• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAMPUNG IDIOT DALAM KONTEKS HISTORIS MASYARAKAT DI DESA SIDOHARJO KECAMATAN JAMBON KABUPATEN PONOROGO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAMPUNG IDIOT DALAM KONTEKS HISTORIS MASYARAKAT DI DESA SIDOHARJO KECAMATAN JAMBON KABUPATEN PONOROGO"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

“KAMPUNG IDIOT”

DALAM KONTEKS HISTORIS MASYARAKAT DI DESA SIDOHARJO KECAMATAN JAMBON KABUPATEN PONOROGO

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum “Kampung Idiot” di Desa Sidoharjo Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo, serta akan dijelaskan mengenai keterbelakangan mental (retardasi mental) dalam tinjauan medis, sosiologis dan hukum.

II.1. Sejarah “Kampung Idiot”

Meskipun Kota Ponorogo terkenal kesenian Reog Ponorogo, hingga ke kancah internasional, tidak banyak masyarakat luar kota Ponorogo yang mengetahui bahwa sesungguhnya Kota Ponorogo tingkat kesejahteraannya rendah dibandingkan kota-kota lainnya. Hal ini terbukti bahwa ada tiga desa di Kabupaten Ponorogo, yaitu Desa Karang Patihan dan Desa Pandak yang ada di Kecamatan Balong, serta Desa Sidoharjo banyak masyarakatnya yang mengalami keterbelakangan mental (Retardasi mental). Jumlah paling banyak masyarakat yang mengalami keterbelakangan mental (Retardasi mental) berada di Desa Sidoharjo daripada jumlah penderita keterbelakangan mental (Retardasi mental) di kedua desa lainnya seperti Desa Karang Patihan dan Desa Pandak Kecamatan Balong.

Kita mengetahui bahwa tidak semua masyarakat yang ada Di Desa Sidoharjo menderita keterbelakang mental (Retardasi mental), ada juga penderita cacat fisik seperti: lumpuh, tuna netra, tuna rungu dan sebagainya. Namun, Desa Sidoharjo dikenal dengan sebutan sebagai “Kampung Idiot”. Banyak rumor di

(2)

masyarakat Desa Sidoharjo bahwa penyebab banyak masyarakatnya yang mengalami keterbelakangan mental, mulai dari isu perkawinan sedarah atau kedekatan darah, kutukan, serta isu hama tikus besar-besaran yang menyerang desa tersebut pada tahun 1962-1963 yang menyebabkan hanya tanaman umbi-umbian yang dapat tumbuh yang akhirnya dikonsumsi masyarakatnya termasuk ibu-ibu hamil dan ibu menyusui pada saat itu. Seperti yang Bapak Parnu (mantan kepala Desa Sidoharjo) ungkapkan dibawah ini:

“Mulane ketahun piro ya..62, 63 mbak mngkin. Biyen kan yo larang pangan mriki, seng jelas yo kekurangan gizi, itu dampak e nyang wong-wong hamil, wong-wong hamil dampak e kan yo akhir e ndue anakkan yo ndue keturunan ora mampu mikir secara normal kui maeng. Tapi sak iki kok tak rasa wes ra pati eneng kok mbak”

(INU, 2015) Artinya:

“Awalnya dari tahun berapa ya..62, 63 mbak mungkin. Dulu kan ya mahal kebutuhan makan sini, yang jelas ya kekurangan gizi, itu dampaknya kepada orang-orang hamil, orang-orang hamil dampaknya kan ya akhirnya punya anak ya punya keturunan tidak mampu berpikir secara normal itu tadi. Tapi sekarang kok saya rasakan sudah tidak terlalu ada kok mbak.”

(INU, 2015)

Menurut Dinas Kesehatan umbi-umbian seperti singkong mengandung gaitan dan cooksey sebagai zat goitrogenik yang memicu rusaknya metabolisme yodium sehingga dapat menurunkan tingkat kecerdasan seseorang.

Sedangkan hasil penelitian yang telah diperoleh Fuad Fitriawan (2013), menunjukkan bahwasumber air Ndawe yang ada Di Desa Sidoharjo tepatnya di Dusun Sidowayah yang dikonsumsi warganya mengandung kadar besi dan logam berat yang sangat tinggi serta kandungan yodiumnya yang sangat rendah, hingga mencapai 0% sehingga masyarakatnya sangat kekurangan zat yodium dari

(3)

kandungan sumber air tersebut. Seperti yang Bapak Ahmad Yani (Sekretaris Desa Sidoharjo) ungkapkan dibawah ini:

“..niku ke kandunganne yodium pertama ne nol, sing kedua enek sing mengatakan ada unsur-unsur mineral sing tidak baik, tapi sing niku tidak tertulis sing pernyataan ada unsur-unsur mineral yang tidak baik niku, sing resmi yo niku kandungan yodiumnya nol, maksud e nggeh sumur-sumur yang ada disini..”.

