AKTUALISASI DIRI SANTIAGO
DALAM NOVEL SANG ALKEMIS
MENURUT PSIKOLOGI HUMANISTIK MASLOW
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Juninada Sari Puspa
NIM
: 019114056
NIRM
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
AKTUALISASI DIRI SANTIAGO
DALAM NOVEL SANG ALKEMIS
MENURUT PSIKOLOGI HUMANISTIK MASLOW
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Juninada Sari Puspa
NIM
: 019114056
NIRM
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ABSTRAK
Juninada Sari Puspa. Aktualisasi Diri Santiago dalam Novel Sang Alkemis menurut Psikologi Humanistik Maslow. Yogyakarta: Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, 2007.
Setiap orang pasti memiliki keinginan untuk diwujudkan, namun tidak semua orang mau berjuang untuk meraihnya. Santiago dalam novel Sang Alkemis karya Paulo Coelho adalah individu yang berjuang untuk mewujudkan apa yang ia inginkan. Legenda pribadi adalah dua kata yang dipilih oleh Coelho untuk menyebutkan apa yang benar-benar Santiago inginkan dalam hidupnya. Salah satu tokoh Psikologi yang juga melihat manusia dengan optimis dan mampu mencapai keinginan dalam hidupnya adalah Abraham Maslow. Sebagai seorang humanis Maslow meyakini bahwa dengan mewujudkan keinginannya dalam hidup manusia akan merasakan kebahagiaan. Pemenuhan kebutuhan yang akan membuahkan kebahagiaan dalam hidup berdasarkan potensi dan keinginan dari dalam diri ia sebut Aktualisasi Diri, yang merupakan bagian dari hirarki kebutuhan hidup manusia. Coelho dan Maslow menunjukkan kesamaan dalam memandang manusia, yaitu individu yang mampu mewujudkan apapun yang ia inginkan dalam hidup ini.
Penelitian ini akan melihat bagaimana pencapaian Aktualisasi Diri Santiago dan karakteristik pengaktualisasi diri apa saja yang ada dalam diri Santiago sehingga mendukung pencapaian aktualisasi dirinya. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis isi, dengan teknik penelitian pengkodean.
Hasil penelitian yang didapat adalah pencapaian aktualisasi diri Santiago dapat terjadi karena ia melakukan progression choice untuk mengikuti ramalan mimpinya pergi ke Mesir, meninggalkan kemapanan yang telah ia dapatkan, meskipun pekerjaannya sebagai gembala ia lakukan atas dasar metamotivation.
Selain itu pada saat ia mengalami penurunan kebutuhan dariB-Needske D-Needs,
Santiago mampu bangkit dan melanjutkan perjuangannya mengaktualisasikan diri dengan kembali melakukan progression choice, meskipun ia telah mendapatkan materi yang cukup untuk kembali ke Spanyol sebagai orang kaya. Karakteristik pengaktualisasi diri yang ada dalam diri Santiago tidak berdiri sendiri melainkan saling berkaitan. Karakteristik ini tidak muncul secara tiba-tiba melainkan merupakan bagian dari dirinya yang terasah oleh perjalanan hidupnya.
ABSTRACT
Juninada Sari Puspa.Santiago’s Self Actualization in The Alchemist based on Maslow Humanistic Psychology. Yogyakarta: Faculty of Psychology, Sanata Dharma University, 2007.
Everyone must have dream to realize, but not everyone want to struggle to gain it. Santiago in Paulo Coelho’s The Alchemist, is an individual who wants to realize what he wants. Personal legend is two words Coelho chooses to mention what Santiago really wants in his life. One of expert of Psychology who optimistially see human that can gain what he want in his/her life is Abraham Maslow. As a humanist, Maslow convinees that by realizing dream in his/her life, human will fell happy. The fulfillness of need which produces happiness in life is based on potension and dream from his/her self, Maslow called Self Actualization, which is part of hirarchy of human life need. Coelho and Maslow show similiarity in observing human, that is the individual who can realize anything what he wants in this life.
This research concern on Santiago’s accomplishment of Self Actualization and what kind of self actualization characteristics which is seen in Santiago so that it supports his accomplishment of self actualization. The reseach method used in this thesis contain analysis, with the coding.
As the result of the study, Santiago’s accomplishment of self actualization can be achieved since he determines progression choice to pursue his dream calculation togo to Egypt getting out from orderlineness he deserves to have although his work as shepherd he does is due to metamotivation. Beside, Santiago ia able to boost up his morale and go on his struggle gaining his self actualization while he undergoes the need declining from B-Needs to D-Needs. He performs it by doing back progression choice although he has already gained enough provision to come back to Spain as a rich man. Self actualization characteristics seen in Santiago give influence to each other. These characteristics do not seddenly comes out, but they are parts of him self which is sharpened by his life journey.
Key word: Self Actualization, Personal Legend, D-Needs, Need,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan pemilik kehidupan yang
memberikan kasih karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ‘Aktualisasi Diri Santiago dalam Novel Sang Alkemis menurut Psikologi
Humanistik maslow’. Penulis menyusun karya ini sebagai syarat memperoleh
gelar Sarjana Psikologi.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
mendukung, baik secara moril maupun materiil dari persiapan hingga selesainya
skripsi ini. Trimakasih penulis haturkan kepada:
1. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta atas bimbingannya.
2. Dr. A. Supratiknya selaku Dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan
tuntunan Bapak dalam proses menyelesaikan skrisi saya. Trimakasih banyak
ya Pak, maaf selama ini saya kurang mampu melaksanakan apa yang Bapak
maksud.
3. Para Dosen penguji Y. Heri Widodo, M.Si. dan Sylvia CMYM, S.Psi., M.Si.
Trimakasih atas masukannya yang sangat membantu.
4. C. Siswa Widyatmoko, S.Psi. dan Sylvia CMYM, S.Psi., M.Si. selaku Dosen
pembimbing akademik atas bimbingannya
5. Mas Gandung, Mba Nanik, Pak Gi’, Mas Muji, dan Mas Doni atas
bantuan-bantuan yang melancarkan kuliah saya.
6. Bapakku, Agustinus Remus Sormin dan Mamaku, Damayori Pangaribuan.
putus. Trimakasih karena Nina hadir di dunia melalui orangtua yang berjuang
mewujudkan mimpinya. Mauliate godang!
7. Abang-abangku tersayang, Ito Desmon (beserta Kak Dewi, Excel dan Elsa),
Ameng dan Anto. Trimakasih atas cinta kasihnya yaa!
8. Keluarga besar Siregar dan Pangaribuan, atas doa dan bimbingan yang tidak
pernah putus.Mauliate godang!
9. Teman baikku Anastasia Dessy, trimakasih mau berbagi suka dan duka
bersamaku, trimakasih telah menjadi ‘sayap kakiku’. Aku bersyukur kamu
‘teman lama’ yang menemani aku menjalani masa kuliah.
10. Temanku yang penuh ketulusan, Silva Stevani. Trimakasih mau menjadi
‘sayap kakiku’, menjadi mentor masalah percintaan. Aku selalu bisa
mengandalkanmu dalam banyak hal!
11. Teman serumahku Nining yang sabar. Aku menjadi lebih baik sejak tinggal
bersamamu loh Jeng! Trimakasih telah mengajariku sedikit lebih sabar
menghadapi banyak hal..
12. Teman baikkku Farah Herastuti. Trimakasih mau berbagi banyak hal
bersamaku, kamu mengajari aku arti keluarga, kerja keras dan ketulusan.
13. Teman baikku Maria Fransisca. Trimakasih sering mengingatkanku kembali
berdoa dan mengajak ziarah kemana-mana. Maaf yaa, kadang-kadang suka
menyesatkanmu. Trimakasih mau berbagi bersamaku!
14. Teman-teman seangkatan yang asyik-asyik, Diana, Lina, Tyas, Adri, Maria,
Irma, Jeng Dessy, Elis dan semua angkatan 2001 OK punya! Senang
15. Vero dan Chicha yang jauh dimata dekat di hati, atas sms-sms yang bikin
semangat!!!
16. Teman-temanku yang jarang bertemu tapi selalu menyenangkan bila bersua.
Sisca Widya atas banyak sharing yang menggugah emosi, Koko atas bantuan
triangulasi dan abstraknya, Mas Anton, Rondang, dan teman-teman Teknik
yang setia mengajak ziarah dan kumpul-kumpul.
17. Teman-teman YAKKUM Emergency Unit, khususnya staf Psikososial,
senang bekerja bersama kalian.
18. Pasanganku berafeksi ria, Dimas. Trimakasih atas kasih sayang dan
kesabarannya.
19. Semua fihak yang tidak mungkin saya sebutkan satu per satu. Trimakasih
banyak.
Penulis menyadari kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini.
Masukan dari para pembaca penulis harapkan untuk membuat karya ini menjadi
lebih baik. Selamat membaca.
