• Tidak ada hasil yang ditemukan

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL CERITA TENTANG RANI KARYA HERRY SANTOSO (Tinjauan Kritik Sastra Feminis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL CERITA TENTANG RANI KARYA HERRY SANTOSO (Tinjauan Kritik Sastra Feminis)"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

1

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL CERITA TENTANG RANI KARYA HERRY SANTOSO

(Tinjauan Kritik Sastra Feminis)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Magister Humaniora dalam bidang Ilmu Susastra

Program Pascasarjana Universitas Diponegoro

Oleh:

CHOERUL ANAM NIM 13010216410001

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU SUSASTRA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG 2018

(2)
(3)
(4)
(5)

v PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis berjudul “Citra Perempuan dalam Novel Cerita Tentang Rani Karya Herry Santoso; Tinjauan Kritik Sastra Feminis” ini disusun untuk menempuh program strata II Magister Ilmu Susastra. Penulis tidak lupa pula mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Agus Maladi Irianto, M. A., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu bimbingan, nasihat, dan pengarahan dengan sabar selama proses tesis;

2. Dr. Redyanto M. Noor, M. Hum., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang;

3. Prof. Dr. Agus Maladi Irianto, M. A., selaku ketua Jurusan Magister Ilmu Susastra; 4. Prof. Dr. Agus Maladi Irianto, M. A., selaku dosen wali yang telah memberikan

dorongan semangat dan motivasi untuk terus semangat belajar;

5. Dr. Ratna Asmarani, M. Ed, M. Hum., selaku dosen kuliah yang telah memberikan perhatian dan kasih sayangnya dalam proses perkuliahan;

6. Bapak dan Ibu dosen Magister Ilmu Susastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro atas ilmu pengetahuan yang diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa;

7. Bapak Muntakirun dan Ibu Marinah, selaku orangtua dan Saipul Zuhri selaku adek penulis. Terima kasih atas kasih sayang yang tidak terhingga, bimbingan, dan doa yang tidak pernah putus. Terima kasih untuk setiap tetesan keringat yang kalian berikan untuk anak-anakmu, terima kasih dukungan yang tidak pernah henti yang kalian berikan;

8. Sahabat-sahabat dan keluarga kecilku di Magister Ilmu Susastra 2016 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terima kasih banyak atas supportnya selama ini sehingga saya mampu mnyelesaikan skripsi ini dengan baik.

(6)

vi

9. Teman-teman dekatku Sari, Ayunngtias, Oxy, Aak Asta dan masih banyak teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, dimana telah memberikan banyak support, semangat, dan dukungan selama ini, sehingga tesis ini dapat terselesaikan;

10. Keluarga besarku di Dusun Suruhan, Desa Kalibendo, dan Desa Pulodarat. Terima kasih kalian telah mengajarkan arti keluarga dan persaudaraan yang tidak terkirakan;

Akhirnya penulis berdoa dan berharap semoga segala budi baik mereka dibalas oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca dan peneliti.

Semarang, 24 Juli 2018 Penulis

(7)

vii DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

PRAKATA ... v

DAFTAR ISI ... vii

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Penelitian ... 1

1. Latar Belakang Masalah ... 1

2. Rumusan Masalah ... 5

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1. Tujuan Penelitian ... 8

2. Manfaat Penelitian ... 8

a. Manfaat Teoretis ... 8

b. Manfaat Praktis ... 9

C. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

D. Landasan Teori ... 9

1. Pengertian Novel ... 9

2. Kajian Unsur Intrinsik ... 11

3. Definisi Kritik Sastra Feminis ... 12

4. Definisi Gender ... 13

5. Pengertian Citra Perempuan ... 13

E. Metode Penelitian ... 14

1. Langkah Kerja Penelitian ... 14

2. Cara Kerja Kritik Sastra Feminis ... 17

(8)

viii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 20

A. Tinjauan Pustaka ... 20

B. Landasan Teori ... 25

1. Kajian Unsur Intrinsik ... 25

a. Tokoh dan Penokohan ... 25

b. Konflik ... 28

c. Latar atau Setting ... 30

2. Teori Kritik Sastra Feminis ... 31

3. Teori Gender ... 35

C. Citra Perempuan ... 37

1. Hubungan Perempuan Hubungan dengan Tuhan YME ... 40

2. Citra Perempuan Hubungan dengan Diri Sendiri... 40

3. Citra Perempuan Hubungan dengan Manusia Lainnya ... 42

BAB III UNSUR INTRINSIK NOVEL CERITA TENTANG RANI KARYA HERI SANTOSO ... 46

A. Tokoh dan Penokohan Novel CTR ... 46

1. Tokoh Utama Widya Arum Maharani (Rani) ... 46

2. Tokoh Pembantu ... 53

a. Daeng Pahlevi (Pahlevi) ... 53

b. Alexandria (Alex) ... 55

c. Andi Wacok Palaluwi (Wacok) ... 56

B. Konflik Tokoh Utama dalam Novel CTR ... 58

1. Konflik Internal ... 58

a. KDRT yang dialami Rani ... 58

b. Penjeblosan Suami ke Penjara ... 62

2. Konflik Eksternal ... 65

a. Konflik tokoh utama dengan Ayah dan Kakaknya ... 65

b. Konflik tokoh utama dengan Wacok ... 68

C. Latar atau Setting Tokoh Utama dalam Novel CTR ... 72

(9)

ix

2. Latar atau Setting Tempat ... 75

3. Latar atau Setting Sosial ... 76

BAB IV CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL CERITA TENTANG RANI KARYA HERI SANTOSO ... 79

A. Bentuk Citra Perempuan Tokoh Rani dalam Novel CTR ... 80

1. Citra Perempuan dalam Hubungan dengan Tuhan YME ... 80

a. Rani mengajarkan anak-anak selalu mendahulukan Tuhan ... 81

b. Rani selalu mengucap rasa syukur terhadap Tuhan ... 82

c. Rani selalu berserah diri terhadap Tuhan YME ... 83

d. Rani menyebut nama Tuhan YME dalam keadaan apapun ... 85

e. Rani menerima takdir yang diberikan Tuhan YME ... 87

2. Citra Perempuan dalam Hubungan dengan Diri Sendiri ... 88

a. Rani melawan perkataan buruk suaminya ... 89

b. Rani meminta suaminya bersikap jujur ... 90

c. Rani melawan ketidakadilan suaminya ... 91

d. Rani membuktikan kasus kriminalitas suaminya ... 92

e. Rani kabur dari penyekapan suaminya ... 94

f. Rani mempertahankan kehormatannya untuk suaminya ... 96

3. Citra Perempuan dalam Hubungan dengan Mahluk Lainnya ... 98

a. Rani sabar menghadapi tekanan dari Ayahnya ... 99

b. Rani dapat menunjukkan baktinya kepada orang tuanya ... 101

c. Rani berani melawan kakaknya demi harga dirinya ... 103

d. Rani berusaha menyadarkan kakaknya dari kesalahan ... 105

e. Rani melawan seorang rentenir bernama Wacok ... 107

f. Rani berani melawan laki-laki yang merendahkannya ... 109

g. Rani mampu bekerja sama demi kepentingan masyarakat ... 110

h. Rani memberdayakan masyarakat pulau Masalembo ... 112

B. Bentuk Lain Citra Perempuan Tokoh Rani dalam Novel CTR ... 115

1. Rani berpelukan dengan Pahlevi ... 116

(10)

x

BAB IV SIMPULAN ... 123 DAFTAR PUSTAKA ... 127 LAMPIRAN ... 130

(11)

xi ABSTRAK

Anam, Choerul. 2018. “Citra Perempuan dalam Novel Cerita Tentang Rani Karya Herry Santoso; Tinjauan Kritik Sastra Feminis”. Tesis (S-2) Magister Ilmu Susastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang. Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Agus Maladi Irianto, M. A.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang seluruhnya diperoleh dari sumber tertulis. Penelitian ini difokuskan pada novel karya Herry Santoso berjudul Cerita Tentang Rani yang diterbitkan tahun 2017. Fokus penelitian ini adalah citra perempuan tokoh utama dalam novel tersebut yang analisisnya menggunakan teori kritik feminis dari Rosemarie Putnam Tong.

