BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Menurut UU Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, perbankan
nasional Indonesia menganut dual banking system yaitu, sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah. Sistem perbankan konvensional menggunakan bunga (interest) sebagai landasan operasionalnya. Berbeda halnya dengan perbankan konvensional, sistem perbankan syariah menggunakan prinsip bagi hasil sebagai landasan dasar
operasionalnya. Prinsip perbankan syariah berdasarkan kaidah al- mudharabah, dalam prinsip ini bank syariah berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana.
Perbankan syariah yang berlandaskan sistem bagi hasil menunjukkan ketangguhannya dengan tetap bertahan pada kondisi perekonomian yang
buruk. Ketangguhan tersebut ditunjukan oleh bank Muamalat sebagai bank Islam Indonesia pertama, yang tetap bertahan walaupun dilanda oleh krisis
perekonomian (Bedjo Santoso, 2008).
Pada Tabel 1.1 berikut ini terdapat perkembangan jumlah bank umum syariah yang ada di Indonesia. Bank Syariah menunjukkan perkembangan
yang sangat maju sejak tahun 1999 hingga saat ini. Dalam perkembangannya sejak BMI terbentuk, industri perbankan syariah di
Bank Umum Syariah di Indonesia hanya berjumlah tiga buah, pada saat ini industri perbankan syariah semakin marak. Pada Tahun 2013 telah
tercatat 11 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Unit Usaha Syariah (UUS), 160 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dengan jumlah kantor
perbankan syariah sebanyak 2870 yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia. Hal ini didukung dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah sehingga perkembangan
industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi.
Untuk dapat mengetahui perkembangan jumlah bank dan kantor perbankan syariah di Indonesia selama tahun tahun 2011-2013 terakhir dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1.1
Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor Perbankan Syariah Tahun 2010-2013
2010 2011 2012 2013
Bank Umum Syariah Jumlah Bank Jumlah Kantor 11 1215 11 1.401 11 1.745 11 1.920 Unit Usaha Syariah
Jumlah Bank Jumlah Kantor 23 262 24 336 24 517 24 554 Bank Perkreditan Rakyat Syariah Jumlah Bank Jumlah Kantor 150 286 155 364 158 401 160 398
Total Kantor 1763 2.101 2.663 2.870
Siamat (2005) menyatakan penyaluran pembiayaan merupakan kegiatan yang mendominasi pengalokasian dana bank. Penggunaan dana
untuk penyaluran pembiayaan ini mencapai 70% sampai 80% dari volume usaha bank. Oleh karena itu, sumber utama pendapatan bank berasal dari
kegiatan penyaluran pembiayaan baik dalam bentuk bagi hasil, mark up, maupun pendapatan sewa. Menurut Firdaus (2009), dengan diperolehnya pendapatan dari pembiayaan, maka diharapkan profitabilitas bank akan
membaik yang tercermin dari perolehan laba yang meningkat.
Menurut Karim (2008), jenis-jenis pembiayaan syariah menurut
tujuannya dibedakan menjadi pembiayaan modal kerja syariah, pembiayaan investasi syariah, dan pembiayaan konsumtif syariah. Akad atau prinsip yang menjadi dasar operasional bank syariah dalam menyalurkan pembiayaan,
menurut Karim (2008) dibedakan menjadi 4 macam yaitu prinsip jual beli (murabahah, salam dan istishna), prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), prinsip sewa (ijarah dan ijarah muntahhiyah bittamlik), serta akad pelengkap (hiwalah, rahn, qardh, wakalah, dan kafalah). Berdasarkan statistik Bank Indonesia, pola utama pembiyaan yang mendominasi pada bank syariah adalah prinsip jual beli dan prinsip bagi hasil.
Prinsip jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya
dan waktu penyerahannya. Karim (2008) menyatakan bahwa murabahah merupakan transaksi jual beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya.
diperjualbelikan belum ada. Barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan secara tunai. Dalam transaksi ini, kuantitas, kualitas,
harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti. Untuk akad istishna menyerupai produk salam, tetapi dalam istishna pembayaran
dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Melalui pembiayaan jual beli yang disalurkan, bank syariah akan mendapatkan pendapatan berupa mark up atau keuntungan. Beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh pembiayaan jual beli terhadap profitabilitas menunjukan hasil yang berbeda. Penelitian Oktariani (2012) menunjukkan bahwa semakin
tinggi pembiayaan jual beli, maka semakin tinggi profitabilitas bank umum syariah yang diproksikan dengan Return On Asset (ROA).