(MAD, 2015)

Artinya:

“..Itu kandungan yodium pertamanya nol, yang kedua ada yang mengatakan ada unsur-unsur mineral yang tidak baik, tapi yang itu tidak tertulis yang pernyataan ada unsur-unsur mineral yang tidak baik itu, yang resmi ya itu kandungan yodiumnya nol, maksudnya ya sumur-sumur yang ada disini..”.

(MAD, 2015)

Belum diketahui pasti yang mana yang benar dari isu-isu tersebut untuk menjelaskan penyebab dalam kasus tersebut. Karena banyak penjelasan tersebut yang dipatahkan, seperti isu dari sumber air yang dikonsumsi masyarakatnya, yang ternyata tidak seluruh penduduknya yang mengkonsumsi air tersebut mengalami retardasi mental, padahal semua mengkonsumsi sumber air dari tempat sama. Sama halnya dengan mengkonsumsi singkong atau umbi-umbian, banyak masyarakat yang mengkonsumsi singkong atau ubi-umbian, namun mereka baik-baik saja. Dari semua isu-isu tersebut yang perlu diketahui bahwa, sampai sekarang label Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot” tetap ada hingga sekarang. Berikut tabel kategori jumlah penduduk Desa Sidoharjo menurut penderita Cacat Fisik dan Mental tahun 2013 (dalam, Jambon dalam Angka 2014).

(4)

Tabel II.1

Kategori Jumlah Penduduk Menurut Penderita Cacat Fisik dan Mental

NO. URAIAN JUMLAH

1. Tuna Netra 11 orang

2. Tuna Rungu 32 orang

3. Tuna Wicara 13 orang

4. Tuna Rungu Wicara 7 orang

5. Tuna Daksa 14 orang

6. Tuna Grahita 8 orang

7. Cacat Mental 111 orang

8. Cacat Ganda 43 orang

Jumlah 239 orang

Sumber: Jambon dalam Angka 2014

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa masyarakat Desa Sidoharjo tidak hanya menderita cacat mental, namun juga cacat fisik. Namun, sebagian besar menderita cacat mental, yaitu sebesar 111 orang dari 239 orang yang menderita cacat fisik dan mental.

Akhirnya dengan dukungan data dan kenyataan empiris di lapangan, banyak media cetak maupun elektronik yang mencoba mengekspost kondisi yang dialami oleh Desa Sidoharjo tersebut. Sehingga muncullah sebutan “Kampung Idiot” yang sebenarnya para wartawan yang memberikan sebutan tersebut pertama kalinya. Sebutan tersebut juga telah mendapatkan persetujuan dari aparat desa dan masyarakat Desa Sidoharjo itu sendiri. Dengan sebutan “Kampung Idiot” tersebut pada akhirnya banyak masyarakat luar yang mengetahui keadaan Desa Sidoharjo, sehingga banyak bantuan-bantuan yang datang baik itu dari pemerintah daerah sendiri maupun dari LSM dan para donatur-donatur yang peduli dengan kondisi yang dialami oleh masyarakat Desa Sidoharjo tersebut.

(5)

II.2. Keterbelakangan Mental (Retardasi Mental) dalam Tinjauan Medis, Sosiologis dan Hukum

II.2.1. Keterbelakangan Mental (Retardasi Mental) dalam Tinjauan Medis

Keterbelakangan mental atau retardasi mental merupakan kelainan mental seumur hidup, diperkirakan lebih dari 120 juta orang diseluruh dunia menderita kelainan ini (Sari Pediatri, 2000). Keterbelakangan Mental (Retardasi mental) atau yang dalam bahasa kesehatan disebut juga dengan retardasi mental adalah suatu ciri yang ditandai dengan penurunan tingkat intelegensia atau penurunan fungsi intelektual dalam masa perkembangan yang disesuaikan dengan kelompok umur. Dalam masa perkembangan ini akan menyebabkan terganggu suatu proses adaptasi atau kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tidak sedikit pula orang yang menyebutnya gila, namun sebenarnya kedua hal tersebut berbeda karena keterbelakangan mental atau retardasi mental bisa terjadi tanpa disebabkan oleh gangguan jiwa. Keterbelangan mental juga bukan suatu penyakit seperti beberapa penyakit lainnya, namun adanya gangguan pada saraf sensorik otak yang menyebabkan keterbatasan orang untuk menyesuaikan diri pada lingkungannnya dan terganggunya tingkat intelegensia.

