• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENENTUAN LOKASI POTENSI EVAKUASI LONGSOR DENGAN PENDEKATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PADA BASIS DATA LONGSOR KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODE PENENTUAN LOKASI POTENSI EVAKUASI LONGSOR DENGAN PENDEKATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PADA BASIS DATA LONGSOR KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PENENTUAN LOKASI POTENSI EVAKUASI LONGSOR

DENGAN PENDEKATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PADA BASIS DATA LONGSOR KABUPATEN GARUT, JAWA

BARAT

Sukristiyanti1, Yunarto1, Afnindar F.1, Andarta F. Khoir1, dan Dedi Mulyadi1 1

Pusat Penelitian Geoteknologi – LIPI

Jl. Sangkuriang Kompleks LIPI Gd. 70, Cisitu, Bandung 40135 Email: sukris.tiyanti@gmail.com

ABSTRAK

Tingginya frekuensi kejadian longsor dan banyaknya korban akibat longsor, menunjukkan pentingnya disediakan lokasi evakuasi longsor. Tidak semua lokasi dapat digunakan sebagai tempat evakuasi. Untuk itu penentuan tempat yang aman perlu dipetakan untuk membantu penentuan lokasi evakuasi bagi setiap Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Tujuan penelitian ini adalah membuat metode untuk penentuan lokasi potensi evakuasi longsor dan mengetahui sebaran lokasi potensi evakuasi longsor di Kabupaten Garut. Metode dibuat dengan menggunakan asumsi dan pendekatan-pendekatan dalam Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode analisis spasial yang sederhana dengan menggunakan beberapa data pada basis data longsor Kabupaten Garut yaitu peta zona kerentanan gerakan tanah, peta penggunaan lahan, peta alur sungai, dan peta garis pantai. Berdasarkan analisis spasial pada data Kabupaten Garut menunjukkan ada dua kecamatan di Kabupaten Garut yang tidak memiliki wilayah yang berpotensi sebagai lokasi evakuasi yaitu Kecamatan Cilawu dan Kecamatan Peundeuy.

Kata kunci: lokasi potensi evakuasi longsor, Sistem Informasi Geografis (SIG).

ABSTRACT

The high frequency of landslide occurrences and the loss due to landslide show the importance of the landslide evacuation sites should be provided. Not all locations can be used as an evacuation site. Therefore the determination of safe places needs to be mapped to assist the Regional Disaster Management Agency (BPBD) in determining the evacuation sites. The purpose of this research is to create a method for determining the potential location for landslide evacuation and determine the distribution of the potential location for landslide evacuation in Garut Regency. Method was made by using assumptions and Geographic Information Systems (GIS) approaches. The result shows that the simple spatial analysis method was resulted by using data in Garut's landslide database i.e. ground movement susceptibility map, land use map, map of rivers, and coastline map. Based on the spatial analysis on Garut's data, it shows there are two sub-districts in Garut

(2)

that do not have a potential area as evacuation site. They are Cilawu and Peundeuy sub-districs. Keywords: potential location for landslide evacuation, Geographic Information Systems (GIS).

PENDAHULUAN

Dalam Rencana Kontijensi Longsor Kabupaten Ciamis (Anonim, 2013) pada Sektor Evakuasi disebutkan “bagi korban luka perlu segera diberikan pertolongan, evakuasi ke tempat yang aman, dan diberikan bantuan obat-obatan serta keperluan mendasar lain yang dibutuhkan. Bagi korban meninggal dilakukan pemakaman yang selayaknya, bagi korban yang hilang dilakukan pencarian, bagi yang selamat dan yang kehilangan tempat tinggal perlu difasilitasi tempat penampungan (pengungsian)”. Evakuasi ke tempat yang aman sudah disebutkan, tetapi belum ditentukan, di mana lokasi yang aman tersebut. Untuk itu penentuan tempat yang aman perlu dipetakan untuk membantu penentuan lokasi evakuasi bagi setiap BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah). Metode penentuan potensi lokasi evakuasi disusun dengan menggunakan pendekatan Sistem Informasi Geografi (SIG). SIG adalah sistem komputerisasi yang memberikan fasilitas input data, analisis data, dan presentasi data khususnya yang berkaitan dengan data yang memiliki referensi geografis (de By, 2000). Yang dimaksud dengan longsor adalah pergerakan masa batuan atau tanah ke bawah, baik dengan kecepatan rendah maupun kecepatan tinggi (McGeary, Plummer, & Carlson, 2004). Pada penelitian ini dilakukan penyusunan metode untuk menentukan sebaran lokasi potensi evakuasi dengan menggunakan basis data longsor Kabupaten Garut, Jawa Barat yang merupakan bagian dari basis data longsor Sistem Informasi Kebencanaan Longsor untuk Jawa Barat yang sedang dibangun.

TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah (1) membuat metode untuk penentuan lokasi potensi evakuasi longsor dan (2) untuk mengetahui sebaran lokasi potensi evakuasi longsor di Kabupaten Garut menggunakan pendekatan SIG.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. studi literatur dan wawancara dengan pakar yang berkaitan dengan lokasi evakuasi, 2. menggunakan pendekatan SIG untuk membangun metode penentuan lokasi potensi

evakuasi,

3. melakukan analisis spasial menggunakan data-data Kabupaten Garut untuk menentukan sebaran lokasi potensi evakuasi longsor.

DATA

Hasil wawancara dengan para pakar kebencanaan menyebutkan bahwa tempat evakuasi merupakan tempat perlindungan sementara. Syarat tempat evakuasi longsor adalah (1) harus bebas bencana, (2) ketersediaan air bersih, (3) berupa gedung atau tanah lapang, dan (4)

(3)

sedangkan untuk menentukan lokasi potensi evakuasi longsor cukup menggunakan tiga faktor saja yaitu bebas bencana, adanya ketersediaan air bersih, dan berupa gedung atau tanah lapang. Dengan mempertimbangkan ketiga faktor tersebut dan ketersediaan data yang ada di dalam basis data longsor Kabupaten Garut, maka disusun metode dengan pendekatan SIG untuk menentukan lokasi potensi evakuasi longsor. Analisis spasial digunakan untuk mendapatkan informasi baru yang berbeda dari informasi masukannya yang mencakup seleksi, buffering, union, dan intersect. (1) Asumsi dan pendekatan SIG untuk menentukan lokasi potensi evakuasi longsor Faktor 1 (harus bebas bencana)

Bebas bencana yang diperhitungkan di sini hanya bebas bencana longsor dan kemungkinan adanya luapan air sungai maupun air laut. Data yang digunakan adalah peta zona kerentanan gerakan tanah (Sumber: Direktorat Geologi Tata Lingkungan) dan peta alur sungai maupun peta garis pantai (Sumber: Peta Rupa Bumi Indonesia/RBI).

1. Penggunaan peta zona kerentanan gerakan tanah

Peta zona kerentanan gerakan tanah memiliki empat kelas yang dijelaskan dalam Tabel 1. Tabel 1. Kisaran Faktor Keamanan, FS (Kadarsetia, 2011)

Faktor Keamanan (Fs) Kerentanan Gerakan Tanah

< 1,2 Tinggi: gerakan tanah sering terjadi 1,2 < 1,7 Menengah: gerakan tanah dapat terjadi 1,7 < 2,0 Rendah: gerakan tanah jarang terjadi

> 2,0 Sangat rendah: gerakan tanah sangat jarang terjadi

Berdasarkan Tabel 1, kelas kerentanan gerakan tanah “tinggi” dan “menengah” diasumsikan tidak aman atau rawan dan dibaikan. Dengan demikian dari keempat kelas yang ada, dipilih kelas “rendah” dan “sangat rendah” yang berpotensi dijadikan lokasi evakuasi.

