• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis sediaan farmasi berdasarkan metode ABC indeks kritis di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Palang Biru Kutoarjo periode tahun 2006-2008 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Analisis sediaan farmasi berdasarkan metode ABC indeks kritis di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Palang Biru Kutoarjo periode tahun 2006-2008 - USD Repository"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS SEDIAAN FARMASI BERDASARKAN METODE ABC

INDEKS KRITIS DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT PALANG

BIRU KUTOARJO PERIODE TAHUN 2006-2008

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Yustina Amelia Awaludin

NIM : 068114143

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Yustina Amelia Awaludin

NIM : 068114143

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

v

“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku

mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai

sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu

hari depan yang penuh harapan”.

(Yeremia 29 : 11)

Karya ini kupersembahkan dengan penuh cinta untuk :

My Saviour, Jesus Christ.

Ayah dan Ibu tercinta sebagai ungkapan terima kasihku atas semua doa,

cinta kasih dan dukungannya selama menyelesaikan studi.

Adikku tersayang, Kevin Ardy, terima kasih atas dukungan dan

semangatnya.

Dan untuk almamaterku tercinta.

(6)
(7)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala anugerah dan bimbingan-Nya kepada penulis selama menyelesaikan

penelitian ini.

Skripsi berjudul “Analisis Sediaan Farmasi Berdasarkan Metode ABC

Indeks Kritis di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Palang Biru Kutoarjo Periode

Tahun 2006-2008” ini disusun dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

Keberhasilan dalam penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan

dan perhatian berbagai pihak yang telah memberikan saran, kritik, dan dukungan

kepada penulis, maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing, memberikan ilmunya sebagai sumber inspirasi dan memberikan

kritik dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi.

3. Bapak Drs. Djaman Ginting Manik, Apt. selaku dosen penguji yang telah

memberikan kritik dan saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah

(8)

viii

6. dr. Iwan Santoso, selaku Direktur Rumah Sakit Palang Biru Kutoarjo atas ijin

yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Agusta Ari Murti Kristiyani, S. Si., Apt., selaku Apoteker Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Palang Biru Kutoarjo dan Brigita Andriyani atas segala bantuan

dan kerjasamanya.

8. Ayah, Ibu dan Adikku atas cinta, doa dan dukungan yang telah memberikan

semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi.

9. Johanes Edwin terima kasih atas doa, dukungan dan bantuannya yang telah

memberi semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi dan terima kasi untuk

waktu yang telah diberikan untuk mendengar setiap keluh kesahku

10. Teman

seperjuanganku,

Grace

atas

segala

bantuan,

dukungan

dan

kerjasamanya selama penelitian ini.

11. Teman-teman kost Flaurent (Dian, Fifi, dan Vanni) yang telah memberikan

keceriaan, kebersamaan, dan dukungan kepada penulis.

12. Citra, Novi dan Tiara terima kasih atas dukungannya.

13. Jeffry, Yacob, Yosef, Ko Denny, dan Herry Tedjo terima kasih buat dukungan

dan kebersamaan kita.

14. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2006 kelas C dan kelas Farmasi

(9)

ix

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak

kekurangan, untuk itu penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan

saran yang dapat membangun penelitian ini. Akhir kata, penulis berharap hasil

penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

(10)
(11)

xi

INTISARI

Pengelolaan sediaan farmasi di rumah sakit merupakan segi manajemen

rumah sakit yang penting. Lebih dari 50% anggaran untuk pembiayaan pelayanan

kesehatan habis untuk pengadaan sediaan farmasi yang begitu penting bagi rumah

sakit sehingga sediaan tersebut harus dikelola dengan efektif dan efisien agar

dapat menciptakan pelayanan farmasi yang bermutu. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui gambaran pengelolaan sediaan farmasi pada tahap perencanaan

di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Palang Biru Kutoarjo dengan menggunakan

metode ABC indeks kritis agar dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam

pengadaan sediaan farmasi.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian studi kasus non

eksperimental dan pengumpulan data secara retrospektif. Data berupa jumlah

pemakaian dan harga satuan sediaan farmasi akan menghasilkan nilai pakai dan

nilai investasi serta wawancara dengan apoteker penanggung jawab instalasi

farmasi rumah sakit akan menghasilkan nilai ABC indeks kritis.

Berdasarkan hasil analisis ABC Indeks Kritis selama periode tahun

2006-2008 menunjukkan bahwa dari 888 item sediaan farmasi, sebanyak 53 item

sediaan (5,97%) merupakan kelompok A, 320 item (36,03%) masuk kelompok B

dan 515 item (58%) merupakan kelompok C.

(12)

xii

hospital, therefore the pharmaceutical supplies should be managed effectively and

efficiently in order to create quality pharmaceutical services. This study aims to

learn about pharmaceutical supply management during the planning stage at the

Palang Biru Kutoarjo Hospital’s pharmacy installation by using the ABC method

of critical index, in order to improve the effectiveness and efficiency in the

procurement of pharmaceutical supplies.

This research uses case study research design and non-experimental data

collection retrospectively. The data, which are in the forms of consumption and

unit price of pharmaceutical supplies would generate use value and investment

value, also the interviews with the responsible pharmacist at the hospital

pharmacy installation would a generate a ABC critical index value.

Based on the results from the analysis of the ABC Critical Index for the

period 2006-2008 , it shows that from 888 pharmaceutical supply items, 53 items

of supplies (5.97%) is in a group A, 320 items (36.03%) is in group B and 515

supply items ( 58%) is in group C.

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….………

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….

iii

HALAMAN PENGESAHAN……….

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………...

v

PRAKATA………

vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….

x

INTISARI……….

xi

ABSTRACT………

xii

DAFTAR ISI………

xiii

DAFTAR TABEL………

xvii

DAFTAR GAMBAR………

xix

DAFTAR LAMPIRAN………

xxi

BAB I PENGANTAR…..………

1

A. Latar Belakang………

1

1. Permasalahan………..

4

2. Keaslian penelitian……….

4

3. Manfaat penelitian………..

5

B. Tujuan Penelitian……….

6

1. Tujuan umum………..

6

(14)

xiv

2. Visi, misi, tugas dan fungsi rumah sakit………..

7

3. Klasifikasi rumah sakit……….

8

4. Fungsi pelayanan kefarmasian rumah sakit………..

5. Sejarah, visi dan misi rumah sakit palang biru kutoarjo……..

11

11

B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit………..

1. Definisi instalasi farmasi rumah sakit………

2. Fungsi instalasi farmasi rumah sakit……….

14

14

15

C. Sediaan Farmasi……..……….…

16

D. Apoteker……….

1. Definisi apoteker………

2. Peran apoteker di rumah sakit………

E.

Manajemen Logistik………

19

19

20

20

F. Manajemen Persediaan………

21

G. Perencanaan Sediaan Farmasi……….………..

24

H. Pengadaan Sediaan Farmasi………..………

26

I.

Analisis ABC………

J. Analisis ABC Indeks Kritis………..

28

30

(15)

xv

BAB III METODE PENELITIAN………

32

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………

32

B. Definisi Operasional………

32

C. Materi Penelitian……….

34

D. Alat Penelitian………..

34

E. Tempat Penelitian………..

35

F. Jalan Penelitian……….

35

G. Analisis Data……….

36

1. Analisis ABC Nilai Pakai………

36

2. Analisis ABC Nilai Investasi………

36

3. Analisis VEN………...……….

37

4. Analisis ABC Nilai Indeks Kritis………

38

H. Kesulitan Penelitan………

40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………

41

A. Profil Nilai Pakai, Nilai Investasi dan VEN……….

41

1. Analisis ABC Nilai Pakai……….

41

2. Analisis ABC Nilai Investasi………

46

3. Analisis VEN………..………..

56

B. Analisis ABC Indeks Kritis………..

59

C. Rekomendasi Perencanaan untuk Tahun Berikutnya………

63

(16)

xvi

DAFTAR PUSTAKA……….

71

LAMPIRAN………

74

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel I.

