• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan Hukum, Ketaatan Hukum, dan Teori Keadilan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tujuan Hukum, Ketaatan Hukum, dan Teori Keadilan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Tujuan Hukum, Ketaatan Hukum, dan

Teori Keadilan

Mata Kuliah Hukum dan Pembangunan

Disusun oleh :

Anita Dachlan

Dwi Hadya Jayani

Eka Primadestia

Rainy Mutiara

Rizki Dwi Utari

(2)

Universitas Indonesia

2015

BAB I PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara hukum. Indonesia memiliki UUD 1945 sebagai sumber hukum. Hukum dibuat untuk mengendalikan atau menertibkan subjek-subjek hukum. Van Apeldoorn mengatakan bahwa hukum bukanlah suatu hal yang mudah untuk didefinisikan secara tepat. Selain sulit untuk didefinisikan, hukum juga memiliki tujuan yang beragam. Hukum merupakan suatu aturan yang muncul dalam masyarakat untuk mengatur jalannya hubungan antarmasyarakat secara umum dan juga secara khusus. Hukum disusun agar sasaran hukum tercapai dengan adanya ketaatan pada hukum yang berlaku. Makalah ini akan membahas mengenai tujuan hukum, ketaatan hukum, dan teori keadilan. Di dalamnya, terdapat penjabaran mengenai tujuan hukum berdasarkan teori etis, utilitas, serta campuran; ketaatan hukum; teori keadilan, dan; hukum dan keadilan.

(3)

BAB II ISI II.1. Tujuan Hukum

Hukum muncul dalam masyarakat sebagai upaya untuk menertibkan dan menciptakan keteraturan dalam hidup bermasyarakat. Hukum tidak hanya menjabarkan kewajiban seseorang namun juga membahas mengenai hak pribadi dan orang lain. Hukum memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan hukum dijelaskan dalam beberapa teori berikut.

II.1.1. Teori Etis

Filsuf Aristoteles memperkenalkan teori etis dalam bukunya yang berjudul “

Rhetorica

dan

Ethica Nicomachea

”, yang menyatakan bahwa hukum memiliki tujuan suci yaitu memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Pernyataan tersebut sejalan dengan apa yang di katakan oleh Van Apeldoorn dalam bukunya yang berjudul “

Inleiding tot de studie van het

Nederlandse recht

” yang menyatakan bahwa tujuan hukum ialah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil (Mertokusumo, 1996:77). Dari kedua pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan hukum menurut teori etis ini adalah menciptakan keadilan dalam masyarakat.

Berbicara tentang keadilan, maka akan muncul pertanyaan. Apakah keadilan itu? Pada hakekatnya, keadilan merupakan penilaian terhadap suatu perlakuan atau tindakan yang berpatokan dengan suatu norma yang menurut pandangan subyektif (subyektif untuk kepentingan kelompok, golongan dan sebagainya) melebihi norma-norma lain. Dalam hal ini ada dua pihak yang terlibat, yaitu pihak yang memperlakukan dan pihak yang menerima perlakuan, seperti majikan dan buruh, pemerintah dengan warganya, serta ibu dan anaknya.

Dalam realitas kehidupan, konsep keadilan kerap kali mengalami dilemma. Dimana pada umumnya keadilan merupakan penilaian yang hanya dilihat dari pihak yang menerima perlakuannya saja tanpa melihat pihak yang memperlakukan. Contohnya adalah pihak yang kalah dalam suatu perkara menilai sebuah putusan hakim tidak adil, sedangkan pihak yang menerima perlakuan menganggap putusan hakim sebagai kepastian hukum atas dirinya

(4)

adalah adil. Contoh lain dalam kehidupan sehari-sehari adalah ketika buruh yang diputuskan hubungan kerjanya merasa diperlakukan tidak adil oleh majikannya. Padahal apabila di kaji lebih lanjut, bisa saja buruh yang diputuskan hubungan kerjanya itu telah melakukan tindakan yang merugikan perusahaan sehingga sang majikan memutuskan untuk memecat buruh tersebut. Apabila kondisinya seperti demikian, apakah sang majikan masih tetap di katakan tidak adil? Dari contoh tersebut, keadilan kiranya tidak harus melihat dari satu pihak saja, melainkan dari kedua belah pihak yang terkait dalam suatu kasus.