Seseorang dapat dikatakan retardasi mental biasanya memiliki ciri-ciri seperti: Tingkat intelegensinya menurun atau dibawah normal, terganggunya proses menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan terganggunya masa perkembangan yang sesuai dengan kelompok umur.

American Association on Mental Deficiency (AAMD) membuat definisi retardasi mental atau keterbelakangan mental yang kemudian direvisi oleh Rick

(6)

Heber, 1961 (dalam, Sunarwati 2000) sebagai suatu penurunan fungsi intelektual secara menyeluruh yang terjadi pada masa perkembangan dan dihubungkan dengan gangguan adaptasi sosial. Ada 3 hal penting yang merupakan kata kunci dalam definisi ini yaitu penurunan fungsi intelektual, adaptasi sosial, dan masa perkembangan. Menurut definisi Rick Heber (dalam, Sunarwati 2000), penurunan fungsi intelektual secara umum diukur berdasarkan tes intelegensia standar paling sedikit satu deviasi standar (1 SD) dibawah rata-rata. Menurut devinisi ini, pekerkembangan mentalnya dimulai sejak lahir sampai usia 16 tahun. Namun, banyak yang menolak devinisi tersebut, karena dengan devinisi tersebut akan terlihat bahwa batasan tes intelegensia di bawah satu deviasi standar (1 SD) maka hampir 16% populasi di dunia masuk kedalam golongan sebagai retardasi mental. Akhirnya pada tahun 1973 melalui Manual on Terminologi and Classfication in Mental Retardation oleh Grossman hal tersebut direvisi. Menurut Grossman retardasi mental merupakan penurunan intelektual dengan pengukuran uji intelegensia yang berada pada dua standar dibawah rata-rata. Sehingga melalui pengukuran dan kriteria ini kurang dari 3% populasi yang dapat digolongkan sebagai retardasi mental. Dengan periode perkembangannya adalah mulai dari lahir sampai usia 18 tahun, dengan ganguan adaptasi sosial yang pastinya disebabkan oleh penurunan fungsi intelektual.

Kemudian, berdasarkan The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorders, WHO, Geneva tahun 1994 retardasi mental dibagi menjadi 4 golongan yaitu :

(7)

Mild retardation (retardasi mental ringan), IQ 50-69

Anak yang tergolong dalam retardasi ringan masih dapat dididik, dalam artian mereka masih mampu menerima beberapa pelatihan atau pelajaran akademik, seperti: menulis, membaca, berhitung dan lain sebagainya. Mereka juga masih bisa diajak berkomunikasi dan bergaul dengan teman sebayanya. Secara fisikpun masih telihat seperti anak normal pada umumnya. Anak yang tergolong dalam kelompok ini masih bisa menyelesaikan pendidikannya, hanya mungkin sebelum kelas V setingkat Sekolah Dasar (SD).

Moderate retardation (retardasi mental sedang), IQ 35-49

Anak yang tergolong dalam kelompok retardasi mental sedang, sudah mulai memiliki penampilan fisik yang berbeda dengan kebanyakan anak normal lainnya, misalnya ukuran kepala yang lebih besar, tulang rahang yang sedikit menonjol dan lain sebagainya. Kemampuan akademik mereka juga sudah mulai terganggu dari kebanyakan anak normal lainnya, seperti: Kemampan berhitung, menulis, dan membaca. Kemudian mereka sulit untuk menjawab pertanyaan yang diberikan orang lain dan juga sulit mengenal orang lain, namun biasanya untuk mengenal orang tuanya masih bisa. Mengenai pendidikan, anak dalam kategori ini sudah mulai kesulitan, kemungkinan hanya dapat menyelesaikan pendidikan kelas I dan II Sekolah Dasar (SD).

Severe retardation (retardasi mental berat), IQ 20-34

Anak dalam kategori retardasi mental berat, kadang bisa disebut dengan idiot, karena kebanyakan IQ mereka dibawah 30. Dalam kategori ini mereka sudah tidak bisa menerima pelajaran akademik dan sulit mengenali orang-orang didekat mereka. Dan sangat membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan

(8)

kegiatan sehari-harinya seperti: Makan, mandi dan lain sebagainya. Ditambah lagi mereka sudah tidak bisa mengontrol dirinya sendiri, sehingga membutuhkan banyak pengawasan dari orang disekitarnya.

Profound retardation (retardasi mental sangat berat), IQ <20 Retardasi mental sangat berat, kelompok orang yang masuk dalam kategori ini sangat membutuhkan pengawasan ekstra dari orang terdekatnya. Mereka sudah tidak dapat melakukan hal-hal yang sewajarnya dilakukan, tingkah laku dan cara mereka berinteraksi dengan orang lain sudah tidak wajar. Banyak kasus juga mereka dalam kelompok retardasi berat ini banyak yang dipasung. Karena dapat melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya sendiri maupun oang lain disekitarnya.

Menurut Sari Pediatri (2000) Banyak faktor penyebab terjadinya keterbelakangan mental atau retardasi mental yaitu sebagai berikut:

1. Penyebab Prenatal

Penyebab prenatal atau penyebab yang terjadi sebelum bayi lahir, yang masih dalam kandungan, penyebabnya seperti: Ibu hamil yang sering mengkonsumsi NAPZA, kelainan kromosom sebagai penyebab dari sindrom down yang ditandai bayi yang mempunyai fisik seperti mongol dan menunjukkan seperti orang idiot, risiko timbulnya sindrom down ini berkaitan dengan umur ibu saat melahirkan, ibu yang berumur 20-25 tahun saat melahirkan mempunyai risiko 1:2000, sedangkan ibu yang berusia 45 tahun mempunyai resiko 1:30 untuk timbulnya sindrom down tersebut. Kelainan metabolik,disebabkan dimana tubuh tidak bisa mengubah asam amino fenilalanin menjadi tirosin karena defisiensi

(9)

enzim hidroksilase atau kelainan ini dapat timbul karena asupan yodium ibu hamil kurang dari 20 ug, sehingga dapat mengganggu daya kerja otak.Dapat juga disebabkan oleh infeksi intrauterin adalah ifeksi akut pada cairan ketuban, janin dan selaput korioamnion yang disebabkan oleh bakteri, dan lain sebagainya.

2. Penyebab Perinatal

Penyebab perinatal atau bisa dikarenakan gangguan pada waktu proses melahirkan, penyebabnya bisa seperti: Kelahiran bayi yang tidak sesuai dengan usia normal, yang kurang dari sembilan bulan (prematuritas), perdarahan intravenrikular pada saat melahirkan, penyebab lain seperti: Asfiksia, disebabkan karena bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur, hal ini disebabkan karena ganguan kesehatan ibu hamil selain itu juga akibat kelainan tali pusar bayi. Kernikrerus atau dapat juga dikatakan sebagai suatu bentuk kerusakan otak bayi yang disebabkan oleh penyakit kuning pada bayi yang baru lahir, hal ini dapat menyebabkan fungsi pendengaran bayi dan kesulitan belajar bayi. Hipoglikemia adalah gangguan kesehatan yang terjadi ketika kadar gula dalam darah berada dibawah kadar normal yang akhirnya dapat menyebabkan otak tidak dapat berfungsi dengan baik, zat gula ini didapat dari makanan yang kita cerna dan serap. Selanjutnya meningitis adalah infeksi yang terjadi pada selaput pelindung otak, sehingga mengakibatkan sistem saraf dan otak rusak. Bisa juga karena akibat hidrosefalus atau penumpukan cairan didalam otak yang mengakibatkan tekanan pada otak, dan lain sebagainya.

(10)

3. Penyebab Postnatal

Penyebab posnatal atau penyebab pada waktu setelah melahirkan, seperti: Infeksi pada selaput otak (meningitis, ensefalitis), trauma, demam tinggi yang disertai kejang yang lama, lingkungan sekitarnya yang banyak mengandung introksikasi (timah hitam, merkuri) dan lain sebagainya yang mempengaruhi perkembangan intelektual manusia.

Karakteristik atau cici-ciri orang yang mengalami keterbelakangan mental (retardasi mental) menurut (Ekawati, Mariana. 2010) dapat dilihat dari segi:

1. Fisik (Penampilan)

 Kebanyakan sama seperti orang normal lainnya  Ada beberapa anggota badan yang tidak seimbang

 Pertumbuhan pada gigi yang sedikit berbeda dengan orang normal lainnya, misalnya pertumbuhan gigi yang tidak sempurna

 Sering mengeluarkan air liur

 Kemampuan motorik (terdiri dari unsur saraf, otot dan otak) perkembangannya cenderung lambat dibandingkan dengan orang normal lainnya

 Cenderung pendiam dan tidak banyak tingkah 2. Intelektual

 Cenderung lambat untuk mempelajari atau menerima pelajaran akademik

(11)

 Kesulitan dalam menerima hal-hal baru misalnnya, menerima orang baru dalam lingkungannya

 Kemampuan bicara atau bahasa lambat terutama pada penderita retardasi dalam kategiri berat

Mild retardation (retardasi mental ringan), IQ 50-70, merupakan anak keterbelakangan mental yang kemampuan belajarnya paling tinggi, setara dengan anak normal usia 12 tahun

Moderate retardation (retardasi mental sedang), IQ 30-50, kemampuan belajarnya tergolong tinggi, yang setara dengan anak normal usia 7,8 tahun

 Retardasi berat yang tingkat IQ 30 kebawah, kemampuan belajarnya sangat rendah, yang setara dengan anak normal usia 3-4 tahun

3. Sosial

 Mereka lebih sering bergaul dengan orang yang lebih muda, seperti anak-anak

 Lebih senang menyendiri atau suka mengisolasi dengan lingkungan sosialnya

 Sangat mudah dipengaruhi orang lain

 Cenderung apatis, kurang aktif dengan lingkungan sosialnya, kemampuan konsentrasinya dan kemampuan mengontrol dirinya sendiri sangat kurang

(12)

 Tingkah laku dan interaksinya yang kadang kurang wajar tidak lazim dilakukan atau diucapkan oleh kebanyakan orang normal lainnya

Keadaan yang dialami oleh masyarakat di Desa Sidoharjo ini salah satu faktor penyebab terjadinya keterbelakangan mental atau retardasi mental, belum dapat diketahui secara pasti. Namun, seperti yang dijelaskan tadi bahwa mayoritas bayi masyarakat yang mengalami keterbelakangan di Desa Sidoharjo ini terjadi sejak mereka dilahirkan. Penyebab prenatal atau penyebab yang terjadi sebelum bayi lahir, yang masih dalam kandungan, bisa dikarenakan saat ibu hamil kurang mendapatkan banyak asupan gizi. Namun, salah satu informan mengaku anaknya mengalami keterbelakangan mental mulai usia 7 bulan setelah mengalami kejang-kejang dan demam tinggi. Hal tersebut bisa dikatakan penyebab posnatal atau penyebab pada waktu setelah melahirkan. Bukan hanya itu saja penyebab postnatal juga diakibatkan karena lingkungan sekitarnya yang banyak mengandung kadar besi yang sangat tinggi. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Fuad Fitriawan (2013), bahwa kandungan air yang ada di Desa Sidoharjo banyak mengandung zat besi sedangkan kadar yodiumnya 0%. Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan masyarakat Desa Sidoharjo kekurangan zat yodium yang diperlukan oleh tubuh.

II.2.2. Keterbelakangan Mental (Retardasi Mental) dalam Tinjauan Sosiologis

Sosiologi dan masyarakat adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Seperti dikatakan Peter L. Berger, 1985 (dalam, Suyanto, 2011), produk sosiologi adalah para pemikir yang senantiasa

(13)

peka dan kritis terhadap realitas sosial. Realitas sosial ini tidak lepas dengan apa yang dinamakan sebagai “masalah sosial”, yang dipahami oleh para sosiolog sebagai suatu kehidupan sosial yang erat hubungannya dengan interaksi dan tindakan sosial masyarakat. Interaksi sosial dan tindakan sosial dalam kajian sosiologi adalah suatu proses yang sangat penting untuk membentuk suatu kenyataan dan kehidupan sosial.

Salah satu masalah sosial yang sampai saat ini tetap ada dalam kehidupan masyarakat adalah masalah keterbelakangan mental (retardasi mental). Retardasi mental merupakan suatu kelainan mental seumur hidup, diperkirakan lebih dari 120 juta orang di seluruh dunia menderita kelainan ini (ilmi, Wahyuni, Mato, 2012). Dalam masyarakat anak-anak atau orang yang mengalami retardasi mental ini dipandang sebelah mata, tidak sedikit orang tua yang menyembunyikan anak mereka yang mengalami cacat mental karena meresa sebagai aib yang tidak harus diketahui oleh masyarakat. Namun, juga ada sebagaian orang tua yang mampu secara ekonomi yang mencari segala cara untuk mengobati anaknya.

Pola asuh yang dipilih orang tua dalam membimbing dan mendidik anak retardasi mental yang berbeda dengan anak yang normal mengharuskan orang tua melakukan penyesuaian diri dalam mendidiknya sehingga akan membantu perkembangan anak retardasi mental (Widyarini, 2006 dalam Ilmi, Wahyuni, Mato, 2012). Perkembangan sosial anak pastinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, baik itu keluarga, masyarakat, sekolah, teman sepermainan dan media massa. Terlebih lagi lingkungan sosial keluarga, karena keluarga adalah tempat sosialisasi pertama yang dialami oleh anak dan sekaligus orang tua adalah pihak terdekat dengan kehidupan anak, yang sangat membantu anak yang

(14)

mengalami retardasi mental ini dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.