Pengelompokkan Sediaan Farmasi Berdasarkan Analisis ABC

Nilai Pakai Tahun 2006 di IFRS Palang Biru Kutoarjo ……….

43

Tabel II.

Pengelompokkan Sediaan Farmasi Berdasarkan Analisis ABC

Nilai Pakai Tahun 2007 di IFRS Palang Biru Kutoarjo………..

43

Tabel III.

Pengelompokkan Sediaan Farmasi Berdasarkan Analisis ABC

Nilai Pakai Tahun 2008 di IFRS Palang Biru Kutoarjo………..

44

Tabel IV.

Jumlah Sediaan Farmasi Berdasarkan Nilai Pakai di IFRS

Palang Biru Kutoarjo………..

45

Tabel V.

Pengelompokkan Sediaan Farmasi Berdasarkan Analisis ABC

Nilai Investasi Tahun 2006 di IFRS Palang Biru Kutoarjo…….

48

Tabel VI..

Pengelompokkan Sediaan Farmasi Berdasarkan Analisis ABC

Nilai Investasi Tahun 2007 di IFRS Palang Biru Kutoarjo…….

48

Tabel VII.

Pengelompokkan Sediaan Farmasi Berdasarkan Analisis ABC

Nilai Investasi Tahun 2008 di IFRS Palang Biru Kutoarjo…….

49

Tabel VIII.

Jumlah Sediaan Farmasi Berdasarkan Nilai Investasi di IFRS

Palang Biru Kutoarjo………...

53

Tabel IX.

Harga rata-rata per Item Sediaan Farmasi Berdasarkan Nilai

Investasi di IFRS Palang Biru Kutoarjo………..

55

Tabel X.

Hasil Pengelompokkan Sediaan Farmasi Berdasarkan Analisis

VEN di IFRS Palang Biru Kutoarjo Periode Tahun

(18)

xviii

ABC Indeks Kritis Tahun 2006-2008 di IFRS Palang Biru

(19)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Logo Obat Bebas……….

17

Gambar 2.

Logo Obat Bebas Terbatas………..

17

Gambar 3.

Logo Obat Keras……….

18

Gambar 4.

Logo Narkotika………...

19

Gambar 5.

Alur Jalan Penelitian………..

35

Gambar 6.

Diagram Batang Persentase Jumlah Item Sediaan Farmasi

Analisis Nilai Pakai Tahun 2006-2008 di IFRS Palang Biru

Kutoarjo………..

44

Gambar 7.

Diagram Batang Persentase Jumlah Item Sediaan Farmasi

Analisis Nilai Investasi Tahun 2006-2008 di IFRS Palang

Biru Kutoarjo………

50

Gambar 8..

Grafik Distribusi Persediaan ABC Berdasarkan Analisis Nilai

Investasi Tahun 2006 di IFRS Palang Biru Kutoarjo…………..

51

Gambar 9.

Grafik Distribusi Persediaan ABC Berdasarkan Analisis Nilai

Investasi Tahun 2007 di IFRS Palang Biru Kutoarjo…………..

52

Gambar 10.

Grafik Distribusi Persediaan ABC Berdasarkan Analisis Nilai

Investasi Tahun 2008 di IFRS Palang Biru Kutoarjo…………..

53

Gambar 11.

Grafik Persentase Klasifikasi ABC Nilai VEN di IFRS Palang

Biru Kutoarjo………..

57

Gambar 12.

Diagram Batang Persentase Jumlah Item Sediaan Farmasi

(20)

2006-xx

Gambar 14.

Grafik Distribusi Persediaan ABC Berdasarkan Analisis ABC

Indeks Kritis Tahun 2007 di IFRS Palang Biru Kutoarjo……...

62

Gambar 15.

Grafik Distribusi Persediaan ABC Berdasarkan Analisis ABC

Indeks Kritis Tahun 2008 di IFRS Palang Biru Kutoarjo……...

63

Gambar 16.

Persentase Nilai Indeks Kritis Selama Tahun 2006-2008

di IFRS Palang Biru Kutoarjo……….

64

Gambar 17.

Grafik Distribusi Persediaan ABC Berdasarkan Analisis ABC

Indeks Kritis Tahun 2006-2008 di IFRS Palang Biru

(21)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Sediaan Farmasi Berdasarkan Nilai Pakai Tahun 2006 di

IFRS Palang Biru Kutoarjo………

74

Lampiran 2. Data Sediaan Farmasi Berdasarkan Nilai Pakai Tahun 2007 di

IFRS Palang Biru Kutoarjo………

91

Lampiran 3. Data Sediaan Farmasi Berdasarkan Nilai Pakai Tahun 2008 di

IFRS Palang Biru Kutoarjo………

107

Lampiran 4. Data Sediaan Farmasi Berdasarkan Nilai Investasi Tahun

2006 di IFRS Palang Biru Kutoarjo………..

124

Lampiran 5. Data Sediaan Farmasi Berdasarkan Nilai Investasi Tahun

2007 di IFRS Palang Biru Kutoarjo………...

144

Lampiran 6. Data Sediaan Farmasi Berdasarkan Nilai Investasi

Tahun

2008 di IFRS Palang Biru Kutoarjo………..

163

Lampiran 7. Data VEN Sediaan Farmasi Dalam Tahun 2006-2008 di IFRS

Palang Biru Kutoarjo……….

183

Lampiran 8. Hasil Analisis ABC Indeks Kritis yang Ada Dalam Periode

Tahun 2006-2008 dan 7 Tingkatan Produk Sediaan Farmasi di

(22)

1

A. Latar Belakang

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah

sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas

dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang

standar pelayanan farmasi rumah sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan

farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan

kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan

obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi

semua lapisan masyarakat (Anonim, 2004a)

Dari uraian di atas, maka pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah

satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan bermutu yang

berorientasi pada pasien, serta praktek profesi apoteker dalam melakukan

pekerjaan kefarmasian dan bertanggung jawab terhadap semua sediaan farmasi

yang beredar di rumah sakit tersebut melalui suatu perencanaan yang tepat dan

adanya pengelolaan obat yang bermutu.

Dengan

meningkatnya

pengetahuan

dan

ekonomi

masyarakat

menyebabkan makin meningkat pula kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan

kefarmasian. Aspek terpenting dari pelayanan farmasi adalah mengoptimalkan

penggunaan obat, ini harus termasuk perencanaan untuk menjamin ketersediaan,

(23)

2

instalasi farmasi dalam kelancaran pelayanan dan juga merupakan instalasi yang

memberikan sumber pemasukan terbesar di RS, maka perbekalan barang farmasi

memerlukan suatu pengelolaan secara cermat dan penuh tanggung jawab (Suciati,

2006).

Pengelolaan obat di rumah sakit merupakan segi manajemen rumah sakit

yang penting. Tujuan pengelolaan obat yang baik di rumah sakit adalah agar obat

yang diperlukan tersedia setiap saat, dalam jumlah yang cukup dan terjamin untuk

mendukung pelayanan kesehatan yang bermutu (Anonim, 1999).

Menurut Jacobalis (2000), lebih dari 50% anggaran untuk pembiayaan

pelayanan kesehatan habis untuk pengadaan obat begitu penting bagi rumah sakit.

Obat harus dikelola dengan efektif dan efisien agar dapat memberikan manfaat

yang sebesar-besarnya bagi pasien dan rumah sakit.

Masalah yang sering ditemui dalam perencanaan dan pengadaan obat

adalah membeli terlalu banyak, membeli obat mahal yang tidak diperlukan, dan

pemasok yang tidak dapat diandalkan, dana yang tidak mencukupi, dan perhatian

terhadap mutu obat kurang (Siregar,2004).

Dalam siklus pengelolaan obat, tahap perencanaan merupakan tahap awal

kegiatan pengelolaan obat dan pengadaan yang merupakan faktor terbesar yang

dapat

menyebabkan

pemborosan,

maka

perlu

dilakukan

efisiensi

dan

penghematan biaya. Pengelolaan persediaan obat yang tidak efisien akan memberi

dampak negatif terhadap rumah sakit, baik secara medik maupun ekonomik

(24)

Perencanaan obat meliputi kegiatan untuk menentukan jenis dan jumlah

obat yang diperlukan untuk periode pengadaan yang akan diadakan. Perencanaan

dapat dilakukan dengan metode konsumsi, metode epidemiologi dan metode

kombinasi

antara

konsumsi

dan

metode

epidemiologi

(Aditama,1999).

