• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal. Rumput Laut Indonesia. Pusat Unggulan Ipteks Pengembangan dan Pemanfaatan Rumput Laut (PUI-P2RL) Universitas Hasanuddin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal. Rumput Laut Indonesia. Pusat Unggulan Ipteks Pengembangan dan Pemanfaatan Rumput Laut (PUI-P2RL) Universitas Hasanuddin"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PUSAT UNGGULAN IPTEK PERGURUAN TINGGI INDONESIA

Pusat Unggulan Ipteks

Pengembangan dan Pemanfaatan Rumput Laut (PUI-P2RL)

Universitas Hasanuddin

ISSN 2548-4494

Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

urnal

Rumput Laut Indonesia

J

(2)

SINOPSIS

Jurnal Rumput Laut Indonesia merupakan jurnal yang diterbitkan oleh Pusat Unggulan Ipteks

Pengembangan dan Pemanfaatan Rumput Laut (PUI-P2RL) yang terdapat di Universitas

Hasanuddin. Jurnal Rumput Laut Indonesia memuat tulisan hasil penelitian dan

pengembangan yang terkait dengan aspek ilmu pengetahuan, teknologi, dan sosial yang

berhubungan dengan rumput laut.

PENANGGUNG JAWAB

Ketua PUI-P2RL Universitas Hasanuddin

DEWAN REDAKSI

Dr. Inayah Yasir, M.Sc. (Ketua)

Andi Arjuna, S.Si., M.Na. Sc.T. Apt. (Sekretaris)

Prof. Dr. Ir. Joeharnani Tresnati, DEA. (Anggota)

Moh. Tauhid Umar, S.Pi., M.P (Anggota)

Raiz Karman, S.Pd. (Anggota)

DEWAN PENYUNTING

Prof. Dr. Ir. Agus Heri Purnomo, M.Sc. (Ekonomi Sumberdaya)

Prof. Dr. Ir. Ambo Tuwo, DEA. (Ekologi)

Prof. Dr. Ir. Ekowati Chasanah, M.Sc. (Bioteknologi dan Pasca Panen)

Prof. Dr. Jana Tjahna Anggadiredja, M.S. (Teknologi Pangan dan Farmasi)

Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc. (Budidaya Rumput Laut)

Prof. Dr. Ir. Metusalach, M.Sc (Pasca Panen)

Agung Sudariono, Ph.D. (Pakan Akuakultur)

Dr. Ir. Andi Parenrengi, M.Si. (Bioteknologi)

Asmi Citra Malina, S.Pi., M.Agr., Ph.D (Biotek)

Dr. Ir. Gunarto Latama, M.Sc (Penyakit Rumput Laut)

Dr. Ir. St. Hidayah Triana, M.Si. (Rekayasa Genetika)

Dr. Lideman, S.Pi., M.Sc (Reproduksi Biologi)

ALAMAT REDAKSI:

Jurnal Rumput Laut Indonesia, Pusat Unggulan Ipteks Pengembangan dan Pemanfaatan

Rumput Laut (PUI-P2RL) Universitas Hasanuddin.

Gedung Pusat Kegiatan Penelitian (PKP) Lantai V Kampus Unhas Tamalanrea Km. 10.

Makassar 90245

Telepon

: 085212108106

Email

: jrli-p2rl@unhas.ac.id

Website

: http://journal.indoseaweedconsortium.or.id/

SAMPUL DEPAN:

Rumput Laut

Kappaphycus alvarezii

umur 30 hari di Unit Bisnis Pembibitan

Rumput Laut PUI-P2RL-UNHAS (Foto: Ermina Pakki)

(3)

Jurnal Rumput Laut Indonesia (2016) 1 (1): 40-45 ISSN 2548-4494

Komposisi Jenis dan Laju Pertumbuhan Makroalga

Fouling

pada Media Budidaya

Ganggang Laut di Perairan Kabupaten Bantaeng

Composition and Growth Rate of Macroalgae Fouling on Seaweed Culture Rope in the Water of

Bantaeng Regency

Katarina Hesty Rombe1, Inayah Yasir2,3, Muh. Anshar Amran2,3

Diterima: 20 Juni 2016 Disetujui: 19 Juli 2016

ABSTRACT

The research was conducted in September to November 2013 in the water of Bantaeng Regency. The aim is to identify the macroalgae fouling on the rope of seaweed culture and calculate its rate of growth. The sample was limited to fouling macroalgae found in three stations. Water quality parameters include TSS, temperature, salinity, current velocity, and nutrients (N and P) were collected during every sampling time. Three observation stations, which are 300 m, 1.0 km, and 1.5 km off coastline. Distance between knot at a distance of seven cm and 15 cm. Each station consists of three tightrope test. Sampling is done every week with three replications for five weeks. Ten species of macroalgae living as a biofouling were found. Cholorophyta consist ofCladophorasp. and Enteromorphasp., Rhodophyta withAcanthophora spicifera,Hypnea spinella, H. esperi, H. pannosa, andHypneaspp. along with two unidentified algae. Cladophorasp. is the most widely present throughout the study with a percentage of 26%. The results shown that the station close to the beach has the highest growth rate in the first week continues to week three. Biological factors (spores) and the environment is thought to have an important role in its presence. Macroalgae fouling is not affected by the spacing of seaweed seedlings. Results of water quality measurements showed that the temperature has a range of 28-30oC, 30-37 ppt salinity, current speed from 0.00 to

0.113 m / sec, TSS 19.05 to 85 mg/l, phosphate from 0.21 to 0.81 mg / and nitrate 0.00 to 0.59 mg/l. Keywords: Macroalga fouling, Bantaeng Regency, seaweed culture.

PENDAHULUAN

Di Bantaeng, kegiatan budidaya ganggang laut kian berkembang. Hal ini terlihat dari jumlah produksi yang terus meningkat dari tahun ke tahunnya. Tahun 2001 sekitar 505,2 ha lahan dimanfaatkan untuk memproduksi ganggang laut seberat 120,1 ton. Tahun 2008, luas lahan meningkat menjadi 3.792 ha dengan produksi 7.677,55 ton ganggang laut (Azis, 2011).

Beberapa alasan yang memicu masyarakat mela-kukan usaha budidaya ganggang laut, yaitu masa panen singkat (45 hari), mudah dalam membu-didaya dan rendah biaya (Ma’ruf, 2005). Meskipun begitu, petani tetap menghadapi beberapa kendala dalam budidaya ganggang laut.

Salah satu ancaman yang dialami oleh pembudi-daya ganggang laut adalah adanya organisme penempel (biofouling) yang secara langsung mau-pun tidak langsung mengganggu pertumbuhan ganggang laut yang dibudidaya. Organisme pe-nempel dapat menjadi pesaing bagi ganggang laut dalam mendapatkan unsur hara dan ruang untuk pertumbuhannya.

1Mahasiswa Pascasarjana Institute Pertanian Bogor 2Departemen Ilmu Kelautan, FIKP-Unhas 3PUI-P2RL Universitas Hasanuddin

Katarina H. Rombe ( )

Email: katarinahestyrombe@gmail.com

Selain itu, organisme penempel dengan kepadatan tinggi akan menghalangi ganggang laut yang dibu-didayakan untuk mendapatkan cahaya Matahari. Organisme penempel dapat berupa tumbuhan (flora) yang umumnya dari kelompok Thallophyta, dan dapat berupa hewan (fauna). Menurut Atmadja & Sulistijo (1977), organisme penempel ( bio-fouling) yang banyak ditemukan adalah dari jenis tunikata, amphipoda, dan algae.

Keberadaan alga penempel pada budidaya gang-gang laut akan menimbulkan persaingan mendapat-kan cahaya Matahari yang dibutuhmendapat-kan pada proses fotosintesis. Selain itu, salah satu alga yang terkenal sebagai alga penempel (Cladophora) menyediakan makanan dan tempat tinggal bagi invertebrata dan ikan-ikan kecil (Harris & Stauffer, 2004). Kehadiran invertebrata dan ikan-ikan kecil kemudian akan mengundang ikan yang lebih besar untuk memangsanya dan secara langsung akan mengenai tallus dari ganggang yang dibudidaya. Penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan penempel dari kelompok thallophyta

yang berada pada bentangan budidaya ganggang laut dan menghitung laju pertumbuhannya. Diha-rapkan nantinya penelitian ini dapat menjadi infor-masi bagi petani ganggang laut mengenai jarak terbaik dari pantai untuk melakukan budidaya hubungannya dengan pertumbuhan ganggang peng-ganggu pada bentangan tali budidaya.

(4)

Jurnal Rumput Laut Indonesia (2016) 1 (1): 40-45

Komposisi jenis dan laju pertumbuhan makroalgafouling... 41

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada September hingga November 2013. Sampling makroalgafoulingyang melekat pada tali bentangan atau pada makroalgae budidaya, dilakukan di Perairan Kabupaten Bantaeng. Penimbangan biomassa makroalga

fouling dilakukan di Lab. Biologi Laut, FIKP, Unhas. Analisis kualitas air dilakukan di Labora-torium Oseanografi Kimia, FIKP, Unhas.

Pemasangan bibit ganggang laut pada bentangan tali uji

Tali yang digunakan ada dua jenis yaitu tali utama yang berfungsi sebagai tempat pengikatan tali sekunder dan tali sekunder yang mengikat gang-gang budidaya yang kemudian akan diikatkan pada tali utama (Gambar 1). Tiap stasiun memiliki tiga bentangan tali uji. Total bentangan tali uji pada semua stasiun adalah sembilan tali.

