• Tidak ada hasil yang ditemukan

(AP2I) Periode

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(AP2I) Periode"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ASOSIASI PROFESI JABATAN FUNGSIONAL

DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG MANAJEMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Oleh: Haryanto*)

(Policy Brief Penguatan Instansi Pembina dan Organisasi Profesi Jabatan Fungsional Aparatur Sipil Negara/ASN)

PENDAHULUAN

Wikipedia (2009) menyebutkan ”Professions usually have professional bodies organized by their members, which are intended to enhance the status of their members and have carefully controlled entrance requirements”. Salah satu karakter utama dari sebuah pekerjaan profesional adalah adanya sebuah organisasi profesi yang menaungi para anggota dari profesi yang bersangkutan. Dalam organisasi profesi itulah, para anggota profesi berkiprah dalam kebersamaan dan kesejawatan, bersatu padu melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan profesi yang digelutinya. Organisasi profesi pada umumnya berpedoman pada catur dharma organisasi profesi, yaitu: (1) berperan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi profesi; (2) meningkatkan mutu pelayanan kepada sasaran layanan (Standarisasi Kompetensi Profesi); (3) menjaga kode etik profesi, (4) pemberian advokasi kepada para anggotanya.

* ) Haryanto, Dr., SE, MA adalah Ketua Umum Pengurus Nasional Asosiasi Perencana Pemerintah Indonesia

(2)

Berdasarkan keempat dharma tersebut, organisasi profesi dituntut untuk dapat memberikan dukungan dan kontribusi positif bagi para anggotanya untuk senantiasa mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta melahirkan berbagai inovasi untuk kepentingan pengembangan dan kemajuan dari profesi yang bersangkutan, baik berdasarkan pemikiran kritis maupun kajian/penelitian. Untuk itu, kerja sama mutualistik antara organisasi profesi dengan berbagai lembaga-lembaga kajian dan pengembangan (think-tank) yang dapat mendorong pengembangan ilmu pengetahuan dan inovasi-inovasi baru terkait profesi yang bersangkutan, tampaknya mutlak diperlukan. Selain itu, organisasi profesi juga perlu secara terus-menerus mendorong dan memotivasi para anggota dan praktisi profesi di lapangan untuk dapat melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan standar profesi (standar kompetensi) yang disyaratkan, sehingga peran organisasi profesi dapat memberikan manfaat bagi para anggotanya dan jaminan kualitas bagi para pengguna jasa layanan (K/L/Provinsi/Kabupaten/Kota) maupun masyarakat luas. Kegiatan pengembangan profesi dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan juga sangat diperlukan, melalui: seminar, penelitian/kajian, pelatihan, simposium, dan lain– lain, yang dapat diselenggarakan oleh organisasi profesi itu sendiri ataupun bekerja sama dengan lembaga lain.

Organisasi profesi juga harus merumuskan, menetapkan, dan menegakkan kode etik profesi untuk tidak dilanggar oleh para anggotanya, sehingga pelayanan profesi tidak tercemari oleh berbagai bentuk penyimpangan praktik profesi (malpraktik). Kode etik organsiasi profesi inilah yang akan menjaga wibawa dan martabat profesi. Organisasi profesi juga diberikan peran untuk memberikan perlindungan hukum (advokasi) untuk kelancaran kegiatan profesi dan keamanan para anggota dalam bekerja, dalam pengabdiaannya kepada masyarakat. Lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil pada dasarnya memperkuat eksistensi dan merupakan bentuk pengakuan secara yuridis formal (meskipun sebelumnya sudah diamanatkan dalam penjelasan Pasal 3, PP 16 tahun 1994) terhadap keberdaan organisasi asosiasi profesi para pemangku Jabatan Fungsional bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), yang tentunya perlu disambut gembira, dengan harapan masing-masing profesi dapat menjalankan perannya secara elegan dan bermartabat, mampu meningkatkan kinerja dan pengabdiannya demi menjalankan peran dan fungsi masing-masing pemegang profesi dalam jabatan fungsional ASN.

