• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-faktor Penentu Persistensi Laba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Faktor-faktor Penentu Persistensi Laba"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Z aen al ta n a m , Analisis F aktor-F aktor Penentu Pers is tensi Laba.. 109

Ju m a l A k u n tan si dan K euangan Indonesia V olum e 7 - N o. 1, Juni 2010

A N A L IS IS FA K T O R -FA K T O R P E N E N T U P E R S IS T E N SI L A B A

Zaenal Fanani

Universitas Airlangga fanani_unair@y ahoo. com

Abstract

This research is aimed to examine andfind out empirical evidence o f the influence o f cash flow volatility, magnitude o f accrual, sales volatility, leverage, and operating cycle on earnings persistence. Samples used in this research are manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange (BEI) during period 2001-2006. Total samples are 141 companies. The data are collected using purposive sampling method. The analysis o f this research employs multiple regression. Results show that cash flow volatility, magnitude o f accrual, sales volatility, leverage have significant effect on earnings persistence, but operating cycle do not have significant effect on earnings persistence.

Keywords: cash flow volatility, magnitude o f accrual, sales volatility, leverage, earnings persistence Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menemukan bukti empiris pengaruh volatilitas arus kas, besaran akrual, volatilitas penjualan, tingkat hutang, dan siklus operasi terhadap persistensi laba. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2001-2006. Total sampel 141 perusahaan. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode purposive sampling. Analisis penelitian ini menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa volatilitas arus kas, besaran akrual, volatilitas penjualan, tingkat hutang berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba, tetapi siklus operasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persistensi laba.

Kata kunci: volatilitas arus kas, besaran akrual, volatilitas penjualan, tingkat hutang, persistensi laba

LATAR BELAKANG

Pelaporan keuangan merupakan sebuah wujud pertanggungjawaban manajemen atas pengelolaan sumber daya perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Sedangkan laporan keuangan itu sendiri merupakan salah satu sumber informasi keuangan perusahaan yang dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat beberapa keputusan, sepertipenilaiankinerjamanajemen, penentuan kompensasi manajemen, pemberian dividen kepada pemegang saham dan lain sebagainya.

M enurut Statement o f Financial Accounting Concepts (SFAC) N o .l, terdapat dua tujuan pelaporan keuangan, yaitu: pertama, memberikan informasi yang bermanfaat bagi para investor, investor potensial, kreditor, dan pemakai lainnya untuk membuat keputusan investasi, kredit, dan keputusan serupa lainnya; kedua, memberikan informasi tentang prospek arus kas untuk membantu investor dan kreditur dalam menilai prospek arus kas bersih

perusahaan. Sedangkan menurut Standar

Akuntansi Keuangan (SAK) di Indonesia, tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan,

(2)

n o Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2010, Vol. 7, No. I hal 109 - 1 2 3

kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Darraough (1993) menunjukkan arti pentingnya laba dengan menyatakan bahwa perusahaan memberikan laporan keuangan kepada berbagai stakeholder, dengan tujuan untuk memberikan informasi yang relevan dan tepat waktu agar berguna dalam pengambilan keputusan investasi, monitoring, penghargaan kinerja, dan pembuatan kontrak. Agar dapat memberikan informasi yang handal maka laba harus persisten.

SchipperandVincent(2003), menjelaskan bahwa laba digunakan oleh investor dan kreditor sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan pengambilan keputusan pembuatan kontrak (icontracting decision), keputusan investasi {investment decision) dan pembuat standar {standard setters). Keputusan melakukan kontrak yang didasarkan pada persistensi laba yang rendah menyebabkan terjadinya transfer kesejahteraan yang tidak diinginkan oleh semua pihak. Misalnya, investor menaksir laba terlalu tinggi sebagai indikator kinerja manajer, maka akan mengakibatkan kompensasi yang berlebihan kepada manajer. Demikian pula dengan laba yang ditaksir terlalu tinggi dapat menutupi kemampuan melunasi hutang yang sesungguhnya dan memberikan informasi yang menyesatkan kepada kreditor untuk

melanjutkan pemberian pinjaman atau

menangguhkan penyitaan.

Persistensi laba menjadi pusat perhatian

bagi para pengguna laporan keuangan,

khususnya bagi mereka yang mengharap persistensi laba yang tinggi. Penman (2001), mengungkapkan bahwa laba yang persisten

adalah laba yang dapat mencerminkan

keberlanjutan laba {sustainable earnings) di masa depan.

Pengertian persistensi laba pada

prinsipnya dapat dipandang dalam dua sudut pandang. Pandangan pertama menyatakan

bahwa persistensi laba berhubungan

dengan kinerja keseluruhan perusahaan

yang tergambarkan dalam laba perusahaan. Pandangan ini menyatakan laba yang persisten tinggi terefleksi pada laba yang dapat berkesinambungan {sustainable) untuk suatu periode yang lama.

Menurut Schipper (2004), pandangan ini berkaitan erat dengan kinerja perusahaan yang diwujudkan dalam laba perusahaan yang diperoleh pada tahun beijalan. Laba yang persisten jik a laba tahun berjalan dapat menjadi indikator yang baik untuk laba perusahaan di masa yang akan datang (Lev dan Thiagarajan 1993; Richardson et al. 2001; Penman dan Zhang 2002; Beneish dan Vargus 2002; Richardson 2003) atau berasosiasi kuat dengan arus kas operasi di masa yang akan datang (Dechow dan Dichev 2002 dan Cohen 2003).

Sedangkan pandangan kedua menyatakan persistensi laba berkaitan dengan kineija harga saham pasar modal yang diwujudkan dalam bentuk imbal hasil, sehingga hubungan yang semakin kuat antara laba perusahaan dengan imbal hasil bagi investor dalam bentuk return saham menunjukkan persistensi laba yang tinggi (Ayres 1994). Pandangan kedua ini juga menyatakan bahwa persistensi laba berkaitan dengan kinerja saham perusahaan di pasar modal. Hubungan yang semakin kuat antara laba dengan imbalan pasar menunjukkan persistensi laba tersebut semakin tinggi (Lev dan Thiagarajan 1993; Chan et al. 2004).

