• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

22 2.1 Otonomi Daerah

Pergantian Pemerintahan dari Orde Baru ke orde Reformasi menuntut pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab dengan pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional dan perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat. Hal ini secara konkrit telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa, kewenangan otonomi luas diberikan kepada daerah merupakan perluasan kewenangan daerah menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua kewenangan bidang Pemerintahan, kecuali di bidang Politik luar negeri, Pertahanan keamanan, Peradilan, Moneter dan Fiskal serta Agama. Sedangkan yang dimaksud otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Masalah pokok dalam pengembangan otonomi daerah adalah luasnya ruang lingkup pembangunan daerah terutama dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang belum didukung oleh kesiapan dan kemampuan

(2)

aparatur pemerintah daerah secara memadai serta perangkat peraturan bagi pengelolaan sumber daya pembangunan di daerah (Tarigan, 2007).

Pada Pasal 79 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan pasal 2 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 dinyatakan bahwa, sumber–sumber penerimaan daerah dalam rangka pembiayaan di daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan Lain-lain Penerimaan yang Sah. Salah satu dari sumber penerimaan daerah tersebut yang merupakan sumber penerimaan yang dikelola secara langsung di daerah adalah PAD. Mengingat PAD sebagai salah satu sumber penerimaan yang terpenting bagi daerah, maka penerimaan dari sumber PAD tersebut merupakan salah satu tolok ukur dari tingkat kemandirian suatu daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah.

2.2 Pembangunan dan Keuangan Daerah

Berhasil tidaknya pelaksanaan kegiatan pembangunan tidak akan terlepas dari faktor pembiayaan yang tersedia. Faktor biaya mempunyai keterkaitan yang erat sekali terutama dalam era otonomi daerah. Pembangunan tanpa biaya dan dana yang memadai tidak akan menjamin terlaksananya pembangunan tersebut. Salah satu yang dapat menjamin terlaksananya pembangunan daerah adalah dari PAD.

Kemampuan daerah dalam menggali potensi–potensi keuangan daerah merupakan salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan

(3)

perkataan lain faktor keuangan merupakan faktor yang penting dalam mengukur tingkat kemampuan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi.

Negara berkembang seperti Indonesia umumnya mempunyai derajat sentralisasi keuangan yang tinggi, artinya Pemerintah Pusat lebih banyak membiayai kegiatan penyediaan barang publik dan mengambil sebagian besar penerimaan Negara yang berasal dari pajak (Suparmoko, 2001). Tiga fungsi utama pemerintah sebagai penggerak pembangunan menurut Adam Smith (Mangkusubroto, 2000), adalah: (1) Memelihara keamanan dalam negeri dan pertahanan; (2) Penyelenggaraan Peradilan; serta (3) menyediakan barang–barang yang tidak disediakan oleh swasta, seperti misalnya jalan, bendungan dan sebagainya.

Dalam perekonomian modern menurut Mangkusubroto (2000), peranan pemerintah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga (3) golongan besar, yaitu: (1) Peranan alokasi, yaitu mengalokasikan agar sumber–sumber ekonomi digunakan untuk kepentingan umum dan individu; (2) Peranan distribusi, yaitu untuk mengusahakan agar alokasi sumber-sumber dilakukan secara efisien, disamping juga memiliki peranan distribusi kekayaan atau pendapatan; dan (3) Peranan Stabilisasi, yaitu menjaga stabilitas perekonomian secara makro, sebab perekonomian yang sepenuhnya diserahkan kepada swasta, akan sangat peka terhadap goncangan keadaan yang akan menimbulkan pengangguran dan inflasi.

Keterkaitan antara Keuangan Daerah dan Pusat sangat erat sekali, karena keuangan daerah yang kuat dapat meningkatkan efisiensi sektor publik dan mengurangi transfer Pemerintah Pusat kepada Daerah. Perimbangan keuangan

(4)

antara pemerintah pusat dan daerah telah menjadi perdebatan yang panjang dan bergeser dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan politik Negara yang bersangkutan (Devas, dkk 1998). Selanjutnya dikatakan bahwa tidak mungkin pembangunan berjalan secara efektif dengan sistem sangat terpusat pada wilayah Negara yang demikian luasnya seperti Indonesia, karena itu pengetahuan dan pengalaman pembangunan daerah perlu dimasukkan ke dalam proses pengambilan keputusan pembangunan nasional, dan hal ini bisa terwujud bila pemerintah daerah diberikan peranan untuk melaksanakan program pembangunan. 2. 3. Sumber – Sumber Keuangan Daerah

Pentingnya posisi keuangan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah sangat disadari oleh Pemerintah, demikian pula cara untuk mendapatkan keuangan yang memadai telah dipertimbangkan oleh pemerintah. Keuangan daerah merupakan indikator untuk mengetahui kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri ( Syamsi, 1987 ).