Manajemen logistik menawarkan banyak cara untuk menjalankan pengelolaan dan

perencanaan obat, sehingga dapat efisien dan efektif. Salah satunya dengan

menggunakan ABC Indeks Kritis yang merupakan kombinasi dari analisis-analisis

ABC; meliputi analisis ABC nilai pakai, nilai investasi dan VEN.

Penelitian dilakukan di Instalasi Rumah Sakit Palang Biru Kutoarjo,

bagian rawat jalan dan rawat inap. Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit tipe

Pratama yang merupakan sarana perwujudan aktualisasi diri Kongregasi Suster

Amal Kasih Darah Mulia (ADM) dalam mewujudkan cinta kasih dan pelayanan

kepada sesama yang menderita sesuai dengan visi-misinya. Penelitian ini

dilakukan dikarenakan rumah sakit ini masih minim pengetahuannya mengenai

sistem manajemen logistik farmasi sehingga belum menggunakan metode ABC

Indeks Kritis dalam pengelolaan sediaan farmasi sehingga efektivitas dan efisiensi

sediaan farmasi belum terpenuhi, serta mengingat adanya keterbatasan dana yang

ada maka perlu dilakukan efisiensi pengadaan. Dengan kata lain perlu dilakukan

analisis pengendalian persediaan sehingga dapat memberikan informasi dalam

rangka memprioritaskan pengadaan sediaan farmasi dan diharapkan dapat

(25)

4

1. Permasalahan

Beberapa permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Bagaimana profil rata-rata nilai pakai, nilai investasi, dan VEN di RS.

Palang Biru Kutoarjo tahun 2006-2008?

b. Bagaimana profil rata-rata nilai indeks kritis berdasarkan analisis ABC

selama tiga periode di RS. Palang Biru Kutoarjo tahun 2006-2008?

c. Sediaan farmasi apakah yang akan direkomendasikan untuk direncanakan

dalam pengadaan sediaan pada periode tahun berikutnya berdasarkan

analisis ABC indeks kritis?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran penulis, penelitian tentang Analisis Sediaan

Farmasi Berdasarkan Metode ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi Rumah

Sakit Palang Biru Kutoarjo periode tahun 2006-2008 belum pernah dilakukan.

Akan tetapi penelitian serupa dengan obyek penelitian di rumah sakit pernah

dilakukan oleh Bernadetta Trisilakaryani, 2009 dengan judul penelitian

(26)

Penelitian serupa pernah dilakukan pula oleh Suciati dan Adisasmito,

2006, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Jakarta, yang

berjudul

Analisis Perencanaan Obat berdasarkan ABC Indeks Kritis di

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Karya Husada, Cikampek, Jawa Barat

. Satibi

dan Arvianti, 2008, Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada Yogyakarta

dengan obyek penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Wates dengan judul

penelitian

Analisis Perencanaan berdasarkan ABC Indeks Kritis serta

Evaluasi Pengadaan Obat di Instalasi Farmasi RSUD Wates tahun

2004-2006

.

3. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

a. Manfaat teoritis

Penelitian

ini

diharapkan

dapat

memberikan

pengetahuan

tentang

perencanaan sediaan farmasi agar pengadaan sediaan di suatu rumah sakit

dapat

efisien

dan

adanya

pemakaian

sediaan

yang

efektif

guna

meningkatkan mutu kehidupan pasien.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran informasi kepada

apoteker dan pihak rumah sakit yang dapat digunakan sebagai dasar acuan

dalam perencanaan dan pengadaan sediaan farmasi di instalasi farmasi

rumah sakit berdasarkan analisis ABC indeks kritis beberapa periode

(27)

6

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk perencanaan dan pengembangan pelayanan

sediaan farmasi di instalasi farmasi rumah sakit agar mendapatkan pengadaan

sediaan farmasi yang efektif dan efisien.

2. Tujuan khusus

Dalam penelitian ini tujuan khusus yang ingin dicapai adalah untuk:

a.

Mengetahui profil rata-rata nilai pakai, nilai investasi, dan VEN sediaan

farmasi yang ada di instalasi farmasi rumah sakit periode 2006-2008.

b.

Mengetahui profil rata-rata nilai indeks kritis sediaan farmasi yang ada di

instalasi farmasi rumah sakit periode 2006-2008.

c.

Mengetahui

sediaan

farmasi

yang dapat

direkomendasikan

dalam

perencanaan pengadaan di instalasi farmasi rumah sakit pada periode

(28)

7

1.

Definisi rumah sakit

Menurut

World Health Organization

(WHO), Rumah Sakit adalah bagian

integral suatu organisasi kesehatan dan sosial dengan fungsinya menyediakan

pelayanan paripurna (komprehensif), pencegahan (preventif), penyembuhan

(kuratif) kepada masyarakat dan pelayanan rawat jalan yang diberikan dan

menjangkau keluarga di rumah, juga merupakan pusat latihan tenaga kesehatan

dan pusat penelitian biomedik.

Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/Menkes/SK/X/2004 Rumah sakit

yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan rujukan pelayanan

kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat

penyembuhan dan pemulihan bagi pasien (Anonim, 2004a).

2.

Visi, misi, tugas dan fungsi rumah sakit

Menurut

KepMenKes

No.983/MenKes/SK/XI/1992,

tentang

Pedoman

Organisasi Rumah Sakit Umum, rumah sakit mempunyai visi yaitu aspirasi yang

ingin ditetapkan dan dicapai oleh pemilik rumah sakit. Visi merupakan kekuatan

memandu rumah sakit untuk mencapai status masa depan rumah sakit. Misi

khusus rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan

terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan

(29)

8

jelas tentang alasan keberadaan rumah sakit, maksud, fungsi untuk memenuhi

harapan dan kepuasaan konsumen, serta metode untuk mencapai maksud.

Berdasarkan

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.983/Menkes/SK/XI/1992, tugas pokok rumah sakit adalah melaksanakan

upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan

upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan

terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya

rujukan (Siregar, 2008).

Menurut Siregar dan Amalia (2004), fungsi rumah sakit secara umum

dibedakan menjadi tiga, yaitu :

a. Penyedia dan penyelenggara

1. Pelayanan medis

2. Pelayanan penunjang medis

3. Pelayanan penunjang non medis

4. Pelayanan dan asuhan keperawatan

5. Administrasi umum dan keuangan

b. Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan tenaga medis dan para medis

c. Sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi dalam

bidang kesehatan

3. Klasifikasi rumah sakit

Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria, antara lain

berdasarkan kepemilikan, jenis pelayanan, lama tinggal, kapasitas tempat tidur,

(30)

dua macam, yaitu rumah sakit pemerintah (

Governmental Hospital

) dan rumah

sakit swasta (

Private Hospital

) (Willian, 1986).

Jika ditinjau dari kemampuan yang dimiliki, rumah sakit umum dapat

dibedakan menjadi 5 macam (Azwar, 1994) :

a. Rumah sakit kelas A

Merupakan rumah sakit yang mampu melaksanakan pelayanan kedokteran

spesialis dan subspesialis luas. Oleh pemerintah rumah sakit kelas A ini telah

ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi atau disebut juga

rumah sakit pusat.

b. Rumah sakit kelas B

Merupakan rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran

spesialis luas dan subspesialis terbatas. Direncanakan rumah sakit kelas B

didirikan di setiap ibukota propinsi yang menampung pelayanan rujukan dari

rumah sakit kabupaten.

c. Rumah sakit kelas C

Merupakan rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran

spesialis terbatas. Pada saat ini ada empat macam pelayanan spesialis yang

disediakan yaitu pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan

kesehatan anak serta pelayanan kebidanan dan kandungan. Direncanakan

rumah sakit kelas C ini didirikan di setiap ibukota propinsi kabupaten yang

(31)

10

d. Rumah sakit kelas D

Merupakan rumah sakit yang bersifat transisi karena pada satu saat akan

ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini, kemampuan rumah

sakit kelas D hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum dan gigi.

