerja Indonesia.4Negara mempunyai kewajiban agara ketentuan Pasal 27 ayat (2)
dilaksanakan.Pasal ini menekankan hak tiap warga negara dan sekaligus menekan
tugas pemerintah untuk melaksanakan kewajibannya itu.5
Sejalan dengan Pasal 27 ayat (2) diatas, pada Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 berbunyi “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.6
3Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 27 ayat (2) 4
C. Sumarprihatiningrum, Penggunaan Tanaga Keja Asing di Indonesia (Jakarta Himpunan Pembina Sumber daya Manusia Indonesia, 2006) hlm. 4
5H.S. Syarif,Pedoman Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia dan
peraturan-peraturannya (Jakarta, Sinar Grafika,1996) hlm.1
6Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 28D ayat (2)
Dari Pasal yang ada di dalam landasan negara Indonesia itu dapat ditarik sebuah kesimpulan kecil bahwa pada dasarnya hak untuk mendapat pekerjaan dan bekerja serta mendapat imbalan yang adil dan layak sebenarnya adalah sudah dijamin karena telah diamanatkan didalam dasar negara kita sendiri, walaupun pada kenyataan para pengguna tenaga kerja selalu berusaha untuk menekan upah sampai suatu minimum yang
diperlukan buruh, sedangkan buruh sebaliknya berjuang terus menerus untuk
menaikkan tingkat kehidupan.7
Pada awal pembentukannya pada 8 Agustus 1967,
Tenaga kerja asing pada dewasa ini adalah ibarat salah suatu komoditi unggul bagi suatu negara meningkatkan pendapatan negara serta salah satu cara untuk mengurangi kepadatan penduduk dari suatu negara. Berbicara tentang perekonomian yang kebanyakan negara mengalami semakin hari semakin sulit maka banyak negara yang melakukan diskusi ataupun melakukan suatu perjanjian antar negara untuk sama sama mendukung dalam menghadapi era globalisasi. Ada beberapa negara yang mengadakan perjanjian bilateral, regional maupun multilareal seperti Masyarakat Ekonomi Eropa (“MEE”), serta perjanjian lain. Dan untuk yang regional sendiri negara negara di Asia Tenggara tidak ketinggalan juga untuk membuat suatu kesepakatan maupun perjanjian sesama wilaya regional Asia Tenggara yang diberi nama ASEAN dan yang nantinya akan membentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (“MEA”).
8
7Rochmat Soemitro, op.cit. hlm 165.
8Luhulima,dkk , Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN 2015 (Jakarta,
Pustaka Pelajar,2008), hlm. 1
ASEAN lebih ditujukan pada kerjasama yang ber orientasi politik guna pencapaian kedamaian, keamanan di kawasan Asia Tenggara. Dimulai dari lima negara pendiri, yaitu, Indonesia, Filipina, Thailand, Malaysia, dan Singapura, kini ASEAN terdiri dari sepuluh negara yang bergabung kemudian, yaitu Brunei Darussalam (1984),Vietnam (1995), Myammar dan Laos (1997) dan Kamboja (1999). Kerja sama regional ini semakin diperkuat dengan semangat stabilitas ekonomi dan
sosial di kawasan Asia Tenggara9. Kerja sama ASEAN pun telah mengalami perluasan (broadening) dan pendalaman (deepening), bukan lagi soal kerja smaa ekonomi, teknologi dan sosial budaya, melainkan merambah ke soal-soal politik hukum dan keamanan yang diharapkan dapat menjadi menjadi landasan untuk
mencapainya masyarakat yang sejahtera dan damai.10
Perjalanan panjang dan kerjasama regional ASEAN menemukan bentuk yang lebih nyata dengan ditandatanganinya Piagam ASEAN dan Cetak biru ASEAN menuju MEA 2015 pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-13 di Singapura (November, 2007) bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-empat dasawarsa.Dengan MEA sebagai tujuan akhir, berbagai inisiatif kerjasama ekonomi yang dilakukan selama ini dipetakan dengan lebih sistematis dan secara strategis dijadualkan pencapaiannya, termasuk pemantauan dan penyesuaian yang diperlukan.Penandatangan Piagam ASEAN ini menandakan babak baru ASEAN menuju sebuah organisasi dengan komitmen bersama yang mengikat secara hukum, dengan cetak biru MEA yang memberikan arah bagi
perwujudannya.11Adapun di Indonesia sendiri telah meratifikasi cetak biru
ASEAN Economy Community diundangkan di dalam undang-undang 38 tahun
200812
9Sjamsul Arifin, Rizal A. Djaafara, Aida S. Budiman, Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015,
(Jakarta:kelompok kompas Gramedia,2008), hlm. 1.
