• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGATURAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI TERHADAP PEMBUANGAN LIMBAH INFEKSIUS (Menurut Undang_Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGATURAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI TERHADAP PEMBUANGAN LIMBAH INFEKSIUS (Menurut Undang_Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki kegiatan pembangunan yang sangat meningkat. Hal tersebut mendorong peningkatan pembangunan bahan berbahaya dan beracun (B3) di berbagai sektor seperti industri, pertambangan, pertanian dan kesehatan. Dengan maraknya penggunanaan bahan berbahaya dan beracun (B3) seperti limbah bahan kimia kadaluarsa di Indonesia semakin meningkat dan tersebar luas di semua sektor apabila tidak dikelola secara tidak tepat, maka dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, makhluk hidup dan lingkungan hidup.1 Seperti pencemaran udara, tanah, air dan laut.

Definisi limbah yang telah dijelaskan pada Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah No.101 tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang menyatakan bahwa: “Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.” Limbah bahan berbahaya dan bercun (B3) adalah limbah yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang karena ada sifat dan atau konsentrasi, dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/ atau

1 A. Pruss dkk, Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan, EGC, Jakarta, 2005. Hal

(2)

2 membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.2

Limbah merupakan sisa hasil kegiatan yang mengandung zat-zat tersebut, akan tetapi banyak industri yang tidak menyadari bahwa limbah yang mereka hasilkan termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), sehingga dengan mudah para pelaku usaha atau kegiatan tersebut melepaskannya kebadan air tanpa pengelolaan dan perizinan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Akibatnya limbah yang dihasilkan tersebut dapat membahayakan makhluk hidup, lingkungan hidup, dan kesehatan masyarakat akibat dampak yang dicemarkan oleh pembuangan limbah tersebut.

Pelaku kegiatan pelayanan masyarakat salah satunya rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan dengan inti kegiatan pelayanan preventif,3 kuratif4, rehabilitatif5 dan promotif6 untuk masyarakat. Kegiatan rumah sakit menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif yang ditimbulkan antara lain meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, sedangkan dampak negatifnya antara lain limbah medis maupun non medis

2 . 2009. Panduan Tata Cara Identifikasi Limbah B3. diakses pada tanggal 9 Februari 2018

https://hanibalhamidi.files.wordpress.com

3 Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah

kesehatan/penyakit (edisi revisi). Nasrul Effendi, 2003, Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, EGC, Jakarta. Hal. 153

4 Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan

yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.

5

Rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.

6 Promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih

(3)

3 yang dapat menimbulkan penyakit dan pencemaran yang perlu perhatian khusus. Sedangkan salah satu dampak negatif dari kegiatan rumah sakit yaitu limbah rumah sakit yang dapat menyebabkan bahaya karena dapat bersifat racun, infeksius dan juga radioaktif. Kegiatan rumah sakit yang menghasilkan limbah infeksius tersebut berupa sisa proses penyembuhan orang sakit seperti bahan tambahan untuk pencucian luka, cucian darah, proses terapi kanker, praktek bedah, produk farmasi dan residu dari proses insenerasi. Hal tersebut mengakibatkan gangguan yang dapat mencemari udara, air, tanah, mencemari makanan dan minuman, apabila limbah tersebut tidak dikelola dan dibuang secara tidak tepat. 7

Dalam profil kesehatan Indonesia, diungkapkan seluruh Rumah sakit di Indonesia bahwa rata-rata produksi limbah sebear 3,2 kg pertempat tidur per hari sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per hari. Produksi limbah domestik sebesar 76,8% dan berupa limbah infeksius sebesar 23,3%.8 Hal tersebut menunjukkan bahwa pengelolan limbah rumah sakit masih kurang memadai. Dengan demikian akan mengakibatkan tumbuh kembangnya kesadaran dari rumah sakit tersebut berkurang untuk mengelola limbah rumah sakit dengan tepat. Karena masih banyak rumah sakit yang tidak mengelola dan membuang limbah yang mengandung B3 disembarang tempat, seperti tempat penampungn sampah, dan laut yang terdapat di lingkungan sekitar rumah sakit tersebut.

