Perpustakaan STAIN Salatiga
iiniHiMiinn
07TD1010911.01REKONSTRUKSI SISTEM PENDIDIKAN PESANTREN
(Telaah Terhadap Pemikiran Nurcholish Madjid)
S K R I P S I
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat
Guna memperoleh gelar sarjana dalam ilmu-ilmu Tarbiah
Ahmad Zazuli
111 03011
JURUSAN TARBIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2007
DEKLARASI
Bismillahirrahmaanir rahim
Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, penulis menyatakan
bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau
pernah diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran orang
lain,, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan
rujukan.
Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran
orang lain di luar referensi yang penulis cantumkan, maka penulis sanggup
mempertanggungjawabkan kembali keaslian skripsi ini dihadapan sidang
munaqasyah skripsi.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaKlumi.
Salatiga, 20 September 2007
Penulis
D E P A R T E M E N A G A M A RI
SEKO LAH TIN G G I A G A M A ISLAM NEGERI
S A L A T I G A
Jl. Tentara Pelajar No. 02 Salatiga 50721 Telp. (0298) 323433, 323706
Dra. Siti Asdiqoh
Dosen STAIN Salatiga Jl. Stadion NO. 03 Salatiga
Salatiga, 20 Septem ber 2007
NOTA PEMBIMBING
Setelah kami teliti dan kami adakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara:
Nama : Ahmad Zazuli
NIM : 111 03 011
Jumsan/Progdi: Tarbiyah/PAI
Judul : REKONSTRUKSI SISTEM PENDIDIKAN
P E N G E S A H A N
Skripsi Saudara: Ahmad Zazuli dengan Nomor Induk Mahasiswa 11103011 yang berjudul: Rekonstruksi Sistem Pendidikan Pesantren (Telaah Terhadap Pemikiran Nurcholish Madjid) telah dimunaqasyahkan pada Sidang Panitia Ujian Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri pada hari: Senin, 01 Oktober 2007 M
yang bertepatan dengan tanggal 19 Ramadhan 1428H dan telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Saijana dalam Ilmu Tarbiyah
01 Oktoberber 2007 M. Salatiga,
---19 Ramadhan 1428 H.
PANITIA UJIAN
Pembimbing
£
-Dr. Mansur, M.Ag NIP. 150 267 027
MOTTO
"Motivasi diri adalah bahan bakar bagi kehidupan "
"Percaya diri adalah gas penggera kehidupan "
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
❖ Bpk dan Ibu (Aim), yang telah mendidikku, menyayangiku dari kecil
hingga aku dewasa.
❖ Saudara-saudara ku, kakak, Embak, yang telah banyak memberikan
dukungan, motifasi demi tercapainya cita-cita ku
❖ Teman-teman kos gedung putih tampa terkecuali, yang senantiasa
membuat penulis selalu bahagia, tempat berbagi suka maupun duka
❖ Teman-teman sepecial for Widi, Tengku, David, Jaya, onny, Naim, dan
semua temen tarbiyah khususnya PAI angkatan 2003 yang sama-sama
berjuang dan belajar bersama di STAIN Salatiga.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan sekripsi ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada junjungan kita Rosulallah Muhammad Saw, beserta
seluruh keluarga, sahabat, yang telah memberi petunjuk serta bimbungan
melalui ajaran-ajarannya.
Alhamdulillah dengan penuh rasa syukur, penulisan skripsi dengan
judul REKONSTRUKSI SISTEM PENDIDIKAN PESANTREN
(TELAAH TERHADAP PEMIKIRAN NURGHOLISH MADJID) ini
telah selesai. Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Islam pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
Salatiga. Kami haturkan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak
yang telah membantu terwujudnya skripsi ini.
Penulis yakin, skripsi ini tidak akan terwujud tanpa ada pertolongan
dari Allah Swt dan bantuan berbagai pihak v mg telah memberikan kontribusi.
Maka, dengan segala kerendahan hati, kami menghaturkan terima kasih
kepada:
1. Ketua STAIN Salatiga, Drs. Imam Sutomo, M.Ag.
2. Ketua Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga, Drs. Sa’adi, M.Ag
3. Ketua Program Studi PAI STAIN Salatiga, Fatchurrahman, M.Pd
5. Segenap dosen STAIN Salatiga yang telah memberi motivasi
sehingga skripsi ini dapat selesai
Penulis yakin, skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan terdapat
banyak kesalahan serta kekurangan. Maka kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan dari siapa saja. Besar harapan kami, skripsi ini bisa
bermanfaat kepada pihak-pihak terkait secara khusus, dan bagi semua
pembaca secara umum. AMIN.
Salatiga, 20 September 2007
Penulis
Ahmad Zazuli NIM. 111 03 011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...i
DEKLARASI... ii
NOTA PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN... iv
MOTTO...v
PERSEMBAHAN... vi
KATA PENGANTAR...vii
DAFTAR IS I...ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... ... 1
B. Penegasan Istilah... 8
C. Rumusan Masalah... 11
D. Tujuan Penelitian... 11
E. Manfaat Hasil Penelitian... 12
F. Metode Penelitian... 12
G. Sistematika Penulisan... 15
BAB II RIWAYAT HIDUP NURCHOLISH MADJID A. Biografi Nurcholish M adjid...17
B. Latar Belakang Pendidikan Nurcolish M adjid...19
C. Karya-Karya Tulish Nurcholish M adjid... 22
D. Arah Pemikiran Nurcholish M adjid...27
B. Sejarah Pendidikan pesantren...38
C. Pemikaran Nurcholish Madjid Tentang Rekonstruksi Sistem
Pendidikan Pesantren... 46
BAB IV ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN PESANTREN MENURUT
NURCHOLISH MADJID
A. Konsep Pendidikan Pesantren Yang Ditawarkan Oleh Nurcholish
Madjid Dalam Era Kekinian... 61
B. Realitas dan Idealitas Pendidikan Pesantren Di Indonesia Dalam Lintas
Sejarah...64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...67
B. Saran-Saran...70
C. Penutup... 70
DAFTAR PUSTAKA
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pondok pesantren sejak jaman penjajahan, merupakan lembaga
pendidikan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat kita.
Dalam catatan sejarah pendidikan Islam Indonesia, pondok pesantren atau
lebih umum (di Jawa) disebut pesantren, adalah sistem pendidikan yang
tumbuh dan lahir dari kultur asli Indonesia yang bersifat lndegenous.1
Eksistensi lembaga tersebut telah lama mendapat pengakuan masyarakat.
Pesantren ikut terlibat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Tidak
hanya dalam segi moril, namun ikut serta pula dalam memberi sumbangsih
yang cukup signifikan dalam penyelenggaraan pendidikan khususnya di
Indonesia.
Namun demikian, sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat,
pesantren mengalami perubahan dan perkembangan berarti, diantara
perubahan-perubahan itu yang paling penting menyangkut penyelenggaraan
pendidikan. Dewasa ini tidak sedikit pesantren di Indonesia yang mengadopsi
sistem pendidikan formal seperti yang diselenggarakan pemerintah. Akan
tetapi tidak sedikit pula pesantren-pesantren yang masih lekat dan tetap
mempertahankan kekhasanya yaitu pesantren tradisional atau sering pula
disebut pesantren salaf.
'Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta, Pramadinah, 1997, him. 3.
Dalam proses perubahan tersebut, nampaknya pesantren dihadapkan
pada keharusan merumuskan kembali sistem pendidikan yang
diselenggarakan. Di sini, pesantren tengah berada dalam proses pergumulan
antara identitas dan keterbukaan. Disatu pihak pesantren dituntut untuk
menemukan identitasnya kembali sebagai lembaga pendidikan Islam.
Sementara dipihak lain, ia juga harus bersedia membuka diri terhadap sistem
pendidikan moderen yang bersumber dari luar pesantren.
Dari sini, penulis coba merujuk dari pemikiran Nurcholosh Madjid
yang mana menurut beliau pesantren pada saat sekarang harus merumuskan
kembali sistem pendidikan yang dicanangkan. Dalam artian pesantren yang
lekat dengan sistem pendidikan tradisional, harus dapat merumuskan kembali
sistem pendidikan. Karena pesantren sebagai sebuah sistem pendidikan
tradisional memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk kualitas
sumberdaya manusia Indonesia. Namun di sisi lain menurut Nurcholis Madjid
lembaga pendidikan pesantren memiliki sisi kelemahan. Kritik Nurcolish
Madjid mengenai pendidikan pesantren ini dianggap penting, sebab
modernisasi pendidikan yang digagas nurcholish Madjid pada dasarnya
berangkat dari potensi dasar yang dimiliki pesantren yang patut untuk
dikebumikan kembali.2 selain itu juga mengingat saat ini wacana intlektual
dari para santri dituntut untuk mampu bersaing dengan dunia luar. Pesantren
harus menjadi institusi yang mampu mengakomodir berbagai persoalan dan
menjadi fasilitas pemecahan problem tersebut.
3
Pondok pesantren sebagai pusat pendidikan Islam, pengkaderan dan
pembinaan umat yang lahir dari budaya bangsa sendiri telah terbukti cukup
mampu berkopetensi dengan corak zaman yang mengitarinya sehingga tidak
sedikit pemimpin umat dan bangsa yang lahir dari pendidikan pesantren.
Namun ketika kita lihat pesantren yang tumbuh berkembang saat sekarang ini,
memiliki sistem pendidikan yang berbeda-beda. Artinya satu pesantren
dengan pesantren yang lainnya dalam sistem pendidikan yang dilaksanakan
tidak mesti sama. Tergantung pihak pengelola ataupun kebijaksanaan dari
seorang kyai sebagai pemilik pesantren tersebut.
Dengan adanya perbedaan sistem pendidikan tersebut menjadikan
beragamnya corak dunia pesantren. Saat ini dunia pesantren dapat
diklasifikasikan menjadi tiga katagori:3
1. Pesantren Moderen
a. Memiliki manajemen dan administrasi dengan standar moderen
b. Tidak terikat pada figur kyai sebagai tokoh sentral
c. Pola dan sistem pendidikan moderen dengan kurikulum tidak hanya
ilmu agam tetapi juga pengetahuan umum
d. Saran dan bentuk bangunan pesantren lebih mapan dan teratur
2. Pesantren Tradisional
a. Tidak memiliki manajemen dan administrasi moderen, sistem
pengelolaan pesantren berpusat oleh aturan yang dibuat kyai dan
diterjemahkan oleh pengurus pondok pesantren
b. Terikat kuat terhadap figur kyai sebagai tokoh sentral, setiap kebijakan
pondok mengacu pada wewenang yang diputuskan kyai
c. Pola dan sistem pendidikan bersifat konvensional berpijak pada tradisi
lama, pengajaran bersifat satu arah, kyai mengajar sanlri
mendengarkan secara seksama
d. Bangunan asrama santri tidak tertata rapi, pondok pesantren menyatu
dengan masyrakat sekitar, dalam artian tidak adanya pembatas antara
wilayah pondok pesantren dan lingkungan mansyarakat sekitar.
3. Semi Moderen Paduan Antara Tradisional dan Moderen
Pesantren seperti ini bercirikan nilai-nilai tradisional masih kental
dipegang, kyai masih memegang figur sentral, norma dan kode etik
pesantren klasik tetap menjadi standar pola relasi dan norma keseharian.
Tetapi mengadopsi sistem pendidikan moderen dan sarana fisik pesantren.
Dengan ketiga corak tersebut sudah terlihat bahwa adanya perbedaan
diantara setiap pondok pesantren tentang penyelenggaraan pendidikan.
Namun di sini penulis lebih cendrung pada pembahasan khususnya
mengenai pesantren trasisional dan pengelolaan pondok pesantren pada
umumnya. Diman agenda penting pondok pesantren agar lebih eksis pada
dasawarsa sekarang ini selain tetap mempertahankan kemurniannya sebagai
lembaga Islam, yang tetap berpegang dan berlandaskan norma-norma Islam,
juga harus dapat mempertimbangkan pada kehidupan dewasa ini yaitu
memenuhi tantangan modernisasi. Yang menuntut tenaga trampil disektor-
5
pesantren diharapkan mampu menyumbangkan SDM yang dibutuhkan
dalam kehidupan moderen.
Modernisme dan modernisasi sistem kelembagaan pendidikan Islam
itu sebenarnya sudah berlangsung sejak awal abad XX an. Tetapi,
modernisme sistem pendidikan dan kelembagaan Islam, berlangsung bukan
tanpa problem dan kritik. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir ini kritik
yang berkembang di tengah masyarakat muslim, khususnya dikalangan
pemikir pendidikan Islam dan pengelola pendidikan Islam itu sendiri.4
Sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam, pondok pesantren juga
harus mengadakan rekonstruksi ulang berkenaan dengan sistem pendidikan.
Menurut Azyumardi Azra, pesantren perlu mengkaji ulang secara cermat
dan hati-hati berbagai gagasan untuk mengorientasikan pesantren pada
tantangan kekinian. Sebab, bukan tidak mungkin orientasi semacam ini akan
menimbulkan implikasi negatif terhadap eksistensi dan fungsi pokok
pesantren itu sendiri. Harus dipahami, bahwa dengan menyitakan hal ini,
tidak berarti pesantren harus tidak peduli sama sekali terhadap
perkembangan di iuar dunianya. Sebaliknya, pesantren harus menumbuhkan
apresiasi yang sepatutnya terhadap perkembangan yang terjadi dimasa kini
dan mendatang, sehingga dapat memproduksi calon ulama yang
berwawasan luas.5 Dari sini diharapkan penataan kembali sistem pendidikan
pesantren agar tetap dapat bersaing ditahun-tahun yang akan datang.
4Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, Cet I. 1999, him. 39.
Nurcholish Madjid mengatakan faktor pertama yang menyebabkan
kurangnya kemampuan pesantren mengikuti dan menguasai perkembangan
zaman terletak pada lemahnya visi dan tujuan yang dibawa pendidikan
pesantren. Relatif sedikit pesantren yang mampu secara sadar merumuskan
tujuan pendidikan serta menuangkannya dalam tahapan-tahapan rencana
kerja atau program. Kondisi ini menurut Nurcholish Madjid lebih
disebabkan oleh adanya kecendrungan visi dan tujuan pesantren pada proses
inprovisasi yang dipilih sendiri oleh seorang kyai atau bersama-sama para
pembantunya.6 Berangkat dari pendapat-pendapat Nurcholish Madjid ini,
sebenarnya merupakan sebuah kritikan yang membangun dikalangan
pesantren. Harapannya, agar pesantren dapat merumuskan kembali tujuan
pendidikan yang dilaksanakan. Sehingga adanya kejelasan visi dan tujuan
yang akan dicapai pesantren.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Endang Turmudi, dalam
penetapan sistem pendidikan pesantren, bahwasanya salah satu faktor yang
olehnya sistem pendidikan dibangun adalah kyai. Karena ia adalah orang
yang memberi landasan sistem.7 Akibatnya hampir semua pesantren dalam
pandangan Nurcholish Madjid merupakan hasil usaha pribadi atau
individual, karena dari pancaran kepribadian pendirinyalah dinamika
pesantren itu akan terlihat. Dalam hal ini Nurcholish Madjid melihat ketidak
jelasan arah, sasaran yang ingin dicapai pesantren lebih disebabkan oleh
6Yasmadi, modernisasi Pesantren , kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, Quantum Teaching, Ciputat, Cetakan II, him 72.
7
faktor kyai yang memainkan peran cukup sentral dalam sebuah pondok
pesantren.8 Maka dari sini sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu
pesantren semata-mata bergantung pada kemampuan pribadi kyai.
Kritik Nurcholish Madjid tersebut di atas cukup beralasan bila
dihadapkan pada pesantren salaf. Yang mana pesantren-pesantren salaf
tersebut masih sangat besar pengaruh kyai terhadap sistem pendidikan
pesantren. Hal lain juga tercermin dari sifat pesantren salaf yang menolak
terhadap modernisasi, pesantren salaf pada umumnya masih terbelenggu
dengan tradisi dan menolak untuk menerima perubahan. Konsekuensinya,
tidaklah mengherankan pada giliranya pesantren hanya melahirkan produk-
produk pesantren yang dianggap kurang siap dalam mewarnai kehidupan
moderen. Atau dengan kata lain pesantren hanya memunculakn santri-santri
dengan kemapuan terbatas.9
Berangkat dari beberap pendapat di atas, penulis coba mengkaji
bagaimana pendidikan pesantren dapat membuka diri terhadap sistem
pendidikan moderen yang bersumber dari luar pesantren. Karena salah satu
agenda penting pesantren pada dewasa ini adalah memenuhi tantangan
zaman yaitu modernisasi. Yang menuntut pesantren tidak hanya mengkaji
ilmi-ilmu keislaman semata namun lebih kepada semua cabang ilmu
pengetahuan, yang diharapkan pesantren mampu menyumbangkan SDM
yang dibutuhkan pada kehidupan moderen, sehingga pada akhirnya
pesantren akan tetap mampu bersaing pada kehidupan dewasa ini.
lebih pada out put pesantren yang mampu menyumbangkan keahlianya
dalam bidang tertentu.
Dari sini, penulis tertarik untuk coba mengkaji pemikiran Nurcholish
Madjid mengenai sistem pendidikan pesantren, maka penulis mengambil
judul : ’’REKONSTRUKSI SISTEM PENDIDIKAN PESANTREN
(Telaah Terhadap Pemikiran Nurcholish Madjid)”.
B. Penegasan Istilah
Dalam penulisan ini, penulis terlebih dahulu menjelaskan beberapa
istilah dalam judul, agar adanya pengertian dan pemahaman yang jelas serta
menghindari kesalahan tulisan. Maka di sini perlu diuraikan sebagai berikut:
1. Rekonstruksi
Rekonstruksi dalam kamus Besar Bahasa Indonesia ialah ; pengembalian
seperti semula, penyusunan (penggambaran) kembali.10 Namun di sini penulis
lebih pada rekonstruksi dimaknai sebagai pembaharuan atau perbaikan.
2. Sistem Pendidikan
a. Sistem
Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani system yang berarti hubungan
•>
fungsional yang teratur antara unit-unit atau komponen-komponen.11
Rumusan lain menyatakan, bahwa sistem adalah kumpulan berbagai
,0Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2001, hlm.942
9
komponen yang berinteraksi satu dengan lainnya membentuk satu
kesatuan dengan tujuan yang jelas.12
Dengan demikian sudah jelas bahwa sistem adalah merupakan
himpunan komponen atau hubungan yang saling berkaitan yang bersama-
sama berfungsi untuk mencapai suatu tujuan,
b. Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata didik, mendapat awalan pe-dan
akhiran -an yang berarti bimbingan dan pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik untuk
menuju terbentuknya kepribadian yang utama.13 Devinisi lain mengatakan
bahwa pendidikan berasal dari kata "didik", lalu kata ini mendapat awalan
me sehingga menjadi "mendidik", artinya memelihara dan memberi
latihan. Dalam Bahasa Inggns, education (pendidikan) berasal dari kata
educate (mendidik) artinya memberi peningkatan (to elicit, to give rise to),
dan mengembangkan (to evolve, to develov) .14 *
Dalam pengertian yang sempit, education atau pendidikan berarti
perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan.
Sedangkan yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah
proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh
nIbid., h!m. 27.
pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan
kebutuhan.15
Selain itu, dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada tahun
1973, dikemukakan tentang pengertian pendidikan, bahwa pendidikan
pada hakikatnya merupakan satu usaha yang disadari untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia yang dilaksanakan
di dalam ataupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.16
Dari paparan di atas, maka yang dimaksud dengan sistem
pendidikan dapat diartikan sebagai satu keseluruhan dari unsur-unsur
pendidikan yang berkaitan dan berhubungan satu sama lain serta saling
mempengaruhi, dalam satu kesatuan.
3. Pesantren
Perkataan pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe di depan
dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri.17 Pesantren pada dasarnya
adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya
belajar bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru
yang lebih dikenal dengan sebutan kyai.18 Pesantren itu terdiri dari lima
elemen pokok, yaitu ; kyai, santri, masjid, pondok, dan pengajaran kitab-kitab
l9Ibid, him. 10.
6 Coirul Mahftid, Pendidikan Multikultural, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cetakan I, 2006, him.33.
17 Zamakhsyari Dofier, Tradisi Pesantren, Setudi tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta, LP3ES, 1994, him. 18.
11
Islam klasik.19 Kelima elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki
pesantren yang membedakan dengan lembaga-lembaga pendidikan yang lain.
C. Rumusan Masalah
Seperti yang telah dijelaskan di atas, dapat diangkat beberapa topik yang
menarik untuk dikaji lebih mendalam dalm skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana seting sosial yang melatar belakangi pemikiran
Nurcholish Madjid?
b. Bagaimana pemikiran Nurcholish Madjid tentang rekonstruksi
sistem pendidikan pesantren?
c. Bagaimana Implikasi Pemikiran Nurcholish Madjid tentang sistem
pendidikan pesantren?
D. Tujuan Penelitian
Yang akan dicapai dari penulisan sekripsi ini adalah:
a. Untuk mengetahui seting sosial yang melatar belakangi pemikiran
Nurcholish Madjid.
b. Untuk mengetahui pandangan Nurcholish Madjid tentang
pendidikan pesantren.
c. Untuk mengetahui implikasi pemikiran Nurcholish Madjid tentang
sistem pendidikan pesantren.
19 Yasmadi, op cit. him. 63.
m i l i k
P E R P U S T A K A A N
E. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan beberapa manfaat
baik secara teoritis maupun praktis yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Dengan adanya penelitian, dapat diketahui konsep Nurcholis Madjid
tentang sistem pendidikan pesantren
2. Manfaat Praktis
Setelah mengetahui beberapa sistem pendidikan dalam pesantren
diharapkan bermanfaat bagi pembaca atau pengelola lembaga pendidikan
Islam khususnya pesantren dan menambah khasanah pustaka Islami.
F. Metode Penelitian
Di dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa metode
sebagai acuan dalam penulisan karya ilmiah, diantaranya adalah:
1. Sumber Data
Penelitian ini termasuk dalam penelitian literer, datanya bersumber
dari literatur. Data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini penulis
peroleh dari research kepustakaan {library research) yaitu hasil dari
penelitian berbagai buku dan karya ilmiah yang ada relevansinya dengan
permasalahan. Adapun sumberdata dibagi menjadi dua:
13
Sumbar data primer yaitu yang diambil dari sumber pokoknya.20
Data ini mengambil dari buku-buku karya Nurcholish Madjid.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu, data yang dipergunakan untuk
melengkapi, menunjang dan merupakan alat bantu untuk menganalisis
permasalahan yang ada kaitanya dengan judul di atas.21 Adapun data ini
diambil dari buku-buku yang berkaitan dengan pendidikan pesantren.
2. Analisa Data
Mengingat obyek penulisan skripsi ini adalah buku-buku literatur yang
termasuk kategori penelitian kepustakaan, maka penelitianya adalah
"research kepustakaan".22 Untuk memperoleh data mengenai pemikiran
Nurcholish Madjid tentang sistem pendidikan pesantren.
Untuk mencari interpretasi yang tepat mengenai pemikiran ini penulis
menggunakan analisa deduktif, yaitu mengambil atau menarik kesimpulan
yang bertitik tolak dari hal-hal yang bersifat umum kedalam hal-hal yang
bersifat khusus. Dari interprestasi itu kemudian ditarik generalisasi dalam
perspektif rekonstruksi sistem pendidikan pesantren, satu persatu dalam
hubungan antara keduanya (induksi) dapat disimpulkan suatu sintensis
(generalisasi baru).
Agar memperoleh makna pemikiran yang kongkrit sebagaimana
pemikiran Nurcholish Madjid tentang sistem pendidikan Islam penulis
20 Winamo Surakhmad, Dasar dan Tehnik Research Pengantar Metode Ilmiah, Tarsito, Bandung, 1990, him 123.
21 Ibid, him.
menggunakan metode interpretasi, yakni karya tokoh diselami untuk
menangkap arti dan nuansa yang dimaksud tokoh itu secara khas.23
Metode koherensi intern yang dimaksud untuk memperoleh
interpretasi yang tepat mengenai pemikiran tokoh. Semua konsep dan aspek
dilihat menurut keselarasan satu sama lainnya.24 Yaitu dengan menetapkan
inti pemikiran yang mendasar dan topik-topik sentral yang ada pada tokoh
itu semua, kemudian meneliti susunan logis dan sistematis dalam
mengembangkan pemikirannya. Metode ini penulis gunakan untuk
memperoleh data-data yang utuh setelah mengakumulasikan dan menyusun
data dari karya Nurcholish Madjid yang berkaitan dengan rekonstruksi
sistem pendidikan pesantren.
Selanjutnya agar memperoleh gambaran pemikiran Nurcholish Madjid
yang khusus tentang sistem pendidikan pesantren, yang membedakan
dengan pemikiran umum penulis gunakan metode komparasi, yaitu dengan
pemikiran yang lain baik yang dekat dengannya atau justru sangat
berbeda.25 Selanjutnya untuk menyesuaikan dengan manuskrip atau naskah
baru, atau (untuk terjemahan) berhubungan dengan perkembangan bahasa
diusahakan menentukan dengan lebih tepat lagi istilah-istilah dan teks yang
otentik, atau dicoba menemukan terjemahan baru yang lebih baik, maka
penulis juga menggunakan metode heuristik.26
23 Anton Bakker dan Ahmad Zubair, Metode Penelitian Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 1990, him. 63.
24 Ibid., him. 64. 25 Ibid, him, 65. 26 Ibid, him. 75-76.
15
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang dimaksud oleh penulis di sini adalah
gambaran singkat tentang subtansi pembahasan secara garis besar. Agar dapat
memberi gambaran yang lebih jelas tentang keseluruhan isi dari skripsi, maka
penulis membagi sistematika ke dalam lima bab sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan
Dalam bab ini penulis menjabarkan mengenai pokok permasalahan yang
mencakup : latar belakang pemilihan judul, penegasan istilah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
2. Bab II Riwayat Hidup Nurcholish Madjid
Bab ini memuat beberapa pembahasan seperti halnya tentang, biografi
Nurcholish Madjid, latar belakang pendidikan Nurcholish Madjid, Karya-
karya tulis Nurcholish Madjid, arah pemikiran Nurcolish Madjid.
3. Bab III Konsep Pendidikan Pesantren Menurut Nurcholish Madjid
Bab ini membahas beberapa hal yaitu, Pengertian pendidikan pesantren,
pesantren dilihat dari segi sejarah, Pemikiran Nurcholish Madjid tentang
rekonstruksi sistem pendidikan pesantren.
4. Bab IV Analisis Konsep Pendidikan Pesantren Menurut Nurcholish
Madjid
Dalm bab ini membahas tentang: Realitas dan Idealitas pendidikan
Pesantren di Indonesia Dalam Lintas Sejarah, Konsep Pendidikan
Bab V Penutup
BAB II
RIWAYAT HIDUP NUR CHOLISH MADJID
A. Biografi Nurcholish Madjid
Nurcholish, satu kata yang mungkin kita sering mendengar, kama
begitu banyak orang memakai kata itu sebagai panggilan dalam
berkomunikasi. Begitu juga nama Nurcholish Madjid yang akrab disapa
Cak Nur, tentunya tidak asing lagi bagi sebagian besar orang Indonesia,
terutama kita sebagai insan akademik yang sering menggunakan karya-
karyanya sebagai rujukan dalam tugas-tugas perkuliahan. Nurcholis
Madjid, yang populer dipanggil Cak Nur, itu merupakan ikon pembaruan
pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Ia cendekiawan muslim milik
bangsa.
Nurcholish madjid dilahirkan di Jombang, sebuah kota kabupaten
di Jawa Timur, enam tahun menjelang Indonesia merdeka. Tepatnya, ia
dilahirkan pada tanggal 17 Maret 1939 M, bertepatan dengan 26
Muharram 1358 H, dari keluarga kalangan pesantren tradisional.
Ayahnya, bernama H. Abdul Madjid, adalah seorang kyai alim hasil
godokan pesantren tebuireng, dan termasuk dalam keluarga besar
Nahdatul 'Ulama (NU), yang secara personal memiliki hubungan sangat
akrab dengan K.H. Hasyim Asy'ary, salah seorang dari founding father
Nahdatul Ulama. Sementara ibunya, adalah adik dari rois akbar NU, dari
ayah seorang aktivis syarikat dagang Islam (SDI) di Kediri, sewaktu
organisasi ini masih banyak dipegang oleh para kyai.27
Nurcholish Madjid kecil semula bercita-cita menjadi masinis kereta
api. Namun, setelah dewasa malah menjadi kandidat masinis dalam
bentuk lain, menjadi pengemudi lokomotif yang membawa gerbong
bangsa. Sebenarnya menjadi masinis lokomotif politik adalah pilihan yang
lebih masuk akal. Nurcholish muda hidup di tengah keluarga yang lebih
kental membicarakan soal politik ketimbang mesin uap. Keluarganya
berasal dari lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) dan ayahnya, Kyai Haji
Abdul Madjid, adalah salah seorang pemimpin partai politik Masyumi.
Saat terjadi “geger” politik NU keluar dari Masyumi dan membentuk
^ Q
partai sendiri, ayahnya tetap bertahan di Masyumi.
Nurcholis Madjid menghembuskan nafas terakhir dengan wajah
damai setelah melafalkan nama Allah pada Senin 29 Agustus 2005 pukul
14.05 WIB di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jakarta Selatan.
Cendekiawan kelahiran Jombang, Jawa Timur, 17 Maret 1939, itu
meninggal akibat penyakit hati yang dideritanya.Cak Nur, mengembuskan
napas terakhir di hadapan istrinya Omi Komariah, putrinya Nadia Madjid,
putranya Ahmad Mikail, menantunya David Bychkon, sahabatnya Utomo
Danandjaja, sekretarisnya Rahmat Hidayat, stafnya Nizar, keponakan dan
adiknya. Jenazah Rektor Universitas Paramadina itu disemayamkan di
Auditorium Universitas Paramadina di Jalan Gatot Subroto, Jakarta.
27 Siti Nadroh, Wacana Keagamaan dan Politik Nurcholish Madjid, Jakarta, Rajawali Pers, Cet I, 1999, Hlm.21.
19
Kemudian jenazah penerima Bintang Mahaputra Utama itu
diberangkatkan dari Universitas Paramadina setelah upacara penyerahan
jenazah dari keluarga kepada negara yang dipimpin Menteri Agama
Maftuh Basyuni, untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP)
Kalibata Selasa (30/8) pukul 10.00 WIB. Sementara, acari pemakaman
secara kenegaraan di TMP Kalibata dipimpin oleh Menteri Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat Alwi Shihab.29
B. Latar Belakang Pendidikan Nurcholish Madjid
Pendidikan dasar Nurcholish Madjid ditempuh didua sekolah
tingkat dasar, yaitu di Madrasah al-Wathaniyah yang dikelola oleh orang
tuanya sendiri dan di sekolah Rakyat (SR) di Mojoayar, Jomkbang.
Kemudian, Nurcholish Madjid melanjutkan ke sekolah tingkat pertama
(SMP) di kota yang sama. Jadi, sejak ditingkat pendidikan dasar,
Nurcholish telah mengenal dua model pendidikan. Pertama, pendidikan
dengan pola madrasah, yang sarat dengan penggunaan kitab-kitab kuning
sebagai bahan rujukan. Kedua, Nurcholish juga memperoleh pendidikan
umum secara memadai, sekaligus berkenalan dengan metode pengajaran
moderat. Pada masa pendidikan dasarnya inilah, khususnya di madrasah
al-Wathoniyah Nurcholish sudah menampakkan kecerdasannya dengan
berkali-kali menerima penghargaan atas prestasinya.30
Selanjutnya, Nurcholish dimasukan ayahnya ke pesantren Darul
Ulum Rojoso Jombang, Namun hanya bertahan dua tahun karena alas an
politik. Ayah Nurcholish, K.H. Abdul Madjid, sebagai warga NU tetap
memegang pilihannya pada masyum (sebuah Organisasi politik, yang
memiliki masa Islam terbesar, pada mulanya juga merupakan pilihan
politis warga NU termasuk para tokoh-tokohnya), sementara tokoh-tokoh
NU lainya yang karena satu dan lain hal memilih keluar dari Masyumi.
Sikap politik ayah Nurcholish yang tetap berafiliasi ke Masyumi inilah,
yang berbeda dengan tokoh-tokoh NU lainnya, membawa dampak
kehadiran Nurcholish di pesantren Darul Ulum kurang dapat sambutan
hangat. Nurcholish diaggap sebagai anak Masyumi yang kesasar
kekandang NU.31 Situasi inilah, maka Ayahnya memindahkan Nurcholish
dari basis tradisional ke oesantren modem terkenal Darussalam Gontor
Ponorogo. Menurut Nurcholish sendiri di sinilah masa palirg menentukan
pembentukan sikap keagamaannya.32
Gontor memang sebuah pondok pesantren yang moderen, malah
sangat moderen untuk ukuran waktu itu. Yang membuatnya demikian
adalah berbagai kegiatanya, sistem, orientasi, dan metodologi pendidikan,
serta pengajaranya. Kemodemannya juga tampak pada materi yang
diajarkannya. Dalam soal bahasa, di pesantren itu sudah diajarkan bahasa
Inggris, bahasa Arab, termasuk bahasa Belanda sebelum akhirnya
dilarang. Pera santri diwajibkan bercakap sehari-hari dalam bahasa Arab
31 Ibid., him. 22.
21
atau Inggris.33 Di pesantren inilah, Nurcholish masuk ke KMI (Kulliyat
al-Mu'allimin al-Islamiyyah) selama enam tahun (I960).34 Dengan
pendidikan dasar dan menengah inilah kita sediki banyak dapat membaca
bahv/a Nurcholish dididik dalam ilmu-ilmu keislaman, ditambah lagi
dengan kemahirannya berbahasa internasional Arab dan Inggris sehingga
memudahkan Nurcholish untuk mengakses buku umum yang cukup luas.
Dari pesantren Gontor yang sangat moderen pada waktu itu,
Nurcolish Madjid kemudian memasuki fakultas Adab, jurusan sastra
Arab, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Sampai tamat sarjana lengkap
(Drs.), pada 1968. pada tahun 1968 atas undangan departemen luar Negeri
AS, Nurcolish berkesempatan untuk mengunjungi negeri tersebut. Selama
itu, ia sampai keberbagai universitas. Dan Nurcholish Madjid kemudian
mendalami ilmu politik dan filsafat Islam di Universitas Chicago, 1978-
1984, sehingga mendapat gelar Ph.D. dalam bidang filsafat Islam (Islamic
Thought, 1984) dengan disertasi mengenai filsafat dan kalam (teologi)
menurut Ibnu Taimiyah.35
Kemudian, dorongan lain yang tidak bias dikesampingkan dalam
membuat pemikiran-pemikiran Nurcholish Madjid berwawasan luas
adalah pergaulannya dengan Prof. Dr. Buya Hamka. Kurang lebih 5 (lima)
tahun Nurcholish Madjid sempat menjalin hubungan yang sangat akarab
33 Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban, Mizan, Jakarta, Cet 1, 2006, him. lv.
34 Siti Nadroh, op cit, him. 23.
dengan Buya Hamka, pada saat :tu ia masih menjadi mahasiswa dan
tinggal di Masjid Agung al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta.
Dari sedikit gambaran ataupun sejarah yang melatarbelakangi
pendidikan Nurcholish Madjid ini, sedikit banyak kita dapat membaca dan
mengambil pelajaran dari kisah perjuangannya dalam mencari ilmu.
Nurcholish Madjid, seperti paparan di atas, tidak hanya seseorang yang
mudah putus asa, tetapi Nurcholish Madjid juga tekun dan rajin dalam
menuntut ilmu. Hingga pada akhirnya Nurcholish sering disebut sebagai
ikon pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia.
C. Karya-karya Tulis Nurcholish Madjid
Nurcholish dapat digolongkan sebagai cendikiawan yang
produktif. Dalam peijalanan hidupnya sudah banyak karya-karya ilmiah
baik berupa artikel, makalah maupun artikel/makalah yang dibukukan, dan
lain-lain. Di ranah pemikiran keislaman dan keindonesiaan, figure
Nurcholish Madjid adalah fenomenal. Sebagai seorang yang well-versed
dalam masalah-masalah keislaman, dalam kalitanya dengan khazanah
klasik dan moderen, Nurcholish Madjid telah melakukkan jihad intlektual
tanpa henti sampai akhir hayatnya.j6 Karyanya yang kini telah beredar
dalam bentuk buku di pasaran Indonesia antara lain:36 37
1. Khazanah intlektual Islam (1984)
36Abdul Halim, (Pengantar,) Menembus Batas Tradisi, Menuju Masa Depan Yang Membebaskan: Refleksi atas Pemikiran Nurcholish Madjid, Paramadina, Kompas, Jakarta, 2006, cet. 1, Him. vii.
23
Karya ini dimaksudkan untuk memperkenalkan salah satu segi
kejayaan Islam dibidang pemikiran, khususnya yang berkenaan
dengan falsafah dan teologi. Nurcholish Madjid dalam buku ini
memperkenalkan sarjana-sarjana muslim klasik, seperti halnya al-
Kindi, Al-Asy'ary, Ibn Sina, Al-Ghazali, dan sarjana-sarjana
muslim klasik lainnya.
2. Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan (1987)
Buku ini merupakan kumpulan tulisan-tulisan Nurcholish Madjid,
sebagai respon terhadap berbagai persoalan dan isu-isu yang
berkembang pada saat itu. Di bawah prinsip "untuk mencari kebenaran, secara tidak tx rkepulusa/i. Dan berkeyakinan luhan
adalah kebenaran dan bahwa hannya Dia-lah kebenaran mutlak,
Nurcholish Madjid melontarkan gagasan-gagasannya di sekitar
kemoderenan, keislaman dan keindonesiaan.
3. Islam, Doktrin dan Peradaban: Sebuah telaah kritis Tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan. (1992)
Di dalamnya berisikan kumpulan-kumpulan makalah, yang ditulish
Nurcholish Madjid pasca setudi di Chicago, buku ini
mengungkapkan gagasan-gagasannya di bawah tema tauhid dan
emansipasi harkat manusia, disiplin ilmu keislaman tradisional,
membangun masyarakat etika, serta universalisme islam dan
4. Islam, Kerakyatan dan Keindonesiaan: Pikiran-Pikiran
Nurcholish "Muda" (1994)
Dalam buku ini Nurcholish Madjid berbcara mengenai keislaman,
keindonesiaan dan kemoderenan, dengan penekanan bagaimana
menciptakan masyarakat yang berkeadilan berdasarkan prinsip-
prinsip tauhid.
5. Pintu-Pintu Ijtihad (1994)
Buku ini merupakan penjelasan yang lebih sederhana menenai
ajaran yang inklusif dan universal yang menjadi tema besar dalam
buku Islam Doktrin dan Peradaban. Dalam buku ini, tema-tema
besar tersebut, mencakup masalah iman, peradaban, etika, moral
dan politik Islam kontemporer, disajikan dengan bahasa yang
lugas, ringan dan sederhana, sehingga mudah dimengerti.
6. Islam Agama Peradaban, Membangun Makna dan Relevansi
Doktrin Islam dalam Sejarah (1995)
Pemikiran-pemikiran Nurcholish Madjid dalam buku ini
merupakan analisis dan refleksi terhadap wacana keislaman secara
mendasar.hanya saja, pemikiran Nurcholish yang tertuanga dalam
buku ini lebih terarah pada makna dan implikasi penghayatan iman
terhadap prilaku sosial. Nurcholish Madjid pada buku ini
membahas tema-tema pokok ajaran Islam yang telah berkembang
dan mengalami distorts ditengah umat Islam sendiri, sehingga
25
dibedakan antara nlai-nilai Islam yang bersifat subtansial dan
fundamental dari ajaran yang sekunder dan terbuka untuk
penafsiran bahkan perubahan.
7. Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi
Baru Islam Indonesia (1995)
Buku ini menghadirkan ajaran Islam secara lebih human, adil,
inklusif dan egaliter yang bertolak dari paradigma tauhid dan etika.
Hanya saja pemikiran-pemikiran Nurcholish Madjid dalam buku
ini, menyajikannya dengan wawasan yang lebih kosmopolit dan
universal sekaligus mempertimbangkan aspek parsial dan kultural
paham-paham keagamaan yang berkembang.
8. Masyarakat Riligius (1997)
Buku ini mengetengahkan Islam dan konsep kemasyarakatan,
komitmen pribadi dan sosial, konsep keluaga muslim. Prinsip
medis dan kesehatan keluarga muslim serta konsep mengenai
eskatologis dan kekuatan supra alami.
9. Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di
Indonesia (1997)
Buku ini berisikan kajian ilmiah terhadap Islam di Indonesia,
sebagaiman peran umat Islam Indonesia menyongsong era tinggal
landas. Dimensi sosial budaya dan pembangunan di Indonesia serta
demokrasi di Indonesia. Dalam buku ini Nurcholish Madjid
politik dan golkar, pemilu, demokrasi, demokratisasi, oposisi,
keadilan, dan dinamika perkembangan intelektaual Islam di
Indonesia.