ORGANISASI / ASOSIASI PROFESI JABATAN FUNGSIONAL DALAM PP 11 TAHUN 2017

Saat ini keberadaan dan peran organisasi profesi dalam jabatan fungsional ASN relatif kurang bergaung. Berdasarkan pengalaman selama ini, ternyata memang mengkoordinasikan organisasi profesi dalam jabatan fungsional ASN tidaklah mudah, perlu jiwa besar sebagai relawan, harus inovatif dalam menggerakkan roda organisasi yang minim sumber daya dan minim semangat baik dari para pengurus maupun para anggotanya, apalagi ditambah dengan minimnya kepedulian dari instansi pembina nya terhadap kiprah organisasi profesi dalam jabatan fungsional terkait. Untuk itu, Pemerintah perlu secara serius, konsisten dan berkelanjutan membina organisasi profesi dalam jabatan fungsional perencana ini, agar kiprah yang diemban organisasi sebagaimana termaktub dalam pemikiran catur dharma organisasi profesi diatas, dapat dilaksanakan secara baik. Keseriusan dan Konsitensi pembinaan organsasai profesi bisa diwujudkan melalui pengawasan oleh Kementerian PAN dan RB kepada kinerja instansi pembina dalam membina organisasi profesi. Atau Kementerian PAN dan RB dapat pula membentuk Komite Pengendalian Kinerja Instansi Pembina dan Organisasi Profesi Jabatan Fungsional ASN.

Para pengurus organisasi profesi jabatan fungsional ASN tentunya menyambut baik atas lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS atas pengakuan secara yuridis atas organisasi profesi dalam jabatan fungsional. Karena, selama ini tidak sedikit (bahkan beberapa dari kalangan birokrasi) yang menganggap bahwa organisasi profesi jabatan fungsional hanyalah

(3)

kumpulan dari orang-orang termajinalkan dan kurang berperan di organisasi. Pandangan demikian harus dihilangkan. Asosiasi profesi harus menjadi mitra instansi pembina dalam implementasi catur dharma organisasi profesi. Mitra dalam menegakkan kode etik profesi, mitra dalam menyusun standar-standar kompetensi profesi, mitra dalam pemberian advokasi dan pengembangan profesi, serta mitra dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, teklnologi dan inovasi bagi profesi terkait.

Amanat Pasal 101 PP 11/2017 antara lain: (a) Setiap Jabatan Fungsional yang telah ditetapkan WAJIB memiliki 1 (satu) organisasi profesi Jabatan Fungsional dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal penetapan JF; (b) Setiap pejabat fungsional WAJIB menjadi anggota organisasi profesi Jabatan Fungsional; (c) Pembentukan organisasi profesi Jabatan Fungsional difasilitasi instansi pembina; (d) Organisasi profesi Jabatan Fungsional WAJIB menyusun kode etik dan kode perilaku profesi, ditetapkan oleh organisasi profesi setelah disetujui oleh Instansi Pembina); (e) Organisasi profesi Jabatan Fungsional mempunyai tugas: menyusun kode etik dan kode perilaku profesi, memberikan advokasi, dan memeriksa dan memberikan rekomendasi atas pelanggaran kode etik dan kode perilaku profesi, (f) Instansi pembina menyusun Permen tentang syarat dan tata cara pembentukan organisasi profesi Jabatan Fungsional dan hubungan kerja instansi pembina dengan organisasi profesi Jabatan Fungsional. Bahkan dalam pasal 131 PP 11/2017 disebutkan bahwa pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi yang lowong melalui mutasi dari JPT (Jabatan Pimpinan Tinggi) satu ke JPT lainnya dapat dilakukan melalui uji kompetensi atau harus memenuhi standar kompetensi teknis yang dibuktikan melalui sertifikasi teknis dari organisasi profesi.