7

Adisasmito, W, Lingkungan Rumah sakit. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008. Hal 34

8 Untung Suseno Sutarjo. Profil Kesehatan Indonesia diakses dari Kemenkes.go.id, 2014. pada

(4)

4 Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kasus di Sampang terkait pengelolaan limbah medis padat maupun cair di RSUD Sampang yang disanyalir tanpa melalui proses standar instalansi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) sehingga berdampak terhadap pencemaran lingkungan. pengambilan sampel pada instalator RSUD Sampang ini telah benar terbukti dan sudah jelas tidak melalui standart IPAL. Kasat Reskrim juga mendapati bahwa limbah medis ini dibuang secara langsung tanpa proses standart. Ditemukan bukti limbah infeksius, dan limbah organik berupa botol bekas infus yang berada ditempat sampah dan pantai di sekitar rumah sakit. Bahkan instalator yang dimiliki rumah sakit tidak mengantongi ijin.9

Hal tersebut mendorong pemerintah untuk melahirkan Undang - Undang No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang tersebut telah mengatur pengelolaan dan pembuangan limbah B3. Dalam pasal 69 ayat (1) angka f Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa: “Setiap orang dilarang membuang B3 dan limbah ke media lingkungan hidup.”10

Pembuangan limbah B3 yang telah diatur jelas pada undang-undang lingkungan hidup bahwa tidak boleh setiap orang melakukan pembuangan limbah B3 ke media lingkungan hidup yakni pantai. Permasalahan yang terjadi terkait pembuangan limbah B3 dari rumah sakit tersebut telah merusak

9 Supriyadi, Limbah Medis RSUD Sampang tidak dikeola dengan baik, 2013. diakses dari

Kompas.com pada tanggal 1 Januari 2018

10

Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5059

(5)

5 lingkungan hidup dan makhluk hidup yang terdapat pada pantai tersebut. Akan tetapi dalam undang-undang tersebut masih berbunyi secara umum tidak spesifik menyebutkan bahwa macam-macam limbah B3 yang dilarang untuk dibuang dimedia lingkungan hidup.

Dalam hal ini limbah B3 yang termasuk limbah rumah sakit yang bersifat infeksius yang dibuang disembarang tempat seperti tempat pembuangan umum, pantai dan lain sebagainya. Kasus tersebut telah melanggar undang-undang ini dan mengakibatkan lingkungan tidak sehat pada tempat pembuangan sampah akhir dan lingkungan pantai yang termasuk tempat rekreasi dan fasilitas umum. Permasalahan yang terjadi terkait pembuangan limbah dari rumah sakit tersebut telah merusak lingkungan hidup dan makhluk hidup yang terdapat pada pantai tersebut. karena dampak yang ditimbulkan oleh pembuangan limbah tersebut menyebabkan ikan-ikan mati dan air pantai wilayah tersebut tercemar limbah. Hal tersebut mengakibatkan para nelayan disekitar tidak bisa melakukan kegiatan melautnya karena air pantai tersebut telah tercemar dan menghambat sektor ekonomi masyarakat setempat. Karena telah hal tersebut telah merugikan aspek lingkungan hidup dan ekonomi masyarakat rumah sakit yang telah melakukan pembuangan sisa limbah dan hasil kegiatannya yang harus bertanggungjawab atas kesalahan yang telah dilakukan.

(6)

6 Selain melanggar pasal tersebut juga melanggar Pasal 103 Undang-undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa:11

Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp, 1.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Dengan bunyi pasal 69 ayat (1) angka f Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa: “Setiap orang dilarang membuang B3 dan limbah ke media lingkungan hidup.” telah menyebutkan pertanggungjawaban pidana bagi setiap orang yang tidak melakukan pengelolaan limbah B3 diancam pidana, tetapi bunyi pasal tersebut berlaku secara umum tidak spesifik yang menyebutkan macam-macam limbah B3 yang tidak dikelola terlebih dahulu. Kemudian pada Pasal 116 Undang-undang No 32 tahun 2009 Perlindungan dan Pengolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa:12

1. Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:

11 Pasal 103 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5059

12

Pasal 116 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5059

(7)

7 a. Badan usaha; dan/atau

b. Orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

2. Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalama lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.

