5.1. Peran Sektor Agroindustri Dalam Meningkatkan Output, Nilai Tambah,Tenaga Kerja dan Modal
Dari analisis pengganda SNSE dapat diketahui peran sektor agroindustri dalam
perekonomian nasional. Angka pengganda yang dibahas difokuskan pada pengganda
output, nilai tambah, tenaga kerja, modal, peran terhadap sektor.dan pendapatan rumah
tangga. Makna dari nilai pengganda sektor agroindustri adalah sebagai berikut. Apabila
diberikan stimulus ekonomi sebesar 1 milyar rupiah ke sektor agroindustri, akan
meningkatkan total output, nilai tambah, tenaga kerja, penerimaan sektor lain secara
nasional dan pendapatan rumah tangga sebesar masing-masing nilai penggandanya
dengan satuan yang sama.
Tabel 6 menyajikan nilai pengganda output, nilai tambah, dan tenaga kerja
agroindustri dibandingkan dengan sektor pertanian primer dan industri ringan dan industri
berat serta rata-rata sektor lainnya. Sedangkan nilai pengganda masing-masing sektor
secara rinci disajikan pada Lampiran 5. Hasil analisis menunjukkan rata-rata pengganda
output dan nilai tambah sektor agroindustri non makanan tahun 2003 lebih tinggi
dibandingkan rata-rata pengganda sektor-sektor lain maupun sektor pertanian primer,
namun sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan industri ringan. Sedangkan dalam
hal penyerapan tenaga kerja, agroindustri makanan memiliki peran yang paling besar.
Apabila upah tenaga diasumsikan merupakan suatu konstanta yang bersifat konstan dalam
satu titik waktu, maka nilai tambah tenaga kerja dapat dijadikan sebagai proxy penyerapan
tenaga kerja nasional. Dengan demikian dapat diartikan sektor agroindustri makanan
memiliki peran yang lebih besar dalam penyerapan tenaga kerja sedangkan agroindustri
non makanan lebih berperan dalam peningkatan output dan PDB nasional. Besaran
OUTPUT NILAI TAMBAH TENAGA KERJA MODAL SEKTOR
1998 2003 1998 2003 1998 2003 1998 2003
Pertanian Primer
Pertanian tan pangan 6.07 6.05 1.86 2.86 0.60 2.06 0.90 0.80
Peternakan dan hasilnya 6.38 6.74 1.99 2.67 0.54 1.72 1.03 0.95
Perikanan 7.19 1.63 2.01 0.33 0.43 0.19 1.13 0.14
Kehutanan & perburuan 5.57 4.98 2.13 2.11 0.28 1.23 1.32 0.88
Pertanian tan. Lainnya 6.31 6.34 2.10 2.79 0.39 1.87 1.22 0.92
Agroindustri Makanan
Ind mak sekt. Peternakan 4.16 6.09 1.49 2.31 0.22 1.53 0.90 0.79
Ind mak sekt. tan pangan 4.80 6.24 1.64 2.41 0.25 1.58 1.00 0.82
Ind mak sekt. Perikanan 5.05 6.34 1.84 2.39 0.27 1.55 1.12 0.84
Ind mak sekt. perkebunan 4.01 5.96 1.43 2.24 0.20 1.46 0.88 0.79
Industri minuman 4.96 6.22 1.95 2.47 0.26 1.67 1.21 0.80
Industri rokok 5.60 6.34 1.42 2.64 0.30 1.85 0.80 0.79
Agroindustri Non Makanan
Industri kapuk 3.47 6.57 0.91 2.38 0.15 1.44 0.54 0.94
Ind kulit samakan, olahan 3.27 6.66 0.62 2.50 0.16 1.42 0.33 1.08
Ind kayu lapis, brng dr kayu,
bambu dan rotan 4.60 7.02 0.94 2.69 0.24 1.56 0.50 1.13
Ind bubur kertas 3.56 6.78 0.69 2.47 0.17 1.41 0.37 1.06
Ind karet remah & asap 2.79 6.67 0.42 2.83 0.10 1.85 0.23 0.98
Industri ringan & lainnya 2.39 6.82 0.36 2.61 0.08 1.53 0.20 1.09
Industri berat 2.35 6.54 0.36 2.45 0.08 1.40 0.20 1.04
Agroindustri makanan 4.76 6.20 1.63 2.41 0.25 1.61 0.99 0.81
Agroindustri non makanan 3.54 6.74 0.72 2.57 0.17 1.53 0.39 1.04
Sektor Primer 6.30 5.15 2.02 2.15 0.45 1.41 1.12 0.74
Sektor Lainnya 6.05 5.51 1.54 2.51 0.44 1.13 0.87 0.94
Catatan: Nilai ranking terkecil menunjukkan ranking teratas (nilai pengganda terbesar) Pengganda sektor-sektor lainnya secara rinci disajikan pada Lampiran 5.
1
3
diberikan stimulus ekonomi ke sektor agroindustri sebesar satu milyar rupiah, akan
meningkatkan pendapatan (PDB) nasional sebesar 2.57 milyar rupiah.
Mengingat dasar perhitungan nilai tambah berasal dari faktor produksi tenaga kerja
dan modal, maka apabila dirinci lebih lanjut terlihat bahwa peran sektor agroindustri
makanan maupun non makanan dalam meningkatkan PDB nasional lebih banyak berasal
dari nilai tambah tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa sektor agroindustri lebih
bersifat padat tenaga kerja. Namun apabila dibandingkan antara keduanya, agroindustri
makanan menghasilkan nilai tambah tenaga kerja lebih besar dibanding agroindustri non
makanan, sementara agroindustri non makanan menghasilkan nilai tambah modal yang
lebih tinggi dibandingkan dengan agroindustri makanan. Hal ini sesuai dengan fenomena,
dimana industri-industri yang tergolong ke dalam agroindustri non makanan, terutama
industri kayu lapis dan industri bubur kertas adalah industri yang memerlukan modal
tinggi dalam proses produksi. Industri ringan dan industri berat sebagai pembanding,
memiliki kesamaan pola dengan agroindustri non makanan, yaitu peran dalam penyerapan
tenaga kerja lebih kecil dibandingkan sektor agroindustri makanan. Hal yang sama untuk
nilai tambah terhadap modal dimana pengganda modal untuk industri ringan dan industri
berat lebih besar dibandingkan sektor agroindustri makanan. Artinya industri ringan dan
industri berat pada umumnya lebih padat modal dibandingkan agroindustri makanan.
Sedangkan untuk sektor pertanian primer, dimana sektor ini merupakan sektor penyedia
bahan baku bagi proses produksi agroindustri, peran dalam meningkatkan pertumbuhan
output maupun PDB dilihat dari indikator pengganda output dan nilai tambah tenaga kerja
dan modal, lebih rendah dibandingkan dengan sektor agroindustri.
Perkembangan tahun 1998 ke tahun 2003 menunjukkan terjadinya peningkatan
peran sektor agroindustri dalam perekonomian, pengganda output agroindustri makanan
meningkat dari 4.77 pada tahun 1998 menjadi 6.20. Agroindustri non makanan meningkat
dan industri berat, pada saat terjadi krisisi ekonomi tahun 1998 industri-industri tersebut
hanya mampu menghasilkan nilai pengganda sebesar 2.39 untuk industri ringan, namun
pada kondisi normal yaitu kondisi tahun 2003 nilai pengganda output meningkat menjadi
6.82. Sebaliknya sektor pertanian primer pada saat terjadi krisis ekonomi tahun 1998
memiliki peran yang paling besar dalam meningkatkan pertumbuhan output dibanding
sektor-sektor lainnya sementara untuk tahun 2003 peran tersebut lebih rendah dari sektor
agroindustri maupun sektor-sektor lainnya
Hasil analisis ini mendukung fenomena kejatuhan sektor industri pada saat terjadi
krisis ekonomi. Hampir seluruh industri pada saat krisis ekonomi mengalami pertumbuhan
output yang negatif. Industri yang paling terpukul pada saat terjadi krisis ekonomi adalah
industri ringan dan industri berat yang ditunjukkan melalui nilai pengganda hanya sebesar
2.39 dan 2.35. Sedangkan sektor agroindustri, terutama agroindustri makanan relatif lebih
tahan terhadap goncangan sehingga mampu menghasilkan nilai pengganda yang lebih
besar. Sedangkan sektor pertanian primer merupakan sektor yang paling tangguh terhadap
goncangan sehingga pada saat krisis ekonomi terjadi masih mampu menghasilkan
pengganda output sebesar 6.30, paling tinggi dibanding pengganda output agroindustri
secara keseluruhan maupun industri berat dan industri ringan. Hasil di atas berimplikasi
bahwa dalam kondisi perekonomian normal (pasca atau masa pemulihan krisis ekonomi)
sektor agroindustri memiliki peran yang lebih besar dalam memacu pertumbuhan ekonomi
nasional dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya, meskipun perbedaannya tidak
terlampau besar. Namun dalam kondisi tidak normal (kondisi krisis ekonomi) sektor
pertanian primer memiliki peran jauh lebih besar dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Hal ini memperkuat alasan perlunya mengembangkan industri yang didukung
oleh sektor pertanian sebagai penyedia bahan baku yang tahan terhadap goncangan.
Untuk pengganda nilai tambah, besaran pengganda nilai tambah agroindustri
agroindustri non makanan sebesar 2.57. Artinya apabila permintaan akhir agroindustri
makanan meningkat 1 milyar rupiah, maka PDB nasional secara agregat diperkirakan akan
meningkat sebesar 2.41 milyar. Nilai tersebut berasal dari penerimaan tenaga kerja 1.61
milyar selebihnya dari penerimaan modal.
Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa strategi ADLI, melalui pengembangan
sektor agroindustri, mampu menghasilkan output, penyerapan tenaga kerja serta nilai
tambah modal yang lebih besar dibandingkan dengan strategi pengembangan sektor
pertanian primer dan industri berat. Pada kondisi krisis ekonomi tahun 1998 pengembangan
sektor pertanian primer memiliki peran paling besar dalam meningkatkan perekonomian
nasional.