Penerimaan orang-orang yang mengalami retardasi mental dalam masyarakatpun kurang diterima secara baik oleh masyarakat. Banyak masyarakat yang menyebut mereka idiot, gila, tidak waras dan lain sebagainya, tidak sedikit juga kasus orang-orang yan mengalami kelainan mental ini diasingkan dari masyarakat dan di pasung. Padahal tidak semua orang yang mengalami retardasi mental tersebut masuk dalam kategori idiot. Hanya kelompok evere retardation (retardasi mental berat) yang mempunyai IQ <20-34 yang masuk dalam kategori idiot, karena mereka sudah tidak bisa menerima pelajaran akademik seperti berhitung dan menulis, tidak bisa mengontrol dirinya sendiri dan cara mereka berinteraksi dan bertingkah laku mereka yang sudah tidak wajar lagi.

Namun, mereka yang masuk dalam mild retardation (retardasi mental ringan) dengan IQ 50-69 masih bisa menerima pelajaran seperti berhitung, membaca dan menulis. Mereka juga masih bisa berkomunikasi dan bisa mengenal keluarga dekat mereka. Anak-anak yang masuk dalam kelompok ini seharusnya mereka tidak boleh diasingkan dari masyarakat, namun justru sebaliknya mereka harus tetap mendapatkan sosialisasi, baik itu dari keluarga, masyarakat, teman sepermainan, sekolah dan lain sebagainya. Sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Menurut Wignjosoebroto, Suyanto 2013 (dalam Narwoko, Suyanto,2013), telah diketahui bahwa, lewat sosialisasi warga masyarakat akan saling mengetahui peranan masing-masing dalam masyarakat, dan karenanya kemudian dapat bertingkah pekerti sesuai dengan peranan sosial masing-masing itu, tepat

(15)

sebagaimana diharapkan oleh norma-norma sosial yang ada; dan selanjutnya mereka-mereka akan dapat saling menyerasikan serta menyesuaikan tingkah pekerti masing-masing sewaktu melakukan interaksi sosial.

Sehingga, diharapkan bahwa orang tua lebih maksimal menjaga dan mengawasi anak yang mengalami retardasi mental dalam proses sosialisasinya, bukan justru sebaliknya, membiarkan anak tersebut hidup terisolasi dengan lingkungannya, karena anak atau manusia mempunyai hak untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya bahkan berhak untuk mendapatkan pendidikan layaknya seperti orang-orang normal lainnya.

II.2.3. Keterbelakangan Mental (Retardasi mental) dalam Tinjauan Hukum

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomer 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari:

a. Penyandang cacat fisik; b. Penyandang cacat mental;

c. Penyandang cacat fisik dan mental.

Merujuk dari Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang cacat mempunyai Hak Dan Kewajiban yang diatur dalam Pasal 5 yaitu, Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Kemudian Pasal 6, setiap penyandang cacat berhak memperoleh:

(16)

1) Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; 2) Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan

derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya;

3) Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya;

4) Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya;

5) Rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan

6) Hak yang sama untuk menumbuh kembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

Kemudian pada Pasal 7 ayat (1) bahwa, setiap penyandang cacat mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ayat (2), kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat(1) pelaksanaannya disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan kemuannya.

Kemudian pada BAB IV Pasal 9 bahwa, setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Serta pada Pasal 10 ayat (1) Kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan melalui penyediaan. Ayat (2) Penyediaan aksebilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat. Ayat (3) Penyediaan aksebilitas sebagaimana

(17)

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat dan dilakukan secara menyeluruih, terpadu dan berkesinambungan.

Merujuk pada Undang-Undang tersebut diatas bahwa, semua warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan tidak terkecuali masyarakat atau anak yang mengalami retardasi mental sekalipun, pemerintah wajib memberikan fasilitas bagi penyandang cacat seperti yang dikutip dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang cacat pada pasal 6, bahwa setiap penyandang cacat berhak memperoleh pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; Namun, hal tersebut sangat jauh berbeda dengan apa yang terlihat di Desa Sidoharjo Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo. Di Desa Sidoharjo ini belum ada perubahan yang berarti pada masyarakatnya, dari dulu hingga sekarang masih banyak masyarakatnya yang belum terlepas dari masalah kesejahteraan sosial dan belum mendapatkan perhatian yang maksimal dari pemerintah, baik pemerintah Kota Ponorogo sendiri maupun pemerintah pusat. Bagaimana hak dan kewajiban yang semestinya diperoleh oleh masyarakat penyandang cacat dan kesamaan kesempatan seperti yang dipaparkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 4 Tahun 1997 tersebut, jauh dari harapan masyarakat di Desa Sidoharjo atau yang masyarakat kenal sebagai “Kampung Idiot” tersebut.