ANALISIS

Dari penjelasan di atas, hal yang paling mendesak yang perlu dilakukan oleh Pembina Jabatan Fungsional adalah menyiapkan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga tentang Syarat dan Tata Cara Pembentukan Organisasi Profesi Jabatan Fungsional dan Hubungan Kerja Instansi Pembina dengan Organisasi Profesi Jabatan Fungsional. Namun, mengingat tidak disebutkan kapan batas akhir penyusunan Permen tersebut oleh setiap Instansi Pembina, maka instansi pembina cenderung melihat hal ini tidak menjadi prioritas. Untuk itu, sebaiknya Kementerian PAN dan RB mengeluarkan Surat Edaran kepada seluruh Instansi Pembina Jabatan Fungsional tentang batas akhir penyusunan

(4)

Permen tentang Syarat dan Tata Cara Pembentukan Organisasi Profesi Jabatan Fungsional dan Hubungan Kerja Instansi Pembina dengan Organisasi Profesi Jabatan Fungsional tersebut, dan diusulkan agar selambat-lambatnya 6 bulan setelah keluarnya PP 11/2017.

Reformasi pengelolaan jabatan fungsional menjadi sebuah keniscayaan bagi Pemerintah, mengingat hingga saaat ini, jumlah Jabatan Fungsional sudah mencapai 120 jenis (Menpan, 2017) dengan jumlah ASN pemangku jabatan fungsional mencapai 4.022.026 orang (2.306.046 orang Fungsional Tertentu dan 1.716.021 orang Fungsional Umum) (BKN, 2017). Potensi yang luar biasa ini akan menjadi aset bagi pemerintah dalam mendorong roda reformasi birokrasi apabila 120 asosiasi jabatan fungsional ASN dapat terbentuk dan terbangun sebuah sinergi dan jaringan kerjasama dalam rangka memberikan input yang berkualitas kepada pemerintah. Jaringan kerjasama antar organisasi profesi ini perlu dibentuk agar setiap organisasi profesi mempunyai kesamaan visi dan misi dalam mengemban tugas dan fungsi catur dharma organisasi profesi jabatan fungsional.

Dalam jangka pendek, 1-3 tahun misalnya, Pemerintah perlu secara serius memfasilitasi, memantau dan mengandalikan kiprah organisasi profesi jabatan fungsional. Secara bertahap, diarahkan agar organisasi ini dapat secara mandiri dan menjadi kebanggaan bagi para anggotanya, serta dapat mendorong lahirnya para kader-kader profesional (selebritis) di setiap bidang keahlian. Beberapa jabatan fungsional keahlian, seperti Fungsional Peneliti yang telah melahirkan para selebritis pefesional, seperti Prof. Dr. R. Siti Zuhro, MA dan Prof. (Ris) Ikrar Nusa Bhakti, PhD. Apabila setiap Jabatan Fungsional mempunyai 2-5 profesional yang keahliannya terbukti dan diakui secara nasional atau internasional, dalam bentuk inovasi dan pemikiran-pemikirannya maka akan menjadi aset bagi pemerintah dalam mendorong, menggerakkan, dan mempercepat roda pembangunan.

Bila menengok kembali ke pasal 101 PP 11/2017 ada beberapa pemikiran yang dapat dijadikan bahan renungan bersama, yaitu:

1. Kewajiban setiap pejabat fungsional menjadi organisasi profesi dalam jabatan fungsionalnya merupakan langkah yang sangat baik dari Pemrintah untuk mendorong berkembangnya organisasi profesi tersebut. Namun, kondisi dan budaya birokrasi yang selama ini kurang kondusif dalam mendorong berkembangnya ASN untuk memangku Jabatan Fungsional menjadi titik kritis yang mengakibatkan keengganan ASN menjadi anggota Asosiasi. Apalagi, sudah mejadi sebuah nature

bagi organsiasi profesi bahwa para anggotanya harus melakukan kewajiban membayar iuran. Menjadi sebuah “setanic cycle”, ketika para anggota mempunyai pandangan, apa yang akan saya dapat dari pembayaran iuran?, Sementara, bagi organisasi profesi, mempunyai pandangan, bagaimana organisasi profesi bisa beraktifitas tanpa adanya sebuah resource?. Untuk itu, dalam Permen tentang hubungan kerja antara Organisasi profesi dan intansi pembina perlu di tegaskan

reward and punishment bagi anggota terkait keanggotaannya dalam organisasi profesi;