Hasil tersebut konsisten dengan kajian yang dilakukan oleh Bautista et al. (1999)
yang menganalisis alternatif jalur pembangunan industri di Indonesia. Dengan
menggunakan kerangka SAM Indonesia tahun 1995 dan CGE, Bautista menyimpulkan
bahwa pembangunan sektor pertanian primer menghasilkan peningkatan PDB yang lebih
besar dibandingkan strategi pembangunan industri pengolahan dan industri ringan.
Apabila dibuat ranking atau urutan tertinggi berdasarkan besaran nilai pengganda
output maupun nilai tambah pada dua titik waktu tersebut (Tabel 7), terlihat bahwa untuk
tahun 2003 empat dari 11 agroindustri, yang kesemuanya industri non makanan, yaitu
industri kulit, kayu, bubur kertas dan karet berada pada ranking sepuluh teratas pengganda
output. Padahal pada saat terjadi krisis ekonomi tahun 1998 pengganda output
industri-industri tersebut berada pada ranking terbawah. Demikian pula untuk industri-industri ringan dan
industri berat. Sebaliknya untuk sektor pertanian primer hampir seluruh subsektor berada
pada urutan sepuluh teratas pada saat krisis ekonomi, namun pada kondisi normal tahun
2003 sektor perikanan satu-satunya sektor yang berada pada urutan sepuluh teratas. Untuk
pengganda nilai tambah, ada tiga industri yang pada tahun 2003 berada pada ranking
Output Nilai Tambah Tenaga Kerja Modal SEKTOR
1998 2003 1998 2003 1998 2003 1998 2003
Pertanian Primer
Pertanian tan pangan 10 22 7 3 3 1 14 23
Peternakan dan hasilnya 7 7 5 9 4 7 7 12
Perikanan 3 28 4 28 9 28 4 28
Kehutanan & perburuan 14 26 1 26 14 26 1 17
Pertanian tan. Lainnya 8 17 3 6 10 3 2 15
Agroindustri Makanan
Ind mak sekt. Peternakan 21 21 17 24 21 19 13 25
Ind mak sekt. tan pangan 19 19 14 20 19 12 8 21
Ind mak sekt. Perikanan 17 18 8 22 16 16 5 19
Ind mak sekt. perkebunan 22 24 19 25 22 20 15 26
Industri minuman 18 20 6 17 18 11 3 22
Industri rokok 13 16 20 10 13 4 18 24
Agroindustri Non Makanan
Industri kapuk 24 11 23 23 25 18 22 14
Ind kulit samakan, olahan 25 10 25 15 24 21 25 5
Ind kayu lapis, brng dr kayu, bambu
dan rotan 20 2 22 8 20 22 23 3
Ind bubur kertas 23 6 24 18 23 15 24 6
Ind karet remah & asap 26 9 26 4 26 23 26 11
Industri ringan & lainnya 27 4 28 11 27 5 28 4
Industri berat 28 12 27 19 28 24 27 8
Catatan: Nilai ranking terkecil menunjukkan ranking teratas (nilai pengganda terbesar) Ranking sektor lainnya disajikan pada Lampiran 5
1
3
remah dan asap sementara pada kondisi krisis ekonomi tahun 1998, industri-industri
tersebut berada pada ranking terbawah.
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa dengan mengelompokkan sektor-sektor
ekonomi berdasarkan kelompok industri (industri ringan dan berat yang tergolong padat
dalam penggunaan input impor dan agroindustri yang relatif sedikit menggunakan input
impor), sektor pertanian primer dan sektor lainnya, dapat menjelaskan fenomena kejatuhan
sektor industri pada masa krisis ekonomi.
Perubahan ranking sektor yang termasuk ke dalam urutan sepuluh teratas selama
dua titik waktu tersebut menunjukkan pola yang sama dimana pada kondisi krisis ekonomi
tahun 1998, sektor pertanian primer dominan berada pada urutan sepuluh teratas dan sektor
agroindustri maupun industri ringan dan berat berada pada urutan terbawah. Sebaliknya
pada kondisi paska krisis, yaitu tahun 2003, sektor agroindustri agroindustri pada
umumnya dan industri ringan berada pada urutan teratas. Rincian ranking untuk
sektor-sektor lainnya disajikan pada Lampiran 5. Oleh karena itu apabila dilihat korelasi ranking
pengganda output sektor secara keseluruhan antara tahun 1998 dan 2003, menunjukkan
koefisien korelasi yang bertanda negatif sebesar –0.2671. Demikian pula untuk sektor
agroindustri sebesar -0.5883. Ranking pengganda nilai tambah juga berkorelasi negatif
antar dua titik waktu. Namun untuk ranking pengganda tenaga kerja menunjukkan korelasi
positif, yaitu 0.4280 untuk seluruh sektor dan 0.7777 untuk sektor agroindustri.
Keterkaitan struktur output dan PDB pada dua titik waktu tahun 1998 dan 2003
mengalami perubahan sedangkan struktur tenaga kerja relatif stabil. Perubahan keterkaitan
struktur output antar dua periode tersebut, menurut Daryanto (1992) dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya karena: (1) perubahan komposisi produk, (2) perubahan
agregasi input-output dalam industri, dan (3) perubahan harga relatif input-output, yaitu
biaya input sektor industri menjadi sangat mahal saat krisis karena kandungan input impor
5.2. Keterkaitan Sektor Agroindustri dengan Sektor Lainnya
Dalam konsep Analisis Input-Output, keterkaitan antar sektor ekonomi dapat dilihat
melalui keterkaitan produk. Keterkaitan produk merupakan keterkaitan yang terjadi melalui
penggunaan produk berbagai industri sebagai bahan baku bagi suatu industri, dan
penggunaan produk industri tersebut sebagai bahan baku industri-industri lainnya. Kaitan
yang tercipta karena suatu industri mempergunakan produk industri-industri lain untuk
bahan bakunya disebut kaitan ke belakang. Sedangkan keterkaitan yang tercipta karena
produk suatu industri dipergunakan sebagai bahan baku bagi industri-industri lain disebut
kaitan ke depan.
Kaitan ke belakang merupakan penciptaan permintaan bagi industri lain. Adanya
tarikan permintaan merupakan perangsang peningkatan produksi dan investasi sehingga
kaitan ke belakang menciptakan artikulasi antar industri yang efektif dan bersifat kausal.
Sedangkan kaitan ke depan merupakan media penyedia input bagi sektor lain. Adanya
kepastian untuk memperoleh pasokan input yang cukup akan mendorong investasi
sehingga kapasitas produksi akan meningkat. Dengan demikian kaitan ke depan dapat
dipandang juga sebagai media pencipta artikulasi antar sektor. Namun dampak kaitan ke
depan dipandang bersifat pasif sehingga kurang efektif dibanding dampak kaitan ke
belakang (Simatupang,et al.,2000)
Dalam konteks analisis SNSE pada kajian ini, peran terhadap sektor lebih dilihat
dari keterkaitan ke belakang, dalam arti keterkaitan antara sektor agroindustri dengan
industri hulunya dan sektor lain penyedia input, terutama sektor pertanian primer. Tabel 8
menunjukkan sebagian besar agroindustri non makanan yaitu industri kayu, bubur kertas,
kulit, karet remah dan asap serta industri kapuk berada pada posisi 10 urutan teratas
sehingga memiliki peran yang tinggi dalam menggerakkan pertumbuhan sektor-sektor
lainnya. Untuk agroindustri makanan hanya untuk industri rokok. Namun secara umum
Tabel 8. Nilai dan Ranking Pengganda Keterkaitan Antar Sektor, Tahun 1998 dan Tahun 2003
PENGGANDA
Tahun 1998 Tahun 2003
SEKTOR
Nilai Rank Nilai Rank
Pertanian Primer
Pertanian tan pangan 3.87 12 4.65 24
Peternakan dan hasilnya 4.32 7 5.29 10
Perikanan 4.70 2 0.58 28
Kehutanan & perburuan 3.61 17 3.95 26
Pertanian tanaman lainnya 4.16 8 5.12 16
Agroindustri Makanan
Industri mak sektor peternakan 3.16 21 5.05 19 Industri mak sektor tan pangan 3.75 13 5.10 18
Industri mak sektor perikanan 4.01 9 5.25 11
Industri mak sektor perkebunan 2.97 22 4.36 25
Industri minuman 3.92 10 5.19 13
Industri rokok 4.57 4 5.32 9
Agroindustri Non Makanan
Industri kapuk 2.41 24 5.57 7
Industri kulit samakan & olahan 2.26 25 5.65 5
Industri kayu lapis, barang dr
kayu, bambu dan rotan 3.60 18 5.89 2
Industri bubur kertas 2.56 23 5.72 4
Industri karet remah & asap 1.71 26 5.60 6
Industri ringan dan lainnya 1.26 27 5.02 20
Industri berat 0.88 28 4.75 22
Sektor Lain
Pertambangan 3.74 14 5.25 12
Listrik, gas & Air minum 3.88 11 6.49 1
Konstruksi & Real Estate 3.44 20 5.76 3
Perdagangan besar, eceran, &
pergudangan 4.68 3 4.91 21
Restoran dan perhotelan 5.23 1 5.15 15
Angkutan & komunikasi 4.48 6 5.16 14
Bank dan asuransi 3.71 16 1.75 27
Real estate & jasa perusahaan. 3.54 19 4.68 23 Pemerintahan, pertahan, pend,
kesehatan, 4.50 5 5.12 17
Jasa lainnya 3.73 15 5.52 8
4.92
Agroindustri makanan 3.73 5.05
Agroindustri non makanan 2.51 5.69
Sektor Primer 4.13 3.92
Sektor Lain 4.09 4.98
Catatan: Nilai ranking terkecil menunjukkan ranking teratas (nilai pengganda terbesar)
dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Dengan demikian apabila diberikan stimulus
ekonomi ke industri-industri tersebut akan menggerakkan perekonomian sektor-sektor
Kondisi krisis ekonomi tahun 1998 mengakibatkan peran sektor agroindustri
terutama agroindustri non makanan menjadi inferior terhadap sektor pertanian dalam
menggerakkan perekonomian sektor-sektor lainnya. Dalam kondisi krisis ekonomi itulah
sektor pertanian primer merupakan sektor yang paling dapat bertahan sehingga apabila
diberikan stimulus ekonomi ke sektor pertanian akan memberikan dampak yang lebih
besar dalam menghasilkan penerimaan sektor-sektor lain. Hal ini terlihat 3 dari 5 subsektor
pada sektor pertanian primer berada di posisi 10 urutan teratas. Sedangkan untuk sektor
agroindustri, industri yang masih bisa bertahan pada 10 urutan teratas pada kondisi krisis
ekonomi adalah agroindustri makanan sektor perikanan, industri minuman dan industri
rokok.
