• Tidak ada hasil yang ditemukan

MIMBAR SEKOLAH DASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MIMBAR SEKOLAH DASAR"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN: 2355-5343

~ Berkala terbit dua kali setahun pada bulan April dan Oktober ~

Ketua Umum Julia, M.Pd Wakil Ketua Indra Safari, M.Pd Ketua Dewan Editor Diah Gusrayani, M.Pd

Dewan Editor Dr. Tatang Muhtar, M.Si Dr. Ayi Suherman, M.Pd Dr. Prana Dwija Iswara, M.Pd

Dr. Nurdinah Hanifah, M.Pd Atep Sujana, M.Pd

Maulana, M.Pd Ani Nur Aeni, M.Pd

Tata Usaha Achdi, M.Pd Karmah Setiawati Pemasaran Drs. Dadan Djuanda, M.Pd Pelaksana Teknis Hj. Sri Utami, S.Pd Layout dan Publikasi Online

Ariana, S.Kom Yudi Kusumah, M.Pd

Berkala Mimbar Sekolah Dasar diterbitkan oleh Program Studi PGSD, Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang. Pelindung: Dr. Herman Subarjah, M.Si (Direktur). Pembina: Drs. H. Dede Tatang Sunarya, M.Pd (Sekretaris). Penanggung Jawab: Riana Irawati, M.Si & Respati Mulyanto, M.Pd (Ketua Prodi PGSD Kelas dan PGSD Penjas). Berkala Mimbar Sekolah Dasar terbit pertama kali pada tahun 2014.

Alamat Redaksi:

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang, Jl. Mayor Abdurachman No. 211 Sumedang 45322 Jawa Barat. Telp & Fax (0261) 201244. Email: mimbar.sd@upi.edu.

Alamat Publikasi:

http://jurnal.upi.edu/mimbar-sekolah-dasar

(2)

HALAMAN 1 – 132

DAFTAR ISI 1. INTERAKSI PBL-MURDER, MINAT

PENJURUSAN, DAN KEMAMPUAN DASAR MATEMATIS TERHADAP PENCAPAIAN KEMAMPUAN BERPIKIR DAN DISPOSISI KRITIS …… HAL. 1-20

~ MAULANA

2. PENDEKATAN KOMUNIKATIF DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA DI KELAS IV SD …… HAL. 21-36

~ ASIAH

3. MENEMUKAN KEMBALI RUMUS LUAS

PERSEGI PANJANG DENGAN

KONSTRUKTIVISME (STUDI KASUS PADA MAHASISWA PGSD) …… HAL. 37-47

~ ISROK’ATUN

4. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE STAD PADA

PEMBELAJARAN MENGIDENTIFIKASI JENIS MAKANAN HEWAN DI SD …… HAL. 48-63

~ OCIH SUKAESIH

5. MENINGKATKAN ECOLITERACY SISWA SD MELALUI METODE FIELD-TRIP KEGIATAN EKONOMI PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL …… HAL. 64-76 ~ RANA GUSTIAN NUGRAHA

6. IDENTIFIKASI TINGKAT KEJUJURAN SISWA SEKOLAH DASAR MELALUI GEROBAK KEJUJURAN DI KOTA SEMARANG …… HAL. 77-83

~ FINE REFFIANE, HENRY JANUAR SAPUTRA, TAUFIK HIDAYAT

7. EFEKTIVITAS DAN PENGARUH MODEL

PEMBELAJARAN INKUIRI PADA

PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR …… HAL. 84-93

~ RIF’AT SHAFWATUL ANAM

8. PENGGUNAAN METODE INDEX CARD

MATCH PADA MATA PELAJARAN IPS

POKOK BAHASAN MENGENAL SEJARAH UANG …… HAL. 94-100

~ YENA SUMAYANA

9. SIARAN RADIO CITRA 99.4 FM SEBAGAI MEDIA PELESTARIAN TEMBANG SUNDA BAGI SISWA SEKOLAH DASAR …… HAL. 101-120

~ MAYLAN SOFIAN

10. LEARNING TASKS’ WHAT AND HOW:

PERSPEKTIF DOSEN DAN MAHASISWA MENGENAI TUGAS PEMBELAJARAN …… HAL. 121-132

~ DIAH GUSRAYANI

REDAKSI BERKALA MIMBAR SEKOLAH DASAR MENERIMA TULISAN HASIL PENELITIAN, HASIL IDE/GAGASAN, ATAU RESENSI BUKU BARU, YANG MERUPAKAN KAJIAN-KAJIAN BAIK DALAM TATARAN PRAKTEK MAUPUN TEORI PENDIDIKAN, DAN KHUSUS BERKAITAN DENGAN KE-SD-AN.

(3)

[101]

SIARAN RADIO CITRA 99.4 FM SEBAGAI MEDIA PELESTARIAN

TEMBANG SUNDA BAGI SISWA SEKOLAH DASAR

Maylan Sofian

Prodi PGSD STKIP Sebelas April Sumedang Jl. Anggrek Situ No. 19 Sumedang

Email: mayland_bermain@yahoo.co.id

ABSTRACT ABSTRAK

This research inspect about preservation of traditional art through tembang sunda cianjuran on Citra radio 99, 4 FM Sumedang. The problems inspected in this research as follow, First, how does the preservation of tembang sunda cianjuran present on Citra Radio 99, 4 FM broadcast program ? Second, how does the contribution of electronic media Citra radio broadcast programme for tembang sunda cianjuran and the artist in Sumedang? In order to get the answer of the problems, the qualitative research done, that is content analysis. Content analysis is one of research method to produce objective and systematic description. The result of this research show that Citra Radio 99, 4 FM Sumedang broadcast program can be a system support to tembang sunda cianjuran. This broadcast can stimulate the listener memory about tembang sunda cianjuran that the listener ever heard or studied when they are still young. The contribution of the radio can be felt by the artist, especially to the popularity of the music player and the singer of Citra radio 99,4 FM.

Keywords: tembang, preservation, media.

Penelitian ini mengkaji mengenai pelestarian seni tradisi melalui model seni tembang sunda cianjuran di Radio Citra 99,4 FM Sumedang. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut. Pertama, Bagaimana pelestarian tembang sunda cianjuran yang dikemas dalam program siaran Radio Citra 99.4 FM? Kedua Bagaimana kontribusi program siaran media elektronik Radio Citra bagi seni tembang sunda cianjuran dan senimannya di Kabupaten Sumedang? Untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan – permasalahan itu, dilakukan penelitian kualitatif, yaitu analisis konten. Analisis konten adalah suatu metode penelitian untuk menghasilkan deskripsi objektif dan sistematik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program siaran radio citra 99,4 FM Sumedang dapat menjadi suport sistem bagi seni tembang sunda cianjuran. Kontribusi radio terhadap seniman pun dapat dirasakan oleh seniman, terutama mengenai popularitas pengiring dan penembang dalam radio Citra 99,4 FM lebih dikenal oleh masyarakat luas.

Kata kunci: pelestarian, tembang, media.

PENDAHULUAN ~ Kesenian yang ada di Sumedang menurut DISBUDPAR terdapat 28 jenis kesenian di antaranya: kuda renggong, seni umbul, seni longer, badingkut, tayub, reog, rengkong, tarawangsa, bangreng, gemyung, genggong, terbang, beluk, ujungan, pantun, celempungan, ketuk tilu, gondang, topeng kasumedangan, pencak silat, jenaka sunda, koromong, kliningan,

tembang sunda, degung, angklung,

benjang, dan sandiwara. Dari catatan–

catatan yang ditulis oleh DISBUDPAR masih banyak kesenian yang belum tercatat,

seperti wayang golek, calung, goong

renteng, dan yang lainnya.

Banyak budaya yang hidup di Sumedang, tetapi dengan masuknya budaya-budaya baru, membuat budaya lokal tergantikan. Hal itu bisa terjadi karena media seperti televisi, radio, dan yang lainnya lebih mengutamakan industri seni, sehingga tujuan utamanya lebih bersifat komersial. Pasar menjadi lahan yang terpenting dalam industri seni. Pemikiran masyarakat industri ini, lebih berorientasi pada finansial sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan konten.

(4)

[102] Dengan demikian tidak heran kalau kesenian tradisi akan semakin terkikis. Hal ini dapat dilihat dengan tidak adanya regenerasi yang dilakukan oleh beberapa seni tradisi yang ada di Kabupaten Sumedang, di antaranya seni badingkut, tayub, reog, gemyung, genggong, terbang, beluk, ujungan, pantun, ketuk tilu, jenaka

sunda, kliningan, benjang, dan sandiwara.

Kesenian-kesenian tersebut merupakan seni

yang saat ini dipertanyakan

keberadaannya. Jika dikatakan tidak ada, kesenian tersebut masih bisa dipertunjukkan, namun tidak ada media ekspresi untuk pertunjukan seni–seni tradisi di atas, sehingga menyebabkan tidak adanya regenerasi dalam kesenian-kesenian tersebut.

Seni tradisi yang masih hidup pun tidak sedikit, seperti kuda renggong, seni umbul,

rengkong, tarawangsa, bangreng,

celempungan, topeng kasumedangan,

pencak silat, kromong, tembang sunda

cianjuran, degung, angklung, longser, dan

gondang. Kesenian tradisi ini bisa bertahan

karena memiliki ruang/media untuk melakukan pertunjukan. Seperti pada kuda

renggong masih bisa bertahan karena

masyarakat Sumedang masih

menggunakan kuda renggong dalam acara khitanan sehingga kesenian kuda renggong

tidak akan hilang selama masyarakat Sumedang mempertahankan tradisi khitanan. Seni umbul akan bertahan selama tradisi ngarumat jagat masih dipertahankan.