10
luhulima op.cit, hlm.v
11Ibid hlm. vii
12Undang-Undang Nomor 38 tahun 2008 tentang Pengesahan Charter of Association of
Southest Asian Nation( Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara), Lembaran Negara Republik Indonesia, Nomor 165 Tahun 2008.
. Dengan kata lain setelah adanya ratifikasi ini Indonesia secara hukum harus tunduk terhadap apa-apa saja yang menjadi isi dari cetak biru dalam
ASEAN itu. Tentu hal ini akan berpengaruh terhadap pemberlakuan hukum di Indonesia setelah diratifikasinya hal ini.
MEA diharapkan akan membawa ASEAN menuju pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing, pertumbuhan ekonomi yang lebih merata dan meningkatkan kemampuan untuk berintegrasi dengan perekonomian global. Salah satu alasan pembentukan pasar tunggal tersebut adalah menjawab tantangan sehubungan dengan meningkatnya persaingan terutama di kawasan regional akibat bangkitnya Cina dan India. Pencapaian MEA menjadi pasar tunggal dan kesatuan basis produksi dilakukan melalui lima pilar, yaitu: aliran bebas dari barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas. Selain itu juga dikembangkan 12 sektor prioritas yang menjadi “Lead Sektor”proses liberisasi dan integrasi kawasan. Kerjasama ekonoomi regional secara teoritis dan empiris menawarkan berbagai peluang bagi ASEAN. Tetapi hal yang tidak dapat dipungkiri adalah manfaat tersebut baru dapat dinikmati secara optimal bila persyaratan dasar terpenuhi, termasuk kemampuan individual negara dalam mempersiapkan diri
menuju proses integrasi tersebut.13
Untuk meningkatkan kerja sama di bidang perdagangan jasa antar negara anggota ASEAN dibentuklah ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) pada tanggal 15 Desember 1995 di Bangkok, Thailand oleh Menteri-menteri Ekonomi ASEAN. Liberalisasi perdagangan jasa di bawah kerangka AFAS dilaksanakan melalui putaran negosiasi setiap 2 tahun hingga 2015.Dari
13ibid
putaran perundingan dalam kerangka AFAS, dihasilkan suatu jadwal komitmen yang spesifik yang dilampirkan pada kerangka perjanjian.Jadwal ini sering disebut sebagai paket komitmen jasa.14
Dalam kesepakatan mengenai bidang jasa tersebut maka arus keluar masuk tenaga kerja asing akan semakin mudah baik itu di Indonesia maupun di negara ASEAN lainnya. Integrasi sektor jasa harus memfasilitasi proses pembangunan landasan produksi tunggal ASEAN. Inisiatif-inisiatif regional harus pula ditujukan untuk mempromosikan industri jasa berbiaya rendah tetapi berkualitas tinggi yang memungkinkan ASEAN mengembangkan diri sebagai suatu poros alihdaya
(outsourching hub) global.15
MRA merupakan instrumen kebijakan yang dibentuk untuk memajukan integrasi ekonomi dan meningkatkan perdagangan antar negara.Kondisi ini dicapai melalui pengurangan hambatan non tarif barang dan jasa. Melalui MRA, untuk produk barang dan jasa yang telah melalui tahapan pengujian/testing, dapat masuk ke negara importir secara langsung tanpa melalui prosedur pengujian
Pada ASEAN sendiri, salah satu upaya yang akan dilakukan untuk mendukung sektor jasa dan bidang terampil adalah pembentukan Mutual Recognition Arrangements atau dapat disebut dengan MRA. MRA ini adalah kesepakatan yang diakui bersama oleh seluruh negara ASEAN untuk saling mengakui atau menerima beberapa atau semua aspek hasil penilaian seperti hasil tes atau berupa sertifikat.
14Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Arus Bebas Perdagangan Jasa,
http://aeccenter.kemendag.go.id/tentang-aec-2015/4-pilar-ASEAN/single-market-production-base/free-flow-of-services/, diakses pada 4 juli 2017 pukul 9.42.
serupa, menurut Tullao dan Cortez, tujuan pembentukan MRA dimaksimalkan untuk menciptakan prosedur dan mekanisme akreditasi mencapai kesamaan / kesetaraan serta mengakui perbedaan antar negara dalam hal pendidikan dan
pelatihan, pengalaman, serta persyaratan lisensi untuk praktik profesi.16
Dengan tercapainya kesepakatan MRA, negara-negara akan memperoleh beberapa manfaat berupa pengurangan biaya, kepastian akses pasar, peningkatan daya saing, serta aliran perdagangan yang lebih leluasa. Hingga 2007, terdapat empat MRA yang telah disepakati oleh negara-negara anggota yakni MRA untuk jasa engineering,nursing,architectural, dan surveying qualificatiom. Sementara itu MRA yang masih dalam proses negosiasi adalah MRA untuk sektor jasa-jasa akuntansi, tenaga medis (dokter umum dan dokter gigi), dan pariwisata. Penyusunan MRA untuk bidang professional utama lainnya seperti bidang pertambangan dan e-commerce, hingga 2007 belum dimulai.Dalam hal ini, perlu dikemukakan bahwa penyusunan MRA untuk berbagai bidang professional di negara-negara ASEAN pada prinsipnya bersifat terbuka, sepanjang MRA profesi
tersebut dipandang perlu dan dapat dilakukan.17
Adapun untuk tenaga kerja asing bidang jasa pariwisata itu sendiri dibahas oleh Kementerian Pariwisata bersama Sekretariat ASEAN serta menyelenggarakan konferensi internasional “ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Tourism Professional (MRA-TP)” pada 8-9 Agustus 2016 di Hotel Grand Mercure, Kemayoran Jakarta. Dan untuk menyikapi hal ini telah
16Sjamsul arifin,dkk,op. cit, hlm.251 17Ibid. hlm. 252
dikeluarkan beberapa peraturan yang dapat mengakomodir terhadap penggunaan
tenaga kerja asing jasa pariwisata terebut.18
B. Rumusan masalah
Adapun dengan berlakunya MRA di bidang jasa pariwisata ini akan membuat satu patokan baru terhadap sistem ketenagakerjaan bidang jasa pariwisata di ASEAN.
Oleh karena latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penulisan skripsi dengan judul “Kajian yuridis terhadap penggunaan tenaga kerja asing di bidang jasa pariwisata di Indonesia dalam perspektif Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)”
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan sebelumnya, penulis memilih beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Adapun permasalahan yang akan dibahas, antara lain:
1. Apakah konsekuensi yuridis berlakunya kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN bagi Indonesia?
2. Bagaimana pengaturan atas penggunaan tenaga kerja asing bidang jasa pariwisata di Indonesia?
3. Apakah akibat hukum keberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN terhadap penerimaan tenaga kerja asing bagi jasa pariwisata di Indonesia.
18Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, “Siaran Pers Konferensi Internasional
ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Tourism Professional (MRA-TP) Bentuk Dukungan Indonesia Hadapi MEA 2016”, http://www.kemenpar.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=3251 di akses pada 17 juli 2017 pukul 16.20 WIB.
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan yang akan dicapai dari penulisan skripsi ini, adalah:
1. Mengetahui konsekuensi yuridis berlakunya kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN bagi Indonesia
2. Mengetahui pengaturan atas penggunaan tenaga kerja asing bidang jasa pariwisata di Indonesia?
3. Mengetahui akibat hukum keberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN terhadap penerimaan tenaga kerja asing bagi jasa pariwisata di Indonesia.
Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini, adalah:
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dari skripsi ini mampu memberikan sumbangan konsep teoritis dalam pengembangan ilmu pengetahuan hukum ekonomi khususnya dalam bidang Ketenagakerjaan Asing di Indonesia terlebih di dalam menghadapi MEA yang telah berjalan. Skripsi ini diharapkan juga dapat dijadikan bahan referensi bagi Pemerintah sebagai pengatur penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia dan tenaga kerja asing yang ada di Indonesia bahkan bagi para swasta yang mungkin ada ketertarikan dalam pengadaan tenaga kerja asing di Indonesia khususnya bidang jasa pariwisata dan juga kiranya skripsi ini mampu memberikan sedikit pencerahan kepada pengusaha yang bergerak di bidang jasa pariwisata bagaimana aturan mengenai penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Akademisi
Diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam memperkaya refrensi kepustakaan bagi akedemisi dan diharapkan dapat menambah wawasan bagi para pembacanya.
b. Bagi Tenaga Kerja Asing
Diharapan dengan penulisan skripsi ini dapat memberikan informasi kepada tenaga kerja asing bagaimana ketentuan hukum dan ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi di Indonesia terkait dengan bekerjanya tenaga kerja asing tersebut di Indonesia dalam jasa pariwisata terkhususnya dengan berlakunya pasar bebas ASEAN.
c. Bagi Pengusaha/Pemberi Kerja Tenaga Kerja Asing
Diharapkan dengan penulisan skripsi ini dapat memberikan informasi kepada para pengusaha sebagai salah satu pengguna jasa tenaga kerja di Indonesia dan yang terkhusus dalam bidang usaha pariwisata yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai orang yang bekerja di perusahaan yang dimiliki maupun yang di pimpinnya.