Motivasi penelitian ini adalah pertama, mengkaji peran laba bagi investor sebagai dasar pengambilan keputusan. Laba dalam laporan keuangan sering digunakan oleh manajemen untuk menarik calon investor sehingga laba tersebut sering direkayasa sedemikian rupa oleh manajemen untuk mempengaruhi keputusan investor.

Kedua, konstruksi persistensi laba tidak dapat diobservasi secara langsung, namun dapat diobservasi dan diukur melalui proksi atau atribut-atribut yang melekat di dalam laba itu sendiri. Persistensi laba ini merupakan salah satu unsur kualitas informasi akuntansi relevansi yaitu nilai prediksi. Barth dan Hutton (2001) menggunakan persistensi laba sebagai

(3)

Zaen al Fanani, Analisis Faktor-F aktor Penentu P ersistensi Laba. 111

karakteristik nilai relevan dalam model penelitiannya. Persistensi laba dipilih karena sangat relevan dalam perspektif kegunaan keputusan dan mencerminkan tujuan dari informasi akuntansi, seperti yang dikatakan dalam Conceptual. Framework FASB. Tujuan tersebut adalah memberikan informasi yang berguna bagi pembuatan keputusan oleh investor (dan investor potensial) dan oleh kreditor (dan kreditor potensial). Penelitian

sebelumnya di Indonesia menggunakan

indikator earning response coefficient untuk mengukur persistensi laba seperti Lipe (1990), Sloan (1996), Chandrarin (2001) dan Meythi (2006). Nilai absolut akrual diskresioner digunakan oleh Dechow dan Dichev (2002); McNichols (2002), Chambers (2003); Aboody et al. (2003); Francis et al. (2004, 2005); Pagalung (2006) serta Fanny dan Siregar (2007).

Ketiga, faktor-faktor penentu persistensi laba dalam penelitian ini menggunakan lima variabel independen yang merupakan kombinasi dari penelitian sebelumnya, yaitu; volatilitas arus kas, besaran akrual, volatilitas penjualan, tingkat hutang, dan siklus operasi perusahaan. Variabel siklus operasi diadopsi dari Gu et al. (2002); Dechow and Dichev (2002); Cohen (2003); Francis et al. (2004), Pagalung (2006), volatilitas penjualan dari Dechow and Dichev (2002); Cohen (2003); Francis et al. (2004), Pagalung (2006), dan tingkat hutang dari Gu et al. (2002), Tumirin (2003) dan Saputra (2003). Sedangkan dua faktor yang lainnya adalah volatilitas arus kas diadopsi dari Sloan (1996), Dechow dan Dichev (2002) dan besaran akrual yang diadopsi dari Sloan (1996), Dechow dan Dichev (2002). Dua faktor tambahan ini adalah faktor yang memiliki kaitan erat dengan persistensi laba akuntansi. Penelitian sebelumnya untuk arus kas dan akrual telah dilakukan oleh Sloan (1996), di dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa persistensi laba merupakan salah satu komponen nilai prediksi laba dalam menentukan persistensi laba, dan persistensi laba tersebut ditentukan oleh komponen

akrual dan aliran kas dari laba sekarang, yang mewakili sifat transitori dan permanen laba.

Volatilitas arus kas mempengaruhi

persistensi laba karena adanya ketidakpastian tinggi dalam lingkungan operasi ditunjukkan oleh volatilitas arus kas yang tinggi. Jika arus kas berfluktuasi tajam maka persistensi laba akan semakin rendah. Besaran akrual mempengaruhi persistensi laba karena semakin banyak akrual berarti semakin banyak estimasi dan error estimasi, dan karena itu persistensi laba akan semakin rendah. Volatilitas penjualan menunjukkan fluktuasi lingkungan operasi dan penyimpangan aproksimasi yang besar dan berhubungan dengan kesalahan estimasi yang lebih besar sehingga menyebabkan persistensi laba yang rendah. Besarnya: tingkat hutang perusahaan akan menyebabkan perusahaan meningkatkan persistensi laba dengan tujuan untuk mempertahankan kineija yang baik di mata investor dan auditor. Semakin panjang siklus operasi menunjukkan semakin banyak kepastian, semakin banyak estimasi dan error estimasi, dan karena itu persistensi laba semakin rendah.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: apakah volatilitas arus kas, besaran akrual, volatilitas penjualan, tingkat hutang, dan siklus operasi berpengaruh terhadap persistensi laba?

Ada dua manfaat penelitian yang

diharapkan di dalam penelitian ini, yang pertama adalah manfaat teoritis dan yang kedua adalah manfaat praktis. Manfaat teoritis yang diharapkan adalah mengkaji faktor- faktor yang menentukan persistensi laba. Sedangkan manfaat praktis yang diharapkan adalah dapat memberikan manfaat kepada investor, calon investor, analis pasar modal dan pemakai laporan keuangan yang lainnya untuk dapat mengukur persistensi laba secara tepat. Sehingga nantinya persistensi laba yang diukur dapat dijadikan sebagai alat dalam membantu pengambilan keputusan di masa yang akan datang karena menggunakan pengukuran persistensi laba yang lebit tepat.

(4)

H2 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2010, Vol. 7, No. 1 hal 109 - 123

TINJAUAN PUSTAKA DAN

PERUMUSAN HIPOTESIS

Pengertian dan Pengukuran Persistensi laba

Selama ini laba akuntansi masih menarik perhatian para investor sebagai dasar dalam pengambilan keputusan, seperti penilaian kinerja manajemen, penentuan kompensasi

manajemen, pemberian dividen kepada

pemegang saham dan lain sebagainya. Oleh karena itu laba yang perlu diperhatikan oleh para calon maupun investor bukan hanya laba yang tinggi, namun juga laba yang persisten.

Menurut Wijayanti (2006), laba

yang persisten adalah laba yang dapat mencerminkan kelanjutan laba (sustainable earnings) di masa depan yang ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kasnya. Sedangkan Chandarin (2003) dalam Wijayanti (2006) mengungkapkan bahwa laba yang persisten adalah laba akuntansi yang memiliki sedikit atau tidak mengandung gangguan (noise), dan dapat mencerminkan kineija keuangan perusahaan yang sesungguhnya. Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat Hayn (1995), gangguan dalam laba akuntansi disebabkan oleh peristiwa transitori (transitory event) atau penerapan konsep akrual dalam akuntansi.

Penman dan Zhang (2002) mendefinisikan persistensi laba sebagai revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa mendatang (expected future earnings) yang disebabkan oleh inovasi laba tahun beijalan (current earnings). Persistensi laba tersebut ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kas yang terkandung dalam laba saat ini. (Penman, 2001). Bernstein (1993) dalam Sloan (1996) menyatakan bahwa komponen akrual dari current earnings cenderung kurang terulang lagi atau kurang persisten untuk menentukan laba masa depan karena mendasarkan pada akrual, defferred (tangguhan), alokasi dan penilaian yang mempunyai distorsi subyektif.

Persistensi laba memfokuskan pada koefisien dari regresi laba sekarang terhadap laba mendatang. Hubungan tersebut dapat dilihat dari koefisien slope regresi antara laba

sekarang dengan laba mendatang. Semakin tinggi (mendekati angka 1) koefisiennya menunjukkan persistensi laba yang dihasilkan tinggi, sebaliknya jika nilai koefisiennya mendekati nol, persistensi labanya rendah atau laba transitorinya tinggi. Jika nilai koefisiennya bernilai negatif, pengertiannya terbalik, yaitu nilai koefisien yang lebih tinggi menunjukkan kurang persisten, dan nilai koefisien yang lebih rendah menunjukkan lebih persisten. Penelitian persistensi laba dengan menggunakan model ini telah dilakukan oleh Lev dan Thiagarajan (1983), Sloan (1996), Penm an dan Z hang (2002), R ichardson (2003), Francis et al. (2004), dan Pagalung (2006).

Perumusan Hipotesis

Pengaruh Volatilitas Arus Kas terhadap Persistensi laba

Salah satu kegunaan informasi arus kas menurut PSAK No. 2 paragraf 03 adalah meningkatkan daya banding kinerja operasi berbagai perusahaan karena dapat meniadakan pengaruh penggunaan perlakuan akuntansi yang berbeda terhadap transaksi dan peristiwa yang sama (IAI, 2010). Kemampuan arus kas untuk meningkatkan daya banding pelaporan kineija operasi ini merupakan salah satu alasan digunakannya arus kas sebagai sumber informasi oleh investor selain informasi laba.

Sesungguhnya, nilai yang terkandung di dalam arus kas pada suatu periode mencerminkan nilai laba dalam metode kas (cash basis). Data arus kas merupakan indikator keuangan yang lebih baik dibandingkan dengan akuntansi karena arus kas relatif lebih sulit untuk dimanipulasi. Manipulasi akuntansi

biasanya dilakukan melalui penggunaan

metode akuntansi yang berbeda untuk transaksi yang sama dengan tujuan untuk menampilkan laba yang diinginkan.

Untuk mengukur persistensi laba

dibutuhkan informasi arus kas yang stabil, yaitu yang mempunyai volatilitas yang kecil. Jika arus kas berfluktuasi tajam maka sangatlah sulit untuk memprediksi arus kas di masa yang akan datang. Volatilitas yang tinggi menunjukkan

(5)

Z aen al Fanani, Analisis Faktor-F aktor Penentu P ersistensi Laba. 113

persistensi laba yang rendah, karena informasi arus kas saat ini sulit untuk memprediksi arus kas di masa yang akan datang.

Volatilitas aliran kas mengindikasikan adanya ketidakpastian tinggi dalam lingkungan operasi ditunjukkan oleh volatilitas arus kas yang tinggi. Jika arus kas berfluktuasi tajam maka persistensi laba akan semakin rendah (Dechow dan Dichev, 2002).

Hji Semakin besar volatilitas aliran kas

suatu perusahaan semakin rendah

persistensi laba.

Pengaruh Besaran Akrual terhadap Per­ sistensi laba

Laba dalam laporan keuangan akuntansi sering digunakan oleh investor maupun calon investor untuk pengambilan keputusan. Keputusan tersebut akan menentukan di perusahaan mana mereka akan berinvestasi. Sehingga oleh manajemen, ada kemungkinan untuk merekayasa laba agar dapat menarik minat para investor dan calon investor untuk menanamkan investasinya lebih banyak lagi. Jika begitu maka tidaklah mustahil jika terjadi asimetri informasi antara pihak manajemen dan pihak eksternal perusahaan.

Persistensi laba menjadi perhitungan lain di dalam pengambilan keputusan. Laba akuntansi yang persisten adalah laba akuntansi yang memiliki sedikit atau tidak mengandung akrual, dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya (Chandrarin 2003). Hayn (1995) menjelaskan

bahwa gangguan dalam laba akuntansi

disebabkan oleh peristiwa transitori (transitory events) atau penerapan konsep akrual dalam akuntansi. Semakin besar akrual, maka semakin rendah persistensi laba.

H2: Semakin

besar

akrual

suatu

perusahaan akan semakin rendah

persistensi laba.

Pengaruh Volatilitas Penjualan terhadap Persistensi laba

Penjualan adalah bagian terpenting dari siklus operasi perusahaan dalam menghasilkan laba. Volatilitas penjualan yang rendah akan dapat menunjukkan kemampuan laba

dalam memprediksi aliran kas di masa yang akan datang. Namun jik a tingkat volatilitas penjualan tinggi, maka persistensi laba tersebut akan rendah, karena laba yang dihasilkan akan mengandung banyak gangguan (noise).

Volatilitas penjualan mengindikasikan fluktuasi lingkungan operasi dan kecenderungan yang besar penggunaan perkiraan dan estimasi, menyebabkan kesalahan estimasi yang besar sehingga menyebabkan persistensi laba yang rendah (Dechow and Dichev 2002). Faktor volatilitas penjualan merupakan salah satu faktor penentu persistensi laba (Francis et al. 2004) karena jika tingkat penyimpangannya yang lebih besar akan menimbulkan persistensi laba yang lebih rendah.

H3: Semakin besar volatilitas penjualan

perusahaan semakin rendah persis­

tensi laba perusahaan.