Pemerintah Daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa adanya dana yang memadai untuk memberikan pelayanan dalam pembangunan, keuangan merupakan salah satu dasar kreteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri ( Kaho.1997). Sumber –sumber keuangan daerah menurut Kaho (1997) dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok utama yakni sumber PAD dan sumber pendapatan non asli daerah ( non PAD). Penyelenggaraan Otonomi Daerah yang sehat hanya tercapai apabila sumber utama keuangan membiayai aktivitas pembangunan daerah berasal dari PAD.

(5)

Keuangan daerah pada dasarnya diatur oleh Undang – Undang Dasar 1945, dalam bab VIII pasal 23 ayat (2) : ” Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang – Undang”. Dasar hukum keuangan daerah tersebut ditindaklanjuti dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 79 yang menyebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari :

1. Pendapatan Asli Daerah yaitu : - Pajak daerah,

- Retribusi daerah

- Hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan

- Lain – lain Pendapatan yang sah. 2. Dana perimbangan

3. Pinjaman daerah

4. Lain – lain pajak daerah yang sah 2.3.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

PAD merupakan sumber keuangan daerah yang digali dalam wilayah daerah yang bersangkutan dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Sesuai dengan penjelasan UU Nomor 25 tahun 1999 jo UU No. 33 tahun 2004 yang dimaksud dengan PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber – sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah. Adapun unsur dari pendapatan asli daerah terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,

(6)

hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, serta lain – lain pendapatan asli daerah yang sah.

Pajak daerah yang selanjutnya disebut Pajak menurut UU RI Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar – sebesarnya kemakmuran rakyat.

Retribusi daerah yang selanjutnya disebut Restribusi menurut UU RI Nomor 28 Tahun 2009 adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Objek retribusi daerah terdiri dari retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.

Sedangkan jasa menurut UU RI Nomor 28 Tahun 2009 adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Berdasarkan Undang – undang Nomor 52 Tahun 1962, yang dimaksud dengan perusahaan daerah yaitu badan usaha milik daerah yang didirikan oleh Pemerintah Daerah dengan tujuan untuk menambah pendapatan daerah dan mampu memberikan rangsangan berkembangnya perekonomian daerah tersebut.

(7)

2.4 Pengertian Pajak dan Pajak Daerah 2.4.1 Pengertian Pajak

Banyak ahli memberikan definisi pajak yang berbeda, secara prinsip intinya tetap atau tujuannya sama. Soemitro (1992) menyatakan bahwa, Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya dipergunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama membiayai public investment.

Definisi pajak yang diberikan oleh Soemahamidjaja (Munawir, 1998) bahwa Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh pengusaha berdasarkan norma–norma hukum, guna menutup biaya produksi barang–barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

Berdasarkan kedua definisi pajak tersebut di atas bahwa unsur–unsur pajak adalah sebagai berikut :

a. Iuran masyarakat kepada Negara dalam arti bahwa yang berhak melakukan pungutan pajak hanyalah Negara, dengan alasan apapun swasta atau partikelir tidak boleh memungut pajak.

b. Berdasarkan Undang–Undang atau yang dapat dipaksakan dalam arti bahwa walaupun Negara mempunyai hak untuk memungut pajak, namun pelaksanaanya harus memperoleh persetujuan dari rakyatnya atau melalui undang-undang.

c. Tanpa Jasa Timbal (prestasi) dari Negara yang langsung dapat ditunjuk, dalam arti jasa timbal atau kontra prestasi yang diberikan oleh Negara pada rakyatnya tidak dapat dihubungkan langsung dengan besarnya pajak.

(8)

d. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang bersifat umum, dalam arti bahwa pengeluaran pemerintah tersebut mempunyai manfaat bagi masyarakat secara umum.

Dengan demikian pajak hanya dapat dipungut oleh pemerintah dan pemerintah dapat memungut pajak kalau sudah ada undang–undang dan peraturan pelaksanaannya. Pajak merupakan kewajiban dari masyarakat, yang bila diabaikan akan terkena sanksi sesuai undang–undang dimaksud. Bertitik tolak pada definisi pajak yang diberikan oleh para ahli pajak tersebut, menurut Munawir (1998), bahwa pemerintah memungut pajak terutama untuk memperoleh uang atau dana guna membiayai pengeluaran pemerintah. Berdasarkan kewenangan yang memungut atau lembaga pemungutnya maka pajak dapat dikelompokkan menjadi pajak negara (pajak pusat) dan pajak daerah (Watini dan Lingga, 2010). Sehingga seakan–akan pajak mempunyai fungsi sebagai sumber keuangan Negara (budgetair), tetapi sebenarnya pajak mempunyai fungsi yang lebih luas, yaitu fungsi mengatur (regularend), dalam arti pajak itu dapat digunakan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan Negara dalam lapangan ekonomi dan sosial.