D. Keaslian Penulisan
Skripsi ini berjudul “Kajian yuridis terhadap penggunaan tenaga kerja asing di bidang jasa pariwisata di Indonesia dalam perspektif Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)” Penulis terlebih dahulu melakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Setelah dilakukan berbagai penelusuran mengenai judul skripsi, dari perpustakaan ataupun media elektonik, maka penulis tertarik membahas tentang Tenaga Kerja Asing jasa pariwisata dan kaitannya dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN yang dilampirkan pada tanggal 26 Mei 2017 membuktikan bahwa judul ini belum ada atau belum terdapat di perpustakaan Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini dilakukan dengan menelusuri karya ilmiah melalui media internet dan sepanjang penelusuran yang dilakukan, belum ada penelitian yang pernah mengangkat topik tersebut.Sekalipun ada tentu saja subtansinya berbeda dengan substansi skripsi ini.
Permasalahan yang dibahas di skripsi ini murni hasil pemikiran penulis yang didasarkan pada pengertian-pengertian, teori-teori dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak maupun media elektronik.Oleh karena itu, skripsi ini adalah karya asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
Dalam tinjauan kepustakaan dicoba untuk mengemukakan beberapa ketentuan dan batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan.Hal ini berguna bagi penulis untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi agar berada dalam topik yang diangkat dari permasalahan yang telah disebutkan di atas.
Terkait dengan topik yang diangkat dalam skripsi ini perlu dilakukan pemabtasan terhadap beberapa hal sebagai berikut:
1. Tenaga Kerja Asing
Tenaga Kerja Asing adalah orang asing yang bukan warga negara Indonesia, karena kemampuan dan kualifikasi yang dimilikinya sangat dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dana tau pekerjaan di dalam negeri guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Terkait dengan kebutuhan masyarakat disini dapat diartikan bahwa tenaga kerja asing terpaksa dipekerjakan oleh pengguna jasa tenaga kerja, Karena pasar kerja yang ada di dalam negeri tidak terdapat tenaga kerja yang memenuhi kualifikasi untuk melaksanakan kegiatan atau pekerjaan yang ada di dalam negeri atau apabila ada jumlahnya sangat terbatas dalam arti volume kerja yang ada dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia tidak
sebanding.19
Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 1 ayat (18) yang dimaksud dengan Tenaga kerja asing adalah warga warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah
Indonesia.20
2. Tenaga kerja warga negara asing yang mempunyai izin tinggal tetap. Adapun pengertian mengenai tenaga kerja asing juga ditemukan di dalam ketentuan Pasal 1 angka (1) Keputusan Presiden Nomor 75 tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang, yang menyebutkan bahwa Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang selanjutnya disingkat TKWNAP adalah Warga Negara Asing yang memiliki Visa Tinggal Terbatas atau izin Tinggal Terbatas atau izin Tinggal Tetap untuk maksud bekerja di dalam wilayah Republik Indonesia. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa TKA/TKWNAP menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Keppres di atas terdiri dari:
1.Tenaga Kerja warga negara asing yang mempunyai visa tinggal terbatas atau izin terbatas
21
-Pemberi tenaga kerja asing yang selanjutnya disebut pemberi tenaga kerja TKA adalah perusahaan, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja asing dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
Adapun pengertian lain yang terkait dengan tenaga kerja asing sesuai dengan ketentuan yang ada berlaku di Indonesia adalah
-Tenaga kerja Indonesia pendamping yang selanjutnya disebut sebagai TKI pendamping adalah tenaga kerja warga negara Indonesia yang di tunjuk dan dipersiapkan sebagai pendamping dana tau calon pengganti tenaga kerja asing tersebut;
20Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan 21Suria Ningsih, op.cit, hlm. 162
-Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut RPTKA adalah rencana penggunaan tenaga kerja asing atau tenaga kerja Indonesia pendamping yang pada jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi kerja Tenaga Kerja Asing untuk jangka waktu tertentu yang disahkan oleh menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau pejabat yang ditunjuk;
-Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya dibut (IMTA) adalah ijin tertulis yang diberikan oleh menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau pejabat yang ditunjuk kepada pemberi kerja Tenaga Kerja Asing;
-Instansi Teknis adalah instansi yang memberikan ijinusaha atau yang bertanggung jawab dalam pembinaan kegiatan usaha pemberi kerja tenaga kerja
asing atau yang bertanggung jawab dalam pembinaan profesi.22
2. Pariwisata
Menurut undang-undang kepariwisataan23
Wis(man) - rumah, properti, kampong, komunitas
, pada pasal 1 angka 4 “Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.”
