A. Penegasan Judul
Demi memudahkan pemahaman tentang judul skripsi ini agar tidak menimbulkan kekeliruan dan kesalahpahaman, maka penulis akan menguraikan secara singkat istilah-istilah yang terdapat dalam skripsi yang
berjudul: “HIBAH SEBAGAI UPAYA MENGHINDARI
WARIS DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI DESA KERTASANA KECAMATAN
KEDONDONG KABUPATEN PESAWARAN)”.
Sebagai berikut:
1. Hibah dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) pasal 171 huruf g “adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang
masih hidup untuk dimiliki”.1
2. Kata menghindari menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “memiliki arti menjauhkan diri,
mengelak supaya terlepas”.2
3. Waris adalah "orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan."3
4. Kata Hukum Islam yaitu: “seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan atau Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini
mengikat untuk semua yang beragama Islam”.4
Jadi, Yang dimaksud judul ini adalah bagaimana menurut hukum Islam terhadap tindakan orang tua yang membagikan hibah untuk menjauhkan diri agar tidak menggunakan pembagian harta dengan cara waris, tidak lain bertujuan untuk menghindari waris yang terjadi di Desa
1
Kompilasi Hukum Islam (Bandung: Focusmedia, 2012), h. 56. 2
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Keempat (Jakarta: PT Gramedia, 2008), h.500. 3
Ahmad Rafiq, Fiqh Mawaris ( Jakarta Utara: PT Raja Grafindo
Persada, 1995), h. 3. 4
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh (Jakarta Timur:
Kertasana Kecamatan Kedondong. Oleh karena itu mereka menggunakan cara hibah dengan begitu tidak dikhawatirkan adanya sengketa diantara anak-anaknya. Karena hibah diberikan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup secara sukarela dan tanpa imbalan.
B. Alasan Memilih Judul
Ada beberapa alasan yang menjadi motivasi penulis untuk memilih judul ini sebagai bahan untuk penelitian, di antaranya sebagai berikut:
1. Alasan Secara Objektif
a. Karena adanya Indikasi prilaku sebagian umat Islam yang menghindari warisan melalui jalan hibah. b. Adanya sebuah prilaku yang tidak mengakui adanya
hukum Islam yang terjadi di Desa Kertasana Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran. 2. Alasan Secara Subjektif
a. Untuk dapat meraih gelar Sarjana dalam bidang Hukum di IAIN Raden Intan Lampung.
b. Untuk memperluas wawasan tentang permasalahan hukum di Indonesia terutama yang berhubungan dengan sistem pengalihan harta.
C. Latar Belakang Masalah
5
Artinya :”Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir." (Qs. Al-Baqarah: 286)6
Menurut Firman Allah SWT di atas, bahwa setiap manusia diberikan beban kepada seseorang sesuai dengan kesanggupan hamba-Nya. Di dalam Al-Qur’an banyak hal yang dibahas mengenai berbagai macam aspek. diantaranya mengenai aspek yang bersifat ubudiyyah. Selain itu banyak ayat-ayat Al-Qur’an menjelaskan tentang hubungan manusia dengan manusia atau muamalah. Diantara kajian muamalah adalah mengenai harta. Salah satu kebutuhan
5
Al-Baqarah (2): 286 6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya,
manusia diantaranya adalah harta. Banyak cara dalam memperoleh harta. Salah satu cara untuk memperoleh harta dapat melalui garis keturunan keluarga, yang biasa disebut dengan harta peninggalan atau tirkah7.
Harta peninggalan tersebut diperoleh dengan cara diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Pemberian harta tersebut bisa melalui jalan waris, hibah, dan lain sebagainya. Pengalihan harta dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti yang telah kita ketahui. Banyak yang melakukan pembagian harta bukan dengan cara yang telah ditentukan dalam agama. Namun, mereka membagikan harta dengan cara adat atau menggunakan sistem bagi rata.
Di antara pengalihan harta melalui cara hibah. Menyayangi dan menghadiahkan (hibah) kepada orang yang yang disayangi adalah hal yang tidak asing lagi. Dan Kata hibah berasal dari bahasa Arab yang berarti “Kebaikan atau keutamaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada
pihak yang lain berupa harta atau bukan”.8
Sama halnya seperti yang dikutip dari kompilasi hukum Islam hibah memiliki arti pemberian dari seseorang kepada orang lain secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan apapun. Jika terjadi permasalahan haruslah kita berpedoman kepada
Al-Qur’an. Hibah sendiri hukumnya adalah sunnah.9 Sesuai
dengan firman Allah SWT dalam Qs. Ali imran ayat 92 sebagai berikut :
7
Tirkah adalah semua harta peninggalan orang yang meninggal dunia sebelum diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah, pelunasan utang, dan pelaksanaan wasiat yang dilakukan oleh orang yang meninggal
ketika masih hidup. Lihat Beni Ahmad Rofiq, Op.Cit, h. 5.