10. Kaki Langit Peradaban Islam (1997)
Buku ini berisi tiga bab. Pertama, mengetengahkan wawasan
peradaban Islam. Kedua, menjelaskan sumbangan pemikiran-
pemikiran para tokoh muslim. Dan ketiga, mengenai dunia Islam
dan dinamika global.
11. Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (1997)
Dalam buku ini, Nurcholish Madjid menyumbang 17 buah entry, di
bawah tema-tema penafsiran Al-Qur'an, konsep dasar Al-Qur'an,
disiplin ilmu keislaman trasisional, fiqih dan realitas umat Islam,
dimensi esoteris ibadah dan implikasinya pada pengembangan
etika sosial, serta dimensi social dari ajaran Islam.
12. Bilik-Bilik Pesantren, Sebauah Potret Perjalanan (1997)
Buku ini memuat diskripsi dunia pesantren dengan segala dinamika
perkembangannya, berhadapan dengan wacana modernisasi.
Meskipun telah berlalu kurang lebih 20 tahun, kehadiran buku ini
tetap menunjukkan signifikansinya dalam rangka mencari dan
menemukan format baru dunia pesantren berhadapan dengan
realitas eksternal yang mengitarinya.
13. Dialok keterbukaan, Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana
27
Buku ini merupakan kumpulan wawancara yang pernah dimuat
dalam berbagai media masa dari sekitar tahun 1970-an sampai
1996-an, dengan tema yang sangat beragam dan sepontan, meliputi
berbagai persoalan aktual; politik, budaya, pendidikan.
14. Cita-Cita Politik Isalm Era Reformasi (1999)
Buku ini merupakan perjalanan panjang pandangan sosial politik
Nurcholish madjid, dalam wacana perpolitikan di Indonesia.
Dan masih banyak lagi karya-karya tulis Nurcholish Madjid yang
belum dapat penulis paparka, ada pula karya Nurcholish yang berupa
artikel-artikel baik yang berbahasa Arab, Inggris ataupun yang berbahasa
Indonesia. Melihat begitu banyaknya karya-karya ilmiah yang dihasilakan
oleh Nurcholish Madjid menunjukkan satu kenyataan bahwa Nurcholish
Madjid merupakan seorang intelektual muslim yang produktif.
Pemikirannya dalam berbagai bidang telah diakui, khususnya dalam
wacana pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia.
D. Arah Pemikiran Nurcholish Madjid
Membicarakan tentang Nurcholish Madjid yang lebih kental di sapa
Cak Nur, tentunya kita tidak akan terlepas dari pembahasan tentang arah
pemikiran Cak Nur, di mana Nurcholish Madjid pernah disebut sebagai
"lokomotif' pemkiran Islam Indonesia. Sebagaimana ditunjukkan oleh
kata itu, Cak Nur dianggap sebagai penggerak sekaligus "frontier" atau
lain di Negeri ini.38 Dari sini tentunya sedikit banyak kita dapat membaca
bagaimana seorang tokoh seperti halnya Nurcholish merupakan salah satu
cendikiawan muslim milik bangsa, yang dengan pemikiran-pemikiranya
dapat diterima oleh banyak masyarakat Indonesia.
Karir intlektualnya, sebagai pemikir muslim, dimulai pada masa di
IAIN Jakarta, khususnya ketika menjadi ketua umum PB HMI (Himpunan
Mahasiswa Islam), selama dua kali priode, yang dianggapnya sebagai
"kecelakaan sejarah" pada 1966-1968 dan 1969-1971. di tahun 1968 ia
menulis karangan "Modernisasi ialah Rasionalisasi, Bukan Westernisasi"
sebuah karangan yang sibicarakan di kalangan HMI seluruh Indonesia. Di
masa ini pula banyak karya nurcholish Madjid, diantaranya ia menulis
sebuah buku pedoman idiologis HMI, yang disebut Nilai-Nilai Dasar
Perjuangan (NDP), ini di tulis Cak Nur setelah perjalanan panjang keliling
Amerika Serikat selama sebulan sejak November 1968, beberapa hari
setelah lulus saijana IAIN Jakarta, yang kemudian dilanjutkan perjalanan
ke Timur Tenggah, dan pergi haji, selama tiga bulan.39
Nurcholish Madjid, pada 1968 juga, merumuskan modernisasi
sebagai rasionalisasi. Pengertian Cak Nur tentang "modernisasi sebagai
rasionalisasi", dimaksudkan sebagai dorongan kepada umat Islam untuk
menggeluti modernisasi sebagai apresiasi kepada ilmu penmgetahuan.
Dalam tinjauan Islam, menurutnya, modernisasi itu berarti " berpikir dan
bekerja menurut frtrah atau sunatullah. Pemahaman manusia terhadap
38 Abdul Halim, op. cit. him. 143.
29
hokum-hukum alam, melahirkan ilmu pengetahuan, sehingga modem
berarti ilmiah. Dan ilmu pengetahuan diperoleh oleh manusia melalui
akalnya (rasionya), sehingga moderen berarti ilmiah.40 Yang dimaksud
sikap rasional disini ialah memperoleh daya guna yang maksimal untuk
memanfaatkan alam ini bagi kebahagiaan manusia.
Selanjutnya Nurcholish Madjid juga mengatakan bahwa seseorang
muslim adalah seseorang yang senantiasa moderen, maju dan progresif.
Karena modernisasi itu sendiri identik dengan rasionalisasi. Sementara
Islam adalah agama yang sangat menjunjung dimensi rasionalitas. Jadi,
sesuatu disebut moderen manakala bersifat rasional, ilmiah, dan
berkesesuaian dengan hokum-hukum alam. Oleh karena itu, dibutuhkan
adanya suatu kelompok pembaharu Islam yang liberal yang non-
tradisionalisme dan non-sektarianisme.41 Yang dimaksud dengan non-
sektarianisme adalah tidak membela suatu sakte atau mazhab,
kepercayaan, atau pandangan agama yang berbeda dengan pandangan
agama yang lebih lazim diterima oleh para penganut agama tersebut.
Sisi lain dari pola pemikiran Nurcholish Madjid juga mengenai neo
modernis, dari pola pemikiran ini Nurcholisah Madjid coba
menggabungkan dua faktor penting: modernisme dan tradisionalisme.
Baik tradisionalisme maupun modersisme memiliki kelemahannya
masing-masing. Modernisme Islam cendrung menampilkan dirinya
«bagai pemikiran Islam yang tegar, bahkan kaku. Sementara dipihak lain,
40 Ibid., him. lx.
tradisionalisme Islam cukup kaya dengan berbagai pemikiran klasik Islam,
tetapi justru dengan kekayaan itu, para pendukung pola pemikiran ini
sangat berorientasi pada masa lampau, dan sangat selektif menerima
gagasan-gagasan modernisasi. Sedangkan neo-modemisme Islam
berusaha menjebatani, bahkan mengatasi dua pemikiran konvensional
ini.42
Pada pola pemikiran neo-modemisme ini, Nurcholish Madjid berda
pada posisi seimbang dalam menilai tradisi dan modernitas. Tradisi disatu
sisi jelek karena mengunkung, tetapi disisi lain baik karena memberi dasar
pijakan untuk pengembangan. Sebaliknya, modernitas disatu sisi jelek
karena ekses negatif yang ditimbulkannya, tetapi disisi lain kehadirannya
tidak dapat ditolak dan malah menjadi keharusan sejaiah.
Dalam pemikiran neo-modemisme, Nurcholish Madjid merumuskan
apa yang hams dibangun oleh ide pembaharuan Islam, yaitu usaha
penyegaran pemahaman. Jadi, inti makna pembaharuan adalah up dating
pemahaman orang atas jaran agamanya dan cara mewujudkan agama itu
dalam masyarakat. Sedangkan tujuan pembaharuan itu sendiri, seperti
sering dikatakannya, adalah untuk membuat agama yang diyakini itu lebih
fungsional dalam memberi jawaban terhadap tantangan moderen. Sampai
disini dapat dipahami bahwa pemikiran Nurcholish Madjid memang
melampaui batasan tradisionalisme ataupun modernisme. Nurcholish
Madjid sendiri tidak mau terjebak sama sekali kedalam dikotomi salah
31
satu atau keduanya. Inilah salah satu alasan mendasar, setudi ini
menempatkan Nurcholish Madjid sebagai salah seorang figure neo-
modernisme.43
Tidal, hanya sampai disni pembahasan mengenai modernisme
maupun neo-modemisme, tetapi masih luas lagi pembahasan tentang
kedua hal tersebut. Namun di sini penulis hanya sedikit membahas
mengenai pemikiran Nurcholish Madjid tentang modernisme maupun
neo-modemisme. Dari sini tentunya sedikit banyak dapat memberikan
pemahaman tentang arah pemikiran yang bangun oleh Nurcholish Madjid.