Bekaitan dengan isi keadilan yang sulit untuk diberikan batasan, Aristoteles membagi keadilan kedalam dua jenis, yaitu:

1. Keadilan Distributif (Justitia Distributia)

Keadilan ini adalah keadilan yang menuntut bahwa setiap orang mendapat apa yang menjadi hak atau jatahnya (

suum cuique

tribuere

). Dengan kata lain, keadilan ini merupakan keadilan yang memberikan jatah kepada tiap-tiap orang berdasarkan porsinya, tanpa menuntut bagian yang sama atau persamaan untuk setiap orang melainkan perimbangan. Keadilan distributive ini berkaitan dengan tugas pemerintah terhadap warganya dalam menentukan apa yang dapat dituntut oleh warga masyarakat. Seperti yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 30 ayat 1 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha bela negara, hal ini bukan berarti bahwa semua warga negara tanpa kecuali dapat menjadi prajurit, tetapi hanya orang-orang yang lulus seleksi penyaringanlah yang dapat menjadi prajurit guna melakukan bela negara.

2. Keadilan Komutatif (Justitia Commutativa)

Keadilan ini adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang sama banyaknya, tanpa melihat porsi masing-masing orang. Dalam hal ini yang dituntut adalah kesamaan. Sesuatu dikatakan adil apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan. Seperti contoh dalam sebuah barak setiap prajurit mendapatkan jatah makan yang sama.

(5)

Jika teori etis mengatakan bahwa hukum itu bertujuan mewujudkan keadilan, berarti hukum itu identik dengan keadilan. Padahal tujuan hukum itu sendiri untuk menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat serta masalah-masalah yang timbul (Soeroso,2007). Hukum tidak hanya mencari keseimbangan antara berbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain, tetapi juga untuk mendapatkan keseimbangan antara ketertiban dan kepastian hukum. Kepastian hukum dapat terwujud apabila terdapat peraturan-peraturan umum. Namun dengan adanya teori etis ini, peraturan-peraturan umum sulit dibuat karena terlalu mengagungkan keadilan. Oleh karena itu, teori etis dapat dikatakan berat sebelah sehingga lahirlah beberapa pandangan lainnya mengenai tujuan hukum.

II.1.2. Teori Utilitis (Eudaemonistis)

Berbeda dengan teori etis yang terpaku pada ajaran moral ideal atau ajaran moral teoritis, muncul teori utilitis yang menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata adalah memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Dalam hal ini hukum ingin menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya (

the greatest good of the greatest

number

). Penanganannya dilakukan berdasarkan falsafah sosial, yaitu setiap warga negara mencari kebahagiaan dan hukum merupakan salah satu alatnya. Inti teori utilitis ini adalah masyarakat yang mencoba memperbesar kebahagiaan dan memperkecil kesengsaraan atau masyarakat yang mencoba memberi kebahagiaan yang sebesar mungkin kepada rakyat pada umumnya dan kesengsaraan diusahakan sedikit mungkin dirasakan oleh rakyat pada umumnya.

II.1.3. Teori Campuran

Teori campuran menjelaskan banyak pendapat mengenai tujuan hukum. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa tujuan pokok hukum adalah ketertiban, sedangkan Purnadi dan Soekanto mengatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk mencapai suatu kedamaian hidup yang serupa dengan pendapat Apeldoorn bahwa tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai (Mertokusumo, 1996:81).