Tali utama dibagi dua tanpa harus dipotong, cukup dibatasi dengan pita merah sehingga terbentuk dua sisi tali utama yang sama panjang, masing-masing 11 m. Tali utama yang telah dibagi dua (panjang 11 m) kemudian dibagi menjadi tiga bagian, masing-masing sepanjang sekitar 3,5 m, sehingga terbentuk enam bagian tali. Tiga bagian pertama tali utama diberi perlakuan jarak ikat tali sekunder ‘rapat’, sedangkan tiga bagian sisanya diberi perlakuan jarak ikat tali sekunder ‘renggang’. Perlakuan jarak ikat tali sekunder ‘rapat’, jarak dari tali sekunder satu ke tali sekunder lainnya adalah 7 cm, sedangkan untuk perlakuan jarak ikat tali sekunder ‘renggang’, jarak dari tali sekunder satu ke tali sekunder lainnya adalah 15 cm. Prosedur ini dilakukan hingga tali kesembilan. Perbedaan perlakuan jarak tanam bibit ganggang laut dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh jarak tanam terhadap kehadiran makroalga fouling

beserta biomassanya.

Gambar 1. Posisi Ganggang Laut pada Tali Bentangan Uji memperlihatkan posisi tali utama, tali sekunder dan jarak rapat dan renggang pada tali bentangan uji.

Penentuan Stasiun Pengamatan

Karakteristik masing-masing stasiun adalah: berja-rak 300 m dari garis pantai (Stasiun A), berjaberja-rak satu km (Stasiun B), dan berjarak 1,5 km dari garis pantai (Stasiun C). Posisi ketiga stasiun tegak lurus terhadap arah pantai menuju laut. Pada masing-masing stasiun terdapat tiga bentangan tali sebagai ulangan. Masing-masing bentangan tali pada tiap stasiun berjarak sekitar 40 cm.

Gambar 2. Posisi sampling makroalga fouling dengan acak sistematis pada media budidaya (satu bentangan tali uji)

Pengambilan data sampel makroalga dilakukan dengan tiga kali ulangan pada tiap stasiun.

Pengambilan data parameter perairan dilakukan satu kali pada masing-masing stasiun (Gambar 2). Sampling MakroalgaFouling

Proses sampling makroalga pada tiap stasiun pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan untuk masing-masing perlakuan rapat dan jarang setiap minggunya, selama lima minggu pengamat-an. Sampling dilakukan setiap minggunya dengan metodesamplingacak sistematis.

Makroalga yang telah disampling kemudian dima-sukkan kedalam kantong sampel dan diberi label. Sampel kemudian dimasukkan kedalam coolbox

yang berisi es batu untuk menjaga suhu di dalam

coolboxsehingga kesegaran ganggang tetap terjaga. Setelah tiba di laboratorium, sampel makroalga kemudian ditiriskan dahulu, lalu ditimbang berat basahnya. Sampel kemudian diidentifikasi jenisnya di Laboratorium Biologi Laut, Jurusan Ilmu Kelaut-an, Universitas Hasanuddin, Makassar.

(5)

Jurnal Rumput Laut Indonesia (2016) 1 (1): 40-45

42 Rombe, dkk.

Pengolahan Data

Data yang diperoleh berupa data komposisi jenis dan laju pertumbuhan biomassa makroalgafouling.

Komposisi Jenis Makroalga Fouling

Komposisi jenis makroalgafouling dihitung meng-gunakan rumus Odum (1971).

Ket.: ni: Jumlah individu setiap jenis yang teramati N: Jumlah total individu

Laju Pertumbuhan Biomassa

Laju pertumbuhan biomassa diperoleh dari pertum-buhan total biomassa akhir dikurangi biomassa awal dibagi dengan waktu yang diperlukan.

Ket.

G: Laju pertumbuhan biomassa (g/hari) Bt: Biomassa akhir (g)

B0: Biomassa awal (g)

t : Waktu (hari)

Analisis Data

Data biomassa makroalga fouling pada semua stasiun setiap minggunya dianalisis dengan metoda

Two-Way ANOVA menggunakan perangkat lunak SPSS versi 16.0.

Semua hasil yang diperoleh disajikan secara des-kriptif dalam bentuk tabel, grafik dan gambar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Jenis Makroalga Fouling

Ditemukan sepuluh jenis makroalga fouling dari dua divisio, Chlorophyta dan Rhodophyta (Gambar 3).

Gambar 3. Komposisi jenis makroalga fouling yang ditemukan selama penelitian

Dari semua jenis makroalga fouling yang ditemu-kan, jenis Cladophora sp. adalah jenis ganggang yang mendominasi selama penelitian.

Terdapat perbedaan jenis makroalga yang ditemu-kan menempel pada bentangan dan tallus ganggang budidaya (Tabel 1). Makroalga fouling dari divisi chlorophyta, dari genus Cladophora, ditemukan sejak minggu pertama hingga minggu ketiga.

Tabel 1. Kehadiran jenis makroalga fouling yang melekat pada tali budidaya Kappaphycus alvarezii

(CLD:Cladophora sp.; AS: Acanthophora spicifera; ETM: Enteromorphasp. HPS: Hypnea spinella, dan HP1:Hypneasp. 1)

Minggu Stasiun

Jenis MakroalgaFouling

Chlorophyta Rhodophyta CLD ETM AS HPS HP1 HPE HP2 HPP R1 R2 1 AB √√ C √ 2 AB √√ C √ √ 3 AB √√ √ √ √ √ C √ 4 AB √ √√ √ √ √√ C √ √ √ √ 5 AB √√ √√ √ √ √ C √ √ Jumlah 9 1 5 2 6 3 1 5 1 1

Di minggu pertama pengamatan, Cladophora sp. adalah satu-satunya makroalga yang ditemukan menempel pada bentangan maupun tallus ganggang budidaya di semua stasiun pengamatan.

Clado-phora sp. adalah alga dengan tallus berbentuk filamen dengan bagian ujung tallus bercabang (Mahmud, 2012).

(6)

Jurnal Rumput Laut Indonesia (2016) 1 (1): 40-45

Komposisi jenis dan laju pertumbuhan makroalgafouling... 43

KeberadaanCladophorasebagai ganggang penem-pel di minggu pertama setelah budidaya ganggang laut dimulai, juga dilaporkan oleh Yulianto et al.

(1990). Hingga minggu ketiga setelah penanaman dimulai,Cladophoratetap menjadi ganggang domi-nan di semua stasiun, meskipun Enteromorphasp., Acanthophora spicifera, dan Hypneajuga ditemu-kan pada minggu kedua dan ketiga.

Menurut Ishii & Sadowsky (2010), spora ganggang jenis Cladophora memiliki empat flagel. Hal ini tentu akan membuat pergerakan spora Cladophora

menjadi lebih cepat dibanding dengan spora gang-gang yang jumlah flagelnya sedikit. Spora Clado-phora akan lebih cepat sampai ke permukaan atau substrat yang ingin ditempelinya sehingga kemung-kinan spora ganggang lain tidak cukup mendapat tempat untuk menempel. Hal ini diduga yang menjadi alasan mengapa Cladophora adalah satu-satunya makroalga fouling yang ditemukan di minggu pertama pengamatan.

Pada pengamatan minggu keempat, baik Clado-phora maupun Enteromorpha tidak ditemukan sama sekali pada semua stasiun, namun muncul beberapa species baru dari genusHypnea(Tabel 1). Hilangnya penempelan ganggang Cladophora ini diduga karena terkait kadar fosfat. Mahmud (2012) mengemukakan bahwa naiknya kadar fosfat mampu memicu peningkatan biomassa Cladophora sp. Hingga kini, beberapa sumber menyebutkan adanya keterkaitan kadar fosfat dengan biomassa maupun kepadatan dari ganggang Cladophorasp. (Haris & Stauffer, 2004). Bahkan beberapa peneliti menjadi-kan fosfat sebagai “kunci” yang bertanggung jawab atas pertumbuhan yang berlebihan pada Clado-phora (Neil & Owen, 1964; Herbst, 1969; Lin & Blum, 1973). selama penelitian, kadar fosfat di lokasi penelitian masuk dalam kategori melebihi subur (Tabel 2).

Tabel 2. Parameter Perairan yang Terukur di Lokasi Penelitian

Parameter Stasiun Minggu

ke-I II III IV V Suhu (OC) A 29 28 28 30 30 B 28 28 28 30 30 C 28 28 28 30 30 Salinitas (ppt) A 30 35 35 34 34 B 35 35 35 35 35 C 37 36 36 35 35 Kec. Arus (m/dtk) A 0,085 0,103 0,000 0,113 0,113 B 0,099 0,038 0,018 0,102 0,102 C 0,047 0,027 0,008 0,034 0,034 TSS (mg/l) A 31,15 66,67 80,33 34,38 34,38 B 85,00 67,21 62,20 39,06 39,06 C 83,87 52,55 42,00 19,05 19,05 Fosfat (mg/l) A 0,81 0,63 0,60 0,21 0,21 B 0,71 0,73 0,46 0,38 0,38 C 0,73 0,75 0,52 0,46 0,46 Nitrat (mg/l) A 0,55 0,14 0,40 0,11 0,11 B 0,34 0,59 0,16 0,29 0,29 C 0,17 0,15 0,38 0,14 0,14

Selain faktor fosfat, faktor lingkungan perairan lainnya seperti kecepatan arus, suhu, TSS (Total Suspended Solid), dan salinitas, diduga juga berperan dalam penempelan makroalga fouling

(Rejeki, 2009). Terkait dengan hilangnya ganggang jenisCladophorapada bentangan tali maupun tallus ganggang budidaya, Bellis (1968) menyatakan bahwa pada kisaran suhu 30oC, Cladophora tidak kondusif untuk tumbuh. Pada kisaran suhu terse-but, spora Cladophora mati dengan cepat. Hal ini sesuai dengan nilai suhu yang didapatkan pada minggu keempat dan kelima, yaitu 30oC (Tabel 2). Hingga pada akhirnya, spora ganggang Hypnea

yang pada minggu ketiga sudah menempel, tumbuh menggantikan Cladophora sp. Spora Hypnea

dengan leluasa berkembang seiring hilangnya Cla-dophorayang tadinya melimpah.

Laju Pertumbuhan Makroalga Fouling di setiap Stasiun

Analisis menggunakan uji Two-way ANOVA (α=0,05) menunjukkan adanya perbedaan signifikan (P<0,05) antara biomassa makroalga fouling yang terdapat di stasiun yang berada dekat pantai (stasiun A) dan yang berada di daerah terjauh dari pantai

(7)

Jurnal Rumput Laut Indonesia (2016) 1 (1): 40-45

44 Rombe, dkk.

(stasiun C) dan yang berada di daerah tengah perairan (stasiun B). Sedangkan biomassa pada stasiun B tidak berbeda jauh dengan biomassa pada stasiun C.

Gambar 4. Pola Laju Pertumbuhan Biomassa harian MakroalgaFoulingpada Stasiun A, B, dan C

Perbedaan biomassa makroalga fouling ini terjadi diduga karena faktor jarak stasiun dari pantai. Perairan akan semakin kaya dengan unsur hara bila semakin dekat dengan pantai (Sachoemar, 2010), sehingga stasiun A yang lokasinya terdekat dengan pantai akan mendapat asupan unsur hara lebih banyak dibanding dengan dua stasiun lainnya. Stasiun B dan C memiliki laju pertumbuhan biomassa yang cenderung stabil (Gambar 4). Stasiun C adalah stasiun yang jaraknya paling jauh dari pantai sehingga diduga mendapat asupan unsur hara tidak sebanyak pada stasiun A dan akhirnya turut memengaruhi biomassa makroalga fouling. Salah satu jenis makroalga foulingyang ditemukan selama penelitian adalah Cladophora sp.

Cladophora sp. merupakan alga hijau (Chloro-phyta) yang tallusnya lentur menyerupai rambut dengan bagian ujung tallus bercabang dua (dicho-tomous). Bentuk tallusnya akan membuat alga ini mudah untuk melilit ganggang budidaya. Jenis ini mampu menempel pada ganggang budidaya hingga minggu ketiga, dengan biomassa yang mencapai ribuan gram.

Menurut Yulianto (2004), keberadaan makroalga

fouling pada budidaya ganggang laut mampu menjadi pesaing bagi ganggang laut budidaya karena dapat menempel pada thali ganggang laut, akibatnya akan mengganggu atau menghalangi ganggang budidaya untuk memeroleh makanan, tempat dan cahaya. Bahkan dapat mengundang kehadiran binatang pemakan ganggang yang meru-gikan ganggang laut budidaya. Namun, yang men-jadi permasalahan utama adalah adanya faktor kecepatan arus yang memicu kehadiran makroalga

fouling (spora). Jarak tanam yang terlalu dekat, akan membuat arus sulit melewati ganggang budi-daya yang telah ditempeli oleh makroalga fouling. Sehingga, spora makroalga fouling yang melekat pada bentangan tali maupun tallus ganggang budidaya akan terus tumbuh. Sebaliknya, jarak tanam yang tidak terlalu dekat akan memberikan ruang bagi arus untuk lewat sehingga spora yang menempel akan terbawa arus (lepas dari bentangan

tali dan tallus ganggang budidaya). Kecepatan arus pada penelitian ini terhitung rendah (Tabel 2). Hasil uji dengan menggunakanTwo WayANOVA (α=0,05) menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (P>0,05) antara jarak tanam “dekat” (7 cm) dengan jarak tanam “jauh” (15 cm). Diduga, jarak tanam yang diberlakukan pada budidaya ganggang laut di lokasi penelitian masih terbilang dekat, dan masih jauh dari jarak standar yang dianjurkan oleh Afrianto & Evi (1993) yakni jarak tanam ganggang laut yang baik antara 20-25 cm. Kombinasi dengan arus yang lambat, menyebabkan makroalgafoulingtumbuh subur dan mendominasi pengambilan cahaya, ruang, dan makanan diban-ding ganggang budidaya. Cahaya Matahari akan lebih banyak diserap oleh makroalga fouling di-banding ganggang budidaya, akibatnya, makroalga

fouling akan lebih cepat tumbuh dibandingkan ganggang budidaya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Laju pertumbuhan makroalga fouling sangat dipengaruhi oleh faktor biologi (spora ganggang penempel) dan lingkungan perairan utamanya kon-sentrasi nitrat dan fosfat perairan. Selama pene-litian, ditemukan 10 jenis makroalga fouling yang terdiri dari dua divisio, yaitu Chlorophyta dan Rhodophyta. Cladophora sp. ditemukan selama lima minggu penelitian dengan persentase keha-diran sebesar 26%. Dari penelitian ini juga diketa-hui bahwa jarak tanam bibit ganggang laut tidak memberikan pengaruh terhadap biomassa makro-algafouling.

