• Tidak ada hasil yang ditemukan

ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH KABUPATEN GARUT BAGIAN SELATAN, PROVINSI JAWA BARAT. Eka Kadarsetia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH KABUPATEN GARUT BAGIAN SELATAN, PROVINSI JAWA BARAT. Eka Kadarsetia"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 2, Agustus 2011 : 33-42 Hal :33 ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH KABUPATEN GARUT BAGIAN SELATAN,

PROVINSI JAWA BARAT Eka Kadarsetia

Sari

Bencana alam gerakan tanah telah sering terjadi di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Untuk meminimalisir risiko bencana gerakan tanah didaerah tersebut maka perlu dilakukan penelitian kerentanan gerakan tanah di Kabupaten Garut bagian selatan. Daerah yang diteliti secara geografis terletak pada koordinat 107 o 25’ 00”

sampai 108o 00’ 00” BT dan 7 o30 ‘ 00” – 7 o 45’ 00” LS.

Berdasarkan pada beberapa parameter kajian, maka daerah penelitian dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) zona kerentanan gerakan tanah, yaitu Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah, Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah, Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah dan Zona kerentanan Gerakan Tanah Tinggi. Sebagian besar daerah penelitian berupa Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah dan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah, dan sebagian kecil berupa Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi. Daerah yang terjal dengan kemiringan lebih dari 15º terutama pada tebing-tebing sungai memiliki kecenderungan yang relatif tinggi akan terjadinya gerakan tanah. Curah hujan yang tinggi menyebabkan tanah/batuan menjadi jenuh air, yang mengakibatkan terganggunya kestabilan lereng dan memicu terjadinya gerakan tanah di beberapa tempat.

LANDSLIDE SUSCEPTIBILITY OF SOUTHTERN PART OF GARUT REGENCY, WESTT JAVA

Eka Kadarsetia

Abstarct

The landslide events are frequently occured in the Garut Regency, West Java Province. In order to minimize the risk, the study of landslide susceptibility had been carried out. Geographically the researh area lies within 107 o 25’ 00” until 108o 00’ 00” EL and 7 o30 ‘ 00” – 7 o 45’ 00” SL.

Based on the various parameters , the research area can be divided into 4 (four) susceptibility to lanslides zones: Very Low Susceptibility to Lanslide, Low Susceptibility to Lanslide, Medium Susceptibility to Lanslide and High Susceptibility to Lanslide. The steep areas with the slope more than 15º, such as along the river valley are high potential areas to landslide. The high intensity of rainfall cause the rock/ soil water saturated resulting the slope instability and some landslide evidence occured.

Pendahuluan

Bencana alam gerakan tanah telah sering terjadi di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Oleh sebab itu, sebagian daerah Kabupaten Garut merupakan daerah yang berisiko terhadap terjadinya gerakan tanah. Untuk mengetahui kerentanan gerakan tanah di daerah tersebut maka perlu dilakukan kajian kerentanan gerakan tanah. Dengan disusunnnya peta ini diharapkan dapat meminimalkan jatuhnya korban, baik yang menyangkut jiwa maupun harta benda. Penyebaran informasi/ sosialisasi

bencana gerakan tanah terhadap pemerintah dan masyarakat di sekitar daerah rawan sangatlah diperlukan, sehingga dapat diketahui potensi bahaya yang disebabkan oleh gerakan tanah tersebut dan bagaimana cara penyelamatan diri, apa yang harus dilakukan dan kemana harus mengungsi ketika bencana terjadi.

Daerah penelitian terletak di Kabupaten Garut bagian selatan, Propinsi Jawa Barat. Secara geografis daerah ini terletak pada koordinat 107

o 25’ 00” sampai 108o 00’ 00” BT dan 7 o30 ‘

(2)

Metoda Penelitian

Metoda penelitian yang digunakan dalam penyelidikan ini adalah sebagai berikut :

a. Tahap Pendahuluan, yaitu mempelajari data sekunder, meliputi :

Peta topografi, Peta Geologi, foto udara, peta tata guna lahan, data curah hujan, dan laporan terdahulu.

b. Identifikasi lapangan dan kompilasi data lainnya diantaranya meliputi :

Pengamatan kondisi geologi setempat (batuan dan struktur); pengamatan morfologi, pengamatan lokasi dan potensi gerakan tanah; faktor-faktor penyebabnya; pengamatan kondisi-kondisi lereng, lahan, tatanan air dan lain-lain, pengukuran

lapangan/sketsa; pengambilan foto lapangan; tata guna lahan; kondisi keairan, pendataan pemukiman dan sarana-prasarana; pengambilan contoh tanah; analisis laboratorium

c. Analisis dan evaluasi

Analisis sebaran batuan dan kemiringan lereng; Analisis kemantapan lereng; Analisis hubungan gerakan tanah dengan faktor pendukung terjadinya gerakan tanah; Evaluasi kejadian tanah longsor dan upaya penanggulangannya; Evaluasi sebaran lokasi/zona yang berpotensi longsor; Interpretasi dan analisis serta penyusunan peta potensi gerakan tanah.

Lokasi Penelitian

Gambar 1. Peta lokasi daerah penyelidikan.

(3)

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 2, Agustus 2011 : 35-42 Hal :35 Geologi

Sebagian besar daerah penyelidikan disusun oleh Formasi Bentang (Tmpb), yang batuannya terdiri dari batupasir tufan, tuf batuapung, batulempung, konglomerat dan lignit. Kemudian disusul oleh Batuan Gunungapi Tua (QTv) yang merupakan hasil kegiatan gunung api tua yang masing-masing komponen penyusun tak dapat dipisahkan/tak teruraikan dan secara umum terdiri dari tufa, breksi tufa dan lava (Alzwar, 1992).

Stratigrafi daerah penyelidikan dari tua ke muda adalah Andesit (Tmi-a), Diorit (Tmi-d), Formasi Jampang, Formasi Bentang (Tmpb), Breksi Tufan (Tpv), Batuan Gunungapi Tua Tak Teruraikan (Qtv) dan Aluvium (Qa). Tmi (d) berupa diorit kuarsa – berupa diorit kuarsa yang berwarna abu-abu kehijauan dan bersifat porfiritik. Andesit – Tmi(a) terdiri dari andesit hornblenda dan andesit piroksen. Formasi Jampang (Tomj) berupa lava andesitan terkekarkan dan breksi andesit hornblenda, sisipan tuf hablur halus, setempat terpropilitkan. Breksi Tufan (Tpv) berupa breksi, tuf dan batupasir. Andesit Waringin Bedil, Malabar Tua (Qwb) berupa perselingan lava, breksi dan tuf bersusunan andesit piroksen dan

hornblenda. Aluvium (Qa) berupa lanau, pasir halus hingga kasar dan kerikil serta bongkah-bongkah batuan beku dan sedimen. Struktur yang berkembang umumnya berupa stuktur lipatan dan sesar. Lipatan yang terbentuk berarah sumbu barat baratlaut-timur tenggara pada Formasi Bentang dan utara baratlaut-selatan tenggara pada Formasi Jampang. Perbedaan arah sumbu ini disebabkan oleh perbedaan tahapan dan intensitas tektonika pada kedua satuan tersebut. Sesar yang dijumpai adalah sesar normal dan sesar geser, berarah jurus umumnya baratdaya-timurlaut, baratlaut – tenggara dan barat – timur. Sesar ini melibatkan batuan-batuan Tersier dan Kuarter, sehingga disebutkan bahwa sesar tersebut relatif muda. Dari pola arahnya diperkirakan bahwa gaya tektoniknya berasal dari sebaran selatan-utara dan diduga terjadi paling tidak Oligosen Akhir-Miosen Awal (Sukendar, 1974 dikutip oleh Alzwar, 1989). Maka dapat diduga bahwa mungkin sebagian sesar tersebut merupakan pengaktifan sesar lama terjadi sebelumnya. Kekar, umumnya terjadi pada batuan yang berumur lebih tua, seperti contohnya pada batuan Formasi Jampang dan diorit kuarsa.

(4)

Gambar 2. Peta Geologi Lembar Garut - Pameungpeuk (Alzwar, 1992).

(5)

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 2, Agustus 2011 : 37-42 Hal :37 Landasan Teori

Analisis kemantapan lereng dilakukan dengan menggunakan ilmu mekanika tanah/batuan yang dilengkapi oleh data laboratorium mekanika tanah. Perhitungan kemantapan lereng ini diperlukan untuk mengetahui kondisi kestabilan lereng dan menentukan besarnya sudut lereng maksimum atau lereng kritis, sehingga diketahui tingkat kerentanan gerakan tanahnya. Cara analisis kemantapan lereng telah banyak dikenal, yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :

1. Analisis pengamatan visual ;

membandingkan kesetabilan lereng yang ada berdasarkan pengalaman

2. Analisis komputasi dengan menggunakan metoda : Fellenius, Bishop dan Janbu

3. Analisis dengan menggunakan grafik, dengan cara : Cousin, Janbu, Duncan, Hock & Bray (Kadarsetia dkk, 2007).

Analisis kemantapan lereng dilakukan untuk mendapatkan besarnya nilai faktor keamanan (Fs) untuk masing-masing tanah pelapukan dari tiap satuan batuan. Dari analisis ini diperoleh sudut kritis tiap jenis tanah pelapukan dengan sudut lereng tertentu.Dari data gerakan tanah yang pernah terjadi di daerah penyelidikan umumnya dari jenis gerakan tanah translasi, maka dalam melakukan analisis digunakan metoda Fellenius (1955; dalam Kadarsetia, dkk, 2007)) yang dikembangkan dalam bentuk program Fellenius untuk gerakan tanah translasi sehingga didapatkan nilai faktor keamanan yang sesuai dengan tipe gerakan tanah yang paling banyak terdapat di daerah penyelidikan. Parameter atau sifat fisik tanah yang digunakan untuk analisa didapat dari pengujian contoh tanah yang diambil di lapangan dan dianalisa di laboratorium mekanika tanah dan batuan , untuk mendapatkan harga : Berat isi = γ ; Kohesi = c ; Sudut geser dalam = ΦDalam melakukan analisis kemantapan lereng, tinggi muka air tanah dari bidang lincir (Rh) diasumsikan sebagai berikut : untuk lapisan tanah kering Rh = 0, 10 ; setengah jenuh Rh = 0,50 dan jenuh Rh = 0,90. Analisis dilakukan

pada model kemiringan lereng 0o sampai 80o

yang hasilnya adalah nilai faktor keamanan (Fs) tanpa gempa, dan nilai faktor keamanan (Fs) dengan gempa, kemudian dibuat grafik yang menunjukan lereng dalam keadaan kering (Rh = 0,1), setengah jenuh (Rh = 0,50), serta jenuh (Rh = 0,90), dengan nilai koefisen gempa maksimum 0,20 g (gravitasi).

Dari grafik – grafik tersebut diatas dapat diketahui sudut kemiringan lereng kritis untuk masing-masing jenis tanah pelapukan batuan dengan asumsi faktor keamanan Fs = 1,2 (Tabel 1).

Tabel 1. Kisaran faktor Keamanan, Fs (Fellenius dkk, 1955; dalam Kadarsetia, dkk, 2007). FAKTOR KEAMANAN (Fs) KERENTANAN GERAKAN TANAH

< 1,2 TINGGI : Gerakan tanah sering terjadi 1,2 < 1,7 MENENGAH : Gerakan tanah dapat terjadi 1,7 < 2,0 RENDAH : Gerakan tanah jarang terjadi

> 2,0 SANGAT RENDAH : Gerakan tanah sangat jarang terjadi

Zona Kerentanan Gerakan Tanah

Potensi kerentanan gerakan tanah menggambarkan kecenderungan suatu lereng alam untuk terkena gerakan tanah. Dalam menentukan potensi kerentanan gerakan tanah di daerah penyelidikan digunakan data hasil pengamatan lapangan meliputi: struktur, jenis batuan, geomorfologi, topografi, kemiringan lereng, geohidrologi, tata guna lahan dan curah hujan serta hasil analisis kemantapan lereng dengan menghitung faktor keamanan pada masing-masing tanah pelapukan batuan. Selain itu data kejadian tanah longsor serta adanya gawir longsoran lama dan peta Zonasi Kerentanan Tanah regional, juga merupakan parameter dalam menentukan tingkat kerawanan terhadap tanah longsor. Evaluasi

(6)

Kerentanan Gerakan Tanah dilakukan untuk mengetahui:

1. Kestabilan lereng, antara lain dengan analisa kemantapan lereng untuk menentukan tingkat kerentanan gerakan tanah. Analisis kemantapan lereng ini tidak lepas dari sifat mekanis tanah, kelerengan dan muka air tanah juga tergantung pada jenis gerakan tanah yang terjadi atau diperkirakan akan terjadi.

2. Lokasi/zona yang berpotensi tinggi mengalami gerakan tanah sehingga dapat diantisipasi upaya penanggulangan secepat mungkin sebelum terjadi bencana gerakan tanah.

3. Kemungkinan dampak longsoran terhadap lingkungan sekitar berupa pemukiman serta sarana-prasarana yang ada di daerah itu

sehingga dapat diantisipasi sedini mungkin agar tidak menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda bila terjadi bencana gerakan tanah.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Regional

Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Regional Jawa Bagian Barat (Dadja & Darsoatmodjo, 2009). potensi gerakan tanah di daerah penelitian terdiri dari Zona Kerentaan Gerakan Tanah Sangat Rendah sampai Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi (Gambar 3). Sutarjono dkk (2003) dan Kadarsetia dkk (2007) juga pernah melakukan kajian gerakan tanah di Kampung Balebat, Desa Jatiwangi, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut.