2. Bagi pengurus, yang sebagian besar adalah para ASN, tentu akan menjadi beban kerja tambahan untuk mengerakkan roda organisasi. Pengalaman penulis selama ini, sebagai Pengurus Asosasi Profesi Jabatan Fungsional, tidak disediakan reward dan dukungan pembiayaan kegiatan dari instansi pembina. Untuk itu, perlu ada intervensi dari pihak Kementerian PAN dan RB kepada para Instnasi Pembina Jabatan fungsional, dalam bentuk surat edaran akan kewajiban-kewajiban instansi pembina, bahwa memberikan dukungan pembiayaan dan dicantumkan dalam RKA K/L kepada organisasi profesi jabatan fungsional diperbolehkan, sepanjang rencana kegiatannya mendorong peningkatan profesionalitas, memberikan advokasi, dan penegakan kode etik jabatan fungsional terkait.

3. Terkait tugas organisasi profesi Jabatan Fungsional, sesuai nature sebuah organisasi profesi mungkin perlu diperluas, tidak hanya penyusunan kode etik, advokasi, dan pemberian rekomendasi, tetapi juga terkait tugas-tugas terkait pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi

(5)

dan inovasi, serta penyelenggaraan uji kompetensi profesi. Hal ini selaras dengan Pasal 131 PP 11/2017 yang menyiratkan bahwa pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi yang lowong melalui mutasi dari JPT satu ke JPT lainnya dapat dilakukan melalui uji kompetensi atau harus memenuhi standar kompetensi teknis yang dibuktikan melalui sertifikasi teknis dari organisasi profesi.

4. Sehubungan dengan butir 3 diatas, maka setiap Asosiasi Profesi harus membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi. Sementara itu, untuk membentuk LSP harus mememenuhi persyaratan yang cukup berat dari BNSP, misalnya LSP harus berbadan hukum (ada notaris), yang sekurang-kurangnya harus mempunyai minimal 20 orang yang bersertifikat asesor (yang didapatkan dari mengikuiti pelatian selama 48 sd 100 jampel), 2-3 orang lulus pelatihan TUK, dan 2-3 orang lulus pelatihan administrasi LSP, dan telah mempunyai Standard Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Perlu difahami bersama bahwa proses penyusunan SKKNI membutuhkan waktu yang panjang dan melibatkan banyak stakeholders terkait. Ini semua memerlukan dukungan dari instansi pembina.

5. Dengan memperhatikan komunitas pemangku jabatan fungsional ASN yang begitu besar dan akan sangat tidak efisien apabila produktivitas sebagian besar birokrasi ini tidak maksimal, maka sudah waktunya Pemerintah (Kemen PAN dan RB) menjadi pendorong utama atas berbagai perubahan dalam rangka reformasi jabatan fungsional ASN. Salah satunya adalah membentuk Komite Pengawas dan Pengendali Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional dan Organisasi Profesi agar penggunaan dana APBN oleh para pemangku jabatan fungsional memberikan dampak yang sepadan melalui kinerja yang mereka hasilkan bagi pelayanan dan kepentingan masyarakat banyak. Komite ini dapat berbentuk adhoc, dan akan dievaluasi dalam jangka waktu 3 tahun. Apabila Komite tidak menunjukkan kinerja sebagaimana yang diharapkan, maka komite dapat dibubarkan.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pemberlakuan PP 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS merupakan dukungan nyata Pemerintah kepada Asosiasi Profesi Jabatan Fungsional untuk bangkit memerankan kiprahnya dalam mengemban tugas catur dharma organisasi profesi, yaitu: (1) pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi profesi; (2) peningkatan mutu pelayanan kepada sasaran layanan (perumusan standar kompetensi); (3) menjaga kode etik profesi, (4) pemberian advokasi kepada para anggotanya. Peran Asosiasi Profesi Jabatan Fungsional ASN juga sangat strategis karena diberikan ruang untuk berkembang dan menyusun standar kompetensi profesi yang nantinya dapat digunakan sebagai uji kompetensi keahlian dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi yang lowong melalui proses mutasi dari JPT satu ke JPT lainnya.