Rengkong dan tarawangsa pun tidak akan

hilang selama masyarakat Sumedang masih melakukan ngalaksa. Celempungan masih

ada karena masyarakat masih melakukan kesenian celempungan dalam kegiatan riungan peuting, biasanya dilakukan ketika ronda malam. Topeng kasumedangan

masih bertahan karena memiliki ruang seperti museum sebagai tempat latihan dan juga memiliki media pentas yang dilakukan oleh museum Sumedang. Pencak silat masih bisa bertahan karena memiliki media pertunjukan dalam kegiatan pasanggiri.

Demikian halnya dengan kesenian gondang

dan longser ada ruang pertunjukan yang

biasanya dilakukan pada sekolah-sekolah.

Seni gondang dan longser hidup karena

sering dilakukan pasanggiri di tingkat SMA yang rutin dilakukan, sehingga kesenian ini menjamur di masyarakat dunia pendidikan di Kabupaten Sumedang.

Masuknya media baru mempengaruhi perubahan zaman yang berkiblat ke pasar dan bersifat material. Sementara peran media dalam seni tradisi hanyalah kulitnya saja. Salah satu bukti nyata di antaranya program siaran radio di Sumedang “jarang” ada yang menayangkan kesenian tradisi. Kesenian yang memiliki media, selain dari yang disebutkan di atas, ada yang paling unik yaitu tembang sunda cianjuran yang memanfaatkan media untuk bisa bertahan. Selain dalam pasanggiri, media yang dimanfaatkan tembang sunda cianjuran di Sumedang adalah radio. Hal tersebut memberikan inspirasi terhadap penulis bahwa media elektronik seperti radio dapat menjadi sebuah celah dalam melestarikan seni tradisi.

(5)

[103] Keadaan seni tradisi yang terpuruk bukan sepenuhnya kesalahan dari media, karena selain media, peran seniman pun penting dalam melestarikan seni tradisi. Kurangnya pemahaman seniman seni tradisi dalam menjadikan media sebagai alat untuk promosi, terbukti dengan banyaknya penolakan untuk mengisi acara di radio karena bayaran radio terhadap seniman dipandang kecil. Para seniman seni tradisi menginginkan bayaran yang sama antara acara radio dengan pertunjukan yang biasa mereka lakukan, ini terjadi karena pemahaman tentang manajemen seni sangat kurang. Hal ini pun menjadi salah satu faktor seni tradisi semakin jarang muncul. Kurangnya pemahaman seniman ini yang menyebabkan stasiun radio pun tidak mengambil pusing, yang pada akhirnya mereka pun membuat program siaran yang mudah untuk disiarkan. Hal ini berdampak besar terhadap seni tradisi, yang mengakibatkan radio lebih banyak menyiarkan program acara yang modern, karena seni populer lebih memahami

mengenai manajemen, mereka

menginginkan musiknya diputar di radio tanpa harus ada bayaran. Hal ini yang membuat radio lebih banyak memasukkan program siaran yang modern daripada seni tradisi.

Harus diakui bahwa radio yang memiliki program siaran seni tradisi hanya sedikit, salah satunya adalah Radio Citra. Radio Citra 99.4 FM adalah salah satu radio yang berani membuat program seni sunda dengan nama program siaran “Gentra

Pasundan”. Gentra Pasundan ini merupakan sebuah program yang menyiarkan seni

tembang sunda cianjuran. Acara ini sangat

menarik karena pertunjukannya bersifat langsung (live). Berbeda dengan program siaran yang lain seperti wayang golek

misalnya yang pertunjukannya

menggunakan kaset (tapping). Walaupun hanya dua program siaran mengenai seni tradisi yang disiarkan oleh radio Citra 99.4 FM di Kabupaten Sumedang, radio ini dapat dikatakan sebagai radio yang konsisten dalam melestarikan seni tradisi, karena dari radio-radio yang ada di kabupaten Sumedang hanya radio Citra yang memiliki program siaran seni tradisi yang pertunjukannya live.

Melihat fenomena tersebut, penulis tertarik untuk melakukan riset mengenai program yang dibuat oleh radio citra 99.4 FM sebagai sebuah gerakan pelestarian seni tradisi khususnya tembang sunda cianjuran. Mengingat hal itu, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan contoh bagi kesenian-kesenian tradisi lain. Setidaknya proses regenerasi akan tetap ada, karena memiliki media ekspresi melalui radio. Orientasi untuk masuk dalam program acara televisi atau radio merupakan sebuah cara bagaimana seni tradisi dikenal oleh masyarakat.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yaitu analisis konten. Analisis konten adalah suatu metode penelitian untuk menghasilkan deskripsi objektif dan sistematik. Dalam hal ini

(6)

[104] menganalisis pelestarian tembang sunda

cianjuran yang dikemas melalui program

siaran radio dan menganalisis kontribusi program siaran media elektronik Radio Citra 99.4 FM bagi seniman dan tembang sunda

cianjuran, yang diharapkan dapat

menggambarkan mengenai manfaat yang dirasakan seniman dan seni tembang sunda

cianjuran itu sendiri.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelestarian Tembang Sunda Melalui Radio Citra 99,4 FM Sumedang

Pelestarian merupakan hal yang penting dalam mempertahankan seni tradisi. Hal ini dianggap penting karena sebuah seni di suatu tempat akan mengalami transformasi.

Orang selalu berpergian dari satu tempat ke tempat lain, mereka membawa dan menerima pengaruh-pengaruh seni yang berbeda-beda (Joost Smiers, 2009: 353). Hal ini menunjukkan bahwa ketika adanya pengaruh dari luar, maka akan terbentuk sebuah kesenian yang baru. Ketika hal itu terjadi, tetapi kesenian setempat tidak dilestarikan, maka akan kehilangan seni tradisi, sehingga perlu adanya pelestarian seni tradisi. Misalnya di Kabupaten Sumedang saja, banyak sekali warisan seni tradisi dari hasil kebudayan yang telah dibentuk oleh para nenek moyangnya, tetapi setelah terpengaruh oleh kebudayaan luar, baik secara langsung atau pun tidak, seni yang berkembang di masyarakat bukan lagi seni tradisi, melainkan malah musik dari luar seperti menjamurnya musik band. Bahkan masyarakat lebih mengenal musik band dibandingkan

dengan kesenian – kesenian tradisi yang ada di Kabupaten Sumedang.

Oleh sebab itu, seni tradisi perlu dilestarikan karena seni tradisi merupakan identitas dari Kabupaten Sumedang, sehingga proses pelestarian seni tradisi menjadi sangat penting. Yang dimaksud dengan pelestarian di sini yaitu sebuah proses dalam melindungi sebuah produk seni tradisi dari kepunahan. Dalam proses pelestarian banyak sekali cara yang dapat dilakukan, seperti pewarisan yang dapat dilakukan melalui pendidikan, pertunjukan, dan perlombaan.

1. Pendidikan

Dalam dunia pendidikan, pelestarian dapat dilakukan melalui pendidikan formal dan nonformal. Pendidikan formal seni tradisi dapat dijadikan sebagai bahan ajar dalam pendidikan di sekolah – sekolah, sedangkan nonformal bisa dilakukan melalui sanggar – sanggar yang berkembang di masyarakat. Hanya yang menjadi kendala dalam dunia pendidikan ini banyak sekali faktor, di antaranya tidak semua guru menguasai seni tradisi yang ada di Kabupaten Sumedang, tidak semua seni tradisi bisa dipelajari di pendidikan formal ataupun nonformal, dan

kurangnya pemahaman mengenai

organisasi di sanggar – sanggar.

Dikatakan tidak semua guru menguasai tentang seni tradisi? Hampir di semua tingkatan masalah ini terjadi, misalnya kendala yang dialami oleh guru sekolah dasar, yang menjadi kendala hampir semua guru yang mengajar seni budaya bukan dari

(7)

[105] latar belakang pendidikan seni, tetapi dari pendidikan dasar sehingga kesulitan untuk mengajarkan seni. Akhirnya banyak yang menggunakan media gambar dalam pelaksanaan pembelajarannya1, maka perlu

adanya pelatihan bagi guru sekolah dasar mengenai seni tradisi. Bagi sebagian guru yang mengajar Seni Budaya, walaupun bukan dari lulusan Pendidikan Seni ada juga yang memiliki kemampuan secara otodidak, atau lulusan dari sanggar sanggar yang ada di Kabupaten Sumedang. Namun bagi sebagian guru Seni Budaya yang bukan dari Pendidikan Seni dan tidak memiliki keahlian dalam bidang seni, menjadi guru Seni Budaya dikarenakan lowongan pekerjaan sebagai guru yang masih ada itu hanya untuk pengajar Seni Budaya.