Hasil penelitian ini adalah pertama citra perempuan dalam hubungan dengan Allah SWT meliputi; Rani mengajarkan anak-anak untuk selalu mendahulukan Allah SWT, Rani selalu mengucap syukur terhadap Allah SWT, Rani selalu berserah diri terhadap Allah SWT, Rani selalu menyebut nama Allah SWT dalam keadaan apapun, dan Rani menerima semua takdir yang diberikan oleh Allah SWT. Kedua hasil analisis citra perempuan hubungannya dengan diri sendiri, meliputi; Rani melawan perkataan buruk suaminya, Rani meminta suaminya bersikap jujur, Rani melawan ketidakadilan suaminya, Rani membuktikan kasus kriminalitas suaminya, Rani kabur dari penyekapan suaminya, dan Rani mempertahankan kehormatannya untuk suaminya. Ketiga hasil analisis citra perempuan hubungannya dengan manusia lain atau tokoh lain dalam cerita novel tersebut meliputi; Rani sabar menghadapi tekanan dari Ayahnya, Rani dapat menunjukkan baktinya kepada orang tuanya, Rani berani melawan kakaknya untuk mempertahankan harga dirinya, Rani berusaha menyadarkan kakaknya yang berbuat kesalahan, Rani melawan seorang rentenir bernama Wacok, Rani berani melawan laki-laki yang merendahkannya, Rani mampu bekerja sama dengan laki-laki untuk kepentingan masyarakat, dan Rani memberdayakan masyarakat pulau Masalembo. Berbeda dengan bentuk lain citra perempuan tokoh utama Rani dalam novel CTR tersebut. Dirinya justru menunjukkan sisi yang lainnya dimana dirinya melakukan perbuatan yang seharusnya tidak ia lakukan sebelum menikah, yaitu: Rani berpelukan dengan Pahlevi dan Rani berciuman dengan Pahlevi.

(12)

xii ABSTRACT

Anam, Choerul. 2018. "Citra Perempuan in Novel Cerita Tentang Rani Karya Herry Santoso; Review of Critics of Feminist Literature ". Thesis (S-2) Masters in Literature Faculty of Cultural Sciences Diponegoro University Semarang. Supervisor: Prof. Dr. Agus Maladi Irianto, MA

This research is a library research that is entirely obtained from written sources. This study focused on the novel by Herry Santoso entitled Story About Rani published in 2017. The focus of this research is the image of the female main character in the novel whose analysis uses feminist criticism theory from Rosemarie Putnam Tong.

The results of this study are the first image of women in relations with Allah SWT includes; Rani teaches children to always give priority to Allah SWT, Rani always expresses gratitude towards Allah SWT, Rani always surrenders to Allah SWT, Rani always names Allah SWT under any circumstances, and Rani accepts all the destiny given by Allah SWT. Second, the results of the analysis of the image of women in relation to themselves, including; Rani opposes her husband's bad words, Rani asks her husband to be honest, Rani opposes her husband's injustice, Rani proves her husband's criminal case, Rani runs away from her husband's confinement, and Rani maintains her honor for her husband. The three results of the analysis of women's image in relation to other human beings or other characters in the novel's story include; Rani patiently faced pressure from his father, Rani could show his devotion to his parents, Rani dared to fight his brother to maintain his pride, Rani tried to resuscitate his brother who made a mistake, Rani against a moneylender named Wacok, Rani dared to fight men who humbled him, Rani was able working with men for the benefit of the community, and Rani empowering the people of Masalembo island. In contrast to other forms of image of the female main character Rani in the novel CTR. He actually showed the other side where he did what he should not do before marriage, namely: Rani hugged the Pahlavi and Rani kissed the Pahlavi. Keywords: Women's Image, Criticism of Feminist Literature, Novel Stories About Rani.

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi enam subbab. Subbab pertama, berisi tentang latar belakang dan rumusan masalah penelitian. Subbab kedua, berisi tentang tujuan dan manfaat penelitian. Subbab ketiga berisi tentang ruang lingkup penelitian. Subbab keempat, berisi tentang landasan teori penelitian. Subbbab kelima, berisi tentang metode dan langkah kerja penelitian. Subbab keenam, berisi tentang sistematika penelitian.

A. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Penelitian 1. Latar Belakang Penelitian

Herry Santoso adalah salah satu penulis karya sastra di Indonesia. Tulisannya berupa cerpen, esai, puisi, dan novel. Novelnya yang pernah ditulis dan berhasil diterbitkan diantaranya yaitu; Demang Kolomayan (1999), Lembah-lembah Duka (1987), Antara Loji dan Aroma Kembang Kopi (2008), Lis Di Matamu ada Tuhan (2009), Masalembo (2012), dan Cerita Tentang Rani (2017).

Dari semua novel yang telah berhasil Herry Santoso tuliskan, peneliti tertarik dengan novel Cerita Tentang Rani (2017). Novel ini mengisahkan Rani yang merupakan gadis keturunan darah priyayi, namun memutuskan untuk menjadi seorang guru sekolah dasar di Pulau Masalembo. Pulau tersebut merupakan sebuah pulau kecil yang berada di antara Pulau Madura dan Pulau Kalimantan. Segala cibiran yang kerap dilontarkan oleh Ayahnya sendiri, selalu Rani terima dengan lapang dada.

(14)

2

Ayah Rani yang pensiunan bupati hanya kagum terhadap Pras yang merupakan kakak Rani yang bekerja di Amerika. Hingga di kemudian hari, Rani harus berhadapan dengan sebuah pilihan yang sulit, dimana dirinya harus meninggalkan Pulau Masalembo demi sang Ayah yang terbaring sakit atau justru tetap bertahan di Pulau tersebut demi anak didiknya. Rani memiliki seorang kekasih di Pulau Masalembo bernama Pahlevi.

Setelah Rani mengambil keputusan kembali ke rumah Ayahnya. Ia justru harus terjebak oleh perjodohan yang dilakukan oleh Ayah dan Kakaknya Rani. Dirinya tidak mempunyai pilihan dan akhirnya harus menikah dengan cowok pilihan Ayah dan Pras bernama Alex. Pernikahannya tersebut tidak bahagia karena ia mengalami kekerasan fisik dan batin yang dilakukan oleh suaminya. Akan tetapi, Rani berusaha membuktikan kepada semua orang bahwa suaminya adalah laki-laki tidak baik. Ia berusaha mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut karena ia ingin kembali kepada kekasihnya dan anak didiknya di Pulau Masalembo.

Herry menghadirkan sosok Rani dalam novel tersebut karena ingin memperlihatkan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama berkedudukan sebagai subjek dan objek pembangunan. Mereka mempunyai peranan yang sama dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan menikmati hasil pembangunan. Pembedanya dari keduanya adalah kondisi fisiknya dan jenis kelaminya saja. Perbedaan jenis kelamin yang berdampak pada pembedaan peran dan fungsi sosial atau disebut dengan istilah gender inilah yang menjadi banyak sorotan kaum intelektual di masyarakat.

(15)

3

Anggapan dan pencitraan terhadap perempuan seperti di atas tentu merupakan bentuk ketidakadilan. Karena disadari ataupun tidak hal tersebut akan menimbulkan perlakuan yang berbeda terhadap laki-laki dan perempuan. Sehingga perlakuan ini akan menguntungkan pihak yang berjenis laki-laki dibandingkan perempuan. Tokoh Rani dalam novel Cerita Tentang Rani karya Herry Santoso, memperlihatkan bagaimana ia menunjukkan citra sebagai seorang perempuan di depan Ayahnya yang selalu mengagumi Pras kakak laki-lakinya, dibandingkan dirinya. Rani bahkan harus menerima perlakuan tidak adil dari Ayahnya sendiri karena hanya masalah perbedaan gender.

Menurut Fakih (2003), perbedaan gender telah melahirkan berbagai tindakan ketidakadilan gender yang dialami oleh kaum perempuan. Peneliti tertarik terhadap novel karya Herry Santoso yang berjudul Cerita Tentang Rani karena tokoh utama perempuan (Rani) memperlihatkan bagaimana citra perempuan dapat mempengaruhi paradigma tentang perspektif gender di masyarakat. Maka teori yang akan digunakan untuk menganalisis permasalah tersebut adalah teori feminisme.

Penelitian ini dilakukan dengan tinjauan kritik sastra feminis. Kritik sastra feminis adalah salah satu teori sastra yang digunakan untuk menganalisis karya sastra dalam perspektif feminis, yakni pandangan yang melihat manusia baik laki-laki maupun perempuan dalam posisi seimbang, bukan dalam posisi berlawanan.

