• Tidak ada hasil yang ditemukan

ZONASI KERENTANAN GERAKAN TANAH DI KABUPATEN BREBES BAGIAN SELATAN, PROVINSI JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ZONASI KERENTANAN GERAKAN TANAH DI KABUPATEN BREBES BAGIAN SELATAN, PROVINSI JAWA TENGAH"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ZONASI KERENTANAN GERAKAN TANAH DI KABUPATEN BREBES BAGIAN SELATAN, PROVINSI JAWA TENGAH

Eka KADARSETIA

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi - Badan Geologi

Sari

Daerah Bantarkawung dan sekitarnya terletak di Kabupaten Brebes bagian selatan, Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah yang cukup rawan akan bencana gerakan tanah. Untuk mengurangi dan mengantisipasi terjadinya bencana gerakan tanah di daerah ini diperlukan suatu penyelidikan berupa kajian tentang potensi gerakan tanah dan dampaknya terhadap manusia, harta benda dan lingkungan. Hasil penyelidikan dan kajian tersebut ditampilkan dalam bentuk Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah. Daerah yang diteliti secara geografis terletak pada kordinat 108○55’ sampai 10905’ Bujur Timur dan antara 710’ sampai 725’ Lintang

Selatan.

Gabungan antara tingkat pelapukan yang tinggi, pola struktur yang berkembang, topografi yang curam ditambah dengan curah hujan yang tinggi telah menyebabkan sebagian wilayah ini menjadi sangat rentan akan gerakan tanah. Berdasarkan parameter lapangan dan hasil laboratorium, maka daerah penelitian dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) daerah potensi kerentanan gerakan tanah , yaitu Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah, Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah, Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah dan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tnggi.

SUSCEPTIBILITY TO LANSLIDE ZONATION ON THE SOUTHERN PART OF BREBES REGENCY, CENTRAL JAVA

Eka Kadarsetia

Center for Volcanology and Geological Hazard Mitigation – Geological Agency

Abstract

Bantarkawung and surounding area located at the southern part of Brebes Regency, Central Java, contain some high and medium potention of landslide. In order to minimize and anticipate the impact, the land slide study had been carried out. The main result of the study is presented as

Susceptibility To Landslide Zone Map. Geographically the research area is between 108○55’ until

109○05’ East Longitude and 710’ until 725’ South Latitude.

The aspects of high grade weathering, structure pattern, steep topography and high intensity of rain fall, caused Bantarkawung and surounding area contain some Zone of High Susceptibility To Landslide. Based on field and laboratory data the area could be classified into zone of : Very Low Landslide Potention, Low Landslide Potention, Medium Landslide Potention and High Landslide Potention.

(2)

Pendahuluan

Mengingat bahwa beberapa tempat di daerah Bantarkawung dan sekitarnya, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah merupakan daerah yang mempunyai potensi gerakan tanah yang cukup tinggi (Djadja dkk, 2009), maka diperlukan

suatu penyelidikan berupa kajian potensi gerakan tanah. Daerah yang diteliti secara geografis terletak pada kordinat 108○55’ sampai 109○05’ Bujur Timur dan antara 710’ sampai 7○25’ Lintang Selatan (Gambar 1).

109° 110°

Lokasi Penelitian

Gambar 1. Peta lokasi daerah penyelidikan. Kegiatan ini berupa pengumpulan data

lapangan yang berhubungan dengan potensi/kerentanan gerakan tanah dan dampaknya terhadap lingkungan sekitarnya. Selanjutnya dilakukan penentuan potensi/tingkat kerentanan gerakan tanah serta kemungkinan dampaknya terhadap lingkungan sekitar berupa lahan pemukiman serta sarana-prasarana yang terdapat di daerah ini.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai data dasar untuk melakukan penyelidikan analisis risiko bencana gerakan tanah dan penyiapan tata ruang bagi pembangunan wilayah.

Metoda Penelitian

Metoda penelitian yang digunakan dalam penyelidikan ini adalah sebagai berikut :

a. Tahap Pendahuluan, yaitu mempelajari data sekunder, meliputi : Peta topografi, Peta

Geologi, foto udara, peta tata guna lahan, data curah hujan, dan laporan terdahulu. b. Identifikasi lapangan dan kompilasi data

lainnya diantaranya meliputi :