Dikatakan tidak semua seni tradisi bisa dipelajari di pendidikan formal ataupun nonformal? Ini terjadi karena banyak kesenian tradisi yang diwariskan secara turun – temurun terhadap keluarganya. Kesenian ini biasanya berkaitan sekali dengan ritual. Proses pewarisan pun terjadi hanya pada saat pertunjukan saja, biasanya kesenian ritual ini tidak mengalami proses latihan. Alat – alat dari kesenian ini hanya boleh di keluarkan dari tempat pada saat pertunjukan saja. Di luar pertunjukan alat – alat dari kesenian ini tidak dapat dikeluarkan. Kejadian ini terjadi dalam seni

kromong dan goong renteng. Bahkan tidak

setiap hari kesenian – kesenian ini bisa dipertunjukkan ada hari yang dianggap

1 Hasil evaluasi pembelajaran oleh mahasiswa Semester

5 PGSD STKIP Sebelas April Sumedang dalam mata Kuliah Pendidikan Seni Tahun Ajaran 2012/2013.

tidak bisa dilakukan pertunjukan yaitu malam Jumat dan hari Jumat, malam Jumat menurut perhitungan waktu mereka, yaitu dari pukul 5 sore sampai pukul 5 pagi, sedangkan hari Jumat itu dari pukul 5 pagi sampai pukul 5 sore. Selain dari waktu itu, seni goong renteng dan kromong ini bisa dipertunjukkan.

Pementasan kesenian – kesenian ini, digunakan sebagai ajang belajar bagi keluarganya, tidak semua anggota keluarga dapat memainkan kesenian ini, tetapi biasanya kelihatan keturunan yang dapat menjadi penerus, dari anggota keluarga pemain sejak mereka masih kecil, sehingga sering diajak oleh orangtuanya untuk ikut pertunjukan kalau ada panggilan untuk mengisi acara. Ketika ada pertunjukan itu, berlangsung juga proses pembelajaran bagi anak – anak dari pemain goong renteng

tersebut. Melihat sudah adanya yang disiapkan sebagai regenerasi dari kesenian ini, penulis merasa bangga masih memiliki generasi penerus, tetapi dikhawatirkan tidak ada orang yang menjadikan kesenian ini sebagai pengisi acara dalam kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, sementara pertunjukannya yang semakin hari semakin berkurang, karena ketika tidak ada pertunjukan berarti proses pembelajaran yang dilakukan keluarga pun terhenti, jika kesenian ini tidak ada yang memanggil untuk pertunjukan dalam waktu 20 tahun saja maka regenerasi dari kesenian goong renteng ini akan hilang. Hal ini terjadi karena proses pewarisan terjadi hanya pada saat pertunjukan saja, ketika pertunjukan tidak

(8)

[106] ada maka proses pewarisan pun akan ikut terhenti.

Dikatakan kurangnya pemahaman

mengenai organisasi di sanggar – sanggar? Banyak sanggar – sanggar yang tidak terdaftar di DISBUDPAR, sehingga ketika ada bantuan terhadap seni tradisi, mereka tidak mendapatkannya. Ada beberapa faktor, di antaranya kurang pengetahuan mengenai proses pendaftaran sanggar di dinas terkait, tidak ada sosialisasi mengenai hal tersebut, dan banyaknya orang dinas terkait yang membuat sanggar. Ketiga faktor ini yang menyebabkan tidak semua sanggar merata pengetahuannya, karena ada sanggar yang mengetahui birokrasi sehingga walaupun tidak ada proses latihan tetapi mendapatkan bantuan dari pemerintah maupun pihak lain melalui dinas terkait. Proses latihan pun waktunya tidak tentu tergantung dari kegiatan yang akan diikuti ataupun tergantung dari bantuan seperti apa. Tipe sanggar yang kedua yaitu sanggar yang merupakan keluarga atau orang dekat dinas terkait, proses latihan dan yang lainnya menunggu kegiatan dan bantuan dari pemerintah melalui dinas terkait. Dan tipe yang terakhir sanggar yang hanya menulis nama sanggar di tempat latihannya tanpa mendaftarkan ke dinas terkait hal ini terjadi karena ketidak tahuan dari pemilik sanggar, biasanya proses latihan dilakukan tiap minggu, baik ada pertunjukan ataupun tidak ada pertunjukan tetap latihan. Tetapi banyak juga sanggar – sanggar yang memang sudah rutin latihan dan terdaftar juga di dinas terkait.

Bagi pendidikan sekolah dasar, media radio bisa dijadikan media pembelajaran CTL, karena dengan guru mengajak anak mendengarkan radio dalam acara

tembang sunda hal ini sudah mengajak

anak untuk belajar dalam matapelajaran seni budaya. Siswa pun langsung dapat merasakan dan jika tertarik maka anak tersebut akan datang ke radio dan bisa melakukan bernyanyi di radio. Sehingga

pembelajaran ini dapat saling

menguntungkan. Guru SD tidak bermasalah lagi dengan kesulitan pengajaran karena bisa mengenalkan melalui siaran di radio, siswa dapat belajar tembang, dan radio pun memiliki pendengar.

2. Pertunjukan

Pertunjukan merupakan salah satu cara untuk melakukan pelestarian seni tradisi karena dengan pertunjukan kesenian tradisi bisa diketahui oleh masyarakat secara luas. Hanya saja yang menjadi kendala tempat atau acara yang menampilkan pertunjukan seni tradisi sudah banyak berkurang, ini terjadi karena banyaknya pengaruh-pengaruh kebudayaan lain yang masuk, sehingga dalam acara khitanan saja, sudah jarang yang menampilkan pertunjukan seni tradisi. Hal ini terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya ketika sudah masuk seni organ tunggal banyak kesenian tradisi yang tersisihkan dengan alasan biaya lebih murah, tidak perlu banyak pemain, sehingga organ tunggal pun menjadi pilihan masyarakat dalam hiburan–hiburan yang mereka suguhkan. Kesenian tradisi dianggap kuno sehingga masyarakat lebih memilih

(9)

[107] mempertunjukkan kesenian yang sedang populer. Pengetahuan tentang seni tradisi kurang sehingga mengikuti kesenian yang berkembang saat itu. Kesadaran masyarakat untuk kembali lagi kepada pertunjukan seni tradisional pun sangat kurang. Padahal mempertahankan seni tradisi merupakan sebuah kekuatan bagi masyarakat Sumedang. Tidak ada lagi keinginan turis domestik maupun mancanegara untuk datang ke Sumedang kalau bukan dari seni tradisi dan kebudayaannya. Misalnya kalau kita mau menjadikan hotel sebagai daya tarik kota Sumedang, masih banyak hotel yang lebih bagus di luar Kabupaten Sumedang. Kalau mau menjadikan tahu sebagai daya tarik orang datang ke Sumedang, sudah banyak

tahu Sumedang yang dijual di luar Kota Sumedang yang rasanya hampir sama, sehingga hanya dengan seni tradisi dan budaya yang dapat menjadi daya tarik bagi Kabupaten Sumedang.

Hanya saja konsep pertunjukan untuk kesenian tradisi pada saat ini sangat sedikit sekali. Terbatas dalam acara – acara ulang tahun Sumedang saja, yang dilakukan setiap satu tahun sekali. Itu pun tidak semua seni tradisi dapat mengisi acara di ulang tahun Kabupaten Sumedang.

3. Perlombaan

Perlombaan atau yang sering disebut dengan pasanggiri ini menjadi faktor yang paling membantu dalam proses pelestarian seni tradisi, hal ini terbukti dengan adanya seni tradisi yang masih menggunakan

pasanggiri sebagai kontek pertunjukan

dapat dikenal oleh masyarakat luar. Seperti pada acara kuda renggong yang selalu rutin mengadakan festival kuda renggong sehingga masyarakat Sumedang tidak ada yang tidak mengetahui kuda renggong, sehingga kuda renggong sampai saat ini bisa bertahan, dan dikenal oleh masyarakat melalui festival kuda renggong. Begitu pun dalam wayang golek hampir semua masyarakat di Sumedang mengetahui

wayang golek, karena selalu ada

wirojakrama yaitu suatu kegiatan pasanggiri

wayang se-Jawa Barat, sehingga seni ini dikenal di Masyarakat. Seni tradisi lain yang berkembang melalui pasanggiri yaitu seni

pencak silat, bertahan karena adanya

pasanggiri, termasuk tembang sunda

cianjuran memiliki kegiatan pasanggiri yang

rutin di adakan sehingga kesenian ini pun dapat berkembang.

Dalam pasanggiri ini, banyak yang mengalami kendala untuk melakukan proses pelestarian karena pasanggiri tidak dilakukan setiap saat ada waktu tertentu sehingga proses latihan pun biasanya terjadi ketika sudah mendekati waktu pasanggiri. Apalagi dalam wayang golek biasanya hanya untuk mengikuti kegiatan wirojakrama saja tetapi untuk pertunjukan di luar

pasanggiri biasanya jarang terjadi bagi

dalang Sumedang.

Pelestarian seni tradisi tidak cukup hanya dengan pendidikan, pertunjukan, dan

pasanggiri saja, tetapi selain dari ketiga

unsur tersebut perlu memiliki media lain sebagai sarana informasi bagi masyarakat

(10)

[108] Sumedang. Bisa melalui TV, radio, maupun media cetak sebagai sarana publikasi. Karena jika seni tradisi tidak dipublikasikan maka masyarakat tidak akan mengetahui ada kesenian tersebut. Misalnya dalam kontek pasanggiri, ketika tidak ada yang menginformasikan mengenai kegiatan

pasanggiri tersebut mungkin akan sedikit

peserta yang mengikuti pasanggiri, maupun penonton kegiatan pasanggiri. Bukan hanya pada saat pasanggiri saja termasuk juga perlu wadah untuk menginformasikan kesenian – kesenian melalui media publikasi ini, sehingga masyarakat Sumedang dapat memilih sendiri kesenian tradisi apa yang dapat digunakan untuk mengisi acara di resepsi –resepi yang akan dilakukannya.