2. Penggunaan peta alur sungai

Daerah sepadan sungai rentan terhadap luapan air sungai. Daerah sepadan sungai sebagai lokasi yang diasumsikan tidak aman terhadap luapan air sungai harus dihindari untuk dijadikan lokasi evakuasi. Untuk menentukan lokasi yang aman dan tidak aman dari peta alur sungai, maka dilakukan buffering pada peta alur sungai. Untuk menentukan jarak buffer (sepadan sungai), maka merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2011 pasal 9-12 tentang sungai. Dari PP tersebut, ditarik kesimpulan bahwa jarak buffer dari garis tengah ke tepi adalah 100 m, dengan mengabaikan kedalaman sungai, ada tidaknya tanggul sungai, dan keberadaannya di kawasan perkotaan atau di luar kawasan perkotaan. Faktor kedalaman sungai dan tanggul sungai diabaikan karena tidak adanya informasi tersebut pada peta alur sungai yang tersedia. Ukuran 100 m merupakan ukuran maksimal sepadan sungai, sehingga dengan mengambil jarak 100 m, sudah diperoleh lokasi yang aman untuk segala kriteria sungai. Lokasi yang berada di buffer sungai diabaikan, dan lokasi yang tidak berada dalam buffer sungai (lokasi yang jauh dari sungai) yang dipilih sebagai lokasi evakuasi.

(4)

3. Penggunaan peta garis pantai

Daerah sepadan pantai rentan terhadap gelombang air laut. Daerah sepadan pantai sebagai lokasi yang diasumsikan tidak aman tehadap pasang surut gelombang air laut bahkan ancaman tsunami harus dihindari untuk dijadikan lokasi evakuasi. Untuk menentukan lokasi yang aman dan tidak aman dari peta garis pantai, maka dilakukan buffering pada peta garis pantai. Jarak buffer garis pantai adalah 4 km. Wilayah yang berada pada jarak 4 km dan lebih merupakan wilayah yang aman dari ancaman tsunami, berdasarkan pemodelan inundasi yang diakibatkan oleh tsunami yang dilakukan di Padang (Chung, Rao, & Bronder, 2010). Lokasi yang berada di buffer pantai diabaikan, dan dipilih lokasi yang tidak berada dalam buffer pantai (lokasi yang jauh dari pantai). Faktor 2 (ketersediaan air bersih)

Pemukiman, pabrik, perkantoran pada umumnya dilengkapi dengan fasilitas air bersih. Informasi lokasi pemukiman, pabrik, perkantoran tersebut dapat diperoleh pada peta kelas penggunaan lahan. Kelas penggunaaan lahan yang ada di peta penggunaan lahan Kabupaten Garut (Sumber: peta RBI) ada 16 kelas yaitu air laut, air tawar, belukar/semak, empang, hutan, hutan rawa, kebun/perkebunan, pasir darat, pasir pantai, sawah irigasi, sawah tadah hujan, tanah berbatu, tegalan/ladang, gedung, pemukiman, dan rumput/tanah kosong. Dengan melihat kelas-kelas penggunaan lahan tersebut, maka kelas penggunaan lahan yang identik dengan adanya ketersediaan air bersih adalah kelas pemukiman dan gedung. Dengan demikian dipilih kelas pemukiman dan gedung sebagai lokasi yang berpotensi dijadikan tempat evakuasi dari faktor ketersediaan air bersih.

Faktor 3 (berupa gedung atau tanah lapang)

Gedung atau tanah lapang merupakan lokasi yang dapat dijadikan sebagai lokasi evakuasi. Informasi lokasi gedung atau tanah lapang ini dapat dilakukan pada peta penggunaan lahan. Gedung merupakan salah satu kelas penggunaan lahan di peta penggunaan lahan Kabupaten Garut (Sumber: peta RBI). Tanah lapang tidak ditemukan dalam peta kelas penggunaan lahan yang digunakan, maka dipilihkan kelas rumput/tanah kosong. Dengan demikian untuk memenuhi faktor 2 dan faktor 3, dipilih 3 kelas penggunaan lahan yaitu gedung, pemukiman, dan rumput/tanah kosong; sedangkan 13 kelas penggunaan lahan yang lain diabaikan.

Intersect

Untuk mendapatkan peta lokasi potensi evakuasi longsor, dilakukan intersect pada keempat peta turunan dari peta zona kerentanan gerakan tanah, peta penggunaan lahan, peta garis pantai, dan peta alur sungai.

Berdasarkan data tersebut, maka dapat tahapan pembuatan peta potensi evakuasi longsor seperti dalam skema berikut (Gambar 1).

(5)

Gambar 1. Metode penentuan lokasi potensi evakuasi (2) Sebaran lokasi evakuasi longsor di Kabupaten Garut

Gambar 2 menunjukkan sebaran lokasi potensi evakuasi longsor di Kabupaten Garut, hasil dari analisis SIG. Disamping untuk memetakan lokasi-lokasi yang berpotensi sebagai tempat evakuasi, peta tersebut (Gb. 2) dapat digunakan untuk mengetahui cukup tidaknya lokasi evakuasi dan mengetahui merata tidaknya lokasi potensi evakuasi longsor yang ada di Kabupaten Garut.

Gambar 2. Peta sebaran lokasi potensi evakuasi longsor Kabupaten Garut

Intersect untuk mendapatkan peta lokasi potensi evakuasi longsor di Kab. Garut

Peta zona kerentanan gerakan tanah

zona rendah dan sangat rendah dipilih

obyek gedung, pemukiman, dan rumput/tanah kosong dipilih

Peta penggunaan lahan

Peta alur sungai

Sungai besar dipilih

Buffering 100 m, union dengan peta administrasi Kab. Garut, lokasi di luar buffer dipilih Buffering 4 km, union dengan peta administrasi Kab. Garut, lokasi di luar buffer dipilih Peta garis

(6)

Pada peta lokasi potensi evakuasi longsor Kabupaten Garut (Gb. 2) menunjukkan bahwa lokasi-lokasi potensi evakuasi longsor tidak tersebar di semua kecamatan di Kabupaten Garut. Dua kecamatan tidak memiliki wilayah yang berpotensi sebagai lokasi evakuasi yaitu Kecamatan Cilawu dan Kecamatan Peundeuy.

HASIL DAN DISKUSI

Metode untuk mendapatkan lokasi potensi evakuasi longsor dibuat berdasarkan asumsi-asumsi dan pendekatan SIG dengan mempertimbangkan ketersediaan data yang ada di dalam basis data longsor Kabupaten Garut. Data yang tersedia dalam basis data longsor sistem informasi kebencaan longsor Jawa Barat adalah peta sebaran kejadian longsor, peta administrasi, peta jaringan jalan, peta alur sungai, peta garis pantai, peta penggunaan lahan, peta zona kerentanan gerakan tanah, peta geologi, dan data sosial ekonomi. Dengan menggunakan data tersebut, dibuat asumsi dan pendekatan SIG untuk kemudian disusun metode penentuan lokasi potensi evakuasi longsor. Empat peta dipilih dalam penentuan lokasi potensi evakuasi longsor, yaitu peta zona kerentanan gerakan tanah, peta penggunaan lahan, peta garis pantai, dan peta alur sungai.

Zona kerentanan gerakan tanah memiliki empat zona; yaitu zona sangat rendah, rendah, menengah, dan tinggi. Pada penelitian ini, dua zona yaitu zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah dan rendah diasumsikan aman dan dipilih sebagai lokasi yang berpotensi untuk evakuasi longsor. Pada zona kerentanan gerakan tanah menengah dan tinggi yang secara berturut-turut memiliki gerakan tanah yang dapat terjadi dan sering terjadi, diasumsikan tidak aman untuk menjadi lokasi evakuasi.

