• Tidak ada hasil yang ditemukan

N. HASXL DAN PEMBAHAsAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "N. HASXL DAN PEMBAHAsAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

N.

HASXL DAN PEMBAHAsAN

4.1. Keadaan u m u m daerah penelitian

4.1.1. Lokasi dam batas Taman Nasional Komodo

Secara geografis Taman Nasional Komodo terletak di kawasan antara 1 19"09'00" sampai 1 19°55'00" BT dan antara S020'00" sampai S053'00". Secara administratif kawasan ini terietak pada kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Luas total Taman ini adalah 1,817 km2 yang terbagi menjadi 603 km2 (33%) berupa daratan dan 1,2 14 kmz (67%) merupakan perairan laut .

Koordinat batas Taman Nasional Komodo berdasarkan peta kerja Ditjen PKA tertanggal 20 Nopember 1998. Sumber peta kerja ini adalah SK Menteri Kehutanan RI

no. 306/Kpts-IV1992 tertanggd 29-2-1991 dan Peta Kelautan Indonesia no 295 yang dikelwkan Dinas Hidrooseanografi TNI AL (1992).

Taman Nasional Komodo meliputi pulau Komodo (336 l d ) , Rinca (21 1 km2), Padar (16 km2), GiIi Motang (10

km2)

d m Nusa Kode (7 krd). Pulau puIau kecil yang terletak antara selat Sape di sebelah barat, selat Sumba di sebelah selatan, Selat Molo di sebelah timur, dan Laut Flores di sebelah utara, termasuk dalam kawasan Taman ini.

Sebuah usulan periuasan batas Taman Nasional Komodo mencakup Gili Banta (25 km2) di sebelah tenggara selat Molo mendapat dukungan pemerintah daerah dan otoritas Taman Nasional. Dengan adanya batas baru tersebut maka luas Taman Nasional Komodo

akan

menjadi 2,321 km2, termasuk 625

k d

daratan (27%) dan 1,693 km2 (73%) perairan laut

.

Kawasan Taman Nasional Komodo memiliki curah hujan yang rendah atau sama sekali tidak tumn hujan selama sekitar 8 bulan setahun. Rata rata curah hujan setahun berkisar antara 200 sampai 1500 mm (Pet dan Yeager, 2000b). Desember hingga

lMaret

umumnya merupakan musim hujan, selebihnya kering. Suhu umumnya berkisar antara

17°C hingga 34°C dengan tingkat kelembaban rata rata 36%. Nopember hingga Maret angin bertiup dari barat dan menyebabkan ombak besar di sepanjang garis pantai barat

(2)

Pulau Komodo. April hingga Oktober angin kering dan ombak besar menerpa pantai pantai selatan Pulau Rinca dan Komodo.

4.1.3. Kondisi perairan T a m a n Nasionat Komodo

Kawasan ini terletak pada pertemuan dua lempeng kontinen yaitu Sahul dan Sunda Gesekan antara kedua iempeng ini menyebabkan letusan vulkanis besar, yang tekanannya mengangkat terumbu karang (Pet dan Yeager, 2000b) dan sebagian pufau Komodo merupakan pulau vulkanis.

Arus kuat, terumbu karang dan pulau pulau kecil membuat pelayaran sekeliling pulau pulau di Taman Nasional sulit dan berbahaya. S d a t seiat diantara Padar dan Rinca relatif dangkal dengan kedalaman sekitar 30 hingga 70 meter, tetapi mempunyai arus yang kuat yang berubah dengan pasang surut. Di kawasan lainnya di sekitar Taman Nasional, kedalaman 100 meter hingga 200 meter Pantai sebelah utara kawasan ini dipengaruhi oleh Laut Flores, yang cenderung hangat dan tenang (Fox el a/. , 2001) Celah sempit antara Pulau Rinca dan h l a u Flores, dan antara P Rinca dan P. Padar menyebabkan adanya arus yang sangat kuat. Selanjutnya menurut Fox et al. (2001) pantai sebelah selatan dari P Komodo, P. Rinca dan P Padar curam dengan dasar berbatuan vulkanis. Perairan ini dipengaruhi Laut India, yang sering mengalami 7 r p e E f u z g dan lebih dingin dengan arus yang kuat dan gelombang tinggi

4.1.4. Demografi u m u m

Ada empat desa terletak di dalam Taman yaitu Komodo, Rinca, Kerora dan Papagarang. Sedangkan desa desa sekitar yang tergantung dari sumberdaya laut dari dalam kawasan Tarnan Nasional termasuk di Pulau Flores sebelah barat dan sebetah timur P Sumbawa yang termasuk dalam propinsi Nusa Tenggara Barat. Berikut ini adalah perkiraan jumlah penduduk di desa desa di dalam dan sekitar Taman Nasional.

(3)

Tabel 5 . Perkiraan penduduk untuk desa desa di dalam dan sekitar TNK (Pet clan Yeager, 2000a)

Keimangan.

*

sudah termasuk dalam data jumlah penduduk Kampung Komodo

Perkiraan jumlah penduduk kampung nelayan di dalam dan sekitar TNK adalah 20,000.

4.2. Analisa deskriptif pola penggunaan perikanan karang

Hasil deskriptif pola penggunsan perikanan karang dari data patroli adalah sebagai berikut ;

Tabel 6 . Estimasi upaya, hasil tangkap d m CPUE dari data patro1i per triwulan t b

(4)

Tabel 7 . Estimasi upaya, hasil tangkap dan CPUE dari data patroli per triwulan tahun 1996-2001 menurut jenis alat tangkap

(5)

Dari hasil deskriptif di atas diketahui bahwa nelayan yang berasal dari daerah luar merupakan nelayan yang memiliki hasil tangkap per upaya paling tinggi diantara nelayan desa lainnya, selain nelayan dari Sape. Dari nilai CPUE jenis alat tangkap gillnet (atau pukat) dan alat tangkap lain termasuk penggunaan bom clan racun menangkap ikan per

satuan upaya lebih tinggi dibandingkan jenis alat fain.