2.4.2 Pengertian Pajak Daerah

Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar – sebesarnya kemakmuran rakyat ( UU RI Nomor 28 Tahun 2009). Menurut Bird ( Lutfi, 2006)

(9)

pajak daerah yang baik pada prinsipnya harus memenuhi 2 kriteria. Pertama, pajak daerah harus memberikan pendapatan yang cukup bagi daerah sesuai derajat otonomi fiskal yang dimilikinya. Kedua, pajak daerah harus secara jelas berdampak pada tanggung jawab fiskal pemerintah daerah yang bersangkutan.

Menurut Davey (1998), perpajakan daerah dapat diartikan sebagai berikut : a. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan pengaturan dari daerah

sendiri.

b. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi pemungutannya dilakukan oleh pemerintah daerah.

c. Pajak yang ditetapkan atau dipungut oleh pemerintah daerah.

d. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada daerah, dibagi hasilkan dengan atau dibebani pungutan tambahan (opsen) oleh pemerintah pusat.

Lebih lanjut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 menegaskan bahwa, jenis–jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri dari :

a. Pajak Hotel. b. Pajak Restoran. c. Pajak Hiburan. d. Pajak Reklame.

e. Pajak Penerangan Jalan.

f. Pajak Mineral Bukan logam dan Batuan g. Pajak Parkir.

(10)

h. Pajak Air Tanah

i. Pajak Sarang Burung Walet

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan k. Bea Perolehan Hakk atas Tanah dan Bangunan 2.5 Pajak Reklame

Sesuai dengan fokus bahasan dalam penelitian ini, yaitu mengenai pengelolaan Pajak Reklame, maka konsep dasar daripada pajak reklame sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 disebutkan bahwa, Pajak Reklame adalah pajak atas semua penyelenggaraan reklame. Menurut Ahmad Yani ( Widyaningsih, 2009) Pajak Reklame adalah pajak atas semua penyelenggaraan reklame, yaitu benda, alat, perbuatan , atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan , mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan / atau dinikmati oleh umum.

Dalam suatu manajemen pemasaran, reklame merupakan salah satu bagian terpenting untuk memperkenalkan suatu produk kepada konsumen. Menurut (Watini dan Lingga, 2010) salah satu strategi yang dilakukan perusahaan dalam memperkenalkan dan memasarkan produknya sehingga penjualan (pendapatan) perusahaan meningkat serta dapat memperluas pangsa pasar perusahaan adalah melalui media periklanan (reklame). Secara sederhana reklame didefenisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat

(11)

lewat suatu media, atau dengan kata lain cara menjual suatu produk barang atau jasa melalui penyebaran informasi.

2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Reklame

Menurut Halim (2001), penerimaan pajak reklame sangat dipengaruhi oleh Berbagai faktor antara lain :

a. Jenis reklame adalah berbagai benda, alat, perbuatan , atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan , mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan / atau dinikmati oleh umum.

b. Jumlah penduduk adalah jumlah penduduk yang berdomisili di suatu wilayah

c. Petugas reklame jumlah orang yang bertanggung jawab memproses ijin reklame serta mengadakan pengawasan dan penertiban terhadap pemasangan reklame

d. Wajib pajak reklame adalah jumlah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame

e. Titik lokasi reklame adalah penempatan lokasi pemasangan reklame yang tersebar dibeberapa wilayah.

Selain faktor-faktor tersebut diatas, maka faktor lain yang diprediksi mempengaruhi penerimaan pajak reklame adalah kualitas pelayanan publik, serta sarana dan prasarana yang tersedia di daerah tersebut. Kualitas pelayanan publik

(12)

di suatu daerah akan menjadi pertimbangan kalangan dunia usaha untuk berinvestasi di daerah tersebut.

2.7 Hubungan Jumlah Reklame Terpasang, Jumlah Penduduk dan Jumlah Petugas Reklame dengan Penerimaan Pajak Reklame

Hubungan jumlah reklame terpasang, jumlah penduduk dan jumlah petugas reklame (variabel bebas atau X ) dengan penerimaan pajak reklame (variabel terikat atau Y ) dapat positif, negatif atau tidak ada hubungan.

- Hubungan positif artinya bila nilai X naik maka nilai Y juga naik atau sebaliknya bila nilai X turun, nilai Y juga turun. Apabila jumlah reklame terpasang, jumlah penduduk dan jumlah petugas reklame naik maka penerimaan pajak reklame juga meningkat, sebaliknya bila jumlah reklame terpasang, jumlah penduduk dan jumlah petugas reklame turun maka penerimaan pajak reklame juga menurun.