Pengamatan kondisi geologi setempat (batuan dan struktur); pengamatan morfologi, pengamatan lokasi dan potensi gerakan tanah; faktor-faktor penyebabnya; pengamatan kondisi-kondisi lereng, lahan, tatanan air dan lain-lain, pengukuran lapangan/sketsa; pengambilan foto lapangan; tata guna lahan; kondisi keairan, pendataan pemukiman dan sarana-prasarana; pengambilan contoh tanah; analisis laboratorium

c. Analisis dan evaluasi

Analisa sebaran batuan dan kemiringan lereng; Analisa kemantapan lereng berdasarkan data hasil laboratorium; Analisis hubungan gerakan tanah dengan faktor pendukung terjadinya gerakan tanah;

U

70

(3)

Evaluasi kejadian tanah longsor dan upaya penanggulangannya; Evaluasi sebaran lokasi/zona yang berpotensi longsor; Kemungkinan dampak terhadap pemukiman dan sarana-prasaran; Interpretasi dan analisis serta penyusunan peta potensi gerakan tanah.

Geologi

Menurut Darsoatmodjo, dkk (2008) Secara morfologi daerah penelitian bervariasi dari pedataran hingga perbukitan yang terjal dan sangat terjal dengan kemiringan lereng 25° - 45°. Berdasarkan pengamatan di lapangan, geomorfologi daerah penyelidikan dapat dibedakan menjadi : Satuan Morfologi Pedataran, Satuan Morfologi Perbukitan Berelief Sedang, Satuan Morfologi Perbukitan Berelief Kasar dan Satuan Morfologi Perbukitan Berelief Sangat Kasar.

Kastowo dan Suwarna (1996), dalam Peta Geologi Lembar Majenang membagi formasi batuan di daerah penyelidikan dari tua ke muda sebagai berikut: Formasi Rambatan (Tmr), Formasi Pemali (Tmp), Formasi Batugamping Kalibiuk (Tmpk), Formasi Halang (Tmph),

Formasi Tapak (Tpt), Formasi Kaliglagah (Tpg), Formasi Lempung Kalibiuk (Tpb), Formasi Gintung (Qpg), Formasi Linggopodo (Qpl), Endapan Lahar (Qls), Gunungapi Muda (Qpm) dan Aluvium (Qa). Deskripsi Lengkap dari masing-masing satuan dapat dilihat pada Gambar 2. Geologi struktur yang berkembang di daerah penyelidikan terutama terdiri dari sesar naik dan sesar normal. Arah umum dari sesar naik adalah baratlaut – tenggara, sedangkan sesar normal berarah timurlaut – baratdaya. Dalam Peta Geologi (Kastowo dan Suwarna, 1996) setidaknya terdapat 5 buah sesar naik dan, sebuah sesar normal dan 2 sesar diperkirakan berarah baratlaut – tenggara (Gambar 2).

Curah Hujan

Pada tahun 2008, Kabupaten Brebes mengalami jumlah rata-rata curah hujan 2.063 mm, sedangkan jumlah rata-rata hari hujan 82 hari. Curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Paguyangan sebesar 3.158 mm, sedangkan jumlah hari hujan terbanyak adalah 153 hari terjadi di Kecamatan Bumiayu (Tabel 1).

Tabel 1. Banyaknya Hari Hujan (hh) dan Curah Hujan (mm) di Kabupaten Brebes dan Beberapa Tempat Pengukuran (Sumber: Kab. Brebes Dalam Angka 2008).

Bulan Bantar-kawung hh/mm Bumiayu hh/mm Tonjong hh/mm Larangan hh/mm Ketanggungan hh/mm Jan 13/142 18/205 18/175 18/288 17/377 Feb 17/497 15/262 25/251 16/350 13/323 Mar 23/394 27/338 20/392 14/180 15/352 April 15/133 19/273 7/61 14/308 13/285 Mei 5/17 6/29 6/25 5/49 4/40 Juni 3/2 5/22 2/19 3/37 2/25 Juli - - - 0 0 Agst 0 4/1 4/2 3/41 2/26 Sept 4/7 0 0 0 0 Okt 19/263 20/514 20/479 8/159 6/141 Nop 24/304 17/403 16/249 12/212 10/236 Des 14/290 22/133 14/157 18/447 13/343 RATA2 11/171 13/182 10/150 8/172 7/178

(4)

Gambar 2. Peta Geologi Daerah Bantarkawung dan Sekitarnya, Jawa Tengah (Kastowo dan Suwarna, 1996).

Hasil Penelitian

Beberapa lokasi gerakan tanah yang diamati di lapangan diantaranya :

1. Longsor di Kota Bumiayu, berada di tebing

Sungai Kali Erang dengan ketinggian sekitar 7 meter, dinding hampir tegak, satu rumah hancur. Batuan berupa endapan aluvial. Morfologi berelief sedang, termasuk kedalam Formasi Kaliglagah (Tpg) yang ditumpangi oleh endapan aluvial. Tebal tanah penutup 1 sampai 2 meter. Termasuk Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah - Rendah.

2. Di Desa Bantarkawung, terjadi longsor di

sekitar jembatan Sungai Cilakar, tinggi tebing sekitar 10 meter, dinding hampir tegak, berupa kebun dan sedikit pemukiman. Batuannya berupa batupasir berlapis yang kurang kompak. Secara geologi termasuk kedalam Formaso Pemali (Tmp) dan Formasi Halang (Tmph). Morfologi berupa Perbukitan Berelief Sedang – Kasar. Termasuk Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah.

3. Longsoran di Desa Jipang, pada tebing

sungai dengan kemiringan yang curam, arah longsoran relatif ke utara. Berupa Morfologi PETA GEOLOGI DAERAH BANTARKAWUNG DAN SEKITARNYA, JAWA

(5)

Perbukitan Berelief Sedang sampai Kasar. Vegetasi berupa ladang dan pohon-pohon pinus. Batuan berupa batupasir atau tuf berwarna kuning termasuk kedalam Formasi Pemali (Tmp). Termasuk Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah.

4. Logsoran di Desa Cigareng, Kecamatan

Salem, tinggi tebing 7 meter, kemiringan tebing dari 30° sampai 90°. Batuan berupa breksi vulkanik, berlapis, terdapat alterasi, warna umum merah tua dan sebagian berwarna putih yang merupakan tanda-tanda alterasi. Tataguna lahan berupa pemukiman dan ladang campuran. Secara morfologi termasuk kedalam Perbukitan Berelief Kasar sampai Sangat Kasar. Termasuk Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah sampai Tinggi.

5. Longsor di Desa Maronggeng, Kecamatan

Bantarkawung. Merupaka longsoran besar, dengan lebar sekitar 150 meter dan panjang sekitar 200 meter, mengikuti alur sungai. Secara geologi termasuk Formasi Halang (Tmph) dan Formasi Rambatan (Tmr). Secara morfologi termasuk ke dalam Perbukitan Berelief Sangat Kasar. Tataguna lahan berupa pemukiman, jalan dan kebun campuran. Longsoran ini menyebabkan terputusnya jalan beraspal di daerah Maronggeng. Termasuk Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi.

6. Longsor di daerah Babakan – Ciputih,

dinding longsoran hampir tegak, berada di tebing sungai. Tinggi 30 meter, lebar longsoran sekitar 20 meter. Batuan berupa batupasir bersisipan batulempung, dan juga sisipan lava. Berdasarkan Peta Geologi

Regional termasuk ke dalam Formasi Halang (Tmph). Longsoran ini

menyebabkan terputusnya jalan antara Ciputih dengan Kadumanis (daerah Gandoang). Morfologi berupa Perbukitan Berelif Kasar sampai Sangat Kasar. Vegetasi berupa kebun, pohon-pohon kayu, serta di sekitarnya terdapat pemukiman. Termasuk Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi.

7. Nangka gede – Bentar. Terdapat gawir

dengan ketinggian sekitar 3 meter dan panjang sekitar 100 meter. Batuan vulkanik berwarna merah dan berlapis, termasuk ke dalam Formasi Linggopodo (Qpl). Morfologi berupa Perbukitan berelief sedang. Tataguna lahan berupa pemukiman, sawah serta pepohonan. Termasuk Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah.

8. Desa Pengarasan. Lonsoran-longsoran di Gunung Panongan, tebing logsoran 5 sampai 10 meter, memanjang, setempat-setempat sepanjang sekitar 500 meter. Merupakan Morfologi Perbukitan Berelief Kasar. Secara geologi termasuk ke dalam Formasi Kaliglagah (Tpg). Vegetasi berupa hutan.

Dalam penelitian ini dilakukan pengambilan contoh tanah/batuan yang dilakukan pada 10 (sepuluh) lokasi (Tabel 2) yang terletak di wilayah Bantarkawung dan sekitarnya (Kadarsetia, dkk, 2010). Contoh tanah atau lapukan batuan yang diambil pada lokasi tersebut diperlukan untuk analissis kemantapan lereng. Pengambilan conto tanah/batuan ini dilakukan pada lokasi-lokasi yang belum pernah mengalami gerakan tanah, dimaksudkan untuk mengetahui kemantapan lereng di daerah tersebut.

Tabel. 2. Daftar lokasi pengambilan contoh tanah/batuan untuk analisa kemantapan lereng Daerah Bantarkawung dan sekitarnya.

(6)

No Uru t No. Lokas i Koordin at Kampung Kedalaman Test Pit (cm) Tanah/ batuan Tata Guna Lahan BT o LS o 1. BR-01 108° 57’ 42 “ 07° 12’ 47”

Kalinusu 150 cm Lanau Hutan kayu

dan bambu 2. BR-02 108° 52’ 16” 07° 12’ 21”

Terlaya 150 cm Lempung Lempung

pasiran 3. BR-03 108° 54’ 23” 07° 10’ 32” Sindang Wangi 150 cm Lempung lanauan Ladang, semak,pohon 4 BR-04 108° 50’ 00” 07°09’ 30”

Ciputih 150 cm Pasir Pohon,

ladang 5. BR-05 108° 48’ 15” 07° 08’ 00” Pasirr Panjang 150 cm Lempung pasiran Ladang, pemukiman 6. BR-06 108°59’ 03” 07°10’ 08” Penga-rasan

150 cm Pasir Ladang dan

pemukiman 7. BR-07 108° 54’ 16” 07° 09’ 01” Kemuning 150 cm Lempung lanauan Ladang, pohon 8. BR-08 108°50’ 30” 07° 13’ 24” Tambang Serang 150 cm Lempung lanauan Ladang 9 BR-09 108°49’ 00” 07°10’ 47” Gunung Larang 150 cm Lempung Ladang 10 BR-10 108°58’ 31” 07°09’ 34”

Gardu 150 cm Lempung Ladang,

pemukiman

Beberapa sifat fisik contoh tanah/batuan berdasarkan hasil laboratorium dan kondisi lapangan disekitarnya :

(7)

Tabel 3. Sudut lereng kritis pada tiap lokasi contoh tanah / batuan untuk jenis gerakan tanah translasi di Daerah Bantarkawung dan Sekitarnya, Kabupaten Brebes.

Sudut Lereng Kritis Batuan/tanah

(Tanpa Fs = 1,2 Gempa ) (Dengan Fs =1,2 Gempa)

Rh =0,1 Rh =0,5 Rh=0,9 Rh= 0,1 Rh=0,5 Rh=0,9 1. BR-01 = Lanau (Kalinusu) 2.BR-02 = Lempung pasiran (Terlaya) 3.BR-03 = Lempung pasiran (Sindangwangi) 4. BR-04 = Pasir lanauan (Ciputih) 5. BR-05 =Lempung lanauan (Pasirpanjang) 6. BR-06 =Pasir (Pengarasan) 7, CPG 7 = Lempung lanauan (Kemuning) 8. CPG 8 = Lempung lanauan (Tambakserang) 9.CPG 9 = Lempung (Gununglarang) 10. KA 10 = Lempung (Gardu) 23o 21o 21o 22o 16o 24o 20o 19o 17o 20 o 21o 19o 20o 20o 15o 23o 18o 18 o 16 o 18 o 19o 17o 19o 18o 11o 21o 17o 17o 15 o 16 o 2o 1o 2o 0o 0o 12o ? 0o 0 o 0 o 0o 1o 0o 1o 0o 0o 11o ? 0o 0 o 0 o 0 o 0o 0o 0o 0o 0o 10o ? 0o 0 o 0o 0 o

(8)

GRAFIK FAKTOR KEAMANAN PADA TANAH PELAPUKAN BATUAN DI DAERAH DS.PASIRPANJANG (BR-05)

TANPA GEM PA 0,00 0,30 0,60 0,90 1,20 1,50 1,80 2,10 2,40 2,70 3,00 1520 25303540455055 6065707580 KEMIRINGAN LERENG (°) F AKT O R KE AM ANA

Kering Setengah Jenuh Jenuh Berat Isi = 1,536 ton/m3 Kohesi : 2,65 ton/ m² Sudut Geser Dalam = 2,51° Tebal tanah = 1,5 meter

GRAFIK FAKTOR KEAMANAN PADA TANAH PELAPUKAN BATUAN DI DAERAH DS. PASIRPANJANG (BR-05)

DENGAN GEM PA 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 1520253035404550556065707580 KEMIRINGAN LERENG (°) F AKT O R KE AM ANA

Kering Setengah Jenuh Jenuh Berat Isi = I,536 ton/m3 Kohesi : 2,65 ton/ m² Sudut Geser Dalam = 2,51" Tebal tanah = 1,5 meter

Gambar 3. Grafik faktor keamanan pada tanah pelapukan batuan pada lokasi contoh BR-05 di Desa Pasirpanjang tanpa gempa (kiri) dan dengan gempa (kanan).