5.3. Peran Sektor Agroindustri dalam Pendapatan Rumah Tangga
Berbeda dengan nilai pengganda output, nilai tambah maupun tenaga kerja yang
selalu lebih besar dari satu, pengganda pendapatan rumah tangga menghasilkan nilai lebih
kecil dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh peningkatan produksi sektor
agroindustri akan menghasilkan dampak peningkatan pendapatan sektor produksi maupun
tenaga kerja lebih besar dibandingkan pengaruh yang ditransmisikan ke rumah tangga.
Dengan mengelompokkan rumah tangga ke dalam 6 golongan rumah tangga nilai
pengganda pendapatan rumah tangga berkisar 0.1 sampai 0.9 (Tabel 9). Nilai pengganda
rumah tangga untuk masing-masing sektor sektor secara rinci ditampilkan pada Lampiran
6. Sektor agroindustri, baik agroindustri makanan maupun non makanan menghasilkan
pengganda lebih besar dibandingkan sektor lain secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan
bahwa pengembangan sektor agroindustri akan memberikan pendapatan rumah tangga
lebih besar dibandingkan pengembangan yang dilakukan ke sektor lain. Namun untuk
kelompok buruhtani dan petani, nilai pengganda terbesar adalah untuk sektor pertanian
Buruh Tani Petani Kecil Petani Luas NP Rendah
Desa NP Atas Desa
NP Rendah
Kota NP Atas Kota SEKTOR
1998 2003 1998 2003 1998 2003 1998 2003 1998 2003 1998 2003 1998 2003 Pertanian Primer
Pertanian Tanaman angan 0.06 0.26 0.14 0.38 0.15 0.33 0.19 0.61 0.18 0.26 0.19 0.74 0.19 0.29
Peternakan dan Hasil-hasiln ya 0.05 0.22 0.13 0.28 0.14 0.25 0.19 0.55 0.19 0.22 0.21 0.80 0.21 0.31
Perikanan 0.04 0.03 0.10 0.03 0.12 0.03 0.17 0.06 0.17 0.02 0.22 0.10 0.23 0.04
Kehutanan dan Perburuan 0.03 0.16 0.08 0.18 0.10 0.17 0.15 0.43 0.17 0.16 0.23 0.67 0.26 0.26
Pertanian Tanaman Lainnya 0.04 0.23 0.10 0.32 0.12 0.28 0.16 0.59 0.17 0.24 0.23 0.79 0.24 0.31 Agroindustri Makanan
Ind mak sektor peternakan 0.02 0.18 0.06 0.22 0.07 0.20 0.11 0.48 0.12 0.18 0.16 0.74 0.18 0.28 Ind mak sektor tan pangan 0.03 0.18 0.06 0.22 0.08 0.21 0.12 0.50 0.13 0.19 0.18 0.77 0.20 0.29
Ind mak sektor perikanan 0.03 0.18 0.07 0.23 0.09 0.21 0.14 0.50 0.15 0.19 0.20 0.75 0.22 0.29
Ind mak sektor perkebunan 0.02 0.17 0.05 0.21 0.07 0.20 0.11 0.47 0.12 0.18 0.16 0.71 0.17 0.27
Industri minuman 0.03 0.18 0.07 0.22 0.09 0.20 0.14 0.52 0.16 0.19 0.21 0.82 0.23 0.31
Industri rokok 0.02 0.18 0.06 0.20 0.07 0.19 0.12 0.56 0.12 0.19 0.17 0.94 0.18 0.35
Agroindustri Non Makanan
Industri Kapuk 0.01 0.16 0.03 0.17 0.04 0.17 0.07 0.48 0.07 0.17 0.10 0.84 0.11 0.31
Industri kulit samakan dan olahan 0.01 0.16 0.03 0.18 0.03 0.18 0.05 0.49 0.05 0.17 0.08 0.86 0.08 0.32 Industri kayu lapis, bambu & rotan 0.02 0.18 0.04 0.19 0.05 0.19 0.08 0.53 0.08 0.19 0.12 0.94 0.1 3 0.35
Industri bubur kertas 0.01 0.16 0.03 0.18 0.04 0.18 0.06 0.49 0.06 0.17 0.09 0.86 0.09 0.32
Industri karet remah ,karet asap 0.01 0.18 0.02 0.20 0.02 0.19 0.04 0.57 0.04 0.19 0.06 1.05 0.06 0.39 Industri ringan dan lainnya 0.01 0.17 0.01 0.19 0.02 0.19 0.03 0.52 0.03 0.18 0.05 0.92 0.05 0.34
Industri berat 0.01 0.16 0.01 0.18 0.02 0.18 0.03 0.48 0.03 0.17 0.05 0.85 0.05 0.32
Agroindustri Makanan 0.03 0.18 0.06 0.22 0.08 0.20 0.12 0.50 0.13 0.19 0.18 0.79 0.20 0.30 Agroindustri non Makanan 0.01 0.17 0.03 0.19 0.04 0.18 0.06 0.51 0.06 0.18 0.09 0.91 0.09 0.34
Sektor Primer 0.05 0.18 0.11 0.24 0.13 0.21 0.17 0.45 0.18 0.18 0.22 0.62 0.23 0.24
Sektor Lain 0.03 0.20 0.07 0.20 0.08 0.23 0.14 0.41 0.14 0.14 0.23 0.80 0.23 0.30
Catatan: pengganda pendapatan untuk sektor lain secara rinci disajikan pada Lampiran 6.
NP Rendah Desa = Non Pertanian golongan rendah di desa; NP Atas Desa = Non Pertanian golongan atas di desa; NP Rendah Kota = Non Pertanian golongan rendah di kota; NP Atas Kota = Non Pertanian golongan atas di kota.
1
4
Artinya bagi buruh tani dan petani pengembangan sektor pertanian primer yang akan
menghasilkan pendapatan bagi buruh tani dan petani lebih besar dibandingkan
pengembangan sektor lain.
Jika diperhatikan lebih lanjut, bagi rumah tangga buruh tani, petani kecil dan petani
luas, stimulus ekonomi yang diberikan ke agroindustri makanan akan memberikan
peningkatan pendapatan bagi mereka lebih besar dibandingkan jika pengembangan
dilakukan ke agroindustri non makanan. Sebaliknya bagi golongan rumah tangga non
pertanian stimulus ekonomi yang diberikan ke agroindustri non makanan akan
menghasilkan peningkatan pendapatan lebih besar meskipun perbedaaannya tidak
terlampau besar. Hal ini menunjukkan bahwa agroindustri makanan lebih banyak
berorientasi di sektor pertanian dan perdesaan sehingga memberikan manfaat yang lebih
besar kepada petani dan buruh tani, sementara agroindustri non makanan lebih banyak
berorientasi di sektor non pertanian dan di kota sehingga manfaat yang dihasilkan lebih
banyak dinikmati oleh rumah tangga non pertanian.
Dilihat perkembangan dua titik waktu, peran sektor agroindustri terhadap
pendapatan rumah tangga mengalami peningkatan. Nilai pengganda pendapatan rumah
tangga untuk agroindustri non makanan meningkat sangat nyata antar dua titik waktu
tersebut. Hal ini disebabkan pada masa krisis peran agroindustri non makanan sangat
menurun sehingga pada kondisi ekonomi normal dewasa ini peran agroindustri terlihat
meningkat sangat nyata relatif terhadap kondisi masa krisis ekonomi.
Hasil analisis juga menunjukkan jika diberikan stimulus ekonomi di sektor
agroindustri, terutama agroindustri non makanan, maka pendapatan terbesar diterima oleh
rumah tangga non pertanian golongan rendah baik di kota dan di desa, misalnya para
pedagang, buruh angkut serta rumah tangga pekerja jasa golongan rendah lain. Sebaliknya
rumah tangga buruh tani dan petani adalah golongan yang memperoleh pengganda
banyak melibatkan sektor non pertanian khususnya sektor jasa dengan pelaku rumah
tangga non pertanian golongan rendah yang terlibat dalam proses industri. Sedangkan
buruh tani maupun petani yang berperan dalam penyediaan bahan baku tidak banyak
terlibat. Kondisi ini bisa terjadi dengan adanya pengembangan agroindustri yang bersifat
vertikal atau penggunaan bahan baku sebagian besar dari impor. Alasan perusahaan
melakukan pengembangan vertikal adalah terkait dengan jaminan kualitas dan kontinyuitas
pasokan yang tidak terpenuhi pleh usahatani petani sekitar. Dengan demikian manfaat
pengembangan agroindustri tidak mengalir ke rumah tangga petani dan buruh tani.
Dengan hasil di atas dapat dikatakan bahwa strategi ADLI di Indonesia belum
terlaksana sebagaimana yang diharapkan. Strategi ADLI yang bertujuan meningkatkan
pendapatan rumah tangga petani, terutama buruh tani dan petani kecil, belum mencapai
sasaran. Manfaat pengembangan sektor pertanian primer dan agroindustri belum sampai
secara maksimal ke rumah tangga pertanian. Buruh tani menerima manfaat paling kecil
dibandingkan kelompok rumah tangga lain, bahkan rumah tangga golongan atas di kota
menerima pendapatan lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga buruh tani.
Kajian yang dilakukan oleh Bautista et al. (1999) dengan menggunakan SAM
Indonesia 1995 menghasilkan kesimpulan yang sama. Pengembangan sektor pertanian
menghasilkan pendapatan bagi rumah tangga petani yang lebih rendah dibandingkan
dengan golongan rumah tangga lain. Namun strategi ADLI yang diterapkan di beberapa
negara (Vietnam, Mozambique, Srilanka, Kenya, China, India) disamping berhasil
meningkatkan output dan pendapatan, juga mampu menghasilkan pendapatan bagi rumah
tangga pertanian yang lebih besar dibanding golongan rumah tangga lain (Bautista, 1999;
Jensen dan Trap, 2004, Adelmanet al., 1989).
Kurang berhasilnya strategi ADLI di Indonesia dalam menghasilkan pendapatan
rumah tangga petani dan buruh tani yang lebih baik juga dapat disebabkan oleh
pengembangan sektor pertanian dan agroindustri. Modal yang terbatas, informasi pasar
yang terbatas, ketrampilan dan pendidikan (sumberdaya manusia) yang terbatas menjadi
salah satu sebab rumah tangga petani dan buruh tani sebagai kelompok yang tertinggal
dalam mengambil manfaat kemajuan teknologi dan pengembangan sektor pertanian dan
agroindustri.
Hal ini berimplikasi bahwa pembangunan agroindustri tidak bisa dilakukan sepihak
melalui pengembangan dari sisi industrinya saja melainkan harus dilakukan simultan
melalui pembangunan sektor pertanian primer, baik pembangunan fisik, pembangunan
sumberdaya manusia, maupun kelembagaan sehingga sektor pertanian primer dapat
menjamin tuntutan kualitas dan kontinuitas pasokan yang dibutuhkan bagi pengembangan
sektor agroindustri dan manfaat pengembangan sektor agroindustri dapat mengalir lebih
banyak ke rumah tangga buruh tani dan petani. Pembangunan agroindustri tidak akan
menghasilkan dampak optimal tanpa didukung oleh sektor pertanian yang berkualitas.
5.4. Industri Prioritas pada Sektor Agroindustri
Suatu sektor yang paling efektif berperan sebagai mesin penggerak pembangunan
ekonomi dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional disebut sebagai sektor
kunci (key sector) atau sering pula disebut sebagai sektor unggulan, sektor andalan atau
sektor prioritas. Dalam konteks penelitian ini sektor yang dimaksud diistilahkan sebagai
sektor prioritas.
Untuk menentukan sektor kunci atau sektor prioritas, masing-masing kajian bisa
menggunakan metoda atau kriteria berbeda tergantung dari tujuan penelitian. Dalam
kerangka Input-Output, metoda Rasmussen digunakan untuk menentukan sektor kunci
dengan menggunakan kriteria ganda (dual criterion), yaitu dari sisi permintaan input
(demand side) yaitu melalui keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan sisi output
digunakan oleh Cochrane (1990) dan Daryanto (1992) untuk menentukan sektor kunci pada
sektor pertanian dan oleh Ginting (2006) untuk menentukan sektor unggulan dalam
perekonomian di Sumatera Utara. Namun metode Rasmussen terbatas digunakan untuk
menentukan sektor kunci dari sisi produksi. Oleh karena itu selain menggunakan metoda
Rasmussen, Cochrane dan Daryanto juga mengkombinasikan kriteria pengganda output,
tenaga kerja dan pendapatan untuk meranking sektor-sektor yang berada pada urutan
sepuluh terbesar.
Simatupang (2000) menggunakan lima kriteria untuk menguji sektor pertanian
sebagai sektor andalan dalam perekonomian, yaitu: (1) kontributif, (2) artikulatif, (3)
progresif, (4) tangguh, dan (5) fasilitatif. Kontributif dilihat dari kontribusi yang cukup
besar dalam keragaan ekonomi makro seperti PDB yang secara operasional diukur dari
pangsa kontribusi atau koefisien pengganda. Sifat artikulatif dilihat dari kemampuan besar
sebagai dinamisator bagi pertumbuhan sektor-sektor lain dalam perekonomian dengan
spektrum yang luas yang secara operasional diukur melalui koefisien pengganda dan
indeks penyebaran (dispersion index). Progresif berarti dapat tumbuh secara berkelanjutan
dengan laju yang cukup cepat yang secara operasional diukur dari laju pertumbuhannya.
Sifat tangguh berarti unggul dalam persaingan dan tahan menghadapi gejolak ekonomi.
Terakhir, sifat fasilitatif berarti mampu menciptakan tatanan lingkungan yang baik bagi
perekonomian yang secara operasional dilihat dari kemampuannya mengendalikan inflasi,
stabilitas nilai rupiah dan kontribusi dalam ketahanan pangan.
Dalam kajian ini, kerangka strategi Agricultural-Demand-Led Industrialization
(ADLI) digunakan sebagai kerangka kerja dalam menentukan agroindustri yang dapat
disebut sebagai agroindustri prioritas. Sesuai dengan penjabaran strategi ADLI, sektor
pertanian primer dan sektor agroindustri merupakan sektor andalan strategiADLI. Strategi
ADLI merupakan strategi yang mengutamakan peningkatan produktivitas sektor pertanian
Penekanan strategi ADLIadalah peningkatan produktivitas sektor pertanian primer,
terutama pertanian skala kecil dan menengah, sebagai sarana mencapai industrialisasi.
Adelman juga menyatakan bahwa kunci sukses keberhasilan strategi ADLI adalah
keterkaitan antara sektor industri dengan sektor pertanian primer. Dengan memfokuskan
pada keterkaitan produksi, pendapatan dan konsumsi secara bersama-sama, strategi ADLI
bertujuan untuk meningkatkan ekonomi berpendapatan rendah menuju jalur pertumbuhan
yang lebih merata dan berkelanjutan.
Dengan demikian kriteria agroindustri prioritas dalam penelitian ini bukan hanya
dilihat dari kemampuannya meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan
output dan penyerapan tenaga kerja namun juga kemampuannya dalam meningkatkan
pendapatan rumah tangga golongan rendah serta memiliki keterkaitan dengan sektor
pertanian primer yang kuat. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi yang terjadi
diharapkan akan lebih banyak dinikmati oleh rumah tangga golongan rendah dan pada
akhirnya akan memperkecil kesenjangan pendapatan masyarakat dan lebih lanjut
mengurangi kemiskinan, sesuai dengantriple track strategy: pro growth, pro employment
and pro poor7
Berdasarkan beberapa kriteria di atas, maka agroindustri prioritas adalah
agroindustri yang memiliki peran tinggi dalam meningkatkan output nasional, penyerapan
tenaga kerja, meningkatkan pendapatan sektor lainnya, khususnya sektor pertanian primer
sebagai penyedia input serta perannya dalam menciptakan peningkatan pendapatan rumah
tangga golongan rendah. Dengan demikian indikator yang digunakan untuk menentukan
agroindustri prioritas adalah berdasarkan pengganda output, tenaga kerja, keterkaitan
sektor khususnya kaitan ke belakang dan pengganda pendapatan rumah tangga golongan
rendah. Dengan menggabungkan empat indikator pengganda tersebut dan melakukan
ranking akhir, dapat ditentukan agroindustri yang berada pada ranking teratas. Cara
7
penggabungan ranking secara sederhana untuk menentukan sektor prioritas dalam
penelitian ini mengadopsi cara yang dilakukan oleh Cochrane (1990) dan Daryanto (1992)
yang mengkombinasikan beberapa pengganda untuk menentukan sektor kunci dalam
kebijakan pembangunan yang mencakup tiga tujuan bersama-sama, disebut ‘output, income
and employment maximization’.
Nilai dan ranking pengganda output, tenaga kerja dan keterkaitan sektor pada
sektor agroindustri disajikan pada Tabel 10. Hasil ranking pengganda output menunjukkan
industri yang berada di urutan lima teratas berturut-turut adalah industri kayu lapis, bambu
dan rotan, industri kertas, karet, kulit dan kapuk.
Tabel 10. Nilai dan Ranking Pengganda Output, Tenaga Kerja dan Keterkaitan Sektor Agroindustri Makanan dan Non Makanan, Tahun 2003
Pengganda
Output Tenaga Kerja Keterkaitan
Sektor AGROINDUSTRI
Nilai Rank Nilai Rank Nilai Rank
Agroindustri Makanan
Sektor peternakan 6.09 10 1.53 7 5.05 10
Sektor tanaman pangan 6.24 8 1.58 4 5.10 9
Sektor perikanan 6.34 7 1.55 6 5.25 7
Sektor perkebunan 5.96 11 1.46 8 4.36 11
Minuman 6.22 9 1.67 3 5.19 8
Rokok 6.34 6 1.85 1 5.32 6
Agroindustri Non Makanan
Kapuk 6.57 5 1.44 9 5.57 5
Kulit samakan, olahan 6.66 4 1.42 10 5.65 3
Kayu lapis, barang dari kayu,
bambu dan rotan 7.02 1 1.56 5 5.89 1
Bubur kertas 6.78 2 1.41 11 5.72 2
Karet remah dan karet asap 6.67 3 1.85 2 5.60 4
Catatan: Nilai ranking terkecil menunjukkan ranking teratas (nilai pengganda terbesar)
Artinya apabila tujuan pembangunan difokuskan untuk meningkatkan output
nasional, maka simulus ekonomi yang diberikan ke industri kayu lapis, bambu dan rotan,
industri kertas, industri karet, industri kulit dan industri kapuk akan meningkatkan output
nasional lebih besar dibanding agroindustri lainnya. Industri-industri tersebut sekaligus
industri yang berada di lima urutan teratas berdasarkan nilai pengganda tenaga kerja
adalah industri rokok, karet, minuman, industri makanan sektor tanaman pangan dan
industri kayu. Hal ini berarti peran industri tersebut dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi lebih banyak melalui penyerapan tenaga kerja.
Dilihat dari kriteria pengganda pendapatan rumah tangga golongan rendah (Tabel
11), industri yang berada di urutan lima teratas berturut-turut adalah industri karet, industri
kayu, industri rokok, industri makanan dari sektor perikanan, dan industri minuman. besar
dalam meningkatkan output, penyerapan tenaga kerja dan pendapatan rumah tangga
golongan rendah.
Tabel 11. Nilai dan Ranking Pengganda Pendapatan Rumah Tangga Golongan Rendah Agroindustri Makanan dan Non Makanan, Tahun 2003
Pengganda Pendapatan Rumah Tangga Buruh tani Petani
kecil
Non pert gol rendah desa
Non pert gol rendah kota AGROINDUSTRI
Nilai Rank Nilai Rank Nilai Rank Nilai Rank
Agroindustri Makanan
Sektor peternakan 0.18 7 0.22 4 0.48 9 0.74 10
Sektor tanaman pangan 0.18 5 0.22 2 0.50 5 0.77 8
Sektor perikanan 0.18 1 0.23 1 0.50 6 0.75 9
Sektor perkebunan 0.17 8 0.21 5 0.47 11 0.71 11
Minuman 0.18 4 0.22 3 0.52 4 0.82 7
Rokok 0.18 3 0.20 6 0.56 2 0.94 3
Agroindustri Non Makanan
Kapuk 0.16 11 0.17 11 0.48 10 0.84 6
Kulit samakan, olahan 0.16 9 0.18 9 0.49 7 0.86 4
Kayu lapis, barang dr
kayu, bambu dan rotan 0.18 6 0.19 8 0.53 3 0.94 2
Bubur kertas 0.16 10 0.18 10 0.49 8 0.86 5
Karet remah, karet asap 0.18 2 0.20 7 0.57 1 1.05 1
Catatan: Nilai ranking terkecil menunjukkan ranking teratas (nilai pengganda terbesar).
Pengembangan industri-industri tersebut akan memberikan manfaat yang lebih
besar bagi rumah tangga golongan rendah. Industri pengolahan makanan dari sektor
perikanan memberikan kontribusi lebih besar terutama untuk peningkatan pendapatan
rumah tangga buruh tani dan petani kecil. Sedangkan industri karet lebih banyak berperan
kota. Artinya bila terjadi peningkatan permintaan akhir pada industri makanan sektor
perikanan, golongan rumah tangga yang memperoleh pendapatan paling besar adalah
rumah tangga buruh tani dan petani kecil. Sedangkan industri karet lebih banyak berperan
dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga non pertanian golongan rendah baik di desa
maupun di kota.
Dengan menggabungkan empat indikator di atas secara sederhana dan melakukan
ranking akhir dapat diketahui agroindustri yang berada pada lima urutan teratas adalah
industri karet, kayu lapis bambu dan rotan, rokok, industri pengolahan makanan dari sektor
perikanan dan industri minuman, seperti disajikan pada Tabel 12. Berdasarkan kriteria
pengganda output, tenaga kerja, keterkaitan sektor dan pendapatan rumah tangga golongan
rendah, lima dari 11 agroindustri tersebut berada pada ranking teratas dan memilikipotensi
Tabel 12. Ranking Pengganda Output, Tenaga Kerja, Keterkaitan Sektor dan Pendapatan Rumah Tangga Golongan Rendah Agroindustri Makanan dan Non Makanan, Tahun 2003
RANKING PENGGANDA
Total AGROINDUSTRI
Output TK KeterkaitanSektor
Pendap RT Gol Rendah
Nilai Rank Agroindustri Makanan
Makanan sektor peternakan 10 7 10 8 35 10
Makanan sektor tan pangan 8 4 9 6 27 8
Makanan sektor perikanan 7 6 7 3 23 4
Makanan sektor perkebunan 11 8 11 10 40 11
Minuman 9 3 8 4 24 5
Rokok 6 1 6 2 15 3
Agroindustri Non Makanan
Kapuk 5 9 5 11 30 9
Kulit samakan dan olahan 4 10 3 7 24 6
Kayu lapis, barang dari kayu,
bambu dan rotan 1 5 1 5 12 2
Bubur kertas 2 11 2 9 24 7
Karet remah dan karet asap 3 2 4 1 10 1
Catatan: Nilai ranking terkecil menunjukkan ranking teratas (nilai pengganda terbesar)
Industri-industri yang berada pada ranking teratas pada dasarnya hanya memiliki
potensi untuk menjadi industri prioritas. Hirschman (1958), Bulmer-Thomas (1982) dan
jaminan stimulus yang diukur melalui nilai-nilai pengganda tersebut akan terwujud ke
dalam pertumbuhan aktual kecuali memenuhi kondisi tertentu. Kondisi tersebut terkait
dengan pertimbangan politik dan kelembagaan (political and institutional consideration).
Realisasi stimulus akan tergantung pada sarana input pelengkap seperti lingkungan yang
mendukung dan kelembagaan yang ada serta kebijakan pemerintah yang konsisten dengan
ranking sektor tersebut. Faktor terpenting lainnya adalah bahwa pemerintah memainkan
peran yang sangat strategis dalam mengalokasikan sumberdaya melalui kebijakan fiskal,
moneter maupun kebijakan investasi. Sebagai contoh pemerintah bisa melakukan proteksi
untuk menghambat perusahaan dalam merespon stimulus tertentu.
Terkait dengan ranking agroindustri yang dihasilkan pada Tabel 12,
industri-industri yang berada pada ranking teratas, yaitu industri-industri karet, industri-industri kayu lapis, bambu
dan rotan, industri rokok, industri minuman dan industri makanan sektor perikanan pada
dasarnya memiliki potensi dalam meningkatkan output, penyerapan tenaga kerja dan
meningkatkan pendapatan rumah tangga. Namun kepentingan melakukan ranking
agroindustri dalam kajian ini adalah untuk menentukan agroindustri apa yang layak untuk
dijadikan prioritas pengembangan melalui berbagai kebijakan yang akan dilakukan oleh
pemerintah. Oleh karena itu apa yang dinyatakan oleh Hirschman, Bulmer-Thomas dan
Panchamukti tentang perlunya pertimbangan politik maupun kelembagaan serta
pertimbangan non ekonomi lain perlu disertakan dalam menetapkan agroindustri prioritas
dan bukan semata-mata berdasarkan angka-angka pengganda saja agar tidak menimbulkan
misleading.
Agroindustri makanan sektor perkebunan tidak termasuk dalam ranking teratas
pada struktur agroindustri makanan. Padahal sektor perkebunan primer memiliki peran
yang besar dalam menyumbang PDB nasional. Jika sektor primernya memiliki potensi
yang besar dalam menyumbang pendapatan nasional, diharapkan industri hilirnya pun
sektor perkebunan dalam pembentukan output, PDB (diproxy dari nilai tambah tenaga
kerja dan modal atas dasar biaya faktor), dan penyerapan tenaga kerja (diproxy dari nilai
tambah tenaga kerja) di sektor agroindustri, memiliki pangsa output sebesar 40.3 persen,
PDB sebesar 33 persen dan pangsa tenaga kerja sebesar 31 persen terhadap total output,
PDB dan penyerapan tenaga kerja di sektor agroindustri (Lampiran 7). Selain itu dilihat
perkembangan output tahun 1998 ke tahun 2003 sektor agroindustri perkebunan
menunjukkan peningkatan lima kali lipat (Lampiran 8). Hal ini menunjukkan besarnya
peran sektor agroindustri perkebunan dalam memperkuat sektor agroindustri di Indonesia.
Namun dilihat dari nilai pengganda, agroindustri makanan sektor perkebunan
memiliki pengganda yang lebih kecil dibandingkan dengan agroindustri lainnya. Hal ini
bisa terjadi karena dengan nilai awal yang sudah demikian besar, maka pengembangan
agroindustri makanan sektor perkebunan tidak akan menghasilkan incremental growth
sebesar pengembangan pada sektor lain yang masih berada pada tahap pertumbuhan.
Dengan demikian agroindustri makanan sektor perkebunan sesungguhnya memiliki peran
yang penting dalam memperkokoh struktur agroindustri di Indonesia sehingga perlu
memperoleh prioritas pengembangan. Dari sisi kebijakan pemerintah, agroindustri
perkebunan (kelapa sawit) saat ini merupakan salah satu fokus pengembangan agroindustri
melalui strategi Klaster (Cluster) Industri Prioritas (Departemen Perindustrian, 2005).
Industri rokok berada pada urutan ketiga menurut ranking sektor agroindustri dan
perannnya terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja serta pendapatan rumah tangga
golongan rendah melalui lapangan kerja yang disediakan untuk buruh-buruh pabrik.
Industri rokok juga penghasil pajak terbesar bagi pemerintah. Namun pengembangan
industri rokok akan menghasilkan biaya imbangan yang besar melalui pencemaran
lingkungan (asap rokok) dan bahaya kesehatan (penyakit kanker paru-paru dan penyakit
lainnya). Dewasa ini pun perkembangan preferensi konsumen terhadap barang-barang yang
meningkatkan kesehatan. Pemerintah pun menerapkan aturan yang ketat bagi masyarakat
untuk tidak merokok di area publik. Dengan demikian kebijakan mengembangkan industri
rokok akan paradoks dengan norma yang berkembang di masyarakat secara umum. Dilihat
dari sisi bisnis, industri rokok juga tergolong sebagai sunset industry yang perspektif ke
depan demand masyarakat terhadap rokok maupun investasi industri rokok cenderung
menurun.
Industri minuman berada pada posisi ranking kelima dari 11 agroindustri dan
perannya terutama dalam penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan rumah
tangga golongan bawah. Namun apabila diperhatikan industri-industri yang tergabung ke
dalam industri minuman (Lampiran 4) adalah industri minuman keras, anggur dan
sejenisnya, malt dan minuman yang mengandung malt, sirop serta minuman ringan.
Komoditas-komoditas tersebut dapat dikatakan kurang berperan dalam mendukung
ketahanan pangan dan bahkan minuman keras merupakan komoditas yang peredarannnya
di masyarakat dilarang oleh pemerintah dan berlawanan dengan norma mayarakat dan
agama. Industri minuman juga kurang berperan dalam mendorong peningkatan produksi
sektor pertanian primer sebagai penyedia bahan baku kecuali untuk industri tertentu yang
termasuk dalam minuman ringan. Oleh karena itu meskipun industri minuman memiliki
potensi yang cukup tinggi dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan memberikan
sumbangan terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga golongan rendah, namun dari
berbagai pertimbangan seperti diuraikan kurang memiliki prospek yang baik untuk
dijadikan prioritas pengembangan agroindustri.
Agroindustri non makanan pada dasarnya memiliki karakteristik yang berbeda
dengan agroindustri makanan. Agroindustri non makanan pada umumnya adalah industri
berskala menengah ke atas, padat kapital dan menggunakan komponen input impor yang
lebih tinggi dibanding agroindustri makanan. Dengan karakteristik tersebut maka
pada pertanian skala kecil dan menengah, teknologi padat karya dan mendukung program
ketahanan pangan seperti pada konsep strategiADLIadalah agroindustri makanan.
Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas, dilakukan beberapa penyesuaian
dalam menentukan agroindustri prioritas sebagai berikut. Agroindustri rokok dan
minuman dikeluarkan dari kelompok agroindustri makanan dan selanjutnya dengan
menggunakan empat indikator sama dengan yang digunakan sebelumnya dilakukan
ranking ulang. Dari empat indikator tersebut diambil dua agroindustri yang berada pada
urutan teratas. Demikian pula pada pada kelompok agroindustri non makanan secara
terpisah dilakukan ranking ulang dan diambil dua agroindustri yang berada pada urutan
teratas. Selanjutnya empat industri dari kelompok agroindustri makanan dan non makanan
yang berada pada ranking teratas berdasarkan pengganda output, tenaga kerja, keterkaitan
sektor dan pendapatan rumah tangga golongan rendah ditambah dengan agroindustri
makanan sektor perkebunan, ditetapkan sebagai agroindustri prioritas (Tabel 13). Dengan
demikian agroindustri prioritas adalah industri makanan sektor tanaman pangan, industri
makanan sektor perikanan, industri makanan sektor perkebunan dan industri kayu lapis,
bambu dan rotan serta industri karet remah dan karet asap. Kebijakan pemerintah untuk
mengembangkan lima agroindustri tersebut diharapkan akan menghasilkan peningkatan
pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, memperkuat sektor pertanian primer dan
mampu menghasilkan pendapatan yang lebih baik bagi rumah tangga golongan rendah
yang pada akhirnya akan dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
Kelima agroindustri prioritas tersebut juga sesuai dengan fokus pengembangan agroindustri
yang dilakukan oleh pemerintah melalui Klaster Industri Prioritas, yaitu: (1) industri
makanan secara umum, (2) industri pengolahan hasil laut, (3) industri kelapa sawit, (4)
industri barang kayu (termasuk bambu dan rotan), (5) industri karet dan barang dari karet,
Tabel 13. Penentuan Agroindustri Prioritas pada Sektor Agroindustri, Tahun 2003
RANKING PENGGANDA
Total
AGROINDUSTRI Output TK Keterkaitan
Sektor Pendap RT Gol Rendah Nilai Rank Agroindustri Makanan Sektor peternakan 4 4 4 4 16 3
Sektor tanaman pangan 3 2 3 3 11 2
Sektor perikanan 1 3 2 2 8 1
Sektor perkebunan 5 5 5 5 20 4
Agroindustri Non Makanan
Kapuk 5 3 5 4 17 5
Kulit samakan dan olahan 4 4 3 3 14 4
Kayu lapis, barang dari kayu,
bambu dan rotan 1 2 1 2 6 1
Bubur kertas 2 5 2 3 12 3
Karet remah dan karet asap 3 1 4 1 9 2
Catatan: Nilai ranking terkecil menunjukkan ranking teratas (nilai pengganda terbesar)
5.5. Tahapan Transmisi Pengaruh dari Sektor Agroindustri
5.5.1. Agroindustri Makanan
Nilai-nilai pengganda yang telah diuraikan pada dasarnya mencerminkan pengaruh
total akibat perubahan neraca eksogen terhadap neraca endogen. Pengaruh tersebut
sebetulnya melalui beberapa tahapan sehingga nilai pengganda dapat didekomposisi
menjadi beberapa komponen. Dekomposisi dilakukan untuk melihat proses perubahan
neraca endogen akibat dari perubahan neraca eksogen.
Terdapat tiga komponen hasil dekomposisi pengganda neraca, yaitu: (1) pengganda
transfer, (2) pengganda open loop, dan (3) pengganda cloose loop. Pengganda transfer
menunjukkan dampak yang terjadi di dalam neraca dimana stimulus ekonomi awal
diberikan. Misalnya stimulus ekonomi awal diberikan terhadap neraca sektor produksi,
maka pengganda transfer akan bekerja pada neraca sektor produksi atau akan
menimbulkan dampak bagi dirinya sendiri (own effect). Pengganda open loop
menunjukkan dampak yang terjadi terhadap neraca lain sebagai akibat adanya stimulus
ekonomi awal yang diberikan pada neraca tertentu atau akan menimbulkan dampak silang
produksi menyebabkan kenaikan output sektor produksi yang selanjutnya kenaikan output
tersebut akan berakibat pada kenaikan tenagakerja dan pendapatan rumah tangga. Hal ini
berarti dengan adanya stimulus ekonomi terhadap neraca sektor produksi akan memberikan
dampak bagi tenaga kerja dan institusi. Sedangkan pengganda close loop menunjukkan
pengaruh dari suatu neraca yang memperoleh stimulus ekonomi ke neraca lain kemudian
kembali pada neraca semula sehingga pengaruh terhadap neraca semula tersebut menjadi
kecil. Dekomposisi pengganda agroindustri makanan sebagai berikut.
(1) Agroindustri Makanan Sektor Peternakan dan Tanaman Pangan
Dekomposisi pengganda industri makanan sektor peternakan dan tanaman pangan
ditampilkan pada Tabel 14. Stimulus ekonomi yang diberikan ke industri makanan sektor
peternakan sebesar 1 milyar rupiah (melalui peningkatan pengeluaran pemerintah, investasi
maupun ekspor) akan menghasilkan peningkatan output industri makanan sektor
peternakan itu sendiri sebesar 1. 01 milyar rupiah.
Selain menghasilkan peningkatan output pada industri itu sendiri, juga secara
langsung akan menghasilkan peningkatan output bagi sektor-sektor lain dengan total
peningkatan sebesar 2.13 milyar rupiah. Dalam hal ini sektor pertanian tanaman pangan
memperoleh peningkatan output sebesar 0.26 milyar rupiah. Angka tersebut merupakan
angka terbesar diantara sektor pertanian primer lainnya. Sedangkan sektor peternakan dan
hasilnya, sebagai sektor pemasok bahan baku industri pengolahan makanan sektor
peternakan memperoleh efek penerimaan output secara langsung sebesar 0.04 milyar
rupiah. Dengan memperhitungkan pengganda close loop (pengaruh setelah stimulus
ekonomi melalui neraca lain dan kembali ke neraca semula), stimulus ekonomi ke neraca
industri makanan peternakan sebesar 1 milyar akan menghasilkan pengaruh total
peningkatan pendapatan sektor pertanian tanaman pangan sebesar 0.52 milyar rupiah,
Tabel 14. Dekomposisi Pengganda Industri Makanan Sektor Peternakan dan Tanaman Pangan, Tahun 2003
Koefisien pengganda Stimulus
awal Dampak thd neraca lain Stimulus
awal Transfer Open loop Close loop Total TK pertanian di desa 0 0.24 0.25 0.49 TK pertanian di kota 0 0.03 0.04 0.07 TK nonpertanian di desa 0 0.10 0.20 0.30 TK nonpertanian di kota 0 0.17 0.49 0.66 Modal 0 0.22 0.57 0.79 RT buruh tani 0 0.07 0.11 0.18 RT petani kecil 0 0.09 0.13 0.22 RT petani luas 0 0.08 0.12 0.20
RT non pert. gol rendah di desa 0 0.17 0.31 0.48
RT non pert. gol atas di desa 0 0.07 0.11 0.18
RT non pert. gol rendah di kota 0 0.20 0.54 0.74
RT non pert. gol atas di kota 0 0.08 0.20 0.28
Perusahaan 0 0.10 0.26 0.36
Pertanian tan pangan 0.26 0 0.26 0.52
Peternakan dan hasilnya 0.04 0 0.15 0.19
Perikanan 0.16 0 0.23 0.38
Kehutanan dan perburuan 0.00 0 0.02 0.03
Pertanian tanaman lain 0.12 0 0.10 0.22
Ind mak sektor peternakan 1 1.01 0 0.03 2.04
Industri ringan & lainnya 0.04 0 0.45 0.49
Industri berat 0.05 0 0.42 0.47
Restoran dan perhotelan 0.00 0 0.20 0.21
Industri makanan sektor peternakan
Total sektor produksi 2.13 3.96 6.09
TK pertanian di desa 0 0.24 0.26 0.50 TK pertanian di kota 0 0.03 0.04 0.08 TK nonpertanian di desa 0 0.11 0.21 0.32 TK nonpertanian di kota 0 0.18 0.51 0.69 Modal 0 0.23 0.59 0.82 RT buruh tani 0 0.07 0.11 0.18 RT petani kecil 0 0.09 0.13 0.22 RT petani luas 0 0.08 0.13 0.21
RT non pert. gol rendah di desa 0 0.18 0.32 0.50
RT non pert. gol atas di desa 0 0.07 0.12 0.19
RT non pert. gol rendah di kota 0 0.21 0.56 0.77
RT non pert. gol atas di kota 0 0.08 0.21 0.29
Perusahaan 0 0.11 0.27 0.38
Pertanian tan pangan 0.26 0 0.27 0.53
Peternakan dan hasilnya 0.04 0 0.16 0.20
Perikanan 0.16 0 0.23 0.39
Kehutanan dan perburuan 0.00 0 0.02 0.03
Pertanian tanaman lain 0.12 0 0.10 0.22
Ind mak sektor tan pangan 1 1.01 0 0.12 2.14
Industri ringan & lainnya 0.04 0 0.47 0.51
Industri berat 0.05 0 0.44 0.49
Restoran dan perhotelan 0.004 0 0.21 0.22
Industri makanan sektor tanaman pangan
Sedangkan sektor peternakan dan hasilnya menerima pendapatan total sebesar 0.20 milyar
rupiah.
Pembahasan terhadap sektor-sektor lain yang juga memperoleh pendapatan
difokuskan kepada industri ringan dan industri berat serta industri restoran dan perhotelan
karena ketiga sektor tersebut dipandang memiliki kaitan yang erat dengan agroindustri.
Stimulus ekonomi ke industri makanan sektor peternakan sebesar 1 milyar rupiah secara
langsung (melalui pengganda transfer) akan menghasilkan output sektor industri ringan dan
berat masing-masing sebesar 0.04 milyar rupiah dan 0.05 milyar rupiah. Sedangkan sektor
restoran dan perhotelan yang diharapkan banyak terkait dengan penggunaan output industri
makanan, hanya menerima output sebesar 0.004 milyar rupiah. Namun kontribusi
pengganda close loop dalam meningkatkan output ketiga sektor tersebut jauh lebih besar
sehingga total pengaruh yang diterima ketiga sektor tersebut yang ditunjukkan melalui
pengganda total masing-masing sebesar 0.49 milyar rupiah dan 0.47 milyar rupiah untuk
industri ringan dan industri berat serta 0.21 milyar rupiah untuk sektor restoran dan
perhotelan.
Stimulus ekonomi ke industri makanan sektor peternakan juga menghasilkan
pengaruh silang atau peningkatan pendapatan bagi neraca lain yaitu neraca tenaga kerja
dan rumah tangga yang dicerminkan melalui nilai penggandaopen loop. Stimulus ekonomi
1 milyar rupiah ke industri makanan sektor peternakan akan menghasilkan pendapatan
tenaga kerja pertanian di desa paling besar dibandingkan tenaga kerja lain, yaitu sebesar
0.24 milyar rupiah. Nilai tersebut merupakan angka terbesar untuk pengganda open loop
neraca tenaga kerja. Hal ini berarti bahwa dampak secara langsung peningkatan output
industri makanan sektor peternakan terhadap tenaga kerja betul-betul dinikmati oleh tenaga
kerja pertanian. Namun dengan memperhitungkan pengganda close loop, pengaruh total
pendapatan tenaga kerja terbesar bukan lagi untuk tenaga kerja pertanian di desa melainkan
dimungkinkan mengingat lokasi industri sebagian besar berada di perkotaan dan dalam
proses produksi melibatkan banyak tenaga kerja non pertanian.
Konsekuensi lebih lanjut adalah pendapatan yang diperoleh rumah tangga golongan
rendah di kota juga menunjukkan angka tertinggi dengan total pendapatan sebesar 0.77
milyar rupiah. Angka tersebut ditunjukkan melalui besaran pengganda total dimana
kontribusi pengganda open loop sebesar 0.21 dan pengganda close loop sebesar 0.56.
Selain menghasilkan pendapatan bagi neraca tenaga kerja, stimulus ekonomi 1 milyar ke
industri makanan sektor peternakan juga akan berpengaruh terhadap penerimaan modal
sebesar 0.0.82 dimana pengganda open loop memberikan kontribusi sebesar 0.23 dan
penggandaclose loopmemberikan kontribusi sebesar 0.59.
Tabel 14 juga menyajikan dekomposisi pengganda sektor tanaman pangan dengan
own effect(yang dicerminkan melalui pengganda tranfer) sebesar 1.01 dan penggandaclose
loop sebesar 0.12. Seperti halnya pada industri makanan sektor peternakan, sektor
pertanian primer akan memancarkan ke sektor pertanian tanaman pangan sebagai sektor
pemasok bahan baku bagi industri makanan sektor tanaman pangan. Sedangkan industri
ringan dan industri berat serta sektor restoran dan perhotelan memperoleh penerimaan
output terutama melalui kontribusi penggandaclose loop.
Stimulus ekonomi ke industri tanaman pangan sebesar 1 milyar rupiah tersebut
juga akan menghasilkan pendapatan tenaga kerja pertanian di desa yang dicerminkan
melalui penggandaopen loopsebesar 0.24 dan penggandaclose loopsebesar 0.26 sehingga
total pengganda bagi tenaga kerja pertanian di desa sebesar 0.5. Seperti halnya pada
industri makanan sektor peternakan, pengaruh silang dari stimulus ekonomi di industri
makanan sektor tanaman pangan terhadap penerimaan tenaga kerja pertanian di desa adalah
yang terbesar. Namun total peningkatan pendapatan tenaga kerja yang terbesar (setelah
memperhitungkan pengganda close loop) dinikmati oleh tenaga kerja non pertanian
sektor tanaman pangan memiliki peran yang besar dalam meningkatkan pendapatan tenaga
kerja pertanian di desa maupun tenaga kerja non pertanian golongan rendah di kota.
Stimulus ekonomi di industri makanan sektor tanaman pangan selain menghasilkan
pendapatan bagi faktor produksi tenaga kerja, juga bagi faktor produksi modal dengan
koefisien pengganda total sebesar 0.82 dengan kontribusi pengganda open loop sebesar
0.23 dan penggandaclose loopsebesar 0.59.
Peningkatan permintaan faktor produksi tenaga kerja seperti diuraikan di atas
dipenuhi oleh rumah tangga sehingga lebih lanjut hal ini akan berpengaruh pada
penerimaan rumah tangga. Konsisten dengan pengaruh pada tenaga kerja, rumah tangga
yang paling besar memperoleh pendapatan adalah rumah tangga non pertanian golongan
rendah di kota dengan koefisien pengganda sebesar 0.77. Kontribusi penggandaopen loop
sebesar 0.21 dan pengganda close loop sebesar 0.56. Baik pengganda open loopmaupun
close loop, nilai tersebut adalah terbesar dibandingkan pengganda pendapatan pada rumah
tangga lain. Artinya pengaruh stimulus ekonomi di industri makanan sektor tanaman
pangan akan menghasilkan pengaruh langsung (melalui pengganda open loop) maupun
pengaruh tidak langsung (melalui pengganda close loop) yang terbesar pada rumah tangga
non pertanian golongan rendah di kota.
Selain menghasilkan peningkatan pendapatan terhadap institusi rumah tangga,
stimulus ekonomi sebesar 1 milyar rupiah di industri makanan sektor tanaman pangan akan
menyebabkan meningkatnya pendapatan perusahaan dengan total peningkatan pendapatan
sebesar 0.38 milyar rupiah. Pengaruh langsung melalui pengganda open loopsebesar 0.11
dan penggandaclose loopsebesar 0.27.
(2) Agroindustri Makanan Sektor Perikanan dan Perkebunan
Tabel 15 menyajikan dekomposisi pengganda industri makanan sektor perikanan
sektor perikanan, melalui pengganda transfer akan berpengaruh meningkatkan output
secara langsung sebesar 1.03 milyar rupiah. Peningkatan output industri makanan sektor
perikanan tersebut akan menghasilkan output sektor-sektor lain serta pendapatan tenaga
kerja dan rumah tangga dan kesemuanya itu berdampak meningkatkan lagi output industri
makanan sektor perikanan yang dicerminkan melalui pengganda close loop sebesar 0.05
milyar rupiah.
Sektor perikanan sebagai pemasok bahan baku industri makanan sektor perikanan
memperoleh penerimaan output yang dicerminkan melalui pengganda total sebesar 0.41,
dimana pengganda transfer memiliki kontribusi sebesar 0.17 dan pengganda close loop
sebesar 0.23. Seperti halnya pada industri makanan sektor peternakan dan tanaman pangan,
pengaruh terbesar terhadap sektor pertanian primer justru pada sektor tanaman pangan
sedangkan sektor perikanan memperoleh pengaruh terbesar kedua setelah sektor tanaman
pangan. Dalam hal ini pengganda close loop memiliki kontribusi yang lebih besar dalam
menciptakan peningkatan output tersebut.
Pengaruh silang terhadap faktor produksi tenaga kerja dicerminkan melalui
pengganda open loop dimana, seperti halnya yang terjadi pada industri makanan
sebelumnya, pengaruh terbesar ada pada tenaga kerja pertanian di desa. Namun kotribusi
pengganda close loop terbesar pada tenaga kerja non pertanian di kota sehingga pengaruh
total terbesar terjadi pada tenaga kerja non pertanian di kota. Peningkatan pendapatan
tenaga kerja non pertanian di kota tersebut lebih lanjut akan berpengaruh pada penerimaan
pendapatan rumah tangga non pertanian golongan rendah di kota yang menerima
peningkatan paling besar diantara rumah tangga yang lain. Faktor produksi modal dalam
hal ini memperoleh penerimaan sebesar 0.85 milyar rupiah, dimana kontribusi pengganda
Tabel 15. Dekomposisi Pengganda Industri Makanan Sektor Perikanan dan Perkebunan, Tahun 2003
Koefisien pengganda Stimulus
awal Dampak thd neraca lain Stimulus
awal Transfer Open loop Close loop Total TK pertanian di desa 0 0.26 0.26 0.52 TK pertanian di kota 0 0.04 0.04 0.08 TK nonpertanian di desa 0 0.08 0.21 0.29 TK nonpertanian di kota 0 0.14 0.51 0.65 Modal 0 0.26 0.59 0.84 RT buruh tani 0 0.07 0.11 0.18 RT petani kecil 0 0.10 0.13 0.23 RT petani luas 0 0.09 0.12 0.21 RT non pert. gol rendah di desa 0 0.17 0.32 0.50 RT non pert. gol atas di desa 0 0.07 0.12 0.19 RT non pert. gol rendah di kota 0 0.20 0.55 0.75 RT non pert. gol atas di kota 0 0.08 0.21 0.29 Perusahaan 0 0.12 0.27 0.39 Pertanian tan pangan 0.29 0 0.27 0.56 Peternakan dan hasilnya 0.05 0 0.16 0.20 Perikanan 0.17 0 0.23 0.41 Kehutanan dan perburuan 0.00 0 0.02 0.03 Pertanian tanaman lain 0.13 0 0.10 0.23 Ind mak sektor perikanan 1 1.03 0 0.05 2.08 Industri ringan & lainnya 0.05 0 0.46 0.51 Industri berat 0.05 0 0.44 0.49 Restoran dan perhotelan 0.00 0 0.21 0.21
Industri makanan sektor perikanan
Total sektor produksi 2.25 4.09 6.34
TK pertanian di desa 0 0.24 0.25 0.48 TK pertanian di kota 0 0.03 0.04 0.07 TK nonpertanian di desa 0 0.09 0.20 0.28 TK nonpertanian di kota 0 0.14 0.48 0.62 Modal 0 0.23 0.55 0.79 RT buruh tani 0 0.07 0.11 0.17 RT petani kecil 0 0.09 0.12 0.21 RT petani luas 0 0.08 0.12 0.20
RT non pert. gol rendah di desa 0 0.16 0.30 0.47
RT non pert. gol atas di desa 0 0.07 0.11 0.18
RT non pert. gol rendah di kota 0 0.19 0.52 0.71
RT non pert. gol atas di kota 0 0.08 0.20 0.27
Perusahaan 0 0.11 0.26 0.36
Pertanian tan pangan 0.26 0 0.25 0.52
Peternakan dan hasilnya 0.04 0 0.15 0.19
Perikanan 0.16 0 0.22 0.38
Kehutanan dan perburuan 0.00 0 0.02 0.02
Pertanian tanaman lain 0.12 0 0.10 0.21
Ind mak sektor perkebunan 1 1.27 0 0.33 2.60
Industri ringan & lainnya 0.04 0 0.43 0.48
Industri berat 0.05 0 0.41 0.46
Restoran dan perhotelan 0.00 0 0.20 0.20
Industri makanan sektor perkebunan
Sedangkan institusi perusahaan memperoleh peningkatan pendapatan total sebesar 0.39
milyar rupiah dimana kontribusi pengganda open loop sebesar 0.12 milyar rupiah dan
penggandaclose loopsebesar 0.27 milyar rupiah.
(3) Industri Minuman dan Rokok
Stimulus ekonomi pada industri minuman sebesar 1 milyar rupiah menghasilkan
peningkatan output secara langsung pada industri tersebut yang dicerminkan melalui
pengganda transfer sebesar 1.00 (Tabel 16). Kotribusi pengganda close loop sebesar
0.0.0188 sehingga menghasilkan pengganda total sebesar 2.0239. Sektor pertanian primer
yang memperoleh peningkatan output paling besar secara langsung adalah subsektor
pertanian tanaman pangan. Pengaruh secaratidak langsung yang dicerminkan melalui
pengganda close loop pun menunjukkan angka terbesar sehingga pengaruh total terhadap
sub sektor tanaman pangan adalah yang terbesar. Pengaruh terbesar yang diperoleh
subsektor tanaman pangan dengan adanya stimulus ekonomi di industri minuman tersebut
sesuai dengan yang diharapkan, mengingat industri minuman pada umumnya
menggunakan bahan baku dari produk tanaman pangan, seperti misalnya minuman jus
buah yang dikemas dalam kaleng, susu kedelai dan sebagainya. Peningkatan output
industri minuman akan mendorong peningkatan permintaan tenaga kerja yang dampak
lebih lanjut akan meningkatkan pendapatan tenaga kerja. Stimulus ekonomi pada industri
minuman sebesar 1 milyar rupiah akan menghasilkan pengaruh penerimaan pendapatan
faktor produksi tenaga kerja non pertanian di kota melalui pengganda open loop sebesar
0.25 dan kontribusi pengganda close loop sebesar 0.52 sehingga menghasilkan total
pengganda sebesar 0.77. Baik pengganda open loop maupun close loop, nilai tersebut
terbesar dibandingkan pengganda pada tenaga kerja yang lain. Sebaliknya pengaruh
terhadap tenaga kerja pertanian di kota, seperti halnya pada industri makanan yang lain,
Tabel 16. Dekomposisi Pengganda Industri Minuman dan Industri Rokok Tahun 2003
Koefisien pengganda Stimulus
awal Dampak thd neraca lain Stimulus
awal Transfer Open loop Close loop Total TK pertanian di desa 0 0.20 0.27 0.47 TK pertanian di kota 0 0.03 0.04 0.07 TK nonpertanian di desa 0 0.14 0.22 0.36 TK nonpertanian di kota 0 0.25 0.52 0.77 Modal 0 0.19 0.61 0.80 RT buruh tani 0 0.07 0.12 0.18 RT petani kecil 0 0.08 0.14 0.22 RT petani luas 0 0.07 0.13 0.20
RT non pert. gol rendah di desa 0 0.19 0.33 0.52
RT non pert. gol atas di desa 0 0.07 0.12 0.19
RT non pert. gol rendah di kota 0 0.25 0.57 0.82
RT non pert. gol atas di kota 0 0.09 0.21 0.31
Perusahaan 0 0.09 0.28 0.37
Pertanian tan pangan 0.22 0 0.28 0.50
Peternakan dan hasilnya 0.04 0 0.16 0.20
Perikanan 0.13 0 0.24 0.37
Kehutanan dan perburuan 0.00 0 0.02 0.03
Pertanian tanaman lain 0.10 0 0.11 0.21
Industri minuman 1 1.01 0 0.02 2.02
Industri ringan & lainnya 0.04 0 0.48 0.52
Industri berat 0.05 0 0.45 0.50
Restoran dan perhotelan 0.00 0 0.22 0.22
Industri minuman
Total sektor produksi 1.99 4.23 6.22
TK pertanian di desa 0 0.10 0.29 0.39 TK pertanian di kota 0 0.01 0.05 0.06 TK nonpertanian di desa 0 0.22 0.23 0.45 TK nonpertanian di kota 0 0.39 0.56 0.94 Modal 0 0.13 0.65 0.79 RT buruh tani 0 0.06 0.12 0.18 RT petani kecil 0 0.06 0.15 0.20 RT petani luas 0 0.05 0.14 0.19
RT non pert. gol rendah di desa 0 0.21 0.36 0.56
RT non pert. gol atas di desa 0 0.07 0.13 0.19
RT non pert. gol rendah di kota 0 0.33 0.61 0.94
RT non pert. gol atas di kota 0 0.12 0.23 0.35
Perusahaan 0 0.06 0.30 0.36
Pertanian tan pangan 0.10 0 0.30 0.40
Peternakan dan hasilnya 0.03 0 0.17 0.20
Perikanan 0.07 0 0.26 0.33
Kehutanan dan perburuan 0.01 0 0.03 0.04
Pertanian tanaman lain 0.05 0 0.11 0.17
Industri rokok 1 1.00 0 0.02 2.02
Industri ringan & lainnya 0.05 0 0.51 0.56
Industri berat 0.06 0 0.48 0.54
Restoran dan perhotelan 0.01 0 0.24 0.25
Industri rokok
Sedangkan pengaruh terhadap faktor produksi dicerminkan melalui pengganda total
sebesar 0.80, pengganda open loop mempunyai kontribusi sebesar 0.19 dan pengganda
close loopsebesar 0.61.
Peningkatan permintaan tenaga kerja selanjutnya akan berdampak pada pendapatan
rumah tangga. Konsisten dengan pengaruh terhadap tenaga kerja non pertanian di kota,
rumah tangga yang paling besar memperoleh pendapatan adalah rumah tangga non
pertanian golongan rendah di kota dengan total pengganda sebesar 0.75 dengan kontribusi
pengganda open loop sebesar 0.20 dan pengganda close loop sebesar 0.55. Sedangkan
rumah tangga buruh tani dan rumah tangga non pertanian golongan atas di desa
memperoleh pendapatan terkecil. Stimulus ekonomi ke industri minuman tersebut juga
menghasilkan pendapatan institusi perusahaan dengan pengganda total sebesar 0.39,
kontribusi penggandaopen loopsebesar 0.12 dan penggandaclose loopsebesar 0.27.
Tabel 16 juga menyajikan dekomposisi pengganda untuk industri rokok dimana
pengaruh stimulus ekonomi ke industri tersebut akan meningkatkan ouput industri rokok
melalui pengganda transfer sebesar sebesar 1.00 dan pengganda open loop sebesar 0.02.
Peningkatan output industri rokok akan berpengaruh terhadap peningkatan output sektor
pertanian tanaman pangan. Pengaruh peningkatan pada sektor tanaman pangan tersebut
adalah yang terbesar dibandingkan sektor primer lainnya maupun sektor industri ringan,
industri berat dan sektor restoran dan perhotelan.
Pengaruh terhadap faktor produksi tenaga kerja ditunjukkan melalui pengganda
open loop dimana tenaga kerja non pertanian di kota memperoleh pengaruh terbesar.
Demikian pula untuk pengganda close loop sehingga menghasilkan total pengganda yang
paling besar diantara tenaga kerja lainnya. Peningkatan permintaan tenaga kerja akan
meningkatkan pendapatan rumah tangga, dimana rumah tangga yang paling besar
menerima pengaruh peningkatan pendapatan adalah rumah tangga non pertanian golongan