Jika kau menginginkan sesuatu,
segenap alam semesta
akan bersatu membantumu meraihnya.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... ii
HALAMAN PENGESAHAN……….. iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. iv
ABSTRAK……….. v
ABSTRACT……… vi
KATA PENGANTAR……… vii
DAFTAR ISI………... xi
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….. 1
B. Rumusan Masalah……… 13
C. Tujuan……….. 14
D. Manfaat……… 14
BAB II: LANDASAN TEORI A. Novel Sang Alkemis 1. Latar Belakang Penulis……….… 16
2. Sinopsis……… 37
B. Konsep Psikologi Humanistik Maslow 1. Prinsip Umum……… 43
2. Teori Hirarki Kebutuhan……… 44
menurut Psikologi Humanistik Maslow………... 63
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian………. 68
B. Metode Penelitian 1. Reduksi Data………. 69
2. Pengkodean………... 69
3. Deskripsi Data dan Penafsiran Data………. 69
4. Kesimpulan dan Dinamika Psikologis……….. 69
5. Pemeriksaan Keabsahan Data………... 70
C. Teknik Penelitian 1. Pengkodean……… 71
2. Menyajikan Hasil Penelitain………. 75
3. Intepretasi Data Berdasarkan Hasil Pengkodean……….. 75
BAB IV: PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian………. 76
B. Analisis Hasil Penelitian 1. Pencapaian Aktualisasi Diri Santiago Berdasarkan Hirarki Kebutuhan Maslow……… 93
2. Karakteristik Pengaktualisasi Diri yang Terdapat dalam Diri Santiago Sehingga Mempengaruhi dan Mendukung Pencapaian Aktualisasi Dirinya……….. 97
D. Kritik Terhadap Teori Maslow………. 109
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan………... 111
B. Saran………. 113
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memahami kepribadian manusia melalui karya sastra bukanlah hal baru
dalam dunia psikologi. Tinjauan Psikologi Humanistik dalam dunia sastra
merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk lebih memahami manusia sebagai
individu yang mampu mewujudkan cita-citanya, mencapai prestasi dan
keberhasilan yang digambarkan melalui tokoh dalam cerita yang disajikan.
Psikologi Humanistik sendiri adalah mazhab ketiga dalam ilmu psikologi,
setelah Psikoanalisa dan Behaviorisme. Psikoanalisa mengatakan bahwa tingkah
laku manusia sangat dipengaruhi oleh alam tidak sadarnya, tempat semua
dorongan dan penggerak kehidupan berasal, sehingga tingkah laku manusia yang
tampak di permukaan hanyalah perwujudan dari dorongan dasar individu yang
sudah diselaraskan dengan kondisi sosial oleh ego individu tersebut. Sementara
itu, Behaviorisme memandang manusia sebagai mahluk yang bertindak sesuai
dengan stimulus yang diberikan oleh lingkungannya. Individu adalah mahluk
yang tingkah lakunya dapat dijabarkan dengan sistematis karena apa yang mereka
lakukan dapat diformulasikan dengan hukum stimulus–respon. Psikologi
Humanistik muncul dengan sebuah optimisme baru yang memandang manusia
dari sisi yang lebih positif sehingga penelitian dilakukan pada orang-orang yang
sehat dan berhasil. Abraham Maslow sebagai tokoh Psikologi Humanistik
mencoba membuka mata dunia dengan sebuah pandangan baru, yaitu bahwa
terbaik dalam kehidupan sebagai orang yang berguna di masyarakat, bukan hanya
sebagai seorang individu yang dipenuhi dengan dorongan-dorongan tidak sadar
atau sekadar produk dari stimulus yang diberikan oleh lingkungannya.
Sebagai seorang humanis, Maslow memandang manusia secara optimis.
Aspek negatif yang terdapat dalam diri manusia tidak akan menghambatnya untuk
menjadi manusia yang berhasil karena dalam diri setiap manusia juga ada
berbagai aspek positif yang mendukung pengembangan dirinya. Berbagai aspek
positif dalam tingkah laku manusia seperti kebahagiaan, kegembiraan, kepuasan
hati, hati yang damai, seloroh, permainan, kesejahteraan, kegirangan, dan ektasis
telah diabaikan oleh kalangan ilmuwan, demikian pula halnya sifat-sifat positif
seperti kebaikan, kebajikan dan persahabatan (Maslow dalam Goble, 1987).
Keoptimisan dalam memandang manusia ini bukan berarti memandang manusia
hanya dari sisi dirinya yang positif, melainkan memandang manusia sebagai satu
kepribadian yang utuh, dimana semua sisi dalam dirinya berperan dalam
pembentukan kepribadiannya.
Setiap kepribadian yang berbeda-beda memiliki kesamaan dalam
memenuhi kebutuhan hidup yang menurut Maslow terdiri dari beberapa tahap.
Aktualisasi diri adalah puncak dari hirarki kebutuhan Maslow, dimana untuk
mewujudkannya setiap manusia perlu memenuhi kebutuhan lain yang lebih
mendasar. Namun, tidak semua orang mampu mencapai aktualisasi dirinya.
Meskipun kebutuhan-kebutuhan dalam tingkat yang lebih rendah dipuaskan – kita
merasa aman secara fisik dan emosional, mempunyai perasaan memiliki dan cinta
akan merasa kecewa, tidak tenang dan tidak puas kalau kita gagal berusaha untuk
memuaskan kebutuhan akan aktualisasi diri (Maslow dalam Schultz, 1991).
Aktualisasi diri adalah cita-cita atau impian yang ingin diwujudkan manusia
dalam kehidupannya. Pada dasarnya semua potensi dan kemampuan yang dimiliki
akan dikerahkan dengan sekuat tenaga untuk dicapai, karena manusia itu sendiri
menyadari bahwa cita-cita atau impian tersebut mampu membuat kehidupannya
menjadi lengkap dan bermakna.
Aktualisasi diri yang diletakkan pada puncak hirarki kebutuhan Maslow
menunjukkan ada kebutuhan-kebutuhan lain di bawahnya yang dipenuhi sebelum
sampai pada aktualisasi diri. Hal inilah yang membuat usaha setiap individu yang
berjuang mengaktualisasikan dirinya mengalami sebuah proses, karena ia harus
memulainya dari kebutuhan yang paling dasar menuju ke kebutuhan yang lebih
tinggi, sampai pada akhirnya ia mengaktualisasikan dirinya. Sifat dari hirarki
kebutuhan Maslow yang dinamis, sangat mempengaruhi perjalanan individu
dalam mengaktualisasikan dirinya. Ada saat dimana individu yang sudah sampai
pada tahap mendapatkan penghargaan dari masyarakat tiba-tiba kehilangan
pemenuhan kebutuhan makanan yang biasa ia dapatkan, sehingga ia harus turun
memenuhi kebutuhan tersebut bahkan sampai melupakan bagaimana orang yang
telah mendapatkan penghargaan dari masyarakat bertingkah laku.
Aktualisasi diri tidak mudah untuk dicapai, perlu banyak usaha dan kerja
keras untuk mewujudkannya. Tidak jarang individu menyerah di tengah jalan
karena beratnya usaha yang harus dilakukan. Selain itu pilihan-pilihan yang harus
pilihan-pilihan besar yang akan mempengaruhi perjalanan hidup individu tersebut.
Pilihan-pilihan ini bisa berupa meninggalkan pekerjaan yang telah memberinya
kekayaan atau meninggalkan orang-orang yang dicintai. Semua hal ini dilalui oleh
setiap individu yang berjuang mengaktualisasikan dirinya.
Aktualisasi diri tidak lepas dari pilihan apakah individu mau
melakukannya atau tidak. Keputusan untuk melakukan berarti sebuah perjuangan
pribadi karena individu akan melakukannya berdasarkan kapasitas dan potensi
dirinya sendiri. Perjuangan ini akan semakin berat karena aktualisasi diri setiap
orang berbeda. Hal ini juga berarti untuk mengaktualisasikan diri setiap orang
akan berjuang sendiri.
Individu yang mengaktualisasikan diri memilih untuk mengembangkan
diri sesuai dengan potensi dan keinginannya. Mereka telah mencapai pada suatu
tahap dimana telah memenuhi semua kebutuhan yang bersumber dari kekurangan
dari dalam diri menuju pada tahap dimana kebutuhan yang muncul harus dipenuhi
bukan karena kekurangan melainkan karena ingin mengembangkan diri.
Aktualisasi diri berarti melakukan apa yang ingin dilakukan sesuai dengan potensi
diri.
Aktualisasi diri memiliki 16 karakteristik khusus. Karakteristik ini
diperoleh pada saat Maslow menyelidiki orang-orang sukses yang ia kagumi.
Dalam penelitian ini akan dilihat karakter apa saja yang mempengaruhi subyek
dalam proses mengaktualisasikan diri. Pada saat Maslow mengagumi orang-orang
yang menurutnya sukses, ia yakin ada sifat-sifat yang melatarbelakangi
mengaktualisasikan dirinya. Sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang.
Sifat-sifat ini dipandang perlu karena merupakan faktor yang melatarbelakangi
individu untuk berjuang mengaktualisasikan dirinya.
Studi tentang orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya sudah
dilakukan Maslow sejak ia merintis faham Psikologi Humanistik, namun
pemusatan perhatian pada studi tentang manusia dan pribadi manusia seperti yang
dijalankan oleh psikologi humanistik bukanlah suatu hal yang baru. Perhatian
semacam itu bisa dijumpai dalam filsafat, agama, sastra, dan dalam humanisme
yang memiliki sejarah yang panjang (Misiak dan Sexton, 1988). Sastra adalah
salah satu wujud penggambaran kisah hidup manusia, rangkaian tulisan kisah
hidup yang tampaknya jauh dari kehidupan pembacanya namun sebenarnya
merupakan kisah yang dapat terjadi dalam hidup siapa saja. Setiap cerita yang ada
dalam sebuah karya sastra adalah penggambaran hidup individu yang bisa
dipahami, sehingga tokoh dalam novel adalah cerminan hidup individu di dunia
nyata.