Lokasi di sekitar sungai dan pantai juga memiliki kerentanan terhadap bencana tertentu. Lokasi di sekitar sungai rentan terhadap bahaya banjir atau banjir bandang. Lokasi di sekitar sungai atau yang sering disebut sepadan sungai tersebut juga harus dihindari untuk dijadikan sebagai lokasi evakuasi. Untuk itu dilakukan buffering dengan radius 100 m untuk memperoleh lokasi-lokasi yang aman dari bahaya banjir. 100 m dari palung sungai ke kiri dan 100 m dari paling sungai ke kanan adalah wilayah yang dihindari untuk dijadikan lokasi evakuasi. Buffering tidak dilakukan pada seluruh aliran sungai, tetapi hanya pada sungai-sungai besarnya saja. Sungai kecil atau parit, terpaksa diabaikan karena kurangnya informasi kelas sungai pada peta sungai yang tersedia. Yang dimaksud dengan sungai besar adalah sungai yang tergambar dalam bentuk garis ganda di dalam peta atau satu garis tetapi masih kelanjutan dari sungai dengan garis ganda. Keterbatasan atribut pada peta sungai mengurangi kualitas informasi yang dihasilkan.

Lokasi di sekitar pantai atau disebut sepadan pantai merupakan lokasi yang harus dihindari untuk dijadikan lokasi evakuasi. Buffering dengan jarak 4 km dari garis pantai diasumsikan cukup untuk menghindari lokasi yang rentan terhadap gelombang tinggi atau bahkan bencana tsunami. Lokasi yang bukan daerah sepadan pantai diasumsikan sebagai lokasi yang relatif aman dan berpotensi menjadi lokasi evakuasi.

Penggunaan lahan di Kabupaten Garut terpetakan menjadi 16 kelas dalam peta penggunaan lahan RBI. Dari ke-16 kelas penggunaan lahan ini, dipilih kelas-kelas penggunaan lahan lahan gedung, pemukiman, dan rumput/tanah kosong. Ke-13 kelas penggunaan lahan yang lain diabaikan.

(7)

longsor. Gedung dapat dijadikan tempat berlindung bagi korban bencana longsor; sedangkan rumput/tanah kosong dapat dijadikan lokasi evakuasi dengan mendirikan tenda-tenda di atasnya. Rumput/tanah kosong ini perlu berasosiasi dengan pemukiman dan gedung, dimana obyek-obyek tersebut memiliki air bersih yang diperlukan bagi tempat evakuasi.

Pemilihan obyek-obyek pada peta-peta yang digunakan ataupun peta turunannya tersebut menghasilkan peta-peta turunan yang dijadikan masukan dalam intersect. Intersect dari keempat peta turunan menghasilkan lokasi potensi evakuasi. Hasil analisis yang berupa peta sebaran lokasi potensi evakuasi longsor dapat menunjukkan keberadaan lokasi-lokasi tersebut. Metode ini akan dibuat algoritmanya untuk menjadi sebuah fungsi di dalam sistem informasi kebencanaan longsor Jawa Barat. Fungsi ini akan diuji coba untuk melakukan analisis pada basis data longsor daerah administrasi yang lain guna mengevaluasi metode yang sudah dirancang. Daerah administrasi yang lain tersebut adalah Kabupaten Ciamis, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur, dan KabupatenSukabumi; yang merupakan bahan kajian pada kegiatan penelitian “Penyusunan Sistem Informasi Kebencanaan Longsor Jawa Barat”.

Pada peta lokasi potensi evakuasi longsor Kabupaten Garut menunjukkan bahwa lokasi potensi evakuasi longsor tidak tersebar di semua kecamatan di Kabupaten Garut. Ini artinya tidak semua kecamatan di Kabupaten Garut memiliki lokasi potensi evakuasi longsor. Dari 31 kecamatan di Kabupaten Garut, ada dua kecamatan yang tidak memiliki wilayah yang berpotensi sebagai lokasi evakuasi yaitu Kecamatan Cilawu dan Kecamatan Peundeuy. Penentuan lokasi potensi evakuasi longsor ini dapat membantu pemerintah dalam menentukan lokasi evakuasi longsor. Dengan demikian pada saat terjadi kejadian longsor ataupun adanya prediksi lokasi longsor, dapat ditentukan lokasi evakuasi longsor untuk masing-masing lokasi longsor atau lokasi yang diprediksi akan mengalami longsor.