Sama halnya dengan rumah sakit kelas C, rumah sakit kelas D ini juga

menampung pelayanan rujukan yang berasal dari puskesmas.

e. Rumah sakit kelas E

Merupakan rumah sakit khusus yang menyelenggarakan hanya satu macam

pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini, banyak sekali rumah sakit kelas E

yang telah ditemukan misalnya rumah sakit jiwa, rumah sakit jantung, rumah

sakit kanker, rumah sakit mata, rumah sakit paru, rumah sakit kusta, rumah

sakit ibu dan anak, dan sebagainya.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No 806/Menkes/SK/1987,

rumah sakit swasta dibedakan menjadi :

a. RSU swasta pratama, mempunyai pelayanan medik yang bersifat umum

b. RSU swasta madya, mempunyai pelayanan medik yang bersifat umum dan

empat spesialistik

c. RSU swasta utama, mempunyai pelayanan medik umum, spesialistik, dan

(32)

4.

Fungsi pelayanan kefarmasian rumah sakit

Farmasi rumah sakit yang baik dapat meningkatkan tujuan pelayanan farmasi,

dan menurut Aditama (2000), tujuan pelayanan farmasi rumah sakit yang baik

meliputi :

a. Pelayanan farmasi yang optimal, baik dalam keadaan biasa maupun dalam

keadaan gawat darurat sesuai dengan keadaan penderita maupun fasilitas

yang tersedia.

b. Pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku yang memberikan

informasi dan saran mengenai obat.

c. Penyelenggaraan kegiatan profesional dalam pelayanan menurut etika farmasi

d. Pengawasan dan pemberian pelayanan bermutu melalui analisis, telaah, dan

evaluasi pelayanan

e. Pengadaaan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metode

f.

Penyelenggaraan hubungan kerja profesional dengan petugas pelayanan

kesehatan lainnya sebagai satu tim.

5. Sejarah, visi dan misi Rumah Sakit Palang Biru Kutoarjo

Rumah Sakit Palang Biru Kutoarjo berdiri pada tanggal 9 September 1954

yang merupakan salah satu upaya pelayanan di bidang kesehatan milik Tarekat

Suster-Suster Amal Kasih darah Mulia (ADM) yang dikelola oleh Yayasan Swana

Santa. Upaya pelayanan itu sebagai tanggapan para biarawati ADM di Kutoarjo

yang melihat kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan. Pelayanan dimulai

kurang lebih tahun 1952 oleh Sr. Yulita ADM dengan berkeliling dari desa-ke

(33)

12

membutuhkan bantuan. Pada tahun 1952 datang Sr. Damiana ADM, seorang

perawat kesehatan dari Belanda memulai pelayanannya kepada orang-orang sakit

yang datang di Susteran ADM Jl. Marditomo 11 Kutoarjo. Pelayanan bertempat di

salah satu kamar sederhana dengan satu meja, satu kursi, dan tensimeter,

obat-obatan sederhana dan sebuah bangku panjang pasien untuk menunggu giliran.

Kemudian tenaga perawat bertambah lagi seorang yaitu Sr. Dolorosa ADM

seorang pribumi berpendidikan perawat yang mulai masuk pendidikan biarawati.

Maka karya pelayanan mulai berkembang, yang datang bukan saja orang-orang

sakit tetapi juga ibu-ibu hamil dan bayi-bayi sakit. Pelayanan kesehatan

berkembang terus, dibuka praktik Poliklinik Umum dan pertolongan persalinan.

Suster menerima pasien persalinan Rawat Inap, juga melayani panggilan

menolong persalinan di rumah. Kegiatan perawatan dilakukan di komplek

susteran satu kamar untuk persalinan, satu kamar untuk perawatan bayi dan satu

kamar lagi untuk Poli Umum merangkap kamar tamu. Pelayanan kesehatan kini

dikenal/berubah menjadi Rumah Bersalin/Balai Pengobatan yang oleh masyarakat

Kutoarjo

dan

sekitarnya

disebut

dengan

sebutan

RB/BP

Palang

Biru.

Perkembangan kebutuhan pelayanan kesehatan terasa dari semula RB hanya

melayani ibu-ibu bersalin dan merawat bayi serta penitipan bayi-bayi prematur

dan sakit. Tetapi sejak tahun 1980 kadang-kadang terpaksa harus menerima

penitipan bayi sakit dengan penyakit ringan, misalnya diare. Lama kelamaan

meningkat lagi, banyak orang sakit datang mendesak minta opname baik pasien

(34)

Keadaan ini memaksa pengelola untuk bersikap untuk meneruskan pelayanan

sebagai RB/BP atau meningkatkan status sebagai Rumah Sakit Umum. Pada awal

tahun 1990, Sr. Paula ADM menjelajahi kemungkinan peningkatan status ini

dengan mengadakan studi kelayakan dan pada tahun 1995 usaha meningkatkan

status ini diteruskan oleh Sr. Sili Bouka ADM. Setelah Yayasan Swana Santa

memilih untuk mendukung peningkatan status maka diadakan studi kelayakan

yang dilaksanakan dengan bantuan ahli dari PEDHAKI dan diproseslah

permohonan perubahan status kepada Kanwil Departemen Kesehatan Jawa

Tengah di Semarang.

Akhirnya pada tanggal 5 Februari 1997 terwujudlah cita-cita Yayasan, keluar

izin sementara Rumah Sakit untuk jangka waktu 6(enam) bulan. Dan per 5

Agustus 1997 izin sementara I telah diperpanjang sampai 5 Februari 1998

kemudian diperpanjang sampai dengan 5 Agustus 1998.

Perjalanan masih panjang dan tertanggal 30 Oktober 1998 keluarlah izin tetap

untuk menjadi Rumah Sakit yang harus diperbaharui dan dipertanggung jawabkan

keberadaannya 5 tahun kemudian.

Dan sesuai dengan diterimanya izin tetap penyelenggaraan sarana kesehatan

maka tanggal 30 Oktober dijadikan sebagai hari jadi Rumah Sakit Palang Biru

Kutoarjo.

Rumah Sakit Palang Biru Kutoarjo merupakan rumah sakit tipe pratama

dimana dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatannya mempunyai visi

(35)

14

komunio, professional, holistik, hospitality bagi seluruh lapisan masyarakat

terutama miskin.”

Misinya adalah :

a. Mewujudkan pelayanan pembelaan hidup sampai tuntas

b. Membangun semangat komunio dan hospitality

c. Mengembangkan profesionalitas

d. Mengembangkan pelayanan yang holistik

B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

1.

Definisi instalasi farmasi rumah sakit

Instalasi farmasi rumah sakit adalah suatu departemen atau unit atau bagian

yang terdapat dalam suatu rumah sakit di bawah pimpinan apoteker dan dibantu

orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan

yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang

terdiri atas pelayanan paripurna, yang mencakup perencanaan, pengadaan,

produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, dispensing obat

berdasarkan resep bagi penderita rawat inap dan rawat jalan, pengendalian mutu,

pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah

sakit serta pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis mencakup pelayanan

langsung pada pasien dan pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit

(36)

2.

Fungsi instalasi farmasi rumah sakit

Fungsi instalasi farmasi rumah sakit (Dep.Kes RI, 1998) meliputi :

1. Mengatur pelaksanaan pengadaan (pembelian, pembuatan dan bantuan,

penggudangan, dan penyaluran obat-obatan/perbekalan farmasi lainnya.

2. Menetapkan ketentuan pengeluaran / permintaan obat-obatan/perbekalan

farmasi dari gudang farmasi sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh

direktur.

3. Menyelenggarakan dan mengawasi seluruh kegiatan dalam bidang

farmasi.

4. Bekerja sama dengan bagian /unit lain mengenai pemakaian obat-obatan

dan perbekalan farmasi standar

5. Bertanggung jawab atas kelancaran obat-obatan/perbekalan farmasi untuk

semua kebutuhan rumah sakit

6. Menyusun laporan pertanggungjawaban secara berkala

7. Meningkatkan

pengetahuan

dan

ketrampilan

tenaga

yang

erat

hubungannya dengan kegiatan instalasi farmasi yang meliputi tenaga

farmasi, medis, dan paramedis

8. Turut serta dalam pelaksanaan penilaian di rumah sakit yang meliputi

medical and pharmaceutical research

terutama dalam mengembangkan

stabilitas dan formulasi obat, serta monitoring efek samping obat,

khusunya dalam usaha meningkatkan mutu guna melayani keamanan

(37)

16

9. Pengembangan instalasi farmasi rumah sakit sebagai unit penunjang harus

seirama dengan pengembangan unit lain di rumah sakit.

C. Sediaan Farmasi

Menurut

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.

1332/Menkes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 922/Menkes/Per/X/1993, yang dimaksud dengan sediaan

farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan dan kosmetik.

Pada pasal 60 UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, disebutkan bahwa

perbekalan kesehatan yang diperlukan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan

meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan lainnya. Lalu pada pasal

61 dikatakan tentang pengelolaan dan peran pemerintah dalam pengelolaan

tersebut. Pengelolaan perbekalan kesehatan dilakukan agar dapat terpenuhinya

kebutuhan sediaan farmasi dan alat kesehatan serta perbekalan lainnya yang

terjangkau oleh masyarakat (ayat 1). Pengelolaan perbekalan kesehatan yang

berupa sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan dengan memperhatikan

pemenuhan kebutuhan, kemanfaatan, harga, dan faktor yang berkaitan dengan

pemerataan penyediaan perbekalan kesehatan (ayat 2). Pemerintah membantu

penyediaan perbekalan kesehatan yang menurut pertimbangan diperlukan oleh

sarana kesehatan (ayat 3).

Dalam PerMenKes No.917/MenKes/Per/X/1993, disebutkan bahwa golongan

(38)

ketetapan penggunaan serta pengamanan distribusi yang terdiri dari obat bebas,

obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika.

Obat dibagi menjadi empat golongan yaitu :

1. Obat bebas

Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat

dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat

bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam (Anonim,

2006a).

Gambar 1. Logo Obat Bebas (Anonim, 2006a)

2. Obat bebas terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat

keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan

disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket

obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam

(Anonim, 2006a).

Gambar 2. Logo Obat Bebas Terbatas (Anonim, 2006a)

Tanda peringatan yang terdapat pada obat bebas terbatas yaitu :

P. No.1 : Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya.

P. No.2 : Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan.

P. No.3 : Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.

(39)

18

P. No.5 : Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan (Anief,

2007).

3. Obat keras dan psikotropika

Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan

resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam

lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam (Anonim, 2006a).

Dalam Undang-undang obat keras St. No. 419 tahun 1949,

disebutkan bahwa obat-obat keras yaitu obat-obatan yang tidak digunakan

untuk keperluan teknik, yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan,

mendesinfeksikan dan lain-lain tubuh manusia, baik dalam bungkusan

maupun tidak, yang ditetapkan oleh Secretaris Van Staat, Hoofd van het

Departement Van Gesondheid.

Gambar 3. Logo Obat Keras (Anonim, 2006a)

Dalam Undang-undang No. 5 tahun 1997, psikotropika adalah zat

atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat

psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang

menyebabkan perubahan khas pada altivitas mental dan perilaku.

4. Narkotika

Menurut Undang-undang No. 22 tahun 1997 narkotika adalah zat

(40)

maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri

dan menimbulkan ketergantungan. Narkotika digolongkan menjadi;

narkotika golongan I, II, dan III.

Gambar 4. Logo Narkotika (Anonim, 2006a)

D. Apoteker

1.

Definisi apoteker

Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di

Apotek, menyatakan bahwa apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus

pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan

perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di

Indonesia sebagai apoteker (Anonim, 2004b).

Menurut Undang-undang (UU) Obat Keras/ St.No.419 tanggal 22 Desember

1949 pasal 1, Apoteker yaitu mereka yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang

berlaku mempunyai wewenang untuk menjalankan praktek peracikan obat di

(41)

20

2.

Peran apoteker di rumah sakit

Menurut Anief (1998) peran dan tanggung jawab apoteker rumah sakit

adalah:

a. Mengawasi pembuatan obat-obat yang digunakan di rumah sakit

b. Menyediakan dan mengawasi akan kebutuhan obat dan suplai obat ke

bagian-bagian

c. Menyelenggarakan sistem pencatatan dan pembukuan yang baik

d. Merencanakan, mengorganisir, menentukan kebijakan apotek rumah sakit

e. Memberikan informasi mengenai obat (konsultan obat) kepada dokter dan

perawat

f.

Merawat fasilitas apotek rumah sakit

g. Ikut memberikan program pendidikan dan

training

kepada Perawat

h. Melaksanakan keputusan komisi farmasi dan terapi

E. Manajemen Logistik

Manajemen logistik merupakan suatu kegiatan manajemen yang bertujuan

untuk mencapai daya guna atau efsiensi yang optimal dalam memanfaatkan

barang dan jasa. Tujuan dari logistik adalah menyampaikan barang jadi dan

bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu yang dibutuhkan

dan dengan total biaya yang terendah (Aditama, 2007).

Menurut Aditama (2000), manajemen rumah sakit perlu dilengkapi dengan

manajemen farmasi yang sistematis. Manajemen farmasi tidak terlepas dari

(42)

dan perencanaan, pengangkutan eksternal yang terjamin, distribusi internal yang

selamat dan aman, serta pengendalian persediaan yang teliti. Dalam hal

pengadaan, ada empat faktor penting yang perlu mendapat perhatian, yaitu mutu,

jumlah, waktu dan biaya

F.

Manajemen Persediaan

Menurut Yamit (2005) salah satu alasan utama perusahaan mempunyai

persediaan agar perusahaan dapat membeli atau membuat item dalam jumlah yang

paling ekonomis.

Istilah persediaan (

inventory

) adalah suatu istilah umum yang menunjukkan

segala sesuatu atau sumber daya-sumber daya organisasi yang disimpan dalam

antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Permintaan akan sumber daya

mungkin internal maupun eksternal ini, meliputi persediaan bahan mentah, barang

dalam proses, barang jadi atau produk akhir, bahan-bahan pembantu atau

pelengkap dan komponen-komponen lain yang menjadi bagian keluaran produk

perusahaan (Handoko, 2008).

Manajemen persediaan yang baik merupakan hal yang sangat penting bagi

suatu perusahaan. Pada satu sisi, pengurangan biaya persediaan dengan cara

menurunkan tingkat persediaan dapat dilakukan perusahaan, tetapi pada sisi

lainnya, konsumen akan tidak puas apabila suatu produk stocknya habis. Oleh

karena itu keseimbangan antara investasi persediaan dan tingkat pelayanan kepada

(43)

22

Fungsi manajerial

dalam persediaan sangat penting karena melibatkan

investasi uang yang tidak sedikit. Bila investasi yang digunakan terlalu banyak

akan

mengakibatkan

biaya

penyimpanan

terlalu

banyak

yang

mungkin

mempunyai

oportunity cost

sedangkan bila tidak mempunyai persediaan yang

mencukupi dapat menyebabkan biaya dari terjadinya kekurangan bahan,

tertundanya keuntungan atau bahkan dapat mengakibatkan hilangnya pelanggan

(Rangkuti, 2004).

Pada

dasarnya

analisis

persediaan

berkenaan

dengan

perancangan

memperoleh tingkat persediaan optimal agar dapat melayani kebutuhan barang

dengan cepat dan dengan biaya rendah. Oleh karena itu, terdapat empat faktor

yang dijadikan sebagai fungsi perlunya persediaan, yaitu antara lain (Yamit,

2005):

1. Faktor waktu

Faktor ini menyangkut lamanya proses barang yang ada sebelum dipesan

hingga barang sampai kepada konsumen. Waktu yang diperlukan untuk

membuat

jadwal

pemesanan,

pengiriman,

dan

penyampaian

kepada

konsumen. Persediaan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan selama waktu

tunggu (

lead time

).

2. Faktor ketidakpastian waktu datang dari supplier

Ketidakpastian waktu datang mengharuskan rumah sakit membuat jadwal

pemesanan lebih teliti pada setiap level karena persediaan barang dalam

proses terikat pada supplier agar tidak menghambat proses pelayanan pada

(44)

3. Faktor ketidakpastian penggunaan

Faktor ini disebabkan oleh kesalahan dalam peramalan permintaan,

keterlambatan pengiriman dan kerusakan barang. Persediaan dilakukan untuk

mengantisipasi ketidakpastian peramalan maupun akibat lainnya.

4. Faktor ekonomis

Adalah adanya keinginan rumah sakit untuk mendapatkan alternative biaya

terendah dalam memesan barang dengan menentukan jumlah yang paling

ekonomis. Pembelian dalam jumlah besar, memungkinkan rumah sakit untuk

mendapatkan potongan harga yang dapat menurunkan biaya, selain itu juga

dapat menurunkan biaya transportasi. Persediaan diperlukan untuk menjaga

stablitas pelayanan dan fluktuasi permintaan.

Ada beberapa alasan mengenai perlunya suatu persediaan dibutuhkan di

rumah sakit, tujuan adanya persediaan menurut Quick

et al

., (1997) adalah

sebagai berikut:

1. Untuk memastikan ketersediaan

Pada sistem pengadaan persediaan obat, sangat tidak mungkin dapat

memperkirakan permintaan obat secara tepat ataupun memastikan kinerja

supplier. Persediaan akan meminimalkan adanya ketidakpastian kedatangan

obat dari supplier dan permintaan oleh pasien serta akan menurunkan

terjadinya resiko

stockout

2. Untuk menjaga kepercayaan sistem

(45)

24

3. Untuk menurunkan unit cost obat

Memesan obat dalam jumlah relatif besar akan memperoleh diskon khusus

dari supplier dan menurunkan biaya pengepakan.

4. Untuk menghindari adanya biaya

stockout

Jika terjadi permintaan secara mendadak dan terjadi kekosongan obat, maka

unit cost pemesanan ini akan lebih besar dibandingkan dengan pemesanan

seperti biasanya. Kerugian lain akibat kekosongan ini adalah hilangnya

keuntungan karena hilangnya pelanggan.

5. Untuk meminimalkan biaya pemesanan (

ordering cost

)

6. Biaya pengadaan akan meningkatkan bila pemesanan dilakukan lebih sering.

Yang termasuk dalam biaya ini antara lain adalah gaji dan biaya untuk

pengadaan dan staf akuntansi , kantor dan biaya lain yang berhubungan

dengan adanya tender.

7. Untuk minimalkan biaya transportasi (

transportasi cost

)

8. Untuk memenuhi permintaan yang befluktuasi atau tidak tentu

G. Perencanaan Sediaan Farmasi

Perencanaan obat adalah proses kegiatan untuk mendapatkan jenis dan jumlah

yang tepat sesuai dengan kebutuhan , menghindari terjadinya kekosongan obat,

dan meningkatkan penggunaan obat secara rasional. Tujuan perencanaan

kebutuhan obat adalah untuk menetapkan jumlah dan jenis obat yang sesuai

dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program

(46)

terhadap pengadaan, pendistribusian, dan penggunaan obat di unit pelayanan

kesehatan (Anonim, 2001).

Pada dasarnya semua kegiatan perencanaan melalui 4 tahapan yaitu :

1. Tahap menetapkan tujuan

2. Merumuskan keadaan saat ini

3. Mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan

4. Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian suatu

tujuan (Handoko, 1996)

Menurut Seto (2001), perencanaan merupakan suatu dasar tindakan manajer

untuk dapat menyelesaikan tugas pekerjaannya dengan baik. Fungsi perencanaan

mencakup mencakup kegiatan dalam menetapkan sasaran-sasaran,

pedoman-pedoman, garis-garis besar apa yang akan dituju dan pengukuran penyelenggaraan

bidang

logistik.

Penetuan

kebutuhan

merupakan

perincian

dari

fungsi

perencanaan, bilamana perlu semua faktor yang mempengaruhi penetuan

kebutuhan harus diperhitungkan terutama menyangkut keterbatasan organisasi.

Dalam penentuan kebutuhan adalah menyangkut proses memilih jenis dan

menetapkan

dengan

prediksi

jumlah

kebutuhan

persediaan

barang/obat

perjenisnya di apotek atau rumah sakit. Penentuan kebutuhan dapat dikatakan

adalah merupakan perincian yang kongkrit dan detail dari perencanaan logistik.

Ada dua macam metode perencanaan obat yang dikenal untuk menyusun

jumlah masing-masing item obat dalam perencanaan yaitu metode morbiditas dan

metode konsumsi. Metode morbiditas didasarkan pada dua data yaitu jumlah

(47)

rata-26

rata standar terapi. Untuk mengetahui jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan

metode morbiditas yaitu dengan mengkalikan antara jumlah obat yang dibutuhkan

untuk masing-masing penyakit dan jumlah episode penyakit dalam 1 tahun.

Sedangkan metode konsumsi (retrospektif) dibuat berdasarkan atas data konsumsi

perbekalan farmasi (obat) pada periode sebelumnya. Masing-masing metode

mempunyai kelemahan dan kelebihan. Untuk memilih mana yang akan dipakai,

sangat tergantung kepada situasi dan kondisi dari unit pelayanan kesehatan,

meskipun demikian juga diperlukan pertimbangan untuk menggunakan kombinasi

keduanya. Agar perencanaan lebih akurat, maka harus diadakan koreksi dari hasil

itu dengan menggunakan metode VEN, yaitu metode yang menggolongkan obat

ke dalam 3 golongan : V adalah golongan obat yang harus ada, sehingga harus

direncanakan adanya, E adalah golongan obat yang penting untuk diadakan, dan N

adalah golongan obat yang kurang penting, diadakan hanya sebagai penunjang

kelengkapan saja (Quick

et al

, 1997).

H. Pengadaan Sediaan Farmasi

Pengadaan merupakan bagian dari siklus manejemen sediaan farmasi. Tujuan

sistem pengadaan adalah mendapatkan sediaan farmasi dengan harga layak,

mendapatkan obat/barang dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin

tepat waktu, proses berjalan lancar, tidak memerlukan tenaga-waktu berlebihan

(Anonim, 1996).

Fungsi pengadaan adalah merupakan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan

(48)

perencanaan, penentuan kebutuhan (dengan peramalan yang baik), maupun

penganggaran. Di dalam pengadaan dilakukan proses pelaksanaan rencana

pengadaan dari fungsi perencanaan dan penetuan kebutuhan, serta rencana

pembiyaan dari fungsi penganggaran. Pelaksanaan dari fungsi pengadaan dapat

dilakukan dengan pembelian, pembuatan, penukaran ataupun penerimaan

sumbangan (hibah, misal untuk rumah sakit umum) (Seto, 2001).

Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam fungsi pengadaan adalah pengadan

tersebut haruslah memenuhi syarat, yakni:

1. Doelmatig, artinya sesuai tujuan/sesuai rencana.

Haruslah sesuai kebutuhan yang sudah direncanakan sebelumnya.

2. Rechmatig, artinya sesuai hak/sesuai kemampuan.

Biasanya anggaran yang dialokasikan oleh rumah sakit umum yang dikelola

oleh pemerintah (pusat maupun daerah) tidak sesuai dengan kebutuhan

sesungguhnya (kebutuhan > anggaran tersedia). Untuk itu perlu disusun skala

prioritas atas dasar manfaat. Untuk pengadaan obat, WHO memperkenalkan

sistem VEN (Vital, Esensial, Non-esensial), dengan mengatur pengadan dari

hanya item-item “V”, kemudian item-item “E”, yang apabila diperlukan,

tentukan dengan tepat prioritas diantara item-item tersebut dan akhirnya

apabila dana tidak dialokasikan tersisa/tersedia, diatur untuk pengadaan

item-item “N”. Perlu diingat bahwa VEN untuk tiap negara akan berbeda

penggolongannya.

3. Wetmatig,

artinya

sistem/cara

pengadaannya

haruslah

sesuai

dengan

(49)

28

Jadi dalam pengadaan perlu diperhatikan mengenai kebutuhan, kemampuan

dan ketentuan (3K) (Seto, 2001).

I. Analisis ABC (Always, Better, Control)

Menurut Quick

et al

(1997), salah satu teknik manajemen dalam rangka

meningkatkan efektifitas dan efisiensi adalah analisis ABC (Always, Better,

Control) atau analisis Pareto. Prinsip analisis pareto yaitu membagi persediaan ke

dalam tiga kelompok berdasarkan volume tahunan dalam jumlah uang.

Prinsip ABC ini bisa digunakan dalam pengelolaan pembelian, inventori,

penjualan, dsb. Prinsip ini juga dikenal dengan nama Analisa ABC (

ABC

analysis

), dan dibuat berdasarkan sebuah konsep yang dikenal dengan nama

Hukum Pareto (

Pareto’s Law

), dari nama ekonom Itali, Vilfredo Pareto. Hukum

Pareto menyatakan bahwa sebuah grup selalu memiliki persentase terkecil (20%)

yang bernilai atau memiliki dampak terbesar (80%). Sebagai contoh, 20% dari

total barang biasanya bernilai 80% dari total nilai inventori (Anonim, 2006b).

Analisis pareto berdasarkan volume obat dan harga obat untuk pemakaian

obat selama periode tertentu. Analisis ini berdasarkan pengelompokkan barang

menjadi kelompok A, B, dan C. Cara pengelompokkannya menurut Heizer dan

Render (1991), adalah :

1. Kelompok A meliputi obat-obatan yang menghabiskan 70% dari total biaya

dan jumlah item obatnya 20% total item obat

2. Kelompok B terdiri dari obat-obatan yang menghabiskan 20% total biaya

(50)

3. Kelompok C menghabiskan 10% total biaya dan jumlahnya 50% total

persediaan.

Terkait dengan pendapatan dari penyediaan obat, analisis ABC digunakan

untuk :

1. Menentukan frekuensi permintaan item obat

2. Mencari sumber item kelompok A dengan harga yang lebih murah

3. Memonitor status permintaan item

4. Memonitor prioritas penyediaan (pola penyediaan disesuaikan dengan prioritas

sistem kesehatan yang menunjukkan jumlah obat jenis apa saja yang sering

digunakan)

5. Membandingkan biaya aktual dan terencana (Quic

k et al

, 1997).

Terkait dengan manajemen distribusi dan inventoris, analisis ABC bisa

digunakan untuk :

1. Memonitor waktu paruh dengan menitik beratkan pada kelas A untuk

meminimalisasi jumlah obat yang dibuang.

2. Menjadwal pengiriman

3. Menghitung jumlah stok secara berkala, terutama untuk penghitungan item

kelompok A

4. Memonitor penyimpanan (Quick

et al

, 1997).

Terkait dengan segi manfaat, analisis ABC digunakan untuk mengevaluasi

item dengan tingkat penggunaan terbanyak bersama-sama pejabat kesehatan,

dokter, dan tenaga medis lain untuk memberikan gambaran mengenai obat yang

(51)

30

Analisis ABC dapat diterapkan pada suatu periode tahunan atau periode yang

lebih singkat. Langkah-langkah analisis ABC yaitu :

1.

Mendata semua item yang dibeli atau dikonsumsi dan memasukkannya

kedalam unit biaya

2.

Memasukkan kuantitas konsumsi selama suatu periode

3.

Menghitung nilai konsumsi

4.

Menghitung persentase nilai total setiap item

5.

Menyusun kembali daftar berurutan dari nilai total yang paling tinggi

6.

Menghitung persentase kumulatif nilai total untuk setiap item

7.

Memilih poin

cut-off

atau batasan (range persentase) untuk obat kelompok

A,B, dan C

8.

Menyajikan data dalam bentuk grafik (Quick

et al

, 1997).

J. Analisis ABC Indeks Kritis

Menurut Suciati dan Adisasmiti (2006), dikatakan bahwa Analisis ABC

Indeks Kritis digunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana dengan

pengelompokkan obat atau perbekalan farmasi, terutama untuk obat-obatan yang

digunakan berdasarkan dampaknya terhadap kesehatan. Dengan analisis ini maka

akan lebih efektif karena tidak hanya dilihat dari sisi penggunaan dana saja, tetapi

juga dilihat dari sisi penggunaan persediaan.

University of Michigan Hospital

telah mengembangkan suatu analisis ABC Indeks kritis yang mencakup

karakteristik persediaan, yaitu banyaknya barang, biaya investasi, dan kritisnya

(52)

menetapkan persediaan dengan kategori ABC, sehingga proses monitoring dan

kontrol dapat lebih terjamin.

K. Keterangan Empiris

Penelitian

ini

menggunakan

rancangan

penelitian

studi

kasus

non

eksperimental. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif, meliputi data

kuantitatif dan kualitatif yang bertujuan untuk membuktikan apakah analisis ABC

Indeks Kritis sesuai digunakan untuk perencanaan di Instalasi Farmasi Rumah

(53)

32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang Analisis Sediaan Farmasi Berdasarkan Metode ABC

Indeks Kritis di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Palang Biru Kutoarjo Periode

Tahun 2006-2008 termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan

penelitian studi kasus yang bersifat retrospektif.

B. Definisi Operasional

1.

Analisis perencanaan berdasarkan dari data pemakaian sediaan farmasi di

Instalasi Farmasi Rumah Sakit baik rawat jalan maupun rawat inap selama

tahun 2006-2008 yang digabungkan dengan analisis VEN berupa pendapat

apoteker penanggung jawab instalasi farmasi rumah sakit.

2.

Evaluasi perencanaan, penggabungan antara hasil analisis perencanaan dan

wawancara kepada Kepala Instalasi Rumah Sakit Palang Biru Gombong,

sehingga didapatkan hasil analisis sebagai dasar evaluasi.

3.

Kriteria inklusi : seluruh sediaan farmasi berupa obat-obatan, cairan injeksi,

infus, alat kesehatan dan barang ekonomi yang terdapat di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Palang Biru Kutoarjo baik bagian rawat jalan maupun inap pada

tahun 2006-2008. Data yang diperlukan yaitu nama sediaan farmasi, jumlah

(54)

4.

Kriteria ekslusi : sediaan farmasi yang tidak diketahui harga satuannya; yaitu

Kalthrocin, Kaotin, Livron B-Plex tab, Miratrim, Primavon, Vaselin putih,

Fluothane 250ml, Human Albumin Behring, Kemicetine inj, Kinin (Quinin)

inj, Procain HCl inj 2ml, Urografin 76%, Selsun Blue, KCl 7,46 inj dan

Oseltamivir 75mg tab

5.

Harga satuan+ppn suatu sediaan farmasi untuk tiap periode tahun adalah

sama berdasarkan data tahun 2008.

6.

Data sediaan farmasi keluar dari IFRS Palang Biru Kutoarjo tahun 2006,

2007, dan 2008 yang di mulai dari bulan Januari 2006 sampai dengan

Desember 2008.

7.

Nilai Pakai adalah nilai yang didapatkan berdasarkan jumlah pemakaian

sediaan farmasi dalam periode tahun tertentu.

8.

Nilai Investasi adalah nilai yang didapatkan berdasarkan jumlah pemakaian

sediaan farmasi dikalikan dengan harga dari masing-masing sediaan tersebut

dalam periode tahun tertentu.

9.

VEN (Vital, Esensial, dan Non-Esensial) merupakan penilaian nilai kritis

obat, dimana Vital berarti tidak boleh kosong sama sekali, Esensial berarti

sediaan tersebut tidak boleh kosong lebih dari 2x24 jam, Non Esensial berarti

sediaan yang boleh kosong lebih dari 2x24 jam. Penilaian dilakukan dengan

pembagian kuisioner yang berisi daftar nama sediaan farmasi kepada apoteker

(55)

34

10. Wawancara terhadap apoteker penanggung jawab instalasi farmasi rumah

sakit adalah mewakilkan kekuatan sediaan farmasi selama periode tiga tahun

dengan melihat kebutuhan dan situasi pada saat penelitian.

11. Analisis ABC Indeks Kritis merupakan penggabungan antara analisis ABC

nilai pakai, nilai investasi dan nilai VEN.

C. Materi Penelitian

Bahan-bahan penelitian yang digunakan antara lain sebagai berikut:

1. Data pemakaian sediaan farmasi yang terdapat di Rumah Sakit Palang Biru

Kutoarjo baik rawat jalan maupun rawat inap tahun 2006, 2007 dan 2008.

2. Daftar harga sediaan farmasi dari tahun 2006, 2007 dan 2008.

D. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Daftar seluruh sediaan farmasi yang digunakan baik di rawat jalan maupun

rawat inap selama tiga tahun (tahun 2006-2008) yang digunakan untuk

wawancara kepada apoteker penanggung jawab Instalasi Farmasi

Rumah

Sakit Palang Biru Kutoarjo guna mendapatkan penilaian kritis sediaan farmasi

(vital, essensial, dan non essensial) berdasarkan fungsinya dalam kebutuhan

pelayanan kesehatan.

2. Buku untuk mencatat langsung

3. Kalkulator untuk menghitung

(56)

E. Tempat Penelitian

Penelitian tentang analisis sediaan farmasi berdasarkan metode ABC Indeks

Kritis di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Palang Biru Kutoarjo periode tahun

2006-2008 dilakukan di bagian administratif Rumah Sakit Palang Biru Kutoarjo untuk

mendapatkan data pemakaian sediaan farmasi dan investasi, serta di ruang

instalasi farmasi untuk wawancara dengan apoteker.

F.

Jalan Penelitian

Gambar 5. Alur Jalan Penelitian

Penentuan

lokasi penelitian

Observasi awal

Penelusuran literatur

Perumusan masalah

dan penentuan

Pengumpulan data:

1. Data pemakaian dan

harga sediaan farmasi

2. Wawancara Apoteker

Pengelolaan dan analisis data

(57)

36

G. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Analisis ABC Nilai Pakai

Pemakaian sediaan farmasi dihitung per tahun, lalu diurutkan dari

pemakaian tertinggi sampai terendah dan dilakukan penetapan klasifikasi

menjadi kelompok ANP, BNP, CNP

berdasarkan persentase kumulatif 80%,

15%, dan 5%. Sediaan farmasi yang sudah dikelompokkan kemudian diberi

nilai, jika sediaan farmasi masuk dalam ANP

maka diberi nilai 3, jika masuk

dalam kelompok B

NP

diberi nilai 2, dan jika masuk dalam kelompok C

NP

diberi nilai 1.

Berikut perhitungannya:

Keterangan: y

= Persen pemakaian (%)

x

= Jumlah pemakaian/sediaan

Σ

x = Jumlah seluruh pemakaian sediaan

2. Analisis ABC Nilai Investasi

Analisis dilakukan pertahun, yaitu mengidentifikasi sediaan farmasi dalam

urutan pemakaian biaya terbanyak kemudian sediaan farmasi dikelompokkan

menjadi klasifikasi A

NI

, B

NI

, C

NI.

Caranya yaitu dengan menghitung jumlah

penggunaan sediaan dan dikalikan dengan harga satuan, kemudian diurutkan

dari yang tertinggi sampai yang terendah. Penetapan klasifikasi sediaan

farmasi berdasarkan persentase kumulatif 80%, 15%, dan 5%. Yang sudah

dikelompokkan lalu diberi nilai, masing-masing bernilai 3 jika masuk dalam

(58)

Berikut perhitungannya:

Keterangan: x

= Jumlah investasi/sediaan

n

= Jumlah pemakaian/sediaan

hp = Harga satuan + ppn

Keterangan: y

= Persen investasi (%)

x

= Jumlah investasi/sediaan

Σ

x = Jumlah seluruh investasi sediaan

3. Analisis VEN (Vital, Esensial, dan Non Esensial)

Analisis ini dilakukan dengan wawancara kepada apoteker penanggung

jawab instalasi farmasi dengan pembagian kuisioner yang berisi daftar sediaan

farmasi. Wawancara ditujukan untuk memberi nilai kepada semua sediaan

farmasi.

Kriteria nilai VEN adalah :

a. Kelompok vital, adalah kelompok sediaan farmasi yang sangat essensial

atau vital untuk memperpanjang hidup, untuk mengatasi penyakit

penyebab kematian ataupun untuk pelayanan pokok kesehatan. Kelompok

ini tidak boleh terjadi kekosongan dan diberi nilai 3.

b. Kelompok essensial adalah sediaan farmasi yang bekerja kausal yaitu obat

yang bekerja pada sumber penyebab penyakit, logistik farmasi yang

(59)

38

sediaan kelompok ini dapat ditolerir kurang dari 2x24 jam dan diberi nilai

2.

c. Kelompok non-essensial, adalah sediaan farmasi penunjang agar tindakan

atau pengobatan menjadi lebih baik, untuk kenyamanan atau untuk

mengatasi keluhan. Kekosongan sediaan yang termasuk kelompok ini

dapat ditolerir lebih dari 2x24 jam dan diberi nilai 1.

4. Analisis ABC Nilai Indeks Kritis

Untuk mendapat NIK sediaan farmasi, data kemudian dimasukkan dengan

menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Skor nilai pakai, nilai investasi, dan nilai kritis berkisar antara 1 sampai 3.

Lalu sediaan farmasi dikelompokkan ke dalam kelompok A, B dan C dengan

kriteria :

Untuk NIK antara 9,34 – 12,01 maka obat masuk dalam kelompok AIK

Untuk NIK antara 6,67 - 9,34 maka obat masuk dalam kelompok BIK

Untuk NIK antara 4 – 6,67 maka obat masuk dalam kelompok C

IK

Data analisis ABC nilai indeks kritis per tahun selama tiga periode dapat

digunakan untuk menentukan tingkatan suatu produk dalam tiga periode (Rony,

2009), sehingga menjadi tujuh tingkatan.

(60)

Pengelompokkan tingkatan produk tersebut berdasarkan ketentuan sebagai

berikut :

Aa = merupakan kategori kelompok A

Gambar

Gambar 4. Logo Narkotika (Anonim, 2006a)
Gambar 5. Alur Jalan Penelitian
Tabel I. Pengelompokkan Sediaan Farmasi Berdasarkan Analisis ABC Nilai Pakai
Tabel III. Pengelompokkan Sediaan Farmasi Berdasarkan Analisis ABC Nilai PakaiTahun 2008 di IFRS Palang Biru Kutoarjo
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini adalah mengenai kualitas pelayanan yang ada di sekolah YASPORBI sebagai obyek penelitian, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, karena variabel yang digunakan dalam penelitian ini, baik variabel ukuran perusahaan, profitabilitas, kebijakan

penutaran cacint yang paling cepat sehingga penyebarannya cepat, dimana diduga bita I orang terinfeksi di dalam maka satu rumah mungkin iuga terinfeksia. Ascaris

Bila dibandingkan dengan persentase kebuntingan dengan metode Ovsynch (64,71%) penggunaan GnRH ke-2 untuk induksi ovulasi juga tidak berbeda nyata (P >

Sensibilitas dapat digunakan sebagai cara untuk menunjukkan afiliasi (penerimaan) yang diterima bagi suatu kelompok, dan dapat dikenali melalui ide-ide atau nilai-nilai

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa seni lukis merupakan ungkapan perasaan seseorang ketika berhadapan dengan lingkungan beserta objek sekitar

Maka dari itu, pada kasus penelitian ini dibangun sistem pendukung keputusan untuk mengevaluasi performansi pemasoknya, baik pemasok yang telah berjalan ataupun calon

Adapun bentuk kegiatan adalah pelatihan parenting, dengan fokus pada perkembangan aspek psikososial dalam bentuk pendidikan karakter serta pelatihan terkait