Novel sebagai bagian dalam dunia sastra, mampu menampilkan
tokoh-tokoh yang ada di dalamnya melalui isi dan alur cerita yang disampaikan dalam
bentuk tulisan. Berbagai tokoh yang ditampilkan memiliki karakteristik tersendiri
yang membentuk sebuah interaksi dalam cerita yang dituliskan. Tokoh dalam
novel sebagai individu yang mengaktualisasikan dirinya, kiranya juga dapat
dipandang sebagai usaha untuk lebih memahami tingkah laku manusia, karena
bagaimanapun novel sendiri adalah cerminan dari kehidupan manusia yang
Menurut Sumardjo (1984), pembaca sastra lebih mengerti kesulitan orang lain,
penderitaan orang lain, keinginan orang lain, watak orang lain, sehingga pembaca
lebih luas pengetahuannya mengenai manusia lain. Gambaran inilah yang ingin
disampaikan oleh pengarang novel kepada para pembacanya. Melalui cerita dalam
sebuah novel, seorang pengarang menyampaikan pesan tentang kehidupan setiap
tokoh yang ada didalamnya.
Psikologi memasuki bidang kritik sastra lewat beberapa jalan, yaitu
pembahasan tentang proses penciptaan sastra, pembahasan psikologi terhadap
pengarangnya baik sebagai suatu tipe maupun sebagai seorang pribadi,
pembicaraan tentang ajaran dan kaidah psikologi yang dapat ditimba dari karya
sastra, dan pengaruh karya sastra terhadap pembacanya (Hardjana,1981:60). Sang
Alkemis sebagai salah satu novel yang menyajikan perjalanan hidup seorang
gembala muda, menampilkan sosok individu biasa yang berjuang untuk
mewujudkan mimpinya melalui perjuangan yang berat. Novel ini memberi
gambaran bahwa setiap manusia mempunyai kesempatan yang sama untuk
berkembang dan mewujudkan cita-cita yang dimilikinya dengan tidak
meninggalkan sifat-sifat kemanusiaannya, karena sastra sendiri adalah bentuk lain
dari pengalaman manusia yang disajikan dengan bahasa yang berbeda. Atas dasar
ini penulis ingin menimba kaidah psikologis yang dapat ditimba dari novel
tersebut. Paulo Coelho melalui Sang Alkemis memberi sebuah pandangan optimis
bagi para pembacanya yang ingin mengejar mimpi yang paling sulit sekalipun.
Maka tidak salah jika kita mencoba meninjau lebih jauh kisah sederhana ini
manusia, yaitu Abraham Maslow. Paulo Coelho sebagai pengarang novel Sang
Alkemis menyebut cita-cita yang ingin diwujudkan oleh manusia sebagai Legenda
Pribadi, sementara Aktualisasi Diri adalah dua kata yang dipilih oleh Maslow
untuk melambangkan perwujudan hal tersebut.
Sang Alkemis adalah novel yang meraih The International Best Seller
karena terjual lebih dari 30 juta eksemplar di seluruh dunia, yang telah
diterjemahkan dalam 56 bahasa di lebih dari 150 negara. Pengarangnya sendiri,
Paulo Coelho termasuk dalam 15 pengarang terbesar sepanjang sejarah. Hadir
dengan bahasa yang ringan, ia mampu mengajak pembaca menyadari bahwa
kejadian yang terlihat sederhana di alam sekitar mereka adalah sebuah simbol
yang sarat makna. Paulo Coelho menyuguhkan sebuah cerita tentang seorang
pemuda bernama Santiago yang berasal dari Spanyol yang mau berjuang
mencapai mimpinya meskipun banyak kendala yang menghadang sejak awal ia
memutuskan untuk mengejar mimpinya. Hal tersebut jarang ditemui pada masa
sekarang. Orang akan lebih mudah melupakan cita-cita dan impiannya karena
mudah terbuai dengan kenyamanan yang tengah dirasakannya sehingga lupa
dengan apa yang sebenarnya ia inginkan dalam hidupnya. Cita-cita yang dimiliki
Santiago adalah aktualisasi dirinya, perwujudan dari seluruh keinginan dan
cita-cita yang dia inginkan selama hidupnya.
Dalam novel ini, perwujudan Legenda Pribadi Santiago dimulai ketika ia
memutuskan untuk mencoba mewujudkan mimpinya. Sebuah kutipan kalimat
dalam Sang Alkemis mengatakan “Kemungkinan untuk mewujudkan mimpi
oleh Paulo Coelho ketika ia menggambarkan perjuangan Santiago untuk
mewujudkan mimpinya. Mewujudkan sebuah impian tidaklah mudah. Keputusan
untuk mewujudkan mimpi hanyalah awal dari perjuangan yang berat. Akan ada
banyak rintangan yang ditemui. Untuk melalui rintangan itu dibutuhkan kerja
keras dan sangat mungkin membuat orang menyerah. Itulah yang terjadi pada
Santiago, ketika ia memutuskan untuk mewujudkan mimpinya. Ia tidak
menyangka kalau ia harus meninggalkan domba-dombanya, ditipu di negeri asing,
bekerja selama setahun di toko kristal, berhari-hari melintasi gurun, beberapa kali
hampir terbunuh dan harus belajar banyak membaca pertanda dan mendengarkan
kata hatinya. Semua ini membuatnya hampir menyerah ketika menyadari bahwa
meraih impian ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Seseorang yang takut
mencoba sesuatu yang baru, keluar dari rutinitas, dan takut gagal, tidak akan
mampu mewujudkan mimpinya. Semua hal sangat mungkin terjadi saat seseorang
berusaha mewujudkan mimpi atau cita-citanya. Sama seperti Maslow yang
memandang pemenuhan aktualisasi diri akan membuat hidup seseorang lengkap
dan bermakna, dalam novelnya Coelho juga menyatakan jika seorang manusia
menolak menderita dan berjuang untuk mewujudkan mimpinya, maka ia akan
menderita dan pada akhirnya suara hati yang selama ini selalu mengingatkan akan
impiannya yang menunggu untuk diwujudkan akan diam untuk selama-lamanya,
karena sejak kecil, setiap orang memiliki mimpi yang berasal dari hati mereka
yang masih murni. Dalam pandangan Maslow, semua manusia memiliki
diri (Schultz, 1991). Pandangan ini menunjukkan sikap optimisme Maslow dalam
memandang manusia.
Penelitian-penelitian terdahulu terhadap novel ini tentu saja akan sangat
membantu melihat bagaimana novel yang sama memiliki daya tarik penelitian,
meskipun setiap penelitian memiliki fokus berbeda dengan pendekatan yang
berbeda pula. Dalam hal ini peneliti mengambil tiga penelitian terdahulu dalam
bentuk skripsi yang masing-masing memakai pendekatan psikologi dalam
pembahasannya. Skripsi pertama berjudul The Meaning of Hope as The
Philosophical Teaching ini Paulo Coelho’s The Alchemist (Satyadharma, 2003).
Skripsi ini menganalisa harapan sebagai ajaran filsafat yang muncul dalam novel
Sang Alkemis. Penelitian ini menggunakan teori Erich Fromm karena keduanya
memiliki dasar pemikiran yang sama. Tujuannya adalah untuk membuktikan
bahwa di dalam karya sastra terdapat ajaran-ajaran filsafat mengenai harapan.
Harapan membawa pandangan baru tentang hidup dan membuat orang bergerak
dari kondisi sekarang ke hidup baru yang ia inginkan. Harapan adalah perubahan
dari realitas sekarang ke kehidupan dan kegembiraan yang lebih besar. Harapan
menginspirasi manusia menggunakan media seperti pandangan, ide, dan mimpi.
Mimpi adalah media yang didapat Santiago sehingga menimbulkan harapan dalam
dirinya. Orang yang memiliki harapan tidak pasif dan menunggu untuk
harapannya terwujud. Mereka akan aktif dalam meraih dan memenuhi harapan
dengan mengambil tindakan. Ketika Santiago mengetahui bahwa mimpinya
memiliki arti yang besar, ia mengambil tindakan untuk mewujudkannya. Ia
Perjuangannya selama perjalanannya akan membuatnya matang tidak hanya
dalam membaca pertanda tapi juga dalam memahami alam semesta dan
menyadari bahwa ada keberuntungan yang disediakan untuknya oleh dunia. Ini
sesuai dengan pandangan Fromm yang menyatakan harapan yang pasif tanpa
tindakan merupakan perampasan akan harapan itu sendiri. Dengan berharap
manusia menyatakan keberadaan dirinya, berharap adalah kesiapan dari dalam
diri, sebuah usaha untuk memahami rahasia penciptaan manusia di dunia.
Skripsi yang kedua berjudul A Psychological Study of Santiago in
Coelho’s The Alchemist : Logic in Relation With Intelligence and Learning as
Part af Human Development(Sari, 2004). Penelitian ini menyimpulkan Santiago
dapat membuat impiannya menjadi kenyataan dengan kekuatan fikirannya. Dari
seorang gembala biasa kemudian ia mempelajari banyak hal dari orang lain dan
lingkungannya. Semua ini membuatnya lebih baik dari sebelumnya. Ia
berkembang dari seorang gembala biasa menjadi seorang yang memiliki tujuan.
Perjalanannya membuatnya kaya pengetahuan yang mempertajam fikirannya, dan
kemampuan ini membantunya mengatasi masalah. Santiago mampu membuat
pertimbangan yang matang berdasarkan inteligensi, pembelajaran dan
kemampuannya berfikir logis. Perkembangan fikiran Santiago membantunya
mengerahkan seluruh kekuatan fikirannya. Kekuatan fikiran Santiago adalah
aspek paling penting untuk membuat impiannya menjadi nyata.