Pembahasan

Analisa kemantapan lereng dengan menggunakan ilmu mekanika tanah/batuan yang dilengkapi oleh data laboratorium mekanika tanah. Perhitungan kemantapan lereng ini diperlukan untuk mengetahui kondisi kestabilan lereng dan menentukan besarnya sudut lereng maksimum atau lereng kritis, sehingga diketahui tingkat kerentanan gerakan tanahnya. Cara analisa kemantapan lereng telah banyak dikenal, yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :

• Analisis pengamatan visual ;

membandingkan kesetabilan lereng yang ada berdasarkan pengalaman

• Analisis komputasi dengan menggunakan metoda : Fellenius, Bishop dan Janbu

• Analisis dengan menggunakan grafik, dengan cara : Cousin, Janbu, Duncan, Hock & Bray (Wahyudin, dkk, 2007).

Analisis kemantapan lereng dilakukan untuk mendapatkan besarnya nilai faktor keamanan (Fs) untuk masing-masing tanah pelapukan dari tiap satuan batuan. Dari analisis ini diperoleh sudut kritis tiap jenis tanah pelapukan dengan sudut lereng tertentu.Dari data gerakan tanah yang pernah terjadi di daerah penyelidikan umumnya dari jenis gerakan tanah translasi, maka dalam melakukan

analisis digunakan metoda Fellenius (1955; Wahyudin, dkk, 2007)) yang dikembangkan dalam bentuk program Fellenius untuk gerakan tanah translasi sehingga didapatkan nilai faktor keamanan yang sesuai dengan tipe gerakan tanah yang paling banyak terdapat di daerah penyelidikan. Parameter atau sifat fisik tanah yang digunakan untuk analisa didapat dari pengujian contoh tanah yang diambil di lapangan dan dianalisa di laboratorium mekanika tanah dan batuan , untuk mendapatkan harga : Berat isi = γ ; Kohesi = c ; Sudut geser dalam = ΦDalam melakukan analisis kemantapan lereng, tinggi muka air tanah dari bidang lincir (Rh) diasumsikan sebagai berikut : untuk lapisan tanah kering Rh = 0, 10 ; setengah jenuh Rh = 0,50 dan jenuh Rh = 0,90. Analisis dilakukan pada model kemiringan lereng 0o sampai 80o yang hasilnya

adalah nilai faktor keamanan (Fs) tanpa gempa, dan nilai faktor keamanan (Fs) dengan gempa, kemudian dibuat grafik yang menunjukan lereng dalam keadaan kering (Rh = 0,1), setengah jenuh (Rh = 0,50), serta jenuh (Rh = 0,90), dengan nilai koefisen gempa maksimum 0,20 g (gravitasi).

Dari grafik – grafik tersebut diatas dapat diketahui sudut kemiringan lereng kritis untuk masing-masing jenis tanah pelapukan

(9)

batuan dengan asumsi faktor keamanan Fs = 1,2 (Tabel 3). Sebagai contoh diilustrasikan pada gambar 3.

Potensi kerentanan gerakan tanah menggambarkan kecenderungan suatu lereng alam untuk terkena gerakan tanah. Dalam menentukan potensi kerentanan gerakan tanah di daerah penyelidikan digunakan data hasil pengamatan lapangan meliputi: struktur, jenis batuan, geomorfologi, topografi, kemiringan lereng, geohidrologi, tata guna lahan dan curah hujan serta hasil analisis kemantapan lereng dengan menghitung faktor keamanan pada masing-masing tanah pelapukan batuan. Selain itu data kejadian tanah longsor serta adanya gawir longsoran lama dan peta Zonasi Kerentanan Tanah regional, juga merupakan parameter dalam menentukan tingkat kerawanan terhadap tanah longsor. Evaluasi Kerentanan Gerakan Tanah dilakukan untuk mengetahui:

1. Kestabilan lereng, antara lain dengan analisa kemantapan lereng untuk menentukan tingkat potensi kerentanan gerakan tanah. Analisa kemantapan lereng ini tidak lepas dari sifat mekanis tanah, kelerengan dan muka air tanah juga tergantung pada jenis gerakan tanah yang terjadi atau diperkirakan akan terjadi.

2. Lokasi/zona yang berpotensi tinggi mengalami gerakan tanah sehingga dapat diantisipasi upaya penanggulangan secepat mungkin sebelum terjadi bencana gerakan tanah. 3. Kemungkinan dampak longsoran

terhadap lingkungan sekitar berupa pemukiman serta sarana-prasarana yang ada di daerah itu sehingga dapat diantisipasi sedini mungkin agar tidak menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda bila terjadi bencana gerakan tanah.