Herry Santoso sebagai pengarang novel Cerita Tentang Rani memperlihatkan bagaimana tokoh utama perempuan yang mencerminkan dan mempunyai kemiripan dengan kehidupan manusia yang sesungguhnya atau bisa dikatakan tokoh perempuan

(16)

4

(Rani) mewakili kehidupan perempuan zaman sekarang. Hal inilah yang semakin menarik untuk di analisis dengan tinjauan kritik sastra feminisme.

Aplikasi kritik sastra feminis dalam penelitian ini menggunakan dua cara yakni; 1) mengidentifikasi tokoh perempuan dalam novel Cerita Tentang Rani karya Herry Santoso, dan 2) mencari kedudukan tokoh perempuan dalam hubungannya dengan tokoh lain, baik tokoh laki-laki dan tokoh perempuan lainnya dalam novel Cerita Tentang Rani karya Herry Santoso. Dengan demikian analisis ini lebih tertuju kepada gagasan atau pemikiran yang terefleksikan dalam ucapan maupun tindakan tokoh utama perempuan (Rani).

Tokoh Rani merupakan wujud dari gerakan feminis. Gerakan feminis adalah upaya untuk meningkatkan kedudukan serta derajat kaum wanita agar sejajar atau sama dengan laki-laki. Pada akhirnya, perempuan dapat menunjukkan sebagai tokoh citra perempuan yang kuat dan mendukung nilai-nilai feminis. Selanjutnya peneliti juga menggunakan teori gender. Pemakaian teori gender digunakan sebagai alat kritik bagi feminis yang dipakai untuk menanggulangi penindasan terhadap perempuan. Dalam hal ini tergambar pada novel Cerita Tentang Rani karya Herry Santoso, saat tokoh perempuan mengalami kekerasan yang dilakukan oleh tokoh laki-laki.

Dalam mempermudah penelitian tersebut, peneliti akan mendefinisikan unsur intrinsik dalam novel Cerita Tentang Rani karya Herry Santoso yang meliputi; tokoh penokohan, konflik internal dan ekternal, dan setting atau latar. Manfaat dari definisi unsur intrinsik tersebut untuk dijadikan pemicu dalam mengetahui sekaligus menjabarkan permasalan dalam penelitian tersebut yaitu, tentang citra perempuan.

(17)

5

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti membatasi penelitian mengenai citra perempuan dengan tinjauan kritik sastra feminisme dengan judul “Citra Perempuan dalam Novel Cerita Tentang Rani Karya Herry Santoso: Tinjauan Kritik Sastra Feminis”.

2. Rumusan Masalah Penelitian

Perempuan selama ini dianggap sebagai sosok yang lemah. Anggapan bahwa sosok perempuan itu irasional atau emosional membuat perempuan tidak akan bisa menjadi pemimpin. Anggapan itulah sehingga perempuan semakin terpinggirkan dan akibatnya posisi perempuan di anggap tidak penting. Laki-lakilah yang dianggap dominan berada di pusat. Perempuan hanya sebagai konco wingking atau dalam istilah bahasa Jawanya swargo manut neroko katut (Fakih, 2003).

Fenomena tersebut yang memunculkan banyaknya penelitian yang menjadikan perempuan dengan peran dan posisinya dalam sebuah mensyarakat dijadikan sebuah objek penelitian. Kaitannya dengan sastra, permasalahan yang ada tidak terbatas pada keterlibatan perempuan di dalam dunia penciptaan, kritik dan sebagai penikmat saja. Akan tetapi, yang tidak kalah penting adalah bagaimana sosok perempuan di presentasikan di dalam sebuah teks sastra. Menurut Anderson (dalam Qomariah, 2017), ketika dicermati lebih dalam, penelitian yang muncul sebagai suatu kegiatan ilmiah yang berkembang di kalangan akademis pada dekade ini, sesungguhnya bersumber dari kegiatan feminisme.

Hal inilah, karya sastra sebagai cerminan masyarakat, dianggap sebagai wadah yang dapat mempresentasikan kehidupan perempuan. Perempuan yang baik di pandang dari segi masyarakat adalah perempuan yang selalu melayani kepentingan laki-laki,

(18)

6

sedangkan perempuan yang tidak melayani kepentingan laki-laki dengan benar dianggap sebagai perempuan menyimpang yang masuk dalam kategori perempuan yang buruk. Hal tersebut tidak terlepas dari adanya perbedaan gender.

Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bermaksud melihat bagaimana citra perempuan dalam karya sastra berupa novel. Objek yang dijadikan penelitian adalah novel karya Herry Santoso yang berjudul Cerita Tentang Rani. Novel dengan tokoh utama perempuan bernama Maharani atau Rani ini mengangkat persoalan-persoalan perempuan yang sering terjadi dalam sebuah masyarakat. Berbagai persoalan yang dimaksud adalah berupa kekerasan fisik, maupun psikis, subordinasi, beban kerja, kekuasaan, ataupun hak-hak reproduksi perempuan.

Rani sebagai tokoh utama perempuan dalam novel ini melakukan perlawanan terhadap budaya patriaki yang mengurungnya. Novel ini menampilkan sosok perempuan dalam karakter mandiri dan berani memposisikan diri setara dengan laki-laki dalam kehidupannya. Novel Cerita Tentang Rani juga memperlihatkan bentuk dominasi dan kekerasan yang dialami perempuan, serta perjuangan serta sikap perempuan terhadap kekerasan dan kekuasaan laki-laki.

Objek material penelitian adalah novel Cerita Tentang Rani karya Herry Santoso. Sementara itu, objek formalnya adalah citra perempuan dalam perspektif gender dengan tinjauan kritik sastra feminis. Kritik sastra feminis adalah salah satu disiplin ilmu sastra yang menekankan penelitian sastra dengan perspektif feminis.

Menurut Awuy (melalui Qomariah, 2017), feminisme bukanlah sebuah paham atau gerakan yang bertujuan mengungguli dan kemudian merepresi laki-laki. Akan tetapi, paham ini hanya berkeinginana mendekati persoalan dasar kehidupan bahwa

(19)

7

hak-hak kemanusiaan yang perlu diperjuangkan ketika hak-hak tersebut terdistorsi (pemutar balikan fakta atau aturan) oleh ketimpangan gender.

Adanya pemahaman yang keliru tentang hakekat gender selanjutnya melahirkan berbagai ketidakadilan terutama terhadap kaum perempuan yang berada dalam lingkungan masyarakat yang menganut budaya patriaki. Menurut Fakih (2003), ketidakadilan gender tersebut merupakan sistem dan struktur dimana telah terjadi diskriminasi terhadap kaum perempuan yang ada dalam sistem tersebut. Contohnya adanya marginalisasi perempuan di sektor ekonomi, subordinasi perempuan dalam keputusan politik, kekerasan terhadap perempuan, distribusi beban kerja yang tidak adil, serta minimnya sosialisasi ideologi nilai peran gender.

Dengan demikian, pembacaan terhadap suatu teks dalam perspektif feminis berarti berusaha membongkar ideologi perbedaan gender yang bersifat patriaki yang ada dalam sebuah teks. Kritik sastra feminis mengambil peran sebagai bentuk kritik negosiasi bukan sebagai bentuk konfrontasi. Kritik ini dilakukan dengan tujuan untuk menumbangkan wacana dominan, bukan untuk berkompromi dengan wacana-wacana tersebut.

Kritik wacana feminis memperlakukan karya sastra sebagai sebuah produk kultur masyarakat, sehingga pokok analisisnya adalah masalah relasi gender dan perbedaan jenis kelamin yang dihasilkan oleh suatu kultur masyarakat tertentu yang terlihat dalam suatu karya sastra. Sebagai batu pijakan pertama untuk menganalisis citra perempuan dalam novel Cerita Tentang Rani karya Herry Santoso, maka peneliti akan memaparkan unsur intrinsik yang meliputi: tokoh dan penokohan, konflik internal dan eksternal, dan setting atau latar.

(20)

8 B. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan unsur intrinsik yang meliputi; tokoh dan penokohan, konflik internal dan ekternal, dan setting atau latar dalam novel Cerita Tentang Rani karya Herry Santoso.

b. Mendeskripsikan bentuk citra perempuan dalam novel Cerita Tentang Rani karya Herry Santoso ditinjau dari kritik sastra feminis.

2. Manfaat Penelitian

Ada dua manfaat dari penelitian ini, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. a. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah penerapan teori kritik sastra feminis. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah wawasan lebih mendalam mengenai studi analisis citra perempuan terhadap novel Cerita Tentang Rani karya Herry Santoso, serta untuk perkembangan ilmu khususnya sastra Indonesia dan dapat mengembangkan apresiasi terhadap kajian karya sastra yang berkaitan dengan citra perempuan.

b. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu memberi pengetahuan, karena melalui penelitian ini peneliti dapat memahami secara jelas tentang perwujudan citra perempuan dalam novel Cerita Tentang Rani. Disamping itu, dapat membantu pembaca untuk lebih memahami citra yang terungkap dalam novel Cerita Tentang Rani, mengenai makna dan hakekat kehidupan manusia khususnya perempuan.

(21)

9

Penelitian juga diharapkan menjadi jembatan dalam mendekatkan pembaca untuk menikmati karya-karya Herry Santoso, khususnya novel Cerita Tentang Rani.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan karena objek material yang dikaji berupa bahan pustaka yaitu novel Cerita Tentang Rani karya Herry Santoso. Peneliti memilih dan memilah data-data yang akan diteliti setelah melakukan pembacaan terhadap teks, sesuai dengan kebutuhan penelitian. Ruang lingkup dalam penelitian ini telah disesuaikan dengan rumusan masalah dan objek kajian yang telah ditentukan oleh peneliti, yakni terkait dengan citra perempuan dalam perspektig gender dalam novel Cerita Tentang Rani. Dalam tahap analisis peneliti menggunakan teori feminisme dengan tujuan untuk mengokohkan studi yang berpusat pada perempuan sekaligus mengokohkan kedudukan tokoh perempuan dalam mengeksplorasi kontruksi budaya dari gender identitas dalam novel tersebut. Penelitian ini juga mendeskripsikan unsur intrinsik meliputi; tokoh dan penokohan, konflik internal dan eksternal, dan setting atau latar. Dalam mempermudah dalam proses penelitian maka novel Cerita Tentang Rani akan disingkat menjadi CTR.

D. Landasan Teori Penelitian 1. Pengertian Novel

Menurut Nurgiyantoro (2013), novel merupakan salah satu karya sastra yang mengisahkan bagian penting dari kehidupan manusia dan di dalamnya terdapat peristiwa yang dialami oleh tokoh utama dengan berbagai peran dan kehidupannya.

(22)

10

Novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, meyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks.

Novel menurut Adrean (2017), adalah karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Novel juga bisa diartikan sebagai karangan prosa yang tertulis dan bersifat naratif. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sadikin (2011), yang mengemukakan bahwa novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerpen, dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan metrikal sandiwara atau sajak. Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitik beratkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut.

Kosasih (2014), juga menyatakan bahwa novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas problematika kehidupan sesorang atau beberapa orang tokoh. Pendapat berikutnya disampaikan oleh Jassin (dalam Zulfahnur dkk, 1996), yang mengemukakan bahwa novel menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, dimana kejadian-kejadian itu menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut peneliti menyimpulkan bahwa novel merupakan salah satu jenis karya sastra yang berbentuk prosa dan bersifat naratif. Panjang dari teks novel sekitar 40.000 kata, dimana berisi tentang cerita kehidupan seorang atau beberapa tokoh yang diwarnai dengan problematika yang dialaminya.

(23)

11

Novel juga berisikan pergolakan batin, sehingga perjalanan nasib tokoh tersebut dapat berubah.

Stanton (2007), membagi unsur-unsur yang membangun novel menjadi tiga, yaitu: pertama, fakta cerita mempunyai peran sentral dalam karya sastra. Termasuk fakta cerita adalah karakter atau penokohan, alur, dan latar yang berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum menjadi satu, ketiga elemen itu dinamakan tingkatan faktual atau struktur faktual. Kedua, tema adalah makna sebuah cerita yang khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana, dan ketiga, sarana sastra adalah agar pembaca dapat melihat fakta-fakta cerita melalui sudut pandang pengarang. Sarana sastra terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa, simbol-simbol imajinasi, dan juga cara pemilihan judul di dalam karya sastra.

2. Kajian Unsur Intrinsik

Kajian unsur intrinsik yang digunakan peneliti untuk menjadi bahan pendukung dalam mengungkapkan tentang citra perempuan, diantaranya meliputi tokoh dan penokohan, konflik internal dan ekternal, dan setting atau latar. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2013), tokoh mengacu pada orangnya, atau pelaku cerita, sedangkan penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang digambarkan dalam cerita.

Konflik menurut Meredith dan Fitzgerald (Nurgiyantoro, 2013), menunjuk pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi dana tau dialami oleh tokoh-tokoh cerita. Staton (dalam Nurgiyantoro, 2013), membedakan konflik ke dalam dua kategori, 1) konflik internal atau konflik kejiwaan dan 2) konflik

(24)

12

eksternal atau konflik yang terjadi diluar dari dirinya. Sementara itu, latar atau setting menurut Abrams (Nurgiyantoro, 2013), disebut juga sebagai landasan tumpu menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan.

3. Definisi Kritik Sastra Feminis

Dalam Feminis Thought, Rosmarie Putnam Tong (2006), mengemukakan bahwa feminisme bukanlah sebuah pemikiran yang tunggal, melainkan memiliki berbagai ragam yang kemunculan dan perkembangannya sering kali saling mendukung, mengoreksi, dan menyangkal pemikiran feminisme sebelumnya.

In Feminist Thought, argues that feminism is not a single thought, but has a variety that emergence and development often support, correct, and deny the idea of feminism before (Rosemarie Putnam Tong, 2006).

Kritik sastra feminis secara sederhana adalah sebuah kritik sastra yang memandang sastra dengan kesadaran khusus dan adanya jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra dan kehidupan manusia. Jenis kelamin itu membuat banyak perbedaan diantara semuanya dalam sistem kehidupan manusia. Ada asumsi bahwa wanita memiliki persepsi yang berbeda dengan laki-laki dalam membaca sastra (Tong, 2006).

Kritik sastra feminis menurut Yoder (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2015) diibaratkan quilt yang dijahit dan dibentuk dari potongan kain persegi pada bagian bawah dilapisi dengan kain lembut. Metafora ini mengibaratkan bahwa kritik sastra feminis diibaratkan sebagai alas yang kuat untuk menyatukan pendirian bahwa seorang perempuan dapat sadar membaca karya sastra sebagai perempuan.

(25)

13 4. Definisi Gender

Kata gender berasal dari bahasa inggris yang berarti jenis kelamin. Menurut Tong (2006), gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan yang dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Sementara itu, menurut Butler (1990), gender adalah suatu konsep cultural yang merujuk pada karakteristik yang membedakan antara laki-laki dan perempuan baik secara biologis, perilaku, mentalitas, dan social budaya. Gender merupakan aturan atau norma prilaku yang berhubungan dengan jenis kelamin dalam suatu sistem masyarakat, karena gender sering kali diidentikkan dengan jenis kelamin atau seks.

5. Pengertian Citra Perempuan

Sugihastuti (2000), menjelaskan bahwa citra perempuan adalah gambaran tentang peran wanita dalam kehidupan sosialnya. Perempuan diceritakan sebagai insan yang memberikan alternatif baru sehingga menyebabkan kaum laki-laki dan perempuan memikirkan tentang kemampuan perempuan pada saat sekarang.

Citraan merupakan gambaran yang dapat berupa gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa atau kalimat, dan merupakan unsur dasar konsep citra perempuan (Sugihastuti, 2000).

Sedangkan menurut Sitanggang (1997), citra perempuan dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: citra perempuan hubungannya dengan Tuhan, citra perempuan hubungannya dengan diri sendiri, dan citra perempuan hubungannya dengan mahluk lainnya. Identifikasi citra perempuan dalam novel CTR digunakan untuk melihat perempuan yang direpresentasikan melalui karya sastra. Selain itu,

(26)

14

pengungkapkan citra perumpuan tersebut dapat ditelusuri melalui peran tokoh perempuan tersebut dalam maasyarakat.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang peneliti gunakan yaitu: langkah kerja penelitian dan cara kerja kritik sastra feminisme, yaitu:

1. Langkah Kerja Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kritik sastra feminis. Kritik sastra feminis marxis merupakan satu di antara aliran kritik sastra feminisme yang menganggap bahwa ketinggalan yang dialami perempuan bukan disebabkan oleh tindakan individu secara sengaja tetapi akibat struktur sosial, politik, dan ekonomi yang erat kaitannya dengan sistem kapitalisme (Tong, 2006). Adapun langkah-langkah analisis yang dapat dilihat melalui pendekatan kritik sastra feminisme marxis, antara lain: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (verifikasi). Menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2011), reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Penyajian data merupakan salah satu kegiatan dalam pembuatan laporan hasil penelitian yang telah dilakukan agar dapat dipahami dan dianalisis sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Guna memperjelas suatu hasil penalaran ilmiah maka peneliti harus memberikan penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan dimaksudkan untuk manjelaskan apakah hipotesis yang diajukan dapat diterima atau ditolak.

(27)

15

Sumber data dalam penelitian ini adalah novel CTR karya Harry Santoso setebal 220 halaman yang diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta, 2017. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2002) yang mengatakan bahwa sumber data dalam penelitian adalah subjek di mana data itu diperoleh. Data dalam penulisan ini adalah berupa kata, frasa ataupun kalimat yang mendeskripsikan kedudukan tokoh perempuan, bentuk ketimpangan atau ketidakadilan terhadap perempuan yang dialami tokoh perempuan, dan usaha yang dilakukan tokoh dalam melepaskan belenggu dari patriarki yaitu berkaitan dengan kedudukan kelas, yang digunakan sebagai bahan analisis pada novel CTR.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik tidak langsung berupa teknik dokumenter. Teknik studi dokumenter merupakan suatu teknik pengumpulan data yang mempergunakan dokumen sebagai sumber data penelitian baik itu dokumen pribadi maupun dokumen resmi. Adapun langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi;

a. Membaca secara intensif novel CTR karya Herry Santoso. b. Mengidentifikasi data pada novel CTR karya Herry Santoso.

c. Mengklasifikasi data berdasarkan masalah penelitian yaitu, kedudukan tokoh perempuan, bentuk ketimpangan (ketidakadilan) terhadap perempuan yang dialami tokoh perempuan, dan usaha yang dilakukan tokoh perempuan dalam melepaskan belenggu dari patriarki.

d. Trianggulasi adalah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda.

(28)

16

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen kunci. Selain peneliti sebagai instrument, alat pengumpul data yang digunakan berupa catatan-catatan yang berisi hasil membaca dan menelaah novel CTR karya Herry Santoso, yang merupakan dokumen penelitian.

Pemeriksaan keabsahan data penting sebagai pertanggungjawaban atas proses dan hasil penelitian. Apabila melaksanakan pemeriksaan terhadap keabsahan data secara cermat sesuai dengan tekniknya maka hasil penelitiannya benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dari segala segi. Pemeriksaan keabsahan data yang digunakan berdasarkan atas kriteria kredibilitas (derajat kepercayaan). Untuk mendapatkan keabsahan data ada tiga teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan yaitu triangulasi, pemeriksaan sejawat melalui diskusi, dan kecukupan referensial.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berpedoman pada langkah-langkah analisis data yang dikemukakan oleh Milles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2011) yang disesuaikan dengan pendekatan penelitian (kritik sastra feminism marxis). Cara kerja yang akan digunakan dalam analisis data pada penelitian ini sebagai berikut:

1) Mereduksi data yang telah dikumpulkan. 2) Menyajikan data yang telah direduksi.

3) Menganalisis dan menginterpretasi kedudukan tokoh utama perempuan dalam kelasisme.

4) Menganalisis dan menginterpretasi ketimpangan (ketidakadilan) terhadap tokoh perempuan.

(29)

17

5) Menganalisis dan menginterpretasi usaha yang dilakukan tokoh perempuan dalam melepaskan belenggu dari patriarki.

6) Mendiskusikan hasil analisis dengan dosen pembimbing; dan

7) Menyimpulkan hasil penelitian sehingga diperoleh deskripsi tentang citra perempuan pada novel CTR karya Herry Santoso.

2. Cara Kerja Kritik Sastra Feminis

Analisis data berikutnya disajikan dengan deskriptif, yaitu dipaparkan secara deskriptif, dengan menggambarkan dan menguraikan data dalam bentuk struktur teks. Cara kerja kritik sastra feminis menurut Wiyatmi (2012), secara metodologis mengikuti cara kerja kritik sastra pada umumnya. Secara sistematik kegiatan diawali dengan kegiatan sebagai berikut:

a. Memilih dan membaca karya sastra yang akan dianalisis dan dinilai.

b. Menentukan fokus masalah yang sesuai dengan perspektif kritik sastra feminis, misalnya berhubungan dengan kepenulisan perempuan atau gambaran mengenai tokoh-tokoh perempuan dalam relasinya dengan laki-laki dalam karya sastra, atau mengenai bagaimana tokoh-tokoh perempuan menghadapi masalah dalam kehidupannya di masyarakat.

c. Melakukan kajian pustaka untuk memahami sejumlah konsep teoretik yang berhubungan dengan fokus masalah yang akan dipahami (dianalisis) dan tulisan kritikus maupun peneliti sebelumnya yang membahas masalah yang sama atau mirip. Kajian terhadap konsep teoretik akan membantu kita memahami masalah yang akan dianalisis, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Sementara, kajian terhadap tulisan kritikus maupun peneliti sebelumnya

(30)

18

yang membahas masalah yang sama atau mirip akan menjamin bahwa analisis yang kita lakukan bersifat orisinal, bukan duplikasi, ataupun plagiat dari tulisan sebelumnya.

d. Mengumpulkan data primer maupun sekunder yang relevan dengan fokus masalah yang akan dianalisis. Data primer berasal dari karya sastra dan pengarang yang karyanya akan dianalisis, sementara data sekunder berasal dari berbagai sumber informasi (buku referensi, artikel, laporan penelitian, maupun hasil pengamatan langsung di lapangan) yang relevan dengan masalah yang akan dianalisis.

e. Menganalisis data dengan menggunakan perspektif kritik sastra feminis. Dalam hal ini dapat dipilih ragam kritik sastra feminis yang sesuai dengan masalah yang akan dianalisis.

f. Menginterpretasikan dan memberikan penilaian terhadap hasil penelitian sesuai dengan agam kritik sastra feminis yang dipilih dan menuliskan laporan kritik sastra dengan menggunakan bahasa yang ilmiah.

Penerapan Kritik Sastra Feminis terhadap Novel CTR (2017) karya Herry Santoso adalah menggambil fokus masalah citraan perlawanan simbolis terhadap hegemoni patriarkat dalam bidang pendidikan dan peran perempuan di ranah publik dalam cerita novel tersebut, maka dapat dikemukakan sejumlah hal yang dianggap sebagai latar belakang munculnya citra perempuan tokoh utama dengan kajian kritik sastra feminis.

(31)

19 F. Sistematika Penulisan

Sistematika yang peneliti gunakan dalam skripsi adalah sebagai berikut:

Bab I berupa pendahuluan yang terdiri atas latar belakang dan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, tinjauan pustaka, metode dan teori penelitian, langkah kerja penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II berupa tinjauan pustaka yang berisi tinjauan pustaka, kajian unsur intrinsik, dan paparan kerangka teori feminisme, teori gender, serta pengertian citra perempuan.

Bab III berupa paparan kajian unsur intrinsik dari novel CTR karya Herry Santoso yang meliputi; tokoh dan penokohan, konflik internal dan eksternal, dan setting atau latar.

Bab IV berupa pemaparan citra perempuan yang dialami tokoh utama dalam novel CTR karya Herry Santoso tinjauan kritik feminis.

Bab V berupa kesimpulan yang menjelaskan secara keseluruhan isi dari penelitian terhadap novel CTR karya Herry Santoso serta lampiran sekuen, sinopsis, dan biodata pengarang.

(32)

20 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tiga subbab. Subbab pertama, berisi tentang tinjauan pustaka, yaitu memaparkan intisari dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan dan relevan dengan penelitan ini. Subbab kedua, berisi tentang teori-teori yang digunakan dalam penelitian, yaitu; unsur intrinsik, teori kritik feminisme dan teori gender. Subbab ketiga memaparkan pengertian tentang citra perempuan.

A. Tinjauan Pustaka

Karya sastra hadir sebagai wujud nyata imajinatif kreatif seseorang sastrawan dengan proses yang berbeda antara pengarang yang satu dengan pengarang yang lainnya, terutama dalam penciptaan cerita fiksi (Waluyo, 2002). Salah satu bentuk karya sastra yang banyak digemari oleh pembaca adalah novel. Novel sebagai karya sastra sering menjadikan persoalan kehidupan sebagai lahan yang tiada habisnya untuk diolah. Persoalan kehidupan seperti persoalan perempuan selalu mengilhami penulis dalam mengungkapkan karya cipta mereka (Kasmiati, 2013).

Peneliti memilih karya sastra berbentuk novel, karena novel mampu menceritakan suatu kejadian yang luar biasa. Novel juga sangat berpengaruh besar pada tokoh cerita. Kejadian-kejadian yang luar biasa dan pengaruh besar tersebut dapat kita temukan pada persoalan manusia seperti perjalanan hidup, cinta, kematian dan persoalan kemanusiaan lainnya.

(33)

21

Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan novel di Indonesia sekarang cukup pesat, terbukti dengan banyaknya novel-novel baru telah diterbitkan. Novel tersebut mempunyai bermacam tema dan isi, antara lain tentang problem-problem sosial yang pada umumnya terjadi dalam masyarakat, termasuk yang berhubungan dengan perempuan. Sosok perempuan sangatlah menarik untuk dibicarakan, perempuan di sekitar publik cenderung dimanfaatkan oleh kaum laki-laki untuk memuaskan koloninya (Istanti, 2012).

Perempuan telah menjelma menjadi bahan eksploitasi bisnis dan seks. Dengan kata lain, saat ini telah hilang sifat feminis yang dibanggakan dan disanjung bukan saja oleh perempuan, tetapi juga kaum laki-laki. Tentu hal ini sangat menyakitkan apabila perempuan dijadikan segmen bisnis atau pasar menurut Anshori (melalui Suwarti, 2009).

Berangkat dari fakta tersebut, maka pemahaman terhadap novel-novel Indonesia, dengan memfokuskan pada isu-isu gender yang terefleksikan di dalamnya menjadi penting untuk dilakukan. Isu gender yang terefleksi dalam novel-novel Indonesia dapat dikaji dengan kritik sastra feminis. Melalui kajian yang berperspektif feminis gambaran dan suara perempuan yang terefleksi dalam novel-novel tersebut diharapkan lebih dapat dipahami. Hal ini karena seperti dikemukakan oleh Reinhartz (dalam Wiyatmi, 2012), bahwa penelitian feminis memiliki tujuan untuk mengindentifikasi penghilangan, penghapusan, dan informasi yang hilang tentang perempuan secara umum.

Reinnartz (dalam Wiyatmi, 2012), juga menegaskan bahwa memahami perempuan dari perspektif feminis adalah memahami pengalaman dari sudut pandang

(34)

22

perempuan sendiri, yang akan memperbaiki ketimpangan utama cara pandang nonfeminis yang meremehkan aktivitas dan pemikiran perempuan, atau menafsirkannya dari sudut pandang laki-laki di masyarakat atau peneliti laki-laki. Melalui kajian feminis diharapkan juga dapat terungkap kemungkinan adanya kekuatan budaya patriarkat yang membentuk citra mengenai perempuan maupun laki-laki, relasi antarkeduanya, ataupun adanya perlawanan terhadap dominasi patriarkat yang terefleksi dalam novel-novel tersebut.

Pilihan terhadap kritik sastra feminis sebagai pisau analisis dalam mengkaji novel Indonesia menuntut pemahaman yang cukup terhadap teori feminisme, termasuk pemahaman berbagai varian teori feminisme. Di samping itu, perlu dipahami juga relevansi teori feminisme tertentu dengan novel yang akan dianalisis. Hal ini karena, seperti dikemukakan oleh Tong (2006) bahwa feminisme pada dasarnya bukanlah sebuah pemikiran yang tunggal, melainkan memiliki berbagai ragam yang kemunculan dan perkembangannya sering kali saling mendukung, mengoreksi, dan menyangkal pemikiran feminisme sebelumnya.

Kritik sastra feminis marxis meneliti tokoh-tokoh perempuan dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat. Pengritik mencoba mengungkapkan bahwa kaum perempuan yang menjadi tokoh dalam karya sastra merupakan kelas masyarakat yang tertindas menurut Humm (dalam Wiyatmi, 2012). Dengan menggunakan dasar teori marxis dan ideolgi kelas Karl Marx, kritik sastra feminis Marxis akan mengidentifikasi kelasisme sebagai penyebab opresi (penindasan) terhadap perempuan. Dalam hal ini penindasan terhadap perempuan tersebut bukanlah

(35)

23

hasil tindakan sengaja dari satu individu, melainkan produk dari struktur politik, sosial, dan ekonomi tempat individu itu hidup.

Pembagian kerja berdasarkan gender yang menempatkan perempuan dalam ranah domestik, sementara laki-laki dalam ranah publik jelas menimbulkan kesenjangan kelas karena sebagai pekerja di ranah publik, laki-laki akan menguasai wilayah prodiksi. Secara ekonomi, laki-lakilah yang menghasilkan materi, sementara perempuan, walaupun mengeluarkan tenaga dan menggunakan hampir seliruh waktunya untuk bekerja di rumah dia tidak mendapatkan penghasilan.

Bahkan, secara ekomoni perempuan sebagai ibu rumah tangga tergantung kepada laki-laki. Perempuan tidak menguasai materi kepemilikan benda maupun uang, karena sebagai ibu rumah tangga dia tidak mendapatkan penghasilan. Oleh karena itu, dia harus tunduk dan patuh kepada suaminya. Hal inilah yang memungkinkan perempuan tertindas.

Menurut Syaikh Sayyid Saif (dalam Kasmiati, 2013), kedudukan laki-laki dan perempuan pada dasarnya sama dan tidak dibeda-bedakan namun, dalam hal ini tentu saja dengan tidak mengesampingkan kodrat-kodrat yang dimiliki oleh perempuan itu sendiri. Kedudukan dan peran serta tersebut dapat dilihat baik di bidang politik, hukum, sosial, ekonomi maupun pendidikan.

Perempuan bukan hanya bernilai estetis secara fisik, setiap ruang gerak, tutur kata dan perangai perempuan identik dengan nilai estetika. Nilai inilah yang kemudian menjadi titik temu yang sangat pas antara sebuah karya sastra sebagai karya estetika dengan objek perempuan tersebut. Maka tak heran jika seorang penulis karya sastra tak pernah alpa memasukkan tema-tema perempuan meskipun hanya sebatas tema

(36)

24

sekunder atau tersier. Sebab disanalah kelengkapan nuansa estetika itu bisa dirasakan. Mereka yang terlalu mengagumi secara sempurna kesan keindahan pada perempuan bahkan tak jarang mengemukakan keindahan perempuan secara fisik dan batin di dalam karya-karyanya (Kasmiati, 2013).

Novel CTR karya Herry Santoso (2017) memberikan gambaran tentang cerita tokoh perempuan yang mampu melawan ketidakadilan yang dilakukan oleh tokoh laki-laki dalam kehidupannya. Perlawanan yang dilakukan memang bukan secara fisik, melainkan dirinya memperlihatkan bagaimana eksistensi atau keberadaannya, serta perannya dapat diakui oleh tokoh laki-laki dalam cerita novel tersebut. Selanjutnya peneliti akan menggunakan tinjauan pustaka untuk mendeskripsikan citra perempuan dalam cerita novel tersebut.

Novel CTR karya Herry Santoso sejauh yang peneliti tahu, belum pernah ada yang melakukan penelitian secara khusus sebelumnya. Maka secara otomatis penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian yang sudah peneliti sebutkan di atas. Peneliti pada penelitian ini memiliki beberapa gagasan lain mengenai novel CTR.

Maharani atau Rani sebagai tokoh utama perempuan telah digambarkan oleh Herry Santoso sebagai perempuan yang tangguh dengan tetap berpenampilan sebagai seorang perempuan pada umumnya dan Rani juga sangat menyayangi keluarganya, meskipun Ayahnya tidak terlalu bangga terhadapnya. Rani juga memiliki kekuatan dan kemauan untuk memperlihatkan bahwa perbedaan gender tidak menghalanginya untuk maju dan berkembang seperti layaknya laki-laki. Maka peneliti akan menggunakan teori gender untuk memaparkan hasil analisis tentang bentuk citra perempuan tinjauan kritik sastra feminis.

(37)

25 B. Landasan Teori

1. Kajian Unsur Intrinsik

Penelitian ini mengfokuskan pada unsur intrinsic meliputi; tokoh dan penokohan, konflik internal dan eksternal, dan setting atau latar.

a. Tokoh dan Penokohan

The term character refers to the person, the storyteller. The character, character, and character, refers to the character and attitude of the characters as interpreted by the reader, more to the personal qualities of a character. While characterization is a depiction of a clear picture of someone described in the story (Abrams, 1953).

Istilah tokoh menurut Abrams (1953), menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Sedangkan penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang digambarkan dalam cerita.

Stanton (2007), mengemukakan bahwa pengunaan istilah karakter (character) sendiri dalam berbagai literature bahasa inggris menyarankan pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan emosi, dan prinsip moral yang dimiliki oleh tokoh-tokoh tersebut. Dengan demikian, character dapat berarti pelaku cerita dan dapat pula berarti perwatakan. Penyebutan nama tokoh tertentu, tak jarang, langsung mengisyaratkkan kepada kita perwatakan yang dimilikinya.

Characters are the ones that appear in a work of narrative or drama, the reader interpreted to have a certain moral quality and tendency as expressed in speech and what is done in action. For the case of a character's personality, the meaning is based onwords verbal and other behaviors non-verbal. The distinction between one character and another is more determined by personal

(38)

26

quality than seen physically. Thus, the term characterization is broader in meaning than character and character because it also includes the problem of who is the character of the story, how the characterization, and how it is placed and depicted in a story so that it can provide a clear picture to the reader (Abrams, 1981).

Tokoh cerita, menurut Abrams (1981), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Untuk kasus kepribadian seorang tokoh, pemaknaan itu dilakukan berdasarkan katakata verbal dan tingkah laku lain non-verbal. Pembedaan antara tokoh yang satu dengan yang lain lebih ditentukan oleh kualitas pribadi daripada dilihat secara fisik. Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.

Nurgiyantoro (2013), juga mengungkapkan bahwa tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaa itu dilakukan. Misalnya saja pembedaan antara tokoh utama dan tokoh tambahan. Dalam kaitannya dengan keseluruhan cerita, peranan masing-masing tokoh tersebut tak sama. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Disebut sebagai tokoh utama cerita (central character, main character).

(39)

27

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, tokoh utama sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik penting yang mempengaruhi perkembangan plot. Sedangkan tokoh pembantu adalah tokoh yang mempunyai peranan sebagai tokoh penunjang yang kedudukannya serta kehadirannya dibutuhkan oleh tokoh utama sebagai penunjang sebuah cerita (Abrams, 1953).

Menurut Abrams (1953), terdapat dua jenis tokoh berdasarkan peran tokoh, yaitu: 1) tokoh protagonis adalah tokoh baik yang dikagumi, yang populer disebut dengan hero. Merupakan tokoh yang mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang idel bagi kita. Sedangkan 2) tokoh antagonis adalah tokoh yang menjadi penyebab timbulnya persoalan atau konflik dan menimbulkan ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonis. Tokoh antagonis merupakan tokoh yang berlawanan dengan tokoh protagonis. Draughon (2003) menyatakan bahwa tokoh antagonis harus bekerja secara aktif dan sengaja untuk melawan tokoh protagonis.

Teknik pelukisan tokoh menurut Abrams (1953), ada dua yaitu:

1) Teknik analitis yaitu pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung.

2) Teknik dramatik yaitu pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan.

(40)

28

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut peneliti menyimpulkan bahwa tokoh utama (tokoh protagonis) adalah tokoh yang mempunyai peran penting dalam perkembangan alur cerita. Selain itu, tokoh utama juga dianggap sebagai hero (pahlawan) yang menciptakan sebuah pujian dari para pembaca. Sedangkan tokoh pembantu (tokoh antagosis) justru memiliki judgment (opini atau persepsi) jelek dari pembaca. Tokoh yang memiliki sifat antagonis juga banyak menimbulkan konflik yang membuat tokoh utama semakin di kagumi oleh para pembaca ketika dapat melewati konflik-konflik tersebut.

b. Konflik

Konflik menarik untuk diteliti karena beberapa alasan, yaitu: pertama, konflik merupakan satu di antara unsur pembangun sebuah karya sastra yang berhubungan dengan tokoh, dan latar yang merupakan bagian unsur intrinsik dalam karya sastra. Kedua, setiap karya sastra pasti memiliki konflik karena tanpa adanya suatu konflik, maka karya sastra akan terasa hambar dan konflik merupakan permasalahan yang paling dominan hadir di dalam karya sastra. Ketiga, dalam karya sastra konflik selalu dihadirkan karena tanpa adanya konflik sebuah karya sastra tidak dapat diketahui alurnya (Adrean. 2017).

Konflik menurut Wellek dan Warren (1995), adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan. Sementara itu, menurut Soekanto dalam Gerungan (2004) menyebutkan bahwa konflik sebagai suatu proses sosial individu atau kelompok yang berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan.

(41)

29

States that conflict is a struggle regarding the value or demand for status, power and resources that are rare with the intention of neutralizing, injuring or eliminating opponents (Coser, 1956).

Menurut Coser (1956), menyatakan bahwa konflik adalah sebuah perjuangan mengenai nilai atau tuntutan atas status, kekuasaan dan sumber daya yang bersifat langka dengan maksud menetralkan, mencederai atau melenyapkan lawan.

Selanjutnya menurut Stanton (2007), membedakan konflik ke dalam dua kategori sebagai berikut. Pertama, konflik internal atau konflik kejiwaan adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seorang tokoh cerita. Kedua, konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam atau manusia.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebuah karya fiksi membutuhkan konflik eksternal ataupun konflik internal sebagai pembentuk alur cerita. Pada umumnya, konflik yang terdapat dialami oleh tokoh utama yang terdapat dalam sebuah karya fiksi tidak dapat dipisahkan dengan peranan tokoh antagonis, yang berperan untuk menjadi lawan dari tokoh utama atau tokoh protagonis.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa konflik merupakan sebuah perselisihan, pertentangan, atau percecokan yang dialami para tokoh dalam sebuah cerita. Tokoh yang terlibat dalam konflik dapat melibatkan antara dirinya sendiri yang berhubungan dengan jiwa dan batinnya. Konflik selanjutnya adalah konflik dengan tokoh yang lainnya, yaitu: tokoh dengan masyarakat sekitarnya, tokoh dengan lingkungannya.

(42)

30 c. Latar atau Setting

Menurut Sayuti (2000), latar adalah elemen fiksi yang menunjukkan kepada kita di mana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung. Suatu karya fiksi, harus terjadi pada suatu tempat dan dalam suatu waktu, seperti halnya dengan kehidupan ini yang berlangsung dalam ruang dan waktu.

Menurut Furqonul (2010), latar ini biasanya diwujudkan dengan menciptakan kondisikondisi yang melengkapi cerita. Baik dalam dimensi waktu maupun tempatnya, suatu latar bisa diciptakan dari tempat dan waktu imajiner ataupun faktual. Hal yang paling menentukan bagi keberhasilan suatu latar, selain deskripsinya, adalah bagaimana novelis memadukan tokoh-tokohnya dengan latar di mana mereka melakoni perannya.

Nurgiyantoro (2013) mengatakan unsur-unsur setting dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitu: setting tempat adalah setting yang menggambarkan lokasi atau tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Setting waktu adalah setting yang berhubungan dengan masalah kapan waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Setting sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat diceritakan dalam karya fiksi.

Menurut Aminuddin (dalam Windari, 2015), latar tempat adalah latar yang bersifat fisikal berhubungan dengan tempat, misalnya kota Jakarta, daerah pedesaan, pasar, sekolah, dan lain-lain yang tidak menuansakan apa-apa. Menurut Nurgiyantoro (2013), penggolongan waktu dalam sebuah cerita dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: lampau, yang dapat berarti waktu yang telah lewat. Menurut Sudjiman (1988),

(43)

31

bahwa latar sosial mencakup penggambaran keadaan kelompok-kelompok sosial dan sikapnya adat kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain yang melatari peristiwa. Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang dalam karya sastra.

Jenis latar tidak semua ada di dalam cerita rekaan. Dalam cerita rekaan, mungkin saja yang menonjol hanya latar waktu dan latar tempat. Pengambaran latar ini ada yang secara terperinci atau ada pula yang tidak. Hal itu semua, dilihat dari bagaimana sastrawan menciptakan karya fiksinya.

2. Teori Kritik Sastra Feminis

In Feminist Thought, argues that feminism is not a single thought, but has a variety that emergence and development often support, correct, and deny the idea of feminism before (Rosemarie Putnam Tong, 2006).

Dalam Feminist Thought, Rosemarie Putnam Tong (2006), mengemukakan bahwa feminisme bukanlah sebuah pemikiran yang tunggal, melainkan memiliki berbagai ragam yang kemunculan dan perkembangannya sering kali saling mendukung, mengoreksi, dan menyangkal pemikiran feminisme sebelumnya.

Feminism combines the doctrine of equal rights for women who become organized movements to achieve women's human rights, with an ideology of social transformation that aims to create a world for women. Feminism is the ideology of women's liberation in the belief that women experience injustice because of their gender. Feminism offers various analyzes of the causes, perpetrators of women's oppression (Humm, 2007).

Kata feminisme memiliki sejumlah pengertian. Menurut Humm (2007), feminisme menggabungkan doktrin persamaan hak bagi perempuan yang menjadi gerakan yang terorganisasi untuk mencapai hak asasi perempuan, dengan sebuah ideologi transformasi sosial yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi perempuan.

(44)

32

Selanjutnya Humm (2007), menyatakan bahwa feminisme merupakan ideologi pembebasan perempuan dengan keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya. Feminisme menawarkan berbagai analisis mengenai penyebab, pelaku dari penindasan perempuan.

The thoughts and movements of feminism were born to end male domination of women that occurred in society. Through projects (thoughts and movements) feminism must be destroyed by the structure of culture, art, church, law, nuclear family based on the authority of father and state, as well as all images, institutions, customs, and habits that make women victims who are not valued and not look (Ruthven, 1986).

Dinyatakan oleh Ruthven (1986), bahwa pemikiran dan gerakan feminisme lahir untuk mengakhiri dominasi laki-laki terhadap perempuan yang terjadi dalam masyarakat. Melalui proyek (pemikiran dan gerakan) feminisme harus dihancurkan struktur budaya, seni, gereja, hukum, keluarga inti yang berdasarkan pada kekuasaan ayah dan negara, juga semua citra, institusi, adat istiadat, dan kebiasaan yang menjadikan perempuan sebagai korban yang tidak dihargai dan tidak tampak.

Seperti dikemukakan oleh Abrams (dalam Wiyatmi, 2012), bahwa feminisme sebagai aliran pemikiran dan gerakan berawal dari kelahiran era Pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet. Perkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middelburg, sebuah Kota di selatan Belanda pada 1785. Menurut Arivia (dalam Tong, 2006), menjelang abad 19 feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian dari para perempuan kulit putih di Eropa. Perempuan di negara-negara penjajah Eropa mempejuangkan apa yang mereka sebut sebagai universal sisterhood (persaudaraan perempuan yang bersifat universal).

(45)

33

Feminist literary criticism is a variety of literary criticism that utilizes the framework of feminism theory in interpreting and evaluating literary works. Before further understanding of the characteristics of feminist literary criticism, previously it is necessary to describe the notion of literary criticism, especially in the scientific framework of literature (Tong, 2006).

Kritik sastra feminis merupakan salah satu ragam kritik sastra yang memanfaatkan kerangka teori feminisme dalam menginterpretasi dan memberikan evaluasi terhadap karya sastra. Sebelum memahami lebih lanjut bagaimana karakteristik kritik sastra feminis, sebelumnya perlu diuraikan pengertian kritik sastra, khususnya dalam kerangka keilmuan sastra (Tong, 2006).

In the everyday sense the word criticism is interpreted as an assessment of a phenomenon that occurs in society. Etymologically criticism comes from the word krites (Greek) which means judge. The verb is krinein (judgmental). The word is also the base of thenoun criterion (the basis of judgment). From these wordscame criticism to mention the literary judge (Tong, 2006).

Menurut Tong (2006), dalam pengertian sehari-hari kata kritik diartikan sebagai penilaian terhadap suatu fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Secara etimologis kritik berasal dari kata krites (bahasa Yunani) yang berarti hakim. Kata kerjanya adalah krinein (menghakimi). Kata tersebut juga merupakan pangkal dari kata benda criterion (dasar penghakiman). Dari kata tersebut kemudian muncul kritikos untuk menyebut hakim karya sastra.

Literary criticism experienced the following developments. In the 17th century in Europe and England literary criticism expanded to include all systems of literary theory and practical criticism. In addition, often changingterms poetic. Meanwhile, in Germany the notion of literary criticism narrows down to daily scales and which literary opinions it likes. Then replaced with a term of literary criticism asthetik and literaturewissenschaft incorporating poetika and literary history. Furthermore, the term new literary criticism was strengthened in English-speaking countries in the 20th century with the publication of the book Principles of Literary Criticsm 1924 by IA Richards (Tong, 2006).

(46)

34

Selanjutnya, menurut Tong (2006), kritik sastra mengalami perkembangan sebagai berikut. Pada abad ke-17 di Eropa dan Inggris kritik sastra meluas artinya, yaitu meliputi semua sistem teori sastra dan kritik praktik. Di samping itu, seringkali juga mengganti istilah poetika. Sementara itu, di Jerman pengertian kritik sastra menyempit menjadi timbangan sehari-hari dan pendapat sastra mana suka. Kemudian istilah kritik sastra diganti dengan asthetik dan literaturewissenschaft yang memasukkan poetika dan sejarah sastra. Selanjutnya, istilah kritik sastra baru diperkokoh di negara-negara berbahasa Inggris pada abad ke-20 dengan terbitnya buku Principles of Literary Criticsm (1924) karya I.A. Richards.

Selanjutnya Wellek (1978) juga mengemukakan bahwa kritik sastra adalah studi karya sastra yang konkret dengan penekanan pada penilaiannya. Pendapat tersebut pada senada dengan pendapat Abrams (1981) dan Pardopo (1994) mengenai kritik sastra. Abrams (1981) menyatakan bahwa kritik sastra adalah suatu studi yang berkenaan dengan pembatasan, pengkelasan, penganalisisan, dan penilaian karya sastra. Pradopo (1994) menyatakan bahwa kritik sastra adalah ilmu sastra untuk menghakimi karya sastra, untuk memberikan penilaian, dan memberikan keputusan bermutu atau tidak suatu karya sastra yang sedang dihadapi kritukus.

Meskipun ada perbedaan di antara masing-masing pengertian tersebut, tetapi secara substansial pengertian-pengertian tersebut memiliki kesamaan maksud. Dapat dikatakan bahwa semua pengertian tersebut diderivasikan (diturunkan) dari pengertian etimologisnya, yaitu berkaitan dengan tindakan menghakimi (menilai baik buruk atau bermutu seni tidaknya) karya sastra. Beberapa batasan pengertian kritik sastra tersebut menunjukkan kepada kita bahwa kritik sastra merupakan suatu cabang studi sastra yang

Referensi

Dokumen terkait

Penulis berharap agar pembaca dapat mengetahui dan lebih memahami tentang analisis citra perempuan dengan pendekatan kritik sastra feminis dan hal- hal yang terkait dengan

sastra Feminis terhadap novel “Istana Kedua” karya Asma Nadia tentang nilai -nilai feminis gambaran tokoh perempuan yang kuat, mandiri, keras, tegas, cerdas, dan

DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA ABIDAH EL KHALIEQY : TINJAUAN SASTRA

melibatkan wanita, khususnya kaum feminis sebagai pembaca. b) Kritik sastra feminis ginokritik, dalam raga mini termasuk penelitian tentang sejarah karya

Objek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah ketidaksetaraan gender dalam novel Perempuan Jogja karya Achmad Munif dengan tinjauan sastra feminis.. Data

KETIDAKSETARAAN GENDER DALAM NOVEL PEREMPUAN JOGJA KARYA ACHMAD MUNIF: TINJAUAN SASTRA FEMINIS..

Penelitian ini akan menganalisis mengenai ketidakadilan jender terhadap tokoh wanita dalam novel Perempuan Kembang Jepun dengan menggunakan tinjauan kritik sastra

Perlawanan Simbolis Melalui Perjuangan Tokoh Perempuan dengan Masuknya Ke Arena Publik Adapun data berupa kutipan yang diperoleh sebagai perlawanan simbolis melalui perjuangan tokoh