Skripsi ketiga berjudul The Influence of Minor Characters on Santiago’s
Personality Development in Paulo Coelho’s The Alchemist (Anggraeni, 2004).
orang-orang yang berada di sekitarnya. Penelitian ini menggunakan teori
kepribadian Kalish, Allport dan Adler yang memberi deskripsi jelas pada karakter
di novel dan menemukan pengaruh pemeran pembantu pada perkembangan
kepribadian karakter utama. Pada awalnya tokoh Santiago dijelaskan sebagai
orang yang merasa bisa hidup sendiri tanpa orang lain, sebagai gembala ia dapat
mengontrol dan mengambil keputusan sendiri dalam hidupnya. Perubahan penting
terjadi pada kepribadian Santiago. Dia menjadi bijak, dapat memecahkan masalah
sulit sendiri, sabar berfikiran terbuka, menerima perubahan di sekelilingnya,
mendengarkan nasihat orang lain, sadar akan pertanda yang terjadi di
sekelilingnya, dan yang terpenting dia kembali pada kepercayaannya terhadap
Tuhan, yang selalu menolongnya di setiap situasi. Semua perubahan kepribadian
Santiago dipengaruhi peran pembantu di sekelilingnya. Dia menjadi orang yang
lebih baik karena karakter orang lain di sekitarnya.
Ketiga skripsi di atas memfokuskan penelitiannya pada tokoh utama pada
novel Sang Alkemis yaitu Santiago. Garis besar yang muncul pada ketiga skripsi
di atas adalah melihat apa yang membuat Santiago mampu mewujudkan
impiannya. Penelitian pertama memaparkan bagaimana harapan membuat
Santiago memiliki pandangan baru tentang hidup sehingga menjadi aktif
mewujudkan mimpinya. Penelitian kedua memperlihatkan bagaimana kekuatan
fikiran dan kemampuan berfikir logis membantu Santiago mewujudkan
mimpinya. Pengetahuan yang didapat selama perjalanan, baik itu membaca
pertanda, mempelajari bahasa buana, dan puncaknya mampu mengubah dirinya
mengantarnya menemukan hartanya. Kemampuan memahami perkataan
pemimpin perampok yang pada akhirnya membuatnya mengetahui dimana letak
harta karun tidak lepas dari kemampuan berfikir logis Santiago. Penelitian ketiga
menunjukkan bagaimana pengaruh peran pembantu mempengaruhi kepribadian
Santiago. Melchizedek dan sang alkemis mempunyai pengaruh besar merubah
cara pandang Santiago sehingga ia mampu menemukan hartanya.
Ketiga penelitian terdahulu terhadap tokoh utama dalam novel Sang
Alkemis mampu memberikan bantuan gambaran terhadap konteks penelitian
sekarang, yaitu menitikberatkan pencapaian aktualisasi diri Santiago berdasarkan
hirarki kebutuhan Maslow. Berbagai aspek yang mampu dilihat sebagai penyebab
keberhasilan Santiago, baik itu harapan, kekuatan fikiran dan kehadiran
orang-orang di sekitarnya, yang muncul di tengah perjalanan Santiago mencari hartanya,
semakin meyakinkan peneliti akan pentingnya perjalanan sebagai proses
mewujudkan aktualisasi diri seseorang.
Berbagai upaya yang dilakukan Santiago untuk mengaktualisasikan
dirinya, untuk mencapai legenda pribadinya, dapat ditelusuri melalui jalan yang ia
tempuh dalam usaha mewujudkan mimpinya. Hal ini dapat dilihat dari Santiago
yang menerima kondisinya sebagai manusia yang memiliki kebutuhan fisiologis,
rasa aman, dicintai dan mencintai, juga penghargaan, namun tetap berjuang berani
menantang bahaya, keluar dari rutinitas untuk meraih mimpinya. Ada
kekuatan-kekuatan yang tidak terlihat namun, sangat mempengaruhi perjuangan Santiago
dalam mengaktualisasikan dirinya. Harapan yang tumbuh dalam diri, dan
hal dari lingkungannya, ternyata sangat mempengaruhi keberhasilan Santiago
dalam menggapai mimpinya. Selain itu kehadiran orang-orang di sekitar Santiago
juga membantu Santiago dalam upayanya menggapai mimpinya. Tiga hal ini
dapat dilihat dalam skripsi sebelumnya yang juga meneliti novel Sang Alkemis.
Figur Santiago sebagai seorang gembala yang berusaha menemukan harta
terpendam adalah gambaran kesuksesan orang biasa yang berusaha mendapatkan
apa yang benar-benar ia inginkan. Ia membutuhkan makanan, rasa aman, ingin
dicintai, dan membutuhkan penghargaan seperti manusia pada umumnya.
Meskipun ia memiliki kekuatan fikiran yang baik, juga harapan yang besar,
Santiago tetap membutuhkan kehadiran orang lain untuk membantunya meraih
mimpinya. Akan tetapi yang membedakan Santiago dengan kebanyakan orang
adalah ia berjuang dan mau bekerja keras untuk mewujudkan mimpinya. Ia
melalui tahapan hidup seperti orang pada umumnya, namun ia berhasil mencapai
apa yang benar-benar ia inginkan dalam hidupnya. Penelitian ini akan melihat
lebih jauh bagaimana pencapaian aktualisasi diri Santiago dengan menggunakan
pendekatan Psikologi Humanistik Maslow.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian maka rumusan permasalahan yang
diteliti adalah:
1. Bagaimana pencapaian aktualisasi diri Santiago berdasarkan hirarki kebutuhan
2. Karakteristik pengaktualisasi diri apa saja yang terdapat dalam diri Santiago
sehingga mempengaruhi dan mendukung pencapaian aktualisasi dirinya?
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui bagaimana pencapaian aktualisasi diri Santiago
berdasarkan hirarki kebutuhan Maslow dan untuk mendapatkan karakteristik
pengaktualisasi diri yang terdapat dalam diri Santiago sehingga mampu
mengaktualisasikan dirinya.
D. Manfaat
Kepentingan kritik sastra secara umum yaitu untuk penerangan kepada
para pembacanya yang mengalami kesukaran dalam memahami isi karya sastra
tersebut (Pradopo, 1994). Dengan adanya analisis yang dilakukan terhadap novel
Sang Alkemis terhadap tokoh utamanya dengan menggunakan tinjauan Psikologi
Humanistik Maslow, diharapkan manfaat yang terkandung dalam karya tersebut
dapat diterima dengan baik. Berdasarkan analisis yang dilakukan atas novel Sang
Alkemis maka manfaat yang dapat diperoleh adalah:
1. Manfaat teoretis
a) Untuk memperkaya tinjauan Psikologi Humanistik dalam dunia sastra.
b) Untuk melihat bagaimana aktualisasi diri yang merupakan salah satu
2. Manfaat praktis:
Memberi masukan lebih dalam bagi para pembaca Novel Sang Alkemis
mengenai tokoh utama novel ini dan diharapkan dapat memberi semangat dan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Novel Sang Alkemis
1) Latar Belakang Penulis
Pada sub bab ini kita akan melihat latar belakang Paulo Coelho,
pandangan-pandangan hidupnya, dan bagaimana kedua hal tadi memberi
pengaruh pada buku-buku yang ia hasilkan. Meskipun, menurut Hardjana
(1981) nilai karya sastra bebas dan tidak tergantung dari proses penciptaan
maupun penciptanya sendiri, ada baiknya kita mengetahui sedikit
perjalanan hidupnya untuk melihat relevansi antara karyanya dengan
kehidupan yang ia jalani.
Menurut Patricia Martin (2002) yang menulis biografi Paulo
Coelho dalam paulocoelho.com, Paulo lahir dari keluarga kelas menengah
di Brazil pada tanggal 24 Agustus 1947. Ayahnya seorang insinyur dan
ibunya seorang ibu rumah tangga. Orangtuanya menginginkan Paulo
menjadi insinyur dan memaksanya membenamkan diri dalam buku-buku
teknik. Sebagai seorang anak yang memiliki jiwa yang bebas Paulo
menentangnya karena ia lebih tertarik menjadi seorang penulis. Berbagai
tindakan ekstrim yang dilakukan oleh Paulo bahkan sampai membuatnya
keluar masuk penjara karena menentang diktatorisme pemerintah adalah
Perjalanan hidup yang penuh dengan perjuangan pada akhirnya
mengantarnya menjadi seorang penulis sesuai seperti yang ia inginkan.
Saat berumur 7 tahun Paulo masuk sekolah Jesuit San Ignacio di
Rio de Janeiro, namun ia tidak menyukai kewajiban dan rutinitas religius
di sana termasuk berdoa dan pergi ke misa. Untunglah sekolah tersebut
memberikan keringanan bagi dirinya. Paulo diperbolehkan menghabiskan
waktunya di koridor sekolah untuk menulis, dan ini adalah kegiatan yang
benar-benar ia sukai. Paulo memenangkan hadiah sastra pertama di
kompetisi puisi sekolah. Bahkan, saudara perempuannya bercerita
bagaimana ia memenangkan penghargaan essay dengan mengumpulkan
karya Paulo yang telah dibuang ke tong sampah (Martin, 2002).
Bakat dan keinginan Paulo untuk menjadi seorang penulis tidak
didukung oleh orangtuanya. Paulo dipaksa mengubah minatnya dan
mewajibkannya membaca literatur yang berhubungan dengan dunia
teknik. Kekerasan pendirian orangtuanya menimbulkan semangat
pemberontakan dalam diri Paulo. Hal ini ditandai dengan kelakuannya
yang menentang peraturan keluarganya. Ayahnya menganggap tingkah
lakunya sebagai gejala sakit mental sehingga pada usia 17 tahun Paulo
telah dua kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa, dimana ia mendapat beberapa
sesielectroconvulsive therapy (Martin, 2002).