Setiap negara memiliki suatu bentuk hukum masing-masing. Soebekti berpendapat bahwa tujuan hukum itu mengabdi pada tujuan negara (Mertokusumo, 1996). Berdasarkan pada pendapat tersebut, maka tujuan

(6)

hukum di Indonesia merujuk pada alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk membentuk suatu negara yang melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta melaksanakan ketertiban dunia.

II.2. Ketaatan Hukum

Pada dasarnya hukum tidak akan bisa berfungsi dengan baik jika subjek hukum tidak menaati segala aturannya. Oleh karena itu, hukum memiliki sanksi yang mengikat dan bersifat memaksa sehingga manusia sebagai individu ataupun masyarakat menaati aturan-aturan hukum.

Beberapa sarjana hukum mengemukakan tinjauannya mengenai “hukum bersifat memaksa”, seperti:

a. Hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat (Kan, 2009). b. Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang

menentukan tingkah laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan dengan hukum tertentu (Simorangkir).

Terlepas daripada adanya sanksi, banyak hal yang melatarbelakangi orang untuk menaati hukum. Menurut Utrecht, orang menaati hukum dikarenakan:

a. Karena orang merasakan bahwa peraturan-peraturan itu dirasakan sebagai hukum. Mereka benar-benar berkepentingan akan berlakunya peraturan tersebut.

b. Karena ia harus menerimanya supaya ada rasa ketentraman. Ia menganggap peraturan sebagai peraturan hukum secara rasional (

rationeele aanvarding

). Penerimaan rasional ini sebagai akibat adanya sanksi hukum. Agar tidak mendapatkan kesukaran-kesukaran orang memilih untuk taat saja pada peraturan hukum, karena melanggar hukum mendapat sanksi hukum.

c. Karena masyarakat menghendakinya. Dalam kenyataan banyak orang yang tidak menanyakan apakah sesuatu menjadi hukum atau bukan. Mereka tidak menghiraukan dan baru dirasakan dan dipikirkan apabila

(7)

mereka telah melanggar dan dirasakan akibat pelanggaran tersebut. Mereka juga baru merasakan adanya hukum apabila luas kepentingannya dibatasi oleh peraturan hukum yang ada.

d. Karena adanya paksaan (sanksi) sosial. Orang merasa malu atau khawatir dituduh sebagai orang yang asosial apabila orang melanggar kaidah sosial atau hukum.

Dari uraian Utrecht diatas, dapat disimpulkan bahwa peraturan hukum harus mempunyai kekuasaan hukum, dimana kekuasaan hukum merupakan kekuatan yang diterima sesuai dengan perasaan hukum orang yang bersangkutan atau badan yang lebih tinggi dan sebagainya yang diakui sebagai penguasa yang sah (

otoritreit

). Apabila tidak mempunyai kekuasaan hukum, maka peraturan itu berupa kekuatan, karena hanya berupa paksaan semata-mata. Yang dimaksud dengan “ paksaan ” disini adalah tetang perasaan adil tidaknya sesuatu hal dan perlu tidaknya diberi sanksi oleh pemerintah.

II.3. Teori Keadilan

Teori keadilan Rawls memusatkan perhatian pada bagaimana mendistribusikan hak dan kewajiban secara seimbang di dalam masyarakat sehingga setiap orang berpeluang memperoleh manfaat darinya dan secara nyata, serta menanggung beban yang sama. Karenanya, agar menjamin distribusi hak dan kewajiban yang berimbang tersebut, Rawls juga menekankan pentingnya kesepakatan yang

fair

di antara semua anggota masyarakat. Hanya kesepakatan

fair

yang mampu mendorong kerja sama sosial.

Rawls menekankan posisi penting suatu prosedur yang

fair

demi lahirnya keputusan-keputusan yang oleh setiap orang dapat diterima sebagai hal yang adil. Adapun prosedur yang

fair

ini hanya bisa terpenuhi apabila terdapat iklim musyawarah yang memungkinkan lahirnya keputusan yang mampu menjamin distribusi yang

fair

atas hak dan kewajiban. Rawls menegaskan pentingnya semua pihak, yang terlibat dalam proses musyawarah untuk memilih prinsip-prinsip keadilan, berada dalam suatu kondisi awal yang disebutnya “ posisi asli ” (

the original position

). Yang dimaksudkan dengan

original position

ialah suatu keadaan awal di mana

(8)

manusia digambarkan kembali pada sifat-sifat alaminya, dengan bertitik tolak dari posisi asli, orang-orang akan sampai pada suatu persetujuan bersama untuk mewujudkan prinsip-prinsip keadilan. Dengan syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai posisi asli tersebut adalah

veil of ignorance.

Di mana para anggota masyarakat meninggalkan semua pengetahuan partikularnya sehingga tak seorangpun mengerti kedudukannya dan tidak tahu keuntungan dalam pemberian kekayaan dan kompensasi alamiah sehingga tercapai situasi anggota masyarakat berada dalam kedudukan yang sama.

Definisi “ adil ” oleh Rawls secara sederhana dijelaskan dalam suatu konsep yang disebut

Justice as Fairness

. Artinya, keadilan tidak berarti kemerataan absolut dalam sebuah masyarakat dengan cara diratakan oleh otoritas yang berdaulat secara penuh. Keadilan bagi Rawls adalah keadilan yang bijak pada setiap individu dalam kondisi asli manusia ketika berada dalam satu garis permulaan yang sama dalam sebuah kompetisi. Keadilan yang setara berarti memberikan kesempatan setara pada setiap individu untuk memberikan kualifikasi terbaiknya dalam masyarakat untuk menghasilkan capaian yang terbaik dari sebuah kompetisi.

Prinsip Keadilan dalam teori keadilan menurut Rawls terdiri dari dua hal yaitu :

(1) each person is to have an equal right to the most extensive total

system of equal basic liberties compatible with a similar system of

liberty for all.

(2) [a]social and economic inequalities are to be arranged so that they

are to the greatest benefit of the least advantaged and [b] are

attached to offices and positions open to all under conditions of

fair equality of opportunity.

Prinsip pertama menyatakan bahwa setiap orang atau warga negara harus mendapatkan hak yang sama dari keseluruhan sistem sosial dalam mendapatkan kebebasan paling hakiki yang ditawarkan pada manusia. Prinsip pertama ini disebut sebagai prinsip mengenai kebebasan dan hak dasar manusia yang perlu diperoleh dengan setara pada setiap individu. Prinsip ini mencakup hak yang melekat pada tiap individu, seperti kebebasan untuk

(9)

menyatakan pendapat, kebebasan untuk berbicara, kebebasan berkeyakinan, kebebasan untuk berperan serta dalam sistem politik dan sosial, kebebasan menjadi diri sendiri, hak untuk mempertahankan milik pribadi, serta hal tersebut harus berlaku secara sama pada setiap individu. Prinsip ini sering disebut “Prinsip kebebasan yang sama yang sebesar-besarnya”

(Principle of

Greates Equal Liberty).

Prinsip kedua terdiri dari dua bagian yaitu : a). Prinsip Perbedaan ” (

The Difference Principle)

. Dan b). “ Prinsip persamaan yang Adil atas Kesempatan”

(The Principle of Fair Equality of Opportunity)

.

a) Prinsip Perbedaan (The Deffrence Principle) mengandung arti bahwa perbedaan sosial dan ekonomi harus diukur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung. Istilah “perbedaan sosial ekonomi ” menunjuk pada ketidaksamaan dalam prospek seseorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan, dan wewenang. Sedangkan istilah “ yang paling kyrang beruntung ” menunjuk pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang atau kesempatan ,dan wewenang. b) Prinsip Persamaan yang Adil atas Kesempatan ” (The Principle of Fair Equality of Opportunity) atau mengandung arti bahwa ketidaksamaan sosial ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga membuka jembatan dan kedudukan sosial bagi semua yang ada di bawah kondisi persamaan kesempatan. Orang-orang dengan ketrampilan, kompetensi, dan motivasi, yang sama dapat menikmati kesempatan yang sama pula.