Nelayan yang berasal dari desa di dalam kawasan Taman Nasional, seperti nelayan Komodo, Rinca dan Papagarang umumnya rnenggunakan metode penangkapan meting, dan jenis alat tangkap pancing dasar. Bubu rnerupakan jenis alat tangkap yang berperan penting dalam komunitas nelayan Papagarang. Nelayan yang berasal dari desa penyangga Taman Nasional, seperti nelayan dari Warloka, Mesa dan Labuan bajo umumnya menggunakan pancing dasar. Sedangkan nelayan dari luar kawasan yaitu nelayan dari luar dan Sape, yang memiliki nilai CPUE tinggi, umumnya menggunakan gillnet, pancing dasar clan pancing tonda.

CPUE

Tabel 8. Persentase

I%)

penggunaan jenis aiat tangkap mermrut asal nelayan

Penggunaan kompresor hookah banyak dilakukan oleh nelayan dari Pulau Mesa Jenis alat tangkap

BUBU HOOKAH METING LAINNYA

dan Sape. Sedangkan p e e n a m alat tangkap lainnya t m a s u k penggunaan born dan racun banyak digunakan oleh nelayan dari yang dari tabel 7 diketahui memiliki estimasi nilai CPUE tertinggi.

Rata rate 98 18 28 203 STDV 258.16 15.49 26.12 510.32 N 20 20 20 20 Min 0 0 0 0 Maks 1200 49 97 1800

(6)

Tabel 9. Persentase (%) biomassa biota laut menurut alat tangkapnya

Dari tabel persentase biomassa biota laut di atas dapat diketahui metode meting mengambil beragam biota, seperti ikan, teripang, moluska (abalone atau kima), rumput laut dan campuran. Demikian pula dengan penggunaan kompresor hookah yang mengambil berbagai jenis biota, terutama lobster.

Sedangkan penggunaan alat tangkap lain, seperti dengan peledak atau racun, dengan sasaran adalah ikan, tetapi karena dampaknya yang rnerusak terhadap terumbu karang, sehingga biota dasar ikut diambil dalam kegiatan ini seperti kima atau moluska lainnya.

4.3. Poia penggunaan perikanan karang secara temporal.

4.3.1. Plot deret waktu menurut jenis alat tangkap

Dari plot deret waktu menurut jenis alat tangkap pada lampiran 5 berdasarkan upaya, ketiga jenis alat tangkap pancing tonda, pancing dasar dan gillnet umumnya dilakukan sepanjang tahun Dari data yang dikumpulkan dari patroli rutin, ketiga alat tangkap ini juga memiliki estimasi niiai CPUE dan upaya yang relatip tinggi dibandingkan seluruh jenis alat tangkap diamati

Pancing tonda umumnya ditemukan Iebih tinggi upayanya pada bulan Maret hingga Mei Musim ini merupakan musim penangkapan bagi jenis ikan cakalang, tenggiri dan beberapa spesies ikan pelagis lainnya Pancing dasar umumnya merniliki upaya tinggi pada bulan Nopember hingga Pebruari yang berhubungan dengan musim pemijahan ikan kerapu, yaitu bulan September hingga Maret Aktivitas gillnet

(7)

nampaknya tidak ierpengaruh musim karena jenis alat tangkap ini menangkap segaEa jenis ikan karang, dan beberapa ikan karang selalu ada di alam

Bubu tidak memiliki pola musiman yang jelas Nampaknya bubu disebarkan di daerah terumbu karang dimana ikan kerapu ditemukan dengan penyebaran yang jarang Pada bulan September hingga Nopember 1997 ditemukan hasil tangkap per upaya jenis alat tangkap bubu yang relatip tinggi (Lampiran 5) Tni dikarenakan ditemukannya beberapa kapal ne1ayan yang memanen ikan karang dalam biomasa yang besar dan terakumulasi selama lebih dari 3 hari

Sedangkan nener dan pukat udang dilakukan pada waktu tidak tentu, biasanya jika cuaca buruk, sehingga lebih aman melakukan penangkapan di tepi pantai Nener umumnya hanya ditemukan pada tahun 1996, setelah tahun itu, jarang ditemukan nelayan menangkap nener di pantai disebabkan nener semakin berkurang pada tahun tahun terakhir

Upaya dengan hookah biasanya pada musim barat (Desember

-

Pebruari) dan musim timur (Juni

-

Agustus) Hal ini disebabkan sebagian karena kurangnya kegiatan patroli pengawasan laut, selain itu juga karena nelayan sianida biasanya melakukan operasi pada daerah pemijahan ikan kerapu (Desember

-

Pebruari) Dengan semakin efektifnya program patroli dan pengawasan sejak Mei 1996, serta program penyadaran masyarakat, pemakaian alat ini semakin berkurang. Umumnya nelayan di sekitar Taman Nasional sudah mengerti jika alat ini tidak diperbolehkan pemakaiannya di dalam kawasan Sedangkan dari hasil tangkap per unit upaya, nilai CPUE jenis alat tangkap dengan kompresor hookah kecil Biasanya kompresor hookah berasosiasi dengan metode tangkap meting, bubu dan lainnya

Meting umumnya memiliki pola musiman yang jelas, yaitu puncak kegiatan pada bulan Maret hingga Mei dan Juni hingga Agustus yang merupakan musim timur Hasil tangkap per upaya dari kegiatan meting ini kecil

Sedangkan metode lainnya (penggunaan bom, racun alami maupun buatan) mengalami penurunan drastis sejak program patroli dan pengamanan efektif dilakukan Kegiatan ini mengalami penurunan sejak bulan Maret 1997, dimana sosialisasi pelarangan penggunaan bom dan racun mulai menyebar di kalangan nelayan di kawasan Taman Nasional