Tidak lama kemudian Paulo bergabung dengan grup teater dan
mulai bekerja sebagai jurnalis. Pada saat itu di kalangan keluarga kelas
tindakan-tindakan tidak bermoral. Kekhawatiran orangtua Paulo muncul
lagi dan ketakutan mereka membuat mereka melanggar janji untuk tidak
mencampuri kehidupannya lagi. Untuk ketiga kalinya orangtua Paulo
memasukannya ke RSJ. Ketika keluar dari sana, ia sama sekali tidak
menunjukkan perubahan sikap ke arah yang lebih positif. Paulo bahkan
lebih putus asa, bingung, tertutup dan hidup dalam dunianya sendiri.
Dalam keputusasaan, orangtuanya memanggil dokter lain yang
memberitahu mereka bahwa Paulo tidak gila dan tidak seharusnya berada
di RSJ (Martin, 2002).
Setelah periode ini Paulo kembali ke studinya dan pada saat itu
kelihatannya dia telah mengikuti keinginan orangtuanya. Namun, tidak
lama sesudah itu dia dikeluarkan dan kembali ke teater. Ini terjadi di tahun
60an, dimana gerakan hippi meledak di seluruh dunia termasuk di Brazil
yang pada saat itu dikuasai oleh rezim militer yang represif. Sebagai
seoranghippi, Paulo berambut panjang dan berjanji tidak akan membawa
kartu identitasnya. Dia menggunakan obat-obatan dan memiliki keinginan
untuk hidup sebagai hippi seutuhnya. Namun gairahnya untuk menulis
tetap ada, bahkan mengantarnya untuk memulai membuat sebuah majalah
yang sempat diterbitkan dua kali (Martin, 2002).
Pada masa ini, musisi dan komposer Raul Seixas mengundang
Paulo menulis lirik untuk lagu-lagunya. Rekaman kedua mereka sukses
besar dan terjual lebih dari 500.000 kopi. Untuk pertama kalinya Paulo
Pada tahun 1973, Paulo dan Raul menjadi bagian dariAlternative Society,
sebuah organisasi yang menentang ideologi kapitalis. Mereka membela
hak individu untuk melakukan apa yang disukai, dan pada masa ini mereka
juga memprakktekan ilmu hitam. Selama periode ini mereka mulai
mempublikasikan Kring-ha, sebuah komik lembaran berseri yang
mengajak pembacanya untuk memperoleh kebebasan lebih dari yang
selama ini mereka peroleh dari pemerintah. Pemimpin-pemimpin yang
ditaktor menyadari tindakan ini sebagai gerakan bawah tanah sehingga
memerintahkan penangkapan dan memasukkan Paulo dan Raul ke dalam
penjara. Raul segera dibebaskan, tetapi Paulo ditahan lebih lama karena
dia adalah ‘otak’ di balik komik tersebut. Permasalahannya tidak berhenti
sampai di situ. Paulo kembali ditangkap hanya dua hari setelah
kebebasannya karena terlihat berada di jalanan, dan mendapat siksaan dari
fihak militer selama beberapa hari. Dia terselamatkan dari kematian
dengan mengatakan pernah gila dan masuk RSJ tiga kali. Paulo mulai
menyakiti diri sendiri di hadapan penculiknya, dan pada akhirnya mereka
berhenti menyiksanya dan membiarkan Paulo pergi (Martin, 2002).
Pengalaman ini memberikan kesan yang mendalam pada dirinya,
sehingga pada umur 26 tahun Paulo memutuskan bahwa dia sudah
memiliki cukup pengalaman hidup dan ingin menjalani hidup seperti
kebanyakan orang. Dia mendapatkan pekerjaan pada perusahaan rekaman
Polygram dan kemudian menikah. Pada tahun 1977 Paulo dan istrinya
banyak mendapatkan sukses. Tahun berikutnya dia kembali ke Brazil,
dimana dia bekerja sebagai eksekutif untuk perusahaan rekaman lain,
CBS. Ini hanya berlangsung tiga bulan, setelah itu dia berpisah dari
istrinya dan meninggalkan pekerjaannya. Pernikahan kedua Paulo terjadi
pada tahun 1979 (Martin, 2002).
Bagi Paulo Coelho, kisah hidup yang berat belum cukup untuk
benar-benar merasakan hidup yang utuh. Paulo Coelho sendiri mengatakan
bahwa pada saat itu, meskipun telah mengetahui bahwa menulis adalah
sesuatu yang benar-benar ia inginkan tapi Paulo tidak pernah berani untuk
menulis buku. Pada saat ia berumur 38 tahun, ia telah memiliki segalanya,
cinta, uang, rumah dan pekerjaan, tapi itu semua belum mewujudkan
impiannya untuk menjadi seorang penulis. Paulo hanya berani
berangan-angan dengan konsep itu. Dia telah menulis lirik untuk lagu, artikel untuk
surat kabar dan skrip untuk televisi, tapi tidak pernah berani untuk menulis
buku. Paulo tidak ingin mengungkapkan dirinya dengan menulis buku.
Impian Paulo kembali mengusik dirinya ketika pasangan ini
mengunjungi beberapa negara di Eropa. Berawal di Jerman ketika mereka
mengunjungi kamp konsentrasi di Dachau. Di sana Paulo mendapat
penglihatan dimana ada pria menampakkan diri kepadanya. Dua bulan
kemudian dia bertemu pria yang sama di cafe di Amsterdam dan
menghabiskan waktu yang panjang berbicara dengannya sehingga
mengubah pandangannya. Pria itu, yang identitasnya tidak pernah
dan melakukan perjalananRoad to Santiagoyaitu sebuah rute ziarah abad
pertengahan antara Perancis dan Spanyol (Martin, 2002).
Apa yang menjadi titik balik dalam hidupnya sehingga
memutuskan untuk menulis buku adalah ziarah ini. Pada saat itu dia
bergabung dengan persaudaraan RAM singkatan dari Regnus Agnus
Mundi, tetapi di kesempatan lain Paulo juga menyebut RAM sebagai
Rigour, Adoration, Mercy, yaitu sebuah golongan kebatinan dengan akar
Katolik yang didirikan pada tahun 1492. RAM mempelajari bahasa simbol
dengan sistem pengajaran secara oral. RAM tidak memiliki pemimpin,
tidak mempunyai pengetahuan gaib dan prinsip dasarnya adalah orang
belajar dengan mengambil langkah maju. Pada saat dia bergabung dengan
RAM, Paulo telah mengetahui tentang ziarah tersebut dan teman-temannya
di RAM menganjurkan untuk mengikutinya. Pada awalnya Paulo merasa
itu adalah ide yang aneh dan membuang-buang waktu, karena ia harus
berjalan kaki sejauh 700 km. Namun, dengan bujukan dari istrinya
akhirnya Paulo memutuskan untuk melakukannya (Coelho, ; Martin,
2002).
Pengalaman Paulo selama melakukan ziarah Road to Santiago
akan dijabarkan lebih lanjut karena ziarah ini adalah titik balik dalam
hidupnya dan sangat mempengaruhi karyanya, termasuk Sang Alkemis.
Ziarah ini adalah perjalanan yang berat dan membutuhkan waktu 56 hari
untuk menyelesaikannya. Paulo mengungkapkan bagaimana ia merasa
Makanan yang tersedia juga sangat minim, dan hari-hari terasa panjang
dan melelahkan. Ia mendapatkan pelajaran yang dipetik selama melakukan
perjalanan, yaitu ketika dalam perjalanan pengalaman harus dipraktekkan
dalam tindakan sebagai wujud dari kelahiran kembali.
Paulo berhadapan dengan situasi yang sama sekali baru, hari
berlalu lebih lambat, dan kesulitan bahasa karena ia berada di daerah yang
asing. Dia mengumpamakan situsi ini seperti anak yang baru keluar dari
rahim ibunya. Sejak saat itu Paulo merasa semua hal adalah baru dan
melihat keindahan dalam setiap hal yang ia temui sepanjang jalan, dan
memiliki perasaan gembira karena telah hidup.
Menurut Paulo, ziarah relijius selalu menjadi satu dari banyak jalan
yang obyektif dalam mencapai pengertian dan pemahaman tentang
kehidupan, karena kita jauh dari hari-hari yang penuh konflik dan rutin
dalam hidup kita, sehingga kita dapat melihat banyak hal dengan lebih
jelas. Dalam menempuh tujuan hidup kita adalah hal yang vital untuk
memberi perhatian pada jalan yang kita lalui. Dengan demikian kita
belajar dari jalan yang kita tempuh dan diperkaya olehnya.
Paulo menyarankan untuk melakukan ziarah ini sendiri karena
dengan demikian menjauhkan kita dari sistem support yang biasa kita
terima, dan itu adalah salah satu keuntungan yang kita peroleh. Kita diberi
tenaga untuk lebih waspada dan emosi kita lebih terungkap.
Selama ziarah yang dilakukannya, semakin jelas kelihatan bahwa
berhenti membuat alasan. Tetapi, ketika Paulo pertama kali kembali dari
perjalanan terjadi anti klimaks. Paulo menemukan bahwa berat untuk
menyesuaikannya ke kehidupan normalnya dan ia tidak sabar untuk segera
mengubah hidupnya. Tetapi perubahan terjadi ketika Paulo sudah siap.
Membutuhkan beberapa bulan untuk menyadari bahwa dia semata-mata
harus berkonsentrasi untuk menulis buku, daripada mencoba memenuhi
peraturan-peraturan yang telah dia buat sebelumnya.