KESIMPULAN

Penelitian ini menghasilkan metode penentuan lokasi potensi evakuasi longsor dengan pendekatan SIG, yaitu dengan empat masukan peta antara lain peta zona kerentanan gerakan tanah, peta penggunaan lahan, peta garis pantai, dan peta alur sungai. Hasil analisis spasial penentuan lokasi potensi evakuasi di Kabupaten Garut menunjukkan bahwa dari 31 kecamatan di Kabupaten Garut, ada dua kecamatan yang tidak memiliki wilayah yang berpotensi sebagai lokasi evakuasi yaitu Kecamatan Cilawu dan Kecamatan Peundeuy.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada Pengelola DIPA Pusat Penelitian Geoteknologi yang telah memberikan anggaran kepada tim untuk melakukan penelitian ini. Ucapan terimakasih kami ucapkan juga kepada Bapak Dr. Haryadi Permana selaku KaPuslit Geoteknologi LIPI, Bapak Dr. Heru Santoso selaku KaBid SIKTR Puslit Geoteknologi LIPI, BPBD Provinsi Jabar, BPBD Kabupaten Ciamis, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Sukabumi yang telah mendukung kegiatan penelitian ini dilakukan. Terimakasih juga kami ucapkan kepada Bapak Dr. Herryal Z. Anwar dan Ibu Dwi Sarah, MSc. yang telah

(8)

memberikan wawasannya berkaitan dengan tulisan ini. Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada semua anggota tim DIPA Puslit Geoteknologi atas bantuan dan kerjasamanya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2013). Rencana Kontijensi Menghadapi Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Ciamis. Ciamis: BPBD Kabupaten Ciamis.

Chung, A., Rao, A., & Bronder, J. (2010). Tsunami Preparedness in Padang, Indonesia. Padang. de By, R. A. (2000). Principles of Geographic Information Systems. Enschede: ITC Educational

Textbook Series.

Kadarsetia, E. (2011). Zona Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Garut Bagian Selatan, Provinsi Jawa Barat. Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 2, 33-42.

McGeary, D., Plummer, C. C., & Carlson, D. H. (2004). Physical Geology Earth Revealed. New York: McGraw-Hill.

Gambar

Tabel 1. Kisaran Faktor Keamanan, FS (Kadarsetia, 2011)  Faktor Keamanan (Fs)  Kerentanan Gerakan Tanah
Gambar 1. Metode penentuan lokasi potensi evakuasi  (2)  Sebaran lokasi evakuasi longsor di Kabupaten Garut

Referensi

Dokumen terkait

Rasio pertumbuhan saham berada pada kondisi ideal dengan rata-rata 44,66 persen dan tujuan S1 yaitu lebih besar dari 18,27 persen, dengan tercapainya tujuan dari

Adapun fokus pada penelitian ini berdasarkan teori pertukaran sosial dan komunikasi Yang menjadi landasan peneliti untuk menganalisis bagaimana setiap mahasiswi dalam kelompoknya

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0617.1(32lMEMl2011 tentang Harga Batubara untuk PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dalam rangka Pengoperasian

Yang dimaksud dengan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) dalam Peraturan Presiden ini adalah orang perorangan atau badan usaha yang memenuhi kriteria sebagaimana

Pembelajaran didahului dengan mengajukan permasalahan kepada siswa, kemudian mereka diarahkan untuk melakukan penelitian kelompok. Guru membantu kelompok mendapatkan

Dilihat dari aspek ekonomis secara rata-rata selama tahun 2007 sampai 2011 pemerintah kabupaten Gresik berada pada kriteria yang tidak ekonomis karena hasil perhitungannya

Bedasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peman- faatan limbah udang terfermentasi dengan Probio FM dalam ransum ternak sapi yang memberikan hasil optimal

Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa dalam menentukan track yang tepat untuk grafik yang diberikan, S2 mampu melakukan proses pengaitan skema lama dan baru dengan baik,