II.4. Hukum dan Keadilan

Menurut L. J Van Apeldoorn tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut hukum itu. Definisi tentang hukum sulit untuk dibuat karena tidak mungkin untuk mengadakan sesuai dengan kenyataannya. Namun, manusia dalam kehidupannya tidak dapat melepaskan diri dari kaidah-kaidah hukum yang ada. Hukum sebagai salah satu kaidah yang mengatur kehidupan antar pribadi, telah menguasai kehidupan manusia sejak ia dilahirkan, bahkan waktu ia masih didalam kandungan hingga sampai ke liang kubur.

(10)

untuk orang kecil dan hukum dapat dibeli. Oleh sebab itu, untuk meminimalisir asumsi masyarakat bahwa hukum tumpul diatas dan runcing kebawah diperlukan partisipasi masyakarat dalam upaya menegakkan hukum yang disertai dengan tanggung jawab bersama dengan penegak hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Namun saat ini sering kali kesadaran masyarakat untuk menegakkan hukum dan mematuhi hukum sangat rendah. Pembinaan kesadaran masyarakat dalam mematuhi hukum perlu dikembangkan dan diteruskan agar mendapat hasil yang terarah antara penegak hukum dan masyarakat.

Sebagaimana yang terkandung dalam UUD 1945 Pasal 27 (1)

Setiap

warga negara bersamaan kedudukannya dihadapan hukum dan pemerintahan

dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu tanpa ada

kecualinya

Hal tersebut mengandung makna bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum tanpa terkecuali dan negara harus melindungi, serta menjamin hak warga negara dihadapan hukum.

UUD 1945 Pasal 27 (1) juga mengandung makna dari Teori Keadilan yang dicetuskan oleh John Rawls dimana keadilan memusatkan perhatian pada bagaimana mendistribusikan hak dan kewajiban secara seimbang didalam masyarakat sehingga setiap orang berpeluang memperoleh manfaat yang merata.

Berdasarkan atas kedaulatan rakyat, maka lembaga negara harus ikut serta menentukan arah perkembangan hukum. Kekuasaan Kehakiman yang bebas dari pengaruh eksekutif dalam menegakkan keadilan, artinya dalam menegakkan hukum bukan tergantung pada pengaruh eksekutif sehingga peradilan dalam melaksanakan tugasnya demi keadilan yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

Rawls menekankan posisi penting suatu prosedur yang

fair

demi lahirnya keputusan-keputusan yang oleh setiap orang dapat diterima sebagai hal yang adil. Adapun prosedur yang

fair

ini hanya bisa terpenuhi apabila terdapat iklim musyawarah yang memungkinkan lahirnya keputusan yang mampu menjamin distribusi yang

fair

atas hak dan kewajiban.

(11)

No. 13 tahun 2003 mengenai ketenagakerjaan bahwa terdapat perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang mencakup syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua pihak. Jadi, keputusan yang terjadi antara kedua belah pihak berdasarkan musyawarah yang menlahirkan perjanjian yang disepakati bersama sehingga keputusan tersebut dapat diterima secara adil.

Makin pesatnya dunia industri maka makin luasnya lapangan pekerjaan yang berarti makin banyak fenomena yang terjadi dalam hukum perburuhan yang harus diselesaikan. Saat ini, kerjasama antara pengusaha dan pekerja/buruh merupakan sebuah partner dalam usaha dimana pekerja/buruh nasibnya tergantung kepada majikan, begitu juga sebaliknya. Namun, walaupun terdapat hubungan yang saling ketergantungan apabila dalam pemutusan hubungan kerja untuk pekerja/buruh, tidak sesulit pemutusan hubungan kerja dengan pegawai negeri karena pegawai negeri dalam pengangkatan maupun pemutusannya harus berdasarkan peraturan perundang-undangan, sedangkan buruh hanya berdasarkan perjanjian kedua belah pihak antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Untuk meminimalisir terjadinya pemutusan hubungan kerja , maka dalam UU No. 13 tahun 2003 pasal 151 tertulis :

(1) Pengusaha/pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.