(8)

4.3.2. Plot deret waktu menurut asai nelayan

Dari plot deret waktu menurut asal nelayan pada lampiran 6, diketahui umumnya estimasi CPUE dari data patroli di dalam kawasan Taman Nasional rendah (> 200 Kg/upaya) Nelayan Komodo menunjukkan kegiatan yang tinggi pada bulan Juni hingga Agustus dan September hingga Nopember Urnumnya nelayan Komodo melakukan upaya meting (67%)

Nelayan Rinca umumnya melakukan kegiatan pada bulan Maret hingga Mei dan Juni hingga Agustus Nelayan Rinca banyak rnelakukan upaya pancing dasar (49%) dan meting (25%) Welayan Papagarang memiliki kegiatan yang tinggi pada bulan September hingga Nopember, nelayan ini banyak melakukan upaya dengan bubu (3 1 O h ) dan pancing

dasar (3 2%)

Nilai estimasi CPUE meningkat pada komunitas Komodo, Rinca dan Papagarang selama bulan September hingga Desember dan Maret hingga Juni yang kemungkinan merupakan musirn pemijahan ikan kerapu Nelayan melakukan kegiatan dengan pancing dasar dan bubu Nelayan dari Kornodo, Rinca dan Papagarang merupakan pengguna minor perikanan non bagan di dalam Taman Nasional, baik dalam segi jumlah upaya (tabel T 0) dan hasil tangkap yang diperoleh

Komunitas nelayan yang tinggal di desa yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional seperti nelayan dari Warloka, Mesa dan Labuan bajo juga tidak mendominasi perikanan non bagan dan menunjukkan penurunan tingkat hasiI tangkap per upaya dalam kawasan Hanya neIayan dari Pulau Mesa yang menunjukkan peningkatan upaya dalam kawasan (tabel 10)

Nelayan dari Sape (NTB) dan nelayan dari daerah luar yang lebih jauh seperti dari Suiawesi Seiatan, Ende dan daerah lain merupakan pengguna perikanan karang yang mendominasi baik dari tingkat upaya dan hasil tangkap per upaya dibandingkan neiayan di daiam dan sekitar kawasan (tabel 10) Nelayan luar umumnya menggunakan grllnet atau pukat serta alat tangkap lainnya seperti peledak dan racun, sedangkan nelayan Sape umumnya menggunakan pancing tonda, pancing dasar selain itu juga kompresor hookah

(9)

Tabel 10. Pengguna perikanan karang berdasarkan asal nelayan di Taman Nasional Komodo

I Tahun I

4.3.3. Uji beda nyata pola penggunaan perikanan karang secara temporal.

Dari aflalisa faktorial diskriminan untuk melihat adanya perubahan pola penggunaan karang tiap tahun adalah sebagai berikut

.

1. Hasil uji beda nyata yang dilakukan terhadap upaya per alat tangkap setiap t a h n berdasarkan rata rata upaya kapal non bagan yang ditemukan per patroli, menunjukkan perbedaan yang bermakna oleh variabel nener dan pukat udang (Fhltung =3,835 > F 4.25 (0 05)=3, 055 dengan p=0.0243), jenis alat tangkap tpainnya ( Fhtualg =5,805 > F 4.15 (0.01)

= 4 893 dengan p=O 0049).

Tabel 1 1 Tabel analisis ragam untuk klasifikasi 1 arah dc tangkap yang rnenunjukkan nilai Kuadrat Tengah (KT), nilai F

Dari tabel distribusi F, F 4,L5 (0.01) = 4.843 ; E (0.05) = 3 0556

engan dan p

variabel upaya alat

Alat tangkap nener dan pukat udang mengalami penurunan upaya secara berarti karena semakin jarang diketemukan nener di alam sejak tahun 1997. Metode lain (penggunaan peledak dan racun) menurun secara bermakna dari segi upaya sejak adanya

(10)

pengawasan laut dan patroli dalam kawasan Taman Nasional yang dilakukan secara efektif mulai tahun 1996

2. Hasil uji terhadap upaya per asal nelayan setiap tahun berdasarkan rata rata upaya per patroli tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Sehingga komposisi jumlah upaya menurut asal nelayan cenderung hampir sama tiap tahun.

Tabel 12. Tabel analisis ragam untuk klasifikasi I arah dengan variabel upaya asal

nelayan yang menunjukkan nilai Kuadrat Tengah (KT), nilai F dan p

Diketahui dari tabel distribusi F, F 4,1s (0.01) = 4.893 : F 4,15 (0.05) = 3.0556

4.4. Pola distribusi spasial penggunaan perikanan karang

4.4.1. Distribusi upaya per jenis alat tangkap dan asal nelayan

Dari pemetaan distribusi menurut alat tangkap seperti pada lampiran 14, 15, 16,

17, 18, 20 dan 21 nampak bahwa penggunaan pancing dasar ditemukan hampir di seluruh kawasan dalam Taman Nasional Komodo dan mempunyai pola penyebaran yang tetap tiap tahun. Gillnet dan pancing tonda menyebar di seluruh lokasi dalam Taman Nener dan pukat udang yang pada tahun 1966 banyak ditemui di se1uruh kawasan, tahun 2000

hanya terpusat di sekitar Pulau Komodo saja

Distribusi kompresor hookah nampak berpindah pindah Dari lampiran 15, jenis alat tangkap ini berpindah antara Komodo utara yaitu sekitar P Kelor, Gililawa dan Siaba, Padar, Rinca Barat dan Rinca selatan. Menurut Pet (1996) nelayan yang menggunakan sianida untuk mencari kerapu dan napoleon hidup dilaporkan berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya, dan tidak kembali ke lokasi yang pernah didatangi.