Akibat dari tingkat pelapukan yang tinggi pada batuan-batuan Tersier dan berkembangnya struktur, menyebabkan stabilitas lereng pada zona yang dilaluinya, sehingga menyebabkan batuan/ tanah menjadi labil dengan kerentanan gerakan tanah. Selain itu zona-zona sesar juga berperan sebagai

tempat meresapnya air hujan kedalam tanah/batuan, hingga air mencapai lapisan kedap. Curah hujan yang sangat tinggi mengakibatkan tanah/ batuan menjadi jenuh air, sehingga terjadilah longsoran pada beberapa titik dalam waktu yang relatif bersamaan, terutama pada daerah-daerah yang memiliki kemiringan lereng cukup curam (lebih dari 15○). Faktor tata guna lahan juga cukup berperan terhadap terjadinya gerakan tanah, pemotongan lereng menjadi hampir tegak tentu saja sangat memicu longsor, seperti di pinggir jalan atau di areal pemukiman. Daerah-daerah dengan kemiringan lereng lebih dari 15○ sebaiknya ditanami tanaman-tanaman keras, guna mengurangi resiko terjadinya gerakan tanah, karena vegetasi berfungsi sebagai pengikat tanah dan penyerap air. Berdasarkan hasil analisis laboratorium didapatkan harga rata-rata besaran kemiringan lereng dalam hubungannya dengan potensi terjadinya gerakan tanah di daerah penelitian.

Tabel 4. Hubungan Antara Kemiringan Lereng Dengan Potensi Gerakan Tanah Translasi Untuk

Daerah Bantarkawung dan Sekitarnya, Pada Kondisi Tanah/ Batuan Jenuh Air (Rh = 0,9) Tanpa Gempa Berdasarkan Hasil Analisis Laboratorium.

Kemiringan Lereng (°) Potensi Gerakan Tanah 0 1 – 5 6 – 15 15 < Sangat Rendah Rendah Menengah Tinggi

Berdasarkan beberapa parameter tersebut di atas, daerah penyelidikan dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) daerah potensi gerakan tanah (lampiran), yaitu :

(10)

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah

Pada Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah jarang atau hampir tidak pernah terjadi gerakan tanah, baik gerakan tanah lama maupun gerakan tanah baru, kecuali pada daerah tidak luas pada tebing sungai. Yang termasuk kedalam zona ini adalah daerah pedataran sepanjang aliran sungai besar/ utama yang mengalir ke utara (daerah Pengarasan) dan selatan (daerah Kalilangkap). Luas daerah ini kurang dari 5% dari seluruh luas daerah penyelidikan. Batuan penyusunnya adalah berupa endapan aluvial (Qa).

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah

Termasuk kedalam zona ini adalah daerah yang mempunyai tingkat kerentanan sangat rendah untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini gerakan tanah jarang terjadi kecuali jika mengalami gangguan pada lerengnya. Namun, jika terdapat gerakan tanah lama umumnya lereng telah mantap kembali. Zona ini berupa daerah-daerah yang relatif jauh dari aliran sungai dan lembah dengan morfologi pedataran, perbukitan berelief halus sampai sedang. Luas dari Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah di daerah penyelidikan adalah sekitar 25 %.

Batuan penyusun umumnya berupa batuan vulkanik dari Formasi Kaliglagah (Tpg)

Salem Pengarasan

KECAMATAN BANTARKAWUNG

(11)

dengan tingkat pelapukan yang rendah dan tidak begitu terpengaruh aktifitas sesar. Batuan-batuan yang berumur Kuarter seperti Formasi Gintung (Qpg), Formasi Linggopodo (Qpl), Endapan Lahar (Qls) dan Endapan Gunungapi Muda (Qpm) tidak mengalami pensesaran dan pelapukan yang cukup lanjut. Sehingga pada daerah-daerah yang disusun oleh formasi-formasi batuan tersebut cukup stabil dan memiliki potensi gerakan tanah rendah. Tata guna lahan umumnya berupa pemukiman peladangan, tegalan, kebun campuran dan pesawahan. Zona ini berselang seling dengan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah dan juga terkadang muncul Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi.