Istilah pariwisat terlahir dari Bahasa sansekerta yang komponen-komponen terdiri dari:
Pari - penuh, terlengkap, berkeliling
22C. Sumarprihatiningrum, op.cit. hlm 4
23Undang-UndangNomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan Lembaran Negara
Ata - pergi, terus-menerus, mengembara (roaming about)
Yang bila dirangkai menjadi satu kata melahirkan istilah pariwisata, berarti: pergi secara lengkap meninggalkan rumah (kampong) berkeliling terus menerus. Dalam operasionalnya istilah pariwisata sebagai pengganti istilah asing “tourism” atau “travel” diberi makna oleh Pemerintah Indonesia: “Mereka yang meninggalkan rumah untuk mengadakan perjalanan tanpa mencari nafkah di
tempat-tempat yang dikunjungi sambal menikmati kunjungan mereka”.24
3. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Masyarakat Ekonomi ASEAN “MEA” 2015 “ASEAN Economic Community (AEC)” Merupakan sebuah intergrasi ekonomi ASEAN dalam menghadapi perdagangan bebas antar sesama negara-negara ASEAN. Dalam hal ini berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa MEA ialah sebuah sistem pasar bebas antara sesama negara anggota ASEAN yang menghilangkan pajak atau bea cukai serta kebebasan sebuah negara untuk memasukkan
barangnya ke negara lainnya.25
MEA atau ASEAN Economy Community (AEC) merupakan konsep yang mulai digunakan dalam Declaration of ASEAN Concord II (Bali, Oktober 2003.Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah salah satu pilar perwujudan ASEAN Vision, bersama-sama dengan ASEAN Security Community (ASC) dan ASEAN
24Nyoman Pendit, Ilmu Pariwisata (Jakarta: Pradnya Paramita, 2002) hlm. 1
25Samhis Setiawan, “Masyarakat Ekonomi ASEAN Pengertian, Tujuan dan Kesiapan”,
http://www.gurupendidikan.co.id/masyarakat-ekonomi-asean-pengertian-tujuan-kesiapan/, diakses pada 7 Agustus 2017 pukul 5:11
Socio-Cultural Community (ASCC).MEA adalah tujuan akhir dari intergrasi
ekonomi seperti yang dicanangkan dalam ASEAN Vision 2020.26Keputusan
penting pada KTT ASEAN ke-12 di Cebu Januari 2007 adalah mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN dari target semula tahun 2020 menjadi 2015. Percepatan jadwal ini semula diusulkan dalam KTT ASEAN ke-11 di Kuala Lumpur tahun 2005 dan diperkuat dengan rekomendasi dari ASEAN Economic Ministerial Meeting ke-38 pada Agustus 2006.27Adapun negara negara yang tergabung dalam MEA itu sendiri adalah Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina,
Singapura, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myammar, dan Kamboja.28
Soerjono Soekanto menyatakan bahwa, penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan anlisa konstruksi yang dilaksanakan secara metodologis dan konsisten.
F. Metode Penelitian
29
Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara
tertentu. 30Sistematis berarti berdasarkan suatu sistem yang konsisten yang berarti
tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu keterangan tertentu.31
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Dalam skripsi ini, metode yang dipakai adalah sebagai berikut:
26Sjamsul Arifin, Rizal A. Djaafara, op.cit. hlm. 9. 27
Luhulima, Dewi Fortuna Anwar, dkk. Op.cit. hlm. 110
28KOMINFO, Komunitas ASEAN 2015
29Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta.UI Press, 1986), hlm.46. 30Ibid.
Jenis Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku
manusia yang dianggap pantas.32Penelitian yuridis mengandung arti bahwa dalam
meninjau dan menganalisa masalah dipergunakan data sekunder dibidang hukum, yaitu meliputi berbagai macam peraturan perundang-undangan, hasil karya ilmiah,
hasil-hasil penelitian dan literatur-literatur ilmu hukum.33Sedangkan normatif
mengandung arti dalam meninjau dan menganalisa masalahnya dipergunakan
pendekatan dengan menganalisa undang-undang.34 Penelitian hukum normatif
atau penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau hanya menggunakan data sekunder.35
2. Data Penelitian
Penelitian yuridis normatif menggunakan data sekunder sebagai data utama. Data sekunder yang digunakan dalam skripsi ini adalah data yang
diperoleh dari bahan-bahan hukum yang sudah tersedia, antar lain :36
a. Bahan Hukum Primer
Adapun bahan hukum primer yang digunakan antara lain :
32
Amiruddin dan Zainal Askin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.118.
33Ibid. 34
Ibid.
35Tampil Anshari Siregar, Metode Penelitian Hukum Penulisan Skripsi, (Jakarta :PT.
Pustaka Bangsa Pres, 2005), hlm. 23.
36Bambang Sugono,Metodologi Penelitian Hukum , (Jakarta: PT.Raja Grapindo
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”);
2. Undang-Undang 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; 3. Undang-Undang 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan;
4. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia nomor 16 tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing
5. Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pemberlakuan Wajib Sertifikasi Kompetensi Di Bidang Pariwisata
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder berupa buku-buku yang terkait dengan judul skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian dan beberapa jurnal yang akan saya jadikan sebagai rujukan untuk melihat penggunaan Tenaga Kerja Asing jasa pariwisata di Indonesia
b. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier, berupa petunjuk dan penjelasan terhadap hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, jurnal ilmiah, dan bahan-bahan hukum lain yang relevan dan bisa digunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dari penulisan skripsi ini dilakukan dengan studi pustaka, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang diperoleh melalui peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur, pendapat sarjana hukum, hasil seminar, artikel dari media elektronik, dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
4. Analisis Data
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam perundang-undangan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat.37
37Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Palu : Ghalia Indonesia, 2009), hlm.105. Data yang di analisis secara kulitatif akan dikemukakan dalam bentuk uaraian secara sistematis, semua data diseleksi diolah kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga diperoleh jawaban terhadap permasalahan yang diajukan.
5. Sistematika Penulisan
Pembahasan dan penyajian suatu penelitian harus teratur agar tercipta karya ilmiah yang baik. Skripsi ini terdiri dari beberapa bab yang saling berkaitan satu sama lain, karena isi dari skripsi ini bersifat berkesinambungan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya. Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab I berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan, yang semuanya berkaitan dengan tinjauan yuridis terhadap penggunaan Tenaga Kerja Asing bidang Jasa Pariwisata dalam perspektif Masyarakat Ekonomi ASEAN.
BabII memuat tentang konsekuensi yuridis berlakunya kerrangka Masyarakat Ekonomi ASEAN terhadap Indonesia yang mana nantinya akan dimuat mengenai Sejarah terbentuknya dan tujuan didirikannya MEA, kedudukan MEA dari segi hukum, kesepakatan-kesepakatan dalam kerangka MEA dan konsekuensi hukum berlakunya MEA terhadap Indonesia
Bab III membahas mengenai pengaturan penggunaan tenaga kerja asing di bidang jasa pariwisata di Indonesia, yang mana pada bab ini akan dibahas mengenai pengertian pariwisata dan jasa pariwisata, penggunaan tenaga kerja asing berdasarkan perundang-undangan yang ada di Indonesia, penggunaan tenaga kerja asing di bidang jasa pariwisata di Indonesia serta aspek pengawasan terhadap tenaga kerja asing di bidang jasa pariwisata di Indonesia.
Bab IV membahas mengenai akibat hukum berlakunya MEA terhadap perekonomian tenaga kerja asing bidang jasa pariwisata yang mana akan lebih dibahas secara rinci dengan sub topik kerangka hukum perdagangan jasa dalam kerangka MEA, kebebasan aliran tenaga kerja dalam kerangka MEA, Mutual Recognition Arragement (MRA) dalam tenaga kerja terdidik bidang jasa pariwisata dan akan dibahas juga mengenai akibat hukum MEA terhadap perekonomian tenaga kerja asing bidang jasa pariwisata.
Bab V merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dan saran dari penulis.