(11)

Penyebaran penggunaan bubu yang berpindah pindah, disekitar P KeIor, Rinca timur dan Padar selatan, tergantung pada kepadatan ikan target

Meting umum dijumpai di Komodo utara, Komodo selatan, Rinca timur dan sekitar Sebayur (kawasan penyangga). Pola penyebaran tiap tahun harnpir sama tetapi frekuensinya semakin berkurang.

Sedangkan kejadian penggunaan metode tangkap lain, sudah berkurang sejak tahun 1997 dimana kegiatan patroli muliti intensif dilaksanakan. Distribusi jenis aIat tangkap sejak tahun 1997 dilakukan berpindah pindah, yaitu di lokasi yang 'aman' dari patroli pengawasan laut

Distribusi menurut asal nelayan seperti pada lampiran 22, 23, 24, 25, 26, 27 dan 29 menunjukkan bahwa komunitas nelayan cenderung memiliki lahan penangkapan favorit yang dekat dengan desa asalnya Nelayan asal pulau Komodo terdistribusi secara dominan di sekitar Pulau Komodo sedangkan nelayan dari Kampung Rinca terdistribusi di sekitar Puiau Rinca Nelayan desa Papagarang nampaknya terdistribusi di sekitar Pulau Komodo yaitu di sekitar P Kelor dan Siaba Nelayan Pulau Mesa umum dijumpai di sekitar Pulau Mesa disamping P Komodo dan P. Rinca Sedangkan nelayan Warloka yang tinggal di P Flores terdistribusi di P Rinca dan nelayan Labuan bajo terdistribusi menyebar di Komodo utara dan P Rinca Pola penyebaran umumnya hampir sama tiap tahun.

Nelayan dari Sape (NTB) dan dari Iuar banyak dijumpai selama patroli dan tersebar di seluruh kawasan Taman Nasional Komodo, baik di P. Komodo, Rinca, bahkan di P. Flores bagian timur. Pola penyebaran hampir sama tiap tithun.

Dari hasil presentasi pola upaya non bagan dalam luasan 5 x 5 mil, secara keseluruhan upaya non bagan di Taman Nasional Komodo menyebar dengan upaya tertinggi sering ditemukan di sekitar Pulau Komodo utara, Gililawa dan Rinca barat (lampiran 27) Rata rata intensitits upaya kapal non bagan per kmz adalah sebagai berikut: Tabel 13. Rata rata upaya kapal non bagan per ~ m ' di kawasan Taman Nasional Komodo

(12)

Terdapat kecenderungan semakin berkurangnya upaya per km2 setiap tahun di Taman Nasional Komodo. Tetapi intensitas pemanfaatan secara keseluruhan di Taman

Nasional lebih rendah dibandinghn di Spermonde, Sulawesi selatan dimana intensitasnya adalah 557 kapal per

km2

(Pet Soede et al.. 2000).

4.4.2. Andisa interaksi spasial kondisi biofisik dan nprya kapal non bagan perikanan karang

Dari hasil analisa dengan faktorial koresponden (Correspondence m f y s i s ) diperoieh bahwa varians terpusat pada 3 dimensi yang menjelaskan 73,7% dari ragam total.

Tabel 14. Nilai eigen values (h) , persentase inertia

dan

kumulatif persentase pada 3 dimensi

Tabel 15. Koordinat, kosinus lcuadrat dan inertia dari sebaran variabel pada ke-3 dimensi

Dari hasil diatas, pada dimensi 1 ternyata kontribusi keragarnan tertinggi ada pada variabel LC1 yaitu sebesar 47,7%, kemudian pada E3 dengan kontribusi relatip 13,5%. Kontribusi relatip kecil pada sumbu faktoriat 1 adalah M.3

d m

El , yang masing masing berkontribusi besar pada sumbu faktorial 3 (19,8%)

d m

sumbu Eaktorial 2 (19,8%). Dari

(13)

ketiga variabel ini , nampaknya frekuensi munculnya kondisi dimana penutupan karang hidup tebih dari 25% (LC1) dalam kawasan Taman Nasional relatip sedikit. Hal ini ditunjukkan dalam gambar 1 di bawah ini dimana LC1 nampak terpisah.

Kontribusi relatip E3 pa& dimensi 2 adalah 29,6% dan merupakan kontribusi relatip terbesar pada dimensi 2. Sehingga nampak variabel E3 pun terpisah dari variabel Iainnya (gambar 2). Hal ini menjelaskan frekuensi ditemukannya jumlah kapal lebih dari 600 per tahun (E3) adalah kecil di kawasan ini.

Variabel hf3 yang tidak &pat dijelaskan dalam dimensi 1 dan 2, mendominasi &mensi 3, sehingga nampak terpisah (gambar 3). Penyebaran variabel kondisi yang terpisah ini disebabkan karena fi-ekuensi ditemukannya mortalitas dengan kondisi 75% penutupan karang mati (M3) sedikit atau sernakin berkurang dalarn kawasan Taman Nasional.

Gambar 2. Sebaran kolom (variabel) pada dimensi 1 dan 2. 2 0 Pk4 Of W u m n Cowdlnatss; Dlmenslon: 1 x 2

hpnTabte (RcwsxMhlmns): 2 8 x 9

Slamardrzaaon: Row and d u m n proRles

-

m t .4

f

- 1 3

=

t.0

L

c 0 . 8 0

=

0.8

r:

2

% 0.2 -

2

0 . 0 8 4.2 .- .. . .. . . .. W 0 . 4 0 . 6

f

0 . 8 a -2.0 -1.5 -1 .O 0 . 5 0.0 0.5 1 .O oimens(m 1 ; ELgenvplue: ,27886 @).SgSL Of I-)

(14)

Gambar 3. Sebaran kolom (variabel) pada dimensi 2 dan 3 ZD Pb( d Column Cowdinak86; D m i a n : 2 x 3

lnplt Table (Rars x Columns): 28 x S Stendprdiratm: Row end oolurnn p m i k

Dmetision 2; Eigsnvalue: .22335 (23.78% of Inertia)

(15)

Dari tabel 18, Komodo barat laut 1 (Kl3L1) clan Gililawa memberikan konhibusi yang besar yaitu 10,3Oh dan 40,1°A pada dimensi 1. Dari garnbar 4 di bawah ini, maka

lokasi Komodo barat Iaut dicirikan dengan kondisi E l (upaya yang kurang dari 300 kapal non bagan per tahun). Sedangkan iokasi Gililawa (koefisien relatip 40,1%) dicirikan dengan kondisi dimana upaya lebih besar dari 600 kapal per tahun (E3) dan juga d e b t dengan kondisi dimana penutupan karang hidup lebih dari 25% (LC1).