Melihat hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan yang diperoleh para penyandang keterbelakangan mental di Desa Sidoharjo, seperti apa yang tertuang dalam Pasal 6, setiap penyandang cacat jauh dari apa yang seharusnya mereka dapatkan yang sesuai Undang-Undang mengenai penyandang cacat khususnya dalam pasal tersebut. Banyak kasus yang mana

(18)

mereka tidak mendapatkan hak yang sama seperti orang normal lainnya, seperti mendapatkannya pendidikan di semua jalur pendidikan. Terbukti di Desa Sidoharjo ini belum ada SLB (Sekolah Luar Biasa) maupun sekolah inklusi baik itu SD, SMP atau SMA. Padahal sekolah inklusi penting bagi anak-anak yang ingin mendapatkan pendidikan, yang memang seharusnya mereka dapatkan seperti anak normal lainnya.

Selain itu juga,untuk rehabilitasi bagi para penyandang belum ada perhatian yang maksimal dari pemerintah daerah itu sendiri. Pemerintah daerah sebagai regulator pemegang kekuasaan diharapkan dapat memberikan perhatian yang maksimal untuk menangani kasus ini, seperti mendapatkan rehabilitasi dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. Karena bagaimanapun juga, mereka-mereka yang penyandang keterbelakangan berhak untuk mendapatkan kehidupan yang layak seperti halnya masyarakat normal lainnya.

Kasus lainnya, disaat PEMILU seperti Pemilihan Kepala Desa Sidoharjo banyak masyarakat yang mengalami keterbelakangan mental tidak dimasukkan kedalam DPT (Daftar Pemilih Tetap). Berdasarkan Perda Kab Ponorogo No.6 Tahun 2006, hal tersebut tidak sesuai dengan peraturan per undang-undangan yang berlaku, karena semua WNI yang sudah berusia tujuh belas tahun atau sudah menikah maka ia sudah memiliki hak pilih dalam Pemilu. Kemudian sudah banyak peraturan bahwa penyandang cacat maupun penyandang disabilitas tetap memperoleh hak politiknya. Hal ini berdarkan hasil penelitian yang berjudul “Implementasi Pemilihan Kepala Desa Di Kampung Idiot Desa Sidoharjo Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo” yang dilakukan oleh Rooza Meilia Anggraini. Mereka berhak menyalurkan hak pilihnya sebagaimana warga yang

(19)

normal lainnya, dengan melalui prosedur yang ditetapkan oleh PAWASLU, seperti melaui pendampingan dan lain sebagainya.

Setelah melakukan penelitian “Stigmatisasi pada Masyarakat Kampung Idiot” ini, peneliti menemukan bahwa tidak semua warga masyarakat penyandang keterbelakangan mental di Desa Sidoharjo masuk dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap). Selain itu juga tidak adanya pendampingan atau sosialisasi khusus kepada para penyandang maupun pihak keluarga penyandang mengenai aspirasi dalam pemilihan umum. Padahal merujuk dari Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang cacat, penyandang cacat mempunyai Hak Dan Kewajiban yang diatur dalam Pasal 5 yaitu, setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, terutama hak untuk mendapatkan hak politik mereka. II.3. Profil Desa Sidoharjo

Desa Sidoharjo adalah sebuah desa yang ada di wilayah Jawa Timur, tepatnya di Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo. Dari pusat kota Ponorogo menempuh jarak sekitar 5 Km ke arah Selatan. Menurut data dari BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Ponorogo tahun 2014, desa Sidoharjo terbagi menjadi 31 RT dan 3 RW, yang terbagi menjadi 3 Dusun yaitu Dusun Sidowayah, Dusun Klitik dan Dusun Karangsengon. Berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2010 Desa Sidoharjo mempunyai jumlah penduduk sekitar 5.235 jiwa, yang terdiri dari 1.618 kepala keluarga, yang semuanya merupakan warga negara Indonesia pribumi, tanpa ada warga negara asing.