Proses pelestarian bisa berjalan dengan baik jika semua pihak saling melengkapi, baik seniman yang siap untuk di publikasikan, media publikasi, dan kesadaran masyarakat untuk mempertunjukkan seni tradisi. Maka kegiatan ini akan membantu proses pelestarian. Ketika melihat fakta dilapangan kerja sama ini belum terlihat. Masih banyak seniaman yang alergi dengan publikasi, dan begitu pun dengan media publikasi. Masih belum ada persatuan di antara keduanya untuk bekerja sama. Namun tidak semua seni tradisi meenyia – nyiakan media publikasi hal ini dibuktikan oleh komunitas

tembang sunda cianjuran yang sampai saat

ini memanfaatkan media publikasi sebagai media promosi. Pelestarian tembang sunda

cianjuran melalui media radio ini yang

penulis jadikan model dalam pelestarian dengan memanfaatkan media publikasi.

Tembang sunda cianjuran merupakan seni

tradisi yang pada saat ini masih memiliki banyak penggemarnya. Selain dari

pasanggiri tembang sunda cianjuran, di

Sumedang banyak sekali yang

mengembangkan tembang sunda cianjuran

ini, salah satunya adalah masuknya dalam siaran di radio Citra 99.4 FM melalui program acara Gentra Pasundan. Acara ini sudah berlangsung dari tahun 1994 sampai sekarang, acara ini termasuk kedalam acara unggulan di radio Citra 99.4 FM Sumedang, karena acara ini ditayangkan pada PRAMTIME. Dalam acara televisi saja, jarang sekali yang dapat bertahan begitu lama. Dengan konsep acara tidak banyak perubahan, jarang sekali acara televisi yang bisa bertahan lebih dari 10 tahun. Dalam acara siaran di radio ini ada dua tipe masyarakat, yaitu masyarakat yang suka dengan lagunya saja, ada masyarakat yang suka dengan obrolan tentang budaya, sehingga penyiar harus bisa memenuhi,

keinginan semua pendengar.

Memanfaatkan media radio ini sangat efektif untuk memperkenalkan masyarakat terhadap seni tembang sunda cianjuran.

Bentuk Pertunjukan

Bentuk pertunjukan acara Gentra Pasundan ini yaitu bentuk pertunjukan seni tembang

sunda, yang dicampur dengan adanya

dialog tentang budaya Sunda khususnya seputar tema menuju Sumedang Puseur Budaya Sunda. Dialog ini digunakan supaya tidak terlalu monoton, sehingga pendengar diajak untuk berdialog mengenai Sumedang ke depan. Walaupun acara dialog ini tidak

(11)

[109] memiliki tema setiap episode, tetapi hanya langsung membahas saja, baik dimaulai oleh penelepon atau dimulai oleh penyiar, atau budayawan yang hadir dalam acara tersebut.

Bentuk pertunjukan tembang sunda

cianjuran dalam acara ini, merupakan

sebuah penyajian musik yang terdiri dari vokal dan instrumen dalam membawakan repertoar lagu-lagunya. Para seniman

tembang sunda cianjuran yang berperan

untuk menyajikan lagu-lagunya disebut penembang yang terkadang disebut juru

mamaos. Para penembang atau juru

mamaos terdiri dari wanita dan pria, tetapi

juru mamaos wanita biasanya lebih dominan dalam pertunjukan acara ini. Penembang di acara ini tidak berbeda dengan penembang pada umumnya. Hanya saja dalam acara Gentra Pasundan ini, lagu-lagu yang ditampilakan dalam acara siaran merupakan lagu-lagu pesanan dari pendengar. Masyarakat pendengar pun diberikan kebebasan untuk meminta lagu yang mereka sukai untuk didengarkan. Namun para pendengar radio dalam acara ini masih banyak yang tidak paham mengenai lagu – lagu tembang sunda

cianjuran. Masih banyak masyarakat yang

memesan lagu di luar dari lagu tembang

sunda cianjuran, sehingga dalam

pemesanan lagu dapat dibedakan masyarakat yang paham dalam tembang

sunda cianjuran dengan masyarakat yang

kurang paham. Misalnya: kalau yang tidak paham mengenai tembang sunda cianjuran

pendengar dalam meminta lagu Cianjuran

“Angin Peuting” padahal lagu Angin Peuting

bukanlah lagu tembang tapi itu adalah lagu kawih atau panambih kalau disatukan

dengan tembang, tetapi jika

pertunjukannya hanya Angin Peuting saja berarti itu masuk ke dalam kawih. Walaupun demikian untuk tidak menyakiti pendengar akhirnya hanya menyanyikan lagu Angin

Peuting saja, hal ini jika dibiarkan memang

akan mengubah tembang sunda cianjuran

dengan yang aslinya yang kemungkinan akan menyebabkan masyarakat tidak bisa membedakan tembang dan kawih. Akan tetapi dengan menyanyikan lagu yang diminta bisa menarik pendengar untuk terus dapat mendengarkan kesenian ini, tinggal bagaimana para seniman yang terlibat dapat menjelaskan di sela – sela kegiatan. Bahkan ada juga masyarakat yang pesan memang lagu – lagu kawih, seperti Asa Tos Tepang, Angin Priangan, Kembang Tanjung

Panineungan. Berbeda dengan pendengar

yang paham terhadap tembang sunda

cianjuaran biasanya pendengar yang

paham terhadap tembang sunda cianjuran

memesan lagu lengkap tembang dengan

panambihnya misalnya minta lagu cianjuran

“Goyong” dengan panambih “Angin

Peuting”. Selanjutnya pendengar yang tidak

paham sama sekali dengan seni tembang

sunda cianjuran, biasnya lagu – lagu yang di

pesan diluar kawih dan tembang seperti lagu dangdut atau yang lainnya.

Berbeda dengan juru mamaos, seniman yang berperan dalam mengiringi lagu-lagu

mamaos atau yang disebut pamirig dalam

(12)

[110] tembang, tetapi instrumen yang digunakan dalam acara ini hanya kacapi indung, dan suling saja. Bentuk pertunjukan dari acara ini terlihat seperti ada dua, acara yang pertama acara tembang sunda cianjuran

dan yang kedua kawih sunda. Kawih sunda muncul karena kurangnya pengetahuan pendengar tentang lagu – lagu tembang, kebanyakaan pendengar hanya memesan lagu panambih saja atau lagu kawih. Lagu

panambih ini lebih muncul di kalangan

pendengar karena para seniman yang terlibat tidak memberikan penjelasan mengenai pemesanan tembang, hanya diberikan contoh saja pada saat bubuka, karena sudah biasa memesan panambih saja, dan dilayani oleh senimannya yang akhirnya pemesanan lagu panambih atau

kawih lebih banyak dari pada lagu

tembangnya sendiri.

Teknik pertunjukan tembang sunda cianjuran

di radio Citra ini disajikan dalam satu ruangan siaran yang ukuranya 3 x 6 m, yang terbagi menjadi tempat untuk pembawa acara radio dan tempat untuk tembang. Berbeda dengan pertunjukan biasa, pertunjukan di radio ini seperti pada saat latihan saja tempatnya pun tidak teratur rapi, tetapi berdasarkan kenyamanan dari pemain kecapi, pemain suling dan penembang, biasanya berbentuk hurup U karena ruangannya kecil.

Semua pemain pun menggunakan busana sehari – hari tidak menggunakan pakaian untuk pentas seperti pada umumnya, hanya untuk kualitas sound yang lebih di utamakan.

Berfungsi untuk mengatur volume suara yang disesuaikan dengan kebutuhan dari pertunjukan tembang yang dipancarkan lebih enak didengarkan oleh pendengar radio. Dalam proses pembelajaran tembang sunda cianjuran, maka bubuka biasanya di awali oleh lagu tembang sunda

cianjuran yang sedang terkenal, atau lagu

tembang cianjuran tebaru, sehingga masyarakat akan mengenal lagu tembang terbaru, tapi proses ini sangatlah susah, terbukti dengan masih banyak pendengar yang masih memesan lagu kawih bahkan lagu yang lainnya.

1. Materi Lagu

Materi lagu yang berkembang dalam acara ini, pada akhirnya terdapat dua yaitu lagu

kawih dan juga tembang. Hal ini terjadi

karena pemahaman masyarakat mengenai

tembang sunda cianjuran belum paham

betul, karena mereka tahunya semua seni suara yang berhubungan dengan seni

sunda dikatakan tembang. Untuk

memberikan pemahaman terhadap

pendengar, pada awal bubuka lagu yang ditampilkan lagu tembang terklebih dahulu

untuk memperkenalkan terhadap

pendengar. Materi lagu yang disajikan tergantung dari pesanan pendengar. dan tergantung dari laras apa yang digunakan pada saat itu biasanya dalam satu acara hanya satu atau dua laras saja. Laras yang sering digunakan pada acara ini biasanya

pelog, sorog dan juga salendro.