Kondisi MI yaitu fiekuensi ditemukannya kondisi mortalitas kurang dari 500/0, dapat dicirikan dengan lokasi P. Tala (koefisien relatip 12,1%), Padar 2 (koefisien relatip 0,92%), Rinca selatan 1 (koefisien relatip 0,73%) dan Rinca selatan 2 (kofisien relatip 0,92%), dan Komodo utara 3 (koefisien reiatip 0,34%) seperti dilihat pada gambar 4 dan

5. Kondisi ini berasosiasi dengan tingkat upaya yang rendah (El) dimana umumnya pa& lokasi ini juga ditemui frekuensi upaya kapal non bagan kurang dari 300 kapal per tahun. Walaupun di beberapa tempat ditemukan pula kondisi dimana mortalitas tinggi (M3) tetapi tingkat upaya rendah (El). Menurut Pet dan Djohani (1998) terdapat interaksi antara upaya kapal non bagan yang rendah dengan tingkat mortalitas karang yang rendah. Hasil analisa ini mendukung pernyataan tersebut.

Sedangkan frekuensi munculnya kondisi LC3 (penutupan karang hidup h a n g

dari

15%),

LC2

(kondisi penutupan karang hidup 15%

-

25%) , M2 (kondisi mortalitas dengan penutupan karang mati 50%-75%) MI (kondisi mortalitas dengan penutupan karang mati kurang dari 50%), E l (upaya kapal non bagan kurang dari 300 kapal per tahun), E2 (upaya kapal non bagan 300-600 perjalanan per tahun) tersebar pada kawasan di Taman Nasional. Pada tahun 1996 kondisi LC3 banyak ditemukan tetapi pada pengarnatan tahun 1998 dan 2000 kondisi penutupan karang hidup semakin baik karena

(16)

adanya program rehabilitasi terumbu karang dan berkurangnya kejadian pengeboman karena pengawasan iaut yang efektif sehingga semakin banyak ditemui penutupan 15%- 25% karang hidup (LC2). Kondisi mortditas karang dimana frekuensi ditemukannya kondisi dengan penutupan karang mati lebih dari 75% yang pada tahun 1996 sering ditemukan dalarn dan sekikar kawasan, menjadi semakin berkurang frekuensinya &n lebih banyak kondisi dengan penutupan karang mati antara 50?/'&75% (hi12) dan penutupan karang mati yang kurang dari 50% (Ml), terutama setelah tahun 1996.

Umumnya kondisi dimana mortalitas penutupan h g mati lebih dari 75% (M3)

sering ditemukan di Labuan bajo (koefisien relatip 19,9%) dan Tatawa (koefisien relatip 13,4%) (gambar 5). Sedangkan kondisi penutupan k-g mati kurang dari 50% (MI) sering ditemukan

di

lokasi lokasi P. Tala, Padar 2, Rinca selatan. Lokasi ini terletak di bagian selatan P. Komodo, Padar dart Rinca.

Upaya dengan jumlah perjalanan kapal non bagan lebih dari 600 per tafiun (E3) berasosiasi pada lokasi Gililawa, Rinca barat clan Komodo utara. Sedangkan frekuensi penutupan karang hidup lebih dari 25% (LC1) berasosiasi dengan lokasi Gililawa. Peningkatan penutupan karang hidup berkorelasi dengan peningkatan pakroli pengawasan laut (Fox et al., 2001) yang mengakibatkan semakin berkurangnya nelayan menggunakan jenis d a t tangkap yang merusak terumbu karang seperti bubu, meting atau penggunaan

peledak sehingga memungkinkan penutupan karang hidup yang cukup luas.

Gambar 4. Sebaran baris (lokasi)

dan

kolom (variabet kondid) pada dimensi 1 dan 2 dari analisa faktorial koresponden

Z D P l D l ~ R o W ~ d C a l u m n C m r r l i a a t e ~ : ~ : 1 x 2 In@ T a w (Rows x Cdumns): 28 x s

StsndaMkalion: R o ~ l and mLmtn pmfilerr 1.4 ... ... ... ... ...

-

; o : . . . . . . . . . . ... ... ... 0 ... P 0.8 ... • ... ; ... (....Ke~YyyyyyK1,l-1 . . . R& ... ... ... i ...-.---.-...

4

...--... ... +.; ...

+.:.

... i ... ... ..., .... ... ... ... ... ... : q'.-.-+,! LC1 ...; & j ; + b l j 0 i ... ... ...

;

... .i. . . . +...

1

... -4 0.0 ii 4 . 2 5 4 . 4

if7

. . 4.6 4 . 8 .- g -1.0 B -1.2 ... ... * . . . ... ... ... ... ... ... ... ... ...! i ; + ;...

*

... ... ... ... ... ... ...

:

..-...-.---. ...-...-.-.-. i -... %@.i? ... ...

;

! ... - : + i ... + ...---. ...