Daerah-daerah yang termasuk ke dalam zona ini adalah daerah di bagian tenggara daerah penyelidikan seperti : Desa Bumiayu, Desa Kalijurang, Desa Galuh timur, sebagian Desa Kalinusu, Desa Bantarwaru dan Desa Bangbayanghilir. Di bagian timurlaut adalah daerah Kurungsawah, Kutamedal dan Kosambi. Di utara adalah daerah Jemasih dan Muncang. Di bagian barat dan baratlaut adalah daerah-daerah Salem, Bentarsari, Ciputih, Ganggawang dan Cogreg.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah

Yang termasuk zona ini adalah merupakan daerah yang secara umum mempunyai kerentanan menengah untuk terjadi gerakan tanah. Gerakan tanah dapat terjadi terutama di daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing pemotongan jalan dan pada lereng yang mengalami gangguan. Gerakan tanah lama masih mungkin dapat aktif kembali terutama oleh curah hujan yang tinggi. Secara morfologi berupa perbukitan berelief halus sampai berelief kasar sampai sangat terjal tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan serta tanah pelapukan pembentuk lereng. Zona ini umumnya berada di daerah-daerah aliran sungai dan lembah.

Secara umum di daerah ini dapat terjadi gerakan tanah terutama bila dipicu oleh faktor– faktor seperti terjadinya pemotongan lereng dan penggundulan hutan/lahan tanaman dan sering terjadi pada tebing sungai dan peralihan litologi. Gerakan tanah di daerah ini bisa juga

terjadi pada zona lemah seperti sesar, daerah berlereng terjal dan tebing sungai akibat erosi lateral dan juga bila terjadi gempa bumi. Batuan penyusun daerah ini umumnya berupa batuan Tersier seperti Formasi Rambatan (Tmr), Formasi Pemali, Formasi Kalibiuk (Tmpk), Formasi Halang (Tmph), Formasi Tapak (Tpt), Formasi Kaliglagah (Tpg) dan Formasi Kalibiuk (Tpb). Batuannya bervariasi mulai dari batupasir, batulanau, batulempung, napal, batuan vulkanik dan batugamping. Batulempung ini sangat berperan aktif dalam terjadinya longsor baik karena kondisinya yang kurang mantap ataupun terkadang bertindak sebagai bidang gelincir. Daerah ini juga terkadang terpengaruh oleh aktifitas sesar sehingga batuan menjadi lunak, melapuk dan kestabilan lereng menjadi berkurang. Secara morfologi umumnya terdapat pada morfologi berelief sedang sampai sangat kasar. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menegah ini tersebar hampir merata di seluruh daerah penyelidikan, berselang seling dengan Zona Kerentan Gerakan Tanah Rendah dan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi. Perselingan ini terutama dikontrol oleh faktor morfologi, litologi dan struktur yang berkembang. Batuan-batuan Tersier yang tidak terlalu terpengaruh oleh struktur apalagi dengan relief yang tidak terlalu kasar memiliki kecenderungan untuk memiliki tingkat kerentanan gerakan tanah menegah. Luas dari zona ini sekitar 50% dari seluruh daerah penyelidikan.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi

Yang termasuk kedalam zona ini merupakan daerah yang secara umum mempunyai kerentanan tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Gerakan tanah sering terjadi pada zona ini seperti yang terjadi di G. Linggapada daerah Prupuk, Tegal. Atau di daerah Maronggeng dan lain-lain. Pada daerah ini gerakan tanah dapat terjadi sewaktu-waktu meliputi beberapa lokasi gawir longsoran lama seperti longsoran, nendatan dan retakan yang dapat aktif kembali akibat curah hujan yang tinggi atau parameter pemicu lainnya. Bisa juga berupa gerakan tanah muncul pada titik yang baru apabila terjadi pergerakan sesar aktif ataupun pengaruh eksternal berupa intensitas

(12)

hujan yang naik, erosi, pemotongan lereng, perubahan tataguna lahan ataupun penggundulan hutan. Vegetasi sebagian besar berupa ladang, hutan, sebagian pemukiman dan lahan pesawahan. Tebing yang terjal dengan kemiringan lebih dari 15º yang berada pada batuan Tersier. Tata guna lahan pada zona ini berupa hutan, pohon-pohon, semak belukar. Kadang berupa ladang, sawah dan pemukiman.

Daerah ini umumnya berupa zona-zona sesar dan daerah perbukitan berelief kasar sampai sangat kasar, juga lembah-lembah yang curam. Sifat fisik tanah lapukan batuan berupa lempung pasiran yang lunak, sarang, mudah hancur dan luruh bila terkena air karena telah melewati batas kejenuhan. Penyebaran zona ini di daerah penelitian sekitar 20%, tersebar setempat-setempat di bagian barat dan tengah daerah penyelidikan, dan sedikit di bagian timurlaut seperti di daerah prupuk dan pengarasan. Zona ini umumnya berupa batuan-batuan Tersier yang terkontrol kuat oleh struktur sesar, dengan relief dari kasar sampai sangat kasar.