Dan yang paling penting dari pola pikir tersebut yaitu adanya kesesuaian
arah dengan apa yang digagas oleh penulis dalam karya tulis ini.
Dalam kaitanya dengan pemikiran Nurcholish Madjid tentang
modernisme maupun neo-modemisme ini pula, Nurcholis juga
menggunakan kata modernisasi dalam pembahasan tentang pendidikan.
Dimana menurut nutnya hams adanya pembaharuan dalam pendidikan
khususnya di Indonesia. Modernisme dalam hal pendidikan yang digagas
oleh Nurcholish madjid juga peda pendidikan Islam teradisional atau
sering disebut pendidikan pesantren.
Modernisme pesantren, sering kita mendengar kata-kata tersebut,
baik dalam seminar atau dari membaca buku-buku yang membahas
tentang modernisasi pendidikan pesantren. Dengan adanya modernisasi
tersebut diharapkan pendidikan pesantren diharapkan mampu memberikan
jawaban pada tantangan zaman. Artinya, pendidikan pesantren mampu
bersaing sehingga lulusan-lulusan dari pesantren dapat seimbang dengan
lulusan-lulusan dari pendidikan umum.
Perlu diketahui pula bahwa modernisasi sistem pendidikan di
Indonesia sebenarnya tidak bersumber dari kalangan kaum muslimin
sendiri. Sistem pendidikan moderen pertama kali, yang pada gilirannya
mempengaruhi sistem pendidikan Islam, justru diperkenalkan oleh
pemerintah kolonia Belanda. Ini bermula dengan perluasan kesempatan
bagi pribumi dalam paruh abad ke-19 untuk mendapatkan pendidikan.
Waktu itu kolonial belanda mendirikan volkschoolen, sekolah rakyat, atau
sekolah dasar (negeri) dengan masa belajar selama tiga tahun.44
Selain mendapat tantangan dari sistem pendidikan belanda,
pesantren sebagai pendidikan Islam trasidional juga harus berhadapan
dengan sistem pendidikan moderen Islam. Dari sini diharapkan dengan
adanya pembaharuan sistem pendidikan pesantren, pesantren mampu
mengantarkan kaum muslimin kegerbang rasionalitas dan kemajuan tanpa
meninggalkan makna aslinya. Artinya, pesantren tetap berfungsi sebagai
pesantren dalam pengertian aslinya, yakni tempat pendidikan dan
pengajaran bagi para santri yang ingin memperoleh pengetahuan Islam
secara mendalam dan sekaligus sebagai tempat menimba ilmu-ilmu umum
dan tempat mengembangkan kemampuan.
44 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,
33
Selain itu juga, pesantren diharapkan mampu untuk terus menjaga
eksistensinya juga sekaligus bias mengimbangi dan menjawab perubahan
dan tuntutan akibat modernisasi. Agar tradisi pesantren dapat terus
berkembang ditengah masyarakat. Dengan harapan bahwa tranformasi
tidak menggeser ciri khas dan sekaligus kekuatannya sebagai lembaga
A. Pengertian Pendidikan Pesantren
Pondok peasantren sebagai lembaga dan wahana pendidikan Islam
yang mengandung makna keaslian (indigenous) Indonesia, pondok
pesantren telah ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, melahirkan
tradisi keislaman, dan telah banyak mereproduksi ulama.
Pendidikan berasal dari kata didik, mendapat awalan pe-dan
akhiran -an yang berarti bimbingan dan pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik untuk
menuju terbentuknya kepribadian yang utama.45 Devinisi lain mengatakan
bahwa pendidikan berasal dari kata "didik", lalu kata ini mendapat awalan
me sehingga menjadi "mendidik", artinya memelihara dan memberi
latihan. Dalam Bahasa Inggris, education (pendidikan) berasal dari kata
educate (mendidik) artinya memberi peningkatan (to elicit, to give rise to),
dan mengembangkan (to evolve, to develov).46
Dalam pengertian yang sempit, education atau pendidikan berarti
perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan.
Sedangkan yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah
proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh
45Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Islam, Bandung, Al Ma'arif, 1962, him. 19. 4bMuhibbin Syah, M.Ed, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, Cet VIII, 2003, him. 10.
35
pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan
kebutuhan.47
Sedangkan Pengertian dasar dari pondok pesantren itu sendiri
adalah tempat belajar para santri untuk mengkaji berbagai masalah
keagamaan, sosial kemasyarakatan, dan sebagainya. Sedangkan kata
pesantren berasal dari kata santri yang diimbuhan awalan pe-dan akhiran
-an yang menunjukan tempat belajar para santri. Menganggap kata santri
ini merupakan gabungan dari kata sant yang berarti manusia baik, dan
suku kata tra yang berarti suka menolong, sehingga kata pesantren dapat
berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.48 Pendapat lain tentang kata
pesantren, berasal dari kata cantrik yang diimbuhi awalan pe- dan akhiran
-an. Karena pergeseran tertentu, kata itu menjadi kata santri.49
Zamarkasih Dhofier mengatakan bahwa kata santri ada yang mengatakan
berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji, ada juga yang
mengtakan dari bahasa India shastri yang berarti orang yang tahu buku-
buku suci agama Hindu, dan ada pula yang memngatakan berasal dari kata
s has tra yang berarti buku-buku suc:, buku-buku agama, atau buku-buku
tentang ilmu pengetahuan.50 Perkataan pesantren tidak dapat terlepasa dari
kata santri itu sandiri. Di mana perkataan santri merujuk pada orang-orang
41 Ibid.,, him. 10.
48 Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, Gema Insani Press, Jakarta, 1997, him. 70. 49 Yusuf Amir Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1995, him. 195.
Islam yang memiliki kecenderungan lebih kuat pada ajaran Islam,
sedangkan untuk orang yang lebih mengutamakan tradisi
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan pesantren adalah proses
belajar mengajar atau transfer ilmu yang dilaksanakan pada tempat
tertentu dan mempunyai metode-metode pengajaran tersendiri. Metode-
metode pembelajaran yang dipakai dalam pendidikan pesantren antara
lain adalah:
a. Metode Sorogan
Sorogan berasal dari kata sorong (bahasa Jawa), yang berarti
menyodorkan.31 Disebut demikian karena setiap santri yang belajar di
pondok pesantren pada hari dan waktu-waktu tertentu, mengaji dengan
menyodorkan kitabnya dihadapan seorang kyai atau seseorang yang
ditunjuk kyai untuk menggantikannya. Sistem sorogan ini termasuk
belajar individual, dimana santri diharuskan belajar sendiri kitab yang
akan disodorkan pada kyai. Dimana seorang santri berhadapan dengan
seorang guru dan terjadi interaksi saling mengenal diantara keduanya.
Sistem sorogan ini biasanya dilaksanakan pada ruang atau tempat
tertentu. Adapula sistem sorogan ini seringkah dilaksanakan langsung
dirumah-rumah kyai.
b. Metode Watonan/Bandongan
Watonan, istilah watonan ini berasal dari waktu (bahasa Jawa)
yang berarti waktu, sebab pengajian tersebut dilakukan pada waktu
37
tertentu yaitu sebelum atau sesudah melakukan shalat fardhlu. Metode
watonan ini merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti
pelajaran dengan duduk disekeliling kyai yang menerangkan pelajaran
secara kuliah, santri mnyimak kitab masing-masing dan membuat
catatan padanya. Istilah watonan ini di jawa barat disebut
bandongan.32
Metode bandongan juga sama dengan metode watonan, metode
bandongan ini dilakukan oleh seorang kyai atau ustadz terhadap
sekelompok santri untuk mendengarkan atau menyimak apa yang telah
dibacakan oleh kyai dari sebuah kitab. Kyai membaca,
menteijemahkan, menerangkan dan sekaligus mengulas teks-teks
berbahasa Arab tanpa harakat (gundul). Kemudian santri
mendengarkan dan menyimak serta menyalin pada kitabnya,
c. Metode Musyawarah/Bahsul Masa'il
Metode musyawarah merupakan metode pembelajaran yang
lebih merip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa orang
santri dengan jumlah tertentu membuat halakoh yang dipimpin
langsung oleh kyai atau ustad senior untuk membahas atau mengkaji
persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaannya
para santri dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau
pendapatnya. Dengan demikian lebih menitik beratkan pada
kemampuan perseorangan di dalam menganalisis dan memecahkan
satu persoalan dengan argumen logika yang mengacu pada kitab-kitab
tertentu.53
d. Metode Hafalan
Metode hafalan ini diberikan ketika para santri diberi tugas
menghafal bacaan-bacaan tertentu. Dengan waktu-waktu tertentu pula.
Setelah santri dapat menghafalkan kemudian dihafalkan dihadapan
kyai atau ustadz yang memberikan tugas hafalan tersebut.
Dan masih banyak lagi metode yang diajarkan pada pendidikan
pesantren khususnya pada pesantren salaf. Meskipun kita tahu pada saat
sekarang ini, banyak sistem pendidikan pesantren, tidak hanya
menggunakan metode-metode seperti dlatas, pesantren pada saat sekarang
telah banyak yang mengadopsi atau menggunakan metode-metode
pendidikan secara umum. Namun tentunya setiap pandok pesantren tidak
akan menghilankan metode-metode seperti yang disebut di atas. Sebagai
metode dan menunjukkan keaslian dari sebuah pesantren.
B. Sejarab Pendidikan Pesantren
Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang, dalam
pengertian seluas-luasnya. Pendidikan Islam berkembang seiring dengan
kemunculan Islam itu sendiri. Begitu juga halnya pesantren yang
merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia, begitu tuanya sampali
banyak para ahli saling silang pendapat tentang kemunculan pesantren,
39
atau pesantren apa yang pertama kali muncul dan dikenal di bumi
Nusantara ini. Menurut Yusuf Amir Faisal kemunculannya berbarengan
dengan kedatangan Islam di Indonesia pada abad ke-7 Masehi, dan pada
tahun 674 sudah ada pemukiman orang-orang arab di pantai barat
Sumatra.54 Sumber lain juga mengatakan bahwa pesantren pertama kali
didirikan oleh Syekh Maulana Maghribi, yang wafat pada tanggal 12
Robiulawal 822 H, bertepatan pada tanggal 8 April 1419 M.55
Kemunculan pesantren yang sangat misterius ini, kemungkinan
disebabkan oleh tradisi keilmuan yang belum dikenal di Indonesia waktu
itu, atau mungkin juga karena pesantren sudah sangat mentradisi di bumi
nusantara sehingga sudah tidak diperlukan lagi data-data intelektual yang
mendukung eksistensi pesantren sendiri. Walaupun banyak polemik
tentang kemunculan pesantren, akan tetapi tidak mengurangi pengakuan
para pakar dan tokoh tentang keberadaan pesantren dtn peran yang
dimainkan sejak kemunculannya hingga saat ini.
Hal serupa juga diakui oleh masyarakat Indonesia mengenai
pendidikan pesantren, Eksistensi lembaga tersebut telah lama mendapat
pengakuan masyarakat. Pesantren k u t terlibat dalam upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa. Tidak hanya dalam segi moril, namun ikut serta pula
dalam memberi sumbangsih yang cukup signifikan dalam
penyelenggaraan pendidikan khususnya di Indonesia.
54 Yusuf Amir Faisal, op. cit. him. 195.
5:>Muhtarom, H.M, Reproduksi Ulama di Era Globalisasi: Resistensi Tradisional Islam,
Sebagai lembaga pendidikan yang sudah lama berkembang di
Indonesia, pesantren selain telah berhasil membina dan mengembangkan
kehidupan beragama di Indonesia, juga ikut berperan dalam menanamkan
rasa kebangsaan ke dalam jiwa rakyat Indonesia, serta pesantren telah
menunjukkan kemampuannya dalam mencetak kader-kader ulama dan
telah berjasa turut mencerdaskan kehidupan bangsa.
Ditinjau dari segi historis, pendidikan pesantren memiliki
perjalanan yang panjang hingga keberadaannya sampai pada saat
sekarang. Pesantren sejak kelahirannya merupakan institusi yang berbasic
pada ajaran Islam, bahkan institusi ini mengemban misi untuk
mensosialisasikan ajaran Islam ketengah-tengah masyarakat. Menurut
Nurcholish Madjid, pesantren dari segi historis tidak hanya identik dengan
makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia
(Indegenous).56
Karena peinsip-prinsip keagamaan yang dijadikan landasan dalam
menjalankan berbagai aktifitasnya sudah tentu pesantren akan mempunyai
banyak hambatan yang tidak sedikit. Pada masa awal dimungkinkan
pesantren akan berhadapan secara konfrontatif dengan budaya-budaya
lokal yang bertentangan dengan ajaran Islam. Budaya-budaya lokal itu
misalnya saja faham animisme dan dinamisme, dimana budaya in lebih
familier dengan ajaran hindu budha. Dari sini boleh dikatakan, bahwa
perang budaya itu sebenarnya sudah ada semenjak kedatangan Islam di
56 Nurcholish madjid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Poiret Perjalanan, 1997, Jakarta, Paramadina, him. 3.
41
Indonesia, dikemukakkan juga oleh Nurcholish Madjid, bahwa lembaga
yang serupa dengan pesantren ini sebenarnya sudah ada sejak pada masa
kekuasaan Hindu-Budha. Sehingga ket.ka Islam datang ke Indonesia
tinggal meneruskan dan mengislamkannya dengan memasukkan materi-
materi keislaman.5' Dan Islam hanya meneruskan lembaga yang sudah ada
itu dan mewamauinya dengan nilai-nilai yang Islami.
Pengajaran keislaman atau penanaman nilai-nilai Islam pada masa
awal-awal Islam di Indonesia seperti halnya yang dikemukakan oleh Karel
A. Steenbrik, pada mulanya model pengajaran Islam di laksanakan secara
individu di rumah-rumah, surau, langgar atau masjid dengan mengkaji al-
Qur’an. Tujuan utama dalam pendidikan dasar ini sudah tercapai, kalau si
murid pertama kali telah menamatkan bacaan al-Qur'an secara keseluruha.
Maka berawal dari model pengajaran ini, kemudian dilanjutkan dengan
pengajian kitab-kitab.
Dari sinilah kemudian mumncul pendidikan pesantren yang sangat
terkenal sebagai lembaga pendidikan Islam, yang mendidik para santrinya.
Biasanya pesantren didirikan oleh pemrakarsa kelompok belajar, yang
mengadakan perhitungan dan memperkirakan kemungkinan kehidupan
bersama bagi para santri dan ustaz. Pesantren pada dasarnya adalah
sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya belajar
bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang (atau lebih) Guru yang 57 *
57 Ibid., him. 3.
lebih dikenal dengan sebutan kyai.59 Di akui bahwa eksistensi suatu
pesantren sangat tergantung pada tokoh sentral yang tida lain adalah kyai
yang memimpin,
Sebagaimana pendapat Prof. Mukti Ali juga, bahwa pesantren
merupakan lembaga pendidikan Islam yang didalamnya terdapat seorang
kyai yang mengajar dan mendidik para santri dengan sarana masjid yang
dipergunakan untuk menyelenggarakan pendidikan te;sebut, serta
didukung adanya pondok sebagai tempat tinggal para santri.60 Yang
kemudian disebut pesantren. Meskipun bentuknya sangat sederhana, pada
waktu itu pendidikan pesantren merupakan satu-satunya lembaga
pendidikan yang tersetruktur, sehingga pendidikan ini dianggap sangat
bergengsi. Di lembaga inilah kaum muslimin Indonesia mendalami
doktrin dasar Islam, khususnya menyangkut praktek kehidupan
keagamaan.
Lembaga pendidikan pesantren semakin berkembang secara cepat
dengan adanya sikap non-konprontatif ulama terhadap kebijakan "Politik
Etis" pemerintah kolonial belanda pada akhir abad ke 19. kebijakan
pemerintah kolonial ini dimaksudkan sebagai balas jasa kepada rakyat
indonesia dengan memberikan pendidikan modem, termasuk budaya
Barat. Namun pendidikan yang diberikan sangat terbatas, baik dari segi
59 Ibid, him. 44.