(2) Dalam segala upaya yang dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dengan serikat pekerja/buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat/buruh.

(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

(12)

Salah satu Prinsip Keadilan yang dikemukakan oleh John Rawls dalam Teori Keadilan adalah Prinsip Persamaan yang Adil atas Kesempatan sesuai dengan Pasal 9 yaitu, dalam meningkatkan kesejahteraan dimana dalam pasal ini kesejahteraan untuk tenaga kerja/pekerja/buruh diperoleh karena terpenuhinya kompetensi kerja melalui pelatihan kerja. Hal tersebut memberikan peluang dan kesempatan yang adil kepada pekerja untuk memperoleh, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja.

Pada hakikatnya hukum adalah suatu entitas yang memiliki tujuan untuk mencapai keadilan. Namun baik hukum, maupun keadilan adalah sesuatu yang abstrak. Hanya kaum positivistik dapat mengkonkretkan hukum dan keadilan melalui sekumpulan peraturan perundang-undangan. Sementara kaum Sofis, terutama mazhab hukum alam klasik hanya sampai pada pemahaman bahwa hukum memiliki nilai, yaitu nilai kebaikan, nilai kemanfaatan, dan nilai kebahagian demi pencapaian keadilan. Hubungan hukum dan keadilan pula dapat diamati pada setiap tujuan hukum. Mulai dari tujuan hukum ajaran etis, ajaran prioritas baku hingga ajaran kasusistis. Satupun dari ajaran tersebut tidak ada yang dapat melepaskan diri dari tujuan hukum pada sisi keadilannya. Hanya saja dilengkapi dengan tujuan hukum lain seperi kepastian, kemanfaatan, dan

predictability

.

Termasuk pula bagi pembentuk perundang-undangan sekalipun konsisten untuk melepaskan diri dari sisi keadilan sebagai salah satu tujuan hukum, pada hakikatnya masih dituntut untuk merumuskan teori hukum berdimensi keadilan yang dapat mendukung pentingnya undang-undang tertentu dilembagakan dalam lembaga negara. Di dalam konsideran menimbang tersebut, terdapat pertimbangan filsufis yang mencatat tujuan hukum sebagai keadilan atas pembentukan Undang-Undang itu (Mertokusumo, 2005:78). Hingga sampai pada hakim pengadilan maupun hakim konstistusi yang berfungsi sebagai aparatur penegak hukum, dalam upayanya untuk melakukan penegakan hukum, menjaga sisi keadilan hukum. Hakim diwajibkan pula untuk mengutamakan keadilan dalam melahirkan putusan-putusannya (Sudirman, 2007:51). Hakim diwajibkan menggali nilai-nilai hukum yang hidup di dalam masyarakat, agar hukum tetap konsisten untuk selalu memperjuangkan keadilan.

Tentang hukum alam Radbruch mengetengahkan, bahwa hukum itu mengandung beberapa tuntutan dasar, yang selalu harus ditaati. Tuntutan pertama ialah bahwa setiap individu harus diperlakukan menurut keadilan di

(13)

depan pengadilan. Tuntutan kedua ialah hak-hak azasi manusia yang tidak boleh dilanggar harus diakui. Tuntutan ketiga ialah bahwa harus ada keseimbangan antara pelanggaran dan hukuman. Dengan pernyataan baru ini Radbruch mengakui bahwa keadilan terhadap manusia individual merupakan batu sendi dalam perwujudan keadilan dan hukum (Huijbers, 1993:165).

(14)

BAB III PENUTUP

Penerapan hukum di Indonesia memiliki tujuan untuk mendukung terciptanya dan tergapainya cita-cita serta tujuan negara berdasarkan UUD 1945. Demi tercapainya tujuan negara dan tujuan hukum, maka perlu adanya ketaatan hukum. Penegakkan hukum dapat dilakukan sebagai upaya dalam membangun ketaatan subjek hukum serta memberikan keadilan dan juga menjaga ketertiban serta kedamaian dalam hidup. Hukum bukan berarti hukuman. Pandangan hukum masa lalu dengan saat ini sudah jauh berbeda. Jika dahulu hukum hanya menggambarkan hal yang berkaitan dengan kewajiban yang dipaksakan, maka saat ini hukum berusaha menyeimbangkan antara hak dan kewajiban serta membangun kesadaran subjek hukum atas hukum yang berlaku.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Damanhuri Fattah. 2013.

Teori Keadilan menurut John Rawls

.

Jurnal TAPIs

Vol.9 No. 2

.

Iskandar Syah, Mudakir. 1984.

Hukum dan Keadilan

. Jakarta : Grafindo Utama.

Lubis, K. Suhrawardi. 1994.

Etika Profesi Hukum

. Jakarta: Sinar Grafika. Mertokusumo, Soedikno. 2005.

Mengenal Hukum: Suatu Pengantar

.

Yogyakarta: Liberty.

Nursadi, Harsanto. 2008.

Sistem Hukum Indonesia

. Jakarta: Universitas Terbuka.

Rawls, John. 1971.

A Theory of Justice

. London: Oxford University Press. Soekanto, Soerjono, Purnadi Purbacaraka. 1993.

Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan

Tata Hukum

. Bandung: Citra Aditya Bakti.

_____. 1993.

Perihal Kaedah Hukum

. Bandung: Citra Aditya Bakti. Soeroso. 2009.

Pengantar Ilmu Hukum

. Jakarta: Seni Grafika.

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=161102&val=5897&tit le=TEORI%20KEADI%20LAN%20MENURUT%20JOHN%20RAWLS

[diakses pada: 9 September 2015, 11.23]

http://www.file.upi.edu :

Konsep Dasar Ilmu Hukum

. [diakses pada: 8 September 2015, 19.54]

http://www.negarahukum.com/hukum/hukum-dan-keadilan.html [diakses pada: 9 September 2015, 04.01]

http://www.suarakebebasan.org/id/suara-muda/item/399-john-rawls-dan-konsep-keadilan [diakses pada: 9 September 2015, 14.47]

Referensi

Dokumen terkait

Nilai ini memberikan pengertian bahwa keterkaitan antara Komunikasi interpersonal dengan kinerja pegawai rekam medik cukup dan positif, artinya makin baik komunikasi

a) Tim ahli bertugas melakukan evaluasi obat dalam DOEN 2011 dan menilai usulan obat yang akan dimasukkan dan/atau dikeluarkan dari/ke dalam DOEN 2013. b) Konsultan bertugas

Sedangkan yang menjadi faktor pembatas utama dalam penilaian kelas kesesuaian lahan untuk Kacang Tanah, pada areal penggunaan lain di Kecamatan Rantau Selatan

Tabel 4.2 Tabel hasil Uji Normalitas Kadar Protein pada Ikan Tongkol ( Euthynnus affinis ) Berdasarkan Metode Pengasapan

Dalam kegiatan ekstrakurikuler metode part adalah salah satu komponen yang mempunyai peran penting. Metode part merupakan bentuk latihan keterampilan yang dilakukan secara

Sebaliknya, proses pembelajaran ekonomi yang aktif sangat diharapkan akan dapat meningkatkan kreativitas sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi dan daya ingat

Berdasarkan pada latar belakang maka yang menjadi rumusan masalah, adalah: (1) Bagaimana kondisi umum Pondok Waria Kotagede, Yogyakarta; (2) Bagaimana urgensi peran pemuda

Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Kualitas Pelayanan Tenaga Kerja Terhadap Tingkat Kepuasaan Pelanggan dalam Perspektif Ekonomi