'

... + Row.coolds 6 -2.0 -1.5 -f.O -0.s 0.0 0.5 1 .O 1,5 0 Cd.Cmrda r)lnuna(nn 9. F-m*.. 77- I 9 0 IPD4* d

(17)

Gambar 5 . Sebaran baris (lokasi) dan kolom (variabel kondisi) pada dimensi 2 dan 3 dari analisa faktorial koresponden

2~ PlDt of Rav and Column Coordinatss; Dimendon: 2 x 3

lnpd Table (RDYRI x Cc&mns): 28 x S '

Standardization: Row and column pmnlea

4.5. Kesesuaian antam pola peuggunaan perikanan karang dengan sistem zonasi Tamad Nasional Komodo

Dari keputusan Di j e n PHKA no 65KptslDJ-V/2001 tentang zonasi Taman Nasional Komodo, maka beberapa pola perikanan karang yang tidak sesuai adalah sebagai berikut

.

1. Masih digunakannya jenis peralatan yang diiarang di kawasan ini yaitu SCUBA, kompresor hookah dan peralatan selam lain di dalam kawasan. Abalone (mata tujuh), kerang mutiara clan teripang diambil dengan menggunakan komptesor dan meting, sedangkan pengambilan lobster terutarna dengan kompresor.

Nelayan pengguna sianida tidak dapat melakukan operasinya tanpa kompresor atau alat selam, begitu pula dengan nelayan yang melakukan pengeboman (Pet d m Djohani, 1998). Sehingga kompresor hookah dan alat selam lainnya merupakan indikator terhadap praktek penangkapan ikan yang ilegal ini.

Dengan adanya SK D i e n PHKA tentang zonasi Taman Nasional Komodo ini

d m Peraturan Daerah perda) no 11 tahun 2001 tentang pemakaian alat tangkap dan atau alat bantu p-bilan hasil laut dalam wilayah perairan laut Kabupaten Manggarai, pemakaian kompresor hookah d m alat selam &pat dikenai sanksi

(18)

hubman. Nelayan yang tinggal di desa dalarn kawasan dan desa yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional akan mengalami dampak kecil akibat pelarangan kompresor kecuali nelayan dari h l a u Mesa, karena pengguna jenis alat tangkap ini

umumnya dari Mesa, Sape, nelayan luar.

Metode meting dan bubu yang terutama dilalrukan oleh nelayan Komodo, Rinea dan Papagarang. Kegiatan ini termasuk dalam perusakan habitat yang dilarang dalam

zona pe&aatan tradisional bahari. Metode ini diketahui semakin berkurang karena

nelayan mengetahui, meting dan penggunaan bubu dilarang di dalam kswasan Taman Nasional.

Pemakaian metode tangkap lainnya, termasuk dengan peledak dan racun (alami maupun buatan) tercatat difakukan oleh nelayan Komodo, Rinca, Mesa, Sape dan nelayan dari daerah luar. S e h i n s a nelayan target dalam program pengawasan laut dan

mata pencaharian altematip meliputi semua pengguna sumberdaya demersal, baik dalarn kawasan maupun di luar kawasan. Tetapi umumnya nelayan di dalam kawasan d m sekitarnya sudah mengurangi jumlah kegiatan penangkapan ikan secara ilegal. Ancaman utama dari nelayan Sape dan nelayan luar. Walaupun jurnlah ftekuensi penggunaan jenis atat tangkap ini sudah jauh berkurang. tetapi praktek ini masih merupakan ancaman karena berpotensi muncul sewaktu patroli pengawasan laut lengah.

Menurut Mous dan Pet (1999) menurunnya tingkat kejadian pengeboman selain disebabkan h a peningkatan pengawasan laut d m kesadaran masyarakat, tetapi juga disebabkan benibahnya orientasi penangkapan ikan dari perikanan dengan pendapatan yang rendah untuk pasar lokal (ikan dari hasil pengeboman) menjadi perikanan dengan pendapatan yang tinggi untuk pasar ekspor (perdagangan ikan

karang hidup dan ikan pelagis beku).

2. Menurut peraturan dalam zonasi pemanfaatan tradisional, secara bertahap pengelola Taman Nasional akan melarang penggunaan pukat, jaring insang (gillnet) di semua kawasan Taman Nasional Komodo. Ini disebabkan karena sifat jenis alat tangkap ini yang mengambil semua stok ikan dasar. Dari penelitian ini, gillnet merupakan salah

(19)

analisa tren diietahui bahwa estimasi CPUE dan upaya berdasarkan data patroli dari gillnet menunjukkan kecenderungan semakin menurun dimana residual menunjukkan angka dibawah -50 (gambar 6 d m 7).

Gambar 6. AnaIisa tren estimasi CPUE giIInet tahun 1996

-

2001

Exp. smoothing: SC-m.3 TO=-10.l LinArend, m season ; Alpha=.laO GemmP=.lW

ORLNET

r5cu

DBTBt walu triwubrren

- GILLNET O - Smoothed Series (L) - R d s (R)

Garnbar 7. Analisa tren estimasi upaya gillnet tahun 1996

-

2001

Exp. smoothing: S0=152.1 TOs-3.08 Lin-trend, no seascn ; Alphas.1 W Gamma=.lW

GlLLNET

300 , 1 5 0

Dew w a b triwulam

(20)

Estimasi tren CPUE gillnet yang lebih tinggi dari pancing dasar karena sifat alat tangkap ini yang kurang selektif Dilaporkan, pemakaian pukat atau gillnet mengambil seluruh jenis ikan tanpa pandang bulu termasuk penyu, cetacea, dugong d m semua jenis ikan karang (Pet dan Yeager, 2000a , Khan ef al., 2000)

Tren dari upaya gillnet yang semakin menurun disebabkan upaya pihak pengelola Taman Nasional untuk rnengalihkan kegiatan dengan gillnet ke kegiatan perikanan lain yang diijinkan dalam peraturan zonasi Taman Nasional Komodo Kegiatan dengan pukat dan gillnet umum dilakukan oleh nelayan baik dari dalam kawasan maupun dari luar kawasan tetapi yang dominan melakukan kegiatan ini adalah nelayan dari luar.