Mengikuti ziarah menimbulkan kembali kesadaran itu, tetapi
menurut Paulo kita tidak harus mengikuti ziarah Road to Santiago untuk
mendapatkan kesadaran itu. Hidup itu sendiri adalah sebuah ziarah. Setiap
hari adalah berbeda, setiap hari memiliki momen ajaib, tapi kita tidak
melihat hal itu. Kita masih melihat hidup itu membosankan dan penuh
rutinitas. Sesungguhnya kita semua dalam ziarah meskipun kita
menyukainya atau tidak, dan tujuan akhirnya adalah kematian. Menurut
Paulo kita harus mendapatkan sebanyak mungkin yang kita bisa dari
perjalanan, karena pada akhirnya perjalanan itulah yang kita miliki. Tidak
masalah apa yang kita kumpulkan, apakah itu harta benda atau materi
lainnya, karena bagaimana pun juga kita akan mati, jadi mengapa tidak
hidup. Ketika kita menyadari bahwa kita dapat menjadi berani dan bahwa
hal pertama yang harus diambil dari pencarian spiritual adalah mengambil
resiko.
Ada kalanya peristiwa-peristiwa dalam karya sastra dianggap
mempunyai hubungan dengan peristiwa sejarah yang menyangkut
kehidupan pengarangnya (Hardjana, 1981). Apa yang tertulis dalam
Sang Alkhemis tentu saja merupakan hasil imajinasi Paulo Coelho
dipadukan dengan pengalaman pribadinya sebagai manusia. Seorang
penulis tentu ingin setiap pembacanya menangkap ide yang ingin
disampaikan melalui karyanya, meskipun belum tentu setiap pembaca
memiliki pemahaman yang sama dari karya yang ia baca. Dalam situs
resminya paulocoelho.com kita akan menemukan bahwa Paulo, sebagai
seorang yang banyak makan asam garam kehidupan, ingin membagi
apa yang ia alami melalui buku-buku yang ditulisnya kepada
pembacanya. Setiap kisah yang ia tuangkan menjadi sebuah novel
memuat sebagian dari kisah hidupnya.
Paulo Coelho (2004) menyatakan bahwa menulis adalah caranya
berbicara tentang apa yang ingin dia ungkapkan mengenai bagian dari
dirinya pada saat itu. Oleh karena itu lebih lanjut kita akan melihat
sejauh mana Paulo melibatkan dirinya dalam karyanya Sang Alkemis,
yang merupakan buku keduanya.
Berdasarkan judulnya, Sang Alkemis secara harafiah berarti
seorang ahli alkemi. Dalam crystalinks.com, Alkemi adalah ilmu kuno
yang muncul 8 abad sebelum masehi, dengan tujuan utama menemukan
rahasia memperpanjang usia dan mengubah logam menjadi emas. Pada
adalah bagian dari tradisi yang berbau misteri dan mistik dari dunia
barat yaitu Eropa, dan timur, termasuk Arab, India dan Cina. Alkemi
bekerja pada dua level, keduniaan dan spiritual. Pada level keduniaan,
para alkemis mencari proses fisik untuk mengubah logam menjadi
emas. Pada level spiritual, para alkemis bekerja untuk memurnikan diri
mereka sendiri dengan menyingkirkan ‘dasar’ materi dari dalam diri
dan meraih ‘emas’ pencerahan. Pada zaman renaissance banyak
alkemis yang percaya bahwa pemurnian spiritual penting untuk mampu
merubah logam menjadi emas. Para alkemis sangat percaya pada
mimpi, inspirasi dan visi mampu membimbing dalam penyempurnaan
hasil karya mereka. Untuk melindungi rahasia, mereka menyimpan
catatan harian yang dipenuhi dengan simbol-simbol misterius daripada
catatan berupa kata-kata Alkemi hanya diketahui oleh beberapa orang
saja. dan memiliki kekuatan untuk mengubah kesadaran dan
menghubungkan jiwa manusia pada Tuhan.
Dalam novel ini kita akan menemui tokoh utama yang tampil
dalam diri seorang bocah yang menentang keinginan ayahnya. Ia
memutuskan keluar dari seminari, yaitu sebuah sekolah yang
dikhususkan bagi para calon pastur, memilihmenjadi gembala agar dia
dapat melihat dunia di luar desanya. Melihat masa kecil dan remaja
Paulo, maka kita akan menemui hal yang sama, yaitu seorang
pemberontak yang tidak pernah menuruti keinginan ayahnya menjadi
tuangkan dalam Sang Alkemis. Santiago digambarkan memiliki jiwa
yang sangat bebas dan merasa jika ia menghabiskan hidupnya di
seminari maka ia akan kehilangan identitasnya sebagai individu.
Kegemaran Paulo membaca dan keinginan menulis dalam dirinya juga
dimiliki oleh Santiago yang gemar membaca dan memiliki keinginan
untuk menjadi seorang penulis. Tokoh utama yang juga seorang Katolik
juga merupakan cerminan dari diri Paulo yang juga seorang Katolik.
Kekatolikan Paulo juga sangat tampak disaat dia menuangkan ilmu
yang ia dapat di RAM dalam karyanya yang sarat dengan bahasa
simbol. Paulo mengajak pembacanya untuk peka terhadap pertanda,
seperti Santiago, untuk dapat terus berjalan mewujudkan mimpinya.
Dengan adanya simbol dan pertanda di sekeliling Santiago, Paulo
hendak menyatakan tidak ada sesuatu yang kebetulan, yang ada adalah
petunjuk dari Tuhan agar Santiago semakin peka dengan alam dan
mampu berkomunikasi dengan hatinya agar terus berjuang mewujudkan
mimpi yang berasal dari hatinya. Paulo juga manggabungkan karyanya
dengan kisah-kisah yang ia kutip dari kitab suci maupun legenda yang
terus hidup di antara umat manusia. Dalam Sang Alkemis ia
mengangkat cerita perwira yang kata-katanya masih digunakan dalam
perayaan misa umat Katolik sampai sekarang, beberapa ayat dalam
Alkitab yang dinarasikan oleh tokoh dalam novelnya, juga tokoh dalam
Mechizedek, yang dikenal sebagai imam agung yang mengikat
perjanjian dengan Abraham dalam Perjanjian Lama.
Sama seperti Paulo yang menunaikan sebuah ziarah panjang dan
berat baru kemudian berani menulis sebuah buku, demikian pula halnya
dengan Santiago. Setahun bekerja di toko kristal dan melintasi gurun
yang luas adalah ziarah yang panjang dan berat bagi dirinya. Santiago
berhadapan dengan hari-hari yang penuh gerutuan dari pemilik toko,
Bahasa Arab yang asing, dan penolakan atas ide-idenya meskipun untuk
kebaikan toko itu sendiri. Di gurun ia menhadapi bahaya perang dan
belajar berkomunikasi dengan onta bahkan dengan angin. Namun,
Santiago yakin sebagaimana ia mampu menaklukkan toko kristal
dengan mengubah toko kecil yang tidak laku menjadi toko kristal yang
besar dan menghasilkan banyak uang, mampu menguasai Bahasa Arab,
maka ia pun akan mampu menaklukkan dunia.
Sama seperti Paulo, Santiago bukanlah orang yang akan menjadi
miskin dan tidak berguna jika tidak mengejar mimpinya. Paulo Coelho
adalah penulis terkenal, kaya dan punya istri yang mencintainya.
Santiago sendiri setelah bekerja di toko kristal punya cukup uang untuk
membeli domba yang lebih banyak, surat izin mendatangkan barang
dari Afrika yang memungkinkannya menjadi pedagang yang sukses.
Namun, keduanya tahu pasti akan ada yang kurang dalam hidup
mereka. Mereka memutuskan tidak ada salahnya mencoba, berani
Dalam Sang Alkemis dikisahkan Santiago bepergian ke banyak
tempat, tidak hanya karena ia memang seorang gembala yang melintasi
berbagai daerah untuk menggiring kawanan dombanya tetapi juga
berkelana ke negara lain untuk mengejar mimpinya. Paulo dapat
menampilkan daerah-daerah tersebut dengan detail, baik itu bagaimana
gambaran lokasinya, bagunan-bangunan yang ada di sana, tiupan angin
dan aroma udara di sana, gambaran fisik penduduknya, kebiasaannya,
bahkan bagaimana jika seorang asing berada di sana. Kemampuan ini
tidak lepas dari bekal pengetahuan yang luas mengenai tempat-tempat
yang pernah ia kunjungi, yaitu Meksiko, Eropa, dan Afrika Utara.
Diantara banyak tempat yang ia gunakan sebagai setting, Paulo
secara khusus memakai gurun sebagai tempat yang paling banyak
mengambil peran dalam novel ini. Dalam sebuah wawancara Paulo
menyatakan saat ia kecil memiliki buku yang sangat berkesan, yaitu
The Arabian Night. Ketertarikannya pada buku ini ia tuangkan kembali
dalam Sang Alkemis, dimana kita menemukan Paulo mengupas
kehidupan orang Arab di gurun dengan perang antar suku,
adat-istiadatnya, dan kehidupan di oasis.
Pengalaman Paulo tumbuh dalam keluarga yang patrilineal.
Otoritas seorang ayah yang besar dalam hidup Paulo juga sangat
mempengaruhi cerita dalam novelnya. Dalam Sang Alkemis, kehidupan
patrilineal juga dianut oleh para suku di gurun, dimana para wanita
punggung keluarga yang mencari nafkah, dan berperang
mempertahankan wilayah kekuasaan mereka.