Berdasarkan analisa makroalga fouling, sebaiknya lokasi budidaya ganggang laut di Kabupaten Ban-taeng mengambil jarak yang lebih jauh dari 300 meter (dari garis pantai).

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ambo Tuwo atas saran dan tanggapannya terha-dap naskah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. & L. Evi. 1993. Budidaya Rumput Laut. Kanisius,Yogyakarta.

Atmadja, W.S. & Sulistijo. 1977. Beberapa Catatan Tentang Biota Penempel Dalam Percobaan Budidaya Eucheuma spinosum di Beberapa Goba dalam Daerah Terumbu Karang Pulau Pari.Seminar Biologi V, Malang.

Azis, H.Y. 2011. Optimasi Pengelolaan Sumber-daya Rumput Laut di Wilayah Pesisir Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan. Diser-tasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(8)

Jurnal Rumput Laut Indonesia (2016) 1 (1): 40-45

Komposisi jenis dan laju pertumbuhan makroalgafouling... 45

Bellis, V.J. 1968. Unialgal Cultures ofCladophora glomerata(L.) Külz. I. Response to Tempe-rature.J. Phycol., (4): 19-23.

Harris, V. & R. Stauffer. 2004. Cladophora Research and Management in the Great Lakes. Proceedings of a Workshop Held at the Great Lakes Water Institute. University of Wisconsin-Milwaukee. United States of America.

Herbst, R.P. 1969. Ecological Factors and the Distribution ofCladophora glomeratain the Great Lakes. American Midland Naturalist,

(82): 90-98.

Ishii, S. & J. Sadowsky. 2010. Cladophora as a Source and Sink of Fecal Indicator Bacteria and Pathogens in the Great Lakes. Hokkai-do University and University of Minesota. Lin, C.K. & J.L. Blum. 1973.Adaptation to

Eutro-phic Conditions by Lake Michigan Algae. Madison University of Wisconsin, Depart-ment of Botany and Water Resources Center.

Ma’ruf, W.F. 2005.Alih Teknologi Industri Rumput Laut Terpadu. Pusat Riset dan Pengelolaan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (PRPPSE), Departemen Kelautan dan Perikanan.

Mahmud, S. 2012. Struktur Komunitas Fitoplank-ton pada Tambak dengan Pupuk dan

Tam-bak Tanpa Pupuk di Kelurahan Wonorejo, Surabaya, Jawa Timur. Jurnal Sains dan Seni ITS Surabaya,(1) :1

Neil, J.H. & G.E. Owen. 1964. Distribution, Envi-ronmental Requirements and Significance of

Cladophora in the Great Lakers. Proc. 7th

Conference on Great Lakes Research, pp. 113-121.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Sounders Company, Philadelphia.

Rejeki, S. 2009. Suksesi Penempelan Makro Marine-Biofouling pada Jaring Keramba Apung di Teluk Hurun Lampung. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.

Sachoemar, S.I. 2010. Pemanfaatan Data Satelit Adeos untuk Pemantauan Kesuburan Per-airan dan Identifikasi Daerah Penangkapan Ikan, Jakarta.

Yulianto K., K. Sumadhiharga & E. Gunawan. 1990. Evaluasi Potensi Sumberdaya Hayati Laut dan Percobaan Budidaya Rumput Laut di Perairan Irian Jaya. Prosiding Seminar LIPI, Ambon.

Yulianto, K. 2004. Fenomena Faktor Pengontrol Penyebab Kerugian pada Budidaya Kara-ginofit di Indonesia. LIPI. Oseana, 29 (2): 17-23.

(9)

Format Penulisan Jurnal Rumput Laut Indonesia

Naskah merupakan hasil penelitian yang ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan hurufTime New Roman font 11.Panjang naskah tidak lebih dari 10 halaman yang diketik satu spasi pada kertas ukuran A4, dengan jarak 2,5cm dari semua sisi, tanpaheadnotedanfootnote.

Bagian awal tulisan terdiri atas judul dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris; nama penulis denganfootnote berisi nama institusi penulis dan alamat email penulis korespondensi; serta abstrak dan keywords yang ditulis dalam bahasa Inggris. Abstrak tidak lebih dari 250 kata yang berisi tentang inti permasalahan atau latar belakang penelitian, cara penelitian atau pemecahan masalah, dan hasil yang diperoleh. Keywords merupakan kata yang menjadi inti dari uraian abstrak.Keywordsmaksimal lima kata, istilah yang lebih dari satu kata dihitung sebagai satu kata. Bagian utama tulisan terdiri atas, pendahuluan, metode penelitian, hasil dan pembahasan, dan kesimpulan dan saran. Bagian akhir tulisan terdiri atas ucapan terima kasih (jika ada), dan daftar pustaka.