- Hubungan negatif artinya bila nilai X naik maka nilai Y akan turun atau sebaliknya bila nilai X turun maka nilai Y akan naik. Hubungan negatif berarti bila jumlah reklame terpasang, jumlah penduduk dan jumlah petugas reklame naik maka penerimaan pajak reklame juga menurun. sebaliknya bila jumlah reklame terpasang, jumlah penduduk dan jumlah petugas reklame turun maka penerimaan pajak reklame akan meningkat.

- Tidak ada hubungan artinya bila nilai X berubah (naik/turun), maka nilai Y tidak berubah atau tetap, hal ini berarti apabila jumlah reklame terpasang, jumlah penduduk dan jumlah petugas reklame naik maupun turun maka penerimaan pajak reklame tidak berubah atau tetap.

(13)

2.8 Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai potensi penerimaan pajak daerah beberapa tahun terakhir ini mulai mendapat perhatian, karena dengan diberlakukannya Otonomi Daerah, maka Pemerintah Daerah dipacu untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya yang salah satu sumbernya adalah Pajak Daerah.

Ariwibawa (2004) dengan judul penelitian Faktor - Faktor yang berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak hotel Berbintang Di Kota Denpasar. Penelitian dilakukan dengan teknik analisis regresi linear berganda dengan memperhatikan kemungkinan timbulnya gejala asumsi klasik dalam model. Dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa, Jumlah wisatawan menginap jumlah kamar hotel berbintang terisi, dan lama tinggal wisatawan pada hotel berbintang secara simultan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap penerimaan pajak hotel berbintang di Kota Denpasar. Variabel jumlah wisatawan menginap secara parsial memiliki pengaruh paling besar terhadap penerimaan pajak hotel berbintang di Kota Denpasar.

Susilowati (2002) melakukan penelitian mengenai Upaya Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sumenep dalam Peningkatan Penerimaan Pajak Reklame. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, Dipenda Kabupaten Sumenep telah berhasil meningkatkan penerimaan pajak reklame berdasarkan rata-rata peningkatannya setiap tahun, dengan berupaya di berbagai bidang, antara lain: pelaksanaan Perda, peningkatan profesionalisme SDM aparatur, penyediaan sarana dan prasarana serta intensifikasi.

(14)

Permana (2005) meneliti Pengaruh Penerimaan Pajak Reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pajak reklame mempunyai peranan yang sangat besar bagi Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung.

Tirtawati ( 2008 ) meneliti Pengaruh Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Hiburan dan Pajak Reklame terhadap PAD dan prospek kontribusi PAD terhadap APBD Kabupaten Badung. Dari hasil penelitian ini di simpulkan bahwa Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Hiburan dan Pajak Reklame secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap PAD Kabupaten Badung.

Dari hasil penelitian yang telah diuraikan dibandingkan dengan penelitian yang akan dilaksanakan terdapat persamaan yaitu bahwa yang diteliti adalah pajak reklame sedangkan yang membedakan dengan penelitian yang terdahulu yaitu dalam penelitian terdahulu yang diteliti adalah pengaruh atau peranan pajak reklame terhadap PAD. Sedangkan penelitian yang dilakukan yaitu berkaitan dengan faktor - faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak reklame serta variabel bebas yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penerimaan pajak reklame di Kota Denpasar.

Referensi

Dokumen terkait

Konsep pemasaran sosial (social marketing) seringkali keliru dipahami sebagai pemasaran berwawasan sosial (societal marketing) dan belum secara luas dikaji di

Motivasi terbentuk dari sikap seorang guru dalam menghadapi situsi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan seseorang yang terarah untuk mencapai tujuan

Pertumbuhan ekonomi menjadi suatu hal yang dianggap penting oleh banyak negara, namun disisi lain ada hal yang juga harus menjadi perhatian yaitu terkait dengan

Hasil dari penelitian ini adalah: (1) pedagang ikan asin di Pasar Karangayu sebesar 80% berjenis kelamin perem- puan dan sebesar 50% adalah pedagang dengan pendidikan terakhir

Terlihat bahwa nilai sig 0,006 < 0,05 maka terdapat perbedaan rata-rata (centroid) yang jelas dari fungsi diskriminan kedua (variabel harga dan kualitas bahan baku pada

sosialisasi mulai dari mekanisme pemutakhiran dan penyusunan data pemilih, dan peran serta masyarakat dalam Pilkada. Sosialisasi dilakukan juga melalui

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, atas Rahmat dan Ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesakan karya ilmiah berjudul Karakteristik Arang Aktif Tempurung