Dari gambar 8 diketahui bahwa CPUE dari pancing dasar cenderung semakin menurun dengan nilai restdual antara -50 tetapi upaya cenderung semakin meningkat dengan nilai residual 50 (gambar 9) sehingga diduga populasi ikan kerapu terdiri dari ikan yang masih muda dengan ukuran tubuh kecil dan sernakin berkurang jumlah ikan kerapu berukuran besar. Ikan sasaran dengan alat tangkap pancing adalah sunu, kerapu, katamba Pancing dasar berpotensi mengurangi stok ikan demersal, karena nelayan pengguna pancing dasar biasanya akan mencari target lokasi dimana ikan kerapu diketahui berkumpul untuk memijah (Pet, 1999) Akibat dari pengambilan saat terjadi agregasi pemijahan ikan kerapu adalah pengurangan populasi ikan dalam jumlah besar dan mengakibatkan terjadi kelebihm tangkap

(21)

Gambar 8. Analisa tren estimasi CPUE pancing dasar tahun 1996 - 200 1

anetwakm mwulanln

- PANWNG 0 - Smc&hed %nee (L) - ReuUs (n)

Gambar 9. Analisa tren estimasi upaya pancing dasar tahun 1996

-

2001

Dari hasil analisa tren menunjukkan populasi ikan demersal akan mengalami pengurangan biomasa ikan jika upaya penangkapan ikan demersal tidak dikurangi

Melarang penggunaan pancing dasar dan pukat atau gillnet tidaklah mudah mengingat kondisi sosial dtin ekonomi saat ini. Secara bertahap pukat d m gillnet akan dilarang dalam kawasan Tarnan Nasional, tetapi penggunaan pancing dasar masih diperbolehkan dalam zona pemanfaatan tradisional

(22)

Penuiupan daerah pemijahan ikan kerapu yang bernilai penting secara ekonomi dari kegiatan pemanenan merupakan salah satu alternatip yang diajukan dalam Rencana Pengelolaan Taman Nasional Komodo. Sehingga kegiatan pancing dasar, pancing tonda, nener atau pukat udang hanya dilakukan di daerah pemanfaatan tradisional Dalam desain zonasi dalam keputusan Di j e n PHKA ini, lokasi pemijahan ikan kerapu telah dimasukkan dalam zona tanpa pemanenan

3 Dari hasil penelitian rata rata pada bulan September hingga Maret upaya kapal non bagan umumnya tinggi. Implementasi musim tutup mulai 1 September hingga 1 Maret masih sulit dilakukan karena masih banyak nelayan melakukan upaya pada musim ini dan mengetahui periode tersebut adalah musim berkumpulnya ikan kerapu untuk memijah. Sosialisasi musim tutup pada saat agregasi pemijahan ikan kerapu di zona pemanfaatan tradisional merupakan ha1 yang hams dilakukan pihak pengelola kepada masyarakat pengguna perikanan demersal di kawasan ini untuk melindufigi ketersediarrn stok ikan kerapu yang bernilai penting.

4 Distribusi spasial baik menurut jenis alat tangkap dan asal nelayan pada umumnya menyebar di seluruh kawasan baik di zona pemanfaatan maupun di zona tanpa pemanenan, walau diketahui semakin tahun terjadi penurunan upaya penangkapan ikan demersal per h?. Dari analisa interaksi total upaya dengan lokasi, Gililawa, Rinca barat, Komodo utara merupakan lokasi dengan kondisi upaya non bagan lebih dari 600 kapal per tahun. Lokasi Gililawa diketahui merupakan lokasi penting bagi agregasi pemijahan ikan kerapu sehingga dimasukkan dalam zonasi tanpa pemanenan (Pet, 1999). Sedangkan lokasi Rinca barat juga merupakan zona tanpa pemanenan. Komodo utara sebagian merupakan zona pemanfaatan tradisional karena dekat dengan lokasi perkampungan Komodo Pemanenan ikan demersal hanya diperkanankan di zona pemanfaatan tradisional dengan hak ekslusif diberikan kepada nelayan yang tinggal di dalam kawasan dan yang berbatasan langsung dengan kawasan. Batas mnasi dalam SK Dirjen PHKA tahun 2001 ini perlu disosialisasikan dan didiskusikan dengan semua stakeholder lokal, khususnya masyarakat di dalam dan yang berdekatan dengan Taman Nasional Peraturan tentang Taman Nasional dan sistem zonasi ini perlu

(23)

dijelaskan kepada masyarakat pengguna Taman Nasional, termasuk tanggung jawab masyarakat setempat, pentingnya pengelolaan bersama dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan Taman Nasional.

4.6. Konsekuensi pols perikanan karang dengan pengelolaan Taman Nasional Komodo

Sebagai akibat dari adanya zonasi di Taman Nasional terjadi penurunan rata rata produksi perikanan karang (tabel 17) Pada tahun 1996, dimana implementasi program konservasi baru dimulai, rata rata &temukan total 1539 8 Kg ikan dari kapal kapaI non bagan per patroli Tahun 2000 ditemukan rata rata 712.6 Kg ikan per patroli atau sekitar

46% dari berat biomasa tahun 1996 Pengurangan jumlah hasil tangkap saat ini terutama dari pengurangan penangkapan dengan jenis alat tangkap yang merusak terumbu karang seperti metode lainnya (termasuk pengeboman dan racun), bubu, meting dan kompresor.

Dari tabel 17, diketahui rata rata hasil tangkap dari gillnet cukup tinggi dibandingkan hasil tangkap dari jenis alat tangkap lain yang ada di kawasan ini Sehingga jika pelarangan penggunaan gillnet diimplemetasikan, maka total hasil tangkap akan menurun semakin besar. Berkurangnya hasil tangkap ini akan berpengaruh langsung terhadap pendapatan dari perikanan karang.