(13)

[111] Tangga nada biasa disebut laras di kalangan masyarakat Sunda. Tangga nada yang digunakan dalam program siaran Gentra Pasundan ini yaitu menggunakan laras pelog, salendro, dan sorog. Laras merupakan deretan nada – nada yang telah memiliki interval (jarak) antarsetiap nadanya. Interval adalah jarak antarnada yang di hitung berdasarkan sen (cent) (Wiradiredja dkk, 2003). Dengan adanya interval ini kita bisa melihat perbedaan antar laras – laras seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Perbedaan Laras

No Laras Deretan Nada Susunan Interval 1 Pelog 1 – 2 – 3 – 4 – 5 – 1 100,400,200,100,400 2 Salendro 1 – 2 – 3 – 4 – 5 – 1 250, 250, 200, 250, 250 3 Sorog 1 – 2 – 3 – 4 – 5 – 1 100,200, 400, 100, 400

Penulisan interval ini penulis ambil dari buku mulok tembang sunda cianjuran yang juga merupakan data hasil penelitian Deni Hermawan berjudul “Rekontruksi Teori Karawitan Sunda”. Penulisan interval pada tabel di atas merupakan penyesuaian dengan tangga nada diatonis sehingga dapat juga disesuaikan menggunakan alat musik barat seperti piano. Perubahan surupan ini dapat dilakukan tergantung dari pemesanan lagu dari pendengar. Kebanyakan para pendengar yang sering dilakukan adalah laras pelog, sorog, dan

salendro. Biasanya dalam pertunjukan satu

episode hanya melayani dua laras saja

pelog dan sorog, atau yang lainnya bahkan

dalam satu kali siaran itu hanya satu laras saja, misal pelog saja.

3. Peralatan Musik

Peralatan musik yang digunakan dalam acara ini yaitu kecapi indung, dan suling saja, hal ini dilakukan supaya biaya yang dikeluarkan lebih murah. Karena tembang hanya dengan kacapi dan suling ditambah vokal saja sudah cukup, hanya kalau ingin lebih bagus lagi perlu masuknya kecapi rincik, tetapi untuk saat ini dengan menggunakan dua alat saja diarasa tidak mengurangi rasa indah yang keluar dari kecapi tersebut. Kelemahannya ketika ada pendengar yang meminta lagu yang belum sesuai dengan surupan sehingga perlu di surupkan.

a. Kecapi Indung

Dalam acara ini, kecapi indung yang digunakan memiliki perbedaan dengan pertunjukan pada umumnya. Salah satunya dari jumlah kawat. Kecapi ini bila dilihat dari jumlah dawai yang di gunakan termasuk kedalam kecapi siter/kecapi kawih, hanya dari segi bentuk hampir mirip dengan kecapi tembang. Dikatakan mirip dengan kecapi siter karena jumlah dawainya adalah 20 sedangkan untuk kecapi tembang biasa jumlahnya hanya 18. Kenapa ini terjadi karena banyaknya pesanan lagu kawih sehingga dengan kecapi ini kawih maupun

(14)

[112] Gambar 1. Kecapi yang digunakan dalam acara Gentra Pasundan

Kecapi indung merupakan instrumen pokok

yang memiliki peranan sangat besar pada acara gentra pasundan ini, sama seperti peran di acar tembang biasanya, yang memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai aba – aba masuknya lagu, dan pengatur irama lagu. Hanya saja bentuk kacapi indungyang digunakan dalam acar ini, memiliki sedikit perbedaan dengan kecapi indung pada umumnya, kecapi ini lebi kecil dari kecapi indung pada umumnya.

b. Suling

Suling merupakan salah satu alat musik yang digunakan dalam acara gentra pasundan. Suling memiliki fungsi sebagai pembawa melodi dan penuntun vokal, sama seperti pada, acara – acara tembang

sunda cianjuran pada umumnya. Biasanya

dalam acara tembang sunda juga ada alat yang lain yang digunakan sebagai pembawa melodi dan penuntun vokal,

namun karena dalam siaran ini pesanan lagu lebih banyak terhadap laras pelog dan sorog sehingga dalam acara ini hanya suling saja yang digunakan. Biasanya rebab digunakan untuk lagu – lagu yang berlaras salendro pada pertunjukan tembang pada umumnya. Namun pada siaran ini lebih banyak menggunakan suling karena jarang sekali yang minta lagu salendro kalaupun ada tetap saja diiringi oleh suling.

4. Pemain

Pemain dalam acara ini banyak sekali terjadi perubahan, hal ini disebabkan oleh berbagai faktor baik karena perubahan format pertunjukan maupun dari faktor senimannya sendiri. Bagi para pemain yang pernah terlibat dalam acara ini mereka dapat merasakan bagaimana pentingnya media untuk promosi, perubahan pemain disini diakibatkan kurang pahamnya sistem promosi, sehingga bagi mereka ketika ada tawaran untuk manmggung di tempat lain, mereka pilih main di tempat lain dari pada siaran. Pengalaman mereka ini bisa dijadikan contoh bahwa segala sesuatu tidak dapat dihitung dari segi finansial. Apalagi yang berkaitan dengan seni, lain halnya dengan seniman yang masih terlibat dalam acara ini, mereka mengalami keberuntungan atas apa yang telah mereka capai.

Kelemahan seniman tetap ada, yang penulis sarakan selama memperhatikan kegiatan ini, misalnya dalam disiplin waktu siaran, mereka masih menganggap sepele, datang untuk melakukan siaran selalu telat, bahkan sering

(15)

[113] tidak hadir, padahal konsep acara pertunjukannya live. Hal ini juga mungkin yang menambahkan ada dialog unek-unek dalam acara tembang sehingga ketika para pemain tidak hadir tapi acara akan tetap live, yang mengganti acara pemesanan lagu dengan pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan di masyarakat.

Dalam siaran radio memang tidak begitu riskan karena para pendengar tidak bisa melihat secara langsung, dan masih bisa diakali dengan adanya rekaman, tetapi kalau dalam televisi sikap seniman masih seperti ini, akan berakibat vital. Tetapi penyiar acara ini harus tetap hadir, karena sudah memiliki profesional kerja. Jika penyiar tidak hadir tepat pada waktunya maka, akan berakibat fatal. Sehingga penyiar memiliki tanggung jawab yang besar.

Setelah munculnya lingkung seni gentra pakuwon anak – anak usia muda pun banyak yang ikut belajar tembang, dan menjadikan acara gentra pasundan sebagai ajang untuk mereka tampil, beberapa minggu ini banyak siswa – siswa yang berusia 10 tahunan ikut berpartisipasi untuk ikut melantunkan tembang, bahkan suara vokal tembangnya pun tidak kalah menariknya seperti orang dewasa, sudah memiliki karakter suara, yang bagus. Menunjukan bahwa anak – anak masih bisa diarahkan untuk menggemari tembang, sehingga dengan sendirinya dapat membentuk karatker, dan penanaman modal dasar, yang diharapkan dapat terus berlanjut. Bagi radio dengan datanynya

penembang cilik ini memiliki penambahan komunitas pendengar dari kalangan anak – anak, yang berdampak kepada semakin banyaknya siswa yang belajar tembang ke sanggar Gentra Pakuwon, karena tertarik untuk bisa tampil di radio.

Teknik dan Konteks Pertunjukan

Pada dasarnya bentuk pertunjukan

tembang dalam radio ini, tidak mengalami

perubahan, hanya saja pengetahuan masyarakat yang kurang mengenai

tembang yang membuat seolah-olah

berbeda. Misalnya permintaaan lagu dari pendengar hanya panambih saja, sehingga mau tidak mau harus mengikuti keinginan dari pendengar, karena jika keinginan pendengar tidak terpenuhi maka para pendengar akan pindah siaran. Selain itu salam-salam dari pendengar pun sangat mereka harapkan supaya mereka tetap terus bertahan.

Pada awal pertunjukan biasanya di awali dengan musik bubuka lalu masuk penyiar untuk membuka acara, setelah itu dilanjutkan dengan lagu tembang dan

panambih dari kaset. Baru masuk kembali

penyiar, memperkenalkan grup dan pemain yang sudah hadir, diteruskan dengan membacakan sms dan telepon yang masuk, sambil menunggu pendengar menelepon biasanya suka memperkenalkan dulu laras yang akan digunakan, untuk membantu dalam mengarahkan para pendengar memilih lagu yang mereka inginkan. Walau pun dalam kenyataanya masih banyak para pendengar yang belum paham terhadap

(16)

[114] teknis pemesanan di dalam lagu tembang

yang harus satu paket dengan panambih malah tembangnya sendiri tidak diminta yang muncul justru malah panambih. Dalam acara ini juga, sambil menunggu para pemain dalam menyiapkan lagu atau pindah laras biasanya suka ada interview seputar Sumedang Puseur Budaya Sunda, walaupun pembicaraannya belum terarah. Dalam 2 jam siaran yaitu dari pukul 19.00 – 20.00 WIB, banyak sekali iklan yang masuk sehingga group ini hanya menyanyikan 3 sampai 4 lagu saja.

Sistem pemesanan lagu menggunakan dua cara yaitu menggunakan sms dan juga telepon interaktif secara langsung dari pendengar, biasanya kalau telepon langsung diangkat ketika ada penelepon, yang tidak bisa diganggu hanya pada saat iklan dan tembang saja diluar itu, audien bisa menelepon kapan pun. Sedangkan untuk sms biasanya dibacakan ketika jeda sebelum iklan, atau pada saat pemain mempersiapkan lagu sms biasanya di bacakan, hanya untuk sms tidak semua di baca misalnya suka ada sms yang tidak masuk konten acara sehingga smsnya tidak dapat di bacakan.