8
Zakiyah Dradjat, Husni Rahiem, Ilmu Fiqih (Jakarta: cv Yulina,
1986), h. 198. 9
Moh. Talchah Mansoer, Fathul Muin Jilid II (Yogyakarta:
10
Artinya : “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah
mengetahuinya.” (Qs. Al-Imran : 92)11
Dan mengenai Hibah Rasullallah telah bersabda yang berbunyi sebagai berikut:
ِوْيَلَع ُوّلل ىَلَص ِبِّنلا ِنَع ُوْنَع ُللها َىِضَر َةَرْ يَرُى ِبَِا ْنَع
َا َ َ لَّلَ َ
:
ىَدُىُاْوَلَ ُتْبَجَِلِ ٍعاَرُكْ َا ٍعاَرِز َلَإ ُتْيِعُدْوَل
ُتَلَ بَ َل عٌعاَرُكْ َا عٌعاَر ِز لََّإإ
(
ىر خبلا ها ر
)
12
Artinya : “Dan Abu Hurairah rapat paripurna. Bahwa
Rasul telah bersabda : sekiranya saya diundang untuk makan sepotong kaki binatang pasti akan saya kabulkan undangan tersebut, begitu juga kalau sepotong kaki binatang dihadiahkan
kepada saya tentu saya terima.” (HR. Bukhari)
Dengan memperhatikan ayat dan hadis di atas maka dapat kita pahami bahwa hibah adalah termasuk perbuatan baik. Akan tetapi, penghibahan akan menjadi baik kalau
10
Al-Imran (3) : 92. 11
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya,
mushab ar-rusydi Al-Qur’an Tajwid Pertama di Indonesia (Jakarta: Kementerian Urusan Agama Islam, 2008), h.91.
12
Al Imam Al Bukhari, Terjemahan Hadits Shahih Bukhari
cara pelaksanaannya dilakukan dengan baik. sehingga akan bermanfaat baik bagi pemberi hibah maupun penerima hibah. Yaitu dengan cara dituliskan atau dikukuhkan dengan surat bukti telah terjadinya penghibahan. Selain itu dihadiri oleh beberapa orang saksi sebagai alat bukti.
Bukan hanya dengan cara hibah, pengalihan harta dapat pula dilakukan dengan cara waris. Definisi waris itu
sendiri adalah “orang yang termasuk ahli waris yang berhak
menerima warisan.”13 Dan pembagian harta waris harus sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam Qs. An-Nisa ayat 13-14 yang berbunyi :
14Artinya :”(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar. Dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api
13
Ahmad Rafiq, Op.Cit, h. 3.
14
neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” (Qs. An-Nisa : 13)15 Dan dalam hal ini Rasullallah SAW lebih memperjelas lagi dalam sabda :
َا َ س لَّبَع ِنْاا ْنَع
:
ِوْيَلَع ُولَّللا ىلَّلَص ِوّللا ُاْؤُ َر َا َ
ِب َتِك ىَلَع ِضِئاَرَفْلا ِلْىأ َْيَْ ا َا َمْلااْوُمِسْ ا َ لَّلَ َ
ِولَّللا
(
لسلما ها ر
)
16
Artinya :”Bagilah harta pusaka antara ahli-ahli waris
menurut kitabullah” (HR. Muslim)
Namun demikian ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa harta warisan boleh tidak dilaksanakan sebagaimana ketentuan pembagian yang terdapat dalam
Al-Qur’an. Yang mana pembagiannya dapat dilaksanakan
dengan jalan musyawarah.17 Baik menggunakan jalan musyawarah ataupun tidak, dalam pembagian harta haruslah dilakukan secara benar. Benar menurut Agama, negara, dan mengedepankan keadilan bagi sesama.
Sedikitnya telah dijelaskan apa yang dimaksud dengan hibah dan waris. Kemudian jika kita lihat fakta di lapangan bahwa telah terjadi penghibahan harta di Desa Kertasana Kecamatan Kedondong. Permasalahan yang dihadapi di Desa Kertasana, mengenai harta khususnya menghibahkan harta. Terdapat orang tua yang menghibahkan hartanya kepada anaknya. Sudah banyak orang yang mengetahui bahwa, praktek penghibahan suatu
15
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya,
mushab ar-rusydi Al-Qur’an Tajwid Pertama di Indonesia (Jakarta: Kementerian Urusan Agama Islam, 2008), h.118.
16
Maktabah Syamilah, Shahih muslim, Juz 8, hadis no. 3030, h. 338.
17
Firdaweri, Fiqih mawaris (Lampung: Fadil Hamdani, 2015), h.
harta dapat diberikan kepada teman ataupun kerabat. Memberikan harta kepada orang yang di inginkan oleh pemilik harta adalah hal yang baik dan sudah biasa dalam kehidupan.
Pada masyarakat di Desa Kertasana terjadi penghibahan yang dilakukan oleh ayah kepada anaknya. Akan tetapi setelah dibagikannya harta hibah mulai adanya pro kontra antara anak sebagai penerima hibah. Adanya ketidaksetujuan anak terhadap sikap orang tua yang membagikan hibah yang dianggap tidak adil. Sampai pada perseteruan antara anak yang satu dengan yang lain. Konflik yang terjadi pada salah satu keluarga yang melaksanakan pembagian hibah melakukan kekerasan kepada saudaranya. Adapula yang tidak mempermasahkan, dengan menerima semua tindakan pembagian harta secara hibah.
Permasalahan yang dikemukakan di atas, membuat orang tua sebagai pemberi hibah memiliki pemikiran untuk menarik kembali hibah tersebut. Baik karna faktor sikap yang dilakukan oleh anaknya, ataupun faktor pemikiran yang lain. Bila hal ini terjadi maka akan timbul permasalahan. Apakah hibah tersebut akan ditarik kembali atau menjadi hak mutlak si anak, sehingga hibah tersebut tidak dapat ditarik kembali.
Selain itu, dalam kasus yang terjadi di Desa Kertasana. Ada pula seorang pemilik harta yang membagikan hartanya. Kemudian belum adanya kejelasan. Ditinjau dari pemberi harta dan penerima, terjadi perbedaan pendapat mengenai harta tersebut. Dari sisi pemilik harta mengakui bahwa ia membagikan harta atas dasar menghibahkan harta. Tetapi dari sisi penerima harta menilai bahwa pembagian harta dibagikan dengan dasar waris.
perhiasan hidup setiap manusia, Allah SWT berfirman dalam Qs. Al-Kahfi ayat 46 yang berbunyi :
18
Artinya : “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi
harapan”. (Qs. Al-Kahfi : 46) 19
Dari uraian di atas sudah di uraikan mengenai hibah, waris, dan fakta yang terjadi dilapangan khususnya di Desa Kertasana. Sangat jelas adanya ketidaksingkronan antara teori dan praktek di lapangan. Memang sudah dijelaskan pada teori sebelumnya bahwa pembagian harta bisa menggunakan jalan hibah atau waris. Dan jalan yang dipilih hibah dengan maksud agar tidak adanya sengketa. Namun, masalah dalam kasus ini adalah belum adanya kepastian hukum apa yang dipakai dalam pembagian harta yang dilakukan orang tua tersebut mengenai status harta yang dibagikan kepada anak-anaknya.
Berdasarkan uraian diatas dan ketentuan-ketentuan yang ada, maka penulis berkeinginan meneliti permasalahan tersebut dalam skripsi yang berjudul, “Hibah Sebagai Upaya Menghindari Waris Ditinjau dari Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Kertasana Kecamatan Kedondong
Kabupaten Pesawaran)”
18
Al-Kahfi (18) : 46. 19
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya,
mushab ar-rusydi Al-Qur’an Tajwid Pertama di Indonesia (Jakarta:
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, beberapa permasalahan pokok yang akan diteliti antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan pembagian harta melalui hibah yang terjadi di Desa Kertasana Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran ?
2. Bagaimana Pandangan Hukum Islam mengenai kasus yang terjadi di Desa Kertasana Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran ini?
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana upaya pembagian harta yang dilakukan oleh orang tua yang masih hidup terhadap anaknya yang terjadi di Desa Kertasana Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran dan dikatakan sebagai apakah harta yang dibagikan tersebut.
b. Untuk mengetahui sah atau tidaknya pembagian harta yang dilakukan menurut Hukum Islam.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan teoritis hasil penelitian ini sebagai konstribusi dalam rangka memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, dan menjadi bahan referensi ataupun bahan diskusi bagi para mahasiswa Fakultas Syari’ah atau hukum, pemerintah, maupun masyarakat.