Pasal diatas telah menyatakan bahwa pertanggungjawaban pidana dapat dikenakan oleh korporasi, dalam hal ini korporasi yakni rumah sakit yang tidak melakukan pengelolaaan limbah dengan baik dan memenuhi syarat kesehatan. Dalam hal ini rumah sakit merupakan badan hukum yang termasuk dalam korporasi yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana, bahwa dalam pertanggungjawaban korporasi penguruslah yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana. Rumah sakit telah bisa dikatakan sebagai korporasi karena termasuk pada jenis korporasi Publik Quasi yang fungsinya untuk melayani kepentingan umum. Telah jelas dalam hal ini rumah sakit yang telah terbukti melakukan pengelolan limbah medis infeksius secara tidak tepat dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana. Hal ini Rumah sakit

(8)

8 yang melakukan tindak pidana dapat menggunakan teori pertanggungjawaban pidana korporasi.

Apabila penerapan teori pertanggungjawaban korporasi dapat diterapkan dengan baik dan sebagaiamana mestinya, korporasi dalam hal ini rumah sakit yang akan melakukan pembuangan limbah medis infeksius tidak akan mengulanginya kembali dan akan menerapkan pengelolaan limbah medis secara tepat.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

TERHADAP PEMBUANGAN LIMBAH INFEKSIUS

(Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah pengaturan pertanggungjawaban pidana bagi korporasi atas pembuangan limbah infeksius?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengatur dan Mengkaji pertanggungjawaban pidana bagi rumah sakit yang melakukan pengelolaan limbah infeksius

2. Untuk mengatur dan Mengkaji implikasi hukum pengaturan korporasi menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(9)

9 D. Manfaat Penelitian

Penulisan ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penulisan terkait pertanggung jawaban konsekuensi ketentuan hukum pidana bagi rumah sakit yang melakukan pengelolaan limbah infeksius menurut ketentuan undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan sumbangan pemikuran guna memperkaya pengetahuan dari hasil kajian yang dilakukan secara komprehensif.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerintah

Hasil peneltian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam penerapan Pertanggung jawaban pidana bagi rumah sakit yang melakukan pengelolan limbah yang tidak tepat bagi aparat penegak hukum maupun stakeholder terkait.

b. Bagi Masyarakat

Untuk menambah suatu informasi bagi masyarakat mengenai Pertanggung jawaban pidana terhadap rumah sakit yang melakukan pengelolan limbah infeksius yang tidak tepat Untuk memberikan jaminan kepastian hukum pada penindakan tindak pidana atas

(10)

10 pengelolaan limbah sebagai aset kehidupan di masa yang akan datang.

3. Manfaat Bagi Akademisi

1) Penelitian ini dapat dijadikan untuk pengembangan keilmuan hukum lingkungan kepidanaan

2) Dapat dijadikan pembelajaran untuk lebih mendalami proses Pertanggung jawaban pidana bagi rumah sakit yang melakukan pengelolan limbah yang tidak tepat.

E. Metode Penelitian

Melihat pemasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu menganalisis tentang Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Rumah Sakit Yang Melakukan Pengelolaan Limbah Infeksius Secara Tidak Tepat Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian Hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka atau disebut dengan penelitian Hukum Kepustakaan.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam melakukan penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif /pendekatan perundang-undangan karena dalam penelitian ini selain menerapkan pendekatan ilmu hukum juga berusaha untuk menerapkan normatif sesuai undang -undang

2. Metode pendekatan

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah statuta approach atau pendekatan perundang-undanga. Penelitian ini

(11)

11 menggunakan jenis pendekatan perundang-undangan karena yang menjadi bahan kajian utama adalah peraturan perundang-undangan tentang kesehatan dan undang-undang tentang pengelolaan lingkungan hidup.