Seperti yang dapat dilihat dari data sms diatas ada yang minta tembang, tetapi lagu yang diminta bukan tembang sunda

cianjuran malah lagu India seperti lagu

Kahona pyar hai, pesanan lagu seperti ini

biasanya tidak pernah ditanggapi karena lagu yang diminta sangat jauh diluar genre yang ada, hanya dibatasi sampai kawih

sunda saja pesanan yang bisa dilayani, diluar itu biasanya tidak di ikuti. Kemungkinan pesanan lagu yang tidak sesuai dengan acara biasanya salah masuk canel, kemungkinan fans dari radio lain yang jam siarannya berbeda tetapi jamnya sama.

Kontribusi Program Siaran Radio Bagi Seniman dan Seni Tembang Sunda Cianjuran di Kabupaten Sumedang

1. Kontribusi Program Siaran Radio Citra 99.4 FM bagi Seniman

Banyak sekali kontrobusi yang dirasakan oleh seniman dari kegiatan ini, terutama kaitannya dengan job yang mereka terima. Setelah melakukan kegiatan ini, yang dirasakan Elin misalnya, sebelum tahun 2003 hampir tidak ada seniman yang mengenal sosok Elin, tetapi setelah bergabung dalam lingkung seni ini, banyak hikmah yang dirasakannya. Selain banyak panggilan untuk pentas, banyak juga kiriman-kiriman seperti makanan, pakaian, bahkan ada juga yang memberi sepatu2. Hal serupa hampir

dirasakan oleh pelaku-pelaku lain.

Munculnya komunitas-komunitas tembang

sunda juga banyak yang terpengaruh oleh

adanya acara ini, dibuktikan dengan adanya paguyuban yang dibuat atas binaan dari Tatang salah seorang pemain dalam Gentra Pasundan. Paguyuban ini pada mulanya terbentuk dari aktivitas dr. Nuroni yang kesehariannya mendengarkan

tembang sunda cianjuran di radio, yang

kemudian beliau memanggil Tatang selaku pemain cianjuran di radio untuk melakukan

(17)

[115] latihan tembang rutin di rumahnya. Akhirnya terbentuklah waktu latihan di rumah dokter Nuroni pada hari Kamis dan Sabtu. Seiring dengan adanya latihan rutin di rumahnya, lahirlah paguyuban tembang sunda yang diberi nama Gentra Pakuwon dan melahirkan album tembang. Paguyuban yang dibuat oleh dr. Nuroni ini dibina oleh Tatang. dr Nuroni memanggil Tatang

berawal dari seringnya beliau

mendengarkan acara Gentra Pasundan. Dr. Nuroni pun memberi nama grupnya dengan Gentra Pakuwon dan melahirkan banyak sekali seniman tembang. Dr. Nuroni juga menugaskan Tatang untuk membina anak didiknya menjadi seniman tembang sunda

cianjuran.

Beberapa tahun terakhir, terlihat cukup

banyak seniman tembang yang

bermunculan. Dibuktikan dengan banyak peserta pasanggiri Damas dari kabupaten Sumedang. Seniman tembang diluar Gentra Pasundan pun merasakan banyak sekali manfaat dari siaran ini. Banyak job yang dilempar dari citra kepada seniman-seniman lain. Ketika di grup Gentra Sumedang sudah memiliki job di hari yang sama.

Banyak kontribusi yang dirasakan oleh seniman tembang yang terlibat dalam acara ini, walaupun sebagian belum menyadarinya. Bahkan kontribusi yang dirasakan bukan hanya oleh seniman yang masih aktif saja tetapi bagi yang sudah berhenti siaran pun masih merasakan kotribusi dari hasil siaran ini. Kontribusi yang paling nyata dilihat dari banyaknya fans dan

bertambah banyaknya orang yang mengenal mereka. Sehingga bertampak terhadap banyaknya tawaran untuk mengisi diberbagai acara yang ada di masyarakat. Hal ini hampir dirasakan oleh semua seniman baik yang masih aktif siaran maupun yang sudah berhenti. Selain bagi seniman yang terlibat, kontribusi radio ini juga memiliki dampak yang positif bagi seniman – seniman tembang yang lain, berikut pendapat – pendapat yang dirasakan oleh seniman tembang sunda cianjuran diluar dari grup Gentra Pasundan. Banyak seniman yang kesulitan mencari sinden, tetapi dengan adanya radio, ini menjadi lebih mudah. Hanya saja tidak begitu mereka rasakan seperti pada group Gilang Mustika, bagi seniman secara individu mereka merasakan karena sering menerima lemparan job ketika grup Gilang Mustika kebetulan sudah mempunyai acara di hari yang sama.

2. Kontribusi Program Siaran Radio Citra 99.4 bagi Tembang Sunda Cianjuran di Sumedang

Ketika seniman tembang merasa

diuntungkan oleh keberadaan tembang

sunda, maka untuk tembang nya sendiri

apalagi, dengan banyaknya

komunitas-komunitas tembang, banyaknya

penembang-penembang cilik ini

membuktikan bahwa radio memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap

tembang sunda cianjuran di Kabupaten

(18)

[116] Banyak remaja yang datang ke radio untuk melakukan tembang sunda cianjuran

merupakan salah satu bukti bermanfaatnya radio bagi tembang sunda, selain itu masyarakat yang mengetahui tentang tembang sunda sangat luas berkat adanya radio, karena radio Citra ini jangkauannya sampai kepada wilayah majalengka. Radio menjadi tempat bertemunya para penggemar tembang sunda cianjuran, sehingga mereka dipertemukan di radio. Dan hal ini dapat memperkuat tembang

sunda cianjuran, ditambah dengan

masyarakat-masyarakat awam yang ikut mendengarkan siaran dalam tembang

sunda cianjuran.

Dengan masuknya anak – anak ke siaran di radio ini, menambah komunitas pendengar, sekaligus bertambah juga anak –anak yang ingin belajar tembang sunda cianjuran, sehingga radio memiliki suport sistem bagi

tembang sunda cianjuran, hal ini juga

kemungkinan akan dirasakan oleh seni – seni tradisi yang lain.

a. Keberadaan Grup-grup Tembang di Kabupaten Sumedang

Sumedang tidak merasa khawatir atas keberadaan tembang sunda di Kabupaten Sumedang hal ini dibuktikan dengan banyaknya regenerasi tembang di Kabupaten Sumedang, dari awal pada jamannya Bu Enah Sukaenah dilanjutkan generasi tengah Ujang Supriatna, dan sekarang bermunculan banyak generasi muda seperti, Eva Purnamadewi, Nana Warna, Acep setia Firmansyah. Bahkan

sudah ada generasi cilik. Dengan banyaknya regenerasi ini sangat membantu untuk berkembangnya seni tembang sunda. Selain itu dari pamirig pun sudah mulai ada regenerasi dengan lahirnya golongan muda seperti Gangan Gumilar, Gilang Mustika dan yang lainnya.

Sehingga tembang sunda cianjuran di

Kabupaten Sumedang masih bisa

berkembang. Apalagi dengan

keberlanjutan disiarkan di acara radio.

Pertunjukan setiap saat dapat

mempengaruhi proses regenerasi berbeda dengan kesenian yang dilangsungkan setiap hari pasti kesenian seperti ini sangat sulit untuk proses regenerasi. Harus merubah paradigma pemikiran seniman tua yang sulit dalam menurunkan ilmu pengetahuan mengenai seni tradisi menjadi faktor sedikitnya regenerasi.

b. Munculnya Penembang-penembang Muda di Kabupaten Sumedang

Sumedang merupakan daerah yang banyak melahirkan penembang-penembang muda, banyak sekali penembang-penembang muda yang ada di Sumedang. Hal ini dikarenakan perhatian dari dr. Nuroni yang memberikan dukungan terhadap para generasi muda untuk belajar tembang baik dari segi moril maupun materil. Sehingga dengan kemapanan ekonomi yang beliau miliki, beliau bisa mengumpulkan para pelajar untuk belajar tembang, bahkan kalau ada siswa yang kurang mampu dan tembangnya bagus maka belia upun selalu memberikan beasiswa.

(19)

[117] Kepedulian dr. Nuroni terhadap tembang

sunda tidak lepas dari kesenengannya

mendengarkan tembang, bahkan beliau merupakan salah satu pendengar radio citra dari awal sampai sekarang, hanya saja beliau mulai merintis dan mengumpulkan siswa untuk belajar tembang setelah beliau pengsiun sebagai dokter. Beliau juga seorang pemilik rumah sakit Pakuwon di Kabupaten Sumedang, sehingga bagi beliau menyisihkan biaya untuk keperluan

tembang sunda cukup mudah, termasuk

untuk beasiswa para penembang muda pun bisa belaiu berikan.