Tabel 17. Rata rata hasil tangkapan (Kg) yang dicatat per patroli tiap tahun

Ini merupakan tantangan yang besar bagi pihak pengelola Taman Nasional

(24)

secara ekonomi oleh masyarakat nelayan, sehingga kecenderungan praktek penangkapan ikan yang destruktif masih merupakan ancaman terutama saat pengawasan laut lemah Seperti halnya investasi publik lainnya, keuntungan dari sebuah daerah perlindungan laut akan dirasakan pada masa mendatang sedangkan biaya atau kehilangan pendapatan pada awal program konservasi dirasakan oleh masyarakat nelayan, yaitu penutupan daerah yang dilindungi akan berakibat adanya tradeofltemporal, bahkan mungkin antar generasi (Sanchirico, 2000)

Dari pola penggunaan secara spasial, pemanfaatan perikanan karang tersebar di seluruh kawasan, baik di zona pemanfaatan maupun di zona tanpa pemanenan, walau diketahui semakin tahun terjadi penurunan upaya penangkapan ikan demersal per km2 Zona pemanfaatan bafiari tradisional dengan luas 158, 78 ~ rmerupakan alokasi daerah n ~

dimana perikanan demersal dengan alat tradisional dalam skala kecil seperti pancing dasar, pancing tonda, pukat nener dan pukat udang halus diijinkan Zona ini merupakan

13% dari keseluruhan h a s perairan Taman Nasional Komodo. Sedangkan zona

pemanfaatan khusus pelagis dengan luas 625,66 ICm2 merupakan 52% dari perairan

Taman Nasional Komodo Dengan alokasi area pemanenan perikanan demersal yang relatip kecil, maka pemanfaatan perikanan akan lebih ditujukan pada perikanan pelagis

Mata pencaharian alternatip dengan spesies target ikan pelagis diupayakan bagi nelayan dalam kawasan d m juga nelayan sekitar kawasan, untuk mengganti pendapatan yang hilang karena adanya zonasi Hal ini untuk mengurangi tekanan terhadap sumberdaya demersal, walaupun pemantauan penggunaan sumberdaya pelagis juga hams diawasi sehingga tidak melebihi daya dukung lingkungan Mata pencaharian alternatip yang direncanakan daIam Rencana Pengelolaan 25 tahun Taman Nasional Komodo meliputi perikanan pelagis, marikultur, ekowisata

Ancaman terutama dari nelayan Sape dan nelayan dari luar. Sehingga agar masyarakat nelayan lokal tidak kehilangan itikad baik dalam menjaga perikanan karang dan habitatnya, maka perlu ada pembatasan terhadap nelayan dari luar Pernbatasan nelayan dari luar kawasan dengan pemberian hak guna eksklusif bagi nelayan lokai

secara spasial yaitu penduduk yang tinggal di dalam kawasan Taman Nasional dan penduduk yang tinggal langsung berdekatan dengan kawasan, dalam zona pemanfaatan tradisional bahari dan zona pemanfaatan pelagis Penerapan sistem ini dipadukan dengan

(25)

sistem perijinan di bawah pengelola Taman Nasional. Sistem perijinan dan lisensi menangkap ikan dikeluarkan oleh pihak pengelola Taman Nasional

Selain mata pencaharian alternatip, sebagai konselcuensi atas zonasi di kawasan Taman Nasional, maka dilakukan upaya penegakan hukum bagi kelornpok nelayan yang merupakan ancaman bagi pengelolaan Taman Nasional.

Program penegakan hukum sedang dikembangkan dengan model pengelolaan bersama yang bertujuan untuk mempertinggi efektivitas pengarnanan di Taman Nasional Komodo. Penerapan peraturan ini bersifat lintas sektoral dengan melibatkan pengelola Taman Nasional, pemerintah daerah, kepolisian, dinas perikanan dan kelautan, militer, angkatan laut, legislatif dan masyarakat setempat.

Gambar

Tabel  5 .   Perkiraan penduduk untuk desa desa  di  dalam dan sekitar  TNK  (Pet  clan  Yeager,  2000a)
Tabel  7 .   Estimasi upaya, hasil tangkap  dan CPUE dari data  patroli  per  triwulan tahun  1996-2001  menurut jenis alat tangkap
Tabel  8.  Persentase  I%)  penggunaan jenis aiat tangkap mermrut  asal nelayan
Tabel  9.  Persentase  (%)  biomassa biota laut menurut alat tangkapnya
+6

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun terdapat berbagai konsep lain dalam ekonomi politik internasional seperti regionalisme ekonomi 2 , Revolusi Industri 4.0 3 , kemiskinan 4 , lingkungan 5

Pada tabel 1 yang menunjukkan hasil percobaan di atas dapat dilihat bahwa pada menit ke-5 dan ke-10, tidak terjadi ekspansi pada gipsum tipe 3, sehingga angka pada ekstensometer

Sonra Anna oğlunun yoluna bakarak oturdu ve onun gelişini gözetlerken (oğlunun) babasına: 'Oğlunun gelişini ve kendisi ile giden adamı gör' dedi. Sonra Anna ileri

Terdapat Empat dari citra rambu, yang digunakan sebagai data training, yaitu rambu dilarang parkir, rambu dilarang belok kanan, rambu penyebrangan, serta rambu

Nilai tunai rente Pra numerando adalah jumlah semua nilai tunai angsuran yang dihitung pada awal masa bunga yang pertama. Nilai tunai angsuran pertama adalah nilai angsuran itu

Senyum, Sapa, Salam, dan Sopan Santun, oleh Guru, Karyawan, Mahasiswa PPL, Peserta didik kelas X, XI, dan XII.. Diikuti oleh seluruh

a. Bidang Keilmuan, Semua program terlaksana dengan baik oleh mahasiswa sesuai dengan program studinya masing-masing. Sebagaian besar program bidang keilmuan

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian RCT yang dilakukan oleh Sinha di India yang menemukan bahwa secara umum rate kegagalan terapi ARV dua kali lebih cepat