Dalam penulisan naskah, semua kata asing ditulis dengan huruf miring. Semua bilangan ditulis dengan angka, kecuali pada awal kalimat dan bilangan bulat yang kurang dari sepuluh harus dieja. Rumus matematika ditulis secara jelas denganMicrosoft Equationatau aplikasi lain yang sejenis dan diberi nomor.

Tabel harus diberi judul yang jelas dan diberi nomor sesuai urutan penyajian. Judul tabel diletakkan sebelum tabel. Batas tabel berupa garis hanya menjadi pembatas bagian kepala tabel dan penutup tabel, tanpa garis pembatas vertikal. Tabel tidak dalam bentuk file gambar (jpg). Keterangan diletakkan di bawah tabel.

Gambar diberi nomor sesuai urutan penyajian. Judul gambar diletakkan di bawah gambar dengan posisi tengah (center justified). Gambar diletakkan di tengah, kualitas gambar harus jelas dan tidak pecah bila dibesarkan (minimal 1000 px). Gambar dilengkapi dengan keterangan yang jelas. Bilamana gambar dalam bentuk grafik yang dibuat di excel, maka gambar dikirimkan dalam bentuk excel, kecuali bila menggunakan Word 2010 atau yang lebih mutakhir, sehingga gambar dapat diedit bilamana diperlukan.

Penulisan daftar pustaka menggunakan sistemHarvard Referencing Standard. Semua pustaka yang tertera dalam daftar pustaka harus dirujuk di dalam naskah. Kemutakhiran referensi sangat diutamakan. Bila penulis pertama memiliki lebih dari satu referensi dengan tahun yang sama, maka penandaan tahun ditambahkan dengan a, b, c, d, dst berdasarkan urutan kemunculan di dalam tulisan. Penulisan disesuaikan dengan tipe referensi, yaitu buku, artikel jurnal, prosiding seminar atau konferensi, skripsi, tesis atau disertasi, dan sumber rujukan dari website.

A. Buku dan Tulisan Dalam Buku:

Penulis 1, Penulis 2 dst. (Nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul Buku dicetak miring. Edisi, Penerbit. Tempat Publikasi. Contoh:

O’Brien, J.A. & J.M. Marakas. 2011. Management Information Systems. Edisi 10. McGraw-Hill. New York-USA.

B. Tulisan dalam Buku:

Penulis 1, Penulis 2 dst. (Nama belakang, nama depan disingkat). Judul Tulisan. In (Nama belakang, nama depan disingkat dari editor) (Ed.) Judul Buku dicetak miring. Vol. Nomor. Penerbit. Tempat Publikasi, Rentang Halaman. Contoh:

Zhang, J. & B. Xia. 1992. Studies on two newGracilariafrom South China and a summary ofGracilariaspecies inChina. In Abbott, I. A. (Ed.) Taxonomy of Economic Seaweeds with Reference to Some Pacific and WesternAtlantic Species, Vol. III. Report no. T-CSGCP-023, California Sea Grant College Program, La Jolla, CA, pp. 195–206.

C. Artikel Jurnal:

Penulis 1, Penulis 2 dst. (Nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul artikel. Nama Jurnal dicetak miring, Vol, Nomor, rentang halaman. Contoh:

Cartlidge, J. 2012. Crossing boundaries: Using fact and fiction in adult learning. The Journal of Artistic and Creative Education, 6 (1): 94-111.

D. Prosiding Seminar atau Konferensi:

Penulis 1, Penulis 2 dst. (Nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul artikel. Nama Konferensi dicetak miring. Tanggal, Bulan dan Tahun, Kota, Negara, Halaman. Contoh:

Michael, R. 2011. Integrating innovation into enterprise architecture management. Proceeding on Tenth International Conference on Wirt-schafts Informatik. 16-18 February 2011, Zurich, Swis, pp. 776-786.

E. Skripsi, Tesis atau Disertasi:

Penulis (Nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul. Skripsi, Tesis, atau Disertasi dicetak miring.Universitas, Kota. Contoh:

Soegandhi. 2009. Aplikasi model kebangkrutan pada perusahaan daerah di Jawa Timur. Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Joyonegoro, Surabaya.

F. Sumber Rujukan dari Website:

Penulis. Tahun. Judul. Alamat Uniform Resources Locator dicetak miring (URL). Tanggal Diakses. Contoh:

Ahmed, S. dan A. Zlate. Capital flows to emerging market economies: A brave new world?. http://www.federalreserve.gov/pubs/ifdp/2013/1081/ifdp1081.pdf. Diakses tanggal 18 Juni 2013.