3. Sumber Data

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah hukum positif di Indonesia yang terdiri dari peraturan tertulis yang diwujudkan dari Undang-undang dan peraturan tidak tertulis yang diwujudkan dalam hukum adat. Adapun peraturan tertulis yang menjadi bahan hukum primer di penelitian ini adalah:

Pasal 69, Pasal 103, dan Pasal 116 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini menggunakan buku-buku, dokumen, makalah, jurnal,UUB3,AMDAL dll

c. Bahan hukum Tersier

Bahan hukum tersier terdiri dari kamus hukum dan Ensiklopedia hukum. Adapun definisi konseptual yang menjadi kata kunci dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(12)

12 Studi kepustkaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan atau sesuatu sumber-sumber yang tertulis baik tercetak maupun elektronik lain.Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu penelitian. Teori-teori yang mendasari masalah dan bidang yang akan diteliti dapat ditemukan dengan melakukan studi kepustakaan. Selain itu seorang peneliti dapat memperoleh informasi tentang penelitian-penelitian sejenis atau yang ada kaitannya dengan penelitiannya. Dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan melakukan studi kepustakaan, peneliti dapat memanfaatkan semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan penelitiannya.

a. Studi dokumentasi

Dokumen merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian dalam rangka memperoleh informasi terkait objek penelitian berupa pembuangan limbah infeksius secara sembarangan yang dilakukan ooleh RSUD sampang

(13)

13 Setelah data yang diperlukan terkumpul ,maka selanjutnya adalah memberikan analisis.adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian disimpulkan sehingga dapat diperoleh gambaran yang baik,jelas dan dapat memberikan data seteliti mungkin mengenai objek penelitian

6. Sistematika Penulisan

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini menulis tentang latar belakang permasalan,rumusan permasalahan,tujuan penelitian ,manfaat penelitian ,metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan lebih dalam mengenai teori-teori yang melandasi penulisan antara lain :

a. tinjauan umum tentang pertanggungjawaban pidana b. pengertian pertanggungjawaban pidana

c. macam –macam pertanggungjawaban pidana d. Pertanggunjawaban pidana korporasi

e. Tinjauan umum rumah sakit sebagai korporasi f. Pengertian korporasi

g. Tinjauan umum tentang pengelolaan limbah h. Pengertian limbah

(14)

14 i. Macam-macam limbah

j. Tinjauan umum pengelolaan limbah rumah sakit k. Pengertian limbah rumah sakit

l. Macam-macam limbah rumah sakit

BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan pembahasan permasalahan yang diangkat oleh penulis dalam pembahasan ini penulis akan memaparkan PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI TERHADAP PEMBUANGAN LIMBAH INFEKSIUS (Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)

BAB IV: PENUTUP

Pada bab ini penutup berisi kesimpulan dari pembahasan mengenai hasil penelitian serta saran-saran yangt perlu disampaikan terkait dengan permasalahan yang diteliti.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

berjalan dimulai dari m(1,1) yang nilainya 1 dan akan masuk ke k(1,1) jika nilai tersebut dapat memenuhi kriteria yang telah ditentukan sistem dan berlanjut penelusuran untuk

Pengertian Resistor adalah komponen elektronika yang memang didesain memiliki dua kutup yang nantinya dapat digunakan untuk menahan arus listrik apabila di aliri

He was angry, mostly — at the stranger for spiriting them away and then abandoning them — all right, so Par had asked to have it that way, that didn’t make him feel any better —

titik Q yang ada pada titik A, sehingga walaupun tidak ada sinyal input (atau.. ketika sinyal input = 0 Vac) transistor tetap bekerja pada daerah aktif dengan arus..

Guru juga memiliki kemampuan dalam proses pembelajaran yang.. berkaitan erat dengan kemampuanya dalam memilih model

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda yang dilakukan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Current Ratio (CR), Net Profit Margin (NPM), dan

Hal ini menunjukan efektifitas yang baik dari penerapan PSBB di kota tersebut, begitu juga efektifitas di wilayah lain yang telah menerapkan PSBB sebagai pembanding,

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud lalam huruf a sampai lengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tarif Layanan Balan