Sehingga Sumedang tidak kekurangan stok penembang, selain itupun beliau tetap memperhatikan pendidikan formal anak binaanya sehingga seniman tembang memiliki lebih dari 20 orang siswa binaan, 20 orang bagi seniman tembang sangatlah banyak dibandingkan lima tahun yang lalu masih di dominasi oleh ibu-ibu dan orangnya hanya itu-itu juga.

c. Kontribusi Program Siaran Bagi Pendengar

Pendengar radio yang akrab dengan kata – kata manco3 ini juga memiliki banyak

kontribusi yang mereka rasakan baik ketika sedang manco ataupun dilaur, diantaranya beberapa pendengar memiliki banyak sekali pengalaman seperti yang dialami oleh beberapa pendengar. Bagi pendengar banyak sekali kontribusi yang dirasakan

3 Manco merupakan sebutan yang dilakukan

pendengar radio ketika mereka sedang mendengarkan siaran.

seperti halnya yang dirasakan oleh H. Trisno, seorang pendngar dari daerah panyingkiran Majalengka, dengan adanya siaran ini bagi beliau, menambah persaudaraan, karena mereka sering bertemu dengan penggemar yang lain. Hanya tidak di pungkiri bahwa H Trisno ini, mengenal tembang bukan di radio tetapi sebelum ada tembang di Radio pun beliau sudah senang terhadap tembang Sunda Cianjuran. Karena beliau dari kecil sudah belajar pupuh, dan kesenian yang lainnya terutama tembang. Sehingga ada yang menarik batin untuk terus mendengarkan tembang. Kepedulian beliau terhadap tembang pun sangat terlihat, sampai – sampai beliau rela datang ke radio citra ketika melintas Sumedang dan kebetulan sedang siaran. Selain itu juga pada tahun 2008, karena kecintaannya terhadap tembang sunda cianjuran beliau menikahkan anaknya pun menggunakan tembang.Selain itu juga dengan mendengarkan tembang suasana hatinya yang beliau rasakan sangatlah tentram. Sehingga ada rasa tenang hati, dan merasa nyaman ketika sudah mendengarkan

tembang.

Begitupun yang di alami Nuroni Hidayat Suryadikusumah, yang sering akrab dengan sapaan dr. Nuroni ini, mengenal tembang

sunda cianjuran dari semenjak masih kecil,

beliau masih ingat ketika beliau sakit sering diperdengarkan lagu – lagu kidung oleh neneknya, karena pada waktu itu belum ada alat untuk mendengarkan lagu tembang, sehingga hanya di dengarkan oleh neneknya. Sehingga dari pengalaman

(20)

[118] beliau saat masih sekolah yang mengingatkan kembali tentang seni yang pernah di pelajari. Adanya kekosongan dalam hidup setelah menjelang pengsiun yang memicu kembali untuk melakukan dua hal yaitu ibadah dan yang kedua hiburan, tembang merupakan kesenian yang enak untuk diresapi. Kontribusi dengan adanya acara ini, memicu adanya suport sistem yang dirasakan untuk melakukan sesuatu, sehingga untuk mengisi kekosongan waktu pengsiun lebih banyak berbagi, sehingga semua kalangan bisa merasakan seni tembang bukanhanya di menak saja. Dengan membuka sanggar seni Gentra Pakuwon, sehingga diharapkan anak – anak yang kurang mampu tetap masih bisa belajar tembang. Dengan program gratis ini akhirnya banyak sekali penembang – penembang dari berbagai kalangan. Terutama bagi kalangan yang kurang mampu.

Begitupun pengalaman yang di alami DR. H. Endang Sukandar, Drs. M.Si beliau merupakan salah seorang pendengar radio yang benar – benar paham dengan tembang sunda cianjuran, penggemar lagu goyong ini merupakan, salah satu pendengar yang peduli terhadap seni tembang sunda, hal ini terjadi karena beliau dikenalkan dengan seni tembang sejak masih kecil, ketika di radio disiarkan lagu goyong biasanya beliau selalu memberikan sms “waas sok emut jaman kapungkur”. Selain itu juga beliau pun suka mengadakan panglawungan setiap hari jum’at yang menandakan beliau memang benar – benar

ada rasa untuk melestarikan tembang sunda cianjuran.Begitupun yang dirasakan oleh pasangan suami istri Oom Somantri dan Epong Sofia, mereka pun memiliki pengalaman yang luar biasa mengenai seni Sunda sehingga beliaupun sering mendengarkan radio, bukan hanya

tembang saja mereka lebih tertarik juga

pada lagu – lagu tembang laas.

Mendengar cerita – cerita yang di alami oleh pendengar banyak sekali hikmah yang dapat di rasakan yang pertama, pendengar dapat di bagi menjadi tiga, yaitu pendengar yang memang senang terhadap seni tembang cianjuran, yang kedua pendengar yang senang melakukan unjuk gigi dengan cara sering menelepon di setiap acara yang ada pada saat siaran dan yang ketiga, karena penyaji atau yang membuat acara merupakan tetangga atau kerabat.Yang pertama, semua nya memag menyukai tembang dari sejak kecil sampai dirasakan saat ini, sampai dewasa sehingga ketika menghadapi masa tua memori yang dulu disimpan akan kembali lagi sehingga mereka akan melakukan apa yang mereka rasakan. Yang kedua merupakan yang hobi nelpon, biasanya tidak memiliki kesibukan yang padat, biasanya pola pemesanan lagu tidak sesuai dengan permintaan. Sedangkan yang ketiga yaitu yang mendengarkan karena ada keluarga atau teman yang menjadi pengisi acar, orang seperti ini akan menjadi dua kemungkinan, yaitu kemungkinan pertama jika orang dekatnya sudah tidak bekerja lagi maka dia pun akan berhenti mendengarkan radio.

(21)

[119] Sedangkan tipe kedua dia aka tetap terus mendengarkan walaupun pengisi acara bukan temannya lagi.

3. Komitmen Seniman Tembang Sunda Terhadap Program Siaran Radio Citra 99.4 Fm Sumedang

Radio tidak akan begitu saja memberikan waktu siaran terhadap seni Tembang sunda Cianjuran, pasti ada yang diharapkan, salah satu harapan dengan adanya siaran ini, pendengar banyak yang menelepon terhadap siaran Gentra pasundanpun itu sudah menjadi target dari radio, karena dengan adanya telpon berarti acara ini sudah mendapatkan respon dari penonton. Sehingga ada komitmen untuk dapat memuaskan penonton pun, tembang sunda sudah dikatakan berhasil.

a. Komitmen Terhadap Waktu Siaran

Di sini permasalahan yang penulis amati selama penelitian, pihak seniman kurang pemahaman terhadap pentingnya waktu. Sebaiknya para seniman hadir sebelum acara dimulai, namun kenyataannya seniman sering sekali datang terlambat, dan bahkan tidak datang sama sekali, padahal pertunjukan live sangat dipengaruhi oleh waktu, tetapi disini ada kejujuran dari penyiar, selalu mengatakan kalau pemain belum pada hadir, untungnya masyarakat tidak paham mengenai masalah ini, sehingga para senimanpun tidak merasa ada kesalahan ketika datang telat, hal ini karena tidak ada teguran.

Komitmen pengisi acara dalam waktu siarang sangatlah kurang. Hanya saja radio masih longgar dibandingkan televisi, karena penonton tidak bisa melihat keadaan yang sebenarnya. Hanya saja kebiasaan ini yang harus dirobah oleh seniman sehingga dapat dispilin waktu dengan baik. Karena disini berkaitan dengan kedisiplinan para penggiat seni, dan kedisiplinan waktu ini juga bukan hanya di dalam seniman ini saja, hal ini juga dilakukan oleh seniman-seniman lain. Apalagi dalam kaitannya proses latihan, jarang sekali untuk melakukan latihan tepat pada waktunya.

b. Komitmen Terhadap Kreativitas dalam Siaran

Dalam kreativisnya seniman gentra pasundan patut di acungi jempol, karena lagu apapun yang dipesan oleh pendengar berusaha merek penuhi, sehingga tidak ada kekecewaan yang dirasakan oleh pendengar akbibat tidak diputarkannya apa yang ingin mereka dengar. Banyak sekali kreativitas yang dilakukan seperti ketika menugggu pergantian surupan dalam pertunjukan dicoba dengan berdialog dengan pendengar. Hal-hal ini merupakan kreativitas yang dilakukan oleh grup ini. Selain itu juga grup ini tetap memberikan apresiasi mengenai tembang sunda

cianjuran dengan cara pembukaan dan

penutupan menggunakan tembang sunda

cianjuran, hal ini yang memberikan

wawasan terhadap pendengar mengenai

lagu tembang walaupun pada

kenyataanya sangat sedikit sekali para pendengar yang memesan lagu tembang.

(22)

[120] SIMPULAN

Dari hasil analisa yang penulis lakukan, pelestarian tembang sunda cianjuran yang dikemas dalam program siaran Radio Citra 99,4 FM, disajikan sama halnya dengan pertunjukan tembang sunda cianjuran pada umumnya. Hanya yang membedakan ada dialog interaktif mengenai budaya ketika menunggu pergantian lagu. Dari segi kostum lebih bebas dibandingkan pada pertunjukan biasa. Namun dari segi materi lagu yang disajikan, berbeda dengan tembang pada umumnya, dalam acara tembang sunda

cianjuran di radio ini lagu yang dinyanyikan

tergantung dari pesanan pendengar. Dalam kenyataannya materi lagu yang disajikan menjadi tiga jenis yaitu, lagu – lagu

tembang, lagu – lagu panambih, dan lagu –

lagu kawih. Semua lagu disajikan tergantung dari pesanan pendengar, hanya untuk memberikan informasi terhadap

pendengar biasanya pada awal

pertunjukan, pendengar disajikan lagu

tembang dan panambihnya sebagai

bubuka.

Dalam program siaran Gentra Pasundan ini, banyak sekali kontribusi yang dirasakan oleh seni tembang sunda cianjuran dan

senimannya, seperti: banyaknya

penembang – penembang muda yang ikut berlatih tembang sunda cianjuran, sehingga regenerasi tembang sunda cianjuran masih terus terjadi. Bagi senimannya sendiri, banyak masyarakat yang mengenalinya, yang mengakibatkan banyaknya tawaran untuk tampil diberbagai acara. Sehingga dapat dikatakan bahwa radio bisa menjadi

suport sistem bagi seni tembang sunda

cianjuran dan seniman tembang sunda

cianjuran, bahkan bagi kesenian – kesenian

lain. Jika kegiatan seperti ini diterapkan dalam pembelajaran di sekolah dasar maka tidak menutup kemungkinan banyak siswa yang tertarik bukan hanya terhadap media radio saja tetapi juga terhadap tembang

sunda, seperti yang dilakukan oleh Ai siswa

Sekolah Dasar yang menyenangi dan bahkan sering ikut untuk nembang di radio.

REFERENSI

Wiradiredja, HM Yusuf, dkk. (2003). Tembang

Sunda Cianjuran. Dinas P & K Kabupaten

(23)

Penerbit Prodi PGSD UPI Kampus Sumedang http://kd-sumedang.upi.edu/

(Terbit April & Oktober) 1. Jenis Artikel

Artikel dapat berupa kajian hasil penelitian, kajian setara penelitian (ide/gagasan), dan resensi buku baru. Semua jenis artikel belum pernah dimuat di media apapun.

2. Format Tulisan

Artikel ditulis dalam Bahasa Indonesia dalam bentuk ESAI dengan extensi file docx (Microsoft Word) dan menggunakan acuan sebagai berikut:

- Margin : Atas & Bawah (2,5 cm), Kanan & Kiri (2,5 cm)

- Ukuran Kertas : A4 (21 cm x 29,7 cm)

- Jenis huruf : Century Gothic

- Ukuran Font : 10 pt

- Spasi : 1,5 (kecuali judul, identitas penulis, abstrak dan referensi: 1 spasi)

Penulisan pada judul dan sub-bagian artikel menggunakan aturan sebagai berikut: Tulisan level 1 (Huruf besar semua/UPPERCASE, rata kiri, cetak tebal)

Tulisan level 2 (Huruf besar kecil/Capitalize Each Word, rata kiri, cetak tebal)

Tulisan level 3 (Huruf besar kecil/Capitalize Each Word, rata kiri, cetak tebal & miring) Semua bagian penulisan level 1 dan 2 tidak menggunakan pointer – jika diperlukan keterangan atau penjelasan tambahan pada tubuh artikel gunakan footnote. Untuk keterangan tabel disimpan di atas tabel, untuk keterangan gambar atau diagram disimpan di bawahnya. Ukuran huruf di dalam tabel atau diagram lebih kecil, yakni dari 8-9 pt, spasi 1. Jumlah halaman termasuk tabel, diagram, foto, dan referensi adalah 10-20 halaman.

3. Struktur Artikel

a. Untuk artikel hasil penelitian menggunakan struktur sebagai berikut:

Judul (Tidak lebih dari 15 kata); Identitas Penulis (Baris pertama: nama tanpa gelar. Baris kedua: prodi/jurusan/instansi. Baris ketiga: alamat lengkap instansi. Baris keempat: alamat email dan nmr HP); Abstrak (Dibuat dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, masing-masing maksimal 200 kata, disertai kata kunci masing-masing maksimal lima kata); Pendahuluan (Berisi latarbelakang disertai tinjauan pustaka, tujuan dan urgensi penelitian); Metode (Berisi metode/pendekatan, subjek, waktu dan tempat, teknik pengumpulan data dan analisis data); Hasil; Pembahasan; Simpulan (Sesuai dengan pendahuluan/rumusan masalah); dan Referensi (Memuat referensi yang diacu saja, minimal 80% terbitan 10 tahun terakhir).

b. Untuk artikel setara penelitian (ide/gagasan) menggunakan struktur sebagai berikut: Judul (Tidak lebih dari 15 kata); Identitas Penulis (Baris pertama: nama tanpa gelar. Baris kedua: prodi/jurusan/instansi. Baris ketiga: alamat lengkap instansi. Baris keempat: alamat email dan nmr HP); Abstrak (Dibuat dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, masing-masing maksimal 200 kata; disertai kata kunci masing-masing maksimal lima kata); Pendahuluan (Berisi latarbelakang disertai tinjauan pustaka dan tujuan); Pembahasan (Judul bahasan disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat dibagi ke dalam sub-bagian); Simpulan (Sesuai dengan pendahuluan); dan Referensi (Memuat referensi yang diacu saja, minimal 80% terbitan 10 tahun terakhir).

c. Untuk artikel resensi buku menggunakan struktur sebagai berikut:

Judul (Tidak lebih dari 15 kata); Identitas Penulis (Baris pertama: nama tanpa gelar. Baris kedua: prodi/jurusan/instansi. Baris ketiga: alamat lengkap instansi. Baris keempat: alamat email dan nmr HP); Identitas Buku (Berisi judul buku, penulis, penerbit, tahun terbit, jumlah halaman, ISBN, dan foto cover/sampul depan); Pembahasan (Judul bahasan disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat dibagi ke dalam sub-bagian).

(24)

yang telah diadaptasi sesuai kebutuhan Universitas Pendidikan Indonesia. Contoh dapat melihat pada artikel yang telah dimuat, atau selengkapnya dapat dilihat di akhir pedoman penulisan ini.

5. Penyuntingan

a. Artikel dikirim kepada tim redaksi dengan alamat email: mimbar.sd@upi.edu. Jika diperlukan, tim redaksi akan meminta file dalam CD dan print-out sebanyak tiga eksemplar yang dikirim ke alamat: Redaksi Jurnal Mimbar Sekolah Dasar, Prodi PGSD UPI Kampus Sumedang - Jl. Mayor Abdurachman No. 211 Sumedang Jawa Barat 45322.

b. Artikel yang telah dievaluasi oleh tim penyunting atau reviewer berhak untuk ditolak atau dimuat dengan pemberitahuan secara tertulis, dan apabila diperlukan tim penyunting akan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan revisi sesuai dengan rekomendasi hasil penyuntingan. Untuk keseragaman format, penyunting berhak untuk melakukan pengubahan artikel tanpa mengubah substansi artikel.

c. Semua isi artikel adalah tanggung jawab penulis, dan jika pada masa pracetak ditemukan masalah di dalam artikel yang berkaitan dengan pengutipan atau HAKI, maka artikel yang bersangkutan akan dicancel untuk dimuat. Untuk artikel yang dimuat, penulis akan mendapatkan dua eksemplar berkala sebagai tanda bukti pemuatan serta 10 eksemplar cetak lepas untuk keperluan masing-masing penulis, dan wajib memberikan kontribusi biaya pencetakan sesuai ketentuan tim berkala Mimbar Sekolah Dasar sebesar Rp. 250.000 di luar ongkos kirim.

CONTOH PENULISAN KUTIPAN DAN REFERENSI: JENIS

RUJUKAN DI DALAM TEKS ACUAN/REFERENSI/BIBLIOGRAFI DI DALAM PUSTAKA

Seorang

penulis A symbol is connected to its referent in the world by our sense of organs (Pinker, 2009 p.80)

atau

Pinker (2009, p. 80) claimed that a symbol ..

Pinker, S. (2009). How the mind works. New York, NY: W.W. Norton & Company, Inc.

Dua orang

penulis A set of verbs with individually similar meanings can be juxtaposed with a set of nouns with individually similar meanings ... (Hunston & Oakey, 2010)

atau

Hunston dan Oakey (1991) mengklaim bahwa …

Hunston, S. & Oakey, D. (2010). Introducing applied linguistics: Concepts and skills. New York, NY: Routledge.

Tiga s.d. 5

penulis Penjelasan (Coyle, Hood, & Marsh, 2010) menyimpulkan bahwa ...

Kutipan berikutnya dalam teks:

(Coyle et al., 2001)

Coyle, D., Hood, P. And Marsh, D. (2010). CLIL: Content and language integrated learning. Cambridge: Cambridge University Press.

Penulis sebagai penerbit

(Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan [Balitbang Depdiknas], 2010) Atau

Badan Penelitian dan Pengembangan,

Badan Penelitian dan Pengembangan [Balitbang]

(2007). The assessment of curriculum policy of language subjects: Assessment report. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan.

Balitbang. (2008). The assessment of curriculum policies in secondary education: Assessment report. Jakarta: Badan Penelitian dan

Gambar

Gambar dari

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada efektivitas daya tarik iklan televisi mie sedaap white curry pada mahasiswa kos.. Kata kunci: Efektivitas, Iklan Televisi, Daya

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas maka dapat diajukan permasalahannya dalam penelitian ini yaitu belum adanya pengkajian tentang jenis-jenis

Studi observasional potong lintang pada bayi risiko tinggi yang tercatat di Bagian Neonatologi Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita dari Januari sampai Desember

Makna konotatif merupakan hasil perkembangan suatu kosakata. Turun atau naiknya suatu kosakata amat tergantung pada masyarakat pemakai bahasa itu. Konotasi yang dulu bernilai

Pada metode box-cut contour mining ini (Gambar 1.5) lapisan tanah penutup yang sudah digali, ditimbun pada daerah yang sudah rata di sepanjang garis singkapan hingga membentuk

Puji syukur ke Hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Profil Protein Ekstrak Biji