(10)

JRLI Vol. 1 No. 1 Hal. 1 - 70 Makassar, Agustus 2016 ISSN 2548-4494

Fachri Kurnia Bhakti, Sutinah Made, Mardiana Ethrawaty Fachry

Fadhilah Abidin, Shinta Werorilangi, Rahmadi Tambaru

Rima, Budiman Yunus, Mohammad Tauhid Umar, Ambo Tuwo

Intil Juniarta, Rajuddin Syamsuddin, Hasni Yulianti Azis, Inayah Yasir

Katarina Hesty Rombe, Inayah Yasir, Muh. Anshar Amran

Khusnul Khatimah, Muhammad Farid Samawi, Marzuki Ukkas

La Mala, Gunarto Latama, Abustang, Ambo Tuwo

Nur Astuti, Siti Aslamyah, Yushinta Fujaya

Awaluddin, Badraeni, Hasni Yulianti Azis, Ambo Tuwo

Fajriyati Mas'ud, Zulmanwardi, Leny Irawati

Kondisi Pemasaran Rumput Laut

Gracilaria

sp. Melalui Pendekatan SCP di Kabupaten Luwu

Biokonsentrasi

Fleshy

Macroalgae

Terhadap Logam Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) di Pulau

Bonebatang, Barranglompo, dan Lae-Lae Caddi, Kota Makassar

Performa Rumput Laut

Kappaphycus alvarezii

pada Habitat Berbeda di Perairan Kecamatan

Arungkeke, Kabupaten Jeneponto

Perkembangan Spora

Kappaphycus alvarezii

Varietas Hijau Menjadi Tallus Muda pada Substrat

Berbeda

Komposisi Jenis dan Laju Pertumbuhan Makroalga

Fouling

pada Media Budidaya Ganggang Laut di

Perairan Kabupaten Bantaeng

Analisis Kandungan Logam Timbal (Pb) pada

Caulerpa racemosa

yang Dibudidayakan di Perairan

Dusun Puntondo, Kabupaten Takalar

Analisis Perbandingan Pertumbuhan Rumput Laut

Kappaphycus alvarezii

Varietas Coklat yang Terkena

Epifit di Perairan Libukang, Kabupaten Jeneponto

Pengaruh Berbagai Dosis Rumput Laut

Gracilaria gigas

Terfermentasi Terhadap Kualitas Pakan dan

Respon Kepiting Bakau

Scylla olivacea

Perbedaan Kandungan Karaginan dan Produksi Rumput Laut

Kappaphycus alvarezii

antara Bibit Alam

dan Bibit Hasil Pengkayaan

Optimalisasi Konsentrasi Bahan Kimia untuk Ekstraksi Alginat dari

Sargassum siliquosum

1 - 7

8 - 16

17 - 26

27 - 33

40 - 45

46 - 51

52 - 56

57 - 64

65 - 70

34 - 39

urnal

Rumput Laut Indonesia

J

ISSN 2548-4494

Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

Gambar

Gambar 2. Posisi  sampling  makroalga fouling dengan acak  sistematis  pada  media  budidaya  (satu bentangan tali uji)
Tabel 1. Kehadiran jenis  makroalga fouling yang  melekat pada  tali budidaya Kappaphycus  alvarezii (CLD:Cladophora sp.;  AS: Acanthophora  spicifera;  ETM: Enteromorpha sp
Tabel 2. Parameter Perairan yang Terukur di Lokasi Penelitian
Gambar 4. Pola  Laju  Pertumbuhan  Biomassa  harian Makroalga Fouling pada Stasiun A, B, dan C Perbedaan  biomassa  makroalga fouling ini  terjadi diduga  karena  faktor  jarak  stasiun  dari  pantai.

Referensi

Dokumen terkait

Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988

Perwakilan SPB yang terdiri atas kepala sekolah, guru, dan komite sekolah, serta perwakilan pengawas, dinas pendidikan, Kemenag, dan dosen LPTK mitra, juga mendapatkan kesempatan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka simpulan dari penelitian adalah (1) kemampuan berfikir keatif mahasiswa dalam mengembangkan media pembelajaran termasuk

Berbeda dengan buku yang disunting Kunkler dan Stepan yang lebih menekankan dimensi aktor bagi ketahanan demokrasi di Indonesia, buku Horowitz mengajukan analisis yang

Bagi Produsen, produsen dapat menggunakan hasil penelitian sebagai informasi pendukung, supaya dapat memahami gambaran persepsi dari konsumen sehingga dapat

Hampir semua fistula ani, yang biasanya disebut fistel perianal atau fistel pra-anal, disebabkan Hampir semua fistula ani, yang biasanya disebut fistel perianal

Percobaan ini akan mengimplementasikan sebuah studi kasus dari rangkaian sekuensial, yaitu perempatan jalan yang mempunyai 4 buah lampu lalulintas Dua implementasi berbeda

Dalam tahun yang sama telah berhasil dilakukan penawaran umum terbatas saham (Right issue) yang pertama dan hasilnya digunakan untuk pengalihan 100% saham milik