Foto 1 . Gerakan tanah yang terjadi di daerah Marongge (kiri) dan di daerah Gandoang (kanan)

Foto 2. Gerakan tanah yang terjadi di daerah Kelos (kiri) dan di daerah Kemuning (kanan).

(13)

Kesimpulan

Berdasarkan beberapa parameter yang digunakan, maka daerah penyelidikan dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) zona kerentanan gerakan tanah, yaitu Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah, Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah, Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah dan Zona kerentanan Gerakan Tanah Tinggi. Sebagian besar daerah penelitian berupa Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah dan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah, dan sebagian kecil berupa Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi.

Formasi-formasi batuan yang berumur Tersier terutama yang dikontrol oleh struktur (zona sesar) dengan yang terjal dengan kemiringan lebih dari 15º memiliki kecenderungan yang relatif tinggi akan terjadinya gerakan tanah. Sesar mengakibatkan terbentuknya gawir-gawir yang curam, kondisi batuan yang tersesarkan umumnya menjadi lunak dan lapuk sehingga menjadi lebih rentan untuk terjadinya longsor. Zona sesar juga merupakan zona resapan air, sehingga batuan menjadi jenuh akan air yang dapat memicu terjadinya gerakan tanah.

Curah hujan yang tinggi dalam tahun-tahun terakhir menyebabkan tanah/batuan menjadi jenuh air, yang mengakibatkan terganggunya kestabilan lereng dan memicu terjadinya longsor di beberapa tempat.

Daftar Pustaka

Darsoatmodjo, A, Sumaryono, Iskak, M., Praja, N.K., Suparman dan Rahmat, 2008. Laporan Penanganan Pasca Bencana Gerakan Tanah di Kecamatan Bantarkawung, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Tidak di Publikasikan.

Djadja, Rahman dan Suranta, 2009, Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah

Jawa Bagian Tengah. Pusat

Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Badan Geologi.

Kabupater Brebes Dalam Angka, 2008.

Kadarsetia, E, dkk, 2010. Evaluasi Potensi Gerakan Tanah Daerah Bantarkawung dan Sekitarnya, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Badan Geologi.

Kastowo, dan N. Suwarna,1996, Peta Geologi

Lembar Majenang, Jawa, Skala 1

: 100.000, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi Bandung, edisi ke2.

Wahyudin, dkk, 2007. Evaluasi Potensi Gerakan Tanah Daerah Bantarkalong dan Sekitarnya, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Badan Geologi.

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi  daerah penyelidikan.  Kegiatan ini berupa pengumpulan data
Tabel 1. Banyaknya Hari Hujan (hh) dan Curah Hujan (mm) di Kabupaten Brebes dan Beberapa Tempat  Pengukuran (Sumber: Kab
Gambar 2. Peta Geologi Daerah Bantarkawung dan Sekitarnya, Jawa   Tengah (Kastowo dan Suwarna, 1996)
Tabel 3.   Sudut lereng kritis pada tiap lokasi contoh tanah / batuan untuk jenis gerakan tanah translasi   di Daerah Bantarkawung dan Sekitarnya, Kabupaten Brebes
+3

Referensi

Dokumen terkait

marketing diberikan ketika target PT. Riau Indotama Abadi tercapai tiap tahunnya. Dengan adanya pemberian insentif yang diterapkan oleh PT Riau Indotama Abadi

NO Nama Sekolah N/S Kab/Kota NPSN NO PESERTA US Nama Siswa L/P NIS NISN Tempat Lahir Tgl Lahir

Adapun fokus pada penelitian ini berdasarkan teori pertukaran sosial dan komunikasi Yang menjadi landasan peneliti untuk menganalisis bagaimana setiap mahasiswi dalam kelompoknya

Halaman PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN MEDIA MAKET PADA PELAJARAN MENGGAMBAR INSTALASI PLAMBING UNTUK MENINGKATKAN HASIL

dan mengalami penu- runan... BAHAN DAN METODE

Dari sisi pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap kualitas kehidupan kerja, hanya variasi keterampilan dan makna tugas yang memberi kontribusi signifikan dalam menentukan tingkat

Pada saat frekuensi sinyal input lebih tinggi dari frekuensi cut-off (fc) (fin &gt;&gt; fc) maka besarnya penguatan tegangan (G) = 1/ωRC atau G = -20 log ωRC Sehingga dapat

Pada tahun 1965-an Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) mengembangkan konsep geostrategi Indonesia yang lebih maju dengan rumusan sebagai berikut: bahwa geostrategi