F. Metode Penelitian
Jenis Penelitian ini menggunakan Metode penelitian, yaitu tatacara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan.20 Adapun dalam penulisan ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis dan Sifat Penelitian a. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Study)21 dalam hal ini data maupun informasinya bersumber dari studi lapangan di Desa Kertasana Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran.
b. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat Penelitian Inferensial yaitu “pada jenis penelitian ini penulis tidak hanya melukiskan suatu pristiwa saja, akan tetapi mengambil kesimpulan umum dari masalah yang
tengah dibahas”22
2. Sumber Data
Data merupakan “keterangan-keterangan tentang
suatu hal, dapat berupa sesuatu yang dapat diketahui atau
yang dianggap atau anggapan.”23
Sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Data Primer
Data Primer adalah “data yang diperoleh atau dikumpukan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya”.24 Penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Study)25 dalam hal ini data maupun
20
M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok materi Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya cetakan pertama (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h. 21. 21
Kartini Kartono, Pengantar Metodelogi Riset Sosial cetakan
ke-VII (Bandung: Mandar Maju, 1996), h. 47 . 22
Ibid, h. 29-30. 23
Ibid, h. 82. 24Ibid,
h. 82. 25
informasinya bersumber dari studi lapangan di Desa Kertasana Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah “data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini, biasanya diperoleh dari perpustakaan atau laporan-laporan peneliti terlebih dahulu”.26
3. Populasi dan Sample
Yang dimaksud dengan Populasi adalah :
“totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki
karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti.”27
Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa populasi keseluruhan subjek yang akan diteliti secara jelas.
Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi sebanyak 5 kasus, 4 yang diteliti. Dan sampel penelitian yang diambil adalah 4 orang atau 4 kepala keluarga sebagai pemberi hibah, 1 orang kepala Desa, dan 2 orang penerima hibah.
4. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah “pencatatan peristiwa-peristiwa atau hal-hal atau keterangan-keterangan atau karakteristik-karakteristik sebagian atau seluruh elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian.”28 Pengumpulan data yang digunakan adalah Teknik Komunikasi, yaitu “proses mengirimkan atau meneruskan dan menerima isyarat-isyarat atau
pesan-pesan tertentu”.29
Adapun teknik yang penulis pergunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut :
26
M. Iqbal Hasan, Loc.Cit, h. 82.
27
Ibid, h. 58. 28
Ibid, h. 83. 29
a. Wawancara (interview)
Wawancara (interview) adalah: “sesuatu percakapan, Tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang duduk berhadapan secara fisik dan
diarahkan pada sesuatu masalah tertentu”.30
Dalam hal ini dilakukan wawancara dengan orang-orang yang dianggap dapat memberikan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subjek penelitian, namun melaui domumentasi. Dokumentasi yang digunakan dapat berupa buku harian, surat pribadi, laporan, notulen rapat, catatan kasus dalam pekerjaan sosial dan dokumentasi lainnya.31
5. Pengolahan Data
Dalam pengolahan data penulis menggunakan Pengolahan data Kualifikasi Geografis yaitu :“penggolangan materi berdasarkan kesatuan-kesatuan daerah geografis, misalnya menurut negaranya, wilayah/kawasan, kota desa, kampung dan seterusnya.”32 Dan dalam hal ini data diperoleh dari mengadakan penelitian kasus di Desa Kertasana Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran, Data diolah dengan cara :
1) Pemeriksaan Data (editing) adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah dikumpulkan, karena kemungkinan data masuk (raw data) atau data terkumpul itu tidak logis dan meragukan.33
2) Penandaan Data (coding) adalah pemberian/pembuatan kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama.34
30Ibid,
h. 187. 31
Muhammad Iqbal, Op.Cit, h. 87.
32
Ibid, h. 86 33
M. Iqbal Hasan, Op.Cit, h. 89.
34
6. Analisis Data
Dalam hal ini penulis menggunakan analisis Kualitatif, yaitu Metode Penelitian ilmu-ilmu sosial yang mengumpulkan dan menganalis data berupa kata-kata (lisan maupun tulisan) dan perbuatan-perbuatan manusia serta peneliti tidak berusaha menghitung atau mengkualifikasikan data kualitatif yang telah diperoleh dan dengan demikian tidak menganalisis angka-angka35.
35
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif cetakan ke-1 (Jakarta: Raja