Desa Sidoharjo mayoritas masih sangat bergantung dengan alam, terutama pada sentor pertanian dan perkebunan. Namun begitu banyak kendala yang

(20)

dihadapi oleh masyarakat, karena wilayahnya sebagaian besar berbatu kapur dan proses pengairan yang sulit sehingga, pertanian tidak begitu menjadi produksi pangan yang dapat diandalkan oleh masyarakat Desa Sidoharjo tersebut. Hal ini dapat dilihat didalam profil Desa Sidoharjo 2013, selain dari kondisi geografi di Desa Sidoharjo didominasi oleh lahan pertanian seluas 658,30 ha/m2, pemukiman 119,70 ha/m2 sedangkan luas lahan non pertanian 441 ha/m2 juga dapat dilihat dari mata pencaharian penduduk di desa tersebut mayoritas adalah petani dan buruh tani serta dapat dilihat dari luas lahan pertanian yang sangat luas. Namun, masih ada beberapa masyarakat Desa Sidoharjo yang bekerja sebagai pedagang, sopir, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Swasta, TNI-POLRI, buruh industri dan buruh bangunan.

Sedangkan latar belakang pendidikan masyarakat Desa Sidoharjo masih tergolong sangat rendah, karena mayoritas masyarakatnya didominasi oleh tamatan Sekolah Dasar (SD), bahkan ada juga yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD) maupun yang bahkan tidak pernah sekolah. Dan tidak sedikit juga yang tamat SLTP dan SMA apalagi yang tamat sampai ke Perguruan Tinggi. Hal tersebut tidak terlepas dari fasilitas pendidikan yang ada di desa tersebut yang merupakan komponen sangat penting dalam kehidupan masyarakat, agar dapat menunjang proses pendidikan masyarakat Desa Sidoharjo. Pemerintah Kabupaten Ponorogo menyediakan beberapa fasilitas pendidikan di Desa Sidoharjo, berikut fasilitas pendidikan yang ada di desa tersebut: TK (Taman Kanak-Kanak) Swasta sebanyak dua gedung/unit, SD (Sekolah Dasar) Negeri tiga gedung/unit, SMP (Sekolah Menengah Pertama) Negeri satu gedung/unit.

(21)

Jumlah penduduk berdasarkan data yang didapat dari BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Ponorogo, penderita cacat fisik dan mental berjumlah 239 orang, yang terdiri dari 11 orang tuna netra, 32 orang tuna rungu, 13 orang tuna wicara, 7 orang tuna rungu dan wicara, 14 orang tuna daksa, 8 orang tuna grahita, dan 111 orang cacat mental, sisanya 43 orang cacat ganda. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa, sebagian besar masyarakat Desa Sidoharjo sebagian besar menderita cacat mental, yaitu sebesar 111 orang dari 239 orang yang menderita cacat fisik dan mental.

Sejauh ini fasilitas kesehatan yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Ponorogo yang ada di desa tersebut yaitu: puskesmas pembantu sebanyak satu unit, Polindes satu unit dan Posyandu tujuh unit/tempat. Dari fasilitas tersebut banyak peralatan maupun obat-obatan yang belum tercukupi dengan baik. Terlebih lagi untuk tenaga medisnya, belum ada tenaga medis yang khusus menangani para penyandang berkebutuhan khusus tersebut. Yang ada hanyalah bidan dan perawat. Sehingga untuk penyandang yang perlu penanganan khusus harus dibawa ke rumah sakit yang ada di Kota Ponorogo.

Gambar

Tabel II.1

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu cara untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Biologi dan mengatasi berbagai kelemahan dan kekurangan yang terdapat pada proses belajar

salesman salah satu penyebab harus melakukan absensi terjadi karena stres kerja yang dialaminya karena salesman merasa lelah atas tuntutan-tuntutan pekerjaan untuk

Tahapan penelitian mulai dari pengolahan peta, pengumpulan data di dilapangan berdasarkan karakteristik lahan (table 1), analisisa contoh tanah di laboratorium, dan

Analisis regresi linier berganda adalah salah satu teknik statistika yang digunakan untuk mengetahui pengaruh dua atau lebih variabel independen yang bersifat linier

langsung pertamanya pada tahun 2006, angka partisipasi pemilih pada pemilukada tingkat kabupaten dari tahun 2006 dan 2011 tidak lebih dari 70%, dan bahkan angka

A 2050-ig látható előrejelzés és a CEF által meghatározott célok is abba az irányba mutatnak, hogy a domináns közúti közlekedés mellé a vasúti kapcsolatok

Hal tersebut menunjukan bahwa adanya pengaruh yang diberikan oleh minat berkunjung sebagai variabel mediator terhadap variabel efektivitas iklan online dengan

KEPALA SUB BAGIAN MONITORING DAN EVALUASI - BAGIAN ADMINISTRASI PEREKONOMIAN - SEKRETARIAT DAERAH. PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS 03/06/1984 30/09/2014