• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara: Nama : Roudlotul Jannah NIM : 111 10 003 JurusanProgdi : TarbiyahPAI Judul : PEMIKIRAN HAMKA TENTANG NILAI-NILAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara: Nama : Roudlotul Jannah NIM : 111 10 003 JurusanProgdi : TarbiyahPAI Judul : PEMIKIRAN HAMKA TENTANG NILAI-NILAI"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

PEMIKIRAN HAMKA TENTANG NILAI-NILAI

PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I.)

Oleh:

ROUDLOTUL JANNAH

NIM 11110003

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(2)
(3)

KEMENTERIAN AGAMA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Fax 323433 Salatiga 50721

Website: www.stainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@stainsalatiga.ac.id

Achmad Maimun, M.Ag.

Dosen STAIN Salatiga

NOTA PEMBIMBING

Lamp

: 4 Eksemplar

Hal

: Naskah Skripsi

Sdri.

Roudlotul Jannah

Kepada:

Yth. Ketua STAIN Salatiga

di Salatiga

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya maka bersama ini,

kami kirimkan naskah skripsi saudara:

Nama

:

Roudlotul Jannah

NIM

:

111 10 003

Jurusan/Progdi

:

Tarbiyah/PAI

Judul

:

PEMIKIRAN HAMKA TENTANG NILAI-NILAI

PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera

dimunaqasyahkan.

Demikian agar menjadi perhatian.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Salatiga, 12 Januari 2015

Pembimbing

Achmad Maimun, M.Ag.

(4)

SKRIPSI

PEMIKIRAN HAMKA TENTANG NILAI-NILAI

PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

DISUSUN OLEH

ROUDLOTUL JANNAH

NIM: 11110003

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Tarbiyah,

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 21 Februari

2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1

Kependidikan Islam

Susunan Panitia Penguji

Ketua Penguji

: Dr. Phil. Asfa Widiyanto, M.A.

Sekretaris Penguji

: Achmad Maimun, M.Ag.

Penguji I

:

Miftachur Rif‟ah, M.Ag.

Penguji II

: Imam Mas Arum, M.Pd.

Salatiga, 21 Februari 2015

Ketua STAIN Salatiga

(5)

KEMENTERIAN AGAMA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Fax 323433 Salatiga 50721

Website: www.stainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@stainsalatiga.ac.id

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Bismillahirrohmanirrohim

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama

: Roudlotul Jannah

NIM

: 11110003

Jurusan

: Tarbiyah

Program Studi

: Pendidikan Agama Islam (PAI)

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya

saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan

orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode

etik ilmiah.

Salatiga, 12 Januari 2015

Yang Menyatakan,

(6)

MOTTO









pekerti yang

enar berbudi

b

-Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar

agung”

(Q.S Al-Qolam (68): 4)

ِا

اَمنَّ

ُتْثِعُب

ُِل

َمَِّتَ

ِق َلَْخَْلا َمِراَكَم

"Sesungguhnya saya diutus di bumi ini untuk menyempurnakan

akhlak (budi pekerti) yang mulia

(7)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah dengan izin Allah skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini

saya persembahkan kepada:

1.

Kedua orang tua saya (bapak Ngatminanto dan ibu Jazariyatun) yang selalu

penulis hormati, yang telah memberikan motivasi dan inspirasi sehingga

penulis bisa lebih semangat dalam mengerjakan skripsi ini. Dalam do

a

penulis selalu meminta, semoga dalam hidup ini Allah SWT selalu meridhoi

cita-cita penulis untuk menjadi anak sholikhah yang bisa menyenangkan hati

kedua orang tua dan bisa selalu menempatkan posisi keduanya pada derajat

yang Engkau muliakan.

2.

Kakakku Uswatun Khasanah dan Agus Badawi yang telah menjadi

penyemangat hidupku dalam meraih kehidupan yang lebih baik.

3.

Dosen pembimbing skripsiku bapak Achmad Maimun, M.Ag., yang telah

meluangkan waktu, tenaga serta pikirannya untuk membimbing saya dengan

penuh ketulusan dan kesabaran.

4.

Dosen-dosen STAIN Salatiga, terimakasih telah mengalirkan ilmu yang

dimiliki dan mendidik dengan penuh keihlasan serta kesabaran. Terimakasih,

jasa-jasamu tidak akan saya lupakan.

5.

Abah As‟ad Haris Nasution, ibunda Nyai Fatihah Ulfah Imam Fauzi, ibunda

Nyai Husnul Halimah, dan abah Taufiqurrahman serta ustadz-ustadzah

Pon-Pes Al-Manar yang telah berjuang dalam agama Allah SWT.

6.

Sahabat-sahabatku Awalina Maftukhah, Fajar Khusnul Mufidah, Ika Fitri

Handayani, Atin Handayani, yang selalu menemani penulis dalam perkuliahan

di STAIN Salatiga dan yang telah memberikan motivasi serta dukungan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

7.

Semua temen-teman PAI angkatan 2010 khususnya PAI A, terimakasih atas

kebersamaan yang telah mewarnai perjalanan di STAIN Salatiga ini.

8.

Mas Thoif Ahmad, yang telah memberikan motivasi serta dukungan

terbaiknya dalam menyelesaikan skripsi ini.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

akhir skripsi dengan judul

Pemikiran Hamka Tentang Nilai-nilai Pendidikan

Budi Pekerti”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

memperoleh gelar kesarjanaan S1 Jurusan Pendidikan Agama Islam Sekolah

Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak,

tidak akan mungkin penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan

lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1.

Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Ketua STAIN Salatiga.

2.

Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.

3.

Bapak Rasimin, S.Pdi., M.Pd., selaku Ketua Program Studi S1 Pendidikan

Agama Islam.

4.

Bapak Achmad Maimun, M.Ag., selaku pembimbing skripsi yang telah

memberikan bimbingan, pengarahan, dan sumbangan pemikiran terbaiknya

dalam masa bimbingan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

5.

Dra. Siti Asdiqoh, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang telah

(9)

6.

Segenap dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga yang telah banyak

memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama di bangku

perkuliahan.

7.

Ayahku (Ngatminanto) dan ibuku (Jazariyatun) yang selalu memberikan

dukungan dan semangat serta dengan tulus ikhlas mendoakan agar cepat

menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini.

8.

Kakakku (Uswatun Khasanah) dan (Agus Badawi) yang selalu memberikan

motivasi dan semangat kepada penulis.

9.

Para pustakawan di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga yang telah

memberikan pelayanan kepada penulis dalam menggali wacana.

10.

Sahabat-sahabat dan seluruh pihak yang tidak bias penulis sebutkan

satu-persatu. Terimakasih atas segala bantuan dan

do‟anya.

Akhirnya penulis hanya bisa berdo‟a semoga Allah senantiasa

memberikan balasan kebaikan yang berlipat ganda kepada mereka. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran

yang membangun sangat penulis harapkan untuk kajian yang akan datang.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, amin.

Salatiga, 12 Januari 2015

Penulis,

Roudlotul Jannah

(10)

ABSTRAK

Jannah, Roudlotul. 2015.

Pemikiran Hamka Tentang Nilai-Nilai Pendidikan Budi

Pekerti.

Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama

Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing:

Achmad Maimun, M.Ag.

Kata kunci: Nilai-nilai, Pendidikan, Budi Pekerti, Hamka.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji pemikiran Hamka

tentang nilai-nilai pendidikan budi pekerti. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui

penelitian ini adalah (1) bagaimana pemikiran Hamka tentang nilai-nilai

pendidikan budi pekerti?, dan (2) bagaimana relevansi pemikiran Hamka tentang

nilai-nilai pendidikan budi pekerti dengan pendidikan saat ini?. Untuk menjawab

pertanyaan tersebut maka penelitian menggunakan pendekatan kepustakaan.

Metode penelitian yang digunakan dengan jenis penelitian kepustakaan

(Library research), sumber data primernya adalah Tafsir al-Azhar dan buku-buku

karya Hamka yang berkaitan dengan pembahasan penelitian di antaranya adalah

buku Akhlaqul Karimah, buku Lembaga Budi, buku Lembaga Hidup, dan buku

Tasawuf Modern, sedangkan sumber data sekundernya adalah buku-buku lain

yang relevan dengan obyek pembahasan penulis.

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

... i

LEMBAR BERLOGO

... ...ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING

... iii

PENGESAHAN KELULUSAN

... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

... v

MOTTO

... vi

PERSEMBAHAN

... vii

KATA PENGANTAR

... viii

ABSTRAK

... x

DAFTAR ISI

... xi

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah... 1

B.

Rumusan Masalah ... 4

C.

Tujuan Penelitian ... 4

D.

Manfaat Penelitian ... 5

E.

Telaah Pustaka ... 6

F.

Penegasan Istilah ... 7

G.

Metode Penelitian ... 10

H.

Sistematika Penulisan ... 13

BAB II BIOGRAFI HAMKA

A.

Konteks Internal ... 16

(12)

2.

Aspek Pendidikan ... 17

3.

Aspek Karir dan Peran ... 19

B.

Konteks Eksternal ... 22

1.

Aspek Sosial Politik ... 22

2.

Aspek Sosial Keagamaan ... 24

3.

Aspek Kultural ... 26

4.

Pemikiran-pemikiran yang Berpengaruh ... 27

C.

Karya-karyanya ... 29

BAB III TINJAUAN KARYA HAMKA

A.

Penamaan Tafsir Al-Azhar

...

35

1.

Faktor yang Melatarbelakangi Tersusunnya Tafsir Al-Azhar ... 35

2.

Sebab Dinamai Tafsir Al-Azhar ... 35

B.

Karya Hamka Tentang Budi Pekerti Selain dalam Tafsir Al-Azhar 36

1.

Buku Akhlaqul Karimah ... 36

2.

Buku Lembaga Budi ... 38

3.

Buku Lembaga Hidup ... 40

4.

Buku Tasauf Moderen ... 40

BAB IV NILAI-NILAI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

A.

Tinjauan Konseptual tentang Budi Pekerti

... 42

B.

Pemikiran Hamka tentang Nilai-nilai Pendidikan Budi Pekerti

... 46

(13)

BAB V PENUTUP

A.

Kesimpulan ... 107

B.

Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini lebih menekankan aspek intelektual saja. Kepandaian otak ternyata belum cukup untuk membantu anak didik menjadi manusia yang lebih utuh, bahkan bagi beberapa siswa kepandaian otak malah membantu siswa berperilaku yang merugikan orang lain (Soewandi, 2005: 107).

Pendidikan remaja, bukanlah hanya soal pendidikan dan pengembangan pengetahuan, apalagi hanya otak. Hal itu tidak cukup, karena hanya akan membawa orang mengerti, tetapi belum pasti bahwa mereka dapat hidup berselaras dengan Tuhan, orang tua, dan orang lain (Soewandi, 2005: 111).

Melihat realita saat ini kemerosotan budi pekerti sudah terjadi di negara ini, terutama generasi muda. Kenakalan remaja setiap tahun menunjukkan peningkatan yang cukup kompleks. Di antara mereka terlibat narkoba, terlibat tawuran, terlibat seks bebas, akses media porno, aborsi, berlagak jagoan, dan perbuatan yang mengandung unsur negatif lainnya. Mengatasi kenakalan remaja, merupakan tanggung jawab bersama terutama orang tuanya untuk mengingatkan mereka agar menjauhi tingkah laku yang buruk yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.

(15)

Indonesia adalah kalangan pelajar dan mahasiswa. Total seluruh pengguna narkoba berdasarkan penelitian yang dilakukan BNN dan UI adalah sebanyak 3,8 sampai 4,2 juta. Di antara jumlah itu, 48% di antaranya adalah pecandu dan sisanya sekedar coba-coba dan pemakai. Demikian seperti disampaikan Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) BNN dan Kombes Pol Sumirat Dwiyanto seperti dihubungi detik Health pada hari Rabu 6 Juni 2012 (http://hizbut-tahrir.or.id/2012/11/05/kriminalitas-remaja-di-sekitar-kita/ diakses 24 April 2014).

Uraian di atas menunjukkan bahwa pengguna narkoba di Indonesia kebanyakan adalah dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Dengan demikian pendidikan budi pekerti itu sangat penting, terutama bagi para pelajar dan mahasiswa. Banyak tokoh Nasional maupun Internasional yang menjelaskan di dalam karya-karyanya tentang pendidikan budi pekerti yang seharusnya perlu dijadikan pembelajaran bagi masyarakat, khususnya bagi para pelajar dan mahasiswa.

Salah satu tokoh yang menjelaskan tentang pendidikan budi pekerti adalah Hamka. Beliau adalah ulama besar, ahli tafsir, imam besar masjid, ahli sejarah, petinggi politik. Beliau pernah menjadi ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), petinggi Muhammadiyah, hingga menjadi novelis, sastrawan, pujangga di Indonesia (http://buyahamka.org/bagian-sebelum-tafsir/, diakses 3 April 2014).

Menurut Hamka budi pekerti adalah suatu persediaan yang telah ada pada jiwa seseorang, yang dapat menimbulkan tingkah laku dengan mudah, tanpa membutuhkan pemikiran. Ukuran untuk menetapkan budi pekerti adalah

(16)

Allah SWT telah berfirman memuja Nabi-Nya dengan menyatakan nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepadanya di dalam al-Qur‟an surat Al -Qolam (68) ayat 4 yang berbunyi:

ٍمْيِظَع ٍقُلُخ ىَلَعَل َكمنِاَو

“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar, berbudi pekerti yang

luhur” (Tim Departemen Agama RI, 2006: 564).

Di dalam hadis riwayat Bukhori dan Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda:

َمنَِّاا

ُِل ُتْثِعُب

َمَِّتَ

ِق َلَْخَْلا َمِراَكَم

“Sesungguhnya saya diutus di muka bumi ini untuk menyempurnakan

budi pekerti yang mulia” (Faruq, 2005: 121).

Maka dari itu pendidikan budi pekerti memang sangat diperlukan oleh seorang muslim terlebih generasi muda. Seorang muslim seharusnya semenjak dini haruslah diajarkan tentang pendidikan budi pekerti Islam, supaya mereka kelak bisa mengemban tugas serta tanggung jawab dengan baik yang akan dihadapinya dimasa yang akan datang, serta sebagai bahan acuan bagi para remaja muslim dalam bertingkah laku sehari-hari, supaya mereka dapat mencapai keselamatan serta kebahagiaan hidup di dunia sampai di akhirat kelak.

(17)

mengangkat skripsi yang berjudul “Pemikiran Hamka tentang Nilai-nilai

Pendidikan Budi Pekerti”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pemikiran Hamka tentang nilai-nilai pendidikan budi pekerti? 2. Bagaimana relevansi pemikiran Hamka tentang nilai-nilai pendidikan budi

pekerti dengan pendidikan saat ini?

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka peneliti merumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Mengetahui pemikiran Hamka tentang nilai-nilai pendidikan budi pekerti. 2. Mengetahui relevansi pemikiran Hamka tentang nilai-nilai pendidikan budi

dengan pendidikan saat ini.

D. Manfaat penelitian

Adapun penelitian atau pembahasan terhadap masalah di atas mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

(18)

b. Sebagai salah satu sumbangan dari pokok-pokok pemikiran Hamka tentang pendidikan budi pekerti pada masa mendatang.

2. Manfaat praktis

a. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan panduan bahwa pendidikan budi pekerti memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan perilaku remaja di lingkungan sekitarnya.

b. Bagi orang tua, penelitian ini dapat dijadikan panduan dalam membimbing remaja agar memiliki budi pekerti yang luhur.

c. Bagi remaja, dengan penelitian ini nantinya dapat menambah pengetahuan tentang pendidikan budi pekerti, supaya dapat diaplikasikan dalam bertingkah laku sehari-hari, serta dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia sampai di akhirat kelak. E. Telaah Pustaka

Hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan budi pekerti pernah dikaji oleh beberapa tokoh, salah satu di antaranya adalah kajian pemikiran tokoh Hamka. Akan tetapi penulis belum menemukan tulisan yang secara khusus membahas dan

mengupas secara komprehensif tentang “Pemikiran Hamka tentang Nilai-nilai

Pendidikan Budi Pekerti”. Sejauh yang penulis ketahui, kajian tentang pemikiran

Hamka sendiri telah diangkat sebagai skripsi oleh Nur Kholis yang berjudul

“Studi Komparasi antara Konsep Hamka dengan Abdullah Nasih Ulwan tentang

pendidikan Akhlak”, adapun fokus masalahnya membahas tentang persamaan dan

(19)

adanya proses akhlak pada diri manusia untuk mendekatkan diri pada Allah SWT, yang pada akhirnya berorientasi pada percapaian kebahagiaan dunia akhirat. Perbedaan antara keduanya yaitu pandangan Hamka lebih bersifat objektif. Semua manusia mempunyai kewajiban untuk mendapatkan pendidikan

akhlak, terutama pada mereka yang terbiasa dengan perangai atau tabi‟at yang

jelek, sehingga diharapkan tabi‟at tersebut berubah menjadi lebih baik. Sementara

Abdullah Nasih Ulwan berpendapat bahwa tabi‟at atau perangai merupakan

sesuatu yang sangat sulit untuk dirubah. Lingkungan dan pendidikan orang tua

sangat mempengaruhi dalam bentuk tabi‟at manusia (Kholis, 2003: x).

Dari penelitian di atas, sejauh pengamatan penulis belum ada yang membahas pemikiran Hamka tentang nilai-nilai pendidikan budi pekerti. Penelitian di atas penulis gunakan untuk memperkuat penelitian terkait pemikiran Hamka tentang nilai-nilai pendidikan budi pekerti. Harapan penulis dengan penelitian ini dapat melengkapi informasi yang ada sebelumnya dan menambah wacana khasanah keilmuan.

F. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kekeliruan penafsiran dan kesalahpahaman, maka penulis kemukakan pengertian dan penegasan judul skripsi ini sebagai berikut:

1. Pengertian nilai menurut beberapa pendapat sebagai berikut:

a. Nilai adalah sifat-sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 1989: 615).

(20)

c. Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga preferensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatan-perbuatannya (Maslikhah, 2009: 106).

d. Nilai berarti aspek kepribadian yang bersifat menilai yang menjadi dasar pegangan dan kriteria bagi orang bersangkutan dalam menentukan baik atau buruk, bermanfaat atau tidak dan penting atau tidak penting (Asifudin, 2004: 161).

2. Pengertian pendidikan menurut beberapa pendapat sebagai berikut:

a. Pendidikan berasal dari kata didik, kemudian mendapatkan awalan pe- dan akhiran -an yang berarti pengukuhan sikap dan tata perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewesakan manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, cara dan perbuatan mendidik (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 1989: 263).

b. Pendidikan adalah semua perbuatan dan usaha dari seorang pendidik untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta keterampilannya (Saliman dan Sudarsono, 1994: 178).

c. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan negara (Maslikhah 2009: 130).

(21)

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Hasbullah, 2009: 4).

e. Pendidikan ialah menanamkan akhlak yang utama, budi pekerti yang luhur serta didikan yang mulia dalam jiwa anak-anak, sejak kecil sampai ia menjadi orang yang kuasa untuk hidup dengan kemampuan usaha dan tenaganya sendiri (Al-Ghulayaini, 2009: 315).

3. Pengertian budi pekerti menurut beberapa pendapat sebagai berikut:

a. Budi adalah alat batin yang merupakan panduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk, sedangkan pekerti adalah perangai, tabiat, akhlak, watak (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 1989: 131). b. Menurut Saliman dan Sudarsono (1994: 37), budi adalah akal, daya

untuk berfikir.

c. Budi pekerti adalah suatu persediaan yang telah ada pada jiwa seseorang, yang dapat menimbulkan tingkah laku dengan mudah, tanpa membutuhkan pemikiran(Hamka, 1992: 4).

d. Budi sering diartikan sebagai nalar, pikiran, akal. Dengan nalar itulah, orang berpekerti yaitu bertindak baik. Maka pelajaran budi pekerti, menjadi pelajaran tentang etika hidup bersama (bertindak baik) yang berdasarkan nalar. Ada unsur kesadaran dan ada unsur melaksanakan kesadaran itu (Soewandi, 2005: 112).

(22)

Jadi nilai pendidikan budi pekerti adalah suatu sifat yang diperoleh seseorang melalui proses belajar dalam rangka mengembangkan potensi diri, sehingga dapat mendorong untuk melaksanakan tingkah laku yang baik dan benar.

G. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah Library Research, yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber literatur perpustakaan. Obyek penelitian digali lewat beragam informasi kepustakaan berupa buku, ensiklopedi, jurnal ilmiah, koran, majalah dan dokumen (Zed, 2004: 89). 2. Sumber Data

Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun yang menjadi sumber data primer adalah karya Hamka yaitu Tafsir al-Azhar dan buku-buku karya Hamka yang berkaitan dengan pembahasan penelitian di antaranya adalah buku Akhlaqul Karimah, buku Lembaga Budi, buku Lembaga Hidup, dan buku Tasauf Modern.

(23)

karya Muchlas Samani dan Hariyanto, dan buku-buku yang lain yang bersangkutan dengan obyek pembahasan penulis.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan tafsir, ensiklopedi, dan buku. Adapun yang menjadi sumber data primer yaitu karya Hamka yaitu Tafsir al-Azhar dan buku-buku karya Hamka yang berkaitan dengan pembahasan penelitian di antaranya adalah buku Akhlaqul Karimah, buku Lembaga Budi, buku Lembaga Hidup, dan buku Tasauf Modern. Dan sumber data sekunder di antaranya adalah Ensiklopedi Tematis Dunia Islam karya Taufik Abdullah, Ensiklopedi Islam Indonesia karya Harun Nasution, Ensiklopedi Pendidikan karya Soegarda Poerbakawatja dan Harahab, Ensiklopedi

Al-Qur‟an karya Ahmad Fawaid Syadzili, buku Politik Bermoral Agama: Tafsir

Politik Hamka karya Ahmad Hakim dan M. Thalhah, buku Kearifan Spiritual dari Hamka ke Aa Gym karya Sulaiman Al-Kumayi, buku Konsep dan Model Pendidikan Karakter karya Muchlas Samani dan Hariyanto, dan buku yang relevan lainnya.

Setelah data terkumpul maka penulis mengidentifikasi ayat-ayat

al-Qur‟an dan buku-buku karya Hamka yang membahas tentang pendidikan

(24)

4. Teknik analisis data

Yaitu penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya.

Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis masalah adalah sebagai berikut:

a. Deduktif

Yaitu apa saja yang di pandang benar pada suatu peristiwa dalam suatu kelas atau jenis, berlaku juga untuk semua peristiwa yang termasuk di dalam jenis itu (Hadi, 1981: 36).

Metode ini digunakan penulis untuk menganalisa data tentang budi pekerti di sekitar kita, baik budi pekerti kepada Allah, kepada diri sendiri, kepada orang tua, dan kepada orang lain.

b. Induktif

Yaitu berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkret, kemudian dari peristiwa-peristiwa-peristiwa-peristiwa yang khusus itu ditarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum (Hadi, 1981: 42).

Metode ini penulis gunakan untuk menganalisa ayat-ayat

al-Qur‟an dalam tafsir al-Azhar dan buku-buku Hamka yang membahas

(25)

H. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh sehingga pembaca nantinya dapat memahami tentang isi skripsi ini dengan mudah, penulis berusaha memberikan sistematika penulisan dengan penjelasan secara garis besar. Skripsi ini terdiri dari lima bab, maka disusunlah pembahasan dalam suatu sistematika sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Kegunaan Penelitian E. Telaah Pustaka F. Penegasan Istilah G. Metode Penelitian H. Sistematika Penulisan BAB II Biografi Hamka

A. Konteks Internal, yang meliputi: aspek geneologis, aspek pendidikan, aspek karir dan peran.

(26)

C. Karya-karyanya, yang meliputi: buku dibidang sastra, buku dibidang politik dan budaya, buku dibidang keagamaan Islam, majalah dan tafsir.

BAB III Tinjauan Tafsir Al-Azhar

A. Penamaan Tafsir al-Azhar, yang meliputi: faktor yang melatarbelakangi tersusunnya Tafsir al-Azhar, dan sebab dinamai

Tafsir al-Azhar.

B. Karakteristik Penafsiran Tafsir al-Azhar, yang meliputi: landasan penafsiran Tafsir al-Azhar, metode penafsiran Tafsir al-Azhar,

corak penafsiran Tafsir al-Azhar dan langkah-langkah penafsiran

Tafsir al-Azhar.

C. Karya Hamka Tentang Budi Pekerti Selain Dalam Tafsir al-Azhar.

BAB IV Nilai-Nilai Pendidikan Budi Pekerti

A. Tinjauan Konseptual Tentang Budi Pekerti, yang meliputi: persamaan serta perbedaan moral, etika, akhlak, budi pekerti dan pengertian akhlak maupun budi pekerti menurut para ahli.

B. Pemikiran Hamka tentang Nilai-nilai Pendidikan Budi Pekerti. C. Relevansi Pemikiran Hamka tentang Nilai-nilai Pendidikan Budi

(27)

BAB II

BIOGRAFI HAMKA

A. Konteks Internal

1. Aspek Geneologis

Hamka adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah, lahir pada tanggal 17 Februari 1908 bertepatan dengan (14 Muharram 1329 H) di Kampung Molek, Minangkabau, Sumatera Barat. Dia lahir sebagai anak pertama dari tujuh bersaudara dan dibesarkan dalam keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama Islam (http://id.wikipedia.org/wiki/Haji_Abdul_Malik_Karim_Amrullah, diakses 24 Maret 2014).

Hamka merupakan keturunan dari seorang ulama terkenal yang berasal dari Maninjau bernama Abdullah Saleh murid dari Tuanku Pariaman Panglima Perang Tuanku Imam Bonjol. Ayah Hamka bernama Syekh Haji Abdul Karim Amrullah yang lebih dikenal dengan panggilan Haji Rasul yang terlahir pada 10 Februari 1879 M di Kepala Kebun, Betung Panjang, Nagari Sungai Batang,

Maninjau, Minangkabau

(http://hajibuyahamka.blogspot.com/2009/07/mengenang-28-tahun-wafatnya-buya-hamka.html, diakses 17 Mei 2014).

(28)

karena fatwa-fatwa yang dikeluarkannya dianggap mengganggu keamanan dan

keselamatan umum pada masa itu

(http://hajibuyahamka.blogspot.com/2009/07/mengenang-28-tahun-wafatnya-buya-hamka.html, diakses 17 Mei 2014).

Akhirnya, ayah Hamka wafat di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1945, dua bulan sebelum proklamasi. Pada tahun 1976 makamnya dipindahkan ke kampung halamannya, Muara Pauh, Sungai Batang, Maninjau

(http://hajibuyahamka.blogspot.com/2009/07/mengenang-28-tahun-wafatnya-buya-hamka.html, diakses 17 Mei 2014).

Sementara ibu Hamka, bernama Siti Shafiyah berasal dari keturunan seniman di Minangkabau. Adapun kakek Hamka dari ayahnya, yakni Muhammad Amrullah dikenal sebagai ulama pengikut Tarekat Naqsyabandiyah.(http://id.wikipedia.org/wiki/Haji_Abdul_Malik_Karim_Amru llah, diakses 24 Maret 2014).

2. Aspek Pendidikan

a. Lembaga pendidikan yang pernah dimasuki

Hamka mengikuti pendidikan formal hanya sampai kelas 2 Sekolah Dasar. Setelah kelas 2 Sekolah Dasar, dia tidak pernah bersekolah formal lagi. Hamka lebih suka belajar sendiri. Dalam usia 6 tahun (1914) dia dibawa ayahnya ke Padang Panjang. Dari ayahnya, Hamka mendapat pendidikan agama, seperti nahwu, sharaf, hadis, dan fikih sehingga beliau lebih cepat pandai daripada kawan sebayanya (Pramuko, 2001: 9).

(29)

sekolah-sekolah Diniyah School dan Sumatera Thawalib di Padang Panjang dan di Parabek (Hamka, 1985: XV).

b. Guru-guru yang pernah mengajarnya

Pada tahun 1916 sampai tahun 1923 Hamka bersekolah di Diniyah School dan Sumatera Thawalib, guru-gurunya waktu itu ialah Syekh Ibrahim Musa Parabek, Engku Mudo Abdul Hamid dan Zainuddin Labay. Padang Panjang waktu itu ramai dengan penuntut ilmu agama Islam, di bawah pimpinan ayahnya sendiri (Hamka, 1985: XV).

Pada tahun 1924, Hamka berkunjung ke tanah Jawa selama kurang lebih satu tahun, yang menurut Hamka sendiri telah mampu memberikan semangat baru baginya untuk mempelajari Islam. Perantauan mencari ilmu dari tanah Jawa ia mulai dari kota Yogyakarta. Dalam kesempatan ini Hamka bertemu dengan Ki Bagus Hadi Kusumo, di mana Hamka mendapatkan pelajaran tafsir al-Qur‟an darinya. Ia juga bertemu dengan H.O.S Tjokroaminoto dan mendengar ceramahnya tentang Islam dan sosialisme. Hamka juga mendapat kesempatan untuk bertukar pikiran dengan beberapa tokoh penting lainnya, seperti Haji Fakhruddin dan Syamsul Rijal, tokoh Jong Islamieten Bond, suatu organisasi yang bertujuan mempelajari Islam dan mengajarkan agar ajaran-ajarannya dilaksanakan, serta mengembangkan rasa simpatik kepada Islam dan pengikutnya, di samping juga menunjukkan rasa toleran terhadap pemeluk agama lain (Hakim dan Thalhah, 2005: 26).

3. Aspek Karir dan Peran

(30)

tahun 1929 M, ia juga menekuni profesi guru agama di Padang Panjang (Ghofur, 2008: 209).

Pada tahun 1930 kongres Muhammadiyah ke-4 berlangsung di Bukit Tinggi dan Hamka tampil sebagai pemateri dengan judul “Agama Islam dan

Adat Minangkabau.” Dan ketika Muktamar Muhammadiyah ke-20 di

Yogyakarta pada tahun 1931, Hamka tampil dengan materi yang berjudul

“Muhammadiyah di Sumatera”.Setahun kemudian atas kepercayaan Pimpinan

Pusat Muhammadiyah Hamka diutus ke Makasar menjadi mubaligh. Pada tahun 1933 ia menghadiri Muktamar Muhammadiyah di Semarang. Tahun 1934 ia diangkat menjadi anggota tetap majelis Muhammadiyah Sumatera Tengah (Al-Kumayi, 2004: 25).

Sekembalinya dari Makasar, Hamka mendirikan Kulliyatul Mubalighin di Padang Panjang dan aktif sebagai mubaligh. Kemudian pada tahun 1936 Hamka pindah ke Medan, di kota ini Hamka bersama Dr. Yunan Nasution menerbitkan majalah “Pedoman Masyarakat.” Majalah yang menurut Yunan Nasution memberikan pengaruh besar bagi hasil karyanya di masa depan (Al-Kumayi, 2004: 26).

Pada tahun 1946, berlangsung konferensi Muhammadiyah di Padang Panjang, dan Hamka terpilih sebagai ketuanya. Situasi ini sangat menguntungkan Hamka, sehingga bakatnya sebagai penulis dan penceramah bertambah populer (Hakim dan Thalhah, 2005: 27).

(31)

mengajar, menulis dan menyunting serta menerbitkan jurnal Panji Masyarakat. Pada tahun 1955, Hamka terpilih menjadi anggota konstituante mewakili partai politik modern Islam, Masyumi. Karir politik berakhir dengan dibubarkannya majelis ini oleh presiden Sukarno (Hakim dan Thalhah, 2005: 27).

Di saat Hamka menjadi pejabat tinggi dan penasehat Departemen Agama, kedudukan tersebut memberikan peluang baginya untuk mengikuti konferensi di luar negeri. Pada tahun 1952, pemerintah Amerika Serikat mengundangnya untuk menetap selama empat bulan. Selama kunjungan tersebut, Hamka mempunyai pandangan yang lebih terbuka terhadap negara-negara non-Islam. Sekembalinya dari Amerika Serikat, secara berturut-turut Hamka menjadi anggota misi kebudayaan di Muangthai (1953), mewakili Departemen Agama untuk menghadiri peringatan mangkatnya Budha di Birma (1954), menghadiri Konferensi Islam di Lahore (1958) dan menghadiri undangan Universitas Al-Azhar Kairo untuk memberikan ceramah tentang pengaruh Muhammad Abduh di Indonesia (Hakim dan Thalhah, 2005: 27).

Hamka merupakan salah seorang tokoh yang sangat berjasa dalam dunia keilmuan, beliau dikaruniai gelar kehormatan (Doktor Honoris Causa) dari Universitas al-Azhar pada tahun 1958 M. Karena karir intelektualnya yang cemerlang, pada tahun 1957 M-1958 M, ia dilantik sebagai dosen Universitas Muhammadiyah Padang Panjang. Jabatan prestisius sebagai rektor juga pernah dipegangnya pada Perguruan Tinggi Islam Jakarta. Pada tahun 1960 beliau terpilih menjadi imam besar masjid Al-Azhar. (Ghofur, 2008: 210).

(32)

Malaysia pada tahun 1974 M. Gelar Datuk Indono dan Pangeran Wiroguno juga diterimanya dari pemerintah Indonesia (Ghofur, 2008: 212).

Pada tahun 1975, Hamka dipercaya menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tak mengherankan karena Hamka dikenal alim, pemberani, teguh dalam pendirian, juga ikhlas dalam memperjuangkan Islam. Dua bulan sebelum wafatnya, Hamka yang sejak tahun 1975 menjadi ketua MUI mengundurkan diri dari jabatan tersebut. Hal ini disebabkan oleh masalah perayaan Natal yang dilakukan bersama dengan penganut agama lainnya, termasuk umat Islam. MUI yang diketuai Hamka telah mengeluarkan fatwa bahwa haram hukumnya bagi seorang Muslim untuk mengikuti perayaan Natal, di mana fatwa tersebut mendapat kecaman dari Menteri Agama Alamsyah Ratu Prawira Negara dan meminta untuk mencabutnya (Hakim dan Thalhah, 2005: 28).

B. Konteks Eksternal

1. Aspek Sosial Politik

(33)

yang membuat artikel-artikel masalah keagamaaan, peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di dunia Islam, serta pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh dan juga melalui sekolah al-Iqbal al-Islamiyah (Hakim dan Thalhah, 2005: 29).

Langkah-langkah pembaharuan yang dilakukan oleh tiga serangkai, Syeikh Muhammad Djamil Djambek melalui organisasi Samaratul Ikhwan, Syeikh Abdul Karim Amrullah melalui bukunya Qati‟u Razbi al-Mulhidun, dan haji Abdullah Ahmab melalui majalah al-Munir, mendapat reaksi yang cukup keras, terutama dari kalangan Ulama Kaum Tua. Tindakan mereka dalam

memberantas paham bid‟ah, takhayul dan khurafat, dipandang oleh Ulama Tua

mendesak posisi mereka ke kawasan pinggiran. Kenyataan ini mengindikasikan betapa tingginya intensitas perdebatan masalah-masalah keagamaan di Minangkabau pada awal abad ke-20, yang menurut Taufik Abdullah hal ini telah menciptakan polarisasi sosial. Kondisi tersebut bertambah keras ketika para Ulama Kaum Muda memunculkan lembaga-lembaga pendidikan dan juga melahirkan sebuah organisasi politik yang dikenal dengan PERMI (Persatuan Muslimin Indonesia) sebagai proses lanjutan kaderisasi Sumatera Thawalib (Hakim dan Thalhah, 2005: 29).

(34)

Pada tahun 1959, tidak lama setelah berfungsinya masjid Al-Azhar, suasana politik yang digambarkan terdahulu mulai muncul. Agitasi pihak PKI dalam mendiskreditkan orang-orang yang tidak sejalan dengan kebijaksanaan mereka bertambah mengikat, masjid Al-Azhar pun tidak luput dari kondisi tersebut. Masjid ini dituduh menjadi pusat “Neo Masyumi” dan “Hamkaisme”. Tanpa diduga sebelumnya, pada hari senin 12 Ramadhan 1382 yang bertepatan dengan 27 Januari 1964, sesaat setelah Hamka memberikan pengajian di hadapan kurang lebih dari seratus orang Kaum Ibu di masjid Al-Azhar, ia ditangkap oleh penguasa Orde lama, lalu dijebloskan ke dalam tahanan. Sebagai tahanan politik, Hamka di tempatkan di beberapa rumah peristirahatan di kawasan puncak, yakni Bungalow Herlina, Harjuna, Bungalow Brimob Mega Mendung dan kamar tahanan polisi Cimacan. Di rumah tahanan inilah Hamka mempunyai kesempatan yang cukup untuk menulis Tafsir al-Azhar. Akhirnya setelah Orde lama jatuh, kemudian Orde baru bangkit di bawah pimpinan Suharto dan kekuatan PKI pun telah dirampas, Hamka dibebaskan dari tuduhan. Kesempatan ini dipergunakan Hamka untuk memperbaiki serta menyempurnakan Tafsir al-Azhar yang pernah ia tulis di beberapa rumah tahanan sebelumnya (Hakim dan Thalhah, 2005: 31).

2. Aspek Sosial Keagamaan

(35)

ketua MUI pertama tahun 1975 (http://Biografi_Buya_Hamka-Biografi_Web.html diakses 17 Mei 2014).

Hamka dikenal sebagai seorang moderat. Tidak pernah beliau mengeluarkan kata-kata keras, apalagi kasar dalam komunikasinya. Beliau lebih suka memilih menulis roman atau cerpen dalam menyampaikan pesan-pesan moral Islam (http://Biografi_Buya_Hamka-Biografi_Web.html diakses 17 Mei 2014).

Ada satu yang sangat menarik dari Hamka, yaitu keteguhannya memegang prinsip yang diyakini. Inilah yang membuat semua orang menyeganinya. Sikap independennya itu sungguh bukan hal yang baru bagi Hamka. Pada zamam pemerintah Soekarno, Hamka berani mengeluarkan fatwa haram menikah lagi bagi Presiden Soekarno. Otomatis fatwa itu

membuat sang Presiden berang ’kebakaran jenggot’. Tidak hanya berhenti di

situ saja, Hamka juga terus menerus mengkritik kedekatan pemerintah dengan PKI waktu itu. Maka, wajar saja kalau akhirnya dia dijebloskan ke penjara oleh

Soekarno. Bahkan majalah yang dibentuknya ”Panji Masyarat” pernah dibredel

Soekarno karena menerbitkan tulisan Bung Hatta yang berjudul ”Demokrasi

Kita” yang terkenal itu. Tulisan itu berisi kritikan tajam terhadap konsep

demokrasi terpimpin yang dijalankan Bung Karno. Ketika tidak lagi disibukkan dengan urusan-urusan politik, hari-hari Hamka lebih banyak diisi dengan kuliah subuh di Masjid Al-Azhar, Jakarta Selatan (http://Biografi_Buya_Hamka-Biografi_Web.html diakses 17 Mei 2014).

(36)

Hamka merupakan sosok intelektual yang unik. Keunikannya terletak pada latar belakang lembaga pendidikannya yang tradisional, namun ia mempunyai wawasan generalistik dan modern. Keberadaan Hamka merupakan sebuah kontiniuitas intelektual Melayu yang sudah tidak ada lagi di zaman modern ini. Kemampuannya berkomunikasi sesuai dengan kemelayuan baik melalui bahasa lisan maupun tulisan telah menempatkan dirinya pada kedudukan khusus dalam sejarah intelektual Islam di kawasan rumpun Melayu. Bukan hanya karena beliau banyak menulis buku-buku sejarah, khususnya sejarah Islam di nusantara termasuk biografi, melainkan pemikiran Hamka telah dapat mengisi kekosongan khazanah peradaban Islam di nusantara. Kemasyhuran pemikiran dan intelektualitasnya melampaui batas tanah air bahkan menyebar sampai ke negeri-negeri Islam baik di kawasan kelompok Melayu maupun Timur Tengah. Dalam konteks ini Hamka dapat dikatakan sebagai pewaris dan penyambung intelektual Islam Melayu klasik (

http://ulama-minang.blogspot.com/2011/10/hamka-dan-islam-dalam-konteks-sosio.html diakses 19 Agustus 2014).

(37)

( http://ulama-minang.blogspot.com/2011/10/hamka-dan-islam-dalam-konteks-sosio.html diakses 19 Agustus 2014).

Sebagai seorang ilmuwan, Hamka memberikan perhatian serius terhadap isu-isu kemelayuan dan keislaman. Sebagai seorang putra Melayu, Hamka sangat mencintai seluruh bumi Melayu tanpa dihalangi oleh batas-batas wilayah. Sebagai seorang yang mempunyai kesadaran sejarah dan budaya, Hamka tidak dapat melepaskan pola pikirnya dari ikatan kemelayuan yang seagama, dan sebudaya. Tingginya penghargaan masyarakat Melayu terhadap pemikiran Hamka, telah mengantarkan dirinya sebagai sosok yang dikagumi dan dicintai oleh berbagai kalangan ( http://ulama-minang.blogspot.com/2011/10/hamka-dan-islam-dalam-konteks-sosio.html

diakses 19 Agustus 2014).

4. Pemikiran-pemikiran yang Berpengaruh

Hamka selain dipengaruhi oleh pemikiran para tokoh, seperti Muhammad Abduh, Sayyid Quthb, H. O. S Cokroaminoto, A. R. Sutan Mansur dan lainnya, pemikiran Hamka juga dipengaruhi oleh kondisi sosial politik yang terjadi semasa hidupnya, baik di dalam maupun di luar negeri. Semisal karyanya,

(38)

dengan berbagai peristiwa kontemporer dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia pada waktu itu (Hakim dan Thalhah, 2005: 32).

Kemudian buku Di Bawah Lindungan Ka‟bah, yang ditulis berdasarkan pengalamannya di Makkah selama enam bulan, dan juga karyanya yang berjudul Empat Bulan di Amerika, yang ditulis berdasarkan pengalamannya sewaktu berkunjung ke Amerika selama empat bulan, yang telah memberikan wawasan luas tentang pluralitas budaya yang ada, dan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan sistem pemikiran bangsa Indonesia di berbagai bidang, terutama bidang pendidikan (Hakim dan Thalhah, 2005: 32).

C. Karya-karyanya

1. Buku dibidang sastra, yaitu: a. Si Sabariyah, (1928).

b. Laila Majnun (1932) di terbitkan oleh Balai Pustaka.

c. Mati mengandung malu (Salinan Al-Manfaluthi), (1934).

d. Di Bawah Lindungan Ka‟bah, Haji Agus Hakim, Alumni Kulliyyatul Muballighin, yang didirikan Hamka di Padang Panjang, menceritakan bahwa naskah buku di atas telah ditulis pada tahun 1935 di Medan, akan tetapi oleh Balai Pustaka diterbitkan pada tahun 1937.

(39)

f. Merantau ke Deli, cerita roman ini dikarang berdasar inspirasi yang beliau tangkap ketika beliau menjadi guru agama di perkebunan Bajalingge. Buku ini diterbitkan pada tahun 1938 di Medan.

g. Didalam Lembah Kehidupan. Dalam buku ini banyak disinggung tentang kemudharatan pernikahan poligami yang kurang perhitungan. Buku ini diterbitkan pada tahun 1939 oleh Balai Pustaka.

h. Dijemput Mamaknya (1939). i. Keadilan Ilahi (1939) di Medan. j. Tuan Direktur (1939).

k. Terusir (1940) di Medan.

l. Margaretta Gauthier, 1940 (Hakim dan Thalhah, 2005: 33). m. Dibantingkan Ombak Masyarakat (1946).

n. Di Tepi Sungai Nil (1950) di Jakarta. o. Di Tepi Sungai Dajlah (1950) di Jakarta. p. Mandi Cahaya di Tanah Suci (1950) di Jakarta. q. Ayahku (1950) di Jakarta.

r. Pribadi (1950).

s. Kenang-Kenangan Hidup 1, autobiografi sejak lahir 1908 sampai pada tahun 1950.

t. Kenangan-kenangan hidup 2.

u. Kenangan-kenangan hidup 3.

v. Kenangan-kenangan hidup 4.

(40)

x. Empat Bulan di Amerika jilid 1 dan 2 (1953) di Jakarta (http:// Daftar Karya Buya Hamka.htm, diakses 10 Mei 2014).

2. Buku dibidang politik dan budaya, yaitu:

a. Negara Islam diterbitkan pada tahun 1935 di Padang Panjang, Sumatera Barat.

b. Islam dan Demokrasi diterbitkan pada tahun 1935 di Padang Panjang, Sumatera Barat.

c. Revolusi Fikiran diterbitkan pada tahun 1935 di Padang Panjang, Sumatera Barat.

d. Revolusi Agama diterbitkan pada tahun 1935 di Padang Panjang, Sumatera Barat.

e. Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi diterbitkan pada tahun 1935 di Padang Panjang, Sumatera Barat.

f. Dari Lembah Cita-cita diterbitkan pada tahun 1935 di Padang Panjang, Sumatera Barat.

g. Sesudah Naskah Renville diterbitkan di Sumatera Barat. h. Dilamun Ombak Masyarakat diterbitkan di Sumatera Barat. i. Merdeka diterbitkan di Sumatera Barat.

j. Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret, (1947).

k. Urat Tunggang Pancasila diterbitkan pada tahun 1950 di Jakarta.

l. Dari Perbendaharaan Lama, 1963 dicetak oleh M. Arbie, Medan; dan 1982 oleh Pustaka Panjimas, Jakarta.

m. Ekspansi Ideologi (Alghazwul Fikri), 1963, Bulan Bintang.

(41)

p. Urat Tunggang Pancasila (http:// Daftar Karya Buya Hamka.htm, diakses 10 Mei 2014).

3. Buku dibidang keagamaan Islam, yaitu:

a. Khathibul Ummah (1925) di Padang Panjang. b. Agama dan Perempuan (1929).

c. Pembela Islam(Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq), (1929).

d. Ringkasan Tarikh Ummat Islam (1929).

e. Adat Minangkabau dan Agama Islam (1929). f. Kepentingan Tabligh (1929).

g. Ayat-ayat Mi‟raj (1929).

h. Arkanul Islam (1932) di Makassar.

i. Pedoman Mubaligh Islam,Cetakan 1 1937; Cetakan ke 2 tahun 1950.

j. Falsafah Hidup (1938) di Medan. k. Lembaga Hidup (1938) di Medan.

l. Pedoman Muballigh Islam (1938) di Medan. m. Tasauf Moderen (1938) di Medan.

n. Lembaga Budi (1938) di Medan. o. Agama dan Perempuan, (1939).

p. Sejarah Islam di Sumatera(Zaman Jepang, 1943).

q. Semangat Islam diterbitkan (Zaman Jepang, 1943).

r. Muhammadiyah Melalui Tiga Zaman (1946) di Padang Panjang, Sumatera Barat.

s. Menunggu Beduk Berbunyi, sedang Konferansi Meja Bundar di Bukittinggi, Sumatera Barat.

(42)

u. Keadilan Sosial dalam Islam 1950 (sekembali dari Mekkah).

v. Perkembangan Tasauf dari Abad ke Abad (1950) di Jakarta.

w. Lembaga Hikmat, (1953) oleh Bulan Bintang, Jakarta.

x. Sejarah Ummat Islam Jilid 1, ditulis tahun 1938 diangsur sampai 1950.

y. Sejarah Ummat Islam Jilid 2.

z. Sejarah Ummat Islam Jilid 3.

aa. Sejarah Ummat Islam Jilid 4 (1955). bb. Pelajaran Agama Islam (1955). cc. Pelajaran Agama Islam, 1956.

dd. Pandangan Hidup Muslim (1960).

ee. Soal jawab (1960), disalin dari karangan-karangan Majalah Gema Islam.

ff. Hak Asasi Manusia dipandang dari segi Islam (1968).

gg. Cita-Cita Kenegaraan dalam Ajaran Islam (Kuliah umum) di Universiti Kristan (1970).

hh. Islam dan Kebatinan, (1972); Bulan Bintang.

ii. Studi Islam (1973), diterbitkan oleh Panji Masyarakat.

jj. Kedudukan Perempuan dalam Islam, (1973).

kk. Doa-doa Rasulullah S.A.W, (1974).

ll. Himpunan Khutbah-khutbah.

mm.Bohong di Dunia.

nn. Muhammadiyah di Minangkabau (1975), (Menyambut Kongres Muhammadiyah di Padang).

(43)

4. Majalah, yaitu:

a. Majalah Seruan Islam diterbitkan pada tahun 1927 di Tanjung Pura (Langkat).

b. Majalah 'Tentera' (4 nomor), 1932, di Makassar.

c. Majalah Al-Mahdi (9 nomor), 1932, di Makassar.

d. Majalah Pedoman Masyarakat diterbitkan pada tahun 1936 di Medan. e. Majalah 'Semangat Islam' (Zaman Jepang, 1943).

f. Majalah 'Menara' (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946

(http:// Daftar Karya Buya Hamka.htm, diakses 10 Mei 2014). 5. Tafsir , yaitu: tafsir Al-Azhar

(44)

BAB III

TINJAUAN KARYA HAMKA

A. Penamaan Tafsir Al-Azhar

1. Faktor yang melatarbelakangi tersusunnya Tafsir al-Azhar

Terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi tersusunnya Tafsir al-Azhar, yaitu:1) semangat generasi muda Islam di Indonesia dan di daerah-daerah yang berbahasa Melayu, yang berminat untuk mengetahui isi al-Qur’an di zaman sekarang, tetapi terhalang akibat ketidakmampuan mereka menguasai bahasa Arab. 2) kecenderungan Hamka dalam penulisan tafsir ini juga bertujuan untuk memudahkan pemahaman para muballigh yang kadang-kadang mengetahui banyak atau sedikit bahasa Arab, tetapi kurang pengetahuan umumnya. Para muballigh saat ini menghadapi masyarakat yang sudah cerdas, sehingga dalam menyampaikan dakwahnya perlu diberikan keterangan al-Qur’an secara langsung. Maka tafsir ini merupakan suatu alat penolong bagi muballigh untuk menyampaikan dakwahnya (Hakim dan Thalhah, 2005: 35). 2. Sebab dinamai Tafsir al-Azhar

(45)

Nama al-Azhar bagi masjid tersebut telah diberikan oleh Syeikh Mahmud Shaltut, Rektor Universitas al-Azhar semasa kunjungan beliau ke Indonesia pada bulan Desember 1960 dengan harapan supaya menjadi kampus al-Azhar di Jakarta.Penamaan tafsir Hamka dengan nama Tafsir al-Azhar, sangat berkaitan erat dengan tempat lahirnya tafsir ini yaitu Masjid Agung al-Azhar yang terletak di Kebayoran Baru sejak tahun 1959( http://el-fathne.blogspot.com/2010/05/tafsir-al-azhar.htmldiakses 28 Agustus 2014).

B. Karya Hamka Tentang Budi PekertiSelain Dalam Tafsir al-Azhar

Selain dari tafsir al-Azhar ada beberapa karya Hamka yang menerangkan tentang budi pekerti yaitu:

1. Buku Akhlaqul Karimah

Menurut Hamka budi pekerti yang baik adalah perangai dari para Rasul dan orang terhormat, sifat orang yang muttaqien dan hasil dari perjuangan

orang yang ‘abid. Sedang budi pekerti yang jahat adalah racun berbisa,

kejahatan dan kebusukan yang menjauhkan diri dari Rabbil Alamin. Budi pekerti jahat menyebabkan orang terusir dari jalan Tuhan, dan masuk di jalan setan. Budi pekerti jahat adalah pintu menuju neraka, sedang budi pekerti yang baik, seperti pintu menuju jannah Illahi (Hamka, 1992: 1).

Budi pekerti jahat adalah penyakit jiwa, penyakit batin, penyakit hati. Penyakit ini lebih berbahaya dari penyakit jasmani. Orang yang ditimpa penyakit jiwa, akan kehilangan makna hidup yang hakiki, hidup yang abadi, ia lebih berbahaya dari penyakit badan (Hamka, 1992: 1).

(46)

berfikir lama. Jika persediaan itu dapat menimbulkan perilaku yang terpuji, maka dinamai budi pekerti yang baik. Tetapi jika yang tumbuh perilaku tercela

menurut akal dan syara‟, maka dinamai budi pekerti yang jahat(Hamka, 1992:

4).

Budi pekerti adalah perilaku yang bersumber dalam batin. Karena ada juga orang yang menafkahkan hartanya dengan ringan, tetapi tidak bersumber dari dalam batin, akan tetapi karena ada maksud yang terselip di dalamnya. Sumber dari budi pekerti ada empat perkara yaitu:

a. Hikmatialah keadaan batin yang dapat mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, sehingga segala perbuatannya berhubungan dengan ikhtiar.

b. Syuja‟ahialah kekuatan marah yang dituntun oleh akal, baik maju dan mundurnya.

c. Iffahialah mengekang kehendak nafsu dengan akal dan syara‟.

d. Adlialahkeadaannafs, yaitu kekuatan batin yang dapat mengendalikan diri ketika marah atau ketika syahwat naik (Hamka, 1992: 5).

2. Buku Lembaga Budi

Dalam buku ini Hamka menuliskan sebuah pantun yang menyatakan bahwa hidup berbudi itu merupakan tujuan hidup.

Diribut runduklah padi, Dicupak Datuk Temenggung, Hidup kalau tidak berbudi, Duduk tegak kemari canggung,

(47)

ْوُُهُ ْنِإَو ْتَيِقَباَم ُق َلَْخَْلْا ُمَمُْلْا اَمنَِّإَو

اْوُ بَهَذ ْمُهُ ق َلَْخَأ ْتَبَهَذ

Satu bangsa terkenal ialah lantaran budinya.

Kalau budinya telah habis, nama bangsa itupun hilanglah.

Maksud dari pantun dan syair di atas menurut Hamka adalah hendaklah pada diri ada kemauan untuk mengikuti jalan yang benar dan menjauhi kehendak yang jahat. Kalau nafsu dituruti, dialah yang menjadi raja di dalam kehidupan, tetapi kalau dihindari, akan menjadikan selamat di dunia dan akhirat. Untuk mengekang nafsu ada dua cara yang pertama apabila melihat suatu perkara, jangan dilihat luarnya saja. Yang kedua hendaklah sanggup melawan kehendak nafsu kepada keburukan, dan sanggup juga melawan kehendak nafsu yang lupa dari pada kebaikan (Hamka, 1980: 13).

Menurut penyelidikan ahli-ahli ilmu budi bangsa Barat, budi dapat menjadi rusak disebabkan karena sempitnya lapangan tempat manusia hidup. Orang yang sempit lapangan hidupnya, tidak dapat melihat orang lain, melainkan hanya dirinya sendiri saja, tabiatnya egoistis, merupakan sedekat-dekatnya berbuat jahat. Sebab segala kejahatan yang dilakukannya dirasa hanya memberi manfaat untuk dirinya sendiri, tanpa berfikir akan merugikan orang lain (Hamka, 1980: 17).

(48)

Untuk memperbaiki kerusakan budi maka perlu menyediakan dua penjagaan. Pertama menjaga masyarakat dan kedua menyediakan ancaman hukuman. Dalam memperbaiki dan menjaga kerusakan budi masyarakat bisa melalui berbagai jalan, yaitu:

a. Memajukan olahraga

b. Memajukan pengajaran dan pendidikan pemuda-pemuda c. Memberantas pemabukan dan pelacuran

d. Melarang keras bergelandang

e. Menjaga perkara-perkara yang bisa menjadikan para remaja kepada pelacuran, misalnya menjalankan sensus secara teliti atas film-film dan buku-buku cabul (Hamka, 1980: 19).

3. Buku Lembaga Hidup

Dalam buku ini Hamka menuliskan bahwa salah satu hak perorangan adalah hak budi. Hak budi yaitu pemeliharaan kesehatan diri sendiri, baik diri yang lahir (jasmani) dengan berikhtiar supaya tetap sehat, kuat, sigap dan tangkas, serta hak batin dengan menambah ilmu pengetahuan dan menjaga kesopanan. Dilarang meminum minuman keras, menghisap candu, berzina dan sejenisnya, karena semua itu membahayakan badan (Hamka, 1991: 17).

Adanya larangan meminum minuman keras, karena dapat merusak budi pekerti dan menghilangkan akal. Meminum minuman keras juga dapat merusak kesehatan, sehingga pecandu minuman keras menjadi penyakit yang berbahaya bagi masyarakat. Meminum minuman keras merupakan pintu dari berbagai kejahatan, perzinaan, pembunuhan dan pencurian (Hamka, 1991: 55).

(49)

Dalam pembahasan ke-3 buku ini Hamka menuliskan tentang keutamaan budi. Keutamaan budi ialah menghilangkan segala perangai yang buruk, adat istiadat yang rendah, yang di dalam agama telah dinyatakan mana yang harus dibuang dan mana yang harus dipakai. Serta biasakan perangai-perangai yang terpuji, membekas di dalam pergaulan setiap hari dan terasa nikmat memegang adat yang mulia (Hamka, 1988: 87).

Jika sesuatu yang dilarang Allah ditinggalkan dan mengerjakan yang diperintahkan, tetapi merasa bahwa perbuatannya terpaksa, maka merupakan tanda bahwa belum naik tingkat keutamaan budinya. Sebab haruslah senantiasa berpegang dengan diri dan berjuang dengan sungguh-sungguh, sehingga dapat mencapai tujuan yang mulia (Hamka, 1988: 87).

Dalam pembahasan ke-4 Hamka menuliskan tentang kesehatan jiwa dan badan. Supaya tidak terkena penyakit jiwa dan badan, beliau salah satunya menyuruh untuk bergaul dengan orang budiman. Pergaulan membentuk kepercayaan dan keyakinan. Maka untuk membersihkan jiwa, hendaknya bergaul dengan orang-orang yang berbudi(Hamka, 1988: 106).

(50)

BAB IV

NILAI-NILAI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

D. Tinjauan Konseptual Tentang Budi Pekerti

Istilah budi pekerti, akhlak, moral dan etika sering disinonimkan antara yang satu dengan yang lainnya, karena pada dasarnya semuanya mempunyai fungsi yang sama yaitu menentukan nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia dari aspek baik dan buruknya, benar dan salahnya. Beberapa point di bawah ini akan memberikan penjelasan mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam pembahasan budi pekerti. Tujuannya supaya dapat mempermudah pemahaman akan perbedaan antara istilah-istilah tersebut, seperti penjelasan di bawah ini: 1. Moral

Saliman dan Sudarsono (1994: 149) menyatakan di dalam kamus pendidikan dan pengajaran, bahwa kata moral secara etimologis berasal dari bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan yang menjadi dasar baik atau buruk. Sedangkan secara terminologis moral adalah nilai-nilai atau adat kebiasaan yang bersumber dari masyarakat baik secara terpaksa ataupun tidak. Moral bermanfaat untuk menentukan batas-batas dari sifat-sifat atau perbuatan-perbuatan yang dapat dinyatakan baik atau buruk dan benar atau salah.

(51)

2. Etika

Etika menurut Poerbakawatja dan Harahab (1982: 98) berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti sikap batin. Sedangkan secara terminologis etika adalah ilmu yang membahas tentang bentuk-bentuk moral.

Etika merupakan filsafat tentang nilai-nilai kesusilaan tentang baik dan buruk. Etika juga merupakan pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri (Poerbakawatja dan Harahab, 1982: 98). Ukuran untuk menetapkan etika adalah pertimbangan akal pikiran manusia, atau rasio.

3. Akhlak

Akhlak secara etimologis menurut Nasution (1992: 98) berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari khuluk. Kata khuluk atau akhlak dalam ensiklopedi tematis dunia Islam berarti tabi‟at, perangai,

kebiasaan atau karakter (Abdullah, 2003: 326). Akhlak dalam ensiklopedi pendidikan berarti budi pekerti, watak dan kesusilaan yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap Khaliknya dan terhadap sesama manusia (Poerbakawatja dan Harahab, 1982: 12).

Secara terminologis, akhlak menurut Al-Ghazali adalah suatu sifat yang tetap pada jiwa seseorang, yang mendorong untuk melakukan suatu perbuatan dengan mudah tanpa membutuhkan pemikiran (Abdullah, 2003: 326). Akhlak dibagi menjadi dua yaitu akhlak mahmudah yaitu akhlak yang baik dan akhlak

mazmumah yaitu akhlak yang buruk. Ukuran untuk menetapkan akhlak adalah al-Qur’an dan sunnah.

(52)

Kata budi menurut Poerbakawatja dan Harahab (1982: 51) berarti akal atau daya untuk berfikir. Budi pekerti mencakup segi-segi kejiwaan (daya fikir) dan perbuatan manusia (pekerti). Secara terminologis, budi pekerti menurut Hamka (1992: 4) adalah suatu persediaan yang telah ada pada jiwa seseorang, yang dapat menimbulkan tingkah laku dengan mudah, tanpa membutuhkan pemikiran. Ukuran untuk menetapkan budi pekerti adalah akal dan syara’.

Persamaan antara moral, etika, akhlak, dan budi pekerti dapat dilihat dari fungsinya yang sama-sama menentukan nilai suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia dari aspek baik dan buruknya, benar dan salahnya, yang sama-sama bertujuan untuk memberikan petunjuk bagi kehidupan manusia secara lahir dan batin. Sedangkan perbedaan antara moral, etika, akhlak, dan budi pekerti yaitu moral adalah nilai-nilai yang bersumber dari masyarakat baik karena terpaksa ataupun tidak, etika adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk-bentuk moral, akhlak adalah suatu sifat yang tetap pada jiwa seseorang, yang mendorong untuk melakukan suatu perbuatan dengan mudah tanpa membutuhkan pemikiran, sedangkan budi pekerti adalah suatu persediaan yang telah ada pada jiwa seseorang, yang dapat menimbulkan tingkah laku dengan mudah, tanpa membutuhkan pemikiran.

Adapun pengertian budi pekerti dan akhlak menurut beberapa pendapat para ahli adalah sebagai berikut:

a. Pengertian AkhlakMenurut Al-Ghazali

(53)

akhlak menjadi dua yaitu akhlak yang baik (mahmudah) dan akhlak tercela

(mazmumah). Akhlak yang baik (mahmudah) adalah kebaikan batin. Kebaikan batin adalah bila sifat-sifat terpuji mengalahkan sifat-sifat yang tercela. Akhlak tercela (mazmumah) adalah akhlak yang harus dihindari dan tidak dilaksanakan.

b. Pengertian Akhlak Menurut Ibnu Miskawaih

Akhlak menurut Ibnu Miskawaih dalam kitabnya Tahzib al-Akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan tanpa memerlukan pemikiran (Abdullah, 2003: 326). Ibnu Miskawaih membagi akhlak menjadi dua yaitu akhlak yang baik (mahmudah) dan akhlak tercela (mazmumah).

c. Pengertian Budi Pekerti Menurut Hamka

Budi pekerti adalah suatu persediaan yang telah ada pada jiwa seseorang, yang dapat menimbulkan tingkah laku dengan mudah, tanpa membutuhkan pemikiran (Hamka, 1992: 4). Secara garis besar Hamka membagi nilai budi pekerti menjadi dua yaitu: budi pekerti yang baik dan budi pekerti yang buruk (jahat). Budi pekerti yang baik adalah suatu persediaan yang telah ada pada jiwa seseorang, yang dapat menimbulkan

tingkah laku terpuji menurut akal dan syara’, sedangkan budi pekerti yang

buruk (jahat) adalah suatu persediaan yang telah ada pada jiwa seseorang, yang dapat menimbulkan tingkah laku tercela menurut akal dan syara’.

(54)

mendorong untuk melakukan suatu perbuatan dengan mudah tanpa membutuhkan pemikiran. Jadi, Hamka mengikuti pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih, sehingga dapat diduga kuat bahwa pendapat hamka tidak murni dari pemikirannya sendiri, melainkan terinspirasi oleh pendapat Al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih.

E. Pemikiran Hamka Tentang Nilai-nilai Pendidikan Budi Pekerti

Nilai pendidikan budi pekerti menurut pemikiran Hamka dikategorikan menjadi empat, yaitu: pendidikan budi pekerti terhadap Allah, pendidikan budi pekerti terhadap diri sendiri, pendidikan budi pekerti terhadap kedua orang tua, dan pendidikan budi pekerti terhadap orang lain. Adapun penjelasannya seperti yang tertera di bawah ini:

1. Pendidikan Budi Pekerti terhadap Allah

(55)

Maka dari itu pendidikan akidah terhadap Allah perlu diajarkankan kepada peserta didik, karena pendidikan akidah merupakan langkah awal terbentuknya pendidikan budi pekerti terhadap Allah. Adapun pendidikan budi pekerti terhadap Allah yang terdapat dalam tafsir al-Azhar yaitu:

a. Ketakwaan

Takwa adalah menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Takwa tidak akan sempurna, kecuali jika seseorang telah meninggalkan segala bentuk perbuatan dosa dan melakukan segala perbuatan yang baik.

Penjelasan tentang takwa banyak terdapat di dalam tafsir al-Azhar. Tetapi di sini penulis mengambil dua ayat dalam tafsir al-Azhar yang berkaitan dengan takwa, yaitu:

1) Surat al-Baqarah ayat 2

Artinya: “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa” (Q.S. al-Baqarah/2: 2).

(56)

Pada akhir Desember 1962 Hamka mengadakan Konferensi Kebudayaan Islam di Jakarta. Dengan beberapa temannya, Hamka telah membicarakan pokok isi dari Kebudayaan Islam. Kesimpulan Konferensi ialah bahwa Kebudayaan Islam adalah kebudayaan takwa. Dalam takwa terkandung cinta, kasih, harap, cemas, tawakkal, ridha, dan sabar. Takwa adalah pelaksanaan dari iman dan amal shalih. Terkadang takwa diartikan dengan takut, padahal arti takwa lebih luas lagi. Bahkan dalam takwa terdapat juga arti berani memelihara hubungan dengan Tuhan, bukan hanya karena takut, tetapi karena ada kesadaran diri sebagai hamba (Hamka, 1985: 115).

Tafsir di atas menjelaskan bahwa takwa merupakan perwujudan dari iman dan amal shalih. Takwa tidak hanya sebatas takut kepada Allah, karena takut hanya sebagian kecil dari takwa. Takwa mengandung adanya kesadaran pada diri sebagai hamba untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan Allah. Jadi inti dari takwa adalah memelihara hubungan yang baik dengan Tuhan. 2) Surat Ali Imran ayat 102

(57)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam” (Q.S. Ali Imran/3: 102).

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya” (Hamka, 1987: 25).

Takwa adalah memelihara hubungan yang baik dengan Tuhan. Orang yang memegang takwa dengan sebenar-benar takwa, terpelihara tujuan hidupnya, sebab arti takwa sendiri ialah pemeliharaan (Hamka, 1987: 25).

“Dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam” (Hamka, 1987: 26).

Pegang teguh takwa dan sampai mati tetap dalam Islam. Sekali telah datang ke dunia, maka jiwa telah terisi dengan kepercayaan kepada Tuhan dan bertakwa kepada Tuhan. Dengan demikian jiwa menjadi kuat dan besar (Hamka, 1987: 26).

(58)

b. Keimanan

Iman berarti mengakui, mempercayai atau meyakini. Beriman kepada Allah artinya mengakui, mempercayai atau meyakini bahwa Allah itu ada, dan bersifat dengan segala sifat yang baik dan Maha suci dari segala sifat yang buruk.

Dasar pendidikan akhlak bagi orang muslim adalah akidah yang benar, karena akhlak tersarikan dari akidah yang benar. Akidah seseorang akan benar dan lurus jika keimanan terhadap Allah juga benar dan lurus. Orang yang beriman kepada Allah niscaya akan berperilaku baik sebagaimana perintah Allah. Sehingga orang yang beriman tidak mungkin akan menjauh bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang ditetapkan Allah.

Penjelasan tentang iman banyak terdapat di dalam tafsir al-Azhar. Tetapi di sini penulis mengambil dua ayat dalam tafsir al-Azhar yang berkaitan dengan iman, yaitu:

1) Surat Al-Baqarah ayat 3

mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka” (Q.S. Al-Baqarah/2: 3).

Referensi

Dokumen terkait

Manifestasi klinik inkontinensia yang timbul akan bervariasi tergantung pada intensitas dan kombinasi kelainan urodinamik yang ditemukan, ringkasnya buli-buli bisa normal

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris tentang pengaruh pada aktivitas praktek manajemen karena Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR), dan menguji lebih

pada siklus I pertemuan Iadalah sebagai berikut: 1) Melakukan pertemuan bersama guru kolaborator dengan tujuan membahas kapan penelitian siklus I pertemuan Iakan

Telah dilakukan penelitian elusidasi struktur kimia senyawa fenol-2-(1-metiletoksi)- metilkarbamat, yang bersifat bioaktif (LC 50 = 3,57 ppm) pengendali serangga ulat

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah apa saja dampak positif dan juga dampak negatif dalam berkomunikasi menggunakan media sosial, bagaimana

PELAKSANAAN KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) SEBAGAI BAGIAN DARI PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DIi.

• Guru memberikan pertanyaan / feedback dari hasil belajar hari ini • Guru meminta siswa untuk berdoa bersama dan menutup pelajaran.. 7.Penilaian Soal

Jika dalam jangka waktu 15 tahun tersebut ternyata salah satu dari Mawar dan Sasa meninggal dunia maka ahli waris akan mendap- atkan uang pertanggungan total sebesar Rp