Paulo beberapa kali mengangkat sosok pria yang lebih tua dalam
novel ini, yaitu ayah Santiago yang ingin anaknya menjadi biarawan,
raja tua Melchizedek, pemilik toko kristal di Tangier dan Sang Alkemis
sendiri yang menuntunnya menuju Piramida. Kehadiran tokoh-tokoh ini
memegang peranan penting, sama seperti banyak pria yang juga
memiliki peran penting dalam kehidupan Paulo, termasuk ayahnya
sendiri yang sangat menginginkan ia menjadi seorang insinyur.
Melchizedek yang tampil sebagai raja tua misterius yang pada akhirnya
berhasil meyakinkan Santiago untuk terus melanjutkan perjalanannya,
merupakan gambaran pria yang menghampirinya, yang hadir dalam
penglihatan yang ia alami di kamp konsentrasi di Dachau, Jerman.
b. Kaitan Kehidupan Paulo Coelho dengan Novel-novelnya yang Telah
Diterbitkan di Indonesia.
Tentu saja tidak semua sisi kehidupannya sebagai manusia ia
tuangkan dalam Sang Alkemis. Buku lain yang memiliki tema berbeda
adalah jalan bagi Paulo untuk mengungkapkan sisi lain dari dirinya.
Oleh karena itu, kita akan melihat tema-tema apa saja yang muncul
dalam buku-bukunya dan pengalaman hidup apa saja yang ia
kembangkan dalam hasil karyanya.
The Pilgrimage adalah buku pertamanya yang menjelaskan
menyadari selama ini ia telah mengabaikan mimpinya menjadi seorang
penulis novel, dan ia juga belajar untuk lebih menjalani tiap hari dengan
memanfaatkan waktu yang ada dengan melakukan hal-hal yang
berguna. Kehidupannya sebagai orang biasa telah berubah semenjak ia
mengikuti ziarah tersebut.
Sebagai seorang Katolik, Paulo juga menampilkan tokoh utama
yang beragama Katolik dalam novel-novelnya, diantaranya The Devil
and Miss Prym, By the River Piedra I Sat Down and Wept, dan The
Zahir.DalamBy the River Piedra I Sat Down and Wept, agama Katolik
dikupas lebih dalam. Ini dapat dilihat dari bagaimana Paulo mengupas
keberadaan Katolik Kharismatik, bahasa roh, dan Bunda Maria. Selain
menampilkan tokoh utama yang beragama Katolik, Paulo juga secara
berani mengisahkan kehidupan Elia yang dikenal sebagai nabi besar
dalam Alkitab di novelnya,The Fifth Mountain.
Tema keluarga yang ingin anaknya menjadi sama dengan
orangtuanya, baik itu profesi maupun pemikiran mendapat tempat pada
beberapa tema novel Paulo Coelho. Dalam Veronica Decides to Die,
Paulo mengisahkan bagaimana Eduard dimasukkan oleh ayahnya yang
seorang duta besar ke RSJ karena hendak menjadi seniman. Dengan
Veronica Decides to Die,Paulo mendapat banyak perhatian dari publik.
Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya tanggapan dari pembacanya
yang menyatakan memiliki pengalaman yang sama seperti kisah yang ia
masyrakat sehingga Kongres Brazil menetapkan hukum yang melarang
kesewenang-wenangan dalam perawatan di rumah sakit. Seperti yang
telah dijabarkan di atas, Paulo pernah dianggap mengalami gangguan
jiwa oleh orangtuanya sendiri sehingga dimasukkan ke RSJ.
Pengalaman Paulo selama menempati RSJ kembali ia tuangkan di novel
ini.
Dalam novelnya The Zahir, Paulo mengisahkan kehidupan
seorang pria yang kalut karena ditinggal oleh istrinya. Tentu saja
pembaca setianya yang pernah membaca biografi dan
wawancara-wawancara Paulo, akan menyadari bahwa di buku ini Paulo
mengungkapkan banyak sekali bagian dari dirinya meskipun buku ini
bukan sebuah otobiografi.
Tema-tema yang banyak muncul di buku-bukunya adalah mengenai
orang yang mengejar mimpi, orang yang berani mencoba sesuatu yang baru
meskipun tampak mustahil dan tidak semua orang mendukung apa yang ia
lakukan. Tokoh Nabi Elia dalam The Fifth Mountain yang dikejar dan akan
dibunuh di negerinya sendiri, yaitu Israel karena menyampaikan pesan dari
Tuhan. Namun, karena isteri Raja Israel pada saat itu adalah seorang
penyembah berhala maka keberadaan Elia sebagai perantara Tuhan dianggap
sebagai ancaman. Elia yang hampir pesimis dengan tugas perutusannya
sebagai nabi akhirnya mampu menyelesaikan tugasnya meskipun harus
melewati banyak penderitaan. Tokoh Nona Prym dalam The Devil and Miss
desanya, meskipun penduduk desanya sendiri menganggap kehidupan di desa
mereka adalah kehidupan yang sempurna dan tenang, bahkan para pendatang
dari kota ingin menetap di sana karena kota kecil tersebut sangat tenang, jauh
dari kebisingan seperti di kota besar. Dalam Veronica Decides to Die,
dikisahkan seorang anak duta besar yang dianggap menderita schizophrenia,
yaitu gangguan pada kehidupan emosional dan afektif (Chaplin, 2002),
karena sangat menyukai melukis dan mengatakan telah melukis surga. Anak
duta besar tersebut tidak begitu saja menyerah dengan keinginan orang tuanya
yang sangat tidak setuju dengan minat seninya. Ia terus melukis meskipun
pada akhirnya itu membawanya masuk ke dalam RSJ.
Dari semua tema yang Paulo munculkan dalam hasil karyanya tampak
Paulo sangat percaya pada sisi positif manusia, kemampuan untuk
berkembang lebih baik, bahkan mencapai mimpinya, asal mau berjuang,
bekerja keras, dan keluar dari area nyaman yang selama ini telah dia tempati.
Paulo juga sangat menekankan pentingnya mendengar suara hati karena suara
hati selalu mengatakan yang benar dan membimbing manusia untuk hidup di
dunia sesuai dengan kehendak Tuhan. Paulo juga menekankan tidak perlu
takut untuk berjuang karena alam sendiri akan membantu manusia yang
berjuang mencapai mimpinya.
c. Karya-karya yang telah dihasilkan oleh Paulo Coelho dalam
1) The Pilgrimage(The Diary of Magus)(1987), ini adalah buku pertama
yang merupakan hasil kerja keras Paulo dengan mengambil tema
ziarah yang telah ia lakukan.
2) The Alchemist (1988), sebuah kisah perjuangan seorang anak gembala
untuk mewujudkan mimpinya, meskipun itu terdengar mustahil bagi
kebanyakan orang.
3) Brida (1990), cerita nyata tentang seorang wanita yang bernama Brida
O’Fern dan perjalanannya melewati tradisi penyembah berhala Wicca.
Buku ini juga membawa pesan bahwa cinta adalah satu-satunya jalan
untuk menjembatani jalan menuju dunia spiritual. Cinta membuat kita
menjadi lebih baik dari yang sebelumnya.
4) The Gift (1991), Paulo menulis tentang bakat yang dibawa oleh setiap
orang dalam dirinya.
5) The Valkyries (1992), buku ini membawa pesan yang sangat kuat
mengenai memaafkan masa lalu kita dan percaya pada masa depan kita.
6) Maktub (1994), merupakan kumpulan cerita bijaksana dari berbagai
budaya. Menurut Paulo Maktub bukan sebuah buku nasihat melainkan
buku yang berisi pertukaran pengalaman.
7) By the River Piedra I Sat Down and Wept (1994), di buku ini Paulo
mengeksplorasi sisi feminimnya.
8) The Fifth Mountain (1996), kisah perjuangan seorang nabi besar
bernama Elia yang ditolak di negerinya sendiri dan berusaha sekuat
9) The Manual of the Warrior of Light (1997), sebuah kumpulan pemikiran
filosofis yang menolong kita menemukan bahwa dalam diri kita terdapat
keberanian untuk berjuang. Buku ini menjadi sumber inspirasi bagi
banyak orang yang membutuhkan peneguhan dalam perjuangan hidup di
dunia.
10) Love Letters From a Prophet (1997), dalam buku ini Paulo
mengungkapkan siapa yang berdiri di belakang Kahlil Gibran, seorang
penulis termasyur di dunia yang oleh Paulo disebut The Prophet.
Menurut Paulo, Kahlil Gibran telah membantu banyak orang untuk
menemukan diri mereka yang otentik. Dengan meneliti korespondensi
Kahlil Gibran dengan kekasihnya Mary Haskell, Paulo menemukan apa
yang menjadi inspirasiThe Prophet dalam menghasilkan karya-karyanya
yang indah.
11) Veronica Decides to Die (1998), kisah seorang wanita muda yang
memutuskan untuk bunuh diri dan dimasukkan ke RSJ. Buku ini juga
mengungkap bagaimana penghuni RSJ diperlakukan oleh dokter,
perawat, dan keluarganya.
12) The Devil and Miss Prym (2000), buku yang menuturkan kehidupan
seorang wanita muda yang ingin keluar dari desanya dan harus
berhadapan dengan setan dan malaikat yang selalu ada di sisinya.
13) Eleven Minutes (2003), sebuah buku yang menuangkan pandangan
14) The Zahir (2005), kisah seorang suami yang ditinggal istrinya yang
menemukan dan mempelajari banyak hal dalam usaha menemukan
istrinya.
15) Be Like the River Flow (2006), buku ini merupakan kumpulan dari
tulisan-tulisan Paulo yang telah diterbitkan di surat kabar dan majalah di
seluruh dunia. Buku ini berkisah tentang perjalanan hidup Paulo,
cerita-cerita yang pernah ia ungkapkan, refleksi Paulo untuk setiap moment
yang ia lalui dalam ‘sungai’ kehidupannya.
Paulo juga menulis buku edisi khusus untuk anak sekolah yaitu:
1) The Alchemist (2003), buku ini dibuat untuk siswa yang berusia 14
sampai 17 tahun. Novel edisi khusus ini disertai buku latihan untuk
siswa dan buku panduan untuk guru. Ada latihan dan pertanyaan yang
dibuat berdasarkan novel yang berbeda untuk setiap negara.
2) Veronica Decides to Die(2004), edisi sekolah untukVeronica Decides
to Die secara khusus dibuat untuk guru dan siswa yang berumur 14
sampai 17 tahun. Novel ini disertai panduan membaca yang terdiri dari
beberapa pertanyaan dan aktivitas dengan tujuan untuk membantu siswa
memahami novel ini.
3) On the Seventh Day (2004), buku ini merangkum tema yang terkandung
dalam trilogi novel yang telah ia terbitkan, yaituBy the River Piedra I
Sat Down and Wept, Veronica Decides to Die,danThe Devil and Miss
kesempatan datang dalam waktu yang singkat. Novel ini mengajak
pembacanya menguji keberanian, dan kemauan beradaptasi.
Buku anak-anak yang ditulis oleh Paulo adalah:
1) The Genie and the Roses (2004), merupakan kumpulan 24 dongeng
popular yang biasa diceritakan oleh orangtua kepada anak-anaknya.
2) Father, Sons and Grandsons (2001), dalam buku ini terdapat
kegembiraan, cerita-cerita yang dramatis dan luar biasa. Cerita yang
disajikan berasal dari legenda tradisional dan dongeng dari berbagai
kultur. Termasuk cerita-cerita yang didasari pengalaman pribadi Paulo
Coelho.
Paulo juga menulis sebuah buku seni yaitu:
1) Revived Paths(2005), buku ini berisi faksimil dari 40 manuskrip Paulo
Coelho, ilutrasi denganserigraphiesoleh istrinya, Christina Oiticica.
Buku biografi Paulo Coelho adalah:
1) The Survivor (Provisional Title) The Story of Paulo Coelho by
Fernando Morais(2006). Buku ini ditulis oleh Fernando Morais, salah
satu dari penulis biografi Brazil yang paling penting di kawasan
America Latin. Morais terkenal dengan bakat dan kepekaannya dan
telah menjadi jurnalis sejak 1961. Morais menggali kehidupan Paulo
dengan menemani Paulo dalam turnya dan mewawancarai orang-orang
Mereka termasuk mantan pacar, mantan istri, polisi yang terlibat dalam
penahanan politiknya, dan dokter yang memberinya electocompulsive
therapy.
2) Paulo Coelho: The Confession of a Pilgrim (1996). Buku ini ditulis
oleh Paulo Coelho sendiri. Ia menawarkan pembaca kesempatan untuk
menemukan cerita tentang kehidupan yang menginspirasi dan dramatik.
Para kritikus buku di Brazil dalam wikimedia.org, mengatakan
karya-karya Paulo berusaha untuk mengerjakan pertanyaan fundamental yang
berkaitan dengan kondisi manusia, seperti kebaikan melawan kejahatan,
kegembiraan dan keputusasaan, juga terang dan gelap. Karya-karya Paulo
tidak lepas dari kritik. Para kritikus juga mengatakan Paulo sebagai
pengarang yang bekerja terlalu simpel dan menghasilkan buku yang sama
seperti self-help book.Beberapa bahkan menyebut novel-novelnya komersial
dan berorientasi pada pasar.
1. Sinopsis
Santiago adalah seorang gembala muda dari Andalusia, sebuah daerah
dengan padang rumput yang luas di Spanyol. Pada saat berjalan bersama
domba-dombanya melintasi padang rumput ia mengalami mimpi yang sama.
Mimpi itu terjadi setiap kali ia dan domba-dombanya bermalam di sebuah
gereja tua yang hampir rubuh dengan pohon sikamor yang sangat besar
tumbuh di sakristinya. Mimpi itu bercerita tentang harta terpendam yang akan
ia temukan di Piramida. Rasa penasaran mendorong Santiago untuk
Wanita itu mengatakan bahwa Santiago harus mencari harta tersebut ke
Piramida di Mesir. Mendengar hal itu Santiago merasa semakin yakin bahwa
itu hanyalah sebuah mimpi tanpa arti. Terlebih karena Mesir terletak di
Afrika yang merupakan negeri asing.
Di tengah keraguannya Santiago bertemu dengan Melchizedek, seorang
raja tua misterius dengan pakaian bertabur batu mulia yang pada awalnya
sangat mengganggu dirinya. Namun, raja tua ini mampu melakukan hal-hal
ajaib dan meyakinkannya bahwa mimpi itu adalah legenda pribadinya, mimpi
yang harus ia wujudkan karena itu akan membuatnya bahagia.
Melchizedek sebagai utusan Tuhan yang mengemban tugas meneguhkan
langkah setiap orang yang ingin mencapai legenda pribadinya. Ia membekali
Santiago dengan pengetahuan tentang alam, kepekaan terhadap pertanda dan
dua batu yang akan membantunya mengambil keputusan. Dua batu yang
diberikan Melchizedek disebut Urim untuk yang berwarna hitam, dan
Thummim untuk yang berwarna putih. Kedua batu ini boleh digunakan oleh
Santiago jika ia tidak bisa membaca tanda-tanda. Batu hitam berarti iya,
sedangkan batu putih berarti tidak.
Keputusan untuk pergi ke Mesir tidaklah mudah bagi Santiago karena ia
harus meninggalkan pekerjaannya sebagai gembala yang sangat ia cintai.
Menjadi gembala adalah pilihannya sendiri, menentang keinginan ayahnya
yang ingin agar ia menjadi pastur. Itu juga berarti dia harus meninggalkan
domba-domba yang telah mengajarkan banyak hal dan melupakan
berarti ia akan berada di tempat baru yang asing, dan harus berjuang sendiri
untuk menemukan hartanya. Namun, Melchizedek dengan kepiawaiannya
mampu memberikan semangat dan keyakinan kepada Santiago untuk berani
melakukan perjalanan panjang untuk mewujudkan Legenda Pribadinya. Ia
juga meyakinkan bahwa dalam mewujudkan mimpinya tersebut Santiago
akan dituntun oleh pertanda yang merupakan petunjuk dari Tuhan sehingga ia
tidak akan kehilangan arah.
Dalam perjalanannya menuju Piramida Santiago menghadapi beberapa
rintangan. Ketika baru melangkahkan kaki di Afrika, ia ditipu oleh penduduk
setempat yang mengambil semua uangnya. Terdampar di negri orang tanpa
uang membuat Santiago pesimis akan tujuan awalnya datang ke Afrika. Ia
merasa telah melakukan tindakan bodoh demi sebuah mimpi. Mau tidak mau
ia harus bekerja di toko kristal yang hampir bangkrut selama hampir setahun
untuk mengumpulkan uang agar bisa kembali ke negerinya dan menjadi
gembala lagi, karena ia sendiri sudah kehilangan keyakinan mampu
menemukan hartanya. Santiago bertambah pesimis setelah tahu bahwa
piramida itu terletak di Mesir yang ternyata terletak ribuan kilometer gurun
dari Tangier, tempat ia berada sekarang. Bahkan jika ia ingin ke Mesir ia
harus bekerja keras di toko kristal karena biaya ke sana sangat mahal.
Bekerja di toko kristal bukanlah hal yang mudah. Ia harus mengambil hati
pria tua yang memiliki toko tersebut, belajar Bahasa Arab dan berani
mengutarakan ide yang nantinya membawa toko itu kembali ke masa jayanya.
menggunakan uang hasil bekerjanya di toko kristal untuk membeli lebih
banyak domba dan kembali menjadi gembala, pertanda membawa dia
kembali untuk terus berjalan menemukan harta karunnya yang merupakan
tujuan utama dari perjalanannya ke Mesir.
Dalam perjalanannya melintasi gurun yang penuh bahaya bersama
rombongan karavan, ia bertemu dengan seorang ahli kimia yang
berkebangsaan Inggris. Pria ini bercerita tentang seorang pria di oasis yang
mampu mengubah logam menjadi emas dan pria tersebut disebut sang
alkhemis. Pertemuannya dengan orang Inggris, perbincangannya dengan
orang-orang Arab di karavan, kesunyian sepanjang perjalanan, bahaya perang
yang selalu mengintai, gurun yang terhampar luas seolah tanpa batas, justru
memberi kekuatan baru bagi Santiago untuk meneruskan perjalanannya
mencari harta terpendam. Gurun ternyata mampu memberi banyak pelajaran
berharga bagi Santiago. Melalui gurun ia semakin memperdalam
kemampuannya untuk membaca pertanda, mempelajari bahasa gurun dan
bahasa buana. Sang alkemis yang dibicarakan oleh orang Inggris tadi tidak
lain adalah pembimbing Santiago yang akan menularkan ilmunya sebelum
akhirnya Santiago sendiri akan berjuang untuk menyelesaikan pencarian harta
karunnya.
Ketika rombongan karavan sampai di oasis, Santiago jatuh cinta dengan
seorang gadis Arab yang bernama Fatima. Santiago mengetahui bahwa
Fatima adalah pasangan hidupnya begitu bertemu untuk pertama kalinya.