Prinsip bagi hasil merupakan karakteristik dasar bank syariah terbukti
mampu bertahan dan memiliki kinerja dan konsisten yang lebih baik dalam menjalankan intermediasinya. Jasa pembiayaan yang diberikan bank syariah
jauh lebih beragam daripada jasa-jasa pembiayaan yang diberikan oleh bank konvensional. Jasa-jasa perbankan syariah secara alamiah merujuk pada dua
kategori kegiatan ekonomi, yaitu produksi dan distribusi. Prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu: musyarakah, mudharabah, muzara’ah, dan musaqah. Meskipun demikian,
prinsip yang paling banyak digunakan adalah musyarakah dan mudharabah (Antonio, 2005). Mudharabah adalah akad kerja sama dua orang atau lebih
belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh pemilik dana. Karim (2008) menyatakan bahwa musyarakah merupakan semua
bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih di mana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud
maupun tidak berwujud. Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai dengan proporsi yang telah ditetapkan sebelumnya. Melalui pembiayaan bagi hasil yang disalurkan, bank syariah akan memperoleh
pendapatan berupa bagi hasil yang menjadi bagian bank. Hasil penelitian mengenai pembiayaan bagi hasil terhadap profitabilitas menunjukan hasil
yang berbeda. Penelitian Wicaksana (2011) menunjukan bahwa semakin tinggi pembiayaan mudharabah dan musyarakah maka semakin tinggi profitabilitas bank umum syariah yang diproksikan dengan Return on Asset (ROA). Sedangkan bukti empiris Rahman dan Rrochmanika (2012) menunjukkan bahwa semakin tinggi pembiayaan bagi hasil maka semakin
rendah profitabilitas bank umum yang diproksikan dengan Return on Asset (ROA).
CAR atau kecukupan modal merupakan salah satu masalah yang dihadapi perbankan. Bank harus memelihara modal yang cukup untuk mendukung aktivitas pengambilan resiko. Peranan modal sangat penting,
dimana kegiatan operasional bank dapat berjalan dengan lancar apabila memiliki modal yang cukup, sehingga pada saat masa-masa kritis bank tetap
dikatakan tidak sehat rasionya, sehingga bank tersebut masuk dalam kriteria bank dalam pengawasan khusus karena rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio atau CAR)-nya di bawah standar yang ditetapkan Bank Indonesia (8%). Sehingga kemampuan bank untuk survive pada saat mengalami kerugian dan juga mengakibatkan turunnya kepercayaan nasabah yang pada akhirnya dapat menurunkan profitabilitas bank. jika nilai CAR rendah maka profitabilitas bank akan mengalami penurunan (Dendawijaya,
2005). Beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh CAR terhadap profitabilitas menunjukan hasil yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan
Dewi (2010) menunjukkan bahwa CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap (ROA) bank, sedangkan dalam penelitian Mawardi (2005) menunjukkan bahwa CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA.
Profitabilitas merupakan rasio yang tepat untuk mengukur kinerja suatu perbankan. Rasio yang biasa digunakan untuk mengukur kinerja
profitabilitas adalah Return On Asset (ROA). ROA menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam menghasilkan income dari pengelolaan aset yang dimiliki (Yuliani, 2007). Dendawijaya (2003) menambahkan semakin besar ROA bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dan segi penggunaan aset.
Menurut Karya dan Rakhman, tingkat return on assets (ROA) digunakan untuk mengukur profitabilitas bank karena Bank Indonesia sebagai
dana simpanan masyarakat. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank dan semakin baik posisi bank
tersebut dari segi penggunaan asset (Dendawijaya 2009, h.118).
Dipilihnya industri perbankan karena sangat diperlukan bagi
kelancaran kegiatan perekonomian sektor riil. Serta lebih dikhususkan pada perbankan syariah karena penelitian tentang profitabilitas bank syariah masih jarang dilakukan.Alasan peneliti menggunakan populasi bank umum syariah
karena perkembangan bank umum syariah semakin pesat oleh karena itu harus mengetahui tingkat profitabilitas agar tidak ragu lagi dalam berinvestasi
atau bertransaksi.
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas maka permasalahan dalam penelitian ini di
rumuskan sebagai berikut:
1. Apakah Pembiayaan Jual Beli berpengaruh positif signifikan terhadap
Profitabilitas Bank Umum Syariah?
2. Apakah Pembiayaan Bagi Hasil berpengaruh positif signifikan terhadap
Profitabilitas Bank Umum Syariah?
I.3. PEMBATASAN MASALAH
Profitabilitas sebagai variabel dependen diprosikan dengan Return on Asset. Sedangkan variabel independen yang digunakan antara lain pembiayaan jual beli, pembiayaan bagi hasil dan permodalan yang
diproksikan dengan rasio Capital Adequacy Ratio. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan pada Bank Umum Syariah di Indonesia dengan rentang waktu 2010 – 2013.
1.4. TUJUAN PENELITIAN
Dari pertanyaan penelitian diatas maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh positif signifikan pembiayaan jual beli terhadap profitabilitas bank umum syariah.
2. Untuk menganalisis pengaruh positif signifikan pembiayaan bagi hasil
terhadap profitabilitas bank umum syariah.
1.5. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Investor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan
investasi di perusahaan perbankan.
2. Bagi Perusahaan
Dapat dijadikan bahan masukan dan evaluasi atas kebijakan yang
sudah diterapkan yang berkaitan dengan kinerja profitabilitas bank syariah dan sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan finansial untuk
mengembangkan perusahaan.
3. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan bahan penunjang