Hal :38 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 2, Agustus 2011 : 38-42

Gambar 3. Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Jawa Bagian Barat (Djadja & Darsoatmodjo, 2009).

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi

Zona Kerentanan Gerakan

(7)

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Daerah Penelitian

Potensi kerentanan gerakan tanah menggambarkan kecenderungan suatu lereng alam untuk terkena gerakan tanah. Dalam menentukan potensi kerentanan gerakan tanah di daerah penyelidikan digunakan data hasil pengamatan lapangan meliputi struktur, jenis batuan, geomorfologi, topografi, kemiringan lereng, geohidrologi, tata guna lahan dan curah hujan serta hasil analisis kemantapan lereng dengan menghitung faktor keamanan pada masing-masing tanah pelapukan batuan. Akibat dari tingkat pelapukan yang tinggi pada batuan-batuan Tersier dan berkembangnya struktur, menyebabkan stabilitas lereng pada zona yang dilaluinya, sehingga menyebabkan batuan/ tanah menjadi labil dengan kerentanan gerakan tanah. Selain itu zona-zona sesar juga berperan sebagai tempat meresapnya air hujan kedalam tanah/batuan, hingga air mencapai lapisan kedap. Curah hujan yang sangat tinggi mengakibatkan tanah/ batuan menjadi jenuh air, sehingga terjadilah longsoran pada beberapa

titik dalam waktu yang relatif bersamaan, terutama pada daerah-daerah yang memiliki kemiringan lereng cukup curam (lebih dari 15○). Pengambilan contoh tanah/ batuan di daerah Arinem, Pakenjeng menunjukkan bahwa nilai kestabilan lereng untuk gerakan tanah translasi dengan Fs = 1,2 kemiringan lereng maksimal sekitar 14○ (Gambar 4). Faktor tata guna lahan juga cukup berperan terhadap terjadinya gerakan tanah, pemotongan lereng menjadi hampir tegak tentu saja sangat memicu longsor, seperti di pinggir jalan atau di areal pemukiman. Selain itu data kejadian tanah

longsor serta adanya gawir longsoran lama, juga merupakan parameter dalam menentukan tingkat kerawanan terhadap gerakan tanah. Berdasarkan berbagai kajian, maka zona kerentanan gerakan tanah daerah penelitian dapat dibagi menjadi: Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah, Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah, Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah dan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tingi.

GRAFIK FAKTOR KEAM ANAN PADA TANAH PELAPUKAN BATUAN DI DAERAH DS. TERLAYA (BR-02)

TANPA GEMPA 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 KEMIRINGAN LERENG (°) F AK T O R KE AM ANA

Kering Setengah Jenuh Jenuh

Berat Isi = 1,536 ton/m3 Kohesi : 2,65 ton/ m² Sudut Geser Dalam = 2,51° Tebal tanah = 1,5 meter

GRAFIK FAKTOR KEAM ANAN PADA TANAH PELAPUKAN BATUAN DI DAERAH DS. TERLAYA (BR-02)

DENGAN GEM PA 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 KEMIRINGAN LERENG (°) F AKT O R K E AM AN A

Kering Setengah Jenuh Jenuh

Berat Isi = I,536 ton/m3 Kohesi : 2,65 ton/ m² Sudut Geser Dalam = 2,51" Tebal tanah = 1,5 meter

Gb. 4. Grafik faktor keamanan pada tanah pelapukan di lokasi BL 2, Kampung Arinem, Pakenjeng

(8)

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi

Yang termasuk kedalam zona ini merupakan daerah yang secara umum mempunyai kerentanan tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Pada daerah ini gerakan

tanah dapat terjadi sewaktu-waktu meliputi beberapa lokasi gawir longsoran lama seperti longsoran, nendatan dan retakan yang dapat aktif kembali akibat curah hujan yang tinggi atau parameter pemicu lainnya. Bisa juga berupa gerakan tanah muncul pada titik yang baru apabila terjadi pergerakan sesar aktif ataupun pengaruh eksternal berupa intensitas hujan yang naik, erosi ataupun penggundulan hutan. Vegetasi sebagian besar berupa ladang dan sebagian kecil lahan pesawahan.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah

Yang termasuk zona ini adalah merupakan daerah yang secara umum mempunyai kerentanan menengah untuk terjadi geraka tanah. Gerakan tanah dapat terjadi terutama di daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing pemotongan jalan dan pada lereng yang mengalami gangguan. Gerakan tanah lama masih mungkin dapat aktif kembali terutama oleh curah hujan yang tinggi.

Hal :40 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 2, Agustus 2011 : 40-42 Secara umum di daerah ini dapat terjadi

gerakan tanah terutama bila dipicu oleh faktor– faktor seperti terjadinya pemotongan lereng dan penggundulan hutan/lahan tanaman dan sering terjadi pada tebing sungai dan peralihan litologi. Gerakan tanah di daerah ini bisa juga terjadi pada zona lemah seperti sesar, daerah berlereng terjal dan tebing sungai akibat erosi lateral dan juga bila terjadi gempa bumi.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah

Termasuk kedalam zona ini adalah daerah yang mempunyai tingkat kerentanan rendah untuk terjadi gerakan tanah, zona ini merupakan daerah yang relatif datar. Pada zona ini gerakan tanah jarang terjadi kecuali jika mengalami gangguan pada lerengnya dan pada tebing sekitar aliran sungai. Namun, jika terdapat gerakan tanah lama umumnya lereng telah mantap kembali.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah

Pada Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah jarang atau hampir tidak pernah terjadi gerakan tanah, baik gerakan tanah lama maupun gerakan tanah baru, kecuali pada daerah tidak luas pada tebing sungai. Zona ini merupakan daerah pedataran di daerah pesisir pantai.

(9)

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 2, Agustus 2011 : 41-42 Hal :41 Gambar 5. Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Garut Bagian Selatan

(10)

Hal :42 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 2, Agustus 2011 : 42-42 Kesimpulan

Berdasarkan beberapa parameter yang digunakan, maka daerah penelitian dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) zona kerentanan gerakan tanah, yaitu Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah, Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah, Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah dan Zona kerentanan Gerakan Tanah Tinggi. Sebagian besar daerah penelitian berupa Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah dan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah, dan sebagian kecil berupa Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi.

Daerah yang terjal dengan kemiringan lebih dari 15º terutama pada tebing-tebing sungai memiliki kecenderungan yang relatif tinggi akan terjadinya gerakan tanah. Curah hujan yang tinggi menyebabkan tanah/batuan menjadi jenuh air, yang mengakibatkan terganggunya kestabilan lereng dan memicu terjadinya gerakan tanah di beberapa tempat.

DAFTAR PUSTAKA

Alzwar, M., 1992, Peta Geologi Lembar Garut Pameungpeuk, Jawa Barat,

Skala 1 : 100.000, Puslitbang

Geologi Bandung.

Djadja dan Darsoatmodjo, 2009, Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah

Jawa Bagian Barat. Pusat

Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.

Kadarsetia, E., dkk, 2007. Evaluasi Potensi Gerakan Tanah di Kampung Balebat, Desa Jatiwangi, Kecamatan Pakenjeng, Garut, Jawa Barat. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Sutarjono, J., dkk., 2003, Pemeriksaan

Bencana Gerakan Tanah di Kampung Balebat, Desa Jatiwangi, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut,

Propinsi Jawa Barat, Direktorat

Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi daerah penyelidikan.
Gambar 2. Peta Geologi Lembar Garut - Pameungpeuk (Alzwar, 1992).
Tabel 1. Kisaran faktor Keamanan, Fs (Fellenius  dkk, 1955; dalam Kadarsetia, dkk, 2007)
Gambar 3. Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Jawa Bagian Barat (Djadja &amp; Darsoatmodjo, 2009)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menghubungkan nilai kerapatan pengaliran sungai sebagai karakteristik sub-DAS dengan tingkat kemiringan lereng dapat menjadi indikator dari karakteristik batuan,

Laporan Penyelidikan Lapangan Proyek Pembangunan Wisma Atlet Hambalang, Kecamatan Cireureup, Kabupaten Bogor, Provinsi..

Tahap ini dilakukan untuk mengumpulkan data unsur – unsur struktur geologi dengan cara melakukan analisis deskriptif di lapangan penelitian, yaitu... pengamatan

4.2.1 Analisis Daya Dukung Tanah Pondasi Dangkal Berdasarkan Data Mekanika Tanah .... KESIMPULAN DAN

Untuk mengetahui laju perkembangan dan arah gerakan tanah dilakukan dengan metoda pengamatan permukaan (surface) dari pengukuran pergeseran patok-patok geser pada

Penelitian ini menghasilkan metode penentuan lokasi potensi evakuasi longsor dengan pendekatan SIG, yaitu dengan empat masukan peta antara lain peta zona kerentanan gerakan