Pengaruh Tingkat Hutang terhadap Persistensi laba

Tingkat hutang akan menjadi besar apabila lebih banyak utang jangka panjang yang dimiliki oleh perusahaan. Para pemegang saham mendapatkan manfaat dari solvabilitas keuangan sejauh laba yang dihasilkan atas uang yang dipinjam melebihi biaya bunga dan juga jik a terjadi kenaikkan nilai pasar

saham. Utang mengandung konsekuensi

perusahaan harus m embayar bunga dan pokok pada saat jatuh tempo. Jika kondisi laba tidak dapat menutup bunga dan perusahaan tidak dapat mengalokasikan dana untuk membayar pokoknya, akan menimbulkan risiko kegagalan. M aka dari itu seberapa besar tingkat hutang yang diinginkan, sangat tergantung pada stabilitas perusahaan.

Karena itu, tingkat hutang tinggi bisa memberi insentif lebih kuat bagi manajer untuk mengelola laba pada prosedur yang bisa diterima. Besarnya tingkat hutang perusahaan akan menyebabkan perusahaan

meningkatkan persistensi laba dengan

tujuan untuk mempertahankan kinerja yang baik di mata investor dan auditor. Dengan kinerja yang baik tersebut maka diharapkan kreditor tetap memiliki kepercayaan terhadap perusahaan, tetap mudah mengucurkan dana,

(6)

114 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2010, Vol. 1, No. 1 hal 109 - 123

dan perusahaan akan memperoleh kemudahan dalam proses pembayaran. Hasil penelitian Gu et al. (2002), Cohen (2003), dan Pagalung (2006) menunjukkan ada pengaruh positif antara tingkat hutang terhadap persistensi laba.

H4: Semakin besar tingkat hutang suatu

perusahaan semakin tinggi persistensi laba.

Pengaruh Siklus Operasi terhadap Persistensi laba

Siklus operasi adalah periode waktu ra ta -ra ta antara pem b elian p ersed iaan dengan pendapatan kas yang nantinya akan diterima penjual. Atau rangkaian seluruh transaksi dimana suatu bisnis menghasilkan penerimaannya dan penerimaan kasnya dari pelanggan. Siklus operasi suatu perusahaan terdiri dari transaksi-transaksi berikut: (a) pembelian barang, (b) penjualan barang, dan (c) pengumpulan piutang dari pelanggan. Siklus operasi bersinggungan langsung dengan laba perusahaan, hal ini dikarenakan ada faktor penjualan di dalam siklus operasi.

Perusahaan yang memiliki siklus operasi yang lama dapat menimbulkan ketidakpastian, estimasi dan kesalahan estimasi yang makin besar yang dapat menyebabkan persistensi laba yang rendah. Siklus operasi yang lebih lama menyebabkan ketidakpastian yang lebih besar, membuat akrual lebih terganggu (noise) dan kurang membantu dalam memprediksi aliran kas di masa yang akan datang (Dechow & Dichev, 2002).

Hs: Semakin panjang siklus operasi

perusahaan semakin rendah persis­

tensi laba perusahaan.

METODE PENELITIAN

Model Penelitian

Model yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah sebagai berikut:

PLJt = a + p xVOKm + p 2BAjt + p ,VPjt + p477/J( + psSO, + e dimana:

PL = Persistensi laba

a = Nilai intercept

A- 5 = Koefisien arah regresi

VOK = Volatilitas Arus Kas

BA = Besaran Akrual

VP = Volatilitas Penjualan

TH = Tingkat Hutang

SO = Siklus Operasi

e = Error (variabel lain yang tidak dijelaskan dalam model)

Definisi Operasional Variabel

Untuk memberikan pemahaman yang lebih spesifik terhadap variabel-variabel penelitian ini, maka variabel tersebut di­ definisikan secara operasional disajikan pada Tabel 1.

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEl) sejumlah 181 perusahaan. Hal ini dilakukan karena struktur keragamanan operasional perusahaan relatif sama, disamping porsi perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa lebih dari separuh perusahaan yang tercatat (listing) di Bursa Efek Indonesia. Sampel yang dipilih di dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Adapun kriteria sampel yang dipilih adalah:

a) Perusahaan manufaktur yang telah terdaftar di BEI sejak 1 Januari 2001, b) Terdaftar di BEI sampai akhir tahun

2006, sehingga menghasilkan laporan keuangan perioda akhir tahun 2006, c) Menerbitkan laporan keuangan secara

lengkap dengan perioda pelaporan tahunan yang berakhir pada tanggal 31 Desember, dan

d) Perusahaan menerbitkan laporan

keuangan selama perioda 2001 sampai 2006.

Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh sampel sebanyak 141 perusahaan. Prosedur pemilihan sampel dalam penelitian ini di paparkan dalam Tabel 2. Dari 141 perusahaan dilakukan uji univariate outlier (z-score)

(7)

Z aen al Fanani, Analisis Faktor-F aktor Penentu P ersistensi Laba... 115

Tabel 1

Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi dan Pengukuran Peneliti

Volatilitas arus kas (VOK) Besaran akrual (BA) Volatilitas penjualan (VP) Tingkat hutang (TH) 5 Siklus operasi (SO) Persistensi laba (PL)

Volatilitas arus kas adalah standar deviasi aliran kas operasi dibagi dengan total aktiva. Data variabel volatilitas arus kas ini merupakan data rata -rata selama lima tahun. Diukur dengan menggunakan rumus:

o(cF o)t

Total A k tiv a j

CFO = Aliran Kas operasi perusahaan j tahun t

o (p'enjualan selama 5 tahun< „ )

Total hutang

j t

Total hutang^ = Total utang perusahaan j tahun t Total aktiva.( = Total aktiva perusahaan j tahun t

Siklus perusahaan adalah periode waktu rata -rata antara pembelian persediaan dengan pendapatan kas yang nantinya akan diterima penjual atau rangkaian seluruh transaksi dimana suatu bisnis menghasilkan penerimaannya dan penerimaan kasnya dari pelanggan. Data variabel siklus operasi ini merupakan data rata-rata selama lima tahun. Diukur dengan menggunakan:

(pitfang dagang,( + piuang dagang■ Y/ (persediaan:.t + persediaan ^ V

___________________________/2_+____________________h_

p e n j u a l a n h c r g a po ko k p i’n /u a la r ^ /

Piutang dagangjt = Piutang dagang perusahaan j tahun t Piutang dagangjt-1 = Piutang dagang perusahaan j tahun sebelumnya

Persediaanjt = Persediaan perusahaan j tahun t

Penjualanjt = Penjualan perusahaan j tahun t

Harga pokok penjulanjt = Harga pokok penjualan perusahaan j tahun t Proksi persistensi ini adalah nilai koefisien dari model regresi laba tahunan (model A R I) dengan rumus sebagai berikut:

Earnings jt

“ H 0 T M1

T

Saham yang beredarjt Saham yang beredarjt_\

Eamingsjt = laba sebelum item-item luar biasa perusahaan j tahun t Eamingsjt-1 = laba sebelum item-item luar biasa perusahaan j tahun lalu Saham yang beredaijt= Saham yang beredar perusahaan j tahun t Saham yang beredaijt-l= Saham yang beredar perusahaan j tahun lalu

Sloan (1996); Dechow dan Dichev (2002)

Total Aktiva = Total Aktiva Perusahaan j tahun t

Besaran akrual standar dev iasi laba sebelum item -item luar biasa dikurangi dengan aliran kas operasi. Data variabel besaran akrual ini merupakan data rata- rata selama lima tahun. Diukur dengan menggunakan rumus:

o

(Earnings j t - CFO j

()

Earnings t = Laba sebelum item-item luar biasa perusahaan j tahun t CFO^ = Aliran kas operasi perusahaan j tahun t

Volatilitas penjualan adalah standar deviasi penjualan dibagi dengan total aktiva. Data variabel volatilita s penjualan ini merupakan data rata -rata selama lima tahun. Diukur dengan menggunakan rumus:

Sloan (1996); Dechow dan Dichev (2002) Dechow and Dichev (2002); Cohen (2003); Francis et al. (2004), Pagalung (2006) Total Aktivajt

Penjualan = Penjualan perusahaan j mulai tahun 2001 s/d 2005 Total Aktiva = Total Aktiva perusahaan j tahun t

Tingkat hutang adalah total hutang dibagi dengan total aktiva. Data variabel tingkat hutang ini merupakan data rata -rata selama lima tahun .Diukur dengan menggunakan rumus: Gu et al. (2002), Tumirin (2003) dan Saputra (2003) Gu et al. (2002); Dechow and Dichev (2002); Cohen (2003); Francis etal. (2004), Pagalung (2006) Francis et al. (2004); Pagalung (2006)

(8)

118 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2010, Vol. 7, No. 1 h al 109 - 123

lebih banyak perusahaan yang memiliki variabel yang tidak sama (berbeda) dengan nol.

Pengujian Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Hasil dari perhitungan K olmogorof Smirnov Test (lihat Tabel 4) sudah menunjukkan distribusi yang normal pada model yang digunakan dengan nilai probabilitasnya sebesar 0,519 (0,519 > 0 ,1 0 ) sehingga bisa dilakukan regresi dengan Model Linear Berganda (Ghozali, 2007:115).

Uji Non-Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji gleijser (Ghozali 2007, 108). Dari Tabel 5 dapat disimpulkan bahwa untuk volatilitas arus

kas (VOK), besaran akrual (BA), volatilitas penjualan (VP), tingkat hutang (TH), dan siklus operasi (SO) terhadap absolut residual (absu) tidak terjadi heterosdastisitas dengan ditunjukkan nilai signfikansi yang lebih besar dari 0.05.

UjiNon-Kolinieritas Ganda (Multicolinearity)

Untuk mendeteksi adanya multi-

kolinearitas dapat dilihat dari Variance Inflation Factor (VIF). Dari Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa untuk variabel volatilitas arus kas (VOK), besaran akrual (BA), volatilitas penjualan (VP), tingkat hutang (TH), dan siklus operasi (SO) tidak terjadi multikolineritas dengan ditunjukkan nilai VIF lebih kecil dari 10 (Ghozali 2007,92).

Tabel 6

Uji Multikolinearitas Variance Inflation Factor (VIF)

Varibel NILAI

VIF KETERANGAN

Volatilitas arus kas (VOK) 1,423 Tidak ada indikasi kolinearitas antar variabel penjelas Besaran akrual (BA) 1,519 Tidak ada indikasi kolinearitas antar variabel penjelas Volatilitas penjualan (VP) 1,190 Tidak ada indikasi kolinearitas antar variabel penjelas Tingkat hutang (TH) 1,240 Tidak ada indikasi kolinearitas antar variabel penjelas Siklus operasi (SO) 1,065 Tidak ada indikasi kolinearitas antar variabel penjelas

Tabel 7 Hasil Analisis Regresi

Variabel U nstandardized

Coefficients (B) T hitung Sig. K eterangan

(Constant) 0,705

Volatilitas arus kas (VOK) -0,436 -2,623 0,010* Signifikan

B esaran akrual (BA) -0,998 -2,157 0,033* Signifikan

Volatilitas penjualan (VP) -0,056 -2,032 0,044* Signifikan

T ingkat hutang (TH) 0,326 3,190 0,002* Signifikan

Siklus operasi (SO) -0,002 0,004 0,997 Tidak Signifikan

R R Square F hitung F tabel Sign. F a = 0,508 = 0,259 = 9,413 = 2,270 = 0,000 = 0,05

(9)

Zaenal Fanani, Analisis F aktor-F aktor Penentu P ersistensi Laba. 119

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil regresi dapat dilihat pada Tabel 7. Tampak pada tabel tersebut menunjukkan angka yang signifikan pada variabel volatilitas arus kas (VOK), besaran akrual (BA), volatilitas penjualan (VP), dan tingkat hutang (TH), sedangkan variabel yang lain yaitu variabel siklus operasi (SO) tidak menunjukkan angka yang signifikan.

Pengaruh Volatilitas Arus Kas terhadap Persistensi Laba

Hasil penelitian ini berhasil memberikan bukti bahwa volatilitas arus kas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persistensi laba. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 7 yang menunjukkan bahwa signifikansi t pada volatilitas arus kas menunjukkan nilai yang lebih kecil dibandingkan a (0.010 < 0.05). Hasil ini sesuai dengan Sloan (1996) serta Dechow dan Dichev (2002) yang menyatakan

bahwa arus kas berpengaruh negatif

terhadap persistensi laba. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa volatilitas arus kas yang tinggi akan menyebabkan persistensi laba yang rendah. Semakin besar fluktuasi arus kas maka persistensi laba akan semakin rendah. Volatilitas yang tinggi menunjukkan persistensi laba yang rendah, karena informasi arus kas saat ini sulit untuk memprediksi arus kas di masa yang akan datang.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya meskipun proksi yang digunakan dalam pengukuran persistensi laba tidak sama dengan yang digunakan Sloan (1996) serta Dechow dan Dichev (2002).

Sloan (1996) hanya menggunakan laba

dibagi dengan total aset. Dechow dan Dichev (2002) menggunakan aliran kas operasi ditambah dengan perubahan modal kerja dibagi total aset. Kedua pengukuran penelitian sebelumnya tidak menggunakan estimasi dalam menentukan persistensi laba. Padahal laba dikatakan persisten jika perusahaan dapat mempertahankan labanya dalam jangka panjang, atau dengan kata lain bahwa laba sekarang memberikan indikasi bagus untuk laba masa depan. Persistensi laba adalah kondisi bahwa laba periode sekarang adalah

refleksi dari periode masa depan ataupun periode sekarang.

Pengaruh Besaran Akrual terhadap Per­ sistensi Laba

Penelitian ini berhasil memberikan bukti bahwa besaran akrual berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persistensi laba. Terbukti dari hasil penelitian (Tabel 7) menunjukkan bahwa signifikansi t pada volatilitas arus kas menunjukkan nilai yang lebih kecil dibandingkan a (0.033 < 0.05). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Dechow dan Dichev (2002) yang menyatakan bahwa besaran akrual mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap persistensi laba. Walaupun proksi pengukuran persistensi laba yang berbeda dengan penulis, bagaimanapun juga besar kecilnya komponen akrual yang terjadi di perusahaan akan menyebabkan gangguan (noise) y a n g . dapat mengurangi persistensi laba. Hal ini juga dikuatkan oleh pernyataan dari Bernstein (1993,461) dalam Sloan (1996) yang menyatakan bahwa komponen akrual dari current earnings cenderung terulang lagi atau persisten untuk menentukan laba masa depan karena didasarkan pada akrual, defferred (tangguhan), alokasi dan penilaian yang mempunyai distorsi subyektif.

Pengaruh Volatilitas Penjualan terhadap Persistensi laba

Hasil penelitian ini berhasil memberikan bukti bahwa volatilitas penjualan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persistensi laba. Dari hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 7 yang menunjukkan bahwa signifikansi t pada volatilitas arus kas menunjukkan nilai yang lebih kecil dibandingkan a (0.044 < 0.05). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pagalung (2006) dimana volatililas penjualan tidak berpengaruh terhadap persistensi laba.

Volatilitas yang tinggi dari penjualan dapat memprediksi persistensi laba, karena laba yang dihasilkan akan mengandung banyak gangguan (noise). Disamping itu informasi besar kecilnya penjualan diperhatikan oleh para investor. Dengan begitu maka dapat

(10)

120 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2010, Vol. 7, No. / hal 109 - 123

disimpulkan bahwa persistensi laba mengikuti pola penjualan. Hal ini dimungkinkan karena laba secara keseluruhan di perusahaan di Indonesia biasanya telah mengalami perataan, sehingga gejolak atau volatilitas yang terjadi pada penjualan berpengaruh terhadap besar kecilnya laba yang diperoleh.

Pengaruh Tingkat Hutang terhadap Per­ sistensi Laba

Penelitian ini berhasil memberikan bukti bahwa tingkat hutang berpengaruh positif dan signifikan terhadap persistensi laba. Terbukti dari hasil penelitian pada Tabel 7, signifikansi t pada volatilitas arus kas menunjukkan nilai yang lebih kecil di bandingkan a (0.002 < 0.05). Hasil ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Pagalung (2006)

dimana persistensi laba dipengaruhi oleh tingkat hutang. Hal ini berhubungan dengan tingkat solvabilitas keuangan yang dimiliki oleh perusahaan. Besarnya tingkat hutang perusahaan akan menyebabkan perusahaan

meningkatkan persistensi laba dengan

tujuan untuk mempertahankan kineija yang baik di mata investor dan auditor. Dengan kineija yang baik tersebut maka diharapkan kreditor tetap memiliki kepercayaan terhadap perusahaan, tetap mudah mengucurkan dana, dan perusahaan akan memperoleh kemudahan dalam proses pembayaran.

Pengaruh Siklus Operasi terhadap Persistensi Laba

Penelitian ini tidak berhasil memberikan bukti bahwa siklus operasi berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba. Dari hasil penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 7 yang menunjukkan bahwa signifikansi t pada volatilitas arus kas menunjukkan nilai yang lebih besar di bandingkan a (0.997 > 0.05). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Dechow dan Dichev (2002) serta Pagalung (2006) dimana persistensi laba dipengaruhi oleh siklus operasi. Dechow et al. (1998) menunjukkan bahwa kemampuan laba untuk memprediksi aliran kas di masa yang akan datang tergantung pada siklus operasi perusahaan. Siklus operasi yang

lebih lama tidak menyebabkan ketidakpastian yang lebih besar, tidak membuat akrual lebih ber-noise dan kurang membantu dalam memprediksi aliran kas di masa yang akan datang. Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan Dechow (1994) yang berpendapat bahwa lama siklus operasi perusahaan adalah penentu volatilitas modal keija. Lama tidaknya siklus operasi, tidak mempengaruhi modal keija perusahaan dan realisasi kas yang lebih lama sehingga kinerja perusahaan juga tidak terpengaruh. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin lama siklus operasi perusahaan dalam satu tahun kegiatan tidak dapat menimbulkan persistensi laba yang lebih rendah.

SIMPULAN

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh volatilitas arus kas, besaran akrual, volatilitas penjualan, tingkat hutang, dan siklus operasi terhadap persistensi laba. Dari keseluruhan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa 1) volatilitas arus kas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persistensi laba hal ini. Hal ini berarti derajat volatilitas arus kas bisa memprediksi persistensi laba, 2) besaran akrual berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persistensi laba. Hal ini memberikan informasi bahwa besar kecilnya komponen akrual yang terjadi di perusahaan akan menyebabkan gangguan (noise) yang dapat mengurangi persistensi laba, 3) volatilitas penjualan berpengaruh negatif dan signifikan secara signifikan terhadap persistensi laba. Volatilitas yang tinggi dari penjualan dapat memprediksi persistensi laba, karena laba yang dihasilkan akan mengandung banyak gangguan (noise), 4) tingkat hutang berpengaruh positif dan signifikan terhadap persistensi laba. Besarnya tingkat hutang perusahaan akan menyebabkan perusahaan meningkatkan persistensi laba dengan tujuan untuk mempertahankan kinerja yang baik di mata investor dan auditor. Dengan kineija yang baik tersebut maka diharapkan

(11)

Zaen al Fanani, A nalisis F aktor-F aktor Penentu P ersistensi Laba. 121

kreditor tetap memiliki kepercayaan terhadap

perusahaan, tetap mudah mengucurkan

dana, dan perusahaan akan memperoleh kemudahan dalam proses pembayaran, dan 5) siklus operasi tidak berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba. Siklus operasi yang lebih lama tidak menyebabkan ketidakpastian yang lebih besar, tidak membuat akrual lebih terganggu (noise) dan kurang membantu dalam memprediksi aliran kas di masa yang akan datang.

Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, anatara lain: 1) jum lah

sampel tidak dilakukan secara random

tetapi mensyaratkan kriteria-kriteria tertentu (purposive sampling), yaitu dengan membatasi kriteria sampel hanya untuk perusahaan manufaktur. Oleh karena itu hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasi untuk perusahaan di luar manufaktur; 2) penulis hanya menggunakan lima variabel saja yaitu volatilitas arus kas, besaran akrual, volatilitas penjualan, tingkat hutang dan siklus operasi, dan ternyata hasil koefisien determinasi (R2) relatif kecil. Dari hasil tersebut maka dibutuhkan variabel lain yang lebih dapat menjelaskan persistensi laba dalam hal ini persistensi laba.

Berdasarkan keterbatasan penelitian yang diungkapkan di atas, maka dapat diberikan beberapa saran dengan maksud

untuk meningkatkan mutu penelitian

selanjutnya. Saran yang dapat diberikan: 1) dilihat dari koefisien determinasi (R2) yang realtif kecil maka penelitian selanjutnya perlu untuk menambah variabel lain yang dapat mempengaruhi persistensi laba misalnya seperti ukuran perusahaan dan kinerja perusahaan. M enurut beberapa penelitian variabel tersebut juga berpengaruh terhadap persistensi laba. Seperti ukuran perusahaan, um ur perusahaan, kinerja perusahaan, likuiditas, risiko lingkungan dan lain sebagainya atau variabel tersebut bisa dijadikan sebagai variabel kontrol; 2) untuk penelitian selanjutnya pendekatan persistensi laba, dapat juga digunakan kualitas akrual, prediktabilitas, atau bahkan perataan laba. Proksi kualitas akrual memetakan akrual periode sekarang ke dalam arus kas masa lalu, masa sekarang, masa mendatang, penjualan, dan

aktiva tetap. Lalu untuk prediktabilitas adalah kemampuan laba sekarang memprediksi laba masa mendatang. Pengukuran prediktabilita adalah variabilitas kesalahan model regresi laba sekarang terhadap laba masa mendatang. Selanjutnya untuk perataan laba adalah rasio variabilitas laba terhadap variabilitas arus kas.

DAFTAR PUSTAKA

Aboody, D. J. Hughes, and J. Liu. 2003. Earnings Quality, Insider Trading, and Cost o f Capital. Working Paper. University o f California, Los Angeles. Ayres, F.L. 1994. Perception o f Earnings

Quality: W hat Managers Need to Know. Management Accounting, 75 (9), 27-29. Barth, M.E., and A.P. Hutton. 2001. Financial

Analysts and the Pricing o f Accruals. Working paper. Research Paper Series, Graduate School o f Business Stanford University.

Beneish, M., and M. Vargus. 2002. Insider Trading, Earnings Quality, and Accrual Mispricing. The Accounting Review, 77 (4), 755-791.

Chambers, D.J. 2003. Earnings Persistence and Accrual Anomaly. Working Paper, University o f Illinois at Urbana- Champaign.

Chan, K., L. Chan, N. Jegadeesh, and J. Lakonishok. 2004. Earnings quality and stock returns. Working Paper, University o f Illinois at Urbana-Champaign.

Chandrarin, G. 2001. Laba (Rugi) Selisih Kurs sebagai Salah Satu Faktor yang Mempengaruhi Koefisien Respon Laba Akuntansi: Bukti Empiris dari Pasar Modal Indonesia. Disertasi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Christensen, P.O., G.A. Feltham, and F. Sabac. 2005. A Contracting Perspective on Earnings Quality. Journal o f Accounting and Economics, 39, 265-294.

(12)

122 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2010, Vol. 7, No. 1 hal 1 0 9 - 123

Cohen, D.A. 2003. Quality o f Financial Reporting Choice: Determinants and Economic Consequences. Working Paper, Northwestern University Collins. Cooper, D.R. and C.W. Emory. 1995. Business

Research Methods 5th Ed. Richard D. Irwin, Inc.

Cornell, B. and W. R. Landsman. 2003. Accounting Valuation: Is Earnings Quality an Issue?. Financial Analysts Journal, 59 (6), 20-28.

Dajan, A. 1986. Pengantar Metode Statistik Jilid 1 & 2. Jakarta: LP3ES.

Darraough, M.N. 1993. Disclosure Policy and Competition: Cournot vs Bertrand. The Accounting Review, 68 (3), 534-561. Dechow, P. and I. Dichev. 2002. The Quality

o f Accruals and Earnings: The Role of Accrual Estimation Errors. The Accounting Review, 77 (Supplement), 35-59.

Fanny, M. dan S. V.N.P. Siregar. 2007. Pengaruh Pergantian dan Jangka Waktu Penugasan Auditor Terhadap Persistensi laba: Studi Pada Emiten Bursa Efek Jakarta. The 1st Accounting Conference Faculty o f Economics Universitas Indonesia, Jakarta.

Financial Accounting Standards Boards. 1980. Statement o f Financial Accounting Concepts Nomor 2: Qualitative Characteristics o f Accounting Information. Stanford, Connecticut. Francis, J., R. LaFond, P. Olsson, and K.

Schipper. 2004. Costs o f Equity and Earnings Attributes. The Accounting Review, 79 (4), 967-1010.

Francis, J. R. LaFond, P. Olsson, and K. Schipper. 2005. The Market Pricing o f Earnings Quality. Journal o f Accounting an d Economics, 29, 295-327.

Ghozali, I. 2007. Aplikasi Analisis M ultivariat dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro,.

Gu. Z., C.J Lee, and J.G. Rosett. 2002. Information Environment and Accrual

Volatility. Working Paper. A. B. Freeman School o f Business, Tulane University. Hayn, C. 1995. The Information Content

o f Losses. Journal o f Accounting and Economics, 20, 125-153.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2010. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.

Indriantoro, N. dan B. Supomo, 1999. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE.

Jogiyanto, H.M. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-pengalaman. Yogyakarta: BPFE.

Lev, B. and R., Thiagarajan, 1993. Fundamental

Information Analysis. Journal o f

Accounting Research, 31 (2), 190-215. Lipe, R.C. 1990. The Relation Between

Stock Return, Accounting Earnings and Alternative Information. The Accounting Review, 69 (1), 49-71

McNichols, M. 2002. Discussion o f The Quality o f Accruals and Earnings: The Role o f Accrual Estimation errors. The Accounting Review, 77 (Supplement), 61-

69.

Meythi. 2006. Pengaruh Arus Kas Operasi terhadap Harga Saham dengan Persistensi Laba Sebagai Variabel Intervening. Simposium Nasional Akuntansi 9, Padang.

Pagalung, G. 2006. Kualitas Informasi Laba: Faktor-Faktor Penentu dan Konsekuensi Ekonominya. Disertasi. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Penman, S.H. 2001. On Comparing Cash Flow and Accrual Accounting Models For Use in Equity Valuation. Working paper, www.ssm.com.

(13)

Z aen al Fanani, A nalisis F aktor-F aktor Penentu P ersistensi Laba. 123

Penman, S.H. andX.J. Zhang. 2002. Accounting Conservatism, the Quality o f Earning and Stock Returns. Working Paper, www. ssm.com.

Richardson, S. 2003. Earnings Quality and Short Sellers. Supplement. Accounting Horizons, 17, 49-61.

Richardson, S., R. Sloan, M. Soliman, I. Tuna. 2001. Information in Accruals About the Quality o f Earnings. Working Paper, University o f Michigan business school. Schipper, K. and L. Vincent. 2003. Earnings

Quality. Accounting Horizons, 70

(Supplement), 97-110.

Schipper, K. 2004. Earnings . Quality. Working Paper in Asia Pacific Journal o f Accounting and Economics Conference, Kuala Lumpur, Malaysia.

Santoso, S. 2001. SPSS Versi 10 Mengolah D ata Statsitik Secara Profesional. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Saputra, I.D.G.D. 2003. Penggunaan Rasio

Keuangan Sebagai Ukuran Risiko Dalam Menentukan Bid-Ask Spread. Thesis.

Program Pascasarjana Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sekaran, U. 2003. Research Methods For Business 4th Ed. John Wiley & Sons, Inc. Sloan, R.G.. 1996. Do Stock Prices Fully

Reflect Information in Accruals and Cash Flow About Future Earnings?. The Accounting Review, 71 (3), 289-315.

Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi.

Yogyakarta: Penerbit BPFE.

Tumirin. 2003. Analisis Variabel Akuntansi Kuartalan, Variabel Pasar, Arus Kas Operasi Yang Mempengaruhi Bid-Ask Spread. Thesis. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Wijayanti, H.T. 2006. Analisis Pengaruh Perbedaan Antara Laba Akuntansi Dan Laba Fiskal Terhadap Persistensi laba, Akrual, dan Arus Kas. Simposium Nasional Akuntansi 9, Padang.

Watts. R.L. dan J.L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. Englewood Cliffs: Prentice-Hall..

Referensi

Dokumen terkait

Hasil simulasi ekstrak sinyal siklus angin muson barat yang dilakukan pada domain teluk jakarta tanpa adanya desain tanggul laut pada tanggal 9 februari 2017 pukul

Demikianlah Pedoman Pelayanan Bagian SIM ini disusun untuk dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam menjalankan tugas profesi dengan baik dan benar sesuai ketentuan standar

Pada tugas akhir ini dilakukan perhitungan desain ketebalan pipa yang dibutuhkan, perhitungan kestabilan pipa di dasar laut (on-bottom stability), dan analisis bentang bebas

Adapun permasalahan yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini adalah: “Apakah dengan menerapkan metode pembelajaran Scramble dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada

Data yang digunakan adalah data yang diperoleh dari harga pembukaan saham harian yaitu pada lima saham (Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk, Bank Negara Indonesia (persero)

Hasil penelitian menunjukkan, tingkatan rata-rata jawaban responden untuk variabel gaya kepemimpinan Xl sebesar 67,08%, hal ini memberikan arti bahwa variabel gaya kepemimpinan

Sedangkan misi Program Studi S1 Pendidikan Kimia adalah (a) menyelenggarakan program pendidikan guru kimia yang berkelanjutan untuk segala jalur, jenis, jenjang dan bentuk

Beberapa biaya yang dikeluarkan Rumah Sakit Jember Klinik beberapa sudah sesuai dengan klasifikasi biaya lingkungan yang ada di ERCC of EMA kecuali biaya penelitian