Untuk itu, agar asosiasi profesi jabatan fungsional ASN mampu memberikan kontribusi nyata dalam mendorong program reformasi birokrasi melalui pelaksanaan catur dharma organsiasi profesi, maka direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:

1. Perlu penerbitan Surat Edaran dari Kementerian PAN dan RB tentang batas akhir penyusunan Permen tentang Syarat dan Tata Cara Pembentukan Organisasi Profesi Jabatan Fungsional dan Hubungan Kerja Instansi Pembina dengan Organisasi Profesi Jabatan Fungsional tersebut, dan diusulkan agar selambat-lambatnya 6 bulan setelah keluarnya PP 11/2017;

2. Di dalam Surat Edaran, perlu pula ditegaskan bahwa dalam jangka pendek sampai dengan menengah, misalnya 1 sd 3 tahun, Instansi Pembina wajib mengalokasikan dalam RKA K/L nya dukungan kegiatan untuk organisasi profesi jabatan fungsional terkait, hingga fungsi utama catur

(6)

dharma organsiasi profesi berjalan secar baik, termasuk pembentukan LSP dan perumusan SKKNI.

3. Mengingat Jabatan Fungsional merupakan tulang punggung bagi Birokrasi di Indonesia (dengan jumlah pejabat mencapai 4.022.026 orang dari total ASN), maka Pemerintah perlu memikirkan upaya efektifitas anggaran APBN agar para pejabat Fungsional benar-benar secara optimal memerankan fungsinya secara baik sesuai bidang keahliannya. Untuk itu, upaya pengawasam dan pengendalian terhadap peran dan kinerja Instansi Pembina dan Organisasi Profesi perlu dilakukan, misalnya dengan membentuk Komite Pengawas dan Pengendali Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional dan Kinerja Organisasi Profesi.

4. Penyiapan Permen tentang Syarat dan Tata Cara Pembentukan Organisasi Profesi Jabatan Fungsional dan Hubungan Kerja Instansi Pembina dengan Organisasi Profesi Jabatan Fungsional oleh Instansi Pembina WAJIB melibatkan organisasi profesi jabatan fungsional terkait (khususnya bagi Jabatan Fungsional yang organisasi profesinya sudah terbentuk)

Referensi

1. UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara 2. PP 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS

3. PP 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional PNS

4. https://www.menpan.go.id/sdm-aparatur/1256-daftar-jabatan-fungsional-khusus-tertentu 5. http://www.anri.go.id/assets/download/4_MATERI_DEPUTI_BKN.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Saya merasa bahagia, tidak tahu akan nasibnya, tetapi saya bisa merasakan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi!. Saya

Relevan dengan penelitian Rini (2012), Manab & Agus (2016), dan Valentin (2018) yang mengemukakan bahwa antara inflasi dan total emisi sukuk korporasi terdapat hubungan

Sevendaily Indonesia didirikan untuk mempelopori kecintaan generasi muda dalam bidang kecantikan, kosmetik tidak hanya untuk mempercantik saja namun juga beguna

Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa guru pendidikan jasmani merupakan sumber daya manusia yang dapat dilibatkan dalam pembinaan olahraga softball, namun demikian

Ayunan harga ke atas dan kebawah disebabkan oleh kumpulan psikologi kolektif dari trader dan ayunan ini oleh Elliott disebut dengan 'Wave' atau gelombang, dan yg menarik

Tanimedia ~ Kelapa sawit tergolong tumbuhan berumah satu (monoceous) yang berarti bunga betina dan bunga jantan terdapat dalam satu pohon, namun tidak berada pada tandan

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun telah menyelesaikan tugas akhir dengan judul Perancangan Jembatan RANGKA

Adapun Use Case Diagram Sistem Informasi Akuntansi penerimaan dan Pengeluaran Kas Pada Panti Sosial